[PDF] Menjadi Hamba yang Dicintai Alloh - Nor Kandir
MUQODDIMAH
﷽
Setiap Muslim mendambakan merasakan lezatnya beribadah, faham agamanya,
dicintai penduduk langit dan bumi, serta meninggal dalam keadaan terbaik (husnul
khotimah). Itu semua adalah buah dari dicintai Alloh.
Lantas bagaimana meraih cinta Alloh? Perjalanan ini begitu panjang dan
pembahasannya cukup banyak. Maka buku ini hadir untuk memudahkan langkah
tersebut. Ia membahas langkah-langkahnya, seperti berusaha ittiba
(mengikuti Nabi ﷺ), mencintai Kalam-Nya, berjuang melawan
hawa nafsu, dan senantiasa muhasabah (intropeksi diri).
Ia juga membahas amal-amal khusus untuk meraih cinta-Nya, seperti
menjaga Sholat, senantiasa berdzikir, berusaha membantu sesama, dan ikut
berjuang di jalan Alloh.
Juga membahas lainnya dari apa saja yang terkait meraih cinta Alloh.
BAB 1: AKAR CINTA
1.1: Hakikat Cinta Alloh
Kita hidup di dunia ini dengan beragam bentuk cinta, mulai
dari cinta kepada harta, keluarga, pasangan, hingga jabatan. Namun, ada satu
jenis cinta yang harus mendominasi seluruh hati kita, yaitu cinta kepada Alloh,
Sang Pencipta. Cinta kepada Alloh adalah inti dari agama, sekaligus ruh dari
segala ibadah. Tanpa cinta ini, ibadah hanya menjadi gerakan fisik tanpa makna.
Cinta yang benar kepada Alloh bukanlah sekadar ucapan lisan
atau pengakuan tanpa bukti. Itu adalah keadaan hati yang mendorong hamba untuk
menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, serta membuat hamba merasa
tenang dan bahagia saat berdekatan dengan-Nya. Inilah yang diisyaratkan di
dalam Al-Qur’an:
﴿وَمِنَ ٱلنَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ ٱللَّهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ ٱللَّهِۖ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا أَشَدُّ حُبًّا لِّلَّهِۗ وَلَو يَرَى ٱلَّذِينَ ظَلَمُوٓا إِذ يَرَونَ ٱلعَذَابَ أَنَّ ٱلقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ ٱللَّهَ شَدِيدُ ٱلعَذَابِ﴾
“Dan di antara manusia ada orang-orang yang mengambil
sesembahan-sesembahan selain Alloh, mereka mencintainya sebagaimana mencintai
Alloh. Sementara orang-orang yang beriman itu lebih besar cintanya kepada
Alloh. Sekiranya orang-orang yang berbuat zholim itu melihat, ketika mereka
melihat azab, bahwa kekuatan itu milik Alloh semuanya dan bahwa Alloh itu amat
keras azab-Nya (niscaya mereka menyesal).” (QS. Al-Baqoroh: 165)
Ayat ini memberikan perbandingan yang sangat jelas.
Orang-orang yang berbuat zholim, yaitu yang menyekutukan Alloh, mencintai
sesembahan mereka seperti mereka seharusnya mencintai Alloh. Namun, orang-orang
beriman dicirikan dengan memiliki cinta yang jauh lebih besar dan kuat kepada
Alloh. Cinta inilah yang membedakan iman yang sejati dari sekadar pengakuan.
Cinta sejati kepada Alloh adalah mengutamakan Dia di atas segalanya, bahkan di
atas diri sendiri dan segala hal yang dicintai dunia.
1.2: Mengenal Nama dan Sifat
Alloh
Tidak mungkin kita bisa mencintai seseorang yang tidak kita
kenal. Begitu juga dengan Alloh. Pintu utama untuk menumbuhkan dan menguatkan
cinta kepada Alloh adalah dengan mengenal-Nya melalui nama-nama-Nya yang indah
(Asmaul Husna) dan sifat-sifat-Nya yang mulia. Semakin dalam kita mengenal
Alloh, semakin besar kekaguman, rasa hormat, dan cinta kita kepada-Nya.
Misalnya, saat kita memahami bahwa Alloh adalah Al-Waduud
(Yang Maha Mencintai) dan Al-Ghofuur (Yang Maha Pengampun), kita akan merasa
Dia sangat dekat dan penuh kasih sayang, sehingga kita terdorong untuk mendekat
kepada-Nya. Saat kita memahami Dia adalah Al-Kholiq (Sang Pencipta) dan
Al-Rozzaq (Sang Pemberi Rezeki), kita menyadari betapa agung kekuasaan-Nya dan
betapa mutlak ketergantungan kita kepada-Nya.
Pentingnya mengenal-Nya ini ditekankan di dalam hadits
Rosululloh ﷺ:
«إِنَّ
لِلَّهِ تِسعَةً وَتِسعِينَ اسمًا، مِئَةً إِلَّا وَاحِدًا، مَن أَحصَاهَا دَخَلَ الجَنَّةَ»
“Sungguh, bagi Alloh ada 99 nama, seratus kurang satu, siapa yang menghafal (dan
memahaminya) maka ia akan masuk Jannah.” (HR. Al-Bukhori, no. 2736, dan
Muslim, no. 2677)
Kata “أَحصَاهَا” (menghafal dan
memahaminya) tidak hanya berarti menghitungnya secara lisan, tetapi mencakup
pengetahuan, pemahaman, dan pengamalan konsekuensi dari nama-nama tersebut.
Saat seorang hamba tahu bahwa Alloh itu Al-Lathiif (Yang Maha Lembut), ia akan
berbaik sangka bahwa segala urusan yang menimpanya pasti ada kelembutan di
baliknya. Ketika ia tahu Alloh itu Asy-Syakuur (Yang Maha Mensyukuri), ia tahu
bahwa amalan sekecil apa pun tidak akan disia-siakan. Pengenalan inilah yang
mengakar dan memupuk cinta di dalam hati.
1.3: Buah dari Mengenal Alloh
Mengenal Alloh dengan benar akan menghasilkan buah yang manis
dalam kehidupan seorang hamba, yaitu tiga pilar utama ibadah hati:
Mahabbah (Cinta): Hati akan dipenuhi kecintaan yang
murni dan dalam kepada Alloh.
Khouf
(Takut): Hati akan diliputi rasa takut untuk melanggar larangan-Nya dan
takut akan azab-Nya.
