[]

25 Khutbah Ringkas Jum'at - Nor Kandir - PUSTAKA SYABAB

 25 Khutbah Ringkas Jum'at - Nor Kandir - PUSTAKA SYABAB Download PDF or WORD Pendahuluan Segala puji milik Allah. Semoga sholawat dan ...

 25 Khutbah Ringkas Jum'at - Nor Kandir - PUSTAKA SYABAB


Download PDF or WORD

Pendahuluan

Segala puji milik Allah. Semoga sholawat dan salam terlimpah untuk Rosulullah , keluarganya, dan para Sahabatnya. Amma ba’du:

Buku ini menghimpun 25 materi ringkas untuk khutbah Jumat, dan dua di antaranya khutbah Id.

Buku ini adalah artikel berseri yang dimuat di rubrik Khutbah Jum’at dari tahun 2015-2018 di majalah Masajid milik Yayasan Bina Muwahhidin Surabaya, di bawah asuhan Ustadz Dr. Ainul Harits $.

Naskah yang saya masukkan di sini bukanlah naskah yang sudah dikoreksi oleh tim majalah, tapi naskah mentahan. Lalu naskah ini saya baca ulang dan kukoreksi sendiri.

Di antara masa-masa indah bersama Ustadz Dr. Ainul Harits $ adalah nasihat beliau kepada kami atas koreksi huruf kecil pada simbol-simbol agama, seperti masjid, nabi, rasul, kitab, surga, neraka. Beliau berpandangan, semestinya ditulis besar (kapital) menjadi Masjid, Nabi, Rosul, Kitab, Surga, Neraka. Tujuannya agar mengagungkan dan membesarkan perkara agama. Lalu ide ini kusambut dengan baik, lalu kutambahi dengan mengganti ejaan a menjadi o, misalnya shalat kutulis sholat, umrah kutulis umroh. Tujuannya agar orang awam tidak salah baca. Semoga kebaikan ini menjadi jariyah untuk beliau di alam barzah. Semoga Allah menyayanginya, $.

Apa yang saya tulis ini, tidak terlepas dari luput dan salah. Tegur sapa bisa dilayangkan ke 085730-219-208.

Semoga Allah menerima semua kebaikan kita.

 

Surabaya, 1443 H/2021 M

Nor Kandir


 

01. Tebarkan Salam Raih As-Salam

Khutbah Pertama

الْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلَىٰ نِعِمَّائِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَىٰ جَزِيلِ عَطَائِهِ

وَأَشْهَدُ أَن لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ، وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، شَهَادَةً تُنْجِي مِنَ العَذَابِ

وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا وَسَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الشَّافِعُ المُشَفَّعُ يَوْمَ الْحِسَابِ، صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ

أَمَّا بَعْدُ:

فَيَا أَيُّهَا الْمُسْلِمُونَ، اتَّقُوا اللهَ وَرَاقِبُوهُ، وَأَطِيعُوهُ، وَلَا تُعْصُوهُ

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Marilah kita senantiasa bertakwa kepada Allah Subhānahū wa Ta’ālā dengan sebenar-benar takwa dan marilah kita menjadi hamba-hamba-Nya yang bersaudara dengan menebarkan salam.

Jama’ah Jum’ah Rohimakumullah

Allah telah memuliakan kita dengan salam yang mengandung doa kesejahteraan dan keselamatan yang tidak Allah berikan kepada umat terdahulu. Orang Mukmin terbaik adalah yang paling gemar mengucapkan salam. Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash bahwa ada seorang lelaki bertanya kepada Nabi tentang amal terbaik dalam Islam? Jawab beliau:

«تُطْعِمُ الطَّعَامَ، وَتَقْرَأُ السَّلاَمَ عَلَىٰ مَنْ عَرَفْتَ وَمَنْ لَمْ تَعْرِفْ»

“Engkau memberi makan dan mengucapkan salam kepada orang yang engkau kenal maupun tidak engkau kenal.” (HR. Al-Bukhori no. 12 dan Muslim no. 39)

Menyebarkan salam merupakan tanda keimanan seseorang yang menjadikan di antara mereka rasa kasih sayang dan saling mencintai. Itulah keimanan sejati.

Diriwayatkan dari Abu Huroiroh bahwa Nabi bersabda:

«لَا تَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ حَتَّى تُؤْمِنُوا، وَلَا تُؤْمِنُوا حَتَّى تَحَابُّوا، أَوَلَا أَدُلُّكُمْ عَلَىٰ شَيْءٍ إِذَا فَعَلْتُمُوهُ تَحَابَبْتُمْ؟ أَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ»

“Demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, kalian tidak akan masuk Surga hingga beriman dan kalian tidak beriman hingga saling mencintai. Maukah kalian kutunjukkan sesuatu yang andai kalian lakukan akan saling mencintai? Sebarkan salam di antara kalian.” (HR. Muslim no. 54)

Menyebarkan salam merupakan sarana masuk Surga dengan selamat. Diriwayatkan dari ‘Abdullah bin Salam bahwa Nabi bersabda:

«يَا أَيُّهَا النَّاسُ، أَفْشُوا السَّلَامَ، وَأَطْعِمُوا الطَّعَامَ، وَصَلُّوا وَالنَّاسُ نِيَامٌ؛ تَدْخُلُونَ الجَنَّةَ بِسَلَامٍ»

“Wahai manusia, tebarkan salam, berilah makan, dan sholatlah saat manusia tidur niscaya kalian masuk Surga dengan selamat.” (HR. At-Tirmidzi no. 2485 dan dishohihkan oleh Syaikh Al-Albani)

As-Salam merupakan salah satu nama Allah yang sempurna, maknanya: Allah Pemberi keselamatan, kesejahteraan, dan anugrah kepada makhluk-Nya. Siapa yang suka diberi salam (kesejahteraan dan keselamatan) oleh Allah As-Salam ini maka hendaklah ia menyebarkan salam. Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Nabi bersabda:

«إِنَّ السَّلَامَ اسْمٌ مِنْ أَسْمَاءِ اللَّهِ تَعَالَى وَضَعَهُ اللهُ فِي الْأَرْضِ، فَأَفْشُوا السَّلَامَ بَيْنَكُمْ»

“Sesungguhnya Salam termasuk nama dari nama-nama Allah Ta’ala yang diletakkan-Nya di bumi. Maka tebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Al-Bukhori no. 989 dalam Al-Adab Al-Mufrad dan dihasankah Syaikh Al-Albani)

Menurut kita, orang bakhil adalah yang tidak mau memberi kita rupiah atau barang, tetapi bakhil sejatinya adalah orang yang bakhil menerbarkan salam. Diriwayatkan dari Abu Huroiroh bahwa Nabi bersabda:

«أَبْخَلُ النَّاسِ الَّذِي يَبْخَلُ بِالسَّلَامِ، وَإِنَّ أَعْجَزَ النَّاسِ مَنْ عَجِزَ بِالدُّعَاءِ»

“Manusia yang paling bakhil adalah yang bakhil (mengucapkan) salam, sementara manusia yang paling lemah adalah yang lemah untuk berdoa.” (HR. Al-Bukhori no. 1049 dalam Al-Adab Al-Mufrad dan dihasankan Syaikh Al-Albani)

Menebar salam merupakan sarana mendapatkan ampunan Allah. Diriwayatkan dari Hani bin Yazid bahwa Nabi bersabda:

«إِنَّ مُوجِبَاتِ الْمَغْفِرَةِ؛ بَذْلُ السَّلاَمِ، وَحُسْنُ الْكَلَامِ»

“Sesungguhnya perkara yang mewajibkannya mendapat ampunan adalah mencurahkan salam dan akhlak mulia.” (Shohihul Jami no. 2232 dan dishohihkan Syaikh Al-Albani)

Salam termasuk hak Muslim dari kita yang wajib kita tunaikan. Memang memulai salam hukumnya tidak wajib tetapi menjawab salam hukumnya wajib dan kita berdosa bila tidak menjawab salam saudara kita. Diriwayatkan dari Abu Huroiroh :

«حَقُّ الْمُسْلِمِ عَلَىٰ الْمُسْلِمِ خَمْسٌ: رَدُّ السَّلاَمِ، وَعِيَادَةُ الْمَرِيْضِ، وَاتِّبَاعُ الْجَنَائِزِ، وَإِجَابَةُ الدَّعْوَةِ، وَتَشْمِيْتُ الْعَاطِسِ»

Hak Muslim atas Muslim lainnya adalah menjawab salam, menjenguk yang sakit, mengiringi jenazah, memenuhi undangan, dan mendoakan yang bersin.” (HR. Al-Bukhori no. 1240 dan Muslim no. 2162)

بَارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيمِ

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ الَّذِيْ خَلَقَ الْخَلْقَ لِيَعْبُدُوْهُ، وَأَبَانَ آيَاتِهِ لِيَعْرِفُوْهُ.

وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ نَبِيَّنَا وَإِمَامَنَا وَقُدْوَتَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

أَمَّا بَعْدُ:

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Kita bangga dianuragi Allah syariat salam. Salam adalah kebanggaan umat ini. Tidakkah kita patut berbangga karena umat Yahudi iri dengan salam kita? Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rosulullah bersada:

«مَا حَسَدَتْكُمُ الْيَهُودُ عَلَىٰ شَيءٍ، مَا حَسَدَتْكُمْ عَلَىٰ السَّلاَمِ وَالتَّأْمِينِ»

“Yahudi tidak iri kepada kalian atas sesuatu melebihi iri mereka kepada kalian atas salam dan amin (saat sholat).” (Shohihul Jami’ no. 5613 dan dishohihkan Syaikh Al-Albani)

Demikian khutbah yang bisa disampaikan siang hari ini. Semoga kita semakin gemar menebarkan salam.

اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ.

﴿رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

/


 

02. Anugrah Terindah Untuk Umat Muhammad

Khutbah Pertama

إنَّ الحَمْدَ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَهْدِيهِ وَنَشْكُرُهُ، وَنُعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ.

وَأَشْهَدُ أنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ ونَصَرَ عَبْدَهُ وأَعَزَّ جُنْدَهُ وهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ.

وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيبَنَا وَقَائِدَنَا وَقُرَّةَ أَعْيُنِنا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ وَصَفِيُّهُ وَحَبِيبُهُ، صلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ كُلِّ رَسُولٍ أَرْسَلَهُ.

أَمَّا بَعْدُ:

عِبَادَ اللهِ فَإِنِّي أُوصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ

Ma’asyirol Muslimin Rohimakumullah...

Segala puji bagi Allah yang telah memberi kita anugrah terbesar yaitu nikmat Islam dan iman. Sungguh Allah telah memberi anugrah agung kepada kita atas dimasukkannya kita kepada Islam. Hanya agama ini yang Allah terima dan dimasukkan ke Surga. Allah berfirman:

﴿إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الإسْلاَمُ

Sesungguhnya agama (yang diridhoi) di sisi Allah hanyalah Islam. (QS. Ali Imrōn [3]: 19)

﴿وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإسْلاَمِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

Barang siapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu), dan dia di Akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (QS. Ali Imrōn [3]: 85)

Sungguh Allah telah memberi anugrah agung kepada kita atas diberikannya kita Al-Qur`an yang tidak diberikan kepada umat-umat terdahulu yang semisalnya. Kitab yang Allah jamin sendiri penjagaannya dan menjamin kebahagian bagi yang menjadikannya sebagai pedoman. Allah berfirman:

﴿إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ

 “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar memeliharanya.” (QS. Al-Hijr [15]: 9)

﴿فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى فَمَنِ اتَّبَعَ هُدَايَ فَلاَ يَضِلُّ وَلَا يَشْقَى

“Jika datang kepadamu petunjuk dari-Ku, lalu barang siapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka. (QS. Thōhā [20]: 123)

Sungguh Allah telah memberi anugrah agung kepada kita atas dijadikan-Nya Nabi kita sebagai Nabi terbaik secara mutlak. Untuk itulah hanya beliau yang diizinkan membuka pintu Surga pertama kali, bukan Nabi Adam, Nuh, Ibrohim, Musa, atau ‘Isa ‘Alaihimussalam. Beliau bersabda:

«آتِي بَابَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَأَسْتفْتِحُ، فَيَقُولُ الْخَازِنُ: مَنْ أَنْتَ؟ فَأَقُولُ: مُحَمَّدٌ، فَيَقُولُ: بِكَ أُمِرْتُ لَا أَفْتَحُ لِأَحَدٍ قَبْلَكَ»

“Aku mendatangi pintu Surga pada hari Kiamat lalu meminta agar dibuka. Sang penjaga berkata, ‘Siapa kamu?’ Kujawab, ‘Muhammad.’ Katanya, ‘Hanya kepadaku aku diperintah agar tidak membuka kepada seorang pun sebelum Anda.” (HR. Muslim no. 197)

Sungguh Allah telah memberi anugrah agung kepada kita atas dijadikannya kita umat terbaik dari umat-umat terdahulu. Allah Subhānahū wa Ta’ālā berfirman:

﴿كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ

Kalian adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah.” (QS. Ali Imrōn [3]: 110)

﴿وَلَا تَهِنُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَنْتُمُ الأَعْلَوْنَ إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ

Janganlah kalian bersikap lemah, dan janganlah (pula) kalian bersedih hati, karena kalianlah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kalian orang-orang yang beriman. (QS. Ali Imrōn [3]: 139)

Nabi bersabda:

«أَنْتُمْ تُتِمُّونَ سَبْعِينَ أُمَّةً، أَنْتُمْ خَيْرُهَا وَأَكْرَمُهَا عَلَىٰ اللَّهِ»

“Kalian adalah penyempurna 70 umat terdahulu dan kalianlah umat terbaik dan termulia di sisi Allah.” (HR. At-Tirmidzi no. 3001 dan dinilai hasan oleh Syaikh Al-Albani dan Ibnu Hajar)

Sungguh Allah telah memberi anugrah agung kepada kita atas dijadikan-Nya syariat agama kita sebagai syariat termudah dan paling banyak pahalanya. Allah Subhānahū wa Ta’ālā berfirman:

﴿الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الأمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيلِ، يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ، وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ، وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالأغْلالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ، فَالَّذِينَ آمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ

“(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rosul, Nabi yang umi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurot dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang makruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharomkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur'an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-A’rōf [7]: 157)

Di antara bentuk kemudahan itu adalah kita dimudahkan sholat di mana saja dan bersuci dengan debu jika tidak ada air, sementara umat terdahulu tidak.

Kita dimudahkan puasa dari terbit matahari sampai tenggelam, sementara umat terdahulu tidak boleh berbuka hingga muncul bintang-bintang bahkan sebagian umat diteruskan sampai waktu sahur.

Kita dimudahkan dan dilipatkan dalam pahala dengan Lailatul Qodar dan Romadhon sehingga mengungguli umat terdahulu padahal umur mereka ada yang seribu tahun, sehingga sholat kita yang 5 kali sehari senilai 50 kali pahalanya.

Kita dimudahkan dalam membersihkan najis dengan mengguyurnya memakai air, sementara umat terdahulu dengan merobek baju yang terkenan najis.

Kita dimudahkan bertaubat dengan istighfar dan Allah menerima taubat kita, sementara umat terdahulu taubatnya dengan bunuh diri dan setiap maksiat memunculkan tanda di rumah mereka.

اللّٰهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الجَنَّةَ ونَسْأَلُكَ الفِردَوْسَ الأَعْلَى يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.

هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُم.

Khutbah Kedua

إنَّ الحَمْدَ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَهْدِيهِ وَنَشْكُرُهُ، وَنُعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ.

وَأَشْهَدُ أنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيبَنَا وَقَائِدَنَا وَقُرَّةَ أَعْيُنِنا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ وَصَفِيُّهُ وَحَبِيبُهُ، صلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ كُلِّ رَسُولٍ أَرْسَلَهُ.

أَمَّا بَعْدُ:

عِبَادَ اللهِ فَإِنِّي أُوصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ

﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَىٰ النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

«للَّهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ»

﴿رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَىٰ الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

﴿رَبَّنَا إِنَّنَا سَمِعْنَا مُنَادِيًا يُنَادِي لِلإيمَانِ أَنْ آمِنُوا بِرَبِّكُمْ فَآمَنَّا رَبَّنَا فَاغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَكَفِّرْ عَنَّا سَيِّئَاتِنَا وَتَوَفَّنَا مَعَ الأبْرَارِ* رَبَّنَا وَآتِنَا مَا وَعَدْتَنَا عَلَىٰ رُسُلِكَ وَلا تُخْزِنَا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّكَ لا تُخْلِفُ الْمِيعَادَ

﴿رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

/


 

03. Memakmurkan Masjid Tanda Keimanan

Khutbah Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ.

وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ.

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا اتَّقُوْا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوْتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوْا رَبَّكُمُ الَّذِيْ خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أَمَّا بَعْدُ:

«فَإِنَّ أَصْدَقَ الْحَدِيْثِ كَلَامُ اللَّهِ، وَخَيْرَ الْهَدْيِ هَدْيُ مُحَمَّدٍ ﷺ، وَشَرَّ الْأُمُوْرِ مُحْدَثَاتُهَا، وَكُلَّ مُحْدُثَةٍ بِدْعَةٌ، وَكُلَّ بِدْعَةٌ ضَلاَلَةٌ، وَكُلَّ ضَلاَلَةٍ فِي النَّارِ»

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...…

Allah Subhānahū wa Ta’ālā berfirman:

﴿إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ، وَأَقَامَ الصَّلاةَ وَآتَى الزَّكَاةَ وَلَمْ يَخْشَ إِلا اللَّهَ، فَعَسَى أُولَئِكَ أَنْ يَكُونُوا مِنَ الْمُهْتَدِينَ

“Hanyalah yang memakmurkan Masjid-Masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan sholat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapa pun) selain kepada Allah, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. At-Taubah [9]: 18)

Ayat yang mulia ini memberi kabar gembira atas pengakuan Allah terhadap keimanan orang yang memakmurkan Masjid-Masjid-Nya, bahkan pengakuan ini langsung dari Allah bukan makhluk-Nya. Padahal keimanan adalah sumber segala keberuntungan di dunia dan di Akhirat.

Ini dipertegas dalam sebuah hadits:

«إِذَا رَأَيْتُمُ الرَّجُلَ يَعْتَادُ المَسْجِدَ فَاشْهَدُوا لَهُ بِالإِيمَانِ»

“Jika kamu melihat orang rajin mendatangi Masjid, maka persaksikanlah ia sebagai orang yang beriman karena Allah berfirman:

﴿إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ

Hanyalah yang memakmurkan Masjid-Masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian.” (HR. At-Tirmidzi no. 3097 dan dilemahkan Al-Albani tetapi maknanya shohih)

Syaikh As-Sa’di $ berkata, “Allah menyifati mereka dengan keimanan yang bermanfaat, mengerjakan amal sholih dimana sholat dan zakat adalah induknya, dan rasa takut kepada Allah yang merupakan pokok segala kebaikan. Mereka inilah orang-orang yang memakmurkan Masjid sebenarnya dan yang berhak menjadi ahlinya.” (Tafsir As-Sa’di hal. 331)

Adapun kata “memakmurkan” adalah salah satu arti dari sebuah kata dalam bahasa Arab yaitu ( عَمَرَ - يَعْمُرُ - عِمَارَةً ) yang juga memiliki banyak arti lain di antaranya: menghuni (mendiami), menetapi, menyembah, mengabdi (berbakti), membangun (mendirikan), mengisi, memperbaiki, mencukupi, menghidupkan, menghormati dan memelihara.

Dengan demikian, yang dimaksud “memakmurkan Masjid” adalah (1) membangun dan mendirikan Masjid, (2) mengisi dan menghidupkannya dengan berbagai ibadah dan ketaatan kepada Allah, (3) menghormati dan memeliharanya dengan cara membersihkannya dari kotoran-kotoran dan sampah serta memberinya wewangian.

Dari definisi ini, memakmurkan Masjid ada dua bentuk yaitu hissi (fisik) dan maknawi. Di antara bentuk hissi adalah membangun dan memelihara Masjid dengan sebaik-baiknya sehingga nyaman bagi orang-orang yang ibadah dengan menghilangkan kotoran atau memberi wewangian.

Tentang hissi ini, diriwayatkan dari Utsman bin Affan berkata: saya mendengar Nabi bersabda:

«مَنْ بَنَى مَسْجِدًا يَبْتَغِى بِهِ وَجْهَ اللَّهِ، بَنَى اللَّهُ لَهُ مِثْلَهُ فِى الْجَنَّةِ»

Barangsiapa yang membangun Masjid demi mencari Wajah Allah, maka Allah akan membangunkan untuknya istana di Surga.” (HR. Al-Bukhori no. 450 dan Muslim no. 533)

Meskipun yang mampu dibangun hanya sepetak atau sebagian saja dari Masjid. Nabi besabda:

«مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلّٰهِ كَمَفْحَصِ قَطَاةٍ، أَوْ أَصْغَرَ، بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ»

“Barangsiapa yang membangun Masjid karena Allah meskipun sebesar sarang burung bahkan lebih kecil dari itu, Allah akan membangunkan untuknya sebuah istana di Surga.” (HR. Ibnu Majah no. 738 dan dishohihkan Al-Albani)

Di antaranya pula adalah membersihkan dan mewangikan Masjid. ‘Aisyah ڤ berkata:

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ أَمَرَ بِالْمَسَاجِدِ أَنْ تُبْنَى فِي الدُّورِ، وَأَنْ تُطَهَّرَ وَتُطَيَّبَ

“Rosulullah memerintahkan agar Masjid dibangun di kampung-kampung dan agar dibersihkan dan diberi wewangian.” (HR. Ibnu Majah no. 758 dan dishohihkan Al-Albani)

Adapun memakmurkan Masjid secara maknawi adalah meramaikan Masjid dengan ibadah-ibadah seperti berdzikir, sholat berjamaah, membaca Al-Qur`an, majlis taklim, dan kegiatan umat lainnya.

