[PDF] Pengusaha Sukses, Awali Hari dengan 4 Roka'at - Nor Kandir
Muqoddimah
﷽
Setiap hari, orang
berangkat kerja untuk mencari kecukupan berupa rizqi untuk kebelangsungan
hidupnya, disertai kecemasan dan ketakuatan tidak mendapatkannya.
Maka pekerja dan pengusaha Muslim, ia
mengawalinya dengan 4 roka’at sebagai penguat hatinya dalam bertawakkal kepada
Alloh dan mengharap janji-Nya diberi kecukupan dan kesuksesan.
Empat roka’at itu adalah Sholat Subuh dan
qobliyahnya, dan 4 roka’at Dhuha.
Berikut pemaparannya.
Bab 1: Takhrij Hadits dan Makna
Dasar
Segala puji bagi Robb semesta alam. Sholawat dan salam
semoga terlimpah kepada Rosulullah ﷺ, keluarga, dan para
Shohabat beliau.
Risalah ini membahas sebuah Hadits Qudsi yang agung mengenai
empat roka’at Sholat di awal hari yang menjamin kecukupan di akhir hari. Hadits
ini telah diriwayatkan melalui beberapa jalur dan menjadi landasan utama bagi
keutamaan Sholat di pagi hari.
1.1. Jalur Riwayat Hadits
Hadits ini diriwayatkan dari dua jalur utama Shohabat RodhiyAllohu
‘Anhuma:
1.1.1. Riwayat Nu’aim bin Hammar
Dari
Nu’aim bin Hammar Al-Ghothofani RodhiyAllohu ‘Anhu bahwa ia mendengar
Rosulullah ﷺ bersabda:
«قَالَ
اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: يَا ابْنَ آدَمَ ، لَا تَعْجِزْ عَنْ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ مِنْ
أَوَّلِ النَّهَارِ أَكْفِكَ آخِرَهُ»
“Alloh ‘Azza wa Jalla berfirman: ‘Wahai anak cucu Adam, janganlah kamu
merasa lemah (enggan) untuk melakukan empat roka’at di awal hari, niscaya Aku akan mencukupimu pada
akhirnya.’”
(HR. Ahmad no. 22469 dan Abu Dawud no. 1289).
1.1.2. Riwayat Abud
Darda dan Abu Dzarr
Dari
Hadits Abu Ad-Darda dan Abu Dzarr RodhiyAllohu ‘Anhuma dengan lafazh:
«ابْنَ
آدَمَ ، ارْكَعْ لِي أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مِنْ أَوَّلِ النَّهَارِ أَكْفِكَ آخِرَهُ»
“Wahai anak Adam, Sholatlah untuk-Ku empat roka’at di awal siang
(siang/hari), niscaya Aku akan mencukupimu pada akhirnya.” (HR. At-Tirmidzi
no. 475)
Hadits ini dinilai hasan oleh Adz-Dzahabi dalam As-Siyar
(8/323), dan dinilai shohih oleh Al-Albani dalam Shohih Al-Jami’ (4339).
1.2. Makna (أَكْفِكَ آخِرَهُ) “Aku Akan Mencukupimu Pada Akhirnya”
Inilah janji Ilahi yang paling memikat dalam Hadits ini.
Kecukupan dari Alloh Robb semesta alam adalah jaminan keamanan lahiriyah dan
ketenangan batiniyyah yang tidak tertandingi oleh harta dunia manapun.
Adapun makna firman-Nya: (أَكْفِكَ
آخِرَهُ) yaitu: dia akan berada di dalam pemeliharaan Alloh Ta’ala,
sehingga Dia akan menjaganya dari keburukan yang terjadi di akhir hari tersebut
yang dapat membahayakannya, baik dalam urusan agamanya maupun dunianya.