Rojaa’ (Harap): Hati akan dipenuhi harapan akan rohmat,
ampunan, dan Jannah-Nya.
Ketiga pilar ini harus seimbang. Orang yang hanya takut (khouf)
tanpa harapan (rojaa’) bisa jatuh ke dalam keputusasaan. Orang yang
hanya berharap (rojaa’) tanpa rasa takut (khouf) bisa menjadi
lalai dan berani berbuat dosa. Dan keduanya harus didasari oleh cinta (mahabbah)
yang mendorongnya untuk beribadah dengan gembira, bukan karena terpaksa.
Rosululloh ﷺ pernah memberikan
petunjuk yang menjadi inti dari buah pengenalan ini:
«لَنْ يُدْخِلَ أَحَدًا
عَمَلُهُ الجَنَّةَ» قَالُوا: وَلاَ أَنْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «لاَ، وَلاَ
أَنَا، إِلَّا أَنْ يَتَغَمَّدَنِي اللَّهُ بِفَضْلٍ وَرَحْمَةٍ»
“Tidak ada seorang pun yang masuk Jannah karena amalnya.” Mereka bertanya: “Tidak juga engkau, wahai Rosululloh?”
Beliau menjawab: “Tidak juga aku.
Akan tetapi Alloh meliputiku dengan karunia dan rohmat-Nya.” (HR.
Al-Bukhori, no. 5673, dan Muslim, no. 2816)
Hadits ini mengajarkan kita untuk selalu menyeimbangkan
antara amal dan harapan. Kita beramal karena cinta dan takut, namun kita dimasukkan Jannah
karena karunia (rojaa’) Alloh semata, bukan karena nilai amalan kita.
Ini adalah hasil dari pengenalan yang benar bahwa Alloh adalah Al-Mannaan (Maha
Pemberi Karunia) dan Ar-Rohmaan (Maha Pengasih).
1.4: Cinta Alloh Bukan Sekadar
Pengakuan
Banyak orang yang mengaku mencintai Alloh, namun buktinya
berbeda. Cinta sejati kepada Alloh harus dibuktikan melalui amal perbuatan dan
ketaatan kepada syariat-Nya. Alloh sendiri yang memberikan kriteria pengujian
cinta ini, yaitu dengan menjadikan kepatuhan kepada Rosululloh ﷺ sebagai tolok ukurnya.
﴿قُل إِن كُنتُم تُحِبُّونَ ٱللَّهَ فَٱتَّبِعُونِى يُحبِبكُمُ
ٱللَّهُ وَيَغفِر لَكُم ذُنُوبَكُمۗ وَٱللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ﴾
“Katakanlah (wahai Muhammad): ‘Jika kalian (benar-benar) mencintai
Alloh, ikutilah aku, niscaya Alloh akan mencintai kalian dan mengampuni
dosa-dosa kalian.’ Dan
Alloh itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali ‘Imron: 31)
Ayat yang mulia ini dikenal sebagai ayat ujian kecintaan.
Alloh menjadikan mengikuti Rosululloh ﷺ
sebagai syarat dan bukti mutlak dari pengakuan cinta kita kepada-Nya.
Jika kita mencintai Alloh, kita harus mengikuti Rosululloh ﷺ dalam setiap aspek kehidupan: dalam aqidah, ibadah, muamalah,
akhlak, dan penampilan. Mengapa? Karena Rosululloh ﷺ
adalah utusan dan teladan yang mengajarkan cara yang dicintai Alloh. Ketika
kita menaati beliau, itu berarti kita menaati Alloh. Imbalan dari ketaatan ini
tidak main-main: Alloh akan mencintai kita, dan inilah tujuan utama kita. Lalu tambahannya, yaitu
ampunan-Nya.
Maka,
akar cinta kepada Alloh harus tertanam kuat melalui ilmu (mengenal-Nya), dan
harus berbuah dalam bentuk ketaatan (mengikuti Rosululloh ﷺ).
BAB 2: JALAN
MENUJU CINTA
2.1: Mengikuti Petunjuk Rosululloh ﷺ
Setelah menancapkan akar cinta di hati melalui pengenalan
terhadap Alloh, langkah selanjutnya adalah menempuh jalan yang telah ditetapkan
oleh-Nya. Jalan ini adalah meneladani dan mengikuti petunjuk dari Rosululloh
Muhammad ﷺ. Alloh telah
menegaskan bahwa cinta-Nya hanya akan didapat dengan syarat ini, sebagaimana
yang telah kita bahas. Ketaatan kepada Rosululloh ﷺ adalah jalan yang aman dan terjamin menuju
ridho dan kecintaan Alloh.
Mengikuti petunjuk beliau berarti menerima seluruh ajaran
beliau tanpa terkecuali, baik yang berkaitan dengan ibadah ritual, akhlak,
maupun cara hidup. Bahkan
dalam perkara sekecil apapun, ketaatan kepada beliau adalah kunci. Hal ini
dikarenakan beliau diutus untuk menjelaskan segala sesuatu yang mendatangkan
kebaikan dan menjauhkan dari keburukan.
Rosululloh ﷺ bersabda:
«قَدْ
تَرَكْتُكُمْ عَلَى الْبَيْضَاءِ لَيْلُهَا كَنَهَارِهَا، لَا يَزِيغُ عَنْهَا بَعْدِي
إِلَّا هَالِكٌ»
“Sungguh,
aku telah meninggalkan kalian di atas (jalan) yang putih bersih, malamnya
seperti siangnya. Tidak ada yang menyimpang darinya setelah aku (wafat) kecuali
orang yang binasa.” (HR. Ibnu Majah, no. 43)
Jalan yang
putih bersih ini adalah Sunnah beliau. Seorang hamba yang dicintai Alloh adalah
dia yang senantiasa menjaga Sunnah dan berhati-hati dari melakukan hal-hal baru
dalam agama (bid’ah). Sebab, cinta itu menuntut kesamaan, dan cara terbaik
untuk menyerupai kekasih kita (Rosululloh ﷺ)
adalah dengan meniru perilakunya. Siapa yang menaati Rosululloh ﷺ, berarti dia telah menaati Alloh. Inilah jalan yang lurus.
