Aqidah Ath-Thahawiyah: Matan dan Terjemah
https://www.terjemahmatan.com/2015/11/aqidah-ath-thahawiyah-matan-dan-terjemah.html
‘Aqidah
Ath-Thahawiyah: Matan dan Terjemah
Download Aqidah Thahawiyah
File APK (Android) – 3 MB: https://drive.google.com/file/d/0B1iVgc7j_tdiRFB3bm1vdEZnY0U/view?usp=sharing
File DOC (ARAB) – 0,2 MB: https://drive.google.com/file/d/0B1iVgc7j_tdidTV4UVcxSmgwRXM/view?usp=sharing
File Ebook (ARAB) – 0,3 MB: https://drive.google.com/file/d/0B1iVgc7j_tdiemJMSkljbnlNZ00/view?usp=sharing
***
Judul Asli:
العقيدة الطحاوية
Penulis:
أبو جعفر أحمد بن
محمد بن سلامة بن عبد الملك بن سلمة الأزدي الحجري المصري المعروف بالطحاوي
(المتوفى: 321هـ)
Tahqiq dan
Takhrij:
محمد ناصر الدين
الألباني
Penerbit:
المكتب الإسلامي -
بيروت
الطبعة: الثانية،
1414 هـ
Edisi Terjemah:
‘Aqidah
Ath-Thahawiyah: Matan dan Terjemah
Penerjemah:
Abu Zur’ah
ath-Thaybi
Penerbit:
Pustaka Syabab
Surabaya
***
MUQADDIMAH
PENERJEMAH
Termasuk Kutaib (kitab kecil) ‘Aqidah yang terkenal dan
banyak dikaji dan disyarah oleh para ulama Ahlus Sunnah adalah kutaib ‘aqidah
yang disusun oleh Abu Ja’far ath-Thahawi yang lebih dikenal ‘Aqidah
Ath-Thahawiyah. Kutaib ini berisi ‘aqidah (keyakinan ulama Ahlus Sunnah Abu
Hanifah, Abu Yusuf Ya’qub, dan Muhammad Hasan asy-Syaibani serta orang-orang
yang mengikuti mereka). Inilah ‘aqidah Ahlus Sunnah yang wajib diyakini. Perlu
diketahui bahwa di kitab yang penuh manfaat ini ada tiga poin dari kutaib ini
yang dianggap tidak benar oleh kebayakan ulama pensyarah. Perlu kiranya Pembaca
membaca tahqiq (komentar) oleh Syaikh al-Albani yang saya ringkas dan saya
letakkan di sela-sela terjemah dalam tanda kurung dua “[]”.
Surabaya, Shafar 1437 H/Nopember 2015 M
Abu Zur’ah ath-Thaybi
‘AQIDAH
ATH-THAHAWIYAH: MATAN DAN TERJEMAH
قَالَ الْعَلاَّمَةُ
حُجَّةُ الْإِسْلَامِ أَبُو جَعْفَرٍ الْوَرَّاقِ الْطَّحَاوِيّ بِمِصْرَ رَحِمَهُ
اللَّهُ:
هَذا ذِكْرُ بَيَانِ
عَقِيْدَةِ أَهْلِ الْسُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ عَلَى مَذْهَبِ فُقَهَاءِ المَّلَّةِ:
أَبِي حَنِيفَةَ الْنُّعْمَانِ بْنِ ثَابِتٍ الْكُوفِي، وَأَبِي يُوسُفَ يَعْقُوبَ
بْنِ إِبْرَاهِيمَ الأنَّصَارِيّ، وَأَبِي عَبْدِ اللّهِ مُحْمَّدٍ بْنِ الْحَسَنِ
الْشَّيبَانِي رِضْوَانُ اللّهِ عَلْيهِمْ أَجْمَعِينَ، وَمَا يَعْتَقِدُونَ مِنْ
أُصُولِ الدِّينِ وَيَدِينُونَ بِهِ رَبَّ الْعَالَمِينَ
Al-‘Allamah Hujjatul Islam Abu Ja’far al-Warraq ath-Thahawi rahimahullah di Mesir berkata:
Inilah
penjelasan tentang aqidah Ahli Sunnah wal Jama’ah menurut madzhab ahli fiqih
agama ini, yaitu Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit al-Kufi, Abu Yusuf Ya’qub bin
Ibrahim al-Anshari, dan Abu ‘Abdillah Muhammad bin al-Hasan
asy-Syaibani —semoga Allah meridhai mereka
semuanya— dan apa yang mereka yakini tentang
dasar-dasar agama yang dengannya mereka beragama
kepada Rabb Semesta Alam.
نَقُولُ في تَوحِيدِ
اللّهِ مُعْتَقِدِينَ بِتَوفِيقِ اللّهِ: إنَّ اللّهَ وَاحِدٌ لَا شَرِيكَ لَهُ
[1] Kami berkata tentang Tauhidullah dengan
taufik dari Allah meyakini
bahwa: Allah itu satu, tidak ada sekutu bagi-Nya.
وَلَا شَيءَ مِثْلُهُ
[2] Tidak ada
sesuatu pun yang serupa dengan-Nya.
وَلَا شَيْءَ يُعْجِزُهُ
[3] Tidak ada
sesuatu pun yang bisa melemahkan-Nya.
وَلَا إِلَهَ
غَيْرُهُ
[4] Tidak ada
sesembahan yang berhak diibadahi selain-Nya.
قَدِيمٌ بِلاَ اِبتِدَاءٍ،
دَائٍمٌ بِلَا انْتِهَاءٍ
[5] Maha
Terdahulu tanpa permulan, Maha Abadi tanpa akhir.
[(قَدِيمٌ)
bukan termasuk sifat Allah karena tidak disebutkan secara pasti sebagai nama Allah
dalam al-Qur`an dan as-Sunnah. Makna al-Qadim secara bahasa ‘Arab adalah yang
mendahului sesuatu baik sebelumnya ia didahului olehnya atau tidak, seperti
firman Allah (حتى عاد كالعرجون القديم) “Sehingga
(setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk
tandan yang mendahului.” (QS.
Yasin [36]: 39). Untuk itu nama ini tidak boleh dipakai untuk nama Allah karena
nama Allah sifatnya tauqifi. Akan tetapi Ibnul Qayyim dalam al-Bada-i’
membolehkan penamaan ini dengan alasan (باب الأخبار أوسع من باب
الصفات التوقيفية) “bab kabar lebih luas daripada bab sifat yang
tauqifi”.]
لا يَفنَى وَلَا
يَبِيْدُ
[6] Dia tidak
akan fana dan tidak akan binasa.
وَلاَ يَكُونُ إِلَّا
مَا يُرِيدُ
[7] Tidak ada
yang terjadi kecuali apa yang Dia kehendaki.
لَا تَبلُغُهُ الْأَوْهَامُ،
وَلَا تُدْرِكُهُ الْأَفْهَامُ
[8] Allah tidak
bisa dijangkau oleh angan-angan dan tidak bisa dijangkau nalar pikiran.
وَلَا يُشْبِهُ
الأنَامُ
[9] Tidak ada
makhluk yang serupa dengan-Nya.
حَيٌّ لَا يَمُوتُ،
قَيُّومٌ لَا يَنَامُ
[10] Dia Maha
Hidup tidak akan mati, Maha Berdiri (mengurus makhluk-Nya terus menerus) tidak pernah tidur.
خَاِلقٌ بِلاَ
حَاجَةٍ، رَازِقٌ بِلاَ مُؤْنَةٍ
[11] Dia Maha
Pencipta tanpa membutuhkan (ciptaan-Nya), Maha Pemberi rezeki tanpa berkurang (kerajaan-Nya).
مُمِيتٌ بِلَا
مَخَافَةٍ، بَاعِثٌ بِلاَ مَشَقَّةٍ
[12] Dia Maha
Mematikan tanpa takut, Maha Membangkitkan tanpa rasa berat.
مَا زَالَ
بِصِفَاتِهِ قَدِيماً قَبْلَ خَلْقِهِ، لَمْ يَزْدَدْ بِكَوْنِهِم شَيْئاً لَمْ يَكُنْ
قَبلَهُم مِنْ صِفَتِهِ، وَكَمَا كاَنَ بِصِفَاتِهِ أَزَلِيًّا، كَذَلِكَ لَا يَزَالُ
عَلَيْهَا أَبَدِيًّا
[13]
Dia
telah memiliki sifat-sifat itu semenjak dahulu, sebelum makhluk-Nya. Dengan terciptanya para makhluk,
tak bertambah sedikitpun sifat-sifat-Nya. Sebagaimana sifat-sifat-Nya azali
(ada sebelum selainnya ada), begitu pula Dia abadi selama-lamanya.
ليسَ مُنْذُ خَلَقَ
الخَلْقَ اسْتَفَادَ اسْمَ ”الخَالِقٍ“، وَلاَ بِإِحْدَاثِ البَرِيَّةِ اسْتَفَادَ
اسْمَ ”البَارِي“
[14]
Bukan semenjak Dia menciptkan para makhluk disandangkan pada-Nya nama al-Khaliq
(Pencipta) dan bukan karena baru menciptakan makhluk disandangkan pada-Nya nama
al-Bari (Pencipta).
لَهُ مَعْنَى
الرُّبُوبِيَّةِ وَلَا مَرْبُوبٍ، وَمَعْنَى الخَالِقٍ وَلَا مَخْلُوقٍ
[15]
Dia memiliki sifat Rububiyah (Pencipta, Pemilik, Pengatur, Pemberi rezeki)
bukan marbub (Yang dikenai rububiyah), dan juga memiliki sifat al-Khaliq bukan
makhluk.
وَكَمَا أَنَّهُ
مُحْيِ المَوْتَى بَعْدَما أَحْيَا، اسْتَحَقَّ هَذَا الاسْمَ قَبْلَ إِحْيَائِهم،
كَذلِكَ استَحَقَّ اسْمَ الخَالِق قبْلَ إنْشَائِهِمْ
[16]
Sebagaimana
Dia yang menghidupkan segala yang mati (Al-Muhyi) setelah
menghidupkannya,
Dia-pun berhak atas sebutan itu sebelum menghidupkan mereka, demikian juga Dia berhak menyandang sebutan Al-Khaliq sebelum menciptakan mereka.