Empat ibadah ini adalah pokok ibadah di Masjid. Nabi bersabda:

«إِنَّ هَذِهِ الْمَسَاجِدَ لَا تَصْلُحُ لِشَيْءٍ مِنْ هٰذَا الْبَوْلِ وَلَا الْقَذَرِ، إِنَّمَا هِيَ لِذِكْرِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالصَّلَاةِ وَقِرَاءَةِ الْقُرْآنِ»

Sesungguhnya Masjid-Masjid bukan untuk tempat kencing dan kotoran tetapi hanya untuk berdzikir kepada Allah, sholat, dan membaca Al-Qur`an.(HR. Muslim no. 285)

Tentang dzikir ini, Allah mencela orang-orang yang menghalang-halangi manusia dari menyebut nama Allah di dalam Masjid-Masjid-Nya dalam firman-Nya:

﴿وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ مَنَعَ مَسَاجِدَ اللَّهِ أَنْ يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ وَسَعَى فِي خَرَابِهَا، أُولَئِكَ مَا كَانَ لَهُمْ أَنْ يَدْخُلُوهَا إِلَّا خَائِفِينَ، لَهُمْ فِي الدُّنْيَا خِزْيٌ وَلَهُمْ فِي الْآخِرَةِ عَذَابٌ عَظِيمٌ

“Dan siapakah yang lebih aniaya daripada orang yang menghalang-halangi menyebut nama Allah dalam Masjid-Masjid-Nya dan berusaha untuk merobohkannya? Mereka itu tidak sepatutnya masuk ke dalamnya (Masjid Allah), kecuali dengan rasa takut (kepada Allah). Mereka di dunia mendapat kehinaan dan di Akhirat mendapat siksa yang berat.” (QS. Al-Baqoroh [2]: 114)

Sedangkan sholat, khususnya sholat fardhu berjama’ah,  Nabi bersabda:

«مَنْ تَوَضَّأَ لِلصَّلَاةِ فَأَسْبَغَ الْوُضُوءَ، ثُمَّ مَشَى إِلَى الصَّلَاةِ الْمَكْتُوبَةِ، فَصَلَّاهَا مَعَ النَّاسِ أَوْ مَعَ الْجَمَاعَةِ أَوْ فِي الْمَسْجِدِ غَفَرَ اللهُ لَهُ ذُنُوبَهُ»

“Barangsiapa berwudhu untuk sholat, lalu dia menyempurnakan wudhunya, kemudian berjalan menuju sholat fardhu, lalu dia sholat bersama manusia —yakni jama’ah di Masjid—, niscaya Allah ampuni dosa-dosanya.” (HR. Muslim no. 232)

Tentang memakmurkan Masjid dengan tiwalah Al-Qur`an, Nabi bersabda:

«وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوتِ اللهِ، يَتْلُونَ كِتَابَ اللهِ، وَيَتَدَارَسُونَهُ بَيْنَهُمْ، إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمِ السَّكِينَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيمَنْ عِنْدَهُ»

“Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (Masjid), untuk membaca Kitabullah (Al-Qur’an) dan mempelajarinya di antara mereka melainkan akan turun ketentraman kepada mereka, rohmat akan menyelimuti mereka, para Malaikat menaungi mereka, dan Allah akan membanggakan mereka di hadapan para Malaikat di sisi-Nya.” (HR. Muslim no. 2699)

Tentang memakmurkan dengan majlis taklim, disebutkan oleh Nabi :

«مَنْ جَاءَ مَسْجِدِي هٰذَا، لَمْ يَأْتِهِ إِلَّا لِخَيْرٍ يَتَعَلَّمُهُ أَوْ يُعَلِّمُهُ، فَهُوَ بِمَنْزِلَةِ الْمُجَاهِدِ فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَمَنْ جَاءَ لِغَيْرِ ذَلِكَ، فَهُوَ بِمَنْزِلَةِ الرَّجُلِ يَنْظُرُ إِلَى مَتَاعِ غَيْرِهِ»

“Barangsiapa datang ke Masjidku ini, tidak lain kecuali untuk mempelajari kebaikan atau mengajarkannya, maka dia bagaikan mujahid di jalan Allah, sedangkan yang datang untuk selain itu maka bagaikan orang yang cuma melihat-lihat harta orang lain.” (HR. Ibnu Majah no. 227 dan dishohihkan Al-Albani)

أَقُولُ هٰذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ لِي وَلَكُمْ

Khutbah Kedua

اْلحَمْدُ للهِ عَلىَ إِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَىٰ تَوْفِيْقِهِ وَامْتِنَانِهِ.

وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ تَعْظِيْمًا لِشَأْنِهِ.

وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى إِلىَ رِضْوَانِهِ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَيهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَإِخْوَانِهِ.

أَمَّا بَعْدُ:

فَياَ أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَزَجَرَ

Ma’āsyirol Muslimin…

Memakmurkan Masjid merupakan tanda keimanan seorang hamba. Di antara memakmurkan Masjid adalah dengan membangun dan memelihara Masjid. Namun jauh lebih penting dari itu adalah menghidupkan dan meramaikan Masjid dengan ibadah-ibadah seperti berdzikir, sholat, tiwalah Al-Qur`an, dan majlis taklim. Semoga kita termasuk orang-orang yang memakmurkan Masjid.

«اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، اللّٰهُمَّ بَارِكْ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ»

اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ الاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ، اللّٰهُمَّ أَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ، وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ، وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ، وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَ الدِّيْنِ، وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ.

﴿رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَا، وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ

﴿رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

/


 

04. Kemuliaan Diraih dengan Perjuangan

Khutbah Pertama

إنَّ الـحَمْدَ لِلّٰهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ.

وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه.

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ، وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً * وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا * يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

 أَمَّا بَعْدُ:

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Allah telah memberi kita nikmat besar, nikmat hidup di negeri yang aman dan terbebas dari penjajahan. Para pendahulu kita telah mengorbankan jiwa dan harta untuk mempertahankan agama dan tanah air kita dari kaum penindas kafir Portugis, Belanda, dan Jepang. Hanya Allah yang terpuji dan kita bersyukur kepadanya, juga bersyukur kepada para pahlawan Muslim dengan mendoakan ampunan dan rohmat untuk mereka.

Untuk mencapai kemuliaan ini, bebas dari penjajahan, bukanlah diraih dengan berleha-leha tetapi perjuangan dan pengorbanan. Menjaga agama dan tanah air hanya dilakukan oleh para pemilik jiwa besar dan jiwa yang rela berjuang dan berkorban. Jalan yang mereka tempuh adalah jalan yang penuh rintangan. Allah Subhānahū wa Ta’ālā berfirman:

﴿إِنَّ اللَّهَ اشْتَرَى مِنَ الْمُؤْمِنِينَ أَنْفُسَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ بِأَنَّ لَهُمُ الْجَنَّةَ، يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ فَيَقْتُلُونَ وَيُقْتَلُونَ، وَعْدًا عَلَيْهِ حَقًّا فِي التَّوْرَاةِ وَالإنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ، وَمَنْ أَوْفَى بِعَهْدِهِ مِنَ اللَّهِ فَاسْتَبْشِرُوا بِبَيْعِكُمُ الَّذِي بَايَعْتُمْ بِهِ، وَذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang Mukmin, diri dan harta mereka dengan memberikan Surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah, lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurot, Injil, dan Al Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. Taubah [9]: 111)

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Mereka dijajah dan disakiti oleh para penindas bukan semata karena para penindas itu menginginkan kekayaan Indonesia, bukan pula semata karena ingin memperluas kerajaan mereka, tetapi lebih dari itu karena kita beriman kepada Allah. Mereka tidak ridho kita mengatakan, “Rob kami adalah Allah.” Allah Subhānahū wa Ta’ālā berfirman:

﴿أُذِنَ لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا، وَإِنَّ اللَّهَ عَلَىٰ نَصْرِهِمْ لَقَدِيرٌ * الَّذِينَ أُخْرِجُوا مِنْ دِيَارِهِمْ بِغَيْرِ حَقٍّ إِلَّا أَنْ يَقُولُوا رَبُّنَا اللَّهُ

“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, yaitu orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: ‘Rob kami hanyalah Allah.’” (QS. Al-Hajj [22]: 39-40)

Sekarang, tugas kita adalah melanjutkan perjuangan mereka para mujahidin dengan cara memakmurkan Negeri kita ini dengan iman dan takwa, sebab jika sebuah negeri penduduknya beriman dan bertakwa maka Allah akan memberikan berkah kepada negeri tersebut dan menjauhkannya dari marabahaya dan bencana. Allah berfirman:

﴿وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ

“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi.” (QS. Al-A’rāf [7]: 96)

Sebaliknya, jika sebuah negeri penuh dengan kekufuran, kesyirikan, kemaksiatan, dan kezoliman maka bencana dan musibah akan datang silih berganti kepada negeri tersebut, juga Allah akan membiarkan para penjajah menguasai mereka. Allah berfirman:

﴿وَضَرَبَ اللَّهُ مَثَلا قَرْيَةً كَانَتْ آمِنَةً مُطْمَئِنَّةً يَأْتِيهَا رِزْقُهَا رَغَدًا مِنْ كُلِّ مَكَانٍ فَكَفَرَتْ بِأَنْعُمِ اللَّهِ، فَأَذَاقَهَا اللَّهُ لِبَاسَ الْجُوعِ وَالْخَوْفِ بِمَا كَانُوا يَصْنَعُونَ

“Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezekinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi kemudian (penduduk) nya mengingkari nikmat-nikmat Allah, karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.” (QS. Al-Nahl [16]: 116)

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Nikmat agung ini patut kita jaga. Kita harus berupaya meningkatkan kualitas beragama kita dengan tekun mempelajari agama dan mengamalkannya serta amar ma’ruf nahi munkar agar tercipta negeri yang damai dan tentram serta dicintai Allah Robbul ‘Alamin. Allah berfirman:

﴿كُلُوا مِنْ رِزْقِ رَبِّكُمْ وَاشْكُرُوا لَهُ بَلْدَةٌ طَيِّبَةٌ وَرَبٌّ غَفُورٌ

“Makanlah olehmu dari rezeki yang (dianugerahkan) Rob-mu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan Allah adalah Rob Yang Maha Pengampun.” (QS. Saba [34]: 15)

هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَىٰ أَشْرَفِ الأَنْبِيَاءِ وَالـمُرْسَلِينَ وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَصَحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَومِ الدِّينِ.

أَمَّا بَعْدُ:

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Kemuliaan hanya bisa diraih dengan perjuangan dan pengorbanan. Para mujahidin telah berjuang dan berkorban untuk kemerdekaan bangsa Indonesia, dan sekarang telah mendapatkan apa yang telah dijanjikan Allah kepada mereka. Sekarang giliran kita meneruskan perjuangan mereka dengan menyemarakkan agama Islam di negeri Nusantara ini dengan iman dan amal sholih.

﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَىٰ النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

اللّٰهُمَّ انْصُرْ دِيْنَكَ وَأَعْلَي كَلِمَتَكَ، وَخَذِّلْ أَعْدَائَكَ

اللّٰهُمَّ احْفَظْ هَذِهِ الْبِلاَدَ، اللّٰهُمَّ احْفَظْ هِذِهِ الْبِلاَدَ، اللّٰهُمَّ احْفَظْ هَذِهِ البِلاَدَ آمِنَةً مُسْتَقِرَّةً وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً

﴿رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

﴿رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

﴿رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

عِبَادَ اللهِ، ﴿إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنْ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

فَاذْكُرُوا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَىٰ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، ﴿وَلَذِكْرُ اللهِ أكْبَرَ.

/

05. Muslim Bersaudara Tanda Keimanan

Khutbah Pertama

إِنَّ الحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَهْدِيهِ وَنَشْكُرُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ ونَتُوبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنا وَمِنْ سَيِّئاتِ أَعْمَالِنَا، مَن يَهْدِ اللهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ.

وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لا شَرِيكَ لَهُ، وَلاَ شَبِيهَ وَلاَ مِثْلَ وَلاَ نِدَّ لَهُ، أَحَدٌ صَمَدٌ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُنْ لَهُ كُفُواً أَحَدٌ.

وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيبَنَا وَعَظِيمَنَا وَقَائِدَنَا وَقُرَّةَ أَعْيُنِنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، وَصَفِيُّهُ وَحَبِيبُهُ، مَنْ بَعَثَهُ اللهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ هَادِياً وَمُبَشِّراً وَنَذِيراً.

اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الدَّاعِي إِلَى الخَيْرِ وَالرَّشَادِ، الَّذِي سَنَّ لِلأُمَّةِ طَرِيقَ الفَلاَحِ، وَبَيَّنَ لَهَا سُبُلَ النَّجَاحِ، وَأَوْضَحَ لَهَا مَعْنَى التَّحَابِّ، وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَفْوَةِ الأَصْحَابِ.

أَمَّا بَعْدُ:

عِبَادَ اللهِ، فَإِنِّي أُوصِيكُمْ وَنَفْسِيَ بِتَقْوَى اللهِ 

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Umat Islam adalah bersaudara. Muslim terhadap Muslim yang lainnya adalah bersaudara di mana pun dan kapan pun. Negara, suku, dan warna kulit tidak menghalangi mereka untuk bersaudara karena mereka Allah persaudarakan atas dasar keimanan dan agama. Allah berfirman:

﴿إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ

“Sesungguhnya orang-orang Mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rohmat.” (QS. Al-Hujurōt [49]: 10)

Allah mengingatkan kita dalam ayat ini atas persaudaraan kita sesama umat Islam agar tidak bertikai, dan jika ada yang bertikai untuk segera didamaikan. Oleh karena itu Allah juga melarang saling mencela, sebagaimana melarang bertikai. Untuk itu Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang lalim.” (QS. Al-Hujurōt [49]: 11)

Untuk mengantisipasi hal itu, Allah melarang mencari-cari aib saudaranya dan membicarakan aibnya sebagai bentuk Allah menjaga kehormatan umat Islam. Allah berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah banyak berprasangka buruk, sesungguhnya prasangka itu adalah dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah kamu saling menggunjing. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurāt [49]: 12)

Perhatikanlah, Allah melarang berburuk sangka kepada orang Islam. Benar, karena agungnya kehormatan mereka, karena dugaan kita belum tentu benar, dan karena boleh jadi dia justru orang mulia di sisi Allah meski hina di hadapan manusia, juga karena kita tidak tahu akhir kehidupan seseorang.

Boleh jadi orang yang dianggap bodoh oleh temannya, di akhir hidupnya menjadi orang alim. Boleh jadi orang yang dianggap suka bermaksiat oleh temannya, di akhir hidupnya istiqomah sholat malam. Boleh jadi orang yang dianggap pezina dan suka minum minuman keras oleh temannya, di akhir hidupnya menjadi orang sholih yang taat. Allah Maha Kuasa membimbing hamba-Nya ke Surga siapa yang Dia kehendaki.

Tugas seorang Muslim bukanlah mencelanya, mencari kesalahannya, membeberkan aibnya, tetapi menutupi aibnya dan menasihatinya. Juga yang terpenting dari itu adalah senantiasa mendoakan kebaikan bagi saudaranya. Umar berkata:

لاَ يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ يَسْمَعُ مِنْ أَخِيهِ كَلِمَةً أَنْ يَظُنَّ بِهَا سُوءًا وَهُوَ يَجِدُ لَهَا فِي شَىْءٍ مِنَ الخَيْرِ مَصْدَرًا

“Tidak halal bagi seorang Muslim yang mendengar perkataan dari sudaranya lalu berburuk sangka dalam (memahami) ucapan itu padahal dia mampu memberikan alasan (uzur) yang baik untuknya.” (Syarah Ibnu Baththol IX/260)

Persaudaraan kita adalah nikmat besar dari Allah. Terimalah nikmat ini dan jagalah ia. Sungguh Allah telah mengingatkan kita:

﴿وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا ۚ وَاذْكُرُوا نِعْمَتَ اللَّهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَىٰٰ شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا ۗ كَذَٰلِكَ يُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمْ آيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ

“Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu karena nikmat Allah, menjadilah kamu orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang Neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (QS. Ali Imrōn [3]: 103)

Demikianlah keadaan penduduk Madinah yang secara umum dihuni dua kabilah besar yaitu Aus dan Khozroj. Sebelum kedatangan Islam mereka selalu saling berperang dan bermusuhan tanpa henti. Namun sesudah kehadiran Islam yang dibawa Nabi Muhammad mereka menjadi bersaudara.

Imam Ibnu Katsîr $ menjelaskan, “Konteks firman Allah Azza wa Jalla di atas, berkenaan dengan keadaan orang-orang Aus dan Khozroj. Sesungguhnya pada zaman jahiliyah dua kabilah itu sangat sering terlibat dalam pertempuran, permusuhan keras, kebencian, dengki dan dendam. Karenanya mereka terperangkap dalam peperangan terus menerus tanpa berkesudahan. Ketika Allah Azza wa Jalla mendatangkan Islam, maka masuklah sebagian besar dari mereka ke dalam Islam. Akhirnya mereka hidup bersaudara, saling menyintai berdasarkan keagungan Allah Azza wa Jalla, saling berhubungan berlandaskan (keyakinan atas) Dzat Allah Azza wa Jalla, dan saling tolong menolong dalam ketaqwaan serta kebaikan. Allah Azza wa Jalla berfirman:

﴿هُوَ الَّذِي أَيَّدَكَ بِنَصْرِهِ وَبِالْمُؤْمِنِينَ وَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ ۚ لَوْ أَنْفَقْتَ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا مَا أَلَّفْتَ بَيْنَ قُلُوبِهِمْ

Dialah yang memperkuatmu dengan pertolongan-Nya dan dengan para Mukmin. Dan Allah mempersatukan hati mereka (orang-orang yang beriman). Walaupun kamu menginfakkan segala apa yang ada di bumi, niscaya kamu tidak dapat mempersatukan hati mereka, akan tetapi Allah yang mempersatukan hati mereka.'” (QS. Al-Anfâl [8]: 62-63)

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Maafkanlah kesalahan saudara kita. Berharaplah pahala kepada Allah. Tidakkah kita suka masuk Surga bersama? Rosulullah :

«اَلْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ وَلاَ يَحْقِرُهُ. اَلتَّقْوَى هَهُنَا - يُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ  - بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَىٰ الْمُسْلِمِ حَرَامٌ: دَمُهُ وَعِرْضُهُ وَمَالُهُ»

“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya. Ia tidak boleh menzoliminya, merendahkannya dan tidak pula meremehkannya. Taqwa adalah di sini —beliau menunjuk dadanya sampai tiga kali—. Cukuplah seseorang dikatakan buruk bila meremehkan saudaranya sesama Muslim. Seorang Muslim terhadap Muslim lain: harom darahnya, kehormatannya dan hartanya.” (HR. Muslim no. 6487)

Juga sabda Rosulullah , Janganlah kalian saling membenci, saling mendengki dan saling membelakangi. Jadilah kalian sebagai hamba-hamba Allah yang bersaudara.” (HR. Al-Bukhori no. 6076 dan Muslim no. 6473)

Rosulullah juga juga bersabda:

«اَلْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا»، وَشَبَّكَ بَيْنَ أَصَابِعِهِ

Seorang Mukmin bagi Mukmin lainnya laksana bangunan, satu sama lain saling menguatkan.” Lalu beliau menjalin jari jemari kedua tangannya. (HR. Al-Bukhori no. 6026 dan Muslim no. 6528)

Nabi juga bersabda dalam hadits yang dibawakan oleh An-Nu’mân bin Basyîr :

«مَثَلُ الْمُؤْمِنِيْنَ فِى تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ مَثَلُ الْجَسَدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ، تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالسَّهْرِ وَالْحُمَّى»

“Perumpamaan kaum Mukminin satu dengan yang lainnya dalam hal saling mencintai, saling menyayangi dan saling berlemah-lembut di antara mereka adalah seperti satu tubuh. Apabila salah satu anggota badan sakit, maka semua anggota badannya juga merasa demam dan tidak bisa tidur.” (HR. Al-Bukhori no. 6011 dan Muslim no. 6529)

Khutbah Kedua

إِنَّ الحَمْدَ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَهْدِيهِ وَنَشْكُرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنا وَسَيِّئاتِ أَعْمالِنا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ.

وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الصَّادِقِ الوَعْدِ الأَمِينِ، وَعَلَىٰ إِخْوَانِهِ النَّبِيِّينَ وَالْمُرْسَلِينَ.

أَمَّا بَعْدُ:

عِبادَ اللهِ، فَإِنِّي أُوصِيكُمْ وَنَفْسِيَ بِتَقْوَى اللهِ العَلِيِّ العَظِيمِ فَاتَّقُوهُ.

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Mari kita tutup khutbah ini dengan berdoa kepada Allah. Mudah-mudahan Allah menjadikan kita bertambah persaudarannya, menutupi aib-aib kita, dan memaafkan kita semua umat Islam.

﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَىٰ النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

«اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَعَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَعَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ»

اللّٰهُمَّ ٱغْفِرْ لِلْمُؤْمِنينَ وَالْمُؤْمِناتِ الأَحْياءِ مِنْهُمْ وَالأَمْواتِ.

اللّٰهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا وَٱجْعَلْنَا مِنَ الْمُتَّقِينَ

اللّٰهُمَّ وَفِّقْنَا لِحُبِّ الخَيْرِ لِإِخْوَانِنَا

اللّٰهُمَّ وٱجْعَلْنا مِنَ الْمُتَحَابِّينَ فِيكَ وَالْمُتَنَاصِحِينَ فِيكَ وَالْمُتَباذِلِينَ فِيك

﴿اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإِيْمَانِ وَلَا تَجْعَلْ في قُلُوبِنَا غِلاًّ لِلَّذِينَ ءامَنُوا

﴿رَبَّنَا ءاتِنا في الدُّنْيا حَسَنَةً وَفي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذابَ النَّارِ

«اللّٰهُمَّ ٱجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدينَ غَيْرَ ضالِّينَ وَلَا مُضِلِّينَ»

اللّٰهُمَّ ٱسْتُرْ عَوْراتِنَا وَآمِنْ رَوْعاتِنَا وَٱكْفِنَا مَا أَهَمَّنا وَقِنَا شَرَّ مَا نَتَخَوَّفُ.

عِبَادَ اللهِ، ﴿إِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِالعَدْلِ وَالإِحْسانِ وَإِيتَاءِ ذِي القُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الفَحْشاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالبَغْيِ، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

/


 

06. Pemimpin Adalah Cerminan Rakyat

Khutbah Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَّهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُّضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ.

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِ يْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْ لُهُ.

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أَمَّا بَعْدُ:

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Kita kaum Muslimin memiliki keyakinan bahwa peristiwa apapun pasti terjadi atas kehendak Allah, dan sebab terjadinya tidak harus sesuai dengan anggapan manusia.

Di antara contoh keyakinan ini adalah keyakinan bahwa jeleknya pemimpin itu adalah karena jeleknya kualitas rakyatnya. Rakyat atau masyarakat yang gemar melakukan dosa dan maksiat maka akan Allah menyiksanya dengan diberi pemimpin yang zolim sehingga menyengsarakan dan menzolimi mereka. Dan sebesar-besar dosa masyarakat adalah tatkala mereka cuek dan meninggalkan agama mereka sendiri dengan tidak mempelajarinya dan melaksanakannya.