2.2:
Mencintai Al-Qur’an dan Menjadikannya Pedoman Hidup
Jalan kedua
yang wajib ditempuh oleh pencinta Alloh adalah merangkul Al-Qur’an, yaitu
firman Alloh yang mulia. Al-Qur’an adalah surat cinta Alloh kepada
hamba-hamba-Nya. Jika kita sungguh mencintai Alloh, maka kita pasti mencintai
Kalam-Nya. Mencintai Al-Qur’an diwujudkan tidak hanya dengan membacanya, tetapi
dengan merenungkan maknanya, mengamalkan hukum-hukumnya, dan menjadikannya
sebagai petunjuk hidup, penawar hati yang sakit, dan cahaya dalam kegelapan.
Termasuk
pula belajar bahasa Arob, karena ia bahasa Al-Qur’an. Mustahil maksimal dalam
merenungi Al-Qur’an tanpa bantuan bahasa Arob.
Alloh telah
menjelaskan kedudukan Al-Qur’an sebagai obat dan rohmat bagi orang-orang yang
beriman:
﴿يَٰأَيُّهَا ٱلنَّاسُ قَد جَآءَتكُم مَّوعِظَةٌ مِّن رَّبِّكُم
وَشِفَآءٌ لِّمَا فِى ٱلصُّدُورِ وَهُدًى وَرَحمَةٌ لِّلْمُؤمِنِينَ﴾
“Wahai
manusia! Sungguh, telah datang kepada kalian pelajaran (Al-Qur’an) dari Robb
kalian, penyembuh bagi penyakit-penyakit yang ada di dalam dada, petunjuk, dan rohmat
bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Yunus: 57)
Bayangkan
betapa besarnya kasih sayang Alloh. Dia tidak hanya menurunkan aturan, tetapi
juga penawar bagi penyakit kesyirikan, keraguan, iri hati, dan segala penyakit
hati lainnya. Apabila hati seorang hamba dipenuhi oleh Al-Qur’an, ia akan
menemukan kedamaian yang tak tertandingi, yang mana kedamaian itu adalah bagian
dari kecintaan Alloh. Ketika seorang hamba menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman
utama, maka Alloh akan membimbingnya, menjaganya, dan menetapkan hatinya di
atas keimanan.
2.3:
Berjuang Melawan Hawa Nafsu dan Syaithon
Jalan
menuju cinta Alloh tidaklah mulus, melainkan dipenuhi tantangan dan rintangan.
Rintangan terbesar berasal dari syaithon dan hawa nafsu (keinginan diri) yang
selalu mengajak kepada keburukan. Perjuangan melawan dua musuh tersembunyi ini
adalah jihad terbesar, yang tanpanya, cinta kepada Alloh akan rapuh dan mudah
digoyahkan oleh godaan dunia.
Kita harus
menyadari bahwa syaithon adalah musuh yang nyata dan tidak akan pernah lelah
untuk menyesatkan kita. syaithon berjanji kepada Alloh untuk selalu menghalangi
manusia dari jalan-Nya yang lurus. Tugas kita adalah menyadari betul tipu daya
ini dan menjadikan syaithon sebagai target utama perlawanan batin kita.
Alloh Ta’ala
berfirman:
﴿إِنَّ ٱلشَّيطَٰنَ لَكُم عَدُوٌّ فَٱتَّخِذُوهُ عَدُوًّاۚ إِنَّمَا يَدعُو حِزبَهُۥ لِيَكُونُوا مِن أَصحَٰبِ ٱلسَّعِيرِ﴾
“Sungguh, syaithon
itu musuh bagi kalian, maka jadikanlah ia musuh (yang nyata bagi kalian).
Sesungguhnya ia hanya mengajak golongannya agar mereka menjadi
penghuni-penghuni api yang menyala-nyala (Neraka).” (QS. Fatir: 6)
Langkah
praktis dalam perlawanan ini adalah dengan senantiasa berdzikir (mengingat
Alloh), yang berfungsi sebagai benteng. Syaithon hanya bisa berbisik dan
menggoda, ia tidak punya kekuasaan memaksa. Siapa yang hatinya kokoh dan
senantiasa berlindung kepada Alloh, maka ia telah memenangkan pertempuran
melawan hawa nafsu dan syaithon. Inilah salah satu bukti cinta tertinggi: rela
berjuang keras demi menyenangkan Alloh dan menjauhi segala yang dibenci-Nya,
meskipun itu sulit bagi diri sendiri.
2.4:
Muhasabah Diri (Introspeksi)
Seorang
musafir yang ingin sampai ke tujuan harus sering-sering mengecek bekal dan peta
perjalanannya. Demikian pula seorang hamba yang mencari cinta Alloh, ia harus
rajin melakukan muhasabah, yaitu introspeksi atau evaluasi diri. Muhasabah
adalah proses jujur menilai amalan, kekurangan, dan dosa yang telah dilakukan,
serta merencanakan perbaikan untuk masa depan.
Melalui
muhasabah, seorang hamba menyadari bahwa dirinya penuh kekurangan, sehingga
tidak ada ruang di hatinya untuk kesombongan. Kesadaran ini memicu taubat
(kembali kepada Alloh) dan memperbaiki diri sebelum terlambat.
Perintah
untuk melihat kembali bekal amalan kita disampaikan oleh Alloh:
﴿يَٰأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا ٱتَّقُوا ٱللَّهَ وَلتَنظُر نَفسٌ مَّا قَدَّمَت لِغَدٍۖ وَٱتَّقُوا ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعمَلُونَ﴾
“Wahai
orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Alloh, dan hendaklah setiap diri
memerhatikan apa yang telah dipersiapkannya untuk hari esok (Akhirat). Dan bertaqwalah
kepada Alloh, sungguh Alloh Maha Mengetahui atas apa yang kalian kerjakan.” (QS.
Al-Hasyr: 18)
Ayat ini
menyandingkan taqwa (rasa takut dan patuh kepada Alloh) dengan kebiasaan
bermuhasabah. Hari esok di sini adalah Hari Kiamat. Hamba yang dicintai adalah
hamba yang fokus pada masa depan abadi. Ia menghitung amalnya, baik yang sudah
dikerjakan maupun yang terlewatkan, seolah-olah ia berhadapan dengan petugas
hisab. Inilah yang menjaga konsistensi seorang hamba di jalan cinta-Nya.
2.5:
Berdoa
Doa adalah
yang pertama dan yang paling utama dalam meraih segala sesuatu, termasuk dalam
cinta Alloh. Nabi ﷺ telah mengajarkan kepada kita
doa agar dicintai Alloh:
«اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ حُبَّكَ وَحُبَّ مَنْ يُحِبُّكَ، وَحُبَّ
عَمَلٍ يُقَرِّبُ إِلَى حُبِّكَ»
“Ya Alloh, aku meminta mencintai-Mu dan mencintai siapa yang
mencintai-Mu serta mencintai amal yang mendekatkan kepada cinta-Mu.” (HR.