Para ulama memberikan penjelasan yang lebih rinci mengenai
cakupan makna “kecukupan” ini:
Al-‘Iroqi Rohimahullah (w. 806 H) berkata: “Kemungkinan
mencakup kecukupan dari bencana (aafāt) atau dari dosa-dosa.” (Qutul
Mughtadzi ‘Ala Jami’ At-Tirmidzi, 1/202)
Al-‘Azhim Abadi Rohimahullah berkata: “Ada
kemungkinan dimaksudkan kecukupan dari bencana dan musibah yang merugikan, dan
ada kemungkinan dimaksudkan penjagaannya dari dosa-dosa dan pengampunan atas
apa yang terjadi darinya (dosa) pada hari itu, atau lebih umum dari itu,
sebagaimana dikatakan oleh As-Suyuthi.” (‘Aun Al-Ma’būd, 4/118)
Al-Munawi Rohimahullah (w. 1031 H) berkata: “(Aku
akan mencukupimu pada akhirnya) yaitu: dari keburukan yang Alloh Ta’ala
timbulkan di akhir hari tersebut berupa cobaan dan musibah. Perintah Alloh Ta’ala
untuk melakukan sesuatu atau meninggalkannya hanyalah untuk kemaslahatan yang
kembali kepada hamba, adapun Dia (Alloh), ketaatan tidak akan memberi manfaat
kepada-Nya dan kemaksiatan tidak akan merugikan-Nya.” (Faidh Al-Qodīr 4/615)
Mulla Al-Qori Rohimahullah (w. 1014 H) berkata: “Yaitu
Aku akan mencukupimu dari pekerjaanmu dan kebutuhan-kebutuhanmu, dan Aku akan
menjauhkan darimu apa yang engkau benci setelah Sholatmu hingga akhir hari.
Maknanya: Tenangkanlah pikiranmu dengan beribadah kepada-Ku di awal hari,
niscaya Aku akan menenangkan pikiranmu di akhir hari dengan menunaikan
kebutuhan-kebutuhanmu...”
Bab 2: Perbedaan Pendapat Ulama
Mengenai Identitas Sholat
Poin krusial dalam memahami Hadits ini adalah: Empat roka’at
apa yang dimaksud di awal hari? Para ulama Hadits dan fiqh berbeda pendapat
dalam menentukannya, yang secara fundamental akan memengaruhi waktu pelaksanaan
dan hukumnya.
2.1. Pendapat Pertama: Sholat Adh-Dhuha
Kebanyakan
ulama berpendapat bahwa yang dimaksud dengan empat roka’at di awal hari adalah
Sholat Adh-Dhuha.
Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah: Abu Dawud
(w. 275 H), At-Tirmidzi (w. 279 H), Al-‘Iroqi (w. 806 H), dan Ibnu Rojab
Al-Hanbali (w. 795 H), serta ulama lainnya.
Al-‘Iroqi Rohimahullah
menjelaskan bahwa penetapan ini didasarkan pada definisi “awal hari” itu
sendiri. Meskipun secara bahasa dan syar’i hari dimulai sejak terbitnya Fajar, dan Sholat Adh-Dhuha masih
termasuk dalam kategori “awal hari”.
Dan beliau (yaitu Al-‘Iroqi) berkata: “Dengan asumsi bahwa hari
itu dimulai dari terbitnya Fajar, maka tidak ada halangan bahwa yang dimaksud
dengan empat roka’at ini adalah Sholat setelah terbitnya matahari (Sholat Adh-Dhuha);
karena waktu tersebut belum keluar dari kategori awal siang/hari. Dan inilah
yang tampak dari Hadits dan amalan manusia, sehingga yang dimaksud dengan empat
roka’at ini adalah Sholat Adh-Dhuha.” (Nail Al-Authoor, 3/79)
2.2. Pendapat Kedua: Sholat Shubuh dan Dua Roka’at
Sunnahnya
Kelompok ulama lain berpendapat bahwa yang dimaksud dengan
empat roka’at di awal hari adalah Sholat Shubuh yang Fardhu ditambah dengan dua
roka’at Sholat Sunnah Fajar/Qobliyah Shubuh.
Di antara ulama yang berpendapat demikian adalah: Syaikhul
Islam Ibnu Taimiyyah (w. 728 H) dan murid beliau, Ibnul Qoyyim (w. 751 H).
