Cari Ebook

Mempersiapkan...

[PDF] Renungan Berbagai Bencana Alam Pada Bulan Desember - Nor Kandir

 

MUQODDIMAH

Segala puji bagi Alloh, Sang Penguasa alam semesta yang membolak-balikkan siang dan malam sebagai pelajaran bagi mereka yang memiliki mata hati. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad , yang telah membimbing umatnya dari gelapnya kesyirikan menuju cahaya tauhid yang murni.

Amma ba’du:

Desember sering kali hadir dengan wajah ganda. Di satu sisi, ia menjadi panggung bagi gegap gempita manusia dalam merayakan pergantian angka tahun dan ritual-ritual yang jauh dari tuntunan wahyu. Di sisi lain, sejarah mencatat dengan tinta kelam bahwa di bulan yang sama, bumi sering kali berguncang, air laut meluap ke daratan, dan langit menumpahkan kemarahannya. Fenomena ini bukanlah sebuah kebetulan matematis dalam kalender masehi, melainkan sebuah pesan yang dituliskan oleh takdir agar manusia berhenti sejenak dari hingar-bingar dunia.

Sesungguhnya air, udara, api, daratan adalah makhluk Alloh, yang tunduk pada perintah-Nya.

﴿تُدَمِّرُ كُلَّ شَيْءٍ بِأَمْرِ رَبِّهَا فَأَصْبَحُوا لَا يُرَى إِلَّا مَسَاكِنُهُمْ كَذَلِكَ نَجْزِي الْقَوْمَ الْمُجْرِمِينَ

“Ia mengancurkan segala sesuatu dengan perintah Robb-nya, hingga di pagi hari tidak nampak kecuali hunian-hunian saja (yang telah hancur). Demikianlah Kami membalas orang-orang yang berdosa.” (QS. Al-Ahqof: 25)

Begitu pula, surutnya banjir adalah atas perintah Alloh:

﴿وَقِيلَ يَا أَرْضُ ابْلَعِي مَاءَكِ وَيَا سَمَاءُ أَقْلِعِي وَغِيضَ الْمَاءُ وَقُضِيَ الْأَمْرُ

“Dikatakan: ‘Wahai bumi, seraplah airmu, dan wahai langit berhentilah (dari menghujani),’ airpun surut dan perintah telah terlaksana.’” (QS. Hud: 44)

Buku ini hadir bukan untuk sekadar membawa kabar duka, melainkan sebagai bentuk muhasabah kolektif. Mengapa bencana besar, seperti Tsunami yang meluluhlantakkan dan berbagai musibah lainnya, begitu sering menyapa di saat manusia sedang larut dalam euforia perayaan yang mencampuradukkan antara yang hak dan yang batil? Kita perlu merenung, mungkinkah ini adalah cara Alloh menegur hamba-Nya agar tidak semakin jauh terperosok dalam kemaksiatan yang dibungkus dengan kemasan pesta?

Setiap tetes air mata yang jatuh karena kehilangan harta dan nyawa dalam bencana adalah pengingat bahwa kekuasaan manusia itu semu. Melalui tulisan ini, kita akan menelusuri kaitan antara perilaku manusia—terutama dalam menyambut ritual-ritual yang tidak diridhoi Alloh—dengan reaksi alam yang merupakan tentara-tentara-Nya. Mari kita buka lembaran ini dengan hati yang lapang, mencari kebenaran demi keselamatan di dunia dan Akhiroh.


 

BAB 1: HAKIKAT MUSIBAH

1.1: Makna Ujian sebagai Wujud Kasih Sayang Alloh

Ketika bencana datang menyapa, sering kali lisan manusia dengan mudahnya mengeluh dan mempertanyakan keadilan Sang Pencipta. Padahal, jika kita menyelami lebih dalam, musibah adalah salah satu cara Alloh memanggil hamba-Nya yang telah lama tersesat di rimba kelalaian. Musibah bukanlah bentuk kebencian semata, melainkan alarm bagi jiwa yang tertidur lelap agar terbangun sebelum ajal menjemput dalam keadaan tanpa iman.

Alloh menegaskan dalam firman-Nya bahwa musibah diturunkan agar manusia kembali ke jalan yang benar:

﴿ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia (yakni dosa-dosa mereka), supaya Alloh merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41)

Ayat ini memberikan pemahaman yang sangat mendalam bahwa kerusakan yang kita saksikan—mulai dari bencana alam hingga sempitnya penghidupan—adalah buah dari tangan manusia sendiri, yaitu akibat dari maksiat. Namun, perhatikan kalimat terakhirnya: “agar mereka kembali”. Ini adalah bentuk kasih sayang. Alloh tidak menghancurkan seluruhnya, melainkan hanya memberikan “sebagian” kecil dari akibat dosa kita sebagai peringatan agar kita bertaubat sebelum siksa yang lebih besar di Akhiroh tiba.

Dalam sebuah Hadits, Rosululloh juga memberikan penghiburan sekaligus peringatan bahwa ujian adalah tanda perhatian Alloh:

«إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ، وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ، فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ»

“Sungguh, besarnya pahala itu sesuai dengan besarnya ujian. Dan sungguh, jika Alloh mencintai suatu kaum, maka Dia akan menguji mereka. Siapa yang ridho, maka baginya keridhoan Alloh, dan siapa yang marah (tidak terima), maka baginya kemurkaan Alloh.” (HR. Tirmidzi)

Bencana yang terjadi di bulan Desember, saat manusia mulai melupakan Alloh demi mengikuti hawa nafsu dalam perayaan-perayaan, adalah momen di mana Alloh sedang menunjukkan kuasa-Nya. Dia ingin kita menyadari bahwa tidak ada tempat bersandar kecuali kepada-Nya. Dengan ujian tersebut, Alloh ingin membersihkan dosa-dosa hamba-Nya yang masih memiliki sebutir iman di hatinya.

1.2: Hubungan Erat Antara Perilaku Manusia dan Keseimbangan Semesta

Alam semesta ini tidak bergerak secara acak. Ia tunduk pada perintah Alloh. Ketika bumi diinjak oleh kaki-kaki yang enggan bersujud, dan langit dipenuhi dengan suara-suara kemaksiatan serta kesyirikan, maka keseimbangan alam akan terganggu. Ada ikatan spiritual yang kuat antara kesucian amal manusia dengan ketenangan unsur-unsur alam.

Alloh berfirman tentang bagaimana penduduk suatu negeri dapat meraih keberkahan atau justru mendatangkan azab melalui perilaku mereka:

﴿وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-A’roof: 96)

Janji Alloh itu pasti. Ketenangan bumi dan limpahan rizki sangat bergantung pada ketaqwaan kita. Namun, ketika manusia justru merayakan sesuatu yang jelas-jelas dilarang dalam agama, seperti ritual yang mengandung unsur pengakuan kepada tuhan selain Alloh (Natal) atau pesta pora tahun baru yang penuh kemungkaran (maksiat dan pengagungan Dewa Yunani), maka jangan terkejut jika bumi pun merasa sesak dan langit merasa murka.