At-Tirmidzi no. 3235)
BAB 3: AMALAN PARA PECINTA
3.1: Menegakkan Sholat dengan Khusyu’
Jika ada
amalan yang paling dicintai oleh Alloh, maka salah satunya adalah Sholat yang
ditegakkan dengan penuh perhatian dan kekhusyu’an. Sholat adalah tiang agama,
sekaligus waktu seorang hamba berdialog secara pribadi dengan Robb-nya. Sholat
yang dilakukan secara rutin dan benar berfungsi sebagai pencuci dosa harian dan
penenang hati dari segala kekacauan dunia.
Para
pecinta Alloh memandang Sholat sebagai kebutuhan, bukan beban. Mereka rindu
untuk berdiri di hadapan Alloh, menuangkan segala keluh kesah, dan mencari
pertolongan. Kekhusyu’an adalah ruh Sholat. Kekhusyu’an inilah yang membuat
amalan ini lebih tinggi nilainya untuk diangkat di sisi-Nya, sebagaimana telah
Alloh jelaskan tentang sifat para Mu’min sejati:
﴿قَد أَفلَحَ ٱلمُؤمِنُونَۙ ٱلَّذِينَ هُم فِى صَلَاتِهِم خَٰشِعُونَ﴾
“Sungguh,
telah beruntunglah orang-orang yang beriman, yaitu mereka yang di dalam Sholat
mereka itu khusyu’.” (QS. Al-Mu’minun: 1-2)
Kemenangan
(keberuntungan) di dunia dan Akhirat disandarkan pada sifat khusyu’ ini. Khusyu’
adalah hadirnya hati bersama ucapan dan gerakan, menjauhkan hati dari pikiran
duniawi. Ketika seorang hamba Sholat dengan khusyu’, ia telah mempersembahkan
waktu dan dirinya secara total kepada Alloh, dan ini adalah bukti nyata dari
tingginya kecintaan seorang hamba. Alloh mencintai hamba yang hadir sepenuhnya
di hadapan-Nya.
3.2:
Membiasakan Dzikir dalam Setiap Keadaan
Dzikir
(mengingat Alloh) adalah makanan bagi hati dan cara yang paling ringan namun
berbobot untuk mendekatkan diri kepada Alloh. Dzikir bisa dilakukan di mana
saja dan kapan saja, baik dengan lisan, hati, maupun anggota badan (seperti
merenungkan ciptaan-Nya). Seorang hamba yang hatinya dipenuhi cinta akan
senantiasa menyebut nama yang dicintainya. Begitu pula hamba yang dicintai
Alloh, lidah dan hatinya tidak pernah kering dari dzikrulloh.
Alloh Ta’ala
menjanjikan balasan yang agung bagi hamba yang senantiasa berdzikir kepada-Nya,
bahkan melebihi yang hamba bayangkan:
﴿فَٱذكُرُونِىٓ أَذكُركُم وَٱشكُرُوا لِى وَلَا تَكفُرُونِ﴾
“Maka
ingatlah (dzikirlah) kalian kepada-Ku, niscaya Aku akan mengingat kalian. Dan
bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kalian ingkar (terhadap ni’mat-Ku).” (QS.
Al-Baqoroh: 152)
Janji
Alloh, “niscaya Aku akan mengingat kalian,” adalah puncak dari segala kemuliaan.
Mengapa? Karena ketika Alloh mengingat hamba-Nya, itu berarti Alloh memberikan rohmat,
pertolongan, dan perhatian khusus kepada hamba tersebut. Tidak ada kehormatan
yang lebih besar daripada diingat oleh Pencipta alam semesta. Inilah amalan
yang tanpa batas, yang harus mengalir bersama kehidupan seorang pecinta Alloh.
3.3:
Berbuat Kebaikan kepada Sesama
Cinta
kepada Alloh tidak hanya diwujudkan dalam hubungan vertikal (dengan Alloh)
melalui Sholat dan dzikir, tetapi juga dalam hubungan horizontal (dengan sesama
makhluk). Berbuat baik (ihsan) kepada manusia, hewan, bahkan lingkungan, adalah
cerminan dari hati yang telah dibersihkan oleh cinta ilahi. Orang yang
mencintai Alloh akan mencintai apa yang dicintai oleh Alloh, dan Alloh sangat
mencintai kebaikan.
Sikap
membantu, memberi maaf, dan meringankan beban orang lain adalah cara efektif
untuk meraih kasih sayang Alloh. Amalan ini terangkum dalam sebuah hadits Qudsi
yang agung. Alloh melalui Rosululloh ﷺ
bersabda:
«إِنَّ
اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُدْخِلُ بِالسَّهْمِ الْوَاحِدِ ثَلَاثَةَ نَفَرٍ الْجَنَّةَ:
صَانِعَهُ يَحْتَسِبُ فِي صَنْعَتِهِ الْخَيْرَ، وَالرَّامِيَ بِهِ، وَمُنْبِلَهُ»
“Sungguh,
Alloh memasukkan ke Jannah tiga orang karena satu anak panah: pembuatnya yang
mengharapkan kebaikan dalam pembuatannya, orang yang memanahnya, dan orang yang
mengulurkannya (kepada pemanah).” (HR. Abu Dawud, no. 2513)
Hadits ini
menunjukkan betapa luasnya pintu kebaikan. Bahkan peran sekecil apa pun dalam
membantu suatu kebaikan bisa menjadi sebab masuknya seseorang ke dalam Jannah.
Para pecinta Alloh adalah mereka yang selalu mencari peluang untuk memberi
manfaat dan meringankan penderitaan orang lain, karena dengan memberi cinta
kepada makhluk-Nya, mereka sedang menarik cinta dari Sang Pencipta.
3.4:
Jihad di Jalan Alloh
Amalan
tertinggi yang menunjukkan kesetiaan dan keseriusan seorang hamba dalam
mengejar cinta Alloh adalah jihad, yang dalam arti luasnya adalah berjuang
dengan harta, jiwa, dan waktu untuk meninggikan kalimat Alloh. Jihad mencakup
segala bentuk perjuangan, mulai dari menuntut ilmu, berdakwah (menyampaikan
kebaikan), hingga berkorban secara fisik di medan perang (bagi yang mampu dan
sesuai syariat).