Setiap Muslim yang tertimpa musibah, bencana, atau melihat hal yang tidak disukainya maka itu adalah imbas dari dosa dan maksiatnya, tetapi Allah mengampuni sebagian besarnya. Allah berfirman:

﴿ظَهَرَ الْفَسَادُ فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ بِمَا كَسَبَتْ أَيْدِي النَّاسِ لِيُذِيقَهُمْ بَعْضَ الَّذِي عَمِلُوا لَعَلَّهُمْ يَرْجِعُونَ

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena dosa-dosa manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rūm [30]: 41)

﴿وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ

“Dan musibah yang menimpamu maka adalah itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu (dosa-dosa) sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syūrō [42]: 30)

Oleh karena itu tertahannya rezeki dari langit dan enggannya bumi menumbuhkan berkahnya adalah disebabkan dosa-dosa manusia, bukan semata-mata karena kurangnya kesadaran lingkungan atau kurangnya para enjiner. Allah berfirman:

﴿وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ وَالأَرْضِ وَلَكِنْ كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُمْ بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

“Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al-Arōf [7]: 96)

Inilah sunnatullah yang berlaku bagi para hamba-Nya. Oleh karena itu, tatkala suatu kawasan kaum Muslimin tetapi dipimpin oleh pemimpin yang zolim maka hendaknya para masyarakat tersebut untuk intropeksi diri dan segera bertaubat kepada Allah dan mengganti keburukan-keburukan dengan kebaikan dan amal sholih.

Allah mengabarkan di dalam ayat-Nya bahwa bentuk siksaan bagi pelaku kezoliman adalah dizolimi oleh sesamanya. Allah berfirman:

﴿قُلْ هُوَ الْقَادِرُ عَلَىٰ أَنْ يَبْعَثَ عَلَيْكُمْ عَذَابًا مِنْ فَوْقِكُمْ أَوْ مِنْ تَحْتِ أَرْجُلِكُمْ أَوْ يَلْبِسَكُمْ شِيَعًا وَيُذِيقَ بَعْضَكُمْ بَأْسَ بَعْضٍ انْظُرْ كَيْفَ نُصَرِّفُ الآيَاتِ لَعَلَّهُمْ يَفْقَهُونَ

“Katakanlah: ‘Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan menyiksamu lewat keganasan sebagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami.” (QS. Al-An’ām [6]: 65)

Alkisah ada seorang khowarij yang datang menemui Ali bin Abi Tholib seraya berkata, “Wahai kholifah Ali, mengapa pemerintahanmu banyak dikritik oleh orang, tidak sebagaimana pemerintahannya Abu Bakar dan Umar?” Sahabat Ali menjawab, “Karena pada zaman Abu Bakar dan Umar, yang menjadi rakyat adalah aku dan orang-orang yang semisalku, sedangkan rakyatku adalah kamu dan orang-orang yang semisalmu!” (Syarh Riyādhus Shōlihin oleh Syaikh Al-‘Utsaimin)

Untuk itu, kezoliman penguasa tidak dilawan dengan pemberontakan tetapi dihadapi dengan istighfar dan kembali kepada jalan Allah dengan mendalami Islam dan mengamalkannya, bukan dengan aksi demo dan pengrusakan.

Juga rakyat mendoakan kebaikan kepada pemimpin Muslim agar Allah memberinya hidayah dan membimbingnya kepada jalan yang diridhai-Nya.

  Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

أَقُولُ قَوْلِي هٰذَا، وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ ليْ وَلَكُمْ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبّ الْعَالَمِيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَلِيُّ الصَّالِحِيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا خَاتَمُ الأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ

«اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَعَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَعَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي العَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ»

أَمَّا بَعْدُ:

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Dikatakan oleh pepatah, “Tidak ada yang memimpin sekawanan tikus melainkan tikus juga.” Pepatah ini adalah pepatah yang begitu dalam dan mengena. Pepatah ini seakan menjadi cambuk bagi kaum Muslimin untuk segera membenahi diri dan keluarganya dengan kembali kepada Allah dan berhenti dari keterpalingan dari agama.

Semoga Allah senantiasa menjaga kaum Muslimin, membimbing, dan memberikan pemimpin yang adil dan bijaksana. Aamiin.

اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ

اللّٰهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِنَا، اللّٰهُمَّ وَفِّقْهُمْ لِمَا فِيْهِ صَلَاحُهُمْ وَصَلَاحُ اْلإِسْلَامِ وَالْمُسْلِمِيْنَ، اللّٰهُمَّ أَعِنْهُمْ عَلَىٰ الْقِيَامِ بِمَهَامِهِمْ كَمَا أَمَرْتَهُمْ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.

اللّٰهُمَّ أَبْعِدْ عَنْهُمْ بِطَانَةَ السُّوْءِ وَالْمُفْسِدِيْنَ وَقَرِّبْ إِلَيْهِمْ أَهْلَ الْخَيْرِ وَالنَّاصِحِيْنَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.

اللّٰهُمَّ أَصْلِحْ وُلَاةَ أُمُوْرِ الْمُسْلِمِيْنَ فِيْ كُلِّ مَكَانٍ

﴿رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأٰخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ

/


 

07. Berbuat Baik Kepada Yang Menyakiti

Khutbah Pertama

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْدًا كَثِيْراً طَيِّباً مُبَارَكاً فِيْهِ، وَأُثْنِي عَلَىٰ اللهِ الخَيْرَ كُلَّهُ، لَا أُحْصِي ثَنَاءَ عَلَيْهِ، هُوَ كَمَا أَثْنَى عَلَىٰ نَفْسِهِ

وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ؛ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْماً كَثِيْرًا.

أَمَّا بَعْدُ:

عِبَادَ اللهِ، اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى حَقَّ تَقْوَاهُ، وَرَاقِبُوْهُ مُرَاقَبَةَ مَنْ يَعْلَمُ أَنَّ رَبَّهُ يَسْمَعُهُ وَيَرَاهُ

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Manusia itu banyak kekurangannya dan tidak ada yang sempurna. Jiwa mereka mendorongnya untuk berbuat jahat dan aniaya. Untuk itu kehidupan manusia tidak lepas dari saling mengganggu dan saling aniaya. Kebayakan manusia jika diganggu, dianiaya, dan disakiti akan membalasnya bahkan tidak sedikit yang menempuh jalan melampaui batas.

Akan tetapi di sana masih ada beberapa orang yang menyikapinya dengan bijak. Mereka memang marah dan membalas. Tetapi tidak melampaui batas. Perbuatan semacam ini diperbolehkan. Inilah yang disebut qishos, yaitu membalas kejahatan orang dengan balasan yang setimpal tanpa melampaui batas. Inilah tingkatan pertama yang diperbolehkan dari menyikapi kejahatan orang lain.

Allah Subhānahū wa Ta’ālā berfirman:

﴿وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالأَنْفَ بِالأَنْفِ وَالأُذُنَ بِالأُذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ

“Dan kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada qishosnya.” (QS. Al-Maidah [5]: 45)

﴿فَمَنِ اعْتَدَى عَلَيْكُمْ فَاعْتَدُوا عَلَيْهِ بِمِثْلِ مَا اعْتَدَى عَلَيْكُمْ

Siapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. (QS. Al-Baqoroh [2]: 194)

Tetapi dia berdosa jika melampaui batas dalam membalas dan dibenci Allah. Allah Subhānahū wa Ta’ālā befirman:

﴿وَلَا تَعْتَدُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِينَ

Janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. (QS. Al-Baqoroh [2]: 190)

أَقُوْلُ هٰذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ المُسْلِمِيْنَ مِنْ كُلِّ ذَنْبٍ فَاسْتَغْفِرُوْهُ يَغْفِرْ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ

Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَظِيْمِ الإِحْسَانِ، وَاسِعِ الفَضْلِ وَالجُوْدِ وَالاِمْتِنَانِ

وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ؛ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا.

أَمَّا بَعْدُ:

عِبَادَ اللهِ، اِتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Sikap kedua adalah memaafkan. Ini tingkatan kedua dan orang seperti ini lebih Allah cintai daripada yang pertama. Inilah sikap penghuni Surga. Allah berfirman:

﴿أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ * الَّذِينَ يُنْفِقُونَ فِي السَّرَّاءِ وَالضَّرَّاءِ وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ

“Surga itu disediakan untuk orang-orang yang bertakwa, yaitu orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang.” (QS. Ali Imrōn [3]: 134)

Sikap ketiga adalah sikap yang paling utama dan merupakan akhlak para Nabi dan Rosul ‘Alaihimussalam, yaitu memaafkan kesalahan orang disertai berbuat baik. Mereka disakiti tetapi justru memberinya hadiah. Allah berfirman dalam kelanjutan ayat di atas:

﴿وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (QS. Ali Imrōn [3]: 134)

Ketiga sikap ini secara berurutan Allah sebutkan juga dalam firman-Nya:

﴿وَإِنْ عَاقَبْتُمْ فَعَاقِبُوا بِمِثْلِ مَا عُوقِبْتُمْ بِهِ، وَلَئِنْ صَبَرْتُمْ لَهُوَ خَيْرٌ لِلصَّابِرِينَ * إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُمْ مُحْسِنُونَ

Dan jika kamu memberikan balasan, maka [1] balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu. Akan tetapi jika [2] kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan [3] orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS. An-Nahl [16]: 126 & 128)

«اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ»

«اللّٰهُمَّ آتِ نُفُوْسَنَا تَقْوَاهَا زَكِّهَا أَنْتَ خَيْرُ مَنْ زَكَّاهَا أَنْتَ وَلِيُّهَا وَمَوْلَاهَا»

«اللّٰهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى وَالسَّدَادَ»

«اللّٰهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ الهُدَى وَالتُّقَى وَالْعَفَافَ وَالْغِنَى»

اللّٰهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ مُوْجِبَاتِ رَحْمَتِكَ، وَعَزَائِمَ مَغْفِرَتِكَ، وَالغَنِيْمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ، وَالسَّلَامَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ، وَالْفَوْزَ باِلْجَنَّةِ وَالنَّجَاةَ مِنَ النَّارِ.

اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَلِلْمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالْأَمْوَاتِ.

﴿رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

/


 

08. Istiqomah Setelah Romadhon

Khutbah Pertama

اَلْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، أَمَرَ بِالاِسْتِقَامَةِ عَلَىٰ الدِّيْنِ

وَأَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ فِي رُبُوبِيَّتِهِ، وَإِلاَهِيّتِهِ، وَأَسْمَائِهِ، وَصِفَاتِهِ

وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الْمُؤَيَّدُ مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمُعْجِزَاتِهِ وَبَرَاهِينِهِ وَآيَاتِهِ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَسَلَّمَ تَسْلِيماً كَثِيرًا

أَمَّا بَعْدُ:

أَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوا اللهَ تَعَالَى

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Romadhon telah berlalu. Kita melihat selama Romadhon Masjid-Masjid menjadi penuh, bacaan Al-Qur’an terdengar di mana-mana baik di rumah, di Masjid, di kantor, di kampus, di sekolah, bahkan di jalan dan kendaraan. Nuansa ketaatan begitu kental selama Romadhon. Alangkah indahnya jika kondisi ini terus berlanjut di bulan-bulan berikutnya, terutama Syawwal yang belum jauh dari Romadhon. Itulah yang dinamakan istiqomah dalam beramal. Allah Subhānahū wa Ta’ālā memuji mereka dalam firman-Nya:

﴿إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: ‘Rob kami ialah Allah kemudian mereka istiqomah (beriman sampai mati) maka Malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih, dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) Surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.’”  (QS Fushshilat [41]: 30)

Selain memuji, Allah juga memerintahkan dan mengajak manusia untuk istiqomah. Mereka perlu diajak dan diperintah istiqomah karena sedikitnya jumlah mereka. Allah berfirman Subhānahū wa Ta’ālā:

﴿فَاسْتَقِمْ كَمَا أُمِرْتَ وَمَنْ تَابَ مَعَكَ وَلا تَطْغَوْا إِنَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

Maka istiqamalahlah (tetaplah) kamu pada jalan yang benar, sebagaimana diperintahkan kepadamu dan (juga) orang yang telah bertaubat beserta kamu dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Dia Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Hūd [11]: 112)

Karena pentingnya hal ini maka tak heran jika istiqomah menjadi wasiat Rosulullah kepada seseorang yang meminta nasihat. Diriwayatkan dari Abu ‘Amr Sufyan bin Abdillah Ats-Tsaqofi bahwa dia berkata:

يَا رَسُوْلَ اللهِ! قُلْ لِيْ فِي الإِسْلامِ قَوْلاً لاَ أَسْأَلُ عَنْهُ أَحَدَاً غَيْرَكَ؟ قَالَ: «قُلْ آمَنْتُ باللهِ ثُمَّ اسْتَقِمْ»

“Wahai Rosulullah! Katakanlah kepadaku dalam Islam sebuah ucapan yang tidak aku tanyakan lagi kepada selain Anda!” Beliau menjawab, “Katakanlah, ‘Aku beriman kepada Allah!’ Kemudian istiqomahlah (beriman sampai mati).’” (HR. Muslim no. 38 dan At-Tirmidzi no. 2410)

Orang-orang zaman dulu memperhatikan keberlangsungan dan keberlanjutan amal ketaatan mereka, karena di samping hal tersebut merupakan bentuk mengupayakan istiqomah juga sebuah tanda amal sebelumnya diterima Allah Subhānahū wa Ta’ālā. Disebutkan dalam Tafsir Ibnu Katsir sebuah ungkapan yang dijadikan barometer oleh orang-orang sholih untuk diri-diri mereka:

مِنْ ثَوَابِ الحَسَنَةِ الحَسَنَةُ بَعْدَهَا، وَمِنْ جَزَاءِ السَّيِّئَةِ السَّيِّئَةُ بَعْدَهَا

“Di antara balasan kebaikan adalah kebaikan selanjutnya dan di antara balasan kejelekan adalah kejelekan selanjutnya.” (Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim VII/583)

Untuk itu, bentuk istiqomah dan tanda diterimanya ibadah Romadhon kita adalah kita istiqomah melakukan ketaatan Romadhon di bulan-bulan berikutnya, minimal kita mengiringi Romadhon dengan puasa 6 hari di bulan Syawwal dan kembali berpuasa Romadhon di bulan berikutnya. Ibnu Rojab Al-Hambali $ berkata, “Kembali lagi melakukan puasa setelah puasa Romadhon, itu tanda diterimanya amalan puasa Romadhon. Karena Allah jika menerima amalan seorang hamba, Allah akan memberi taufik untuk melakukan amalan sholih setelah itu. Sebagaimana dikatakan oleh sebagian ulama, ‘Balasan dari kebaikan adalah kebaikan selanjutnya.’ Oleh karena itu, siapa yang melakukan kebaikan lantas diikuti dengan kebaikan selanjutnya, maka itu tanda amalan kebaikan yang pertama diterima. Sedangkan yang melakukan kebaikan lantas setelahnya mengerjakan kejelekan maka itu tanda tertolaknya kebaikan tersebut dan tanda tidak diterimanya.” (Lathōiful Ma’ārif hlm. 388)

Rosulullah bersabda:

«مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ»

Siapa yang telah berpuasa Romadhon kemudian dia mengirinya dengan puasa enam hari dari bulan Syawwal maka dia seperti orang yang berpuasa selama satu tahun penuh.” (HR. Muslim no. 1164)

هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ

Khutbah Kedua

الحَمْدُ للهِ عَلَىٰ إِحْسَانِهِ، وَالشُّكْرُ لَهُ عَلَىٰ تَوفِيقِهِ وَامْتِنَانِهِ

وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ تَعْظِيمًا لشَأْنِهِ

وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ ورَسُولُهُ الدَّاعِيَ إِلَى رِضْوَانِهِ

صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَيهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَإِخْوَانِهِ.

أَمَّا بَعْدُ:

فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقُوا اللهَ تَبَارَكَ وَتَعَالَى حَقَّ التَّقْوَى، فَإِنَّ تَقْوَاهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى سَبَبُ الفَلاَحِ وَالسَّعَادَةِ في الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ.

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Di penghujung khutbah ini, kita saling mengingatkan untuk istiqomah dan saling tolong-menolong di bulan-bulan berikutnya untuk menciptakan nuansa Romadhon. Mudah-mudahan itu pertanda kita istiqomah dan diterima amal ibadah Romadhon.

﴿رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلاًّ لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

اللّٰهُمَّ انْصُرْ دِيْنَكَ وَأَعْلَي كَلِمَتَكَ، وَخَذِّلْ أَعْدَائَكَ

اللّٰهُمَّ احْفَظْ هَذِهِ الْبِلاَدَ، اللّٰهُمَّ احْفَظْ هِذِهِ الْبِلاَدَ، اللّٰهُمَّ احْفَظْ هَذِهِ البِلاَدَ آمِنَةً مُسْتَقِرَّةً وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً

اللّٰهُمَّ كُفَّ عَنَّا بَأْسَ الَّذِيْنَ كَفَرُوا فَأَنْتَ أَشَدُّ بَأْسًا وَأَشَدُّ تَنْكِيْلاً

اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَي مُحَمَّدٍ، وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ

عِبَادَ اللهِ، ﴿إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

﴿وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلا تَنقُضُوا الأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمْ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً

فَاذْكُرُوا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ عَلَىٰ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، ﴿وَلَذِكْرُ اللهِ أكْبَرَ، وَاللهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُوْن.

/

09. Menyongsong Lailatul Qodar

Khutbah Pertama

الحَمْدُ لِلّٰهِ ثُمَّ الحَمْدُ لِلّٰهِ، الحَمْدُ لِلّٰهِ وَسَلاَمٌ عَلَىٰ عِبَادِهِ الَّذِينَ اصْطَفَى، الحَمْدُ لِلّٰهِ الوَاحِدِ الأَحَدِ الفَرْدِ الصَّمَدِ الَّذِي لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَتَّخِذْ صَاحِبةً وَلاَ وَلَداً، وَأَحْمَدُهُ وَأَسْتَعِينُهُ وَأَسْتَهْدِيهِ وَأَشْكُرُهُ.

وَصَلَّى اللهُ عَلَىٰ سَيِّدِنَا وَحَبِيبِنَا وَعَظِيمِنَا وقُرَّةِ أَعْيُنِنَا أَحْمَدَ، مَنْ بَعَثَهُ اللهُ رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ هَادِياً وَمُبَشِّراً وَنَذِيراً وَدَاعِياً إِلَى اللهِ بِإذْنِهِ سِرَاجاً وَهَّاجاً وَقَمَراً مُنِيراً، فَهَدَى اللهُ بِهِ الأُمَّةَ وكَشَفَ بِهِ عَنْهَا الغُمَّةَ، وَبَلَّغَ الرِّسَالَةَ، وَأَدَّى الأَمَانَةَ، وَنَصَحَ الأُمَّةَ، فَجَزَاهُ اللهُ عَنَّا خَيْرَ مَا جَزَى نَبِيّاً مِنْ أَنْبِيَائِهِ

وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ الـمَلِكُ الحَقُّ الـمُبِينُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّداً رَسُولُ اللهِ الصَّادِقُ الوَعْدِ الأَمِينُ، صَلَوَاتُ رَبِّي وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ الطَّيِّبِينَ الطَّاهِرِينَ.