Rosululloh telah memperingatkan bahwa kemaksiatan yang dilakukan secara terang-terangan akan mengundang bencana yang merata:

«إِذَا ظَهَرَ الزِّنَا وَالرِّبَا فِي قَرْيَةٍ، فَقَدْ أَحَلُّوا بِأَنْفُسِهِمْ عَذَابَ اللَّهِ»

“Jika zina dan riba telah nampak (dilakukan secara terang-terangan) di suatu negeri, maka sungguh mereka telah menghalalkan diri mereka sendiri untuk ditimpa azab Alloh.” (HSR. Al-Hakim)

Begitu pula dengan terjadinya kelaparan, wabah, krisis monoter, kekeringan. Semuanya akibat dari dosa kolektif masyarakat. Nabi bersabda:

«لَمْ تَظْهَرِ الْفَاحِشَةُ فِي قَوْمٍ قَطُّ؛ حَتَّى يُعْلِنُوا بِهَا؛ إِلَّا فَشَا فِيهِمُ الطَّاعُونُ وَالْأَوْجَاعُ الَّتِي لَمْ تَكُنْ مَضَتْ فِي أَسْلَافِهِمُ الَّذِينَ مَضَوْا،

وَلَمْ يَنْقُصُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ إِلَّا أُخِذُوا بِالسِّنِينَ وَشِدَّةِ الْمُؤْنَةِ، وَجَوْرِ السُّلْطَانِ عَلَيْهِمْ،

وَلَمْ يَمْنَعُوا زَكَاةَ أَمْوَالِهِمْ إِلَّا مُنِعُوا الْقَطْرَ مِنَ السَّمَاءِ، وَلَوْلَا الْبَهَائِمُ لَمْ يُمْطَرُوا»

“Tidaklah perbuatan keji (zina dan homo) tampak pada suatu kaum sama sekali, hingga mereka menampakkannya secara terang-terangan, melainkan akan tersebar pada mereka wabah tho’un dan berbagai penyakit yang belum pernah terjadi pada orang-orang sebelum mereka yang telah berlalu.

Dan tidaklah mereka mengurangi takaran dan timbangan, melainkan mereka akan ditimpa dengan tahun-tahun paceklik, kesulitan dalam kebutuhan hidup, serta kezholiman penguasa atas mereka.

Dan tidaklah mereka menahan Zakat harta-harta mereka, melainkan mereka akan dicegah dari turunnya hujan dari langit; dan seandainya bukan karena hewan-hewan ternak, niscaya mereka tidak akan diberi hujan.(HSR. Ibnu Majah)

Perayaan akhir tahun sering kali menjadi wadah bagi merebaknya zina, minuman keras, dan berbagai perbuatan yang melampaui batas. Ketika perbuatan ini menjadi hal yang dianggap lumrah dan tidak ada lagi yang mencegahnya, maka alam bertindak sebagai pelaksana perintah Alloh untuk memberikan peringatan keras. Musibah yang menimpa bukan hanya mengenai pelaku maksiat, melainkan bisa merambah ke siapa saja sebagai pengingat bagi yang masih hidup.

1.3: Membaca Tanda-Tanda Kebesaran Alloh Melalui Fenomena Alam

Seorang Mu’min dituntut untuk tidak hanya melihat bencana sebagai fenomena geologi atau meteorologi semata. Lebih dari itu, bencana adalah “ayat-ayat kauniyah” (tanda-tanda alam) yang berbicara lebih keras daripada kata-kata. Mengabaikan pesan di balik bencana adalah sebuah kelalaian yang fatal bagi keselamatan iman.

Alloh mencela orang-orang yang berpaling dari tanda-tanda kekuasaan-Nya:

﴿وَكَأَيِّنْ مِنْ آيَةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ يَمُرُّونَ عَلَيْهَا وَهُمْ عَنْهَا مُعْرِضُونَ

“Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Alloh) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling daripadanya.” (QS. Yusuf: 105)

Berapa banyak tsunami, gempa bumi, dan banjir bandang yang terjadi di penghujung tahun yang kita lewati begitu saja sebagai berita di layar kaca? Kita sering hanya sibuk menganalisis pergeseran lempeng bumi namun lupa menganalisis pergeseran hati kita dari tauhid kepada dunia. Peristiwa-peristiwa hebat di bulan Desember seharusnya membuat kita bersimpuh, memohon ampun, dan menjauhi segala bentuk perayaan yang tidak diridhoi-Nya.

Kesadaran akan kebesaran Alloh melalui goncangan alam juga ditekankan dalam Hadits tentang fenomena gerhana, yang bisa dikiaskan pada fenomena alam dahsyat lainnya:

«إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ، لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ، فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ، فَادْعُوا اللَّهَ، وَكَبِّرُوا، وَصَلُّوا، وَتَصَدَّقُوا»

“Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kebesaran Alloh. Keduanya tidak gerhana karena mati atau lahirnya seseorang. Jika kalian melihat hal itu, maka berdoalah kepada Alloh, bertakbirlah, Sholatlah, dan bersedekahlah.” (HR. Bukhori)

Pesan Rosululloh sangat jelas: saat alam menunjukkan keanehan atau kedahsyatannya, respon utama seorang Muslim adalah kembali kepada ibadah, bukan justru melanjutkan pesta pora. Bencana di bulan Desember adalah undangan bagi kita untuk segera merunduk dalam sujud panjang, mengakui kelemahan diri, dan memperkuat benteng iman dari godaan tasyabbuh (menyerupai kaum kafir) yang merusak Aqidah.


 

BAB 2: KRITIK SYARIAT TERHADAP BUDAYA PERAYAAN AKHIR TAHUN

2.1: Menjaga Kemurnian Aqidah dari Budaya Syirik dan Tashabbuh

Menjaga kemurnian iman di tengah kepungan budaya global adalah perjuangan besar bagi setiap Muslim. Perayaan yang terjadi di bulan Desember, khususnya yang berkaitan dengan keyakinan bahwa Alloh memiliki putra, bukan sekadar masalah toleransi sosial, melainkan menyentuh akar paling dasar dalam Aqidah kita, yaitu Tauhid. Alloh sangat murka terhadap klaim yang merendahkan kemuliaan-Nya.

Perhatikan bagaimana Alloh menggambarkan reaksi alam semesta terhadap ucapan yang menyatakan Dia memiliki anak:

﴿تَكَادُ السَّمَاوَاتُ يَتَفَطَّرْنَ مِنْهُ وَتَنْشَقُّ الْأَرْضُ وَتَخِرُّ الْجِبَالُ هَدًّا * أَنْ دَعَوْا لِلرَّحْمَٰنِ وَلَدًا * وَمَا يَنْبَغِي لِلرَّحْمَٰنِ أَنْ يَتَّخِذَ وَلَدًا

“Hampir saja langit pecah, dan bumi terbelah, dan gunung-gunung runtuh hancur berantakan, karena mereka menganggap Alloh Yang Maha Pengasih mempunyai anak. Dan tidaklah patut bagi Alloh Yang Maha Pengasih mempunyai anak.” (QS. Maryam: 90-92)

Ayat ini adalah peringatan yang sangat mengerikan. Jika benda mati seperti langit, bumi, dan gunung saja merasa bergetar hebat dan nyaris hancur karena mendengar kalimat syirik tersebut, maka betapa anehnya jika manusia yang mengaku beriman justru ikut bersuka cita atau memberikan ucapan selamat di hari yang memperingati keyakinan tersebut. Inilah mengapa bencana yang terjadi sering kali menjadi bentuk perwakilan kemarahan alam atas ketidaksopanan manusia kepada Penciptanya.