ذَلِكَ بِأَنَّهُ عَلَى
كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، وَكُلُّ شَيْءٍ إِلَيهِ فَقِيرٌ، وَكُلُّ أَمْرٍ عَلَيْهِ
يَسِيرٌ لاَ يَحْتَاجُ إِلَى شَيْءٍ،
﴿لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ البَصِيرُ﴾
[17]
Hal itu karena Dia
Mahakuasa atas segala sesuatu, sementara segala sesuatu itu sangat butuh kepada-Nya. Segala urusan bagi-Nya
mudah dan
Dia tidak membutuhkan sesuatu. “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia
dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syura [42]: 11)
خَلَقَ الخَلْقَ
بعِلْمِهِ
[18]
Dia menciptakan semua makhluk dengan
ilmu-Nya.
وَقَدَّرَ لَهُمْ
أَقْدَارًا
[19]
Dan menentukan takdir-takdir mereka.
وَضَرَبَ لَهُمْ
آجَالاً
[20]
Dan menentukan ajal-ajal mereka.
وَلَمْ يَخْفَ عَلَيهِ
شَيْءٌ قَبْلَ أَنْ يَخْلُقَهُم، وَعَلِمَ مَا هُمْ عَامِلُونَ قَبْلَ أنْ
يَخْلُقَهُم
[21]
Tiada
sesuatu pun
yang tersembunyi bagi-Nya sebelum Dia menciptakan mereka. Bahkan Dia mengetahui apa yang akan mereka
kerjakan, sebelum menciptakan mereka.
وَأَمَرَهُم بِطَاعَتِهِ،
ونَهَاهُمْ عَنْ مَعْصِيَتِهِ
[22]
Dia memerintahkan mereka
melaksanakan ketaatan dan melarang mereka melaksanakan maksiat.
وَكُلُّ شَيْءٍ
يَجْرِي بِتقْديرِهِ ومَشيئتِهِ، وَمَشِيئَتُهُ تَنْفُذُ، لاَ مَشِيئَةَ لِلْعِبَادِ
إِلَّا مَا شَاءَ لَهُمْ، فَمَا شَاءَ لَهُمْ كَانَ، وَمَا لَمْ يَشَأْ لَمْ يَكُنْ
[23]
Dan segala sesuatu berjalan dengan
takdir dan kehendak-Nya. Kehendaknya pasti terjadi. Tidak ada kehendak bagi
para hamba kecuali apa yang Dia kehendaki bagi mereka. Maka, apa yang Dia kehendaki
bagi mereka akan terjadi dan apa yang tidak Dia tidak kehendaki tidak akan
terjadi.
يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ،
وَيَعْصِمُ ويُعَافِي فَضْلاً، ويُضِلُّ مَنْ يَشاءُ ويَخْذَلُ وَيَبْتَلِي
عَدْلاً
[24]
Dia
memberi petunjuk siapa saja yang Dia kehendaki, juga melindungi dan menjaganya
dengan
keutamaan-Nya. Dia menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, menghinakan, dan mengujinya berdasarkan keadilan-Nya.
وَكُلُّهُم يَتَقَلَّبُونَ
فِي مَشِيئَتِهِ بَيْنَ فَضْلِهِ وَعَدْلِهِ
[25]
Seluruh
makhluk berada di bawah kendali kehendak-Nya di antara karunia dan
keadilan-Nya.
وَهُوَ مُتَعَالٍ
عَنِ الْأَضْدَادِ وَالْأَنْدَادِ
[26]
Dia
mengungguli musuh-musuh-Nya dan tandingan-tandingan-Nya.
لَا رَادَّ لِقَضَائِهِ،
وَلَا مُعَقِّبَ لِحُكْمِهِ، وَلاَ غَالِبَ لِأَمْرِهِ
[27]
Tak
seorang pun mampu menolak takdir-Nya, menolak ketetapan hukum-Nya, atau mengungguli urusan-Nya.
آمَنَّا بِذَلِكَ
كُلِّهِ، وأَيْقَنَّا أنَّ كُلاًّ مِنْ عِنْدِهِ
[28]
Kita
mengimani semua itu, dan kita pun meyakini bahwa segalanya datang dari-Nya.
وأنَّ مُحَمَّداً
عَبْدُهُ الْمُصْطَفَى، وَنَبِيُّهُ الْمُجْتَبَى، وَرَسُولُهُ المُرْتَضَى
[29]
Sesungguhnya
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba-Nya yang terpilih, Nabi-Nya yang terpandang, dan Rasul-Nya
yang diridhai.
وَأَنَّهُ خَاتَمُ
الْأَنْبِيَاءِ، وَإِمَامُ الأَتْقِيَاءِ، وَسَيِّدُ الْمُرْسَلِينَ، وَحَبِيبُ رَبِّ
الْعَالَمِينَ
[30]
Sesungguhnya
beliau adalah penutup para Nabi ‘alaihimus sallam, imam
orang-orang bertakwa, penghulu para rasul, dan kekasih Rabb semesta alam.
وَكُلُّ دَعْوَى النُّبُوَّةِ
بَعْدَهُ فَغَيٌّ وَهَوًى
[31]
Segala
pengakuan sebagai Nabi sesudah beliau adalah kesesatan dan hawa nafsu.
وَهُوَ الْمَبْعُوثُ
إِلَى عَامَّةِ الجِنِّ وَكَافَّةِ الْوَرَى بِالْحَقِّ وَالْهُدَى، وَبِالنُّورِ
وَالضِّيَاءِ
[32]
Beliau
diutus kepada seluruh jin dan seluruh manusia dengan membawa kebenaran petunjuk, cahaya dan kemilau.
وَأَنَّ الْقُرآنَ
كَلاَمُ اللّهِ، منْهُ بَدَأَ بِلاَ كَيْفِيَّةٍ قَوْلاً، وَأَنْزَلَهُ عَلَى
رَسُولِهِ وَحْياً، وَصَدَّقَهُ الْمُؤمِنُونَ عَلَى ذَلِكَ حَقًّا، وأَيْقَنُوا أَنَّهُ
كَلاَمُ اللَّهِ تَعَالَى بِالحَقِيقَةِ، لَيْسَ بِمَخْلُوقٍ كَكَلاَمِ الْبَرِيَّةِ،
فَمَنْ سَمِعَهُ فَزَعَمَ أَنَّهُ كَلاَمُ الْبَشَرِ، فَقَدْ كَفَرَ، وَقَدْ ذَمَّهُ
اللّهُ وَعَابَهُ وَأَوْعَدَهُ بِسَقَرٍ، حَيْثُ قَالَ تَعَالَى: ﴿ سَأُصْلِيهِ
سَقَرَ﴾، فَلَمَّا أَوْعَدَ اللّهُ بِسَقَرٍ لِمَنْ قَالَ: ﴿إِنْ هَذَا إِلَّا
قَوْلُ الْبَشَرِ﴾، عَلِمْنَا وأَيْقَنَّا أَنَّهُ قَوْلُ خَالِقِ الْبَشرِ، وَلَا
يُشْبِهُ قَوْلُ الْبَشَرِ
[33]
Dan sesungguhnya al-Qur’an adalah
Kalamullah. Dari-Nya ia bermula tanpa mepertanyakan bagaimana hakikatnya. Dan Dia menurunkannya kepada Rasul-Nya
sebagai wahyu, dan orang-orang Mukmin membenarkannya dengan sebenarnya dan
mereka menyakini bahwa itu adalah Kalamullah secara hakikat, bukan makhluk seperti ucapan makhluk.
Barangsiapa yang mendengarnya lalu menyangka bahwa itu adalah ucapan makhluk,
maka sungguh dia telah kafir. Sungguh, Allah telah mencela, mengecam, dan
mengancam orang tersebut dengan Neraka Saqar, yaitu firman-Nya, “Kelak Aku akan memasukkannya ke
Neraka Saqar.” (QS. Al-Muddatstsir [74]: 26)
Ketika
Allah mengancam dengan Neraka Saqar
seseorang yang mengatakan, “Al-Qur`an
ini tidak lain adalah ucapan manusia.” (QS.
Al-Muddatstsir [74]: 25) Maka kami mengetahui dan meyakini bahwa al-Qur`an adalah
ucapan Pencipta makhluk dan tidak ada ucapan makhluk yang serupa dengannya.
وَمَنْ وَصَفَ اللّهَ
بِمَعْنًى مِنْ مَعَانِي الْبَشَرِ، فَقَدْ كَفَرَ، فَمَنْ أَبْصَرَ هَذَا اعْتَبَرَ،
وَعَنْ مِثْلِ قَوْلِ الْكُفَّارِ انْزَجَرَ، وَعَلِمَ أَنَّهُ بِصِفَاتِهِ لَيسَ
كَالْبَشَرِ
[34]
Dan barangsiapa yang mensifati Allah
dengan salah satu dari sifat-sifat makhluk, maka dia telah kafir. Maka, siapa
yang memperhatikan ini akan mengerti,
dan ia akan menahan
diri dari menyerupai ucapan orang kafir. Dan dia mengetahui bahwa Allah
dengan sifat-sifat-Nya tidak sama dengan makhluk.