Harta dan
jiwa adalah dua hal yang paling dicintai manusia, dan Alloh menjanjikan
tingkatan tertinggi bagi mereka yang rela mengorbankan keduanya demi-Nya. Alloh
Ta’ala berfirman:
﴿إِنَّ ٱللَّهَ ٱشتَرَىٰ مِنَ ٱلمُؤمِنِينَ أَنفُسَهُم وَأَموَٰلَهُم بِأَنَّ
لَهُمُ ٱلجَنَّةَۚ يُقَٰتِلُونَ فِى سَبِيلِ ٱللَّهِ فَيَقتُلُونَ وَيُقتَلُونَۖ وَعدًا عَلَيهِ حَقًّا فِى ٱلتَّورَىٰةِ وَٱلإِنجِيلِ وَٱلقُرءَانِۚ وَمَن أَوفَىٰ بِعَهدِهِۦ مِنَ ٱللَّهِۚ فَٱستَبشِرُوا بِبَيعِكُمُ ٱلَّذِى بَايَعتُم بِهِۦۚ وَذَٰلِكَ هُوَ ٱلفَوزُ ٱلعَظِيمُ﴾
“Sungguh,
Alloh telah membeli dari orang-orang Mu’min diri-diri mereka dan harta-harta
mereka dengan (balasan) bahwa bagi mereka adalah Jannah. Mereka berperang di
jalan Alloh, lalu mereka membunuh atau terbunuh. Itu adalah janji yang benar
dari Alloh di dalam Taurot, Injil, dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih
menepati janji-Nya daripada Alloh? Maka bergembiralah dengan jual beli kalian
yang telah kalian lakukan itu. Dan itulah kemenangan yang agung.” (QS.
At-Taubah: 111)
Ayat ini
menggambarkan sebuah transaksi abadi: kita menjual harta dan jiwa fana kita,
dan sebagai gantinya, Alloh memberikan Jannah abadi. Para pecinta Alloh
memahami betul nilai transaksi ini. Mereka tidak ragu untuk mengorbankan apa
pun, karena mereka tahu, berjuang di jalan Alloh adalah investasi yang paling
menguntungkan. Inilah puncak amalan yang membuktikan kebenaran pengakuan cinta
seorang hamba.
BAB 4: PERHIASAN HATI YANG DICINTAI
ALLOH
4.1: Ikhlas dalam Setiap Amalan
Kualitas
tertinggi yang harus dimiliki oleh hamba yang dicintai Alloh adalah ikhlas.
Ikhlas berarti memurnikan niat dalam semua ucapan, perbuatan, dan tujuan
semata-mata hanya karena Alloh. Ibadah tanpa keikhlasan diibaratkan seperti
raga tanpa nyawa; ia tampak, tetapi tidak bernilai di sisi Alloh. Ikhlas adalah
pondasi diterimanya semua amal kebajikan.
Rosululloh ﷺ telah mengajarkan bahwa keikhlasan menjadi penentu nasib
seseorang di Hari Kiamat. Amalan yang besar sekalipun, jika ternodai oleh riya’
(ingin dilihat orang) atau sum’ah (ingin didengar orang), bisa menjadi
sebab kebinasaan.
Rosululloh ﷺ bersabda:
«إِنَّمَا
الأَعمَالُ بِالنِّيَّاتِ، وَإِنَّمَا لِكُلِّ امرِئٍ مَا نَوَى، فَمَن كَانَت هِجرَتُهُ
إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، فَهِجرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ، وَمَن كَانَت هِجرَتُهُ
إِلَى دُنيَا يُصِيبُهَا، أَو امرَأَةٍ يَنكِحُهَا، فَهِجرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ
إِلَيهِ»
“Sungguh,
semua amalan itu tergantung pada niat, dan sungguh setiap orang hanya akan
mendapatkan sesuai dengan apa yang ia niatkan. Maka, siapa yang hijrohnya
karena Alloh dan Rosul-Nya, maka hijrohnya itu menuju Alloh dan Rosul-Nya. Dan
siapa yang hijrohnya karena dunia yang ingin ia dapatkan, atau karena wanita
yang ingin ia nikahi, maka hijrohnya itu kepada apa yang ia tuju.” (HR.
Al-Bukhori, no. 1, dan Muslim, no. 1907)
Hadits
agung ini, yang menjadi pembuka di hampir semua kitab hadits, menunjukkan bahwa
niat adalah penentu hasil amalan. Seorang hamba yang ikhlas beramal karena
cinta dan keridhoan Alloh, maka ia akan meraih kecintaan Alloh. Para pecinta
Alloh berusaha keras menyembunyikan amalan kebaikan mereka dari pandangan
manusia, sebagaimana mereka menyembunyikan keburukan mereka.
4.2:
Sabar dalam Ketaatan dan Musibah
Sabar
adalah perhiasan hati yang sangat dicintai Alloh. Sabar bukanlah sikap pasif,
melainkan daya tahan aktif untuk tetap berada di jalan yang benar. Sabar
memiliki tiga dimensi yang harus dijalani oleh hamba yang mencari cinta Alloh:
1. Sabar dalam
menjalankan ketaatan (misalnya, sabar dalam puasa di hari yang panas, atau
sabar bangun Sholat malam).
2. Sabar dalam
menjauhi kemaksiatan (misalnya, sabar menahan diri dari godaan).
3. Sabar
menghadapi takdir dan musibah (misalnya, sabar saat ditimpa kehilangan atau
penyakit).
Alloh
menjanjikan ganjaran yang tak terhingga bagi orang-orang yang sabar. Inilah
janji yang menghibur hati setiap pecinta:
﴿إِنَّمَا يُوَفَّى ٱلصَّٰبِرُونَ أَجرَهُم بِغَيرِ حِسَابٍ﴾
“Sungguh,
hanya orang-orang yang bersabar yang disempurnakan pahala mereka tanpa batas.” (QS.
Az-Zumar: 10)
Ayat ini
menegaskan keutamaan sabar; ganjaran yang diberikan tidak diukur dan dihitung
seperti amal-amal lain, tetapi diberikan secara penuh tanpa batas. Dengan
bersabar, seorang hamba membuktikan bahwa cintanya kepada Alloh lebih kuat
daripada rasa sakit, kesulitan, atau godaan di sekitarnya. Alloh mencintai
mereka yang teguh dalam kesabaran.