Rosululloh juga telah memberikan rambu-rambu yang tegas agar kita tidak larut dalam tradisi umat lain yang menyimpang:

«مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ»

“Siapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Abu Dawud)

Tasyabbuh atau menyerupai kebiasaan kaum di luar Islam dalam hal ritual dan identitas agama adalah pintu masuk bagi lunturnya jati diri Muslim. Ketika kita mulai membaur dalam perayaan akhir tahun tanpa saringan iman, maka secara perlahan keridhoan terhadap kemungkaran akan tumbuh di hati, dan hal itulah yang menjauhkan kita dari lindungan Alloh.

2.2: Muhasabah Waktu Bukan Pesta Pora

Waktu bagi seorang Muslim adalah amanah besar yang akan dimintai pertanggung-jawabannya. Pergantian tahun masehi seharusnya menjadi momentum untuk menoleh ke belakang, menghitung dosa, dan memperbaiki diri, bukan justru diisi dengan hura-hura yang menghamburkan harta dan melalaikan Sholat.

Alloh bersumpah demi waktu untuk mengingatkan bahwa manusia berada dalam kerugian jika tidak memanfaatkannya dengan benar:

﴿وَالْعَصْرِ * إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ * إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ

“Demi masa. Sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.” (QS. Al-‘Asr: 1-3)

Setiap detik yang berlalu di malam pergantian tahun yang diisi dengan kemaksiatan adalah kerugian yang nyata. Sementara orang-orang di luar sana meniup terompet dan menyalakan kembang api, seorang Mu’min seharusnya sedang bersimpuh meratapi kekurangan amalnya. Bencana yang sering hadir di penghujung tahun adalah cara Alloh menghentikan waktu manusia agar mereka sadar bahwa kematian bisa datang kapan saja, bahkan saat pesta sedang berlangsung.

Rosululloh menekankan pentingnya memanfaatkan waktu sebelum datangnya penghalang:

«اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ»

“Manfaatkanlah lima perkara sebelum datang lima perkara: masa mudamu sebelum masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum waktu sibukmu, dan hidupmu sebelum matimu.” (HSR. Al-Hakim)

Perayaan tahun baru sering kali melenakan manusia dari lima perkara ini. Mereka merasa masih punya banyak waktu, padahal setiap dentang jam di malam itu adalah langkah kaki yang semakin dekat menuju liang lahat. Musibah yang menimpa di bulan ini seolah menjadi pengingat fisik bahwa masa hidup bisa berhenti tanpa peringatan, dan tidak ada yang bisa dibawa kecuali amal sholih.

2.3: Bahaya Mengikuti Tradisi yang Mengundang Murka Sang Pencipta

Banyak orang menganggap perayaan akhir tahun hanyalah budaya umum yang netral. Namun, dalam kacamata syariat, perbuatan yang di dalamnya mengandung unsur pemborosan, pergaulan bebas, dan pengagungan terhadap simbol-simbol non-Muslim adalah hal yang serius.

Alloh memperingatkan tentang orang-orang yang mengikuti keinginan kaum yang sesat:

﴿وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ

“...dan janganlah kamu mengikuti keinginan mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (QS. Al-Ma’idah: 48)

Keinginan manusia untuk selalu ikut-ikutan (ikut tren) sering kali mengalahkan prinsip iman. Ketika mayoritas manusia bergerak menuju kemaksiatan di malam Desember, seorang Muslim harus berani berdiri tegak di atas kebenaran meskipun terasa asing. Jika kita ikut dalam arus tersebut, maka kita pun harus siap menanggung risiko ketika Alloh menurunkan teguran-Nya kepada masyarakat tersebut.

Dalam sebuah Hadits, Rosululloh menggambarkan betapa parahnya budaya ikut-ikutan ini kelak:

«لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَتَبَعْتُمُوهُمْ»

“Sungguh, kalian benar-benar akan mengikuti kebiasaan orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga sekiranya mereka masuk ke lubang biawak pun, niscaya kalian akan mengikuti mereka.” (HR. Bukhori dan Muslim)

Fenomena ini nampak nyata hari ini. Banyak Muslim yang tanpa pikir panjang mengikuti segala bentuk perayaan Desember hanya karena ingin dianggap modern atau toleran. Padahal, alam semesta ini memiliki batas kesabaran. Ketika kemaksiatan kolektif ini mencapai puncaknya di akhir tahun, maka jangan salahkan jika Alloh memerintahkan bumi untuk berguncang atau laut untuk meluap sebagai bentuk “pembersihan” dari kotoran-kotoran dosa manusia.


 

BAB 3: TSUNAMI DAN TEGURAN LANGIT

3.1: Kilas Balik Tsunami Aceh

Tanggal 26 Desember 2004 menjadi catatan sejarah yang tak akan pernah terlupakan. Di saat sebagian besar dunia sedang dalam suasana liburan natal dan bersiap menyambut tahun baru, tiba-tiba bumi Aceh digoncang hebat dan disapu oleh gelombang tsunami yang maha dahsyat. Ini bukan sekadar peristiwa alam biasa, melainkan sebuah ayat yang sangat nyata bagi mereka yang mau merenung.

Alloh menceritakan dalam Al-Qur’an bagaimana Dia menghancurkan suatu kaum yang sedang dalam keadaan lalai:

﴿أَفَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَىٰ أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا بَيَاتًا وَهُمْ نَائِمُونَ * أَوَأَمِنَ أَهْلُ الْقُرَىٰ أَنْ يَأْتِيَهُمْ بَأْسُنَا ضُحًى وَهُمْ يَلْعَبُونَ

“Maka apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di malam hari di waktu mereka sedang tidur? Atau apakah penduduk negeri-negeri itu merasa aman dari kedatangan siksaan Kami kepada mereka di waktu matahari sepenggalah (dhuha) ketika mereka sedang bermain?” (QS. Al-A’roof: 97-98)

Kejadian di Aceh terjadi di pagi hari, saat orang-orang sedang memulai aktivitas atau bersantai di hari minggu yang masih dalam rangkaian libur akhir tahun. Rasa aman yang palsu sering kali menipu manusia. Kita merasa aman karena merasa sudah modern, merasa aman karena merasa teknologi bisa mendeteksi bencana, padahal ketika perintah Alloh datang, tidak ada satu pun yang bisa menghalangi.

Bagi penduduk Muslim, ia adalah ujian dan renungan, sementara bagi orang kafir tsunami adalah siksa sebelum siksa yang lebih besar di Akhiroh.