Ibnul Qoyyim berkata: “Aku mendengar Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah berkata: ‘Empat (roka’at) ini menurutku adalah Sholat Fajar (Subuh)
dan Sunnahnya.’” (Zād Al-Ma’ād fī Hadyi Khairi Al-’Ibād, 1/348)
Asy-Syaukani berkata: “Dikatakan: Kemungkinan dimaksudkan
adalah fardhu Shubuh dan dua roka’at Fajar; karena itu adalah Sholat yang
benar-benar di awal hari, dan maknanya akan sama dengan sabda Nabi ﷺ: ‘Barangsiapa yang Sholat Shubuh, maka ia berada dalam jaminan
(perlindungan) Alloh.’” (Yaitu: dalam janji dan keamanan-Nya).
2.3.
Definisi Awal Hari
Perdebatan ini juga terkait dengan definisi kapan An-Nahār
(Siang/Hari) dimulai.
Al-‘Iroqi berkata: “Hal ini
dibangun di atas pertanyaan: Apakah hari itu dimulai dari terbitnya Fajar atau
dari terbitnya Matahari? Yang masyhur (populer), yang ditunjukkan oleh
perkataan mayoritas ahli bahasa dan ulama Syari’ah, adalah bahwa hari dimulai
dari terbitnya Fajar.”
Bab 3: Mengambil Jalan Tengah dan
Pelaksanaannya
Setelah melihat adanya perbedaan pendapat yang kuat dan
argumentatif dari para ulama terkemuka, bagaimana seorang Muslim menyikapi hal
ini?
3.1. Jalan Kehati-hatian dan Jam’u Baina Ad-Dalilain
Sholat yang dimaksud ini kemungkinan adalah Sholat Shubuh
dan Sunnahnya, dan kemungkinan juga adalah Sholat Adh-Dhuha. Oleh
karena itu, seorang Muslim seyogianya menjaga empat roka’at di waktu Dhuha,
bersamaan dengan penjagaannya terhadap qobliyyah Subuh, agar ia mendapatkan
keutamaan ini.
Ini adalah sikap yang paling bijaksana, yaitu menggabungkan
semua kemungkinan terbaik untuk memastikan terpenuhinya janji Ilahi. Mengingat
janji “kecukupan” ini adalah janji yang agung, seorang hamba yang cerdas akan
berusaha semaksimal mungkin untuk tidak melewatkannya.
3.2. Waktu Pelaksanaan
1. Jika yang dimaksud adalah Sholat Shubuh dan Sunnahnya
(Total 4 roka’at):
Waktu: Waktunya telah diketahui, yaitu sejak
terbitnya fajar shodiq hingga terbitnya matahari.
2. Jika yang dimaksud adalah Sholat Adh-Dhuha (4 roka’at):
Adapun Sholat Adh-Dhuha, waktunya adalah setelah terbitnya matahari
dan meningginya [sekitar seperempat jam (15 menit) setelah matahari terbit]
hingga sesaat sebelum masuknya waktu Sholat Zhuhur [sekitar 15 menit sebelumnya].
3.3.
Tata Cara (Sholat Sunnah Malam dan Siang)
Sholat ini dilakukan dua roka’at salam, dua roka’at salam;
berdasarkan sabda Nabi ﷺ:
«صَلَاةُ
اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ مَثْنَى مَثْنَى»
“Sholat malam dan siang adalah dua-dua.” (HSR. Arbaah dalam Tamām Al-Minah, hlm. 240)
Bab 4: Renungan Kecukupan
4.1. Filosofi “Kecukupan” di Awal Hari
Pikirkan sejenak, mengapa Alloh Robb kita yang Mahakaya dan
Mahakuasa mengaitkan janji kecukupan (kifāyah) di akhir hari dengan
sebuah amalan di permulaannya?
Ini adalah pelajaran Tauhid dan manajemen diri yang luar
biasa:
Prioritas dan Pengakuan Kebutuhan
Pagi hari adalah permulaan aktivitas manusia. Ini adalah
momen ketika pikiran mulai disibukkan dengan urusan dunia: mencari rezeki,
menghadapi pekerjaan, mengurus keluarga. Dengan memulai hari empat roka’at
untuk Alloh, seorang hamba telah membuat pengakuan tertinggi: “Ya Robb, Engkau
adalah prioritasku. Aku butuh pertolongan-Mu sebelum aku menghadapi dunia-Mu.