أَمَّا بَعْدُ:

أَيُّهَا الأَحِبَّةُ الـمُسْلِمُونَ أُوْصِي نَفْسِي وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ العَظِيمِ

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Allah Subhānahū wa Ta’ālā berfirman:

﴿إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ * وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ الْقَدْرِ * لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ * تَنَزَّلُ الْمَلَائِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ كُلِّ أَمْرٍ * سَلَامٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ

“Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Qur`an) di malam Lailatul Qodar. Tahukah kamu apa itu Lailatul Qodar? Lailatul Qodar lebih baik daripada seribu bulan. Para Malaikat dan Jibril turun dengan seizin dari Rob mereka pada malam tersebut untuk mengurus semua urusan dengan menyebarkan salam (kesejahteraan) hingga terbit fajar.” (QS. Al-Qodar [97]: 1-5)

Dari Mujahid $, dia berkata, “Di kalangan Bani Isroil ada seseorang yang selalu sholat malam hingga subuh, kemudian berjihad melawan musuh di pagi hari hingga sore hari. Dia mengerjakan itu selama seribu bulan, lalu Allah menurunkan ayat, ‘Lailatul Qodar lebih baik daripada seribu bulan.’ Sholat pada malam tersebut lebih baik daripada amal lelaki tersebut.” (Tafsir Ibnu Katsir VIII/443 dan Tafsir Ath-Thabari XXX/167)

Dari Ali bin Urwah, dia berkata, “Pada suatu hari Rosulullah menceritakan empat orang dari Bani Israil. Mereka beribadah selama 80 tahun dan tidak pernah bermaksiat meskipun sekejab mata. Lalu beliau menyebutkan mereka adalah Ayyub, Zakaria, Hizqil Ibnul Ajuz, dan Yusya’ bin Nun. Kemudian pada Sahabat Rosulullah merasa takjub dengan hal itu. Lalu Jibril datang kepada Nabi lalu berkata, ‘Hai Muhammad! Apakah umatmu merasa takjub dengan ibadah orang-orang tersebut selama 80 tahun dan tidak pernah bermaksiat kepada-Nya meskipun sekejab mata? Sungguh Allah telah menurunkan yang lebih baik daripada itu.’ Lalu dia membacakan kepada beliau, ‘Sesungguhnya Kami telah menurukannya (Al-Qur`an) di malam Lailatul Qodar. Tahukah kamu apa itu Lailatul Qodar? Lailatul Qodar lebih baik daripada seribu bulan.’ Ini lebih utama daripada apa yang membuat takjub umatmu.’ Lalu beliau dan para Sahabat yang bersamanya sangat senang.” (Tafsir Ibnu Katsir VIII/443 dan Ad-Durrul Mantsur lis-Suyuthi XIII/569)

Sungguh ini adalah kabar gembira bagi umat Muhammad . Oleh karena itu, ketika membawakan hadits tentang Lailatul Qodar, Abu Huroiroh mengawali dengan ucapannya, “Rosulullullah telah memberi kabar gembira kepada para Sahabatnya.” (HR. Ahmad no. 8991 dan shohih)

Seribu bulan sama dengan 83 tahun lebih 4 bulan. Sedikit sekali dari umat Muhammad yang bisa melampaui umur seperti itu. Namun, dengan Lailatul Qodar umat Muhammad bisa mengungguli umat-umat sebelum mereka. Walhamdulillah. Rosulullah bersabda:

«أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى السَّبْعِينَ، وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ»

“Umur umatku antara 60 hingga 70 tahun, dan sedikit sekali yang melampaui itu.” (HR. At-Tirmidzi no. 3550 dan dihasankan Syaikh Al-Albani)

Lailatul Qodar jatuh pada 10 hari terakhir di setiap bulan Romadhon, hanya saja kepastian harinya tidak diketahui. Lantas, apa yang perlu dikerjakan pada 10 hari terakhir Romadhon? Yaitu bersungguh-sungguh dalam beribadah dan ketaatan. Hal sebagaimana riwayat dari Aisyah ڤ, dia berkata, “Nabi apabila memasuki sepuluh terakhir mengencangkan ikat pinggangnya, menghidupkan malamnya, dan membangunkan keluarganya.” (HR. Al-Bukhori no. 2024 dan Muslim no. 1147)

Di antara bentuk ibadah yang ditekankan adalah sholat malam, memohon ampun, tilawah Al-Qur`an, dan bersedekah. Nabi bersabda:

«مَنْ قَامَ لَيْلَةَ الْقَدْرِ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ»

“Barangsiapa yang sholat pada malam Lailatul Qodar karena keimanan dan mengharap pahala, maka dosanya yang telah lalu akan diampuni.” (HR. Al-Bukhori no. 2014 dan Muslim no. 760)

Dari Aisyah, bahwa dia berkata, “Wahai Rosulullah! Bagaimana menurutmu jika aku menjumpai Lailatul Qodar, doa apa yang aku panjatkan?” Beliau menjawab, “Berdoalah:

«اللّٰهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي»

Ya Allah! Sesungguhnya Engkau Maha Pengampun dan mencintai orang yang meminta ampun, maka ampunilah aku.” (HR. Ibnu Majah no. 3850 dan shohih)

Dari Ibnu Abbas , dia berkata, “Rosulullah adalah manusia yang paling dermawan. Keadaan beliau paling dermawan adalah pada bulan Romadhon saat ditemui oleh Jibril Alaihissalam. Dia menemui beliau setiap malam di bulan Romadhon untuk tadarrus Al-Qur`an. Sungguh Rosulullah adalah yang paling dermawan dalam kebaikan melebihi angin yang berhembus.” (HR. Al-Bukhori no. 6 dan Muslim no. 2308)

هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُمْ

Khutbah Kedua

إِنَّ الحَمْدَ لِلّٰهِ والصَّلاةُ والسَّلامُ عَلى رَسُوْلِ اللَّهِ، ورَضِيَ اللهُ عَنْ أُمَّهاتِ الْمُؤْمِنِينَ وَآلِ البَيْتِ الطَّاهِرِينَ، وعَنِ الخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ: أَبي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيٍّ، وَعَنِ الأَئِمَّةِ الْمُهْتَدِينَ: أَبي حَنِيفَةَ وَمَالِكٍ وَالشَّافِعِيِّ وَأَحْمَدَ، وَعَنِ الأَوْلِيَاءِ وَالصَّالِحِينَ

أَمَّا بَعْدُ:

عِبَادَ اللهِ فَإِنِّي أُوصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ العَلِيِّ العَظِيمِ فَاتَّقُوْهُ.

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Sungguh amat agung keutaman bulan Romadhon terutama satu malam di dalamnya yang lebih utama daripada seribu bulan. Benarlah, seandainya ada seorang hamba yang terluput darinya keutamaan ini, sungguh benar-benar dia telah rugi.

«مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ»

“Barangsiapa yang terhalang dari kebaikannya, sungguh dia benar-benar rugi.” (HR. Ahmad no. 8991 dan shohih)

﴿اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا

اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِينَ وَالـمُؤْمِنَاتِ الأَحْيَاءِ مِنْهُمَ وَالأَمْوَاتِ

اللّٰهُمَّ أَلْهِمْنَا فِعْلَ الخَيْراتِ وَكُلَّ مَا يُقَرِّبُ إِلَى رِضْوَانِكَ، وَٱعْصِمْنَا مِنَ المَعَاصِي وَكُلِّ مَا يُقَرِّبُ إِلَى سَخَطِكَ

﴿اللّٰهُمَّ اجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِينَ غَيْرَ ضالِّينَ وَلاَ مُضِلِّينَ

اللّٰهُمَّ اسْتُرْ عَوْراتِنا وآمِنْ رَوْعَاتِنا وَاكْفِنَا مَا أَهَمَّنَا وَقِنَا شَرَّ مَا نَتَخَوَّفُ

﴿رَبَّنا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرةِ حَسَنَةً وقِنا عَذابَ النَّارِ

اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَي مُحَمَّدٍ، وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ، وَأَقِمِ الصَّلاَةَ.

/


 

10. Perintah Berbakti Kepada Orang Tua

Khutbah Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا

أَمَّا بَعْدُ:

أَيُّهَا النَّاسُ، اتَّقُوْا اللهَ تَعَالَى وَقُوْمُوْا بِمَا أَوْجَبَ اللهُ عَلَيْكُمْ مِنْ حَقِّهِ وَحُقُوْقِ عِبَادِهِ

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Khotib mewasiatkan kepada diri sendiri dan kepada seluruh jamaah untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kepada Allah. Semoga sholawat dan salam tercurah kepada Rosulullah .

Jama’ah Jum’ah Rohimakumullah...

Berbakti kepada orang tua hukumnya wajib. Seorang anak akan menanggung dosa besar jika durhaka kepada kedua orang tua. Karena besarnya hak orang tua atas anak ini, Allah menyertakan berbuat baik kepada orang tua setelah perintah mentauhidkan-Nya. Allah Ta’ala berfirman:

﴿وَاعْبُدُوا اللهَ وَلاَتُشْرِكُوا بِهِ شَيْئًا وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا

Beribadahlah kalian kepada Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun dan berbuat baiklah kalian kepada kedua orangtua.(QS. An-Nisa’ [4]: 36)

Di dalam ayat lainnya, Allah Subhānahū wa Ta’ālā berfirman:

﴿وَوَصَّيْنَا اْلإِنسَانَ بِوَالِدَيْهِ إِحْسَانًا حَمَلَتْهُ أُمُّهُ كُرْهًا وَوَضَعَتْهُ كُرْهًا

Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada kedua orangtuanya. Ibunya telah mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah-payah (pula).” (QS. Al-Ahqōf [46]: 15)

Nabi Muhammad  juga telah menyebutkan besarnya keutamaan berbakti kepada orangtua. Bahkan, lebih besar dari jihad di jalan Allah Subhānahū wa Ta’ālā. Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud bahwa dia berkata:

سَأَلْتُ النَّبِيَّ : أَيُّ الْعَمَلِ أَحَبُّ إِلَى اللهِ؟ قَالَ: «الصَّلاَةُ عَلَىٰ وَقْتِهَا» قَالَ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: «ثُمَّ بِرُّ الْوَالِدَيْنِ» قَالَ: ثُمَّ أَيٌّ؟ قَالَ: «الْجِهَادُ فِي سَبِيلِ اللهِ»

Aku bertanya kepada Nabi , “Amalan apakah yang paling dicintai oleh Allah?” Beliau menjawab, “Sholat pada waktunya.” Aku bertanya, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Berbakti kepada orang tua.” Aku berkata, “Kemudian apa?” Beliau menjawab, “Kemudian jihad di jalan Allah.” (HR. Al-Bukhori no. 527 dan Muslim no. 85)

Hadirin Rohimakumullah...

Allah juga menyuruh berbakti kepada orang tua meskipun kafir, selagi tidak disuruh maksiat dan kekufuran. Allah berfirman:

﴿وَإِن جَاهَدَاكَ عَلَىٰ أَن تُشْرِكَ بِي مَالَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِي الدُّنْيَا مَعْرُوفًا

“Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu maka janganlah kamu menuruti keduanya, akan tetapi tetap pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.(QS. Luqmān [31]: 15)

Renungkanlah, jika orang tua kafir saja kita disuruh berbuat baik, apalagi orang tua Muslim? Tentu hak mereka jauh lebih besar dan agung atas kita. Merespon dengan kata “ah” saja tidak boleh apalagi sampai membentak dan memukul? Sungguh akan celaka orang yang durhaka kepada orang tua. Allah berfirman:

﴿وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلاهُمَا فَلا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلا كَرِيمًا * وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا

Dan Robmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan ah dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan berdoalah, ‘Wahai Rob-ku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku di waktu kecil.’” (QS. Al-Isrō [17]: 23-24)

Di antara cara berbuat baik kepada ayah dan ibu adalah berdoa kepada Allah Subhānahū wa Ta’ālā untuk keduanya, begitu pula bersedekah atas namanya, baik yang telah meninggal dunia maupun yang masih hidup. Juga menghajikan dan mengumrohkan orang tua yang meninggal, membayarkan hutang-hutangnya, dan memberi hadiah kepada orang-orang yang dicintai orang tuanya. Rosulullah bersabda:

«إِنَّ أَبَرَّ الْبِرِّ صِلَةُ الْوَلَدِ أَهْلَ وُدِّ أَبِيهِ»

“Sesungguhnya termasuk dari kebaktian yang paling baik adalah seorang anak menyambung hubungan dengan orang yang dicintai ayahnya.” (HR. Muslim no. 2552)

أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمِ

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِ الْعَالَمِيْنَ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِيْنَ وَلاَ عُدْوَانَ إِلاَّ عَلَىٰ الظَّالِمِيْنَ

أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الصَّادِقُ الْأَمِيْنُ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ والتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

أَمَّا بَعْدُ:

﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَىٰ النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

«اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَعَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَعَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ»

اللّٰهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ.

اللّٰهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمينَ فِي كُلِّ مَكَانٍ.

اللّٰهُمَّ اجْعَلْ هٰذَا الْبَلَدَ آمِنًا مُطْمَئِنًّا وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.

اللّٰهُمَّ آمِنَّا فِيْ أَوْطَانِنَا، وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلاَةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلْ وِلاَيَتَنَا فِيْ مَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.

﴿سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَىٰ الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

/


 

11. Mencari Kebahagiaan Hakiki

 Khutbah Pertama

الحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ العَالَمِينَ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ وَلاَ عُدْوَانَ إلَّا عَلَىٰ الظَّالِمِينَ

وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكَ لَهُ، رَبَّ الْعَالَمِينَ وَإِلٰهَ المُرْسَلِينَ وَقَيُّوْمَ السَّمَوَاتِ وَالأَرَضِينَ

وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ الْمَبْعُوثُ بِالكِتَابِ المُبِينِ الفَارِقِ بَيْنَ الهُدَى وَالضَّلاَلِ وَالْغَيِّ وَالرَّشَادِ وَالشَّكِّ وَالْيَقِينِ

وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلى حَبْيبِنَا وَشَفِيْعِنَا مُحَمَّدٍ سَيِّدِ المُرْسَلِينَ وَإِمَامِ المُهْتَدِينَ وَقَائِدِ المُجَاهِدِينَ، وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ.

أَمَّا بَعْدُ:

فَيَا أَيُّهَا المُسْلِمُونَ أُوصِيكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَالتَّمَسُّكِ بِهٰذَا الدِّيْنِ تَمَسُّكًا قَوِيًّا.

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

﴿وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Semua orang mengharap kebahagiaan. Untuk itu mereka bersungguh-sungguh untuk meraihnya. Kebahagiaan itu ada dua, yaitu kebahagiaan sejati dan kebahagiaan semu.

Kebahagiaan sejati inilah yang disebut hakikat kebahagiaan. Semua orang memiliki potensi untuk meraihnya karena Allah jadikan tempat kebahagiaan ini di hati bukan di harta.

Makna kebahagian ini juga pernah diungkapkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiah $, “Apa yang bisa dilakukan musuh-musuhku terhadapku? Surgaku dan tamanku ada di hatiku. Bila aku berjalan maka ia bersamaku dan tidak pernah berpisah dariku. Penjaraku adalah kesendirianku (dengan Robku) dan kematianku adalah syahadah (syahid) serta pengusiranku dari negeriku adalah wisata bagiku.”

Kebahagiaan ini mereka raih dengan keimanan. Semakian kuat imannya maka semakian besar pula kebahagiannya. Allah menegaskan:

﴿إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا وَأَبْشِرُوا بِالْجَنَّةِ الَّتِي كُنْتُمْ تُوعَدُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: Tuhan kami ialah Allah kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka maka Malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) Surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu.’ (QS. Fushshilat [41]: 30)

Kebahagiaan ini juga berbanding lurus dengan amal sholih dan ketaatannya kepada Allah. Keimanan dan amal sholih ini akan menggiring seseorang kepada kebahagiaan hati. Bahkan ibadah yang dilakukannya tidak lagi memberatkan tetapi dilakukan dengan penuh cinta dan rindu. Allah menegaskan:

﴿مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ

“Barang siapa yang mengerjakan amal sholih, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. An-Nahl [16]: 97)

Inilah janji kebahagiaan yang Allah berikan kepada ahli iman dan amal sholih bahwa mereka akan mendapatkan jaminan hidup yang baik. Semua orang mendambakan kehidupan yang baik penuh keberkahan di dalamnya. Harta belum tentu membahagiakan pemiliknya kecuali jika Allah berkahi. Anak dan istri belum tentu menentramkan hati kecuali jika Allah berkahi. Rumah dan barang berharga belum tentu membahagiakan kecuali jika Allah berkahi.

Berkenaan dengan “kehidupan yang baik” ini, Imam Mujahid menafsirkannya dengan rezeki yang Allah limpahkan kepadanya berupa qonaah. Demikian yang disebutkan Ibnu Katsir dalam Tafsirnya. Jika seorang hamba sudah diberi Allah sifat qonaah maka dia akan merasa ridho dan senang atas pemberian Allah kepadanya, sedikit maupun banyak sama saja baginya. Bukankah ini kebahagiaan yang sejati? Hati tidak gelisah dan tidak sengsara.

Hal ini semakin jelas dengan sabda Rosulullah :

«قَدْ أَفْلَحَ مَنْ أَسْلَمَ، وَرُزِقَ كَفَافًا، وَقَنَّعَهُ اللهُ بِمَا آتَاهُ»

“Sungguh beruntung orang yang masuk Islam dan diberi rezeki yang cukup serta dijadikan Allah qonaah atas pemberian-Nya.” (HR. Muslim no. 1054)

بَارَكَ اللهُ لنَا وَلَكُمْ في القُرْآنِ العَظِيمِ وَنَفَعَنَا وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيمِ، فَاسْتَغْفِرُوا اللهَ فَإِنَّهُ هُوَ الغَفُورُ الرَّحِيمِ

Khutbah Kedua

إِنَّ الحَمْدَ للهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَهْدِيهِ وَنَشْكُرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ

وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَىٰ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ

أَمَّا بَعْدُ:

عِبادَ اللهِ فَإِنِّي أُوصِيكُمْ وَنَفْسِيَ بِتَقْوَى اللهِ

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Kebahagiaan di dunia penuh dengan cacat dan kekurangan. Namun jika yang bahagia adalah hatinya maka hidupnya menjadi ringan dan menyenangkan. Kebahagiaan yang kekal hanya ada di Akhirat. Inilah yang ditegaskan Allah dalam firman-Nya:

﴿وَأَمَّا الَّذِينَ سُعِدُوا فَفِي الْجَنَّةِ خَالِدِينَ فِيهَا مَا دَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَالأَرْضُ

Adapun orang-orang yang berbahagia maka tempatnya di dalam Surga mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi.” (QS. Hud [11]: 108)

Menurut ahli ilmu bahwa kata sa’adah yang artinya kebahagiaan di dalam Al-Qur’an hanya sekali yaitu di ayat ini. Seolah-olah ini mengisyaratkan bahwa kebahagiaan yang kekal tanpa cacat dan kekurangan hanya ada di Surga kelak.

Kita memohon kepada Allah agar mengampuni dosa-dosa kita dan menutupi aib-aib kita serta memberikan qonaah kepada hati kita sehingga kita menjadi lapang dan bahagia di dunia dan di Akhirat.

«اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي الْعَالَمِينَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ»

اللّٰهُمَّ ٱغْفِرْ لِلْمُؤْمِنينَ وَالْمُؤْمِناتِ الأَحْياءِ مِنْهُمْ وَالأَمْواتِ

اللّٰهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا وَٱجْعَلْنَا مِنَ الْمُتَّقِينَ

اللّٰهُمَّ وَفِّقْنا لِحُبِّ الخَيْرِ لِإِخْوانِنا

اللّٰهُمَّ وَٱجْعَلْنا مِنَ الْمُتَحَابِّينَ فِيكَ وَالْمُتَنَاصِحِينَ فِيكَ وَالْمُتَباذِلِينَ فِيك

﴿رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

﴿رَبَّنا آتِنَا في الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

/


 

12. Mensyukuri Nikmat Islam dan Iman

Khutbah Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَّهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُّضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِ يْكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالاً كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَاْلأَرْحَامَ إِنَّ اللهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ وَقُولُوا قَوْلاً سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أَمَّا بَعْدُ:

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Di antara cara untuk menambah kesyukuran adalah mengingat-ingat orang-orang yang terhalangi mendapatkan sebuah nikmat. Nikmat agung dan besar ini —yakni Islam dan imam­— tidak dimiliki oleh setiap orang, padahal sebagian mereka adalah kerabat orang-orang besar dan orang-orang sholih.

Siapakah yang tidak kenal Nuh ‘Alaihissalam. Ternyata anak sang Nabi ini tidak beriman dan lebih memilih kekufuran daripada keimanan. Kita bukanlah anak Nabi tetapi Allah menganugrahkan iman dan Islam ke dalam hati kita. Tidakkah kita patut bersyukur? Allah menceritakan sang anak yang celaka ini dalam surat Hud:

﴿وَهِيَ تَجْرِي بِهِمْ فِي مَوْجٍ كَالْجِبَالِ وَنَادَى نُوحٌ ابْنَهُ وَكَانَ فِي مَعْزِلٍ يَا بُنَيَّ ارْكَبْ مَعَنَا وَلا تَكُنْ مَعَ الْكَافِرِينَ

“Dan bahtera itu berlayar membawa mereka dalam gelombang laksana gunung. Dan Nuh memanggil anaknya sedang anak itu berada di tempat yang jauh terpencil: ‘Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu bersama orang-orang yang kafir.” (QS. Hūd [11]: 42)

Anak yang malang ini ternyata lebih mencintai kekufuran dari pada keimanan sehingga dia termasuk orang yang celaka. Allah berfirman melanjutkan ayat-Nya:

﴿قَالَ سَآوِي إِلَى جَبَلٍ يَعْصِمُنِي مِنَ الْمَاءِ قَالَ لَا عَاصِمَ الْيَوْمَ مِنْ أَمْرِ اللَّهِ إِلَّا مَنْ رَحِمَ وَحَالَ بَيْنَهُمَا الْمَوْجُ فَكَانَ مِنَ الْمُغْرَقِينَ

“Anaknya menjawab: ‘Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah!’ Nuh berkata: ‘Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain Allah (saja) Yang Maha Penyayang.’ Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan.” (QS. Hūd [11]: 43)

Siapa yang tidak kenal Ibrohim ‘Alaihissalam. Sang Khalilullah ini dirundung kesedihan karena ayahnya enggan beriman hingga meninggal dan jadilah Azar sang ayah ini masuk Neraka. Allah menceritakan:

﴿وَإِذْ قَالَ إِبْرَاهِيمُ لِأَبِيهِ آزَرَ أَتَتَّخِذُ أَصْنَامًا آلِهَةً إِنِّي أَرَاكَ وَقَوْمَكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

“Dan (ingatlah) di waktu Ibrohim berkata kepada bapaknya Azar: ‘Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata.” (QS. Al-An’ām [6]: 74)

Nabi Ibrohim bersedih dan memohonkan ampun untuk ayahnya. Lalu Allah menegurnya karena orang kafir tidak pantas mendapat ampunan Allah. Allah menceritakan:

﴿مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ وَالَّذِينَ آمَنُوا أَنْ يَسْتَغْفِرُوا لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوا أُولِي قُرْبَى مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَابُ الْجَحِيمِ * وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ إِبْرَاهِيمَ لِأَبِيهِ إِلَّا عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَهَا إِيَّاهُ، فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهُ أَنَّهُ عَدُوٌّ لِلّٰهِ تَبَرَّأَ مِنْهُ إِنَّ إِبْرَاهِيمَ لَأَوَّاهٌ حَلِيمٌ

“Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu, adalah penghuni Neraka Jahanam. Dan permintaan ampun dari Ibrohim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. Maka tatkala jelas bagi Ibrohim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrohim berlepas diri daripadanya. Sesungguhnya Ibrohim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.” (QS. At-Taubah [9]: 113-114)

Inilah Nabi Luth ‘Alaihissalam. Istri yang mengandung anak-anaknya ini enggan beriman kepada suaminya sendiri. Subhaanallah. Allah menceritakan:

﴿ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا لِلَّذِينَ كَفَرُوا امْرَأَةَ نُوحٍ وَامْرَأَةَ لُوطٍ، كَانَتَا تَحْتَ عَبْدَيْنِ مِنْ عِبَادِنَا صَالِحَيْنِ فَخَانَتَاهُمَا فَلَمْ يُغْنِيَا عَنْهُمَا مِنَ اللَّهِ شَيْئًا، وَقِيلَ ادْخُلَا النَّارَ مَعَ الدَّاخِلِينَ

“Allah menjadikan istri Nuh dan istri Luth sebagai perumpamaan bagi orang-orang kafir. Keduanya berada di bawah pengawasan dua orang hamba yang sholih di antara hamba-hamba Kami, lalu kedua istri itu berkhianat kepada kedua suaminya maka kedua suaminya itu tiada dapat membantu mereka sedikit pun dari (siksa) Allah, dan dikatakan (kepada keduanya), ‘Masuklah ke Neraka bersama orang-orang yang masuk (Neraka).” (QS. At-Tahrīm [66]: 10)

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

أَقُولُ قَوْلِي هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبّ الْعَالَمِيْنَ، وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَلِيِّ الصَّالِحِيْنَ

وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا خَاتَمُ الأَنْبِيَاءِ وَالْمُرْسَلِيْنَ

اللّٰهُمَّ صَلِّي عَلَىٰ مُحَمّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَىٰ مُحَمّدِ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيْمَ فِي الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

أَمّا بَعْدُ:

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Inilah Nabi Muhammad . Anak mana yang tidak sedih saat mengetahui kedua orang tuanya masuk Neraka karena meninggal di atas selain keimanan? Beliau menyampaikan sendiri status orang tuanya di Akhirat kelak dalam riwayat Anas bin Malik: ada seseorang yang bertanya, “Ya Rosulullah, di mana ayahku?”Jawab Nabi , “Di Neraka.” Ketika orang ini pergi, Nabi memangilnya, dan bersabda:

«إِنَّ أَبِى وَأَبَاكَ فِى النَّارِ»

“Sesungguhnya ayahku dan ayahmu di Neraka.” (HR. Muslim no. 521, Ahmad no. 12192, dan Abu Dawud no. 4720)

Allahu Akbar! Kita yang bukan siapa-siapa ini, bukan pula anak Nabi dan juga bukan keluarga Nabi, tentu patut untuk banyak bersyukur kepada Allah atas nikmat Islam dan iman.

اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ

﴿رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأٰخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

/


 

13. Bersegera Sebelum Terlambat

Khutbah Pertama

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَتُوْبُ إِلَيْهِ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ

أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلٰهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ

وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَىٰ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

أَمَّا بَعْدُ:

فَيَاعِبَادَ اللهِ

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah.....

Manusia adalah makhluk yang bergerak dan memiliki kesibukan. Namun, tidak semua dari mereka mampu mengerjakan semua pekerjaannya karena terkadang mereka didatangi sakit, kesibukan lain, atau masa tua yang pikun atau lemah.

Untuk itu manusia perlu bersegera untuk mengerjakan tugas-tugasnya agar tidak bertumpuk-tumpuk di kemudian hari, lalu menyesal tiada henti. Tidak ada kesibukan yang paling berharga yang dimiliki seorang hamba melebihi kesibukan Akhirat. Di antara bentuk bersegera yang sangat ditekankan agama adalah bersegera dalam empat hal.

Pertama, bersegera belajar agama. Islam adalah agama ilmu dan amal, dan keislaman seseorang tidak akan tegak dengan sempurna kecuali diiringi dengan ilmu dan amal. Orang yang tidak belajar di waktu kecil akan bingung dalam beragama di masa muda. Jika masa muda juga tidak segera belajar maka akan menyesal di masa tua. Maka bersegeralah belajar, karena semakin usia bertambah maka jiwa seseorang akan semakin malu untuk bergabung dengan orang-orang yang lebih muda untuk belajar.

Jika sudah tua dan belum bisa baca Al-Qur’an maka segeralah belajar Al-Qur’an dan tidak ada kata terlambat untuk belajar. Terlambat itu hanya bagi orang yang malas atau orang yang sudah kedatangan Malaikat Maut. Allah Ta’ala berfirman, “Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang Mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At-Taubah [9]: 122)

Amirul Mukminin Umar bin Khaththab berkata:

تَفَقَّهُوا قَبْلَ أَنْ تُسَوَّدُوا

“Belajarlah kalian sebelum tasawwud.” (HR. Al-Bukhori 1/25)

Makna tasawwud adalah menikah, menjadi tokoh masyarakat, atau menjadi tua. Maknanya, beliau memotifasi kita untuk segera belajar sebelum tiba masa di mana belajar di waktu itu begitu sulit. Al-Bukhori mengomentari ucapan ini dengan berkata, “Begitu juga sebelum tasawwud, karena para Sahabat Nabi belajar di masa mereka tua.”

Kedua, bersegera beramal sholih. Kita tidak tahu kapan kita sakit, kapan kita sibuk, kapan kita berkecukupan, dan ternyata tiba-tiba kita sudah tua. Jika sudah saatnya silaturrohim, maka segeralah. Jika ada waktu untuk menjenguk orang sakit maka jenguklah. Jika sudah saatnya sholat maka sholatnya. Jika sudah saatnya bersedekah maka sedekahlah karena kita tidak tahu kapan kesempatan itu tertutup bagi kita.

Rosulullah bersabda:

«اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هِرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاءَكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ»

“Manfaatkan lima perkara sebelum lima perkara, [1] waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, [2] waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, [3] masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, [4] masa luangmu sebelum datang masa sibukmu, [5] hidupmu sebelum datang kematianmu.” (HR. Al-Hakim no. 7846 dalam Al-Mustadrōk. Dinilai Al-Hakim shohih dan disepakati Adz-Dzahabi)

Ketiga, bersegera bertaubat. Allah menyeru kita untuk bersegera bertaubat agar kita beruntung. Allah berfirman:

﴿وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (QS. An-Nūr [24]: 31)

Rosulullah bersabda, “Ada seorang hamba yang melakukan dosa. Setiap kali dia berkata, ‘Aku telah melakukan dosa, ampunilah aku, ‘ atau, ‘Aku telah tertimpa dosa, ampunilah aku,’ maka Rob-nya berfirman, ‘Hamba-Ku tahu bahwa dia memiliki Rob yang mengampuni dosa dan menyiksanya, Aku telah mengampuni hamba-Ku.’ Kemudian berselang lama sesuai kehendak Allah, dia tertimpa dosa atau melakukan dosa, dia pun berdoa, ‘Ya Rob-ku, aku telah melakukan dosa lagi, maka ampunilah aku.’ Allah berfirman, ‘Hamba-Ku tahu bahwa dia memiliki Rob yang mengampuni dosa dan menyiksanya, Aku telah mengampuni hamba-Ku.’ Kemudian berselang lama sesuai kehendak Allah, dia tertimpa dosa atau melakukan dosa. Setiap kali dia berkata, ‘Aku telah melakukan dosa, ampunilah aku, ‘ atau, ‘Aku telah tertimpa dosa, ampunilah aku,’ maka Rob-nya berfirman, ‘Hamba-Ku tahu bahwa dia memiliki Rob yang mengampuni dosa dan menyiksanya, Aku telah mengampuni hamba-Ku.’ Sebanyak tiga kali. Rob-nya pun berfirman, ‘Silahkan dia melakukan semaunya.’” (HR. Al-Bukhori no. 7507 dan Muslim no. 2758)

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُم.

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَ أَصْحَابِهِ أَجْمَعِيْنَ

 وَبَعْدُ:

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Yang terakhir, bersegera melunasi hutang. Orang yang tidak memiliki keinginan melunasi hutang, selama hidupnya tidak akan tenang hingga membayarnya. Siapa yang berusaha menyicilnya saat mampu maka akan sampai pada tujuan. Nabi Muhammad bersabda:

«أَيُّمَا رَجُلٍ تَدَيَّنَ دَيْنًا، وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لَا يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ، لَقِيَ اللَّهَ سَارِقًا»

“Siapa saja yang berhutang dan mampu tetapi tidak melunasinya maka ia akan bertemu Allah sebagai pencuri.” (HR. Ibnu Majah no. 2410 dan dinilai hasan shohih Syaikh Al-Albani)

Semoga khutbah yang singkat ini bermanfaat dan memicu kita untuk senantiasa bersegera menuju Akhirat. Aamiin.

Semoga sholawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rosulullah , keluarganya, dan para Sahabatnya.

«اللّٰهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا يَحُولُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ، وَمِنَ اليَقِينِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مُصِيبَاتِ الدُّنْيَا، وَمَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا، وَاجْعَلْهُ الوَارِثَ مِنَّا، وَاجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ ظَلَمَنَا، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا، وَلَا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا، وَلَا تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا، وَلَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لَا يَرْحَمُنَا»، يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ.

/


 

14. Keutamaan Syukur dalam Makan dan Pakaian

Khutbah Pertama

الْحَمْدُ للهِ الَّذِي جَعَلَ فِي كُلِّ زَمَانٍ فَتْرَةً مِنَ الرُّسُلِ بَقَايَا مِنْ أَهْلِ الْعِلْمِ يَدْعُونَ مَنْ ضَلَّ إِلَى الْهُدَى وَيَصْبِرُونَ مِنْهُمْ عَلَىٰ الْأَذَى، يُـحْيَونَ بِكِتَابِ اللهِ الـمَوْتَى وَيُبَصِّرُونَ بِنُورِ اللهِ أَهْلَ الْعَمَى، فَكَمْ مِنْ قَتِيْلٍ لِإِبْلِيْسَ قَدْ أَحْيَوْهُ وَكَمْ مِنْ ضَالٍّ تَائِهٍ قَدْ هَدَوْهُ، فَمَا أَحْسَنَ أَثَرَهُم عَلَىٰ النَّاَسِ وَأَقْبَحَ أَثَرَ النَّاَسِ عَلَيْهِمْ، يُنْفَوْنَ عَنْ كِتَابِ اللهِ تَـحْرِيفَ الغَالِّينَ وَانْتِحَالَ الـمُبْطِلِينَ وَتَأْوِيْلَ الجَاهِلِينَ الَّذِيْنَ عَقَدُوا أُلُوِيَّةَ البِدْعَةِ وَأَطْلَقُوا عِقَالَ الفِتْنَةِ فَهُمْ مَخْتَلِفُونَ فِي الكِتَابِ مُخَالِفُونَ لِلْكِتَابِ مُجْمِعُونَ عَلَىٰ مُفَارَقَةِ الكِتَابِ يَقُولُونَ عَلَىٰ اللهِ وَفِي اللهِ وَفِي كِتَابِ اللهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ يَتَكَلَّمُونَ بِالـمُتَشَابِهِ مِنَ الكَلَامِ وَيُـخْدِعُونَ جُهَّالَ النَّاسِ بِمَا يُشْبِهُونَ عَلَيْهِمْ فَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ فِتَنِ الْمُضِلِّينَ

أَمَّا بَعْدُ:

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Senantiasa khotib mewasiatkan diri sendiri dan para jamaah untuk senantiasa meningkatkan ketaqwaan kepada Allah. Semoga sholawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rosulullah .

Manusia tidak lepas dari makan dan minum, juga dari berpakaian dan berkendara. Ternyata semua itu bisa menjadi sarana kita untuk menjadi hamba yang Allah ridhoi dan dijuluki Allah hamba yang banyak bersyukur.

Mari kita cermati Nabi Nuh ‘Alaihissalam. Beliau dijuluki Allah sebagai hamba yang rajin bersyukur. Bagaimana kisahnya? Allah menceritakan:

﴿إِنَّهُ كَانَ عَبْدًا شَكُورًا

“Sesungguhnya dia (Nuh ‘Alaihissalam) adalah hamba yang banyak bersyukur.” (QS. Isrō [17]: 2)

Nabi Muhammad bercerita tentang perkataan manusia di Akhirat meminta syafaat Nuh ‘Alaihissalam:

«يَا نُوحُ، إِنَّكَ أَنْتَ أَوَّلُ الرُّسُلِ إِلَى أَهْلِ الأَرْضِ، وَقَدْ سَمَّاكَ اللَّهُ عَبْدًا شَكُورًا»

“Wahai Nuh, Anda adalah Rosul pertama yang diutus kepada penduduk bumi dan Allah telah menjulukimu hamba yang banyak bersyukur. (HR. Al-Bukhori no. 4712 dan Muslim no. 194)

Sebab julukan itu terdapat dalam riwayat Ath-Thobari dan Al-Hakim diriwayatkan dari Salman Al-Farisi bahwa dia berkata:

«كَانَ نُوحٌ إِذَا لَبِسَ ثَوْبًا أَوْ أَكَلَ طَعَامًا حَمِدَ اللَّهَ، فَسُمِّيَ عَبْدًا شَكُورًا»

“Nuh ‘Alaihissalam dahulu apabila memakai pakaian, atau makan makanan maka memuji Allah sehingga dia dijuluki hamba yang banyak besyukur.” (HR. Ath-Thobari 17/345 dan Al-Hakim II/630 dalam Al-Mustadrak dengan sanad shohih)

Jika kita ingin dijuluki pula hamba yang bersyukur maka pujilah Allah saat makan dan memakai baju. Bagaimana cara memuji Allah? Yaitu dengan  membaca doa.

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Disebutkan dalam hadits shohih bahwa doa memulai makan atau minum yang diajarkan Nabi Muhammad adalah “bismillah”, sementara doa memakai pakaian adalah “alhamdulillah...”

Adapun doa usai makan atau minum adalah “alhamdulillah...” dan melepas pakaian adalah “bismillah”.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ وَلِسَائِرِ الْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرّحِيْمِ

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَىٰ أُمُورِ الدُّنْيَا وَالدِّينِ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَىٰ أَشْرَفِ الـمُرْسَلِينَ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْـمَـعِينَ

أَمَّا بَعْدُ:

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Kita ummat Islam telah diajari Nabi Muhammad sendiri doa khusus saat akan makan-minum dan setelahnya, juga doa berpakaian dan melepasnya.

Doa makan dan minum, disebutkan dalam hadits At-Tirmidzi dan Abu Dawud dengan sanad shohih di mana lafazhnya bismillah. Adapun doa selesai makan atau minum disebutkan dari Sahl bin Mu’adz bin Anas dari ayahnya bahwa Rosulullah bersabda, “Siapa usai makan membaca:

«الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي أَطْعَمَنِي هٰذَا الطَّعَامَ، وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلَا قُوَّةٍ»

Maka dosanya yang lalu diampuni. Dan siapa usai memakai pakaian membaca:

«الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي كَسَانِي هٰذَا الثَّوْبَ وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّي وَلَا قُوَّةٍ»

Maka dosanya yang lalu diampuni.” (HR. Abu Dawud no. 4023 dan At-Tirmdzi no. 3458 dan dihasankan Syaikh Al-Albani)

Adapun doa melepas pakaian yang diajarkan Nabi adalah bismillah.

Demikian khutbah pada siang ini. Semoga kita dimudahkan Allah untuk senantiasa bersyukur saat makan, minum, dan berpakaian sehingga dikategorikan termasuk hamba-hamba-Nya yang bersyukur. Amin.

اَللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدّعَوَاتِ

﴿رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلّاً لِّلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ

﴿رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنفُسَنَا وَإِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

﴿رَبَنَا ءَاتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الأٰخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النّارِ

﴿وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

وَصَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ تَسْلِيمًا كَثيْرًا.

/


 

15. Hakikat Qurban Bukanlah Dagingnya

Khutbah Pertama (Idul Adha)

إنَّ الحَمْدَ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَهْدِيهِ وَنَشْكُرُهُ وَنُعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ

وَأَشْهَدُ أنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيبَنَا وَقَائِدَنَا وَقُرَّةَ أَعْيُنِنا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ وَصَفِيُّهُ وَحَبِيبُهُ

صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ كُلِّ رَسُولٍ أَرْسَلَهُ

أَمَّا بَعْدُ:

عِبَادَ اللهِ فَإِنِّي أُوصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ

Allahu Akbar... Allahu Akbar... Allahu Akbar... Walillahilhamd

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah.....

Kita sekarang berada di bulan paling agung setelah Romadhon yaitu bulan Dzulhijjah di mana manusia berbondong-bondong melaksanakan ibadah besar, haji di Baitullah.

Kita sekarang berada di hari paling agung hari Haji Akbar, yaitu Idul Adha di mana manusia berqurban kepada Allah Rob semesta alam.

Inilah kekhususan yang diberikan Allah kepada umat ini. Kita melihat agama-agama lain merayakan hari rayanya dengan berbagai kesyirikan, kekufuran, dan syahwat, sementara kita merayakan hari raya ini dengan penuh ketundukan dan taqorrub (mendekatkan diri) kepada Allah dengan mempersembahkan qurban terbaik kepada-Nya.

Allah memerintahkan kita berqurban sebagai bentuk ketundukan kepada-Nya. Allah berfirman:

﴿فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ

“Sholatlah untuk Rob-mu dan menyembelihlah.” (QS. Al-Kautsar: 2)

﴿وَأَذِّنْ فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالًا وَعَلَىٰ كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِنْ كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ

“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.” (QS. Al-Hajj [22]: 27)

Kita diperintahkan menyembelih untuk Allah dan karena Allah, meskipun daging qurban sendiri tidak sampai kepada Allah, tetapi justru dimakan oleh kita dan kaum Muslimin semuanya. Yang Allah inginkan dari kita adalah ketundukan dan ketaqwaan kita yang diwujudkan dalam qurban. Allah Subhānahū wa Ta’ālā berfirman:

﴿وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الأنْعَامِ، فَإِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَلَهُ أَسْلِمُوا وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِينَ

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (qurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka. Sesembahanmu ialah sesembahan yang tunggal, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya. Dan berilah kabar gembira kepada Mukhbitin (orang-orang yang tunduk patuh kepada Allah).” (QS. Al-Hajj [22]: 34)

Daging-daging kurban dan darahnya tidak akan sampai kepada Allah. Yang sampai kepada Allah dari kita adalah ketaqwaan, keimanan, dan keikhlasan kita dalam berqurban. Siapa yang berqurban karena ia tahu itu adalah perintah Allah disertai dengan keimanan, dan ikhlas hanya mengharap pahala dari-Nya maka itulah yang akan sampai kepada Allah. Allah berfirman:

﴿لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada Muhsinin (orang-orang yang berbuat baik).” (QS. Al-Hajj [22]: 37)

Berbahagialah orang yang berqurban bukan karena ingin dipuji manusia, hanya mengikuti tradisi tahunan atau takut disebut si kaya yang pelit, tetapi beruntunglah orang yang berqurban yang timbul dari keimanan dan ikhlasan kepadanya. Mereka itulah Muhsinin (orang-orang baik) dan Mukhbitin (orang-orang patuh) yang disinggung dalam ayat di atas. Khusus merekalah kabar gembira dari Allah atas sampainya qurban mereka kepada-Nya. Allah berfirman:

﴿إِنَّمَا يَتَقَبَّلُ اللَّهُ مِنَ الْمُتَّقِينَ

“Sesungguhnya Allah hanya menerima (qurban) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Maidah [5]: 27)

Allahu Akbar... Allahu Akbar... Allahu Akbar... Walillahilhamd

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِي وَلَكُم.

Khutbah Kedua

الحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي خَلَقَ فَسَوَّى، وَقَدَّرَ فَهَدَى، وَشَرَعَ لَنَا مِنَ الدِّيْنِ هَذَهِ الْعِبَادَاتِ الْعَظِيْمَةِ لِنُوَحِّدَهُ، وَنُكَبِّرَهُ

وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُ اللهِ وَرَسُولُهُ الْأَمِيْنُ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِيْنَ

اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَىٰ نَبِيِّكَ الْأَمِيْنِ، وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَزْوَاجِهِ، وَخُلَفَائِهِ أَجْمَعِيْنَ، وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَارْضَ اللّٰهُمَّ عَنْ صَحَابَةِ نَبِيِّكَ أَجْمَعِينَ.

Allahu Akbar... Allahu Akbar... Allahu Akbar... Walillahilhamd

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Kepada para ibu dan para istri, bertaqwalah kalian kepada Allah berkenanan dengan suami-suami kalian, karena kebanyakan penghuni Neraka adalah kaum wanita. Mereka masuk Neraka bukan karena kufur kepada Allah tetapi karena kufur kepada suaminya. Rosulullah bersabda, “Neraka telah diperlihatkan kepadaku, ternyata kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita yang kufur.” Ditanyakan kepada beliau, “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau bersabda, “Mereka kufur kepada suami dan kufur kepada kebaikan. Seandainya kamu berbuat baik kepada seorang dari mereka beberapa lama lalu melihat sesuatu (yang tidak disukainya) darimu maka dia akan berkata, ‘Aku tidak pernah melihat darimu kebaikan sedikitpun.’” (HR. Al-Bukhori no. 29 dan Muslim no. 884)

اللّٰهُمَّ إِنَّ نَسْأَلُكَ أَنْ تَنْقَذَ إِخْوَانَناَ الْمُسْتَضْعَفِينَ

اللّٰهُمَّ نَجَّهُمْ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ، أَنْزِلْ عَلَيْهِمُ السَّكِينَةَ وَالصَّبْرَ وَثَبِّتْ أَقْدَامَهُمْ، وَانْصُرْهُمْ عَلَىٰ الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ

اللّٰهُمَّ عَجِّلْ فَرْجَهُمْ، عَجِّلْ فَرْجَهُمْ، عَجِّلْ فَرْجَهُمْ يَا رَحْمَنُ يَا رَحِيْمُ

اللّٰهُمَّ خُذِ الطُّغَّاةَ الْمُتَجَبِّرِيْنَ، وَاقْمَعْهُمْ يَا قَوِيُّ يَا عَزِيزُ، فَرِّقْ شَمْلَهُمْ وَشَتِّتْ جَمْعَهُمْ، وَاجْعَلْ دَائِرَةَ السَّوْءِ عَلَيْهِمْ، وَاخْسِفْ بِهِمْ، وَأَلْقِ الرُّعْبَ فِي قُلُوْبِهِمْ، وَائْتِهِمْ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُونَ

اللّٰهُمَّ اجْعَلْ بَلْدَنَا هٰذَا آمِناً مُطْمَئِنّاً سَخَّاءً رَخَّاءً وَسَائِرَ بِلَادِ الْمُسْلِمِيْنَ، نَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبَلَاءِ وَالغَلَاءِ وَالْوَبَاءِ وَالْفِتْنَةِ يَا سَمِيْعَ الدُّعَاءِ

اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَنَا أَجْمَعِينَ، أَخْرِجْنَا مِنْ ذُنُوْبِنَا كَيَوْمِ وَلَدَتْنَا أُمَّهَاتُنَا، لَا تُفْرِقْ جَمْعَنَا هٰذَا إِلَّا بِذَنْبٍ مَغْفُورٍ وَعَمَلٍ مَبْرُورٍ وَسَعْيٍ مَشْكُورٍ يَا رَحِيْمُ يَا وَدُوْدُ يَا غَفُوْرُ

اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لَنَا ذُكُوراً وَإِنَاثاً صِغَاراً وَكِبَاراً أَجْمَعِيْنَ، يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ.

/


 

16. Kemerdekaan Anugrah yang Terzholimi

Khutbah Pertama

«إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، أَمَّا بَعْدُ»

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Pertama, kemerdekaan adalah anugrah yang besar dari Allah Subhānahū wa Ta’ālā. Kita sebagai orang Islam meyakini bahwa kemerdekaan yang diperoleh oleh bangsa Indonesia ini bukanlah semata-mata karena jerih payah para pendahulu kita, tetapi murni pemberian Allah Subhānahū wa Ta’ālā.