Rosululloh pun mengingatkan bahwa bencana bisa datang secara tiba-tiba jika kemungkaran sudah dianggap biasa:

«إِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ عَذَابًا أَصَابَ الْعَذَابُ مَنْ كَانَ فِيهِمْ ثُمَّ بُعِثُوا عَلَى أَعْمَالِهِمْ»

“Apabila Alloh hendak menurunkan azab kepada suatu kaum, maka azab itu akan menimpa siapa saja yang ada di tengah mereka, kemudian mereka akan dibangkitkan berdasarkan amal-amal mereka.” (HR. Bukhori)

Tsunami Aceh adalah peringatan keras bagi Indonesia dan dunia. Mengapa di bulan Desember? Mengapa di saat euforia tahunan sedang tinggi? Ini adalah teguran agar kita mengevaluasi kembali bagaimana kita mengisi akhir tahun kita. Apakah dengan sujud syukur ataukah dengan kemaksiatan yang memancing murka langit?

3.2: Rentetan Bencana Akhir Tahun

Jika kita jeli memperhatikan data, bulan Desember di Indonesia sering kali menjadi bulan yang penuh dengan duka akibat bencana alam. Mulai dari gempa bumi, banjir bandang, hingga letusan gunung berapi. Pola ini seharusnya membuat kita berpikir: adakah pesan khusus yang ingin disampaikan oleh Sang Pemilik Alam?

Alloh berfirman tentang cara-Nya memberikan peringatan:

﴿وَمَا نُرْسِلُ بِالْآيَاتِ إِلَّا تَخْوِيفًا

“Dan tidaklah Kami mengirimkan tanda-tanda itu melainkan untuk memberi peringatan.” (QS. Al-Isroo’: 59)

Tanda-tanda itu dikirimkan untuk menimbulkan rasa takut (khouf) di hati manusia. Rasa takut yang membawa pada perbaikan diri. Ketika Desember datang dengan segala godaan hura-huranya, Alloh mengimbanginya dengan pengingat-pengingat keras melalui alam agar manusia tidak melampaui batas.

Dalam sebuah Hadits, Rosululloh menggambarkan kondisi di mana bencana akan datang bertubi-tubi akibat perilaku manusia yang rusak:

«فِي هَذِهِ الْأُمَّةِ خَسْفٌ وَمَسْخٌ وَقَذْفٌ»، فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ الْمُسْلِمِينَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَتَى ذَاكَ؟ قَالَ: «إِذَا ظَهَرَتِ الْقَيْنَاتُ وَالْمَعَازِفُ وَشُرِبَتِ الْخُمُورُ»

“Pada umat ini akan terjadi peristiwa bumi yang tenggelam (gempa, lonsor, banjir), pengubahan rupa, dan hujan batu.” Seorang lelaki dari kaum Muslimin bertanya: “Wahai Rosululloh, kapankah hal itu terjadi?” Beliau menjawab: “Apabila para penyanyi wanita dan alat-alat musik telah merajalela serta khomr (minuman keras) telah diminum.” (HSR. Tirmidzi)

Lihatlah apa yang terjadi di setiap malam tahun baru: musik yang memekakkan telinga, khomr yang mengalir, dan hiburan yang melalaikan. Maka, sangat logis secara iman jika kemudian Alloh menurunkan “khosf” (penenggelaman bumi, longsor, gempa) di bulan-bulan tersebut. Ini bukan kebetulan, melainkan konsekuensi dari perbuatan yang kita undang sendiri.

3.3: Maksiat yang Merajalela di Desember

Bulan Desember telah berubah menjadi bulan maksiat global. Dari pornografi, perzinaan di hotel-hotel, hingga pemborosan yang luar biasa. Semua ini dilakukan atas nama perayaan. Ketika kemaksiatan kolektif ini dilakukan, maka perlindungan Alloh atas suatu negeri akan terangkat.

Alloh berfirman mengenai penghancuran suatu negeri akibat kemewahan yang digunakan untuk kemaksiatan:

﴿وَإِذَا أَرَدْنَا أَنْ نُهْلِكَ قَرْيَةً أَمَرْنَا مُتْرَفِيهَا فَفَسَقُوا فِيهَا فَحَقَّ عَلَيْهَا الْقَوْلُ فَدَمَّرْنَاهَا تَدْمِيرًا

“Dan jika Kami hendak membinasakan suatu negeri, maka Kami perintahkan kepada orang-orang yang hidup mewah di negeri itu (supaya menaati Alloh) tetapi mereka melakukan kedurhakaan di dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan Kami), kemudian Kami hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS. Al-Isroo’: 16)

Malam tahun baru adalah puncak dari perilaku “mutrofiha” (orang yang hidup mewah dan bermaksiat). Triliunan rupiah dibakar dalam bentuk kembang api hanya dalam satu malam, sementara ribuan fakir miskin di sekitarnya kelaparan. Kedurhakaan yang nyata ini adalah pengundang bencana yang paling efektif.

Rosululloh memperingatkan bahwa jika manusia melihat kemungkaran namun mendiamkannya, maka azab akan menimpa semuanya:

«إِنَّ النَّاسَ إِذَا رَأَوُا الظَّالِمَ فَلَمْ يَأْخُذُوا عَلَى يَدَيْهِ، أَوْشَكَ أَنْ يَعُمَّهُمُ اللَّهُ بِعِقَابٍ»

“Sungguh, jika manusia melihat orang yang berbuat zholim namun tidak mencegah tangannya, maka hampir saja Alloh akan meratakan azab-Nya kepada mereka semua.” (HR. Abu Dawud)

Bencana Desember adalah panggilan bagi kita semua. Bukan hanya bagi pelaku maksiat untuk bertaubat, tapi juga bagi orang-orang sholih agar tidak diam melihat kemungkaran di depan mata. Jika kita membiarkan perayaan-perayaan yang mengundang murka Alloh tetap meriah tanpa ada upaya dakwah dan pencegahan, maka kita pun berada dalam risiko yang sama saat alam mulai menjalankan tugasnya sebagai eksekutor peringatan Robbul Alamin.

3.4: Sebagian Bencana di Desember

Berikut adalah daftar bencana besar yang terjadi di bulan Desember, yang menjadi pengingat nyata bagi kita semua bahwa bulan ini bukanlah bulan untuk bermain-main dengan murka Alloh:

1)              Desember 1992: Gempa dan Tsunami Flores.

2)              Desember 2004: Tsunami Aceh dan Samudra Hindia. Bencana paling mematikan dalam sejarah modern, terjadi saat liburan natal dan akhir tahun.

3)              Desember 2018: Tsunami Selat Sunda. Dipicu oleh erupsi Gunung Anak Krakatau, menyapu pesisir Banten dan Lampung di tengah libur akhir tahun.

4)              Desember 2021 & 2022: Erupsi Gunung Semeru. Memuntahkan awan panas yang mengubur pemukiman warga di Lumajang.

Disamping itu, menjelang Desember 2025, banjir & longsor di Sumatra. Hujan deras dan dampak siklon tropis memicu banjir dan tanah longsor yang menyebabkan korban jiwa ratusan hingga ribuan serta jutaan orang terdampak.