والرؤْيةُ حقٌّ لِأَهْلِ
الْجَنَّةِ، بِغَيْرِ إحَاطَةٍ ولَا كَيْفِيَّةٍ، كَمَا نَطَقَ بِهِ كِتَابُ رَبِّنَا:
﴿وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ * إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ﴾، وتَفْسِيرُهُ عَلَى مَا
أَرَادَهُ اللّهُ تَعَالَى وَعَلِمَهُ، وَكُلُّ مَا جَاءَ فِي ذَلِكَ مِنَ الْحَدِيثِ
الصَّحِيحِ عَنِ الرَّسُولِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَهُوَ كَمَا قَالَ،
وَمَعْنَاهُ عَلَى مَا أَرَادَ، لَا نَدْخُلُ فِي ذَلِكَ مُتَأَوِّلِينَ بِآرَائِنَا،
وَلَا مُتَوَهِّمِينَ بِأَهْوَائِنَا، فَإِنَّهُ مَا سَلِمَ فِي دِيْنِهِ إِلاَّ
مَنْ سَلَّمَ لِلّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَلِرَسُولِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ، وردَّ علْمَ ما اشْتَبَهَ عَلَيْهِ إلى عَالِمِهِ
[35]
Ar-Ru`yah (melihat Allah di Akhirat) benar
adanya bagi penduduk Surga, tanpa meliputi
dan membagaimanakan (difahami apa adanya), sebagaimana yang telah dinyatakan
oleh Kitab Rabb kita, “Wajah-wajah
pada hari itu berseri-seri. Kepada Rabblah mereka melihat.” (QS. Al-Qiyamah [75]: 22-23) Tafsirnya adalah sebagaimana yang
Allah kehendaki dan ketahui. Setiap hadits shahih dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam
tentang hal itu adalah sebagaimana yang beliau sabdakan dan maknanya
sebagaimana yang beliau kehendaki. Kita tidak boleh masuk ke dalam permasalahan
itu dengan mentakwilnya menggunakan akal-akal kita dan tidak pula mereka-reka
menggunakan hawa nafsu kita. Sebab, sesungguhnya tidak ada yang selamat dalam
agamanya kecuali orang yang pasrah kepada Allah dan Rasul-Nya shallallahu
‘alaihi wa sallam
dan mengembalikan ilmu yang belum jelas baginya kepada yang mengetahuinya.
وَلَا تَثْبُتُ
قَدَمُ الْإِسْلَامِ إِلَّا عَلَى ظَهْرِ التَّسْلِيمِ وَالِاسْتِسْلَامِ، فَمَنْ رَامَ عِلْمَ مَا حُظِرَ عَنْهُ
عِلْمُهُ، وَلَمْ يَقْنَعْ بِالتَّسْلِيمِ فَهْمُهُ، حَجَبَهُ مَرَامُهُ عَنْ
خَالِصِ التَّوْحِيدِ، وَصَافِي الْمَعْرِفَةِ، وَصَحِيحِ الْإِيمَانِ، فَيَتَذَبْذَبُ
بَيْنَ الْكُفْرِ وَالْإِيمَانِ، وَالتَّصْدِيقِ وَالتَّكْذِيبِ، وَالْإِقْرَارِ
وَالْإِنْكَارِ، مُوَسْوِسًا تَائِهًا، شَاكًّا، لَا مُؤْمِنًا مُصَدِّقًا، وَلَا
جَاحِدًا مُكَذِّبًا
[36]
Pijakan Islam seseorang tidak akan kokoh kecuali di atas taslim (pasrah)
dan istislam (tunduk). Siapa yang menerka suatu ilmu yang ilmu tersebut
tersembunyi baginya dan pemahamannya tidak merasa puas dengan taslim,
maka terkaannya itu akan menghalanginya dari kemurnian Tauhid, kejernihan
makrifat (mengenal Allah), dan kebenaran iman. Ia akan terkena keraguan antara
kafir dan iman, membenarkan dan mendustakan, menetapkan dan mengingkari, selalu
was-was, ragu, menyimpang, bukan mukmin yang membenarkan juga bukan penentang
yang mendustakan.
وَلَا يَصِحُّ
الْإِيمَانُ بِالرُّؤْيَةِ لِأَهْلِ دَارِ السَّلَامِ لِمَنِ اعْتَبَرَهَا
مِنْهُمْ بِوَهْمٍ، أَوْ تَأَوَّلَهَا بِفَهْمٍ، إِذْ كَانَ تَأْوِيلُ
الرُّؤْيَةِ، وَتَأْوِيلُ كُلِّ مَعْنًى يُضَافُ إِلَى الرُّبُوبِيَّةِ بِتَرْكِ
التَّأْوِيلِ، وَلُزُومَ التَّسْلِيمِ، وَعَلَيْهِ دِينُ الْمُسْلِمِينَ، وَمَنْ
لَمْ يَتَوَقَّ النَّفْيَ وَالتَّشْبِيهَ، زَلَّ وَلَمْ يُصِبِ التَّنْزِيهَ، فَإِنَّ
رَبَّنَا جَلَّ وَعَلَا مَوْصُوفٌ بِصِفَاتِ الْوَحْدَانِيَّةِ، مَنْعُوتٌ
بِنُعُوتِ الْفَرْدَانِيَّةِ، لَيْسَ فِي مَعْنَاهُ أَحَدٌ مِنَ الْبَرِيَّةِ
[37]
Tidak sah keimanan rukyah ‘melihat Allah’ bagi penghuni Darus Salam bagi
yang suka membayangkannya dengan keraguan atau mentakwilnya dengan akal. Karena
penafsiran rukyah dan juga penafsiran segala pengertian yang disandarkan
kepada Rabb adalah dengan tanpa mentakwilkannya dan dengan kepasrahan diri.
Itulah agama kaum Muslimin. Barangsiapa yang tidak menghindari penafian dan tasybih
(menyerupakan-Nya dengan makhluk), dia akan tergelincir dan tak akan dapat
memelihara kesucian diri. Sebab, Allah yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia,
tersifati dengan sifat Wahdaniyah (Maha Tunggal), tersifati dengan sifat
Fardaniyah (ke-Maha Esa-an). Tak seorangpun dari hamba-Nya yang menyamai
sifat-sifat tersebut.
وَتَعَالَى عَنِ
الْحُدُودِ وَالْغَايَاتِ، وَالْأَرْكَانِ وَالْأَعْضَاءِ وَالْأَدَوَاتِ، لَا
تَحْوِيهِ الْجِهَاتُ السِّتُّ كَسَائِرِ الْمُبْتَدَعَاتِ
[38]
Maha tinggi diri-Nya dari batas-batas, arah-arah, anggota tubuh, anggota badan,
dan perangkat-perangkat. Dia tidak terkungkungi oleh enam penjuru arah sebagaimana
semua makhluk-Nya.
[Ucapan “Dia tidak terkungkungi
oleh enam penjuru arah sebagaimana semua makhluk-Nya” maksudnya adalah
Allah tidak sebagaimana makhluk-Nya yang membutuhkan arah. Ini benar dan Imam
ath-Thahawi beraqidah Ahlus Sunnah yang lurus dan berusaha dengan ungkapannya
ini membantah kaum Musyabbihat (kaum yang menyerupakan sifat Allah dengan sifat
makhluk). Akan tetapi ungkapan ini tidak dikenal di kalangan Ahlus Sunnah dan
ayat “Tidak ada yang serupa dengan-Nya” sudah mencukupi untuk membantah
kaum Musyabbihat.]
وَالْمِعْرَاجُ
حَقٌّ، وَقَدْ أُسْرِيَ بِالنَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَعُرِجَ
بِشَخْصِهِ فِي الْيَقَظَةِ، إِلَى السَّمَاءِ. ثُمَّ إِلَى حَيْثُ شَاءَ اللَّهُ
مِنَ الْعُلَا وَأَكْرَمَهُ اللَّهُ بِمَا شَاءَ، وَأَوْحَى إِلَيْهِ مَا أَوْحَى،
مَا كَذَبَ الْفُؤَادُ مَا رَأَى. فَصَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الْآخِرَةِ وَالْأُولَى
[39]
Mi’raj (naiknya Nabi ke Sidratul
Muntaha—tempat tertinggi di langit, penj)
adalah benar adanya. Beliau telah diperjalankan dan dinaikan (ke langit) dengan
tubuh jasmani dalam keadaan sadar, dan juga ke tempat-tempat yang dikehendaki
Allah di atas ketinggian. Allah memuliakan beliau sesuai kehendak-Nya dan
mewahyukan kepadanya apa yang hendak Dia wahyukan. Hatinya tidak mendustakan
apa yang dilihatnya. Semoga Allah melimpahkan
shalawat dan salam atas diri beliau di dunia dan di akhirat.
وَالْحَوْضُ الَّذِي
أَكْرَمَهُ اللَّهُ تَعَالَى بِهِ غِيَاثًا لِأُمَّتِهِ حَقٌّ
[40]
Haudh (telaga) yang dijadikan Allah
kemuliaan baginya sebagai pertolongan bagi umatnya benar adanya.
وَالشَّفَاعَةُ
الَّتِي ادَّخَرَهَا لَهُمْ حَقٌّ، كَمَا رُوِيَ فِي الْأَخْبَارِ
[41]
Syafa’at yang disimpan beliau
untuk
mereka adalah benar adanya sebagaimana diriwayatkan dalam banyak hadits.
وَالْمِيثَاقُ
الَّذِي أَخَذَهُ اللَّهُ تَعَالَى مِنْ آدَمَ وَذُرِّيَّتِهِ حَقٌّ
[42]
Perjanjian
yang diambil Allah atas diri Adam dan anak cucunya (sebelum mereka dilahirkan) benar adanya.
وَقَدْ عَلِمَ
اللَّهُ تَعَالَى فِيمَا لَمْ يَزَلْ عَدَدَ مَنْ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ، وَعَدَدَ
مَنْ يَدْخُلُ النَّارَ، جُمْلَةً وَاحِدَةً، فَلَا يُزَادُ فِي ذَلِكَ الْعَدَدِ
وَلَا يُنْقَصُ مِنْهُ.
[43]
Semenjak zaman azali, Allah telah mengetahui jumlah hamba-Nya yang akan masuk
Surga dan jumlah yang akan
masuk Neraka secara keseluruhan. Jumlah itu tak akan ditambah dan dikurangi.