4.3:
Tawakkal (Berserah Diri Penuh) kepada Alloh
Setelah
berjuang dan berikhtiar (berusaha) sekuat tenaga, perhiasan hati yang harus
dimiliki seorang pecinta adalah tawakkal, yaitu menyerahkan semua hasil dan
keputusan akhir hanya kepada Alloh. Tawakkal adalah puncak dari keimanan dan
keyakinan akan keesaan Alloh dalam kekuasaan-Nya.
Tawakkal
yang benar tidak berarti berpangku tangan, tetapi berarti menggabungkan ikhtiar
yang sempurna dengan berserah diri yang total. Orang yang bertawakkal tidak
pernah merasa cemas berlebihan terhadap hasil, karena ia yakin segala urusan
ada dalam kendali Dzat Yang Maha Bijaksana.
Alloh Ta’ala
berfirman:
﴿وَمَن يَتَوَكَّل عَلَى ٱللَّهِ فَهُوَ حَسبُهُۥۚ إِنَّ ٱللَّهَ بَٰلِغُ أَمرِهِۦۚ قَد جَعَلَ ٱللَّهُ لِكُلِّ شَىءٍ قَدرًا﴾
“Dan siapa
yang bertawakkal kepada Alloh, maka Dia akan mencukupinya. Sungguh, Alloh akan
mencapai (melaksanakan) urusan-Nya. Sungguh, Alloh telah menetapkan takdir bagi
setiap sesuatu.” (QS. Ath-Tholaq: 3)
Janji “maka
Dia akan mencukupinya” adalah jaminan keamanan, rezeki, dan perlindungan dari
Alloh. Hamba yang dicintai Alloh adalah hamba yang hatinya sangat terikat
kepada Alloh, bukan kepada sebab-sebab dunia. Rasa cukup (qona’ah) dan
ketenangan hati adalah buah dari tawakkal yang murni, yang menjadikan hamba itu
istimewa di sisi-Nya.
4.4:
Syukur atas Ni’mat
Syukur
adalah pengakuan dengan hati, lisan, dan perbuatan terhadap semua ni’mat yang
telah Alloh berikan. Syukur adalah perhiasan yang menjaga ni’mat dan
mendatangkan tambahan ni’mat. Para pecinta Alloh adalah mereka yang hatinya
selalu melihat kebaikan dan karunia Alloh, bahkan dalam kondisi yang sulit
sekalipun.
Syukur
bukan hanya ucapan alhamdulillah, tetapi juga penggunaan ni’mat tersebut di
jalan yang dicintai Alloh. Kesehatan digunakan untuk ketaatan, harta digunakan
untuk infak, dan waktu luang digunakan untuk hal bermanfaat.
Rosululloh ﷺ menggambarkan bagaimana sikap syukur membuat seorang Mu’min
selalu berada dalam kebaikan:
«عَجَبًا
لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ، إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا
لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ
ضَرَّاءُ، صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ»
“Amat
menakjubkan urusan seorang Mu’min. Sungguh, semua urusannya adalah kebaikan,
dan tidak ada yang memiliki (keistimewaan) itu kecuali bagi orang Mu’min. Jika
ia ditimpa kesenangan, ia bersyukur, maka itu menjadi kebaikan baginya. Dan
jika ia ditimpa kesusahan, ia bersabar, maka itu menjadi kebaikan baginya.” (HR.
Muslim, no. 2999)
Hadits ini
menunjukkan bahwa seorang Mu’min sejati selalu menang, baik dalam keadaan
senang (dengan syukur) maupun dalam keadaan susah (dengan sabar). Syukur dan
sabar menjadi perhiasan hati yang menjamin bahwa hamba tersebut adalah hamba
yang dicintai dan selalu berada dalam bimbingan Alloh.
BAB 5: MERAIH
CINTA DENGAN UJIAN
5.1: Ujian Sebagai Bukti Cinta
Bagi
kebanyakan orang, kesulitan, musibah, atau penyakit adalah tanda
ketidakberuntungan. Namun, bagi hamba yang mencari cinta Alloh, ujian dipandang
sebagai saringan, penguat, dan bahkan bukti kasih sayang Alloh. Jika kita
mengaku mencintai Alloh, maka kita pasti akan diuji. Ujian datang untuk
membedakan antara cinta yang sejati dan cinta yang palsu.
Alloh Ta’ala
telah menjelaskan bahwa ujian adalah suatu kepastian bagi setiap orang yang
mengaku beriman, termasuk hamba yang ingin meraih kecintaan-Nya:
﴿أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُترَكُوٓا أَن يَقُولُوٓا ءَامَنَّا
وَهُم لَا يُفتَنُونَۖ وَلَقَد فَتَنَّا ٱلَّذِينَ مِن قَبلِهِمۖ فَلَيَعلَمَنَّ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعلَمَنَّ ٱلكَٰذِبِينَ﴾
“Apakah
manusia menyangka bahwa mereka akan dibiarkan hanya dengan mengatakan, ‘Kami
telah beriman,’ padahal mereka belum diuji? Dan sungguh, Kami telah menguji orang-orang
sebelum mereka, sehingga Alloh pasti mengetahui orang-orang yang benar dan
pasti mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS. Al-‘Ankabut: 2-3)
Ayat ini
mengajarkan bahwa ujian adalah sarana Alloh untuk menampakkan kejujuran hati.
Ketika diuji dengan kehilangan harta, apakah kita tetap bersyukur? Ketika diuji
dengan sakit, apakah kita tetap sabar dalam Sholat? Jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan ini akan membuktikan seberapa besar cinta kita kepada
Alloh. Justru, ujian yang berat seringkali menunjukkan betapa tingginya
kedudukan hamba itu di sisi Alloh.
5.2:
Bersikap Ridho (Rela) terhadap Ketentuan Alloh
Tingkatan
tertinggi setelah sabar dalam menghadapi ujian adalah bersikap ridho, yaitu
menerima dengan lapang dada segala ketentuan yang ditetapkan Alloh, baik yang
menyenangkan maupun yang menyakitkan. Ridho melampaui sabar. Sabar adalah
menahan diri dari keluh kesah, sedangkan ridho adalah hati yang merasa tenang
dan tentram dengan takdir tersebut.
Ridho
muncul dari pengetahuan yang mendalam bahwa Alloh tidak akan menetapkan sesuatu
melainkan di dalamnya pasti ada kebaikan, meskipun akal kita tidak mampu
menjangkaunya. Sikap ridho adalah jalan pintas untuk meraih kecintaan Alloh.