﴿إِنَّا كُلَّ شَيْءٍ خَلَقْنَاهُ بِقَدَرٍ

“Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuai sesuai dengan takdirnya (ukurannya).” (QS. Al-Qōmar [54]: 49)

Kita melihat bahwa jumlah kaum Muslimin pada perang Hunain lebih banyak daripada musuh. Namun, apa yang terjadi? Kaum Muslimin dikalahkan musuh karena perasaan ujub mereka bahwa mereka tidak akan kalah dengan jumlah mereka yang besar. Allah mengisahkannya:

﴿لَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ فِي مَوَاطِنَ كَثِيرَةٍ وَيَوْمَ حُنَيْنٍ إِذْ أَعْجَبَتْكُمْ كَثْرَتُكُمْ فَلَمْ تُغْنِ عَنْكُمْ شَيْئًا وَضَاقَتْ عَلَيْكُمُ الأرْضُ بِمَا رَحُبَتْ ثُمَّ وَلَّيْتُمْ مُدْبِرِينَ

“Sesungguhnya Allah telah menolong kamu (hai para Mukminin) di medan peperangan yang banyak, dan (ingatlah) peperangan Hunain, yaitu di waktu kamu menjadi congkak karena banyaknya jumlahmu maka jumlah yang banyak itu tidak memberi manfaat kepadamu sedikit pun, dan bumi yang luas itu telah terasa sempit olehmu, kemudian kamu lari ke belakang dengan bercerai-berai.” (QS. At-Taubah [9]: 25)

Sebaliknya para perang Badar, jumlah kaum Muslimin jauh lebih sedikit daripada jumlah musuh. Tiga ratus belasan melawan seribu pasukan musuh, tentu tidak berimbang. Namun, Allah memenangkan mereka. Allah mengisahkan dalam Al-Qur’an:

﴿وَلَقَدْ نَصَرَكُمُ اللَّهُ بِبَدْرٍ وَأَنْتُمْ أَذِلَّةٌ فَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ * إِذْ تَقُولُ لِلْمُؤْمِنِينَ أَلَنْ يَكْفِيَكُمْ أَنْ يُمِدَّكُمْ رَبُّكُمْ بِثَلاثَةِ آلَافٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ مُنْزَلِينَ

“Sungguh Allah telah menolong kamu dalam peperangan Badar, padahal kamu adalah (ketika itu) orang-orang yang lemah. Karena itu bertakwalah kepada Allah, supaya kamu mensyukuri-Nya. (Ingatlah), ketika kamu mengatakan kepada orang Mukmin: ‘Apakah tidak cukup bagi kamu Allah membantu kamu dengan tiga ribu Malaikat yang diturunkan (dari langit)?’” (QS. Ali Imrōn [3]: 123-124)

Ini menunjukkan bahwa kemenangan kaum Muslimin dalam melawan musuh dan penjajah bukan semata-mata karena kerja keras para pejuang atau jumlah mereka yang banyak, tetapi murni karunia Allah. Manusia hanya ikhtiar tetapi Allah yang mewujudkannya.

Untuk itu, yang terpuji hanyalah Allah dan anugrah ini selayaknya diteruskan dengan menerapkan syariat Allah di bumi ini karena bumi ini adalah anugrah Allah bukan milik pejabat atau perorangan. Bukankah kemerdekaan ini anugrah dari Allah?

Yang kedua, kita tidak lupa untuk bersyukur kepada para pejuang, yaitu para mujahidin yang mengusir penjajah. Sebab, tidaklah seseorang dianggap bersyukur kepada Allah hingga ia bersyukur kepada manusia. Cara bersyukur kepada mereka adalah mendoakan ampunan dan rohmat untuk mereka, serta meneruskan perjuangan mereka menerapkan dan mengokohkan agama Allah. Mereka menumpahkan darah dan menghunus bambu runcing tanpa tujuan lain kecuali ingin agar kaum Muslimin bisa beribadah kepada Allah dengan aman serta mengusir kekufuran dari bumi Nusantara.

Tugas inilah yang harus diemban oleh setiap penduduk Indonesia. Dengan menyebarkan ilmu, mentauhidkan Allah, dan beramal sholih maka negara ini adalah jaya, tentram, dan terhindar dari segala marabahaya. Allah berfirman:

﴿وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang sholih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nūr [24]: 55)

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، أَقُولُ قَوْ لِي هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua

«إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ، فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ، فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، أَمَّا بَعْدُ»

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَىٰ النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

﴿رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

﴿اللّٰهُمَّ اجْعَلْنا هُدَاةً مُهتَدِينَ غَيْرَ ضَالِّينَ وَلَا مُضِلِّينَ

اللّٰهُمَّ اسْتُرْ عَورَاتِنَا وَءَامِنْ رَوْعَاتِنَا وَاكْفِنَا مَا أَهَمَّنَا وَقِنَا شَرَّ مَا نَتَخَوَّفُ

عبادَ اللهِ، ﴿إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ﴾

اُذكُرُوا اللهَ العَظِيمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوهُ يَزِدْكُمْ وَاسْتَغْفِرُوهُ يَغْفِرْ لَكُمْ، وَاتَّقُوهُ يَجْعَلْ لَكُمْ مِنْ أَمْرِكُمْ مَخْرَجًا. وَأَقِمِ الصَّلَاةَ

/


 

17. Beginilah Buah-buahan Surga

Khutbah Pertama

إِنَّ الْحَمْدَ لِلّٰهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا. مَنْ يَّهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُّضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ.

أَشْهَدُ أَنْ لاَّ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَشَرِ يْكَ لَهُ وَ أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْ لُهُ

أَمَّا بَعْدُ:

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Khotib senantiasa berwasiat kepada diri sendiri dan kepada para jamaah sekalian agar kita senantiasa meningkatkan ketakwaan. Sungguh beruntung orang yang bertakwa dan beramal sholih.

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Di Surga ada buah-buahan. Di Surga ada anggur, kurma, delima, pisang, dan segala jenis buah-buahan yang ada di dunia. Bahkan buah-buahan yang belum pernah diketahui dan dikenal namanya oleh manusia. Hanya saja yang sama hanyalah namanya, adapun hakikatnya hanya Allah yang mengetahuinya yaitu kelezatan rasanya dan keindahan bentuknya. Allah berfirman:

﴿فِيهِمَا فَاكِهَةٌ وَنَخْلٌ وَرُمَّانٌ

“Di dalam keduanya ada (macam-macam) buah-buahan dan kurma serta delima.” (QS. Ar-Rohmān [55]: 68)

﴿فِيهِمَا مِنْ كُلِّ فَاكِهَةٍ زَوْجَانِ

“Di dalam kedua Surga itu terdapat segala macam buah-buahan yang berpasangan.” (QS. Ar-Rohmān [55]: 52)

Buahan-buahan Surga berbuah terus-menerus tanpa henti dan penduduk Surga tidak terlarang mengambilnya, kapan saja mereka mau, berapa pun jumlah, dan bagamaina pun posisi mereka.

﴿لَا مَقْطُوعَةٍ وَلَا مَمْنُوعَةٍ

“Yang tidak berhenti (buahnya) dan tidak terlarang mengambilnya.” (QS. Al-Wāqi’ah [56]: 33)

Cara memetiknya pun begitu mudah. Jika pohonnya tinggi maka ranting buahnya akan mendekat kepada penduduk Surga, dan bahkan seandainya penduduk Surga berbaring di ranjangnya, maka ranting itu akan memanjang dan merunduk agar penduduk Surga mudah memetiknya.

﴿قُطُوفُهَا دَانِيَةٌ

“Buah-buahannya dekat.” (QS. Al-Hāqqoh [69]: 23)

Di Surga ada pohon sidr dan tholh. Pohon sidr adalah pohon yang rantingnya berduri sementara pohon tholh adalah pohon yang tidak dimanfaatkan manusia kecuali hanya untuk berteduh. Namun, di Surga kedua pohon ini berbuah dengan puncak kelezatan. Jika buah dari dua pohon ini saja berada dalam puncak kelezatan dalam rasa lantas bagaimana dengan buah yang lezat sewaktu di dunia, seperti anggur dan apel?

﴿وَأَصْحَابُ الْيَمِينِ مَا أَصْحَابُ الْيَمِينِ * فِي سِدْرٍ مَخْضُودٍ * وَطَلْحٍ مَنْضُودٍ

“Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu. Berada di antara pohon sidr yang tidak berduri, dan pohon tholh yang bersusun-susun (buahnya).” (QS. Al-Wāqi’ah [56]: 27-29)

Al-Hafizh Ibnu Katsir berkata, “Pohon sidr di dunia banyak durinya dan sedikit buahnya, dan di Akhirat justru sebaliknya tanpa ada duri dan berbuah banyak yang memberatkan rantingnya. Ini sebagaimana yang dikatakan oleh Al-Hafizh Abu Bakar bin Salman A-Najjad.” (Tafsir Ibnu Katsir VII/525)

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Seorang penduduk Surga makan buah-buahan, setelah habis, ia pun memetiknya lagi. Ia pandangi buah tersebut dan ia berkata, “Buah ini mirip dengan yang tadi aku telah makan.” Lalu ia pun makan, saat ia gigit buahnya ternyata rasanya lebih lezat dari yang pertama. Allah berfirman:

﴿وَبَشِّرِ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ أَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا قَالُوا هٰذَا الَّذِي رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ وَأُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا وَلَهُمْ فِيهَا أَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ

“Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan Surga-Surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam Surga-Surga itu, mereka mengatakan: ‘Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu.’ Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan untuk mereka di dalamnya ada istri-istri yang suci dan mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqoroh [2]: 25)

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، أَقُولُ قَوْلِي هٰذَا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ لِيْ وَلَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua

اللّٰهُمَّ لَكَ الْحَمْدُ، اللّٰهُمَّ صَلِّي عَلَىٰ مُحَمّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَيْتَ عَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيْمَ وَبَارِكْ عَلَىٰ مُحَمّدِ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلى آلِ إِبْرَاهِيْمَ فِي الْعَالَمِيْنَ إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ

أَمَّا بَعْدُ:

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Memang di sana ada buah anggur dan buah apel, sebagaimana di dunia juga ada buah anggur dan apel. Akan tetapi, kesamaan nama tidak mengharuskan kesamaan hakikat. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa ia berkata:

لَيْسَ فِي الدُّنْيَا مِنَ الْجَنَّةِ شَيْءٌ إِلَّا الْأَسْمَاءَ

“Tidak ada apapun di dunia yang ada di Surga kecuali hanya nama saja.” (Tafsir Ath-Thabari no. 535, I/392)

﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَىٰ النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

﴿رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

﴿رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

﴿رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

﴿رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأٰخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

/

18. Dipanggil dari Delapan Pintu Surga

Khutbah Pertama

«أَنِ الْحَمْدُ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ، وَنَسْتَعِينُهُ، وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا، وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ»

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنْتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

أَمَّا بَعْدُ:

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Khotib berwasiat agar kita senantiasa meningkatkan ketakwaan dan berbekal dengan ketakwaan. Sungguh beruntung orang yang bertakwa.

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Surga memiliki pintu dan jumlah pintunya ada 8. Nama-nama pintu itu adalah Bābul Sholāh (pintu puasa), Bābu Ar-Royyan (pintu puasa), Bābus Shodaqah (pintu sedekah), Bābul Jihād (pintu jihad). Inilah empat nama yang disebutkan Nabi Muhammad dalam sebuah kesempatan. Riwayat tentangnya shohih terdapat di dalam kitab As-Shohihain. Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad bahwa Rosulullah bersabda:

«فِى الْجَنَّةِ ثَمَانِيَةُ أَبْوَابٍ، فِيهَا بَابٌ يُسَمَّى الرَّيَّانَ لاَ يَدْخُلُهُ إِلاَّ الصَّائِمُونَ»

“Surga memiliki delapan buah pintu. Di antara pintu tersebut ada yang dinamakan pintu Ar-Rayyan yang hanya dimasuki oleh orang-orang yang berpuasa.” (HR. Al-Bukhori no. 3257)

Sebagian ahli ilmu menambahkan pintu Surga Bābu Birrilwalidain (pintu berbakti kepada kedua orang tua). Hal ini didasari dari riwayat shohih dari Abu Darda , Rosulullah bersabda,

«الْوَالِدُ أَوْسَطُ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ فَإِنْ شِئْتَ فَأَضِعْ ذَلِكَ الْبَابَ أَوِ احْفَظْهُ»

“Orang tua adalah pintu Surga paling tengah. Kalian bisa sia-siakan pintu itu, atau kalian bisa menjaganya.” (HR. Ahmad no. 27511 dan dihasankan Syuaib Al-Arnauth)

Dalam Tuhfatul Ahwadzi, Syarh Sunan Tirmudzi disebutkan keterangan Al-Baidhowi yang mengatakan, “Makna hadits, bahwa cara terbaik untuk masuk Surga, dan sarana untuk mendapatkan derajat yang tinggi di Surga adalah mentaati orang tua dan berusaha mendampinginya. Ada juga ulama yang mengatakan, ‘Di Surga ada banyak pintu. Yang paling nyaman dimasuki adalah yang paling tengah. Dan sebab untuk bisa masuk Surga melalui pintu itu adalah menjaga hak orang tua.’” (Tuhfatul Ahwadzi, 6/21)

Adapun sisa pintu, Ibnu Hajar menambahkan pintu memaafkan manusia, pintu haji, dan pintu kanan yang hanya dimasuki orang-orang pilihan, di antaranya adalah 70.000 orang yang masuk Surga tanpa hisab dan tanpa adzab.

Orang yang gemar rajin sholat maka dia akan diseru dari pintu sholat. Orang yang gemar berpuasa maka akan diseru dari pintu puasa. Orang yang gemar bersedekah maka dia akan dipanggil dari pintu sedekah. Orang yang gemar berjihad maka dia akan dipanggil dari pintu jihad. Orang yang gemar berbakti kepada kedua orang tuanya maka dia akan dipanggil dari pintu berbakti kepada orang tua. Begitu seterusnya.

Seseorang dikatakan gemar adalah jika dia melakukan kewajiban ditambah sunnahnya. Misalnya untuk ibadah sholat, dia dikatakan ahli sholat atau gemar sholat jika rutin melaksanakan sholat fardhu lima waktu di Masjid dan menambahnya dengan sholat-sholat sunnah, seperti sholat Witir, sholat Tahajjud, sholat Dhuha, sholat Rowatib, sholat Tahiyyatul Masjid, dan seterusnya.

Begitu pula, seseorang dikatakan ahli puasa atau gemar puasa jika dia melaksanakan puasa Romadhon disertai puasa-puasa sunnah seperti puasa enam hari di bulan Syawwal, puasa Dawud, puasa Senin Kamis, puasa Ayyamul Bidh (tanggal 13, 14, 15 dari bulan Hijriyah), puasa Asyura, puasa Arofah, dan seterusnya.

Apakah mungkin ada seseorang yang dipanggil dari delapan pintu tersebut? Ada, dia adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq dan orang-orang yang mengusahakan amalan Abu Bakar. Diriwayatkan bahwa Abu Bakar pernah bertanya kepada Rosulullah , “Ayah dan ibuku sebagai penebus Anda wahai Rosulullah, mungkinkah ada orang yang dipanggil dari semua pintu tersebut?” Nabi pun menjawab,

«نَعَمْ، وَأَرْجُو أَنْ تَكُونَ مِنْهُمْ»

“Iya ada. Dan aku berharap kamu termasuk golongan mereka.” (HR. Al-Bukhori no. 1897 dan Muslim no. 1027)

  Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

أَقُولُ قَوْ لِي هٰذَا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ ليْ وَلَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua

﴿الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي هَدَانَا لِهٰذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

«اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى أَزْوَاجِهِ، وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَزْوَاجِهِ، وَذُرِّيَّتِهِ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ»

أَمَّا بَعْدُ:

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Semoga kita kelak dikumpulkan di Surga dan dipanggil dari pintu-pintu Surga. Ya Allah kabulkanlah. Sungguh Engkau Maha Mendengar dan Maha Pemurah.

﴿رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ

﴿رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأٰخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

/


 

19. Makna Muslim dan Non-Muslim

Khutbah Pertama

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ أَمَرَنَا بِاْلاِعْتِصَامِ بِحَبْلِ اللهِ، أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهُ

اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَ هُدَاهُ

أَمَّا بَعْدُ:

فَيَا عِبَادَ اللهِ، أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ، فَقَالَ اللهُ تَعَالَى: ﴿يَاأَيُّهَا الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Manusia terbagi menjadi dua golongan besar, yaitu Muslim dan non-Muslim. Yang mengaku muslim terbagi dua yaitu beriman dan munafiq (pura-pura beriman). Non-Muslim sendiri terbagi menjadi dua, yaitu kafir dan musyrik.

Golongan kanan adalah penghuni Surga, mereka adalah orang beriman, sementara golongan kiri adalah penghuni Neraka, mereka adalah kafir, musyrik, dan munafiq.

Siapakah yang disebut Mukmin? Mukmin adalah orang yang masuk Islam disertai keimanan kepada Allah, Malaikat-Nya, Kitab-Nya, Rosul-Nya, hari Akhir, dan takdir. Kemudian mereka tidak ragu atas keimanannya serta mengingkari setiap penyembahan kepada selain Allah dan berlepas diri darinya dan pelakunya. Allah berfirman:

﴿إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ آمَنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ ثُمَّ لَمْ يَرْتَابُوا وَجَاهَدُوا بِأَمْوَالِهِمْ وَأَنْفُسِهِمْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ أُولَئِكَ هُمُ الصَّادِقُونَ

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman hanyalah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rosul-Nya kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, mereka itulah orang-orang yang benar.” (QS. Al-Hujurōt [49]: 15)

Siapakah yang contoh Mukmin? Yaitu setiap orang yang beriman kepada para Nabi yang diutus kepadanya. Namun, setelah datang Islam maka wajib bagi semua orang untuk masuk Islam agar disebut beriman, tetapi jika tidak mau masuk Islam yang dibawa Nabi Muhammad lalu meninggal sebelum bertaubat maka dia akan masuk Neraka. Abu Huroiroh meriwayatkan bahwa Rosulullah bersabda:

«وَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ، لَا يَسْمَعُ بِي أَحَدٌ مِنْ هَذِهِ الْأُمَّةِ يَهُودِيٌّ، وَلَا نَصْرَانِيٌّ، ثُمَّ يَمُوتُ وَلَمْ يُؤْمِنْ بِالَّذِي أُرْسِلْتُ بِهِ، إِلَّا كَانَ مِنْ أَصْحَابِ النَّارِ»

“Demi Dzat Yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, tidaklah umat Yahudi atau Nasroni mendengar tentang risalahku, kemudian dia mati dan tidak beriman kepada apa yang aku diutus dengannya kecuali ia termasuk ahli Neraka.” (HR . Muslim no. 153)

Siapa yang disebut munafiq? Mereka adalah orang yang mengaku Islam tetapi sebenarnya hatinya membenci Islam, syiar-syiar Islam, dan kaum Muslimin. Allah berfirman, “Mereka mengucapkan dengan lidahnya apa yang tidak ada dalam hatinya.” (QS. Al-Fath [48]: 11)

Mereka lebih berbahaya daripada orang kafir karena permusuhan orang kafir terlihat jelas oleh kaum Muslimin sehingga mereka bisa waspada tetapi permusuhan orang munafiq tidak ditampakkan sehingga mereka menusuk dari dalam. Untuk itu, balasan bagi mereka adalah Neraka yang paling keras siksanya. Allah berfirman:

﴿إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الأسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرًا

“Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari Neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka.” (QS. An-Nisa [4]: 145)

Siapa yang disebut orang kafir? Mereka adalah orang yang enggan masuk Islam karena mengingkari Allah dan Rosul-Nya. Termasuk bentuk mengingkari Allah dan Rosul-Nya adalah tidak mau masuk Islam dan membenci syariat Islam, memerangi umat Islam, atau menghalangi manusia dari jalan Allah. Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan Rosul-Rosul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan Rosul-Rosul-Nya, dengan mengatakan: ‘Kami beriman kepada yang sebagian dan kami kafir terhadap sebagian (yang lain)’, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan.” (QS. An-Nisa [4]: 150-151)

Siapa yang disebut musyrik? Mereka adalah orang-orang yang menyembah Allah tetapi juga menyembah selain Allah. Mereka berdoa kepada Allah tetapi juga berdoa kepada selain Allah. Mereka juga mencintai Allah, tetapi berhala-berhala dan makhluk lebih mereka cintai daripada Allah. Allah berfirman, “Dan di antara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman sangat cinta kepada Allah.” (QS. Al-Baqoroh [2] 165)

 Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ

أَقُولُ قَوْلِي هٰذَا وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ لِيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلّٰهِ حَمْدًا كَثِيْرًا كَمَا أَمَرَ.

وَأَشْهَدُ أَنْ لآ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، الْمُتَعَالِيْ عَنِ الْمُشَارَكَةِ وَالْمُشَاكَلَةِ لِسَائِرِ الْبَشَرِ.

وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ النَّبِيُّ الْمُعْتَبَرُ.

اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَىٰ سَيـِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

أَمّا بَعْدُ:

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

«اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَأَزْوَاجِهِ، وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَأَزْوَاجِهِ، وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ»

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ وَيَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ وَغَافِرَ الذُّنُوْبِ وَالْخَطِيْئَاتِ بِرَحْمَتِكَ يَآ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

﴿رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ آمَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوْفٌ رَّحِيْمٌ

﴿رَبَّنَآ آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَّقِنَا عَذَابَ النَّارِ

/


 

20. Surga Penuh Rintangan

Khutbah Pertama

إنَّ الـحَمْدَ لِلّٰهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلٰهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه.

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا 

أَمَّا بَعْدُ:

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Sesuatu yang besar dan mulia memerlukan perjuangan dan pengorbanan untuk mendapatkannya. Surga adalah kenikmatan yang paling besar dan tempat paling mulia. Untuk itu, untuk meraih Surga diperlukan perjuangan dan pengorbanan yang tidak sedikit. Diriwayatkan dari Abu Huroiroh bahwa Rosulullah bersabda:

«حُجِبَتِ النَّارُ بِالشَّهَوَاتِ، وَحُجِبَتِ الجَنَّةُ بِالْمَكَارِهِ»

“Neraka ditutupi dengan syahwat dan Surga ditutupi dengan makarih.” (HR. Al-Bukhori no. 6487 dan Muslim no. 2822)

Makarih artinya hal-hal yang dibenci, maksudnya adalah Surga hanya bisa diraih dengan perjuangan melaksanakan hal-hal yang dibenci oleh jiwa berupa ketaatan dan sabar di atasnya.