Alloh mengingatkan dalam Al-Qur’an tentang kehancuran kaum terdahulu yang bisa terjadi kapan saja:

﴿فَكُلًّا أَخَذْنَا بِذَنْبِهِ فَمِنْهُمْ مَنْ أَرْسَلْنَا عَلَيْهِ حَاصِبًا وَمِنْهُمْ مَنْ أَخَذَتْهُ الصَّيْحَةُ وَمِنْهُمْ مَنْ خَسَفْنَا بِهِ الْأَرْضَ وَمِنْهُمْ مَنْ أَغْرَقْنَا»

“Maka masing-masing (mereka itu) Kami siksa disebabkan dosanya, maka di antara mereka ada yang Kami timpakan kepadanya hujan batu kerikil dan di antara mereka ada yang ditimpa suara keras yang mengguntur, dan di antara mereka ada yang Kami benamkan ke dalam bumi, dan di antara mereka ada y2ang Kami tenggelamkan.” (QS. Al-Ankabut: 40)

Daftar di atas menunjukkan bahwa jenis-jenis azab yang disebut dalam ayat ini—penenggelaman (tsunami), gempa (benamkan ke bumi), dan letusan gunung (hujan batu)—semuanya terwakili dalam sejarah bencana Desember.

Rosululloh bersabda mengenai dekatnya Kiamat dan bencana:

«لَا تَقُومُ السَّاعَةُ حَتَّى تُقْبَضَ الْعِلْمُ، وَتَكْثُرَ الزَّلَازِلُ، وَيَتَقَارَبَ الزَّمَانُ، وَتَظْهَرَ الْفِتَنُ»

“Tidak akan terjadi hari Kiamat hingga ilmu diangkat, banyak terjadi gempa bumi, waktu terasa semakin singkat, dan munculnya berbagai fitnah.” (HR. Bukhori)

Banyaknya gempa dan bencana di akhir tahun adalah bukti bahwa fitnah akhir zaman sudah nyata. Desember bukan lagi waktu untuk berpesta, melainkan waktu untuk bersiaga secara lahir dan batin.


 

BAB 4: TINJAUAN AQIDAH TERHADAP NATAL DAN TAHUN BARU

4.1: Meluruskan Konsep Tauhid dan Penolakan Terhadap Kultus Makhluk

Inti dari ajaran Islam adalah memurnikan penyembahan hanya kepada Alloh dan meniadakan segala bentuk sekutu bagi-Nya. Perayaan yang mengagungkan makhluk sebagai anak Tuhan adalah bentuk pelanggaran berat terhadap perjanjian primordial manusia dengan Penciptanya. Ketika manusia mulai mengkultuskan makhluk, maka fondasi bumi ini seolah ikut terguncang karena tidak terima atas ketidakadilan tersebut.

Alloh menegaskan kemurnian sifat-Nya dalam surat yang menjadi jantung tauhid:

﴿قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ * اللَّهُ الصَّمَدُ * لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ * وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُوًا أَحَدٌ

“Katakanlah: Dialah Alloh, Yang Maha Esa. Alloh adalah Dzat yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.” (QS. Al-Ikhlas: 1-4)

Mengikuti atau merayakan hari yang didasari pada keyakinan bahwa Alloh memiliki anak adalah tindakan yang bertentangan langsung dengan surat ini. Setiap kali seorang Muslim ikut serta, ia seolah sedang meruntuhkan bangunan tauhidnya sendiri. Ketegasan ini diperlukan bukan untuk membenci manusia, melainkan untuk mencintai Alloh di atas segalanya.

Rosululloh sangat berhati-hati dalam hal ini dan memerintahkan umatnya untuk tampil beda dari kaum yang menyimpang:

«خَالِفُوا الْمُشْرِكِينَ»

“Berbedalah kalian dengan orang-orang musyrik.” (HR. Muslim)

Perbedaan ini bukan sekadar identitas pakaian, melainkan perbedaan dalam cara memandang Pencipta dan merayakan waktu. Ketika dunia sedang larut dalam pengagungan makhluk di bulan Desember, seorang Mu’min justru harus semakin mengencangkan sujudnya dan memperbanyak tasbih sebagai bentuk pernyataan bahwa Alloh Maha Suci dari segala tuduhan memiliki anak atau sekutu.

4.2: Tinjauan Hukum Islam Mengenai Partisipasi dalam Ritual Non-Muslim

Banyak yang terjebak dalam slogan toleransi yang salah tempat, sehingga merasa tidak apa-apa untuk ikut serta dalam ritual atau memberikan ucapan selamat pada perayaan agama lain. Padahal, dalam Islam, toleransi berarti membiarkan mereka beribadah dengan cara mereka tanpa kita ikut campur atau mendukungnya sedikit pun.

Alloh memberikan kriteria hamba-Nya yang mulia (Ibadurrohman) sebagai mereka yang tidak menghadiri perayaan kepalsuan:

﴿وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا

“Dan orang-orang yang tidak memberikan kesaksian palsu (tidak menghadiri perayaan orang musyrik), dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berguna, mereka lewat dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al-Furqon: 72)

Menghadiri atau mendukung perayaan yang di dalamnya ada unsur kesyirikan dianggap sebagai “menyaksikan kepalsuan”. Seorang Muslim yang menjaga kehormatan dirinya akan memilih untuk menjauh dan tetap sibuk dengan ketaatan. Bencana yang datang di bulan ini seolah-olah menjadi pembatas fisik agar kita tidak semakin jauh melangkah ke dalam wilayah yang dilarang tersebut.

Rosululloh mengingatkan bahwa loyalitas dan kecintaan harus diletakkan pada tempat yang benar:

أَوْثَقُ عُرَى الْإِيمَانِ: الْمُوَالَاةُ فِي اللَّهِ وَالْمُعَادَاةُ فِي اللَّهِ، وَالْحُبُّ فِي اللَّهِ وَالْبُغْضُ فِي اللَّهِ

“Tali iman yang paling kuat adalah setia karena Alloh dan membenci karena Alloh, serta cinta karena Alloh dan benci karena Alloh.” (HSR. Ath-Thobaroni. Lihat Shohihul Jami no. 2539)

Mencintai perayaan yang tidak diridhoi Alloh adalah tanda rapuhnya tali iman. Jika kita lebih merasa nyaman berada di tengah kerumunan tahun baru yang penuh maksiat daripada di dalam keheningan Masjid, maka itulah bencana yang sebenarnya sebelum bencana alam itu datang.

4.3: Dampak Kerusakan Moral dan Sosial Akibat Perayaan Tahun Baru Masehi

Tahun baru masehi bukan sekadar pergantian kalender, melainkan momen di mana batas-batas moral seolah runtuh. Di balik kembang api yang indah, tersimpan tumpukan dosa dari perzinaan, minuman keras, dan perjudian yang dilakukan secara masal.