Rosululloh ﷺ bersabda:
«إِنَّ
عِظَمَ الجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ البَلَاءِ، وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ،
فَمَنْ رَضِيَ فَلَهُ الرِّضَا، وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ»
“Sungguh,
besarnya balasan itu bersamaan dengan besarnya ujian. Dan sungguh, jika Alloh
mencintai suatu kaum, Dia akan menguji mereka. Siapa yang ridho, maka baginya
keridhoan (Alloh). Dan siapa yang murka (tidak ridho), maka baginya kemurkaan
(Alloh).” (HR. At-Tirmidzi, no. 2396)
Hadits ini
sangat jelas. Ujian adalah tanda cinta Alloh kepada kaum tersebut. Balasan yang
besar hanya akan diperoleh oleh hamba yang lulus ujian tersebut, yaitu dengan
bersikap ridho. Jika kita ridho terhadap takdir-Nya, maka Alloh akan membalas
dengan keridhoan-Nya, dan keridhoan Alloh adalah puncak dari kecintaan.
5.3:
Kisah Para Kekasih Alloh dalam Menghadapi Ujian
Sepanjang
sejarah, para Rosul, Nabi, dan orang-orang sholih telah menjadi contoh sempurna
dalam menghadapi ujian. Kesabaran Nabi Ayyub dalam menghadapi penyakit yang
bertahun-tahun, keteguhan Nabi Ibrohim yang diperintahkan menyembelih putranya,
hingga perjuangan Rosululloh ﷺ yang diusir dan diperangi
kaumnya, semua itu menunjukkan bahwa ujian adalah jalan para kekasih Alloh.
Mengambil
pelajaran dari kisah-kisah ini akan menguatkan hati kita bahwa kita tidak
sendirian dalam menghadapi kesulitan. Jika para kekasih Alloh diuji dengan
ujian yang berat, mengapa kita harus merasa keberatan dengan ujian kita yang
lebih ringan?
Alloh
menceritakan kepada Rosululloh ﷺ
tentang ujian yang dialami oleh umat-umat terdahulu sebagai penguat hati:
﴿أَم حَسِبتُم أَن تَدخُلُوا ٱلجَنَّةَ وَلَمَّا يَأتِكُم مَّثَلُ ٱلَّذِينَ خَلَوا مِن قَبلِكُمۖ مَّسَّتهُمُ ٱلبَأسَآءُ وَٱلضَّرَّآءُ وَزُلزِلُوا حَتَّىٰ يَقُولَ ٱلرَّسُولُ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا مَعَهُۥ مَتَىٰ نَصرُ ٱللَّهِۗ أَلَآ إِنَّ نَصرَ ٱللَّهِ قَرِيبٌ﴾
“Apakah
kalian mengira bahwa kalian akan masuk Jannah, padahal belum datang kepada
kalian (cobaan) seperti yang dialami orang-orang terdahulu sebelum kalian?
Mereka ditimpa kemelaratan (fakir) dan penderitaan (sakit), dan diguncang
(dengan berbagai ujian) sampai Rosul dan orang-orang yang beriman bersamanya berkata,
‘Kapankah datangnya pertolongan Alloh?’ Ingatlah, sungguh pertolongan Alloh itu
dekat.” (QS. Al-Baqoroh: 214)
Ayat ini
memberikan harapan besar. Meskipun ujian itu berat hingga Rosul dan orang
beriman bertanya kapan pertolongan datang, janji Alloh bahwa pertolongan itu
dekat pasti akan terwujud. Kisah-kisah ini mengajarkan kita untuk tidak putus
asa. Dengan melihat kembali keteguhan para pendahulu, kita semakin yakin bahwa
ujian adalah fase yang harus dilewati untuk meraih janji Jannah dan kecintaan
Alloh.
BAB 6: TANDA CINTA ALLOH KEPADA
HAMBA-NYA
6.1: Diberi Kemudahan dalam Beramal Sholih
Seorang
hamba yang dicintai Alloh akan merasakan perbedaan yang jelas dalam hidupnya,
terutama dalam hal ibadah. Tanda pertama dan paling utama dari kecintaan Alloh
adalah kemudahan untuk melakukan ketaatan dan merasa berat saat harus
bermaksiat.
Bukan
berarti hamba yang dicintai tidak pernah lalai atau berbuat dosa, tetapi ketika
ia berbuat dosa, ia segera dipalingkan kembali dan diberi taufik untuk segera
bertaubat. Sebaliknya, orang yang dibenci Alloh mungkin merasa mudah dalam
kemaksiatan dan berat dalam ketaatan.
Kemudahan
beramal sholih adalah ni’mat yang harus disyukuri. Alloh menjelaskan bahwa Dia
akan membimbing orang yang jujur dalam ketaatannya:
﴿وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُوا فِينَا لَنَهدِيَنَّهُم
سُبُلَنَاۚ وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلمُحسِنِينَ﴾
“Dan
orang-orang yang berjuang (bersungguh-sungguh) di jalan Kami, sungguh Kami akan
menunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sungguh, Alloh itu bersama
orang-orang yang berbuat kebaikan (ihsan).” (QS. Al-‘Ankabut: 69)
Ayat ini
memberikan jaminan. Siapa yang mengerahkan usahanya untuk berjuang di jalan
Alloh (baik itu melawan hawa nafsu, berbuat baik, atau belajar ilmu), Alloh
akan memberikan bimbingan dan taufik. Bimbingan (hidayah) inilah yang
memungkinkan hamba untuk secara konsisten berdiri Sholat malam, berinfak, atau
berpuasa sunnah, padahal orang lain merasa sulit melakukannya. Kemampuan
beramal sholih itu sendiri adalah karunia dan tanda bahwa Alloh sedang
mencintainya.
6.2:
Diberi Pemahaman Agama yang Baik
Cinta Alloh
juga ditandai dengan karunia berupa pemahaman yang mendalam tentang agama.
Alloh berfirman:
﴿يُؤتِى ٱلحِكمَةَ مَن يَشَآءُۚ وَمَن يُؤتَ ٱلحِكمَةَ فَقَد أُوتِيَ خَيرًا كَثِيرًاۗ وَمَا يَذَّكَّرُ إِلَّآ أُولُوا ٱلأَلبَٰبِ﴾
“Dia
(Alloh) memberikan hikmah (kebijaksanaan atau pemahaman agama) kepada siapa
yang Dia kehendaki. Dan siapa yang diberi hikmah, sungguh dia telah diberi
kebaikan yang banyak. Dan tidak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali
orang-orang yang berakal.” (QS. Al-Baqoroh: 269)
Hikmah di
sini sering ditafsirkan sebagai pemahaman yang benar dan mendalam mengenai
Kitabullah dan Sunnah Rosul-Nya. Kebaikan yang banyak (خَيرًا كَثِيرًا) adalah keutamaan yang dicari oleh setiap pecinta Alloh.