Diriwayatkan dari Abu Huroiroh bahwa Rosulullah bersabda:

«لَمَّا خَلَقَ اللَّهُ الْجَنَّةَ قَالَ لِجِبْرِيلَ: اذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا، فَذَهَبَ فَنَظَرَ إِلَيْهَا، ثُمَّ جَاءَ، فَقَالَ: أَيْ رَبِّ وَعِزَّتِكَ لَا يَسْمَعُ بِهَا أَحَدٌ إِلَّا دَخَلَهَا، ثُمَّ حَفَّهَا بِالْمَكَارِهِ، ثُمَّ قَالَ: يَا جِبْرِيلُ اذْهَبْ فَانْظُرْ إِلَيْهَا، فَذَهَبَ فَنَظَرَ إِلَيْهَا، ثُمَّ جَاءَ فَقَالَ: أَيْ رَبِّ وَعِزَّتِكَ لَقَدْ خَشِيتُ أَنْ لَا يَدْخُلَهَا أَحَدٌ»

“Tatkala Allah menciptakan Surga, Dia berfirman kepada Jibril, ‘Pergilah dan lihatlah ia.’ Ia pun pergi dan melihatnya lalu kembali dan berkata, ‘Ya Allah, demi kemulianMu, tiada seorang pun yang mendengarnya pasti memasukinya.’ Kemudian Dia mengelilinginya dengan makarih lalu berfirman, ‘Hai Jibril, pergi dan lihatlah ia.’ Ia pun pergi dan melihatnya kemudian kembali dan berkata, ‘Ya Allah, demi kemulianMu, sungguh aku khawatir tidak ada seorangpun yang mau memasukinya.’” (HR. Abu Dawud no. 4744, dinilai hasan shohih Syaikh Al-Albani)

Imam An-Nawawi menjelaskan, “Hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa seseorang itu tidak akan masuk Surga sehingga mengamalkan perkara-perkara yang dibenci jiwa, begitupula sebaliknya seseorang itu tidak akan masuk Neraka sehingga ia mengamalkan perkara-perkara yang disenangi oleh syahwat. Demikian itu dikarenakan ada tabir yang menghiasi Surga dan Neraka berupa perkara-perkara yang dibenci ataupun yang disukai jiwa. Barangsiapa yang berhasil membuka tabir maka ia akan sampai ke dalamnya. Tabir Surga itu dibuka dengan amalan-amalan yang dibenci jiwa dan tabir Neraka itu dibuka dengan amalan-amalan yang disenangi syahwat. Diantara amalan-amalan yang dibenci jiwa seperti halnya bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah Ta’ala serta menekuninya, bersabar disaat berat menjalankannya, menahan amarah, memaafkan orang lain, berlaku lemah lembut, bersedekah, berbuat baik kepada orang yang pernah berbuat salah, bersabar untuk tidak memperturutkan hawa nafsu dan yang lainnya.” (Syarhun Nawawi ‘ala Muslim VII/165)

Ibnu Hajar $ dalam Fathul Baari berkata, “Yang dimaksud dengan makarih (perkara-perkara yang dibenci jiwa) adalah perkara-perkara yang dibebankan kepada seorang hamba baik berupa perintah ataupun larangan dimana ia dituntut bersungguh-sungguh mengerjakan perintah dan meninggalkan larangan tersebut. Seperti bersungguh sungguh mengerjakan ibadah serta berusaha menjaganya dan menjauhi perbuatan dan perkataan yang dilarang Allah Ta’ala. Penggunaan kata makarih di sini disebabkan karena kesulitan dan kesukaran yang ditemui seorang hamba dalam menjalankan perintah dan meninggalkan larangan.” (Fathul Baari 18/317)

Pengorbanan dan perjuangan ini menjadi sulit disebabkan jiwa (nafsu) manusia memang lebih suka dengan penyimpangan dan tidak suka ketaatan yang kebanyakan menyelisihi nafsu. Allah Ta’ala berfirman,

﴿إِنَّ النَّفْسَ لَأَمَّارَةٌ بِالسُّوءِ إِلَّا مَا رَحِمَ رَبِّي

“Sesungguhnya jiwa (manusia) itu menyuruh pada kejelekan kecuali jiwa yang dirohmati Tuhanku.” (QS. Yusuf: 53)

Ath-Thobari berkata tentang ayat ini, “Jiwa yang dimaksudkan adalah jiwa para hamba, ia senantiasa memerintahkan pada perkara-perkara yang disenangi nafsu. Sementara hawa nafsu itu jauh dari keridhoan Allah Ta’ala.” (Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an)

Ibnul Jauzi $ berkata, “Ketahuilah, semoga Allah mamberikan taufiq kepadamu, sesungguhnya watak dasar jiwa manusia itu cinta kepada hawa nafsunya. Telah berlalu penjelasan tentang begitu dasyatnya bahaya hawa nafsu, sehingga untuk menghadapinya engkau membutuhkan kesungguhan dan pertentangan dalam diri jiwamu. Ketika engkau tidak mecegah keinginan hawa nafsumu maka pemikiran-pemikiran sesat (kejelekan-kejelekan) itu akan menyerang sehingga tercapailah keinginan hawa nafsumu.” (Dzammul Hawa, hal.36)

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ

أَقُولُ قَوْلِي هٰذَا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ ليْ وَ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua

﴿الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي هَدَانَا لِهٰذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

«وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، أَمَّا بَعْدُ»

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

«اللّٰهُمَّ اقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِكَ مَا يَحُولُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَاصِيكَ، وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِّغُنَا بِهِ جَنَّتَكَ، وَمِنَ اليَقِينِ مَا تُهَوِّنُ بِهِ عَلَيْنَا مُصِيبَاتِ الدُّنْيَا، وَمَتِّعْنَا بِأَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُوَّتِنَا مَا أَحْيَيْتَنَا، وَاجْعَلْهُ الوَارِثَ مِنَّا، وَاجْعَلْ ثَأْرَنَا عَلَى مَنْ ظَلَمَنَا، وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ عَادَانَا، وَلَا تَجْعَلْ مُصِيبَتَنَا فِي دِينِنَا، وَلَا تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا، وَلَا تُسَلِّطْ عَلَيْنَا مَنْ لَا يَرْحَمُنَا»، يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ، وَأَقِمِ الصَّلَاةَ.

/


 

21. Alasan Banyaknya Orang Miskin di Surga

Khutbah Pertama

«إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ، نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ، فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ، فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ»

أَمَّا بَعْدُ:

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Surga diisi oleh dhu’afa. Secara bahasa dhu’afa artinya orang-orang lemah, maksudnya orang-orang miskin. Mereka disebut lemah karena mereka diremehkan oleh manusia, tetapi di sisi Allah mereka adalah orang-orang besar. Diriwayatkan dari Haritsah bin Wahab , ia mendengar Rosulullah bersabda:

«أَلَا أُخْبِرُكُمْ بِأَهْلِ الْجَنَّةِ؟» قَالُوا: بَلَى، قَالَ ﷺ: «كُلُّ ضَعِيفٍ مُتَضَعِّفٍ، لَوْ أَقْسَمَ عَلَىٰ اللهِ لَأَبَرَّهُ»

“Maukan kalian kuberitahu penduduk Surga?” Mereka menjawab, “Mau.” Beliau bersabda, “Setiap orang yang lemah dan dilemahkan, jika bersumpah atas nama Allah, pasti Dia wujudkan.” (HR. Muslim no. 2853)

Imam Nawawi $ menjelaskan, “Maknanya, dianggap lemah oleh manusia, diremehkan, dan diperlakukan sewenang-wenang, karena lemahnya kondisi dirinya di dunia. Maksud hadits tersebut adalah kebanyakan penduduk Surga adalah mereka, bukan semuanya.” (Al-Minhāj 17/187)

Mereka bukan orang yang dimuliakan manusia sewaktu di dunia, bahkan diremehkan karena kemiskinannya. Tidak jarang mereka diperlakukan sewenang-wenang, dirugikan, ditipu, dan dipinggirkan.

Sebagian mereka berpenampilan kurang sedap dipandang manusia, bukan karena tidak ingin tampil indah, tetapi memang karena mereka serba sederhana dan kekurangan. Diriwayatkan dari Abu Huroiroh , ia berkata bahwa Rosulullah bersabda:

«رُبَّ أَشْعَثَ مَدْفُوعٍ بِالْأَبْوَابِ، لَوْ أَقْسَمَ عَلَىٰ اللهِ لَأَبَرَّهُ»

“Betapa banyak orang yang rambutnya acak-acakan, ditolak di setiap pintu, tetapi jika ia bersumpah atas nama Allah, pasti Dia wujudkan.” (HR. Muslim no. 2854)

Allah Maha Adil. Di dunia ia terbatas menikmati dunia tidak seperti orang-orang kaya, maka di Akhirat mereka diizinkan menikmati Surga sebelum dimasuki orang-orang kaya sejarak 500 tahun. Diriwayatkan oleh Abu Huroiroh , bahwa Rosulullah bersabda:

«يَدْخُلُ الْفُقَرَاءُ الْجَنَّةَ قَبْلَ الْأَغْنِيَاءِ بِخَمْسِمِائَةِ عَامٍ نِصْفِ يَوْمٍ»

“Orang-orang fakir masuk Surga sebelum orang-orang kaya sejarak 500 tahun, yaitu setengah hari (Akhirat).” (HR. At-Tirmidzi no. 2353, dinilai hasan shohih Syaikh Al-Albani)

Satu hari di Akhirat sama dengan seribu tahun di dunia. Sebagaimana yang Allah Ta’ala sebutkan,

﴿وَإِنَّ يَوْمًا عِنْدَ رَبِّكَ كَأَلْفِ سَنَةٍ مِمَّا تَعُدُّونَ

“Sesungguhnya sehari di sisi Rob-mu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.” (QS. Al-Hajj: 47)

Oleh karenanya, setengah hari di Akhirat sama dengan 500 tahun di dunia. Adapun firman Allah Ta’ala,

﴿فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِينَ أَلْفَ سَنَةٍ

“Dalam sehari yang kadarnya limapuluh ribu tahun.” (QS. Al Ma’arij: 4)

Ayat ini dipahami bahwa waktu tersebut begitu lama bagi orang-orang kafir. Itulah kesulitan yang dihadapi orang-orang kafir:

﴿فَإِذَا نُقِرَ فِي النَّاقُورِ * فَذَلِكَ يَوْمَئِذٍ يَوْمٌ عَسِيرٌ * عَلَىٰ الْكَافِرِينَ غَيْرُ يَسِيرٍ

“Apabila ditiup sangkakala, maka waktu itu adalah waktu (datangnya) hari yang sulit, bagi orang-orang kafir lagi tidak mudah.” (QS. Al-Muddatsi-tsir: 8-10).

Di saat banyak orang yang dihisab dan menunggu lama di atas terik matahari, orang-orang miskin sudah bersenang-senang dan bermain-main di Surga. Diriwayatkan dari Abdullah bin Amr bin Ash, bahwa Rosulullah bersabda:

«أَتَعْلَمُ أَوَّلَ زُمْرَةٍ تَدْخُلُ الْجَنَّةَ مِنْ أُمَّتِي؟» قَالَ: اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَعْلَمُ فَقَالَ: «الْمُهَاجِرُونَ يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِلَى بَابِ الْجَنَّةِ وَيَسْتَفْتِحُونَ، فَيَقُولُ لَهُمُ الْخَزَنَةُ، أَوَ قَدْ حُوسِبْتُمْ؟ فَيَقُولُونَ: بِأَيِّ شَيْءٍ نُحَاسَبُ، وَإِنَّمَا كَانَتْ أَسْيَافُنَا عَلَىٰ عَوَاتِقِنَا فِي سَبِيلِ اللَّهِ، حَتَّى مِتْنَا عَلَىٰ ذَلِكَ، قَالَ: فَيُفْتَحُ لَهُمْ، فَيَقِيلُونَ فِيهِ أَرْبَعِينَ عَامًا قَبْلَ أَنْ يَدْخُلَهَا النَّاسُ»

“Apakah kamu tahu rombongan pertama yang masuk Surga dari umatku?” Dia menjawab, “Allah dan Rosul-Nya lebih tahu.” Beliau bersabda, “Orang-orang Muhajirin, mereka pada hari Kiamat mendatangi pintu Surga untuk meminta dibuka, lalu penjaga pintu bertanya, ‘Apakah kalian sudah dihisab?’ Mereka menjawab, ‘Karena hal apa kami dihisab? Sungguh pedang-pedang kami berada di leher kami fi sabilillah hingga kami meninggal di atas hal itu.’ Lalu dibuka untuk mereka dan mereka istirahat di Surga 40 tahun sebelum dimasuki oleh manusia.’” (HR. Al-Hakim no. 2389, dishohihkan Syaikh Al-Albani)

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ

أَقُولُ قَوْلِي هٰذَا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ ليْ وَ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua

الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَىٰ أُمُورِ الدُّنْيَا وَالدِّينِ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ أَشْرَفِ الـمُرْسَلِينَ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْـمَـعِينَ

أَمَّا بَعْدُ

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَىٰ النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

﴿رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

﴿اللّٰهُمَّ اجْعَلْنَا هُدَاةً مُهْتَدِينَ غَيْرَ ضَالِّينَ وَلَا مُضِلِّينَ

/


 

22. Peristiwa Kebangkitan dari Kubur

Khutbah Pertama

«إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا. مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ، فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ»

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ، وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ، وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِى تَسَاءَلُونَ بِهِ وَاْلْأَرْحَامِ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ، وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ، وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ، وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا

أَمَّا بَعْدُ:

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Setelah Malaikat meniup sangkakala kebangkitan maka semua orang akan bangkit dari kuburya. Allah berfirman:

﴿وَنُفِخَ فِي الصُّورِ فَصَعِقَ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَمَنْ فِي الأَرْضِ إِلَّا مَنْ شَاءَ اللَّهُ ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَى فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنْظُرُونَ

“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi, maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing).” (QS. Az-Zumar [39]: 68)

Mereka bangkit dari alam kubur menuju alam Akhirat. Allah mengisahkan:

﴿قَالُوا يَا وَيْلَنَا مَنْ بَعَثَنَا مِنْ مَرْقَدِنَا هٰذَا مَا وَعَدَ الرَّحْمَنُ وَصَدَقَ الْمُرْسَلُونَ

“Mereka berkata: ‘Aduh celakalah kami! Siapakah yang membangkitkan kami dari tempat tidur kami (kubur)?’ Inilah yang dijanjikan Yang Maha Pemurah dan benarlah Rosul-Rosul (-Nya).” (QS. Yāsīn [36]: 52)

Mereka menggunakan istilah tidur karena mereka membandingkan kehidupan Akhirat yang tidak ada ujungnya dengan alam barzah yang ada batasnya, meskipun waktunya cukup lama mereka berdiam di alam tersebut. Dari sisi ini, mereka merasa sangat singkat saat di alam barzah, dan digunakanlah istilah tidur.

Seberapa singkat perasaan mereka tinggal di dunia dan di alam barzah? Sesingkat sehari atau mungkin setengah hari. Allah berfirman:

﴿قَالَ كَمْ لَبِثْتُمْ فِي الأرْضِ عَدَدَ سِنِينَ * قَالُوا لَبِثْنَا يَوْمًا أَوْ بَعْضَ يَوْمٍ فَاسْأَلِ الْعَادِّينَ * قَالَ إِنْ لَبِثْتُمْ إِلَّا قَلِيلًا لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Allah bertanya: ‘Berapa tahunkah lamanya kamu tinggal di bumi?’ Mereka menjawab: ‘Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.’ Allah berfirman: ‘Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui.’” (QS. Al-Mukminun [23]: 112-114)

Bahkan ada yang menganggap bahwa mereka tinggal di dunia hanya sesingkat waktu yang cukup untuk saling berkenalan. Allah berfirman:

﴿وَيَوْمَ يَحْشُرُهُمْ كَأَنْ لَمْ يَلْبَثُوا إِلَّا سَاعَةً مِنَ النَّهَارِ يَتَعَارَفُونَ بَيْنَهُمْ قَدْ خَسِرَ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِلِقَاءِ اللَّهِ وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ

“Dan (ingatlah) akan hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka, (mereka merasa di hari itu) seakan-akan mereka tidak pernah berdiam (di dunia) kecuali hanya sesaat saja di siang hari (di waktu itu) mereka saling berkenalan. Sesungguhnya rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah dan mereka tidak mendapat petunjuk.” (QS. Yūnus [10]: 45)

Mereka dibangkitkan dalam bentuk-bentuk yang bermacam-macam. Ada yang dibangkitkan dari kubur dalam keadaan wajahnya menjadi kaki sehingga ia berjalan dengan wajahnya. Merekalah orang-orang kafir. Allah berfirman:

﴿الَّذِينَ يُحْشَرُونَ عَلَىٰ وُجُوهِهِمْ إِلَى جَهَنَّمَ أُولَئِكَ شَرٌّ مَكَانًا وَأَضَلُّ سَبِيلاً

“Orang-orang yang dihimpunkan ke Neraka Jahanam dengan diseret atas muka-muka mereka, mereka itulah orang yang paling buruk tempatnya dan paling sesat jalannya.” (QS. Al-Furqōn [25]: 34)

Rosulullah bersabda:

«أَلَيْسَ الَّذِي أَمْشَاهُ عَلَىٰ الرِّجْلَيْنِ فِي الدُّنْيَا قَادِرًا عَلَىٰ أَنْ يُمْشِيَهُ عَلَىٰ وَجْهِهِ يَوْمَ القِيَامَةِ؟!»

“Bukankah Dzat yang bisa menjadikan seseorang berjalan dengan kedua kakinya di dunia, tentu juga mampu menjadikannya berjalan dengan wajahnya di hari Kiamat?” (HR. Al-Bukhori no. 4760 dan Muslim no. 2806)

Mereka berjalan dalam berkadaan buta, tuli, dan bisu. Buta tidak bisa melihat, tuli tidak bisa mendengar, dan bisa tidak bisa berbicara. Allah berfirman:

﴿وَنَحْشُرُهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَىٰ وُجُوهِهِمْ عُمْيًا وَبُكْمًا وَصُمًّا مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ كُلَّمَا خَبَتْ زِدْنَاهُمْ سَعِيرًا

“Dan Kami akan mengumpulkan mereka pada hari Kiamat (diseret) atas muka mereka dalam keadaan buta, bisu dan tuli. Tempat kediaman mereka adalah Neraka Jahanam. Tiap-tiap kali nyala api Jahanam itu akan padam Kami tambah lagi bagi mereka nyalanya.” (QS. Al-Isrō [17]: 97)

Lalu bagaimana dengan orang Islam yang ahli maksiat? Ada yang dibangkitkan sebesar semut, yaitu orang-orang yang sombong sewaktu di dunia. Ada yang dibangkitkan dengan berjalan gontai seperti orang kesurupan, yaitu orang makan riba sewaktu di dunia. Ada yang berjalan dengan sisi pundaknya miring ke bawah, yaitu suami yang tidak adil di antara istri-istrinya. Ada pula yang dibangkitkan dengan memikul kambing, sapi, atau unta, yaitu orang-orang yang melakukan ghulul (mengambil harta rampasan perang sebelum dibagi), ada pula yang dibangkitkan dengan memikul tanah sejengkal setinggi tujuh lapisan bumi, yaitu orang yang mencuri tanah sejengkal. Wal iyaadzu billah!

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ

أَقُولُ قَوْ لِي هٰذَا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ ليْ وَ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua

«إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلٌّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، أَمَّا بَعْدُ»

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَىٰ النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

﴿رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

/


 

23. Saat Terindah Menuju Pintu Surga Bersama

Khutbah Pertama

الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَبِهِ نَسْتَعِيْنُ عَلَىٰ أُمُورِ الدُّنْيَا وَالدِّينِ، وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلىَ أَشْرَفِ الـمُرْسَلِينَ وَعَلىَ آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْـمَـعِينَ

أَمَّا بَعْدُ:

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Kala itu Nabi kita Muhammad meminta izin agar pintu Surga dibuka. Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa Rosulullah bersabda:

«آتِي بَابَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فَأَسْتفْتِحُ، فَيَقُولُ الْخَازِنُ: مَنْ أَنْتَ؟ فَأَقُولُ: مُحَمَّدٌ، فَيَقُولُ: بِكَ أُمِرْتُ لَا أَفْتَحُ لِأَحَدٍ قَبْلَكَ»

“Aku mendatangi pintu Surga pada hari Kiamat lalu meminta agar dibuka. Sang penjaga berkata, ‘Siapa Anda?’ Lalu kujawab, ‘Aku Muhammad.’ Dia berkata, ‘Hanya untukmu aku diperintah agar tidak membukanya untuk selainmu.’” (HR. Muslim no. 197)

Lalu pintu Surga pun terbuka. Beliau membuka semua pintu-pintunya yang berjumlah delapan. Setelah dibuka, maka tercium aroma yang sangat harum semerbak yang bisa dicium aromanya sepanjang perjalanan 40 tahun. Oleh karena itu orang-orang beriman yang mencium aromanya dari kejauhan sangat tamak ingin memasukinya. Mereka pun dipandu menuju Surga secara berkelompok-kelompok laksana tamu undangan raja. Allah berfirman:

﴿وَسِيقَ الَّذِينَ اتَّقَوْا رَبَّهُمْ إِلَى الْجَنَّةِ زُمَرًا

“Dan orang-orang yang bertakwa kepada Rob-nya dibawa ke dalam Surga berombong-rombongan (pula).” (QS. Az-Zumar [39]: 73)

Peristiwa ini benar-benar akan terjadi. Orang-orang yang wajahnya laksana bulan purnama, bening, lagi rupawan bergandengan tangan di depan pintu Surga. Demikianlah yang diceritakan oleh Rosulullah :

«أَوَّلُ زُمْرَةٍ تَلِجُ الجَنَّةَ صُورَتُهُمْ عَلَىٰ صُورَةِ القَمَرِ لَيْلَةَ البَدْرِ، لاَ يَبْصُقُونَ فِيهَا، وَلاَ يَمْتَخِطُونَ، وَلاَ يَتَغَوَّطُونَ، آنِيَتُهُمْ فِيهَا الذَّهَبُ، أَمْشَاطُهُمْ مِنَ الذَّهَبِ وَالفِضَّةِ، وَمَجَامِرُهُمُ الأَلُوَّةُ، وَرَشْحُهُمُ المِسْكُ، وَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِنْهُمْ زَوْجَتَانِ، يُرَى مُخُّ سُوقِهِمَا مِنْ وَرَاءِ اللَّحْمِ مِنَ الحُسْنِ، لاَ اخْتِلاَفَ بَيْنَهُمْ وَلاَ تَبَاغُضَ، قُلُوبُهُمْ قَلْبٌ وَاحِدٌ، يُسَبِّحُونَ اللَّهَ بُكْرَةً وَعَشِيًّا»

“Rombongan pertama yang masuk Surga, wajah-wajah mereka laksana bulan purnama. Mereka tidak meludah, buang air kecil, berak. Bejana-bejana mereka terbuat dari emas. Sisir mereka terbuat dari emas dan perak. Minyak mereka adalah kayu gaharu, aroma mereka adalah misik. Setiap mereka memiliki dua istri yang sumsum tulang betisnya terlihat dari luar karena sangking cantiknya. Mereka tidak saling membenci. Hati mereka laksana satu hati. Mereka bertasbih kepada Allah di pagi dan sore hari.” (HR. Al-Bukhori no. 3245)

Mereka saling bergandengan tangan sehingga semuanya masuk secara serentak. Satu barisan tersebut tidaklah masuk kecuali bagian kiri dan kanannya masuk semuanya. Sungguh ini adalah saat-saat yang indah sekali. Diriwayatkan dari Sahl bin Saad bahwa Rosulullah bersabda:

«لَيَدْخُلَنَّ مِنْ أُمَّتِي سَبْعُونَ أَلْفًا، أَوْ سَبْعُ مِائَةِ أَلْفٍ، لاَ يَدْخُلُ أَوَّلُهُمْ حَتَّى يَدْخُلَ آخِرُهُمْ، وُجُوهُهُمْ عَلَىٰ صُورَةِ القَمَرِ لَيْلَةَ البَدْرِ»

“Sungguh 70.000 atau 700.000 dari umatku masuk Surga di mana yang pertama tidak masuk kecuali yang terakhir juga masuk. Wajah-wajah mereka laksana bulan purnama.” (HR. Al-Bukhori no. 3247 dan Muslim no. 219)

Jumlah mereka adalah 4,9 Milyar karena Nabi Muhammad meminta tambahan kepada Allah dan dikabulkan, yaitu setiap satu dari mereka memimpin 70.000 orang lainnya. Mereka adalah orang-orang yang memasuki Surga tanpa hisab dan azab karena mereka adalah orang-orang yang totalitas dalam bertauhid dan bertawakal kepada Allah. Rosulullah bersabda:

«أُعْطِيتُ سَبْعِينَ أَلْفًا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ حِسَابٍ، وُجُوهُهُمْ كَالْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ، وَقُلُوبُهُمْ عَلَىٰ قَلْبِ رَجُلٍ وَاحِدٍ، فَاسْتَزَدْتُ رَبِّي عَزَّ وَجَلَّ، فَزَادَنِي مَعَ كُلِّ وَاحِدٍ سَبْعِينَ أَلْفًا»

“Aku diberi 70.000 dari umatku yang masuk Surga tanpa hisab. Wajah-wajah mereka laksana bulan purnama, hati mereka laksanan satu hati. Lalu aku meminta Robku tambahan, lalu Dia menambah setiap satu orang membawahi 70.000 lagi.” (HR. Ahmad no. 203 dengan sanad shohih)

Saat memasuki Surga, mereka disambut oleh para Malaikat yang mengucapkan selamat dari segala penjuru pintu.