Alloh memperingatkan bahwa jika manusia menuruti hawa nafsu, maka kehancuran hanyalah masalah waktu:

﴿وَلَوِ اتَّبَعَ الْحَقُّ أَهْوَاءَهُمْ لَفَسَدَتِ السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ

“Andaikata kebenaran itu menuruti hawa nafsu mereka, pasti hancurlah langit dan bumi ini serta semua yang ada di dalamnya.” (QS. Al-Mu’minun: 71)

Ketika perayaan tahun baru menjadi ajang pemuasan hawa nafsu kolektif, maka keseimbangan alam akan terganggu. Langit dan bumi seolah-olah ingin segera menghancurkan manusia-manusia yang tidak tahu terima kasih ini. Maka, terjadilah berbagai bencana sebagai bentuk reaksi alam terhadap beban maksiat yang sudah tidak tertahankan lagi.

Dampak sosialnya pun nyata, sebagaimana yang diingatkan oleh Nabi tentang perilaku yang mengundang kutukan dalam Hadits Anas bin Malik:

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ فِي الخَمْرِ عَشَرَةً: عَاصِرَهَا، وَمُعْتَصِرَهَا، وَشَارِبَهَا، وَحَامِلَهَا، وَالمَحْمُولَةُ إِلَيْهِ، وَسَاقِيَهَا، وَبَائِعَهَا، وَآكِلَ ثَمَنِهَا، وَالمُشْتَرِي لَهَا، وَالمُشْتَرَاةُ لَهُ

“Rosululloh melaknat sepuluh golongan terkait khomr: yang memerasnya, yang minta diperaskan, yang meminumnya, yang membawanya, yang minta dibawakan, yang menuangkannya, yang menjualnya, yang memakan hasil penjualannya, yang membelinya, dan yang minta dibelikan.” (HSR. Tirmidzi)

Di malam tahun baru, khomr mengalir deras dari desa hingga kota. Ketika laknat Alloh turun kepada sepuluh golongan ini secara masal, maka rohmat-Nya akan terangkat dari negeri tersebut. Hasilnya adalah kekacauan, kecelakaan maut di jalan raya, dan bencana alam yang menelan korban tanpa pandang bulu.


 

BAB 5: TANGGUNG JAWAB KOLEKTIF ATAS KEMAKSIATAN

5.1: Dampak Maksiat Segelintir Orang terhadap Masyarakat Luas

Salah satu kesalahpahaman besar manusia adalah menganggap bahwa “dosa itu urusan masing-masing”. Dalam sistem keadilan Alloh, jika kemaksiatan sudah dilakukan secara terang-terangan dan tidak ada lagi yang berupaya mencegahnya, maka ketika azab turun, ia tidak akan memilih-milih korbannya. Orang sholih yang diam pun bisa ikut terdampak.

Alloh memberikan peringatan yang sangat serius mengenai fitnah atau azab yang bersifat umum:

﴿وَاتَّقُوا فِتْنَةً لَا تُصِيبَنَّ الَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْكُمْ خَاصَّةً ۖ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ

“Dan peliharalah dirimu dari siksaan yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zholim di antara kamu secara khusus. Dan ketahuilah bahwa Alloh sangat keras siksaan-Nya.” (QS. Al-Anfal: 25)

Inilah mengapa bencana di bulan Desember, saat kemaksiatan perayaan memuncak, bisa menyapu seluruh kota atau desa. Air tsunami tidak bertanya siapa yang semalam minum khomr dan siapa yang semalam tahajud. Ini adalah teguran bagi orang-orang baik agar tidak hanya sholih secara pribadi, tapi juga peduli pada kesholihan sosial dengan mencegah kemungkaran.

Hal ini diperkuat dengan sabda Rosululloh tentang kondisi sebuah masyarakat:

«إِنَّ اللهَ لَا يُعَذِّبُ الْعَامَّةَ بِعَمَلِ الْخَاصَّةِ، حَتَّى يَرَوْا الْمُنْكَرَ بَيْنَ ظَهْرَانَيْهِمْ، وَهُمْ قَادِرُونَ عَلَى أَنْ يُنْكِرُوهُ فَلَا يُنْكِرُوهُ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ، عَذَّبَ اللهُ الْخَاصَّةَ وَالْعَامَّةَ»

“Sesungguhnya Alloh tidak akan mengazab masyarakat umum karena perbuatan orang-orang tertentu, sampai mereka melihat kemungkaran di depan mata mereka dan mereka mampu mencegahnya namun mereka tidak melakukannya. Jika mereka berbuat demikian, maka Alloh akan mengazab yang khusus (pelakunya) dan yang umum.” (HHR. Ahmad)

Malam Desember adalah waktu di mana kemungkaran terpampang nyata di depan mata. Jika kita yang mengerti agama hanya diam dan membiarkan anak muda kita hanyut dalam budaya natal dan tahun baru, maka kita sedang mengundang bencana yang akan menimpa kita semua. Kesadaran kolektif untuk menolak budaya ini adalah kunci keselamatan negeri.

5.2: Amar Ma’ruf Nahi Munkar sebagai Perisai Bencana

Jika kemaksiatan adalah pengundang bala, maka dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar adalah penolaknya. Suatu negeri akan tetap dalam penjagaan Alloh selama di dalamnya masih ada orang-orang yang melakukan perbaikan dan saling mengingatkan untuk menjauhi larangan-Nya.

Alloh menegaskan bahwa Dia tidak akan membinasakan negeri yang penduduknya melakukan perbaikan:

﴿وَمَا كَانَ رَبُّكَ لِيُهْلِكَ الْقُرَىٰ بِظُلْمٍ وَأَهْلُهَا مُصْلِحُونَ

“Dan Robb-mu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zholim, sedang penduduknya adalah orang-orang yang berbuat kebaikan (melakukan perbaikan).” (QS. Hud: 117)

Perhatikan kata “Mushlihun” (orang yang melakukan perbaikan), bukan sekadar “Sholihun” (orang baik). Orang sholih hanya baik untuk dirinya, tapi orang mushlih adalah mereka yang “turun ke lapangan”, mengingatkan saudaranya agar tidak ikut-ikutan merayakan tahun baru, mengajak mereka kembali ke Masjid, dan menjelaskan bahaya syirik. Merekalah “bumper” atau perisai yang menahan jatuhnya azab ke bumi.