وَكَذَلِكَ
أَفْعَالُهُمْ فِيمَا عَلِمَ مِنْهُمْ أَنْ يَفْعَلُوهُ، وَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا
خُلِقَ لَهُ، وَالْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ، وَالسَّعِيدُ مَنْ سَعِدَ بِقَضَاءِ
اللَّهِ، والشَّقِيُّ مَنْ شَقِيَ بِقَضَاءِ اللَّهِ
[44]
Demikian juga halnya
perbuatan-perbuatan mereka yang telah Allah ketahui apa yang akan mereka
perbuat itu (juga tak akan berubah). Setiap pribadi akan dimudahkan menjalani
apa yang sudah menjadi takdirnya,
sedangkan amalan-amalan itu (dinilai) bagaimana akhirnya. Orang yang bahagia
adalah orang yang bahagia karena ketetapan Allah dan orang yang sengsara adalah
orang yang sengsara karena ketetapan Allah.
وَأَصْلُ الْقَدَرِ
سِرُّ اللَّهِ تَعَالَى فِي خَلْقِهِ، لَمْ يَطَّلِعْ عَلَى ذَلِكَ مَلَكٌ
مُقَرَّبٌ، وَلَا نَبِيٌّ مُرْسَلٌ، وَالتَّعَمُّقُ وَالنَّظَرُ فِي ذَلِكَ
ذَرِيعَةُ الْخِذْلَانِ، وسُلم الْحِرْمَانِ، وَدَرَجَةُ الطُّغْيَانِ،
فَالْحَذَرَ كُلَّ الْحَذَرِ مِنْ ذَلِكَ نَظَرًا وَفِكْرًا وَوَسْوَسَةً، فَإِنَّ
اللَّهَ تَعَالَى طَوَى عِلْمَ الْقَدَرِ عَنْ أَنَامِهِ، وَنَهَاهُمْ عَنْ
مَرَامِهِ، كَمَا قَالَ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ: ﴿لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ
وَهُمْ يُسْأَلُونَ﴾ فَمَنْ سَأَلَ: لِمَ فَعَلَ؟ فَقَدْ رَدَّ حُكْمَ الْكِتَابِ،
وَمَنْ رَدَّ حُكْمَ الْكِتَابِ، كَانَ مِنَ الْكَافِرِينَ
[45]
Asal dari takdir adalah rahasia
Allah bagi hamba-hamba-Nya. Tak dapat diselidiki baik oleh malaikat yang
dekat dengan-Nya, ataupun Nabi yang
diutus-Nya. Memberat-beratkan diri menyelidiki hal itu adalah sarana menuju
kehinaan, tangga keharaman, dan mempercepat penyelewengan. Waspadai dengan
kesungguhan dari seluruh pendapat-pendapat, pemikiran-pemikiran, dan
bisikan-bisikan tentang takdir tersebut karena Allah menutupi ilmu tentang
takdir-Nya agar tidak diketahui makhluk-Nya dan melarang mereka untuk mencoba
menggapainya. Sebagaimana yang difirmankan-Nya: “Allah tidak ditanya
mengenai perbuatan-Nya tetapi manusialah yang akan ditanya (dimintai
pertanggungjawaban atas perbuatannya).” (QS. Al-Anbiya [21]: 23) Barangsiapa yang bertanya: “Kenapa
Allah berbuat demikan?”, berarti ia menolak hukum al-Qur`an. Barangsiapa
menolak hukum al-Qur`an, berarti ia termasuk orang-orang kafir.
فَهَذَا جُمْلَةُ
مَا يَحْتَاجُ إِلَيْهِ مَنْ هُوَ مُنَوَّرٌ قَلْبُهُ مِنْ أَوْلِيَاءِ اللَّهِ
تَعَالَى، وَهِيَ دَرَجَةُ الرَّاسِخِينَ فِي الْعِلْمِ؛ لِأَنَّ الْعِلْمَ
عِلْمَانِ: عِلْمٌ فِي الْخَلْقِ مَوْجُودٌ، وَعِلْمٌ فِي الْخَلْقِ مَفْقُودٌ،
فَإِنْكَارُ الْعِلْمِ الْمَوْجُودِ كُفْرٌ، وَادِّعَاءُ الْعِلْمِ الْمَفْقُودِ
كُفْرٌ، وَلَا يَثْبُتُ الْإِيمَانُ إِلَّا بِقَبُولِ الْعِلْمِ الْمَوْجُودِ،
وَتَرْكِ طَلَبِ الْعِلْمِ الْمَفْقُودِ
[46]
Inilah sejumlah persoalan yang dibutuhkan
oleh orang-orang yang terang hatinya dari kalangan para wali Allah. Itulah
derajat orang-orang yang sudah mendalam ilmunya. Sebab, ilmu itu ada dua macam,
yaitu: ilmu yang dapat digapai makhluk (ilmu maujud/agama) dan ilmu yang
tersembunyi baginya (ilmu mafqud/ghaib). Mengingkari ilmu yang pertama adalah
kekufuran. Dan mengaku-aku memiliki ilmu yang kedua juga kekufuran. Keimanan
tidak akan sempurna kecuali dengan menerima ilmu yang harus digapai manusia,
dan menghindarkan diri dari mencari ilmu yang tersembunyi.
وَنُؤْمِنُ
بِاللَّوْحِ وَالْقَلَمِ، وَبِجَمِيعِ مَا فِيهِ قَدْ رُقِمَ، فَلَوِ اجْتَمَعَ الْخَلْقُ كُلُّهُمْ عَلَى
شَيْءٍ كَتَبَهُ اللَّهُ تَعَالَى أَنَّهُ كَائِنٌ، لِيَجْعَلُوهُ غَيْرَ كَائِنٍ
- لَمْ يَقْدِرُوا عَلَيْهِ. وَلَوِ اجْتَمَعُوا كُلُّهُمْ عَلَى شَيْءٍ لَمْ
يَكْتُبْهُ اللَّهُ تَعَالَى فِيهِ، لِيَجْعَلُوهُ كَائِنًا - لَمْ يَقْدِرُوا
عَلَيْهِ. جَفَّ الْقَلَمُ بِمَا هُوَ كَائِنٌ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَا
أَخْطَأَ الْعَبْدَ لَمْ يَكُنْ لِيُصِيبَهُ، وَمَا أَصَابَهُ لَمْ يَكُنْ
لِيُخْطِئَهُ
[47]
Kita juga mengimani adanya al-Lauh al-Mahfudz, al-Qalam (pena), dan
segala yang tercatat di dalamnya. Seandainya seluruh makhluk bersepakat
terhadap suatu urusan yang telah Allah tetapkan akan terjadi untuk
dibatalkannya, maka mereka tak akan mampu melakukannya. Seandainya seluruh
makhluk bersepakat terhadap suatu urusan yang telah Allah tetapkan tidak akan
terjadi untuk direalisasikannya, maka mereka tak akan mampu melakukannya. Pena
untuk mencatat apa yang akan terjadi hingga hari Kiamat telah kering. Apa yang
tidak menjadi takdir seorang hamba, tidak akan menimpanya dan apa yang menjadi
takdirnya, tidak akan meleset.
وَعَلَى الْعَبْدِ
أَنْ يَعْلَمَ أَنَّ اللَّهَ قَدْ سَبَقَ عِلْمُهُ فِي كُلِّ كَائِنٍ مِنْ
خَلْقِهِ، فَقَدَّرَ ذَلِكَ تَقْدِيرًا مُحْكَمًا مُبْرَمًا، لَيْسَ فِيهِ
نَاقِضٌ، وَلَا مُعَقِّبٌ وَلَا مُزِيلٌ وَلَا مُغَيِّرٌ، وَلَا نَاقِصٌ وَلَا
زَائِدٌ مِنْ خَلْقِهِ فِي سَمَاوَاتِهِ وَأَرْضِهِ
وَذَلِكَ مِنْ
عَقْدِ الْإِيمَانِ وَأُصُولِ الْمَعْرِفَةِ وَالِاعْتِرَافِ بِتَوْحِيدِ اللَّهِ
تَعَالَى وَرُبُوبِيَّتِهِ، كَمَا قَالَ تَعَالَى فِي كِتَابِهِ: ﴿وَخَلَقَ كُلَّ
شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا﴾ وَقَالَ تَعَالَى: ﴿وَكَانَ أَمْرُ اللَّهِ
قَدَرًا مَقْدُورًا﴾، فَوَيْلٌ لِمَنْ صَارَ قَلْبُهُ فِي الْقَدَرِ قَلْبًا
سَقِيمًا، لَقَدِ الْتَمَسَ بِوَهْمِهِ فِي فَحْصِ الْغَيْبِ سِرًّا كَتِيمًا،
وَعَادَ بِمَا قَالَ فِيهِ أَفَّاكًا أَثِيْمًا
[48] Wajib
bagi setiap hamba mengetahui bahwa ilmu Allah telah mendahului segala sesuatu
yang akan terjadi pada makhluk-Nya. Dia telah menentukan takdir yang baku yang
tak bisa berubah. Tak ada seorang makhluk pun baik di langit maupun di bumi
yang dapat membatalkan, meralatnya, menghilangkannya, mengubahnya, mengurangi,
ataupun menambahnya.
Itulah
ikatan keimanan dan dasar-dasar ma’rifat dan pengakuan terhadap ke-Esa-an Allah
dan rububiyyah-Nya, sebagaimana yang difirmankan dalam al-Qur`an: “ Dia telah menciptakan segala sesuatu,
dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (QS. Al-Furqan [25]: 2) Dan firman-Nya: “Dan ketetapan
Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku.” (QS. Al-Ahzab [33]: 38) Maka celakalah orang yang betul-betul menjadi musuh Allah
dalam persoalan takdir-Nya. Dan mengikutsertakan hatinya yang sakit untuk
membahasnya. Karena lewat praduganya ia telah mencari-cari dan menyelidiki ilmu
ghaib yang merupakan rahasia tersembunyi. Akhirnya, karena perkataannya tentang
takdir itu, ia kembali dengan membawa kedustaan dan dosa.
وَالْعَرْشُ وَالْكُرْسِيُّ
حَقٌّ
[49]
‘Arsy
dan Kursi-Nya
adalah benar adanya.