Aku butuh jaminan-Mu sebelum aku berjuang sendiri.”
Disebutkan dalam Hadits Qudsi:
«يَا ابْنَ آدَمَ تَفَرَّغْ
لِعِبَادَتِي أَمْلَأْ صَدْرَكَ غِنًى وَأَسُدَّ فَقْرَكَ، وَإِلَّا تَفْعَلْ مَلَأْتُ
يَدَيْكَ شُغْلًا وَلَمْ أَسُدَّ فَقْرَكَ»
“Wahai anak cucu Adam, sibukkan
dirimu dalam menyembah-Ku, Aku akan penuhi dadamu dengan kekayaan dan aku tutup
kefakiranmu. Jika kamu tidak melakukannya, Aku akan penuhi tanganmu dengan
kesibukan dan aku tidak menutup kefakiranmu.” (HSR. At-Tirmidzi no. 2466)
Bentuk Investasi Terbaik
Kecukupan yang Alloh janjikan bukan sekadar terpenuhinya
rezeki, tetapi mencakup perlindungan dari segala āfāt (bencana) dan
pengampunan dari dosa.
Bukankah investasi terbaik adalah yang melindungi aset
terbesar kita, yaitu agama dan keselamatan kita? Melalui empat roka’at ini,
seorang Muslim menginvestasikan waktunya yang paling berharga untuk mendapatkan
jaminan paling berharga di sisa hari itu: jaminan agar agamanya tetap teguh dan
dunianya tidak hancur oleh musibah tak terduga.
Hati yang Tenang sebagai Modal
Sebagaimana Mulla Al-Qori jelaskan, maknanya adalah: “Tenangkanlah
pikiranmu dengan beribadah kepada-Ku di awal hari, niscaya Aku akan menenangkan
pikiranmu di akhir hari dengan menunaikan kebutuhan-kebutuhanmu.”
Bayangkan seorang pedagang yang memulai hari dengan hati
yang gundah, penuh kekhawatiran akan untung dan rugi. Bandingkan dengan seorang
hamba yang baru selesai bermunajat kepada Robbnya, mendapatkan jaminan langsung
dari-Nya. Hamba kedua ini memiliki modal batin yang jauh lebih besar:
ketenangan, tawakal, dan keyakinan. Ketenangan batin inilah yang menjadi kunci
sukses terbesar dalam menghadapi hiruk pikuk kehidupan.
4.2. Menggabungkan Dua Keutamaan
Jalan kehati-hatian yang disarankan oleh para ulama adalah
yang paling kuat dalam hal mengumpulkan pahala:
Empat Roka’at Subuh dan Qobliyah
Melaksanakan Sholat Shubuh (2 roka’at Fardhu) dan Sunnah
Fajar (2 roka’at Sunnah) dengan sempurna segera setelah fajar terbit. Ini adalah cara yang
paling akurat untuk mengimplementasikan pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah,
sekaligus mendapatkan jaminan Hadits:
«مَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فَهُوَ فِي ذِمَّةِ اللهِ»
“Barangsiapa yang Sholat Shubuh, maka ia berada dalam jaminan Alloh.” (HR. Muslim no. 657)
Empat roka’at Dhuha
Kemudian, setelah Matahari terbit dan meninggi, ia
melaksanakan Sholat Adh-Dhuha sebanyak empat roka’at (2x Sholat). Ini adalah
cara terbaik untuk mengimplementasikan pendapat Abu Dawud, At-Tirmidzi, Ibnu Rojab, dan Al-‘Iraqi.
Dengan menjalankan total delapan roka’at (2 Sunnah + 2
Fardhu + 4 Sunnah Dhuha), seorang Muslim telah menutup semua ihtimāl
(kemungkinan) dan meraih janji Ilahi yang luar biasa dari Hadits Qudsi ini
dengan keyakinan penuh.
Bab 5: Analisis Mendalam tentang
Definisi Awal Hari
Perbedaan pendapat ulama mengenai apakah empat roka’at
tersebut merujuk pada Sholat Shubuh atau Sholat Adh-Dhuha berakar pada
interpretasi frasa kunci: min awwali n-nahār (dari awal hari/siang).