Rosululloh memberikan perumpamaan yang sangat indah tentang pentingnya menjaga “kapal” masyarakat agar tidak bocor oleh ulah pelaku maksiat:

«مَثَلُ القَائِمِ عَلَى حُدُودِ اللَّهِ وَالوَاقِعِ فِيهَا، كَمَثَلِ قَوْمٍ اسْتَهَمُوا عَلَى سَفِينَةٍ، فَأَصَابَ بَعْضُهُمْ أَعْلاَهَا وَبَعْضُهُمْ أَسْفَلَهَا، فَكَانَ الَّذِينَ فِي أَسْفَلِهَا إِذَا اسْتَقَوْا مِنَ المَاءِ مَرُّوا عَلَى مَنْ فَوْقَهُمْ، فَقَالُوا: لَوْ أَنَّا خَرَقْنَا فِي نَصِيبِنَا خَرْقًا وَلَمْ نُؤْذِ مَنْ فَوْقَنَا، فَإِنْ يَتْرُكُوهُمْ وَمَا أَرَادُوا هَلَكُوا جَمِيعًا، وَإِنْ أَخَذُوا عَلَى أَيْدِيهِمْ نَجَوْا، وَنَجَوْا جَمِيعًا»

“Perumpamaan orang yang menegakkan hukum Alloh dan orang yang melanggarnya adalah seperti suatu kaum yang melakukan undian tempat di atas sebuah kapal. Maka sebagian dari mereka mendapatkan bagian atas kapal dan sebagian yang lain mendapatkan bagian bawahnya. Orang-orang yang berada di bagian bawah kapal, apabila mereka hendak mengambil air, mereka harus melewati orang-orang yang berada di atas mereka. Lalu mereka (yang di bawah) berkata: ‘Seandainya kita melubangi bagian kita ini dengan sebuah lubang, agar kita tidak mengganggu orang-orang yang berada di atas kita.’ Maka apabila mereka membiarkan mereka dan apa yang mereka kehendaki, niscaya mereka semua akan binasa. Namun apabila mereka mencegah dan menahan tangan-tangan mereka, niscaya mereka selamat, dan semuanya pun selamat.” (HR. Bukhori)

Bulan Desember adalah saat di mana banyak orang mencoba “melubangi dasar kapal” bangsa kita dengan berbagai maksiat perayaan. Jika kita tidak mencegah tangan-tangan mereka dengan dakwah yang santun namun tegas, maka ketika “kapal” ini tenggelam oleh tsunami atau gempa, kita semua akan ikut tenggelam. Amar ma’ruf nahi munkar di akhir tahun adalah tugas kemanusiaan paling tinggi demi menjaga nyawa dan iman umat.


 

BAB 6: JALAN KEMBALI DAN PERLINDUNGAN DIRI

6.1: Taubat Nasuha sebagai Perisai Utama Menolak Bala

Bencana-bencana yang terjadi di bulan Desember sepanjang sejarah seharusnya tidak membuat kita putus asa, melainkan segera lari kembali kepada Alloh. Taubat adalah satu-satunya teknologi paling canggih yang bisa menghentikan azab sebelum ia turun.

Alloh berfirman bahwa Dia tidak akan menyiksa suatu kaum selama mereka masih mau memohon ampun:

﴿وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

“Dan Alloh sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu (Nabi) berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Alloh akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (QS. Al-Anfal: 33)

Istighfar adalah kunci keselamatan. Jika di penghujung tahun orang-orang sibuk dengan terompet, maka seorang Mu’min harus sibuk dengan istighfar. Itulah cara terbaik untuk membentengi diri dan keluarga dari bencana yang sering mengintai di akhir tahun.

Rosululloh sebagai manusia paling suci pun senantiasa bertaubat, memberikan teladan bagi kita yang berlumuran dosa:

«يَا أَيُّهَا النَّاسُ تُوبُوا إِلَى اللَّهِ فَإِنِّي أَتُوبُ فِي الْيَوْمِ إِلَيْهِ مِائَةَ مَرَّةٍ»

“Wahai manusia, bertaubatlah kepada Alloh, karena sesungguhnya aku bertaubat kepada-Nya dalam sehari sebanyak 100 kali.” (HR. Muslim)

Jika Nabi saja bertaubat seratus kali, maka berapa ribu kali kita harus bertaubat di malam yang penuh maksiat itu? Kekuatan taubat kolektif mampu mengubah takdir bencana menjadi rohmat. Inilah pesan yang harus kita gaungkan di setiap bulan Desember.

Setelah kita merenungi rentetan bencana yang menyapa di setiap bulan Desember, tidak ada jalan lain yang lebih menyelamatkan selain kembali bersimpuh di hadapan Alloh. Taubat bukanlah sekadar kata di lisan, melainkan sebuah revolusi batin untuk meninggalkan segala bentuk perayaan yang tidak diridhoi-Nya dan menggantinya dengan ketaatan yang tulus.

Alloh senantiasa membuka pintu bagi hamba-Nya yang ingin pulang, meski dosa yang dilakukan telah setinggi langit, terutama dosa-dosa kelalaian di masa lalu:

﴿قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ ۚ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا ۚ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

“Katakanlah: ‘Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rohmat Alloh. Sungguh Alloh mengampuni dosa-dosa semuanya. Sungguh Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar: 53)

Ayat ini adalah pelukan hangat bagi siapa saja yang pernah terjerumus dalam euforia tahun baru yang penuh maksiat atau pernah ikut serta dalam perayaan yang menciderai Aqidah. Alloh tidak melihat seberapa gelap masa lalumu, tapi Dia melihat seberapa tulus engkau ingin memperbaiki hari esokmu. Jadikanlah setiap getaran gempa yang pernah kita dengar sebagai pengingat untuk segera bersujud sebelum bumi benar-benar menelan kita dalam keadaan belum bertaubat.

Rosululloh memberikan kabar gembira bagi mereka yang bersedia mengakui kesalahannya dan berjanji untuk tidak mengulanginya:

«التَّائِبُ مِنَ الذَّنْبِ كَمَنْ لَا ذَنْبَ لَهُ»

“Orang yang bertaubat dari dosa seperti orang yang tidak memiliki dosa sama sekali.” (HSR. Ibnu Majah)

Bayangkan jika di malam pergantian tahun yang penuh kemaksiatan itu, kita justru menyepi di sudut Masjid atau di keheningan kamar untuk menangisi dosa-dosa kita. Di saat langit murka melihat pesta pora manusia, Alloh justru membanggakan hamba-hamba-Nya yang bersimpuh memohon ampunan. Inilah perisai yang sebenarnya dari segala marabahaya.

6.2: Mempersiapkan Bekal Sebelum Datangnya Hari yang Tak Bertepi

Bencana alam yang terjadi secara tiba-tiba di bulan Desember mengajarkan satu hal mutlak: kematian tidak mengenal kalender perayaan. Ia bisa datang saat kembang api baru saja disulut, atau saat air laut tiba-tiba naik ke daratan. Maka, mempersiapkan bekal iman adalah prioritas di atas segala rencana liburan akhir tahun.

Alloh mengingatkan kita untuk selalu memperhatikan apa yang telah kita siapkan untuk hari esok yang abadi:

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Alloh dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (Akhiroh); dan bertaqwalah kepada Alloh, sungguh Alloh Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18)

Setiap kali Desember tiba, tanyalah pada diri sendiri: “Jika bencana itu datang menjemputku malam ini, apakah aku ingin bertemu Alloh dalam keadaan sedang merayakan sesuatu yang Dia benci, atau dalam keadaan sedang berdzikir?” Kesadaran akan kematian adalah pemutus kelezatan maksiat yang paling ampuh.