[‘Arsy adalah makhluk terbesar Allah
menurut para ulama dan Allah bersemayam di atas ‘Arsy. Sementara Kursi adalah
tempat meletakkan dua telapak kaki Allah. Perbandingan besarnya Kursi dengan ‘Arsy
adalah seperti gelang di lempar di padang pasir yang luas. Sementara
perbandingan Kursi dengan 7 langit-bumi seperti itu pula. Mahabesar Allah]
وهُوَ مُسْتَغْنٍ
عَنِ العَرْشِ وَمَا دُوْنَهُ
[50]
Dia
tidak membutuhkan ‘Arsy-Nya dan apa yang ada di bawahnya.
مُحِيطٌ بِكُلِّ
شَيْءٍ وفَوْقَهُ، وقَدْ أعْجَزَ عَنِ الإحَاطَةِ خَلْقَهُ
[51]
Dia
menguasai segala sesuatu
dan apa-apa yang ada di atasnya. Dan Dia tidak memberi kemampuan kepada makhluk-Nya untuk menguasai segala
sesuatu.
وَنَقُولُ: إِنَّ
اللَّهَ اتَّخَذَ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلًا، وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا،
إِيمَانًا وَتَصْدِيقًا وَتَسْلِيمًا
[52]
Kita
juga menyatakan dengan sepenuh iman, membenarkan, dan pasrah bahwa sesungguhnya Allah telah
menjadikan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam sebagai kekasih-Nya, dan mengajak
Nabi Musa ‘alaihis salam untuk berbicara dengan
sebenar-benarnya.
وَنُؤْمِنُ
بِالْمَلَائِكَةِ وَالنَّبِيِّينَ، وَالْكُتُبِ الْمُنَزَّلَةِ عَلَى
الْمُرْسَلِينَ، وَنَشْهَدُ أَنَّهُمْ كَانُوا عَلَى الْحَقِّ الْمُبِينِ
[53]
Kita
mengimani para Malaikat, para Nabi, dan kitab-kitab yang diturunkan kepada para
Rasul. Kita pun bersaksi, bahwa mereka berada di atas kebenaran yang nyata.
وَنُسَمِّي أَهْلَ
قِبْلَتِنَا مُسْلِمِينَ مُؤْمِنِينَ، مَا دَامُوا بِمَا جَاءَ بِهِ النَّبِيُّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُعْتَرِفِينَ، وَلَهُ بِكُلِّ مَا قَالَهُ
وَأَخْبَرَ مُصَدِّقِينَ
[54]
Kita
menyebut mereka yang (shalat) menghadap kiblat kita dengan (sebutan) kaum Muslimin
dan kaum Mukminin selama mereka mengakui apa yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam dan
membenarkan segala apa yang beliau
ucapkan dan beritakan.
وَلَا نَخُوضُ فِي
اللَّهِ، وَلَا نُمَارِي فِي دِينِ اللَّهِ
[55]
Kita
tidak mengolok Allah dan tidak membantah (debat kusir) dalam masalah
agama
Allah.
وَلَا نُجَادِلُ
فِي الْقُرْآنِ، وَنَشْهَدُ أَنَّهُ كَلَامُ رَبِّ الْعَالَمِينَ، نَزَلَ بِهِ
الرُّوحُ الْأَمِينُ، فَعَلَّمَهُ سَيِّدَ الْمُرْسَلِينَ مُحَمَّدًا صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. وَهُوَ كَلَامُ اللَّهِ تَعَالَى، لَا يُسَاوِيهِ
شَيْءٌ مِنْ كَلَامِ الْمَخْلُوقِينَ، وَلَا نَقُولُ بِخَلْقِهِ، وَلَا نُخَالِفُ
جَمَاعَةَ الْمُسْلِمِينَ
[56]
Kita
tidak menyanggah Al-Qur’an, dan kita bersaksi bahwa ia adalah Kalam
Rabbul ‘Alamin, diturunkan dengan perantaraan Ruhul Amin (Malaikat Jibril), lalu diajarkan
kepada Penghulu para Nabi yaitu Muhammad shallallahu 'alaihi wa ‘ala alaihi
ajma’in. Ia adalah Kalamullah yang tak akan dapat disamakan dengan ucapan makhluk-makhluk-Nya.
Kita pun tidak mengatakannya sebagai makhluk dan (dengan itu) kita tidak akan menyelisihi Jama’ah kaum Muslimin.
وَلَا نُكَفِّرُ
أَحَدًا مِنْ أَهْلِ الْقِبْلَةِ بِذَنْبٍ، مَا لَمْ يَسْتَحِلَّهُ
[57]
Kita
tidak mengafirkan Ahli Kiblat (kaum Muslimin) hanya karena suatu dosa, selama
dia tidak menganggapnya sebagai sesuatu yang dihalalkan.
وَلَا نَقُولُ لَا
يَضُرُّ مَعَ الْإِيمَانِ ذَنْبٌ لِمَنْ عَمِلَهُ
[58]
Namun
kita juga tidak mengatakan bahwa
dosa itu sama sekali tidak berbahaya bagi orang yang melakukannya selama ia
masih beriman.
وَنَرْجُو
لِلْمُحْسِنِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْ يَعْفُوَ عَنْهُمْ وَيُدْخِلَهُمُ
الْجَنَّةَ بِرَحْمَتِهِ، وَلَا نَأْمَنُ عَلَيْهِمْ، وَلَا نَشْهَدُ لهم بالجنة،
ونستغفر لمسيئهم، وَنَخَافُ عَلَيْهِمْ، وَلَا نُقَنِّطُهُمْ
[59]
Kita
berharap orang-orang baik dari kaum Mukminin diampuni dan
dimasukkan Surga dengan rahmat-Nya, tidak menganggap mereka aman dan memvonis
mereka dengan Surga. Kita juga berharap orang-orang yang berbuat fajir (kemaksiatan) dari kalangan Mukminin diampuni
dosa-dosa mereka, mengkhawatirkan mereka dan tidak menjadikan mereka
berputus asa (dari rahmat Allah).
وَالْأَمْنُ
وَالْإِيَاسُ يَنْقُلَانِ عَنْ مِلَّةِ الْإِسْلَامِ، وَسَبِيلُ الْحَقِّ
بَيْنَهُمَا لِأَهْلِ الْقِبْلَةِ
[60]
Merasa
aman (dari
siksa)
dan
putus asa (dari
ampunan Allah),
keduanya dapat mengeluarkan dari Islam. Jalan yang benar bagi orang Islam
adalah antara keduanya.
وَلَا يَخْرُجُ
الْعَبْدُ مِنَ الْإِيمَانِ إِلَّا بِجُحُودِ مَا أَدْخَلَهُ فِيهِ
[61]
Seorang
hamba hanya akan keluar dari keimanannya kalau ia mengingkari apa yang telah ia
imani.
وَالْإِيمَانُ:
هُوَ الْإِقْرَارُ بِاللِّسَانِ، وَالتَّصْدِيقُ بِالْجَنَانِ
[62]
Iman
adalah [pembenaran dalam hati], pengakuan dengan lidah, dan pembuktian dengan
anggota badan.
وَجَمِيعُ مَا
صَحَّ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ الشَّرْعِ
وَالْبَيَانِ كُلُّهُ حَقٌّ
[63]
Seluruh
yang diriwayatkan dengan shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam berupa
syari’at dan bayan (ilmu) adalah benar adanya.
وَالْإِيمَانُ
وَاحِدٌ، وَأَهْلُهُ فِي أَصْلِهِ سَوَاءٌ، وَالتَّفَاضُلُ بَيْنَهُمْ
بِالْخَشْيَةِ وَالتُّقَى، وَمُخَالِفَةِ الْهَوَى، وَمُلَازِمَةِ الْأَوْلَى
[64]
Iman
itu satu bentuk. Pemilik keimanan tersebut dilihat dari asal imannya adalah sama. Keutamaan di antara mereka diukur
dengan ketakwaan,
rasa takut kepada Allah, menghindari hawa nafsu, dan melakukan sesuatu yang
lebih utama.
وَالْمُؤْمِنُونَ
كُلُّهُمْ أَوْلِيَاءُ الرَّحْمَنِ، وَأَكْرَمُهُمْ عِنْدَ الله أَطْوَعُهُمْ
وَأَتْبَعُهُمْ لِلْقُرْآنِ
[65]
Kaum
Mukminin seluruhnya adalah wali-wali Ar-Rahman. Yang paling mulia di antara mereka
adalah yang paling taat dan paling ittiba’ dengan ajaran Al-Qur’an.
وَالْإِيمَانُ:
هُوَ الْإِيمَانُ بِاللَّهِ، وَمَلَائِكَتِه، وَكُتُبِه، وَرُسُلِه، وَالْيَوْمِ
الْآخِرِ، وَالْقَدَرِ، خَيْرِه وَشَرِّه، وَحُلْوِه وَمُرِّه، مِنَ اللَّهِ
تَعَالَى
[66]
Pengertian Iman adalah beriman
kepada Allah, para Malaikat-Nya,
Kitab-Kitab-Nya, para Rasul-Nya, Hari Akhir, dan Takdir: baik maupun buruk, manis maupun pahit, semuanya berasal
dari Allah.
وَنَحْنُ مُؤْمِنُونَ
بِذَلِكَ كُلِّهِ، لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْ رُسُلِه، وَنُصَدِّقُهُمْ
كُلَّهُمْ عَلَى مَا جَاءُوا بِهِ
[67]
Kita
mengimani semua itu. Kita tidak membeda-bedakan seorang pun di antara para
Rasul. Kita membenarkan mereka semua beserta apa yang mereka bawa.