Memahami terminologi Arab Syar’i dan bahasa membantu kita menghargai kedalaman
Hadits ini.
5.1. Tinjauan Syar’i dan Bahasa Arab
Secara etimologi dan syariat, terdapat dua sudut pandang
tentang kapan An-Nahār (siang/hari) dimulai:
5.1.1. Perspektif Fajar (Thulū’ Al-Fajr)
Mayoritas ulama fiqh dan ahli bahasa sepakat bahwa hari
dalam pengertian syar’i dimulai sejak terbitnya Fajar Shodiq.
Pendapat ini kuat karena:
Awal Waktu Ibadah: Fajar adalah awal dari waktu puasa
dan awal dari Sholat Shubuh. Syari’at Islam seringkali menjadikan fajar sebagai penanda
dimulainya hari ibadah.
Dukungan Hadits: Pandangan Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyyah Rohimahullah yang menyamakan kecukupan empat roka’at ini
dengan Hadits “Barangsiapa yang Sholat Shubuh, maka ia berada dalam jaminan Alloh,”
menunjukkan bahwa Hadits ini dapat merujuk pada amalan yang terjadi di waktu fajar.
5.1.2. Perspektif Terbitnya Matahari (Thulū’ Asy-Syams)
Meskipun secara teknis hari dimulai dari Fajar, dalam
konteks praktis amalan sunnah, waktu setelah matahari terbit sering disebut
sebagai “awal hari” secara عرف (‘urf,
kebiasaan) karena merupakan waktu dimulainya Dhuha dan terangkatnya makruh
(waktu larangan Sholat).
Al-‘Iraqi Rohimahullah mengambil jalan tengah yang
cerdas: karena Hadits menggunakan frasa umum “awal hari” dan bukan “permulaan
hari yang paling pertama,” maka waktu setelah matahari terbit pun masih
terhitung sebagai awal hari.
Pentingnya Konteks Dhuha: Dalam banyak Hadits lain,
Sholat Adh-Dhuha secara spesifik digambarkan memiliki keutamaan besar di pagi
hari. Pendapat yang memilih Adh-Dhuha (seperti Abu Dawud dan At-Tirmidzi)
cenderung melihat Hadits ini sebagai penegasan atas keutamaan Sholat Adh-Dhuha,
yang merupakan ibadah sunnah yang dikerjakan murni di “awal hari” (setelah
larangan Sholat terangkat).
5.2. Keutamaan yang Didorong Oleh Keringanan (Taisīr)
Hadits ini datang dengan dorongan “Janganlah kamu merasa
lemah (lā ta’jiz)”. Dorongan ini lebih relevan diarahkan pada Sholat
Sunnah yang sering terabaikan, daripada pada Sholat Fardhu (Subuh) yang wajib
dijaga.
Dorongan untuk Sunnah: Seringkali, kaum Muslimin
merasa berat atau enggan (‘ajiz) untuk bangun di waktu Dhuha dan
berSholat. Jika empat roka’at ini adalah Sholat Shubuh dan Sunnahnya, maka
dorongan itu terasa kurang kuat, karena Fardhu Shubuh adalah kewajiban yang
harus dilaksanakan. Namun, jika ia merujuk pada Sholat Adh-Dhuha, maka dorongan
“janganlah kamu lemah” menjadi sangat kuat dan relevan untuk memotivasi
pelaksanaan ibadah Nawāfil (sunnah).
Keutamaan Waktu Dhuha: Waktu Dhuha adalah waktu
ketika manusia umumnya telah meninggalkan Sholat dan sibuk dengan duniawi.
Sholat pada saat itu menunjukkan ikhlās dan istiqomah
(ketulusan dan konsistensi) yang tinggi. Karenanya, Alloh membalasnya dengan
kecukupan.
Bab 6: Konsekuensi Kecukupan Ilahi
dalam Hidup Seorang Muslim
Hadits Qudsi ini memberikan janji kecukupan dari Alloh.