Hal ini
diperkuat oleh sabda Rosululloh ﷺ:
«مَن يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيرًا يُفَقِّههُ فِي الدِّينِ»
“Siapa yang
Alloh kehendaki kebaikan baginya, maka Dia akan memberinya pemahaman dalam
agama.” (HR. Al-Bukhori, no. 71, dan Muslim, no. 1037)
Pemahaman
agama adalah syarat utama kebaikan. Hamba yang dicintai tidak hanya sekadar
hafal dalil, tetapi diberi kemampuan untuk membedakan antara yang benar dan
salah, mengamalkan sesuai prioritas, dan bersikap bijak dalam menghadapi
masalah agama dan dunia. Karunia ini adalah bukti bahwa Alloh telah memilihnya
untuk menjadi pewaris ilmu para Nabi.
6.3:
Dicintai oleh Para Penghuni Langit dan Bumi
Salah satu
tanda termanis dari kecintaan Alloh adalah ketika Dia menyebarkan cinta-Nya
kepada hamba tersebut, sehingga ia dicintai oleh para Malaikat di langit dan
diberikan penerimaan (qobul) di hati manusia di bumi. Ini adalah karunia
yang sering disebut sebagai qobul (penerimaan).
Penerimaan
ini tidak selalu berarti terkenal di seluruh dunia, tetapi berarti hamba
tersebut memiliki pengaruh yang baik, doanya didengar, dan kehadirannya membawa
ketenangan dan keberkahan bagi orang-orang di sekitarnya.
Rosululloh ﷺ bersabda:
«إِذَا
أَحَبَّ اللَّهُ العَبْدَ نَادَى جِبْرِيلَ: إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ فُلاَنًا فَأَحْبِبْهُ،
فَيُحِبُّهُ جِبْرِيلُ، فَيُنَادِي جِبْرِيلُ فِي أَهْلِ السَّمَاءِ: إِنَّ اللَّهَ
يُحِبُّ فُلاَنًا فَأَحِبُّوهُ، فَيُحِبُّهُ أَهْلُ السَّمَاءِ، ثُمَّ يُوضَعُ لَهُ
القَبُولُ فِي الأَرْضِ»
“Apabila
Alloh mencintai seorang hamba, Dia memanggil Jibril: “Sungguh, Alloh mencintai
si fulan, maka cintailah dia.” Lalu Jibril mencintainya. Kemudian Jibril
mengumumkan kepada penduduk langit: “Sungguh, Alloh mencintai si fulan, maka
cintailah dia.” Lalu penduduk langit mencintainya. Kemudian diletakkanlah
baginya penerimaan (kecintaan) di bumi.” (HR. Al-Bukhori, no. 3209, dan
Muslim, no. 2637)
Betapa
mulianya hamba ini. Cinta bermula dari Alloh, turun ke Jibril, diteruskan
kepada seluruh penghuni langit (para Malaikat), dan diakhiri dengan penerimaan
di hati manusia. Mencintai orang yang dicintai Alloh adalah fitrah yang Alloh
tanamkan dalam hati orang-orang sholih.
6.4:
Akhir Hidup yang Baik (Husnul Khotimah)
Puncak dari
segala tanda dan bukti kecintaan Alloh adalah Husnul Khotimah, yaitu akhir
hidup yang baik. Seluruh perjalanan hidup, dari akar cinta di hati hingga
perjuangan melawan hawa nafsu, dipertaruhkan pada saat-saat terakhir kehidupan.
Husnul
Khotimah adalah anugerah terbesar. Hamba yang dicintai Alloh akan dimudahkan
untuk mengucapkan kalimat tauhid, atau meninggal saat sedang melakukan amal sholih
seperti Sholat, puasa, atau menuntut ilmu.
Rosululloh ﷺ bersabda:
«إِذَا
أَرَادَ اللَّهُ بِعَبْدٍ خَيْرًا اسْتَعْمَلَهُ» فَقِيلَ: كَيْفَ يَسْتَعْمِلُهُ يَا
رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «يُوَفِّقُهُ لِعَمَلٍ صَالِحٍ قَبْلَ المَوْتِ»
“Apabila
Alloh menghendaki kebaikan bagi seorang hamba, Dia akan menggunakannya.” Para Sahabat
bertanya: “Bagaimana Dia menggunakannya?” Beliau menjawab: “Dia memberinya
taufik untuk beramal sholih sebelum kematiannya.” (HR. At-Tirmidzi, no. 2142)
Taufik
untuk beramal sholih sesaat sebelum meninggal adalah indikasi kuat bahwa Alloh
mencintainya dan ingin menutup lembaran hidup hamba tersebut dengan catatan
terbaik. Sebaliknya, orang yang berpaling dari Alloh dan terjerumus dalam dosa,
dikhawatirkan akan diwafatkan dalam keadaan buruk (su’ul khotimah). Oleh
karena itu, para pecinta Alloh senantiasa memohon keteguhan dan akhir yang
baik, karena itu adalah penentu kebahagiaan abadi di sisi Alloh.
PENUTUP
Enam bab
yang sudah kita baca ini, jika dipahami dengan baik dan berusaha dipraktikkan,
maka dengan karunia-Nya, kita akan meraih cinta Alloh.
Jika Anda
ingin lebih sederhana memahami buku ini, maka ingatlah cara praktis agar
dicintai Alloh:
1. Beriman dan
senantiasa meningkatkan iman.
2. Senantiasa
menambah ilmu agar bertambah pengetahuan apa saja yang Alloh cintai untuk
dikerjakan dan apa yang Alloh benci untuk dijauhi. Ilmu terbaik adalah
menyibukkan diri dengan Kitab-Nya.
3. Senantiasa
menjaga kewajiban harian, terutama Sholat 5 waktu.
4. Berusaha
berbuat baik kepada hamba Alloh, terutama menjauhkan diri dari menzholimi
mereka.
5. Berusaha
menambah amalan Sunnah, agar lebih dicintai Alloh dan agar menjaga diri dalam
zona ketaatan.
Semoga yang
sedikit ini bermanfaat.
“Ya Alloh,
cintailah kami dan terimalah ini dari kami.”
Nor Kandir
Surabaya,
Jumadal Akhiroh 1447 H (2025)