وَأَهْلُ
الْكَبَائِرِ [مِنْ أُمَّة مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ] فِي
النَّارِ لَا يُخَلَّدُونَ، إِذَا مَاتُوا وَهُمْ مُوَحِّدُونَ وَإِنْ لَمْ
يَكُونُوا تَائِبِينَ بَعْدَ أَنْ لَقُوا اللَّهَ عَارِفِينَ. وَهُمْ فِي
مَشِيئَتِه وَحُكْمِه، إِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُمْ وَعَفَا عَنْهُمْ بِفَضْلِه،
كَمَا ذَكَرَ عَزَّ وَجَلَّ فِي كِتَابِه: ﴿وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ
يَشَاءُ﴾، وَإِنْ شَاءَ عَذَّبَهُمْ فِي النَّارِ بِعَدْلِه، ثُمَّ يُخْرِجُهُمْ
مِنْهَا بِرَحْمَتِه وَشَفَاعَة الشَّافِعِينَ مِنْ أَهْلِ طَاعَتِه، ثُمَّ
يَبْعَثُهُمْ إِلَى جَنَّتِه. وَذَلِكَ بِأَنَّ الله تعالى مَوَلَّى أَهْلَ
مَعْرِفَتِه، وَلَمْ يَجْعَلْهُمْ فِي الدَّارَيْنِ كَأَهْلِ نَكَرَتِه، الَّذِينَ
خَابُوا مِنْ هِدَايَتِه، وَلَمْ يَنَالُوا مِنْ وِلَايَتِه. اللَّهُمَّ يَا وَلِي
الْإِسْلَامِ وَأَهْلِه، ثَبِّتْنَا عَلَى الْإِسْلَامِ حَتَّى نَلْقَاكَ بِهِ
[68]
Para
pelaku dosa besar [di
kalangan umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam] (bisa) masuk Neraka, namun mereka tak akan kekal di
dalamnya asal
mereka mati dalam keadaan bertauhid. Meskipun mereka belum bertaubat namun
mereka menemui Allah (mati) dengan menyadari dosa mereka. Mereka diserahkan
kepada kehendak dan keputusan Allah. Kalau Dia menghendaki, maka mereka dapat
diampuni dan dimaafkan dosa-dosa mereka dengan keutamaan-Nya, sebagaimana yang
difirmankan Allah ‘azza wa jalla: “Dan Dia mengampuni dosa (yang
tingkatannya) di bawah (dosa) syirik bagi siapa yang Dia kehendaki.” (QS. An-Nisa’ [4]: 48 & 116). Dan jika Dia menghendaki, mereka diadzab-Nya
di Neraka dengan keadilan-Nya, lalu Allah akan mengeluarkan mereka dari
dalamnya dengan rahmat-Nya dan syafa’at orang yang berhak memberi syafa’at di
kalangan hamba-Nya yang ta’at. Lalu mereka pun diangkat ke Surga-Nya. Hal itu karena Allah adalah
Wali bagi siapa yang berma’rifah kepada-Nya, maka Dia pun tidak menjadikan
keadaan mereka di dunia dan di akhirat sama seperti mereka yang tidak
berma’rifah kepada-Nya. Yaitu mereka yang luput, tak mendapatkan petunjuk-Nya,
dan tidak dapat memperoleh hak kewalian-Nya. Wahai Dzat yang menjadi Wali bagi
Islam dan pemeluknya, teguhkanlah kami di atas Islam sampai bertemu dengan-Mu.
[Dalam tanda kurung-tutup tidak
terdapat dalam sebagian cetakan lainnya dan ini yang benar karena dalil yang
ada tidak mengkhususkan hanya umat Nabi Muhammad saja. Umat manapun yang
bertauhid tidak akan kekal di Neraka.]
وَنَرَى الصَّلَاةَ
خَلْفَ كُلِّ بَرٍّ وَفَاجِرٍ مِنْ أَهْلِ الْقِبْلَة، وَعَلَى مَنْ مَاتَ
مِنْهُمْ
[69]
Kami
menganggap sah shalat (jama’ah) di belakang Imam, baik yang shalih maupun yang
fasik dari kalangan Ahli Kiblat dan menshalatkan siapa saja yang
meninggal di antara mereka.
وَلَا نُنْزِلُ
أَحَدًا مِنْهُمْ جَنَّة وَلَا نَارًا، وَلَا نَشْهَدُ عَلَيْهِمْ بِكُفْرٍ وَلَا
بِشِرْكٍ وَلَا بِنِفَاقٍ، مَا لَمْ يَظْهَرْ مِنْهُمْ شَيْءٌ مِنْ ذَلِكَ،
وَنَذَرُ سَرَائِرَهُمْ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى
[70]
Kita
tak boleh
memastikan mereka masuk Surga atau Neraka. Kita juga tidak
boleh
bersaksi bahwa mereka itu kafir, musyrik, atau munafik, selama semua itu tidak
tampak nyata dari diri mereka. Kita menyerahkan rahasia hati mereka kepada
Allah Ta’ala.
وَلَا نَرَى السَّيْفَ
عَلَى أَحَدٍ مِنْ أُمَّة مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَّا
مَنْ وَجَبَ عَلَيْهِ السَّيْفُ
[71]
Kita
tidak boleh memerangi seorang pun dari ummat Muhammad shallallahu ‘alaihi
wa sallam, kecuali terhadap mereka yang wajib diperangi.
وَلَا نَرَى
الْخُرُوجَ عَلَى أَئِمَّتِنَا وَوُلَاة أُمُورِنَا، وَإِنْ جَارُوا، وَلَا
نَدْعُو عَلَيْهِمْ، وَلَا نَنْزِعُ يَدًا مِنْ طَاعَتِهِمْ، وَنَرَى طَاعَتَهُمْ
مِنْ طَاعَة اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ فَرِيضَة، مَا لَمْ يَأْمُرُوا بِمَعْصِيَة،
وَنَدْعُوا لَهُمْ بِالصَّلَاحِ وَالْمُعَافَاة
[72]
Kita
tidak boleh memberontak pemimpin-pemimpin kita dan Ulul ‘Amri kita, meskipun mereka
berbuat zhalim.
Kita tidak mendoakan keburukan bagi mereka dan tidak berlepas diri dengan tidak taat kepada mereka.
Kita berkeyakinan bahwa mentaati mereka sepanjang dalam ketaatan kepada Allah
adalah wajib, selama mereka tidak menyuruh berbuat maksiat. Kita tetap
mendoakan kebaikan untuk mereka berupa kebaikan jiwa dan kesehatan.
وَنَتَّبِعُ السنة
وَالْجَمَاعَة، وَنَجْتَنِبُ الشُّذُوذَ وَالْخِلَافَ وَالْفُرْقَة
[73]
Kita
tetap mengikuti As-Sunnah dan Al-Jama’ah, menghindari sesuatu yang aneh, perselisihan, dan perpecahan.
وَنُحِبُّ أَهْلَ
العَدْلِ والأمَانَةِ، ونَبْغَضُ أَهْلَ الجَوْرِ والخِيَانَةِ
[74]
Kita
mencintai orang yang adil dan menjaga amanah serta membenci orang yang zhalim
dan khianat.
وَنَقُولُ: اللَّهُ
أَعْلَمُ، فِيمَا اشْتَبَه عَلَيْنَا عِلْمُه
[75]
Kita
mengucapkan Allahu A’lam terhadap sesuatu yang masih samar
ilmunya bagi kita.
وَنَرَى المَسْحَ
عَلى الخُفَّيْنِ، في السَّفَرِ والحَضَرِ، كَما جَاءَ في الأَثَرِ
[76]
Kita
berpendapat disyari’atkannya mengusap khuff (sepatu) baik di waktu mukim maupun safar (bepergian), sebagaimana dijelaskan dalam beberapa
riwayat.
وَالْحَجُّ
وَالْجِهَادُ مَاضِيَانِ مَعَ أُولِي الْأَمْرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ، بَرِّهِمْ
وَفَاجِرِهِمْ، إِلَى قِيَامِ السَّاعَة، لَا يُبْطِلُهُمَا شَيْءٌ وَلَا
يَنْقُضُهُمَا
[77]
Jihad
dan ibadah haji dilakukan bersama Ulul ‘Amri dari kaum
Muslimin,
baik yang shalih maupun yang fasik, hingga hari kiamat. Keduanya tak
dapat dibatalkan dan dirusak oleh segala sesuatu.
وَنُؤْمِنُ
بِالْكِرَامِ الْكَاتِبِينَ، فَإِنَّ اللَّهَ قَدْ جَعَلَهُمْ عَلَيْنَا
حَافِظِينَ
[78]
Kita
mengimani para Malaikat yang Mulia, pencatat amal manusia. Sesungguhnya Allah
telah menjadikan mereka sebagai pengawas bagi kita.
وَنُؤْمِنُ
بِمَلَكِ الْمَوْتِ، الْمُوَكَّلِ بِقَبْضِ أَرْوَاحِ الْعَالَمِينَ
[79]
Kita
juga mengimani Malaikat Maut yang diberi tugas mencabut nyawa para makhluk hidup.
وَبِعَذَابِ
الْقَبْرِ لِمَنْ كَانَ لَهُ أَهْلًا، وَسُؤَالِ مُنْكَرٍ وَنَكِيرٍ فِي قَبْرِه
عَنْ رَبِّه وَدِينِه وَنَبِيِّه، عَلَى مَا جَاءَتْ بِهِ الْأَخْبَارُ عَنْ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَنِ الصَّحَابَة رِضْوَانُ الله
عَلَيْهِمْ
[80]
Kita
pun mengimani adanya adzab kubur bagi orang yang berhak mendapatkannya dan juga
pertanyaan Malaikat Munkar dan Nakir di dalam kuburnya tentang Rabb-nya, agamanya, dan Rasul-Nya berdasarkan riwayat-riwayat dari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam serta para sahabat ridwanullahu ‘alaihim ajma’in.
وَالقَبْرُ
رَوْضَةٌ مِنْ رِيَاضِ الجنَّةِ، أَوْ حُفْرَةٌ مِنْ حُفَرِ النِّيرَانِ
[81]
Alam
kubur adalah taman-taman Surga atau kubangan-kubangan Neraka.
وَنُؤْمِنُ
بِالبَعْثِ وَجَزَاءِ الأعْمَالِ يَوْمَ القِيَامَةِ، والعَرْضِ والحِسَابِ،
وقِرَاءَةِ الكِتَابِ، والثَّوابِ والعِقَابِ، والصِّرَاطِ والميزَانِ
[82]
Kita
juga mengimani Hari Ba’ats (kebangkitan) dan balasan amal perbuatan pada hari Kiamat, kita juga
mengimani ‘ard (ditampakkannya amal perbuatan) dan hisab, pembacaan catatan amal, pahala dan siksa, shirat (jembatan yang
membentang di punggung Neraka menuju Surga), dan al-mizan (timbangan).