Janji ini bukan sekadar janji untuk mendapatkan uang atau kekayaan material,
melainkan mencakup dimensi spiritual, keamanan, dan keduniaan yang sangat
komprehensif.
6.1. Kecukupan dari Segi Keamanan dan Perlindungan
(Kifāyatu min Al-Āfāt)
Sebagaimana dijelaskan ulama:
Kemungkinan dimaksudkan kecukupan dari bencana (āfāt) dan
musibah yang merugikan...
Janji perlindungan ini adalah perisai. Dalam hidup, kita
menghadapi risiko yang tak terhitung jumlahnya—kecelakaan, penyakit mendadak,
fitnah, atau musibah tak terduga. Empat roka’at di awal hari ini berfungsi
sebagai:
Perisai Akhlak: Menjaga hamba dari tindakan ceroboh
atau maksiat yang dapat mendatangkan musibah.
Perisai Takdir: Alloh Ta’ala menggunakan
sebab-sebab yang tidak terlihat untuk menghindarkan hamba dari bahaya yang
sudah ditetapkan. Sholat ini menjadi sebab agung bagi takdir yang baik.
Perisai Mental: Menghadapi masalah di sore hari
dengan mengetahui bahwa Alloh telah berjanji untuk “mencukupimu,” memberikan
ketenangan yang membuat hamba tidak mudah panik atau berputus asa.
6.2. Kecukupan dari Segi Spiritual dan Pengampunan
Dosa (Kifāyatu min Adz-Dzunūb)
...dan kemungkinan dimaksudkan penjagaannya dari
dosa-dosa dan pengampunan atas apa yang terjadi darinya (dosa) pada hari itu...
Empat roka’at ini berfungsi sebagai pembersihan harian dan
pembenteng spiritual.
Penghapus Dosa Kecil: Sholat adalah kafarot (penghapus) bagi dosa-dosa
kecil yang terjadi di antara dua Sholat. Sholat awal hari ini membersihkan jiwa
dari dosa yang mungkin terjadi di malam hari, sehingga hamba memulai hari dalam
keadaan fitroh yang lebih suci.
Benteng dari Kemaksiatan: Ibadah yang dilakukan di
awal hari, saat energi spiritual masih segar, akan menguatkan kehendak hamba
untuk menjauhi syahwat (hawa nafsu) dan syubhat (kerancuan) yang sering muncul
di siang hari. Ini adalah investasi taqwā yang mendatangkan perlindungan dari
dosa.
6.3. Kecukupan dari Segi Kebutuhan Duniawi
(Kifāyatu Al-Hawā’ij)
Sebagaimana disimpulkan oleh Mulla Al-Qori Rohimahullah:
Yaitu Aku akan mencukupimu dari pekerjaanmu dan
kebutuhan-kebutuhanmu, dan Aku akan menjauhkan darimu apa yang engkau benci
setelah Sholatmu hingga akhir hari.
Ini mencakup makna Kifāyatu Ar-Rizq (kecukupan rezeki) dalam
arti yang paling luas.
Penyelesaian Urusan: Alloh mempermudah urusan dan
pekerjaan hamba. Permasalahan yang rumit menjadi mudah, pintu rezeki yang
tertutup menjadi terbuka, dan segala kebutuhan sehari-hari dipenuhi dengan
kemudahan.
Keberkahan Waktu: Dengan mengalokasikan waktu untuk Alloh
di pagi hari, Alloh memberkahi sisa waktu hari itu. Waktu yang sedikit terasa
mencukupi untuk banyak pekerjaan, menjauhkan hamba dari rasa tergesa-gesa dan
stres yang sering melanda orang yang tidak memprioritaskan ibadah.
Bab 7: Menjaga Konsistensi
(Al-Muhāfazhoh)
Keutamaan ini diperoleh dengan penjagaan (muhāfazhoh), bukan hanya
pelaksanaan sesekali. Keajaiban Kifāyah terletak pada konsistensi hamba dalam
memprioritaskan Alloh.
7.1. Mengapa Konsistensi Itu Penting?
Hadits ini menekankan kontras antara awal dan akhir hari.