﴿وَالْمَلائِكَةُ يَدْخُلُونَ عَلَيْهِمْ مِنْ كُلِّ بَابٍ * سَلامٌ عَلَيْكُمْ بِمَا صَبَرْتُمْ فَنِعْمَ عُقْبَى الدَّارِ

“Malaikat-Malaikat masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu (sambil mengucapkan): ‘Selamat bagi kalian atas kesabaran kalian.’ Maka alangkah baiknya tempat kesudahan itu.” (QS. Ar-Ro’du [13]: 23-24)

Mereka pun memuji Allah atas nikmat ini seraya berkata:

﴿وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي صَدَقَنَا وَعْدَهُ وَأَوْرَثَنَا الأرْضَ نَتَبَوَّأُ مِنَ الْجَنَّةِ حَيْثُ نَشَاءُ فَنِعْمَ أَجْرُ الْعَامِلِينَ

“Dan mereka mengucapkan: ‘Segala puji bagi Allah yang telah memenuhi janji-Nya kepada kami dan telah (memberi) kepada kami tempat ini sedang kami (diperkenankan) menempati tempat dalam Surga di mana saja yang kami kehendaki.’ Maka Surga itulah sebaik-baik balasan bagi orang-orang yang beramal.” (QS. Az-Zumar [39]: 74)

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ

أَقُولُ قَوْ لِي هٰذَا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ ليْ وَ لَكُمْ إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua

«الْحَمْدُ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ، وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ، فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ»

أَمَّا بَعْدُ:

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ اِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعْوَاتِ

﴿رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى الأٰخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

/


 

24. Berkurban Dunia Untuk Kenikmatan Abadi

Khutbah Pertama (Idul Adha)

«الْحَمْدُ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ»

وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَىٰ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ

أَمَّا بَعْدُ:

فَيَاعِبَادَ اللهِ، اُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَ اللهِ وَطَاعَتِهِ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ

قَالَ اللهُ تَعَالَى فِى الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ: ﴿يَااَيُّهَا الَّذِيْنَ اَمَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ اِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ

Ma’āsyirol Muslimin, Jamaah Sholat Id Rohimakumullah...

Di antara pelajaran berharga dalam hari Raya Idul Adha adalah mengorbankan dunia demi mengharap wajah Allah. Untuk itu, pada kesempatan yang mulia ini, kita ingin memantapkan hati berkorban dunia dengan mengetahui hakikatnya sehingga hati menjadi tenang dan mantap untuk mengorbankannya demi meraih ridho Allah.

Ma’āsyirol Muslimin, Jamaah Sholat Id Rohimakumullah...

Dunia berasal dari bahasa Arab (دنيا) yang artinya berkisar kepada tiga pengertian, yaitu rendah (سفلي), sedikit (قليل), dan dekat (قرب). Ibnu Manzhur mengatakan:

وَسُمِّيت الدُّنْيا لِدُنُوِّها، وَلِأَنَّهَا دَنَتْ وَتَأَخَّرَتِ الْآخِرَةُ، وَكَذَلِكَ السَّمَاءُ الدُّنْيا هِيَ القُرْبَى إِلَيْنَا

“Disebut dunia karena kerendahannya, karena ia rendah dan mengakhirkan Akhirat, begitu juga disebut langit dunia karena ia paling dekat dengan kita.” (Lisānul Arōb XIV/272)

Pertama, Rendah

Dunia bermakna rendah ditunjukkan oleh firman Allah:

﴿غُلِبَتِ الرُّومُ * فِي أَدْنَى الأرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ

“Telah dikalahkan bangsa Romawi, di adna bumi (bagian bumi yang paling rendah) dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang.” (QS. Rūm [30]: 2-3)

Allâh menyebutkan tempat pertempuran Romawi dengan Persia dengan lafazh adnâ. Dalam bahasa ‘Arab lafazh (أَدْنَى) memiliki arti rendah. Dari situlah lafazh dunia (دُنْيَا) terbentuk. Para ahli sejarah menyebutkan bahwa pertempuran tersebut terjadi di Laut Mati yang merupakan tempat paling rendah dari permukaan laut, menurut penelitian terkini. Laut Mati memiliki titik terendah di bumi sekitar 400 m di bawah permukaan laut. Disebut Laut Mati karena tidak ada tanda kehidupan yang dapat bertahan hidup di laut tersebut yang mengandung garam tertinggi dari seluruh laut di dunia.

Dunia dinamakan rendah karena ia sangat rendah dan hina di sisi Allah. Jabir bin Abdillah bercerita: “Rosulullah pernah melewati sebuah pasar lalu masuk ke sebuah dataran tinggi, sementara para Sahabat beliau berada di samping kanan-kiri beliau. Lalu beliau melewati seekor bangkai kambing yang cacat telinganya. Lalu beliau berkata, ‘Siapa di antara kalian yang suka memiliki ini dengan membayar satu dirham?’ Mereka menjawab, ‘Kami tidak mau meskipun membayar berapapun. Apa yang bisa kami perbuat dengan bangkai itu?’ Beliau berkata, ‘Apakah kalian suka jika diberi cuma-cuma?’ Mereka menjawab, ‘Demi Allah, seandainya dia hidup, dia memiliki aib karena telinganya cacat, lantas bagaimana sementara dia sudah jadi bangkai?’ Lalu beliau bersabda, ‘Demi Allah, sungguh dunia di sisi Allah lebih hina daripada ini di sisi kalian.’” (HR. Muslim no. 2957)

«لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللّٰهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ»

“Seandainya dunia menyamai di sisi Allah sayap nyamuk, tentulah orang kafir tidak akan diberi minum darinya meskipun hanya seteguk air.” (HR. At-Tirmidzi no. 2320, dishohihkan Syaikh Al-Albani)

Kedua, Sedikit

Dunia disebut sedikit karena kenikmatannya sangat sedikit dibanding kenikmatan Akhirat. Allah berfirman:

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا مَا لَكُمْ إِذَا قِيلَ لَكُمُ انْفِرُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ اثَّاقَلْتُمْ إِلَى الأَرْضِ أَرَضِيتُمْ بِالْحَيَاةِ الدُّنْيَا مِنَ الآخِرَةِ فَمَا مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا فِي الآخِرَةِ إِلا قَلِيلٌ

“Hai orang-orang yang beriman, apakah sebabnya apabila dikatakan kepada kamu: ‘Berangkatlah (untuk berperang) pada jalan Allah’ kamu merasa berat dan ingin tinggal di tempatmu? Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti kehidupan di Akhirat? padahal kenikmatan hidup di dunia ini (dibandingkan dengan kehidupan) di Akhirat hanyalah sedikit.” (QS. At-Taubah [9]: 38)

Rosulullah bersabda:

«وَاللّٰهِ مَا الدُّنْيَا فِي الْآخِرَةِ إِلَّا مِثْلُ مَا يَجْعَلُ أَحَدُكُمْ إِصْبَعَهُ هَذِهِ -وَأَشَارَ يَحْيَى بِالسَّبَّابَةِ- فِي الْيَمِّ، فَلْيَنْظُرْ بِمَ تَرْجِعُ؟»

“Demi Allah, tidaklah dunia dibanding Akhirat melainkan seperti seorang dari kalian mencelupkan jarinya —Yahya (rowi) mengisyarakan dengan jari telunjuknya— ke dalam lautan, lalu hendaklah ia melihat berapa air yang berhasil terangkut.” (HR. Muslim no. 2858)

Tempat cemeti di Surga saja lebih utama daripada dunia seisinya. Rosulullah bersabda:

«مَوْضِعُ سَوْطٍ فِي الجَنَّةِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا»

“Tempat cemeti di Surga lebih baik daripada dunia seisinya.” (HR. Al-Bukhori no. 3250)

Ketiga, Dekat

Dunia bermakna dekat ditunjukkan dengan firman-Nya:

﴿وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ وَأَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيرِ

“Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa Neraka yang menyala-nyala.” (QS. Al-Mulk [67]: 5)

Dunia disebut dekat karena sangat dekat dengan Kiamat. Oleh karena itu, manusia yang tinggal di dunia juga sangat dekat dengan Kiamat, baik Kiamat Kecil atau Kiamat Besar. Kiamat kecil adalah kematiannya, dan Kiamat besar adalah hancurnya alam semesta secara keseluruhan. Rosulullah bersabda:

«إِنَّ طَرْفَ صَاحِبِ الصُّورِ مُذْ وُكِّلَ بِهِ مُسْتَعِدٌّ يَنْظُرُ نَحْوَ الْعَرْشِ مَخَافَةَ أَنْ يُؤْمَرَ قَبْلَ أَنْ يَرْتَدَّ إِلَيْهِ طَرْفُهُ، كَأَنَّ عَيْنَيْهِ كَوْكَبَانِ دُرِّيَّانِ»

“Sesungguhnya Malaikat sangkakala semenjak diserahi tugas tersebut senantiasa bersiap-siap sambil menatap Arsy karena khawatir diperintah sebelum matanya berkedip. Seolah-olah kedua matanya adalah dua bintang yang berkilau.” (HR. Al-Hakim no. 8676, dishohihkan Al-Hakim dan disepakati Adz-Dzahabi)

Ma’āsyirol Muslimin, Jamaah Sholat Id Rohimakumullah...

﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَىٰ النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

﴿رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ

اللّٰهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ

اللّٰهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِين وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتَكَ إِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ

اللّٰهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا إِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.

﴿رَبَّنَا آتِنَا فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

﴿رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ

﴿إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، ﴿وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ

/


 

25. Meraih Lima Keutaman dalam Sholat

Khutbah Pertama

«إنَّ الـحَمْدَ لِلّٰهِ نَـحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَن لاَّ إِلٰهَ إِلاَّ الله وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُـحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُولُه»

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ

﴿يَا أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا، يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا 

أَمَّا بَعْدُ:

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

Sholat adalah kewajiban yang Allah perintahkan kepada kaum Muslimin sebagai nikmat dari Allah. Karena siapa yang lima kali dalam sehari diingatkan Allah untuk senantiasa mengingat-Nya maka ialah orang yang bahagia. Kebahagiaan dan ketenangan ada pada mengingat Allah. Ketahuilah, dengan mengingat Allah, hati menjadi tenang.

Di antara keutamaan besar dari sholat yang mengungguli semua kewajiban-kewajiban dalam agama adalah:

Pertama, sholat adalah kewajiban yang Allah perintahkan di Makkah. Bahkan, di awal munculnya Islam, Allah sudah memerintahkan Nabi Muhammad untuk sholat di pagi hari dan sore hari, dua kali sehari. Nabi biasa sholat di luar Makkah bersama Ali di awal Islam, di sebuah lembah agar tidak diketahui oleh orang-orang kafir Makkah. Allah berfirman:

﴿وَاصْبِرْ نَفْسَكَ مَعَ الَّذِينَ يَدْعُونَ رَبَّهُمْ بِالْغَدَاةِ وَالْعَشِيِّ يُرِيدُونَ وَجْهَهُ

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Rob-nya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridaan-Nya.” (QS. Al-Kahfi [18]: 28)

Lalu sholat lima waktu disyariatkan sekitar 11 tahun kemudian.

Lalu tiga belas kemudian ketika di Madinah, baru disyariatkan yang lainnya, seperti puasa Romadhon, zakat, haji, jihad, dan lainnya.

Kedua, sholat adalah satu-satunya syariat yang Allah titahkan langsung kepada Nabi di langit, yaitu pada saat Nabi diperjalankan ke langit ketujuh.

Ketiga, sholat adalah amalan pertama yang akan dihisab di Akhirat. Sebelum amalan sedekahnya, puasanya, zakatnya dihisab, maka yang terlebih dahulu dihisab adalah sholatnya. Dengan ketentuan, jika sholatnya baik maka itu amal lainnya dianggap baik, meski ibadah lainnya penuh dengan kekurangan. Dari Abu Huroiroh, Nabi bersabda:

«إِنَّ أَوَّلَ مَا يُحَاسَبُ بِهِ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عَمَلِهِ صَلَاتُهُ، فَإِنْ صَلُحَتْ فَقَدْ أَفْلَحَ وَأَنْجَحَ، وَإِنْ فَسَدَتْ فَقَدْ خَابَ وَخَسِرَ، فَإِنْ انْتَقَصَ مِنْ فَرِيضَتِهِ شَيْءٌ، قَالَ الرَّبُّ عَزَّ وَجَلَّ: انْظُرُوا هَلْ لِعَبْدِي مِنْ تَطَوُّعٍ فَيُكَمَّلَ بِهَا مَا انْتَقَصَ مِنَ الفَرِيضَةِ، ثُمَّ يَكُونُ سَائِرُ عَمَلِهِ عَلَىٰ ذَلِكَ»

“Sesungguhnya amal hamba yang pertama kali akan dihisab pada hari Kiamat adalah sholatnya. Apabila sholatnya baik, dia akan mendapatkan keberuntungan dan keselamatan. Apabila sholatnya rusak, dia akan menyesal dan merugi. Jika ada yang kurang dari sholat wajibnya, Allah Tabaroka wa Ta’ala mengatakan, ‘Lihatlah apakah pada hamba tersebut memiliki amalan sholat sunnah?’ Maka sholat sunnah tersebut akan menyempurnakan sholat wajibnya yang kurang. Begitu juga amalan lainnya seperti itu.” (Shohih: HR. At-Tirmidzi no. 413)

Keempat, sholat adalah satu-satunya ibadah yang diperselisihkan para ulama bisa membatalkan keislaman sesorang jika ditinggalkan. Adapun ibadah yang lainnya, mereka sepakat tidak sampai membatalkan keislaman.

Disebutkan hadits Buraidah bahwa Nabi bersabda:

«اَلْعَهْدُ الَّذِيْ بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ، فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ»

“Perjanjian (pembatas) antara kita dengan mereka adalah sholat, maka barangsiapa yang meninggalkannya berarti ia telah kafir.” (Shohih: HR. At-Tirmidzi no. 2641)

Kelima, sholat adalah penghapus dosa-dosa harian. Hampir tidak ada manusia yang tiap hari tidak berbuat dosa. Sebagian orang menumpuk-numpuknya hingga menjadi gunung, dan sebagian lain justru Allah ampuni karena menunaikan sholat lima waktu berjamaah di Masjid. Dari Abu Huroiroh , ia berkata bahwa Rosulullah bersabda,

«أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا، مَا تَقُولُ: ذَلِكَ يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ قَالُوا: لاَ يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا، قَالَ: فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الخَمْسِ، يَمْحُو اللَّهُ بِهِ الخَطَايَا»

“Tahukah kalian, seandainya ada sebuah sungai di dekat pintu salah seorang di antara kalian, lalu ia mandi dari air sungai itu setiap hari lima kali, apakah akan tersisa kotorannya walau sedikit?” Para Sahabat menjawab, “Tidak akan tersisa sedikit pun kotorannya.” Beliau berkata, “Maka begitulah perumpamaan sholat lima waktu, dengannya Allah menghapuskan dosa.” (HR. Al-Bukhori no. 528 dan Muslim no. 667)

Para ulama mengatakan bahwa yang diampuni adalah dosa-dosa kecil, adapun dosa besar seperti membunuh, mencuri, minum khomr, maka memerlukan taubat.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الْآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ

أَقُولُ قَوْلِي هٰذَا وَاسْتَغْفِرُوا اللهَ ليْ وَلَكُمْ، إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيْمُ

Khutbah Kedua

﴿الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي هَدَانَا لِهٰذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ وَنُودُوا أَنْ تِلْكُمُ الْجَنَّةُ أُورِثْتُمُوهَا بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ

وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَحَبِيبَنَا وَعَظِيمَنَا وَقَائِدَنَا وَقُرَّةَ أَعْيُنِنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ وَصَفِيُّهُ صَلَّى اللهُ عَلَيهِ وَعَلَىٰ كُلِّ رَسُولٍ أَرْسَلَهُ

أَمَّا بَعْدُ:

Ma’āsyirol Muslimin Rohimakumullah...

﴿إِنَّ اللَّهَ وَمَلائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَىٰ النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

«اللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَعَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَىٰ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ وَعَلَىٰ آلِ إِبْرَاهِيمَ فِي الْعَالَمِينَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ»

اللّٰهُمَّ أَعِزَّ الْإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَالْمُشْرِكِيْنَ.

اللّٰهُمَّ أَصْلِحْ أَحْوَالَ الْمُسْلِمينَ فِي كُلِّ مَكَانٍ.

اللّٰهُمَّ اجْعَلْ هٰذَا الْبَلَدَ آمِنًا مُطْمَئِنًّا وَسَائِرَ بِلاَدِ الْمُسْلِمِيْنَ عَامَّةً، يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.

اللّٰهُمَّ آمِنَّا فِيْ أَوْطَانِنَا، وَأَصْلِحْ أَئِمَّتَنَا وَوُلاَةَ أُمُوْرِنَا، وَاجْعَلْ وِلاَيَتَنَا فِيْ مَنْ خَافَكَ وَاتَّقَاكَ وَاتَّبَعَ رِضَاكَ يَا رَبَّ الْعَالَمِيْنَ.

﴿سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَىٰ الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

/


Related

KHUTBAH JUMAT 6169113212970799251

Posting Komentar

Terima kasih atas komentar Anda yang sopan dan rapi.

emo-but-icon

Total Tayangan Halaman

WAKAF MUSHAF

WAKAF MUSHAF

Tentang Admin

Penulis bernama Nor Kandir ini kelahiran Jepara. Semenjak kecil tertarik dengan membaca terutama tentang alam ghoib dan huru-hara Hari Kiamat. Alumni Mahad Raudlatul Ulum Pati ini juga pernah nyantri di Mahad Tahfizh Qur'an Wadi Mubarok Bogor dan Pondok Mahasiswa Thaybah Surabaya dibawah asuhan Ust. Muhammad Nur Yasin, Lc dan beliau adalah guru utama penulis.

Gelar akademik penulis diperoleh di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya dan LIPIA Surabaya (cabang Universitas Al Imam di Riyadh KSA). Sekarang terdaftar sebagai mahasiswa Akademi Zad Arab Saudi dan Universitas Murtaqo Kuwait. Sertifikat yang diperoleh: ijazah sanad Kutub Sittah (Bukhori, Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasai, Ibnu Majah) dari Majlis Sama' bersama Dr. Abdul Muhsin Al Qosim dan Syaikh Samir bin Yusuf Al Hakali, juga matan-matan 5 semester Dr. Abdul Muhsin Al Qosim seperti Arbain, kitab² Muhammad bin Abdul Wahhab, Aqidah Wasithiyyah, Thohawiyah, Jurumiyah, Jazariyah, dll. Juga sertifikat hafalan Umdatul Ahkam dari Markaz Huffazhul Wahyain bersama Syaikh Abu Bakar Al Anqori. Kesibukan hariannya adalah mengajar bahasa Arob, dan menerjemahkan kitab-kitab yang diupload secara gratis di www.terjemahmatan.com

PENTING

Semua buku di situs ini adalah legal dan telah mendapatkan izin dari penerbit dan penulisnya untuk dicetak, disebar, dan dimanfaatkan dalam bentuk apapun. Boleh dikomersialkan dengan syarat: meminta izin ke penulis dan harganya dibuat murah (tanpa royalti penulis).

Bagi yang membutuhkan file wordnya untuk keperluan dakwah, bisa menghubungi Penulis di 085730-219-208.

Barokallahu fikum.

Pengikut

Hot in week

item