وَالْجَنَّةُ
وَالنَّارُ مَخْلُوقَتَانِ، لَا تَفْنَيَانِ أَبَدًا وَلَا تَبِيدَانِ، فَإِنَّ
اللَّهَ تَعَالَى خَلَقَ الْجَنَّةَ وَالنَّارَ قَبْلَ الْخَلْقِ، وَخَلَقَ
لَهُمَا أَهْلًا، فَمَنْ شَاءَ مِنْهُمْ إِلَى الْجَنَّةِ فَضْلًا مِنْهُ، وَمَنْ
شَاءَ مِنْهُمْ إِلَى النَّارِ عَدْلًا مِنْهُ، وَكُلٌّ يَعْمَلُ لِمَا قَدْ
فُرِغَ لَهُ، وَصَائِرٌ إِلَى مَا خُلِقَ لَهُ
[83]
Surga dan Neraka adalah
dua makhluk yang tidak akan lenyap selamanya dan tidak akan binasa. Sesungguhnya Allah telah
menciptakan Surga dan Neraka sebelum penciptaan makhluk lain dan Allah-pun menciptakan penghuni bagi
keduanya. Siapa dari mereka yang dikehendaki-Nya masuk Surga maka
itu karunia dari-Nya dan siapa dari mereka yang dikehendaki-Nya masuk Neraka
maka itu keadilan dari-Nya. Masing-masing manusia beramal sesuai takdirnya dan
menjadi sesuai untuk apa penciptaannya.
وَالْخَيْرُ
وَالشَّرُّ مُقَدَّرَانِ عَلَى الْعِبَادِ
[84]
Kebaikan
dan keburukan seluruhnya telah
ditakdirkan atas para hamba.
وَالِاسْتِطَاعَةُ
الَّتِي يَجِبُ بِهَا الْفِعْلُ، مِنْ نَحْوِ التَّوْفِيقِ الَّذِي لا يجوز أن
يُوصَفُ الْمَخْلُوقُ بِهِ - تَكُونُ مَعَ الْفِعْلِ. وَأَمَّا الِاسْتِطَاعَةُ
مِنْ جِهَةِ الصِّحَّةِ وَالْوُسْعِ، وَالتَّمْكِينِ وَسَلَامَةِ الْآلَاتِ -
فَهِيَ قَبْلَ الْفِعْلِ، وَبِهَا يَتَعَلَّقُ الْخِطَابُ، وَهُوَ كَمَا قَالَ
تَعَالَى: ﴿لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا﴾
[85]
Kemampuan,
yang dengan wujudnya datang kewajiban amal adalah semacam taufik yang bukan
merupakan kriteria mahkluk. Adapun kemampuan dalam arti kesehatan tubuh,
potensi, kekuatan, dan selamatnya diri dari bermacam musibah, adalah persiapan
sebelum melakukan amalan. Dengan itulah hukum tersebut digantungkan,
sebagaimana yang difirmankan Allah: “Tidaklah Allah membebani seseorang melainkan sebatas kesanggupannya.” (QS. Al-Baqarah: 286)
وَأَفْعَالُ
الْعِبَادِ خَلْقُ اللَّهِ وَكَسْبٌ مِنَ الْعِبَادِ
[86]
Perbuatan-perbuatan para hamba adalah makhluk Allah dan usaha dari para hamba.
وَلَمْ
يُكَلِّفْهُمُ اللَّهُ تَعَالَى إِلَّا مَا يُطِيقُونَ، وَلَا يُطِيقُونَ إِلَّا
مَا كَلَّفَهُمْ. وَهُوَ تَفْسِيرُ"لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا
بِاللَّهِ"، نَقُولُ: لَا حِيلَةَ لِأَحَدٍ، وَلَا تَحَوُّلَ لِأَحَدٍ، وَلَا
حَرَكَةَ لِأَحَدٍ عَنْ مَعْصِيَةِ اللَّهِ، إِلَّا بِمَعُونَةِ اللَّهِ، وَلَا قُوَّةَ
لِأَحَدٍ عَلَى إِقَامَةِ طَاعَةِ اللَّهِ وَالثَّبَاتِ عَلَيْهَا إِلَّا
بِتَوْفِيقِ اللَّهِ
[87]
Allah
hanya membebani mereka sebatas yang mereka mampu. Dan mereka pun memang tidak
akan mampu melainkan sebatas apa yang dibebankan Allah atas mereka. Itulah
pengertian kalimat Laa haula wa laa quwwata illa billah. Kita mengatakan:
tidak ada upaya bagi seorang pun, dan tidak ada gerakan
bagi seorang pun, juga tidak ada daya bagi seorang pun dari (menjauhi) maksiat melainkan dengan pertolongan Allah.
Dan tidak ada kekuatan bagi seorang pun untuk melaksanakan dan
bertahan dalam ketaatan kepada Allah melainkan dengan taufik Allah.
وَكُلُّ شَيْءٍ
يَجْرِي بمَشِيئَةِ الله تعالَى وَعِلْمِهِ وَقَضَائِهِ وَقَدَرِهِ غَلَبَتْ مَشيئتُهُ المَشِيئَاتِ كُلَّهَا، وَغَلَبَ
قَضَاؤُهُ الْحِيَلَ كُلَّهَا. يَفْعَلُ مَا يَشَاءُ، وَهُوَ غَيْرُ ظَالِمٍ
أَبَدًا، تَقَدَّسَ عَنْ كُلِّ سُوْءٍ وَحِينٍ، وتَنَـزَّهَ عَن كلِّ عَيْبٍ وَشَيْنٍ:
﴿لَا يُسْأَلُ عَمَّا يَفْعَلُ وَهُمْ يُسْأَلُونَ﴾
[88]
Segala
sesuatu berlaku menurut kehendak Allah, ilmu-Nya, keputusan-Nya, dan takdir-Nya. Kehendak-Nya
mengalahkan seluruh kehendak. Takdirnya mengalahkan seluruh upaya. Dia berbuat sekehendak-Nya tanpa zhalim
selama-lamanya. Dia tersucikan dari semua keburukan dan kejatahan, dan
tersucikan dari segala aib dan kekurangan. “Tidaklah Dia ditanya tentang apa
yang Dia perbuat, tetapi merekalah yang akan ditanya tentang apa yang mereka
perbuat).”
(QS. Al-Anbiya’ [21]:
23)
وفي دُعَاءِ
الأَحْياءِ وَصَدَقَاتِهم مَنْفَعَةٌ لِلأَمْوَات
[89]
Do’a
dan sedekah orang yang hidup dapat bermanfaat bagi mereka yang sudah mati.
وَاللَّهُ تَعَالَى
يَسْتَجِيبُ الدَّعَوَاتِ، وَيَقْضِي الْحَاجَاتِ
[90]
Allah
Ta’ala mengabulkan
segala do’a dan memenuhi segala kebutuhan hamba-Nya.
وَيَمْلِكُ كُلَّ
شَيْءٍ، وَلَا يَمْلِكُهُ شَيْءٌ. وَلَا غِنَى عَنِ اللَّهِ تَعَالَى طَرْفَةَ
عَيْنٍ، وَمَنِ اسْتَغْنَى عَنِ اللَّهِ طَرْفَةَ عَيْنٍ، فَقَدْ كَفَرَ وَصَارَ
مِنْ أَهْلِ الْحَيْنِ
[91]
Dia
memiliki segala sesuatu namun tidak dimiliki oleh sesuatu. Tidak sekejap pun (hamba-hamba-Nya) lepas dari
rasa butuh kepada-nya. Barangsiapa yang merasa tak butuh kepada Allah sekejap pun, dia telah kafir dan termasuk
orang yang binasa.
واللَّهُ يَغْضَبُ
وَيَرْضَى، لاَ كَأَحَدٍ مِنَ الوَرَى
[92]
Allah (bisa) benci dan ridha tetapi tidak seperti satu pun dari makhluk.
وَنُحِبُّ
أَصْحَابَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَلَا نُفَرِّطُ
فِي حُبِّ أَحَدٍ مِنْهُمْ، وَلَا نَتَبَرَّأُ مِنْ أَحَدٍ مِنْهُمْ. وَنُبْغِضُ
مَنْ يُبْغِضُهُمْ، وَبِغَيْرِ الْخَيْرِ يَذْكُرُهُمْ. وَلَا نَذْكُرُهُمْ إِلَّا
بِخَيْرٍ. وَحُبُّهُمْ دِينٌ وَإِيمَانٌ وَإِحْسَانٌ، وَبُغْضُهُمْ كُفْرٌ وَنِفَاقٌ
وَطُغْيَانٌ
[93]
Kita
mencintai para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, namun tidak
berlebihan dalam mencintai salah seorang di antaranya. Tidak juga kita bersikap
meremehkan terhadap seorang pun dari mereka. Kita membenci siapa-siapa yang
membenci mereka dan siapa-siapa yang menyebutkan mereka dengan kejelekan. Kita
pun hanya menyebut mereka dalam kebaikan. Mencintai mereka adalah agama, keimanan, dan ihsan, sementara membenci mereka adalah
kekufuran, kemunafikan, dan melampaui batas.
وَنُثْبِتُ
الْخِلَافَةَ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوَّلًا
لِأَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، تَفْضِيلًا لَهُ وَتَقْدِيمًا
عَلَى جَمِيعِ الْأُمَّةِ، ثُمَّ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ،
ثُم لِعُثْمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ، ثُمَّ لِعَلِيٍّ بن أبي طَالبٍ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ، وَهُمُ الخُلَفَاءُ الرَّاشدُونَ والأئِمَّةُ المُهْتَدُون
[94]
Kita
mengakui kekhalifahan sepeninggal Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Yang pertama adalah Abu Bakar
As-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu karena keutamannya dan
keterdahuluannya
atas semua umat Islam. Kemudian ‘Umar bin Al-Khattab radhiyallahu ‘anhu.