Awal hari adalah saat hamba memberikan usaha terbaik (ibadah), dan akhir hari
adalah saat Alloh memberikan hasil terbaik (kecukupan dan perlindungan).
Hukum Sebab-Akibat Spiritual
Sunnatullah (ketetapan Alloh) dalam ibadah sunnah seringkali
didasarkan pada kesinambungan. Ibadah yang sedikit namun kontinu lebih dicintai
oleh Alloh daripada ibadah yang banyak namun terputus-putus. Keajaiban
perlindungan Ilahi membutuhkan koneksi yang tidak terputus.
Membangun Fondasi Harian
Empat roka’at ini adalah fondasi mental dan spiritual
harian. Ia menetapkan niat hari itu, mengalihkan fokus dari dunia ke Akhirat,
dan memastikan tawakkal (penyerahan diri) mendahului upaya duniawi. Fondasi
yang kuat harus dibangun setiap hari, bukan hanya sesekali.
7.2. Praktik Konsistensi dalam Dhuha
Jika seorang Muslim mengikuti jalan tengah, ia akan
memastikan empat roka’at Adh-Dhuha. Untuk memastikan konsistensi:
Tetapkan Waktu Ideal
Meskipun waktu Dhuha panjang, cobalah menetapkan waktu
standar (misalnya, jam 8 atau 9 pagi) agar Sholat ini menjadi rutinitas yang
tidak dinegosiasikan.
Hubungkan dengan Aktivitas Lain
Jadikan Sholat Adh-Dhuha sebagai break (istirahat)
wajib dari pekerjaan, atau sebagai penutup sebelum memulai pekerjaan utama. Hal
ini memastikan Sholat tidak terlupakan karena kesibukan.
Mulai dari Minimal
Jika empat roka’at terasa berat, mulailah dengan dua roka’at
(yang merupakan batas minimal Sholat Adh-Dhuha) hingga menjadi kebiasaan, lalu
tingkatkan menjadi empat untuk meraih keutamaan Hadits ini. Jika lebih dari 4 rokaat, maka itu lebih utama.
Bab 8: Kedalaman Hikmah Spiritual
dalam Hadits
Hadits
Qudsi ini, yang mengandung janji kecukupan dari Robb, adalah salah satu Hadits
yang paling memotivasi untuk menjaga ibadah Nawāfil (Sunnah). Ia mengajarkan
kita bahwa ibadah tidak hanya bernilai Akhirat, tetapi juga sangat mendasar
untuk stabilitas dan kebahagiaan duniawi.
8.1.
Hubungan antara Ibadah Pagi dan Kekuatan Mental
Dalam ilmu
psikologi modern, sangat ditekankan pentingnya “rutinitas pagi” (morning
routine) untuk menetapkan fokus dan produktivitas harian. Bagi seorang
Muslim, empat roka’at di awal hari adalah ultimate morning routine yang
jauh melampaui rutinitas duniawi manapun.
Pengendalian
Diri dan Disiplin
Melaksanakan
Sholat pada waktu yang tepat, terutama Sholat Adh-Dhuha di tengah kesibukan
pagi, melatih disiplin diri dan menunjukkan kemampuan mengutamakan Sang
Pencipta di atas kebutuhan makhluk. Disiplin spiritual ini otomatis merembet ke
disiplin kerja dan kehidupan.
Meredakan
Kekhawatiran
Kecukupan (kifāyah)
yang dijanjikan Alloh adalah obat mujarab bagi penyakit kecemasan. Sebelum kita
mulai khawatir tentang pekerjaan, rezeki, atau masalah yang mungkin muncul,
kita sudah menambatkan hati pada janji Robb yang Mahakuasa. Ini menguatkan
prinsip tawakkal dan mengurangi stres yang disebabkan oleh kebergantungan pada
kemampuan diri sendiri yang terbatas.
Menepis
Kesombongan
Ketika
seseorang meninggalkan empat roka’at ini, ia memasuki hari dengan mengandalkan
kekuatan dan rencananya sendiri. Namun, ketika ia melakukannya, ia memasuki
hari dengan backing (dukungan) dan jaminan dari Alloh Ta’ala.
Jaminan ini adalah sumber kekuatan mental yang tak terbatas.