Nabi Muhammad berpesan agar kita menjadi manusia yang cerdas dalam memandang waktu:

«الْكَيِّسُ مَنْ دَانَ نَفْسَهُ وَعَمِلَ لِمَا بَعْدَ الْمَوْتِ»

“Orang yang cerdas adalah orang yang mampu mengendalikan hawa nafsunya dan beramal untuk bekal setelah kematian.” (HSR. Tirmidzi)

Bukanlah orang cerdas mereka yang menghabiskan uang jutaan rupiah untuk pesta semalam yang mengundang azab. Orang cerdas adalah mereka yang melihat Desember sebagai momentum untuk memperbanyak sedekah dan memperdalam ilmu agama, karena mereka tahu bahwa dunia ini hanyalah jembatan yang sangat rapuh, yang sewaktu-waktu bisa diguncang oleh takdir-Nya.

6.3: Membangun Generasi yang Sadar Akan Fitnah Akhir Zaman

Tugas kita adalah menyelamatkan generasi muda dari arus tasyabbuh yang sangat kuat di bulan Desember. Anak-anak kita harus paham bahwa identitas mereka bukan ditentukan oleh seberapa meriah mereka merayakan tahun baru, melainkan seberapa kuat mereka memegang teguh ajaran Islam di saat orang lain melepaskannya.

Alloh memerintahkan kita untuk menjaga keluarga dari siksa api neraka:

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا قُوا أَنْفُسَكُمْ وَأَهْلِيكُمْ نَارًا وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ

“Wahai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.” (QS. At-Tahrim: 6)

Menjaga keluarga di bulan Desember berarti menjauhkan mereka dari perayaan-perayaan yang mengundang murka Alloh. Memberikan pemahaman bahwa bencana yang terjadi di bulan ini adalah pelajaran nyata tentang kekuasaan Pencipta yang tidak boleh disepelekan.

Nabi bersabda tentang tanggung jawab seorang pemimpin (termasuk orang tua):

«كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُولٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»

“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas apa yang dipimpinnya.” (HR. Bukhori)

Jangan sampai di hari Kiamat kelak kita dituntut karena membiarkan anak-anak kita larut dalam pesta pora tahun baru yang membawa mereka pada bencana dunia dan Akhiroh. Generasi yang sadar adalah generasi yang melihat Desember dengan kacamata iman, melihat setiap bencana sebagai teguran, dan melihat setiap perayaan asing sebagai ujian keteguhan Aqidah.


 

PENUTUP

Melalui perjalanan tulisan ini, kita telah melihat bahwa alam bukanlah benda mati yang tanpa perasaan. Ia adalah saksi yang peka terhadap perilaku manusia. Rentetan bencana di bulan Desember bukanlah kebetulan belaka, melainkan teguran atas pengabaian kita terhadap tauhid dan ketaatan. Tsunami, gempa, dan likuifaksi adalah cara Sang Pencipta “mencubit” hamba-Nya agar tidak terlena dalam tidur panjang kelalaian.

Alloh menegaskan bahwa Dia memberikan ujian agar manusia dapat membedakan mana yang benar-benar beriman dan mana yang hanya ikut-ikutan:

﴿وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ حَتَّىٰ نَعْلَمَ الْمُجَاهِدِينَ مِنْكُمْ وَالصَّابِرِينَ وَنَبْلُوَ أَخْبَارَكُمْ

“Dan sungguh Kami benar-benar akan menguji kamu agar Kami mengetahui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antara kamu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.” (QS. Muhammad: 31)

Harapan kita adalah agar umat ini terbangun. Agar setiap bulan Desember tidak lagi identik dengan ketakutan akan bencana, melainkan identik dengan semaraknya Masjid-Masjid yang dipenuhi oleh pemuda yang bertaubat. Kita ingin Indonesia dijaga oleh Alloh, namun penjagaan itu harus kita undang dengan meninggalkan kemaksiatan kolektif di akhir tahun.

Nabi bersabda tentang perlindungan Alloh bagi mereka yang menjaga aturan-Nya:

«احْفَظِ اللَّهَ يَحْفَظْكَ، احْفَظِ اللَّهَ تَجِدْهُ تُجَاهَكَ»

“Jagalah Alloh (aturan-aturan-Nya), niscaya Alloh akan menjagamu. Jagalah Alloh, niscaya engkau akan mendapati-Nya di hadapanmu.” (HSR. Tirmidzi)

Jika kita menjaga kesucian Aqidah kita dari perayaan natal dan tahun baru, maka Alloh akan menjaga negeri kita dari amukan ombak dan guncangan bumi. Ini adalah janji yang tak akan pernah diingkari.

﴿رَبَّنَا لَا تَجْعَلْنَا فِتْنَةً لِلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ * وَنَجِّنَا بِرَحْمَتِكَ مِنَ الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

“Ya Robb kami, janganlah Engkau jadikan kami sasaran fitnah bagi kaum yang zholim. Dan selamatkanlah kami dengan rohmat-Mu dari tipu daya orang-orang yang kafir.” (QS. Yunus: 85-86)

Doa ini adalah senjata Mu’min. Di tengah kepungan budaya asing yang memaksa kita ikut serta dalam perayaan mereka, doa inilah yang menjaga langkah kita agar tetap istiqomah. Kita memohon agar tidak dijadikan bagian dari masyarakat yang diazab karena mengikuti langkah-langkah mereka.

Rosululloh juga mengajarkan sebuah doa perlindungan yang sangat lengkap, yang mencakup perlindungan dari segala penjuru:

«اللَّهُمَّ احْفَظْنِي مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ، وَمِنْ خَلْفِي، وَعَنْ يَمِينِي، وَعَنْ شِمَالِي، وَمِنْ فَوْقِي، وَأَعُوذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِي»

“Ya Alloh, jagalah aku dari depan, belakang, kanan, kiri, dan atasku. Dan aku berlindung dengan keagungan-Mu agar aku tidak ditelan oleh bumi (dari bawahku).” (HSR. Abu Dawud)

Hadits ini sangat relevan sebagai doa tolak bala dari gempa dan tsunami yang sering mengancam di bulan Desember. Dengan mengamalkan doa ini dan dibarengi dengan tindakan nyata menjauhi kemaksiatan akhir tahun, kita berharap Alloh senantiasa membentengi tanah air kita dan menjaga iman kita hingga nafas terakhir.

Akhirnya, buku ini bukanlah sekadar catatan sejarah atau kumpulan ayat, melainkan sebuah seruan untuk kembali. Dunia sedang menua, dan tanda-tanda itu semakin nyata di setiap penghujung tahun. Bencana adalah bahasa kasih sayang Alloh yang paling jujur untuk mengatakan: “Wahai hamba-Ku, kembalilah, sebelum pintu taubat kututup selamanya.”

Semoga setiap huruf dalam tulisan ini menjadi saksi bagi penyusun dan pembacanya di hadapan Alloh kelak. Bahwa kita pernah diingatkan, dan kita memilih untuk mendengar. Jangan biarkan Desember berlalu dengan sia-sia, apalagi dengan dosa. Jadikan ia saksi bahwa kita adalah hamba-hamba yang lebih takut kepada murka Robb daripada takut kehilangan kesenangan dunia.


Unduh PDF dan Word

Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url