Setelah itu ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu. Kemudian ‘Ali bin Abi
Thalib radhiyallahu ‘anhu. Merekalah yang disebut dengan Al-Khulafa’
Ar-Rasyidun dan
para imam yang mendapat petunjuk.
وَأَنَّ
الْعَشَرَةَ الَّذِينَ سَمَّاهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ وَبَشَّرَهُمْ بِالْجَنَّةِ، نَشْهَدُ لَهُمْ بِالْجَنَّةِ، عَلَى مَا
شَهِدَ لَهُمْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَقَوْلُهُ
الْحَقُّ، وَهُمْ. أَبُو بَكْرٍ، وَعُمَرُ، وَعُثْمَانُ، وَعَلِيٌّ، وَطَلْحَةُ،
وَالزُّبَيْرُ، وَسَعْدٌ، وَسَعِيدٌ، وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ، وَأَبُو
عُبَيْدَةَ بْنُ الْجَرَّاحِ، وَهُوَ أَمِينُ هَذِهِ الْأُمَّةِ، رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمْ أَجْمَعِينَ
[95]
Sepuluh
orang sahabat yang disebut-sebut Nabi dan diberi kabar gembira sebagai penghuni
Surga,
kita akui sebagai penghuni Surga
berdasarkan persaksian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan perkataan beliau adalah benar. Mereka adalah: Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, Thalhah
[bin ‘Ubaidillah], Az-Zubeir [bin Al-Awwam], Sa’ad [bin Abi Waqqas], Sa’id [bin
Zaid], Abdurrahman bin ‘Auf, dan Abu ‘Ubaidah Al-Jarrah sebagai orang
terpercaya
umat ini radhiyallahu ‘anhum.
وَمَنْ أَحْسَنَ
الْقَوْلَ فِي أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
وَأَزْوَاجِهِ الطَّاهِرَاتِ مِنْ كُلِّ دَنَسٍ، وَذُرِّيَّاتِهِ الْمُقَدَّسِينَ
مِنْ كُلِّ رِجْسٍ، فَقَدَ بَرِئَ مِنَ النِّفَاقِ
[96]
Barangsiapa
yang membaguskan ucapannya terhadap para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam dan
istri-istri beliau yang bersih dari segala noda serta anak cucu beliau yang
suci dari segala najis, maka orang itu telah selamat dari kemunafikan.
وَعُلَمَاءُ
السَّلَفِ مِنَ السَّابِقِينَ، وَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنَ التَّابِعِينَ - أَهْلِ الْخَيْرِ
وَالْأَثَرِ، وَأَهْلِ الْفِقْهِ وَالنَّظَرِ - لَا يُذْكَرُونَ إِلَّا
بِالْجَمِيلِ، وَمَنْ ذَكَرَهُمْ بِسُوءٍ فَهُوَ عَلَى غَيْرِ السَّبِيلِ
[97]
Para
‘ulama As-Salaf terdahulu [para sahabat] dan yang sesudah mereka dari kalangan
Tabi’in adalah pelaku kebaikan dan ahli hadits, ahli fiqih, dan ahli ushul.
Mereka semuanya harus disebutkan kebaikannya. Barangsiapa yang
menjelek-jelekkan mereka, maka dia tidak berada di atas jalan mereka (para
sahabat).
وَلَا نُفَضِّلُ
أَحَدًا مِنَ الْأَوْلِيَاءِ عَلَى أَحَدٍ مِنَ الْأَنْبِيَاءِ عَلَيْهِمُ
السَّلَامُ، وَنَقُولُ: نَبِيٌّ وَاحِدٌ أَفْضَلُ مِنْ جَمِيعِ الْأَوْلِيَاءِ
[98]
Kita
tidak mengutamakan salah seorang pun di antara para wali Allah di
atas seorang dari para Nabi ‘Alaihimus Sallam. Bahkan kita mengatakan bahwa
seorang saja dari para Nabi itu lebih utama dibanding seluruh para wali.
وَنُؤْمِنُ بِمَا
جَاءَ مِنْ كَرَامَاتِهِم، وَصَحَّ عَنِ الثِّقَاتِ مِنْ رِوَايَاتِهِم
[99]
Kita
mengimani adanya karomah-karomah mereka dan segala riwayat tentang
mereka yang dinukil dari para perawi yang tepercaya.
وَنُؤْمِنُ بِأَشْرَاطِ
السَّاعَةِ: مِنْ خُرُوجِ الدَّجَّال، ونُزُولِ عِيسَى بنِ مَرْيَمَ عَلَيْهِ
السَّلامُ مِنَ السَّماءِ، وَنُؤْمِنُ بِطُلُوعِ الشَّمْسِ مِنْ مَغْرِبِهَا،
وَخُرُوجِ دَابَّةِ الأرْضِ مِنْ مَوْضِعِهَا
[100]
Kita
juga mengimani adanya tanda-tanda hari kiamat berupa keluarnya Ad-Dajjal dan turunnya Nabi ‘Isa ‘Alaihis
Sallam dari
langit. Kita juga mengimani terbitnya matahari dari barat dan keluarnya Ad-Dabbah
[binatang yang dapat berbicara seperti manusia] dari kediamannya.
وَلاَ نُصَدِّقُ كَاهِناً
وَلاَ عَرَّافاً، وَلاَ مَنْ يَدَّعِي شَيْئاً يُخَالِفُ الكِتَابَ والسُّنَّةَ
وإجْمَاعَ الأُمَّةِ
[101]
Kita
tidak mempercayai (ucapan) dukun maupun peramal, demikian juga setiap orang
yang mengakui sesuatu yang menyelisihi Al-Kitab dan As-Sunnah serta Ijma’ kaum Muslimin.
وَنَرَى الجَمَاعَةَ
حَقًّا وَصَوَاباً، والفُرْقَةَ زَيْغاً وَعَذَاباً
[102]
Kita
meyakini bahwa Al-Jama’ah adalah
haq dan kebenaran, sementara pepecahan adalah penyimpangan dan siksaan.
وَدِينُ
اللَّهِ فِي الْأَرْضِ وَالسَّمَاءِ وَاحِدٌ، وَهُوَ دِينُ الْإِسْلَامِ، قَالَ
اللَّهُ تَعَالَى: ﴿إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ﴾، وقال تعالى
﴿وَرَضِيتُ لَكُمْ الْإِسْلَامَ دِينًا﴾
[103]
Agama
Allah di langit dan di bumi hanyalah satu, yaitu agama Islam, Allah berfirman: “Sesungguhnya
agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali ‘Imran [3]: 19) Dia juga berfirman: “Dan
telah Aku ridlai Islam sebagai agama bagimu.” (QS. Al-Maidah [5]: 3).
وَهُو بَيْنَ الغُلُوِّ
والتَّقْصِيرِ، وَبَيْنَ التَّشْبِيهِ والتَّعْطِيلِ، وَبَيْنَ الجَبْرِ
وَالقَدَرِ، وَبَيْنَ الأَمْنِ وَالإيَاسِ
[104]
Dan
Islam itu berada di antara sikap berlebih-lebihan (guluw) dan sikap meremehkan (taqshir), antara tasybih (menyerupakan sifat-sifat Allah
dengan sifat-sifat makhluk)
dan ta’thil (menafikkan/meniadakan makna/lafazh sifat-sifat itu), antara Jabariyah (kaum yang beranggapan
manusia dipaksa takdir)
dan Al-Qadariyah (kaum
yang beranggapan keburukan bukan takdir), dan antara yang merasa aman dari
siksa Allah dan yang putus asa dari rahmat Allah.
فَهَذَا دِينُنَا
وَاعْتِقَادُنَا ظَاهِرًا وَبَاطِنًا، وَنَحْنُ بُرَآءُ إِلَى اللَّهِ تَعَالَى
مِنْ كُلِّ مَنْ خَالَفَ الَّذِي ذَكَرْنَاهُ وَبَيَّنَّاهُ، وَنَسْأَلُ اللَّهَ
تَعَالَى أَنْ يُثَبِّتَنَا عَلَى الْإِيمَانِ، وَيَخْتِمَ لَنَا بِهِ،
وَيَعْصِمَنَا مِنَ الْأَهْوَاءِ الْمُخْتَلِفَةِ، وَالْآرَاءِ الْمُتَفَرِّقَةِ،
وَالْمَذَاهِبِ الرَّدِيَّةِ، مِثْلِ الْمُشَبِّهَةِ، وَالْمُعْتَزِلَةِ، وَالْجَهْمِيَّةِ،
وَالْجَبْرِيَّةِ، وَالْقَدَرِيَّةِ، وَغَيْرِهِا، مِنَ الَّذِينَ خَالَفُوا
السُّنَّةَ والْجَمَاعَةَ، وَحَالَفُوا الضَّلَالَةَ، وَنَحْنُ مِنْهُمْ بُرَآءُ،
وَهُمْ عِنْدَنَا ضُلَّالٌ وَأَرْدِيَاءُ. وَبِاللَّهِ الْعِصْمَةُ وَالتَّوْفِيقُ
[105]
Inilah
agama dan keyakinan kami lahir maupun batin. Kami berlepas diri dengan kembali
kepada Allah dari
setiap yang menyelisihi apa yang kami sebutkan dan kami jelaskan. Kita memohon
kepada Allah untuk menetapkan diri kita di atas keimanan, mematikan
kita dengan keyakinan itu, memelihara kita dari pengaruh hawa nafsu yang
bermacam-macam, dan dari pendapat-pendapat yang beraneka ragam, dan
mahdzab-mahdzab yang jelek, seperti: Mu’tazilah, Al-Jahmiyyah, Al-Jabriyyah,
Al-Qadariyyah,dan lain-lain, dari kalangan mereka yang menyelisihi Al-Jama’ah dan bersanding dengan kesesatan.
Kita berlepas diri dari mereka. Dan mereka menurut kami adalah orang-orang
sesat dan jahat. Hanya dengan Allah-lah penjangaan dan taufiq.[]
syukron
BalasHapus