8.2.
Empat Roka’at sebagai Tanda Syukur
Sholat pada
dasarnya adalah wujud syukur. Empat roka’at di awal hari, terlepas apakah itu
Sholat Shubuh atau Adh-Dhuha, adalah kesempatan untuk bersyukur atas anugerah
kehidupan, kesehatan, dan kesempatan beribadah yang baru.
Sholat
Adh-Dhuha dan Sedekah
Dalam Hadits
lain, Nabi ﷺ menjelaskan bahwa Sholat Adh-Dhuha setara dengan sedekah bagi
seluruh persendian tubuh manusia (sekitar 360 persendian). Empat roka’at ini,
merupakan cara paling mudah dan cepat untuk menunaikan hak syukur harian atas
setiap gerakan tubuh yang kita gunakan.
Analoginya,
jika setiap sendi berhak atas sedekah, maka Sholat Adh-Dhuha adalah pembayaran
tunai yang menenangkan hati, memastikan bahwa kita telah melunasi ‘kewajiban
syukur’ biologis kita kepada Alloh di awal hari.
8.3.
Prinsip Sinergi dalam Beramal
Hadits ini
juga mengajarkan Sinergi dalam beramal. Berpegang pada pendapat mayoritas ulama
yang menganjurkan pelaksanaan kedua Sholat (Shubuh/Sunnahnya dan Dhuha)
menunjukkan prinsip: amal sunnah tidak saling menafikan, melainkan saling
menguatkan.
Melaksanakan
Shubuh dan Sunnahnya:
Menjamin kecukupan sebagai pemenuhan fardhu di awal hari.
Melaksanakan
Adh-Dhuha: Menjamin
kecukupan sebagai pemenuhan sunnah dan sedekah persendian di awal hari.
Seorang
hamba yang cerdas akan selalu mencari cara untuk mengumpulkan keutamaan (jam’u
al-fadho’il) dan tidak membatasi janji Alloh hanya pada satu interpretasi
saja, selama kedua amalan tersebut memiliki dalil dan dasar yang kuat dari Hadits.
Penutup
Untuk
mendapatkan keutamaan kecukupan dan perlindungan yang dijanjikan oleh Hadits
Qudsi ini, seorang Muslim direkomendasikan untuk:
|
Fokus Ibadah |
Amalan |
Waktu Pelaksanaan |
Sumber Keutamaan |
|
Ibadah Wajib Awal Hari |
Sholat Shubuh (2 Fardhu) dan Sunnah Fajar
(2 Sunnah) |
Dari terbit fajar
hingga terbit matahari (syurūq) |
Melaksanakan fardhu di awal hari, menjamin berada
dalam Jaminan Allah. |
|
Ibadah Sunnah Awal Hari |
Sholat Adh-Dhuha (Minimal 4 rokaat
) |
Setelah matahari meninggi
(sekitar 15 menit setelah terbit) hingga sebelum Zhuhur. |
Menjaga empat rokaat yang secara spesifik
dirujuk oleh mayoritas ulama Hadits sebagai Sholat
Dhuha. |
Mari kita renungkan
kembali janji yang luar biasa:
«يَا ابْنَ آدَمَ ، لَا تَعْجِزْ عَنْ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ مِنْ أَوَّلِ
النَّهَارِ أَكْفِكَ آخِرَهُ»
“Wahai anak
Adam, janganlah kamu merasa lemah (enggan) untuk melakukan empat roka’at di
awal siang, niscaya Aku akan mencukupimu pada akhirnya.”
Ini adalah
panggilan kasih sayang dari Sang Pencipta. Ia tidak membebani kita dengan
kewajiban yang berat, melainkan meminta sebuah upaya kecil di permulaan hari,
yang dampaknya adalah kifāyah (kecukupan) yang menyeluruh—meliputi dunia
dan Akhirat, keselamatan diri, harta, dan agama—hingga matahari terbenam.
Semoga kita
termasuk hamba-hamba yang menjaga empat roka’at ini, sehingga Alloh Robb kita
senantiasa mencukupi dan melindungi kita dari segala āfāt dan kesulitan
di sepanjang hari.
