Donasi Pembangunan Jembatan

🌿 OPEN DONASI PEMBANGUNAN JEMBATAN PONDOK TAHFIDZ DARUL HIJRAH 🌿

Open Donasi Pembangunan Jembatan Menuju Pondok Tahfidz Darul Hijrah
BRI 7844-01-018208-53-4
an. Mushollah Darul Hijroh
Konfirmasi transfer wa:
www.wa.me/6283116572637 (Ustadz Abu Sarah Harahap)
www.wa.me/6285730219208 (Ustadz Nor Kandir)
Jazakumullahu Khoiron Katsiro 🌸

Cari Ebook

Mempersiapkan...

[PDF] Tarjamah Aqidah Wasithiyyah - Edisi 2 - Ibnu Taimiyyah (728 H)

 

Pendahuluan Penulis

Segala puji milik Allah yang telah mengutus Rosul-Nya dengan petunjuk (ilmu) dan agama yang hak (amal), untuk mengunggulkannya atas semua agama. Cukuplah Allah sebagai saksi.

Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, mengakui-Nya dan mengesakan-Nya. Aku bersaksi bahwa Muhammad hamba dan utusan-Nya. Semoga sholawat dan salam terlimpah untuknya.

Aqidah Firqotun Nājiyah[1] Thōifah Manshūroh[2] Ahlus Sunnah[3] wal Jamaah adalah:

Pokok-Pokok Aqidah dan Rukun Iman

Beriman kepada Allah, para Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rosul-Rosul-Nya, Hari Kebangkitan setelah kematian, dan beriman kepada takdir, yang baik maupun yang buruk.[4]

***

Bab 1: Iman Kepada Allah

1. Kaidah Dasar dalam Sifat Allah

Termasuk iman kepada Allah adalah beriman kepada Sifat-Sifat-Nya yang disebutkan oleh-Nya sendiri dalam Kitab-Nya, begitu pula yang disebutkan oleh Rosul-Nya, tanpa tahrīf dan ta’thīl,[5] tanpa takyīf dan tamtsīl,[6] bahkan beriman bahwa:

﴿لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Tidak ada yang serupa dengan Allah, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syūrō: 11)

Orang-orang beriman tidak menafikan Sifat-Sifat yang Allah sebutkan, tidak merubah firman Allah (tentang Sifat) dari tempatnya, tidak pula menyimpangkan Sifat-Sifat-Nya maupun ayat-ayat-Nya, tidak membayangkan hakikat-Nya, dan tidak menyerupakan-Nya dengan makhluk-Nya, karena tidak ada yang sama dengan Allah, tidak ada sepadan dengan-Nya, tidak ada yang sebanding dengan-Nya, dan tidak bisa dianalogikan dengan makhluk-Nya. Allah lebih tahu tentang Diri-Nya dan seluruh makhluk-Nya, serta paling jujur dan paling bagus ucapan-Nya daripada makhluk-Nya.

Lalu Rosul-Rosul-Nya adalah orang-orang yang jujur dan apa yang mereka bawa juga jujur (benar), berbeda dengan apa yang dikatakan oleh orang-orang bodoh. Oleh karena itu Allah berfirman:

﴿سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Mahasuci Rob-mu, Rob Pemilik kemuliaan, dari sifat yang mereka katakan. Keselamatan atas para Rosul. Segala puji milik Allah Rob seluruh alam.” (QS. Ash-Shoffāt: 180-182)

Dalam ayat ini, Allah mensucikan diri-Nya dari sifat yang diucapkan oleh orang-orang yang menyelisihi para Rosul, dan Allah mengucapkan keselamatan kepada para Rosul, karena selamatnya mereka dari mensifati Allah dengan kekurangan dan cacat yang diucapkan mereka.

Dalam mensifati Diri-Nya, Allah menggabungkan dua hal: menafikan (nafyu) dan menetapkan (itsbat).

Ahlus Sunnah wal Jamaah tidak menyimpang dari ajaran para Rosul, karena itulah jalan yang lurus, jalan orang-orang yang telah Allah beri nikmat yaitu para Nabi, orang-orang yang jujur (shiddiqin), orang-orang yang mati syahid (syuhada), dan orang-orang sholih.

2. Beriman Kepada Sifat yang Dikabarkan Allah dalam Kitab-Nya

Sifat-Sifat Allah terwakili dalam:

(1) Sifat-Sifat Allah yang disebutkan oleh-Nya dalam surat Al-Ikhlas, sebuah surat yang menyamai sepertiga Al-Qur’an, yaitu:

﴿قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ اللَّهُ الصَّمَدُ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ

“Katakanlah: ‘Hanya Allah yang Esa. Allah tempat bergantung semua makhluk-Nya[7]. Allah tidak beranak[8] dan tidak diperanakkan[9]. Tidak ada satu pun yang serupa dengan-Nya[10].” (QS. Al-Ikhlas: 1-4)

(2) Sifat-Sifat Allah yang disebutkan oleh-Nya pada ayat paling agung, yaitu:

﴿اللَّهُ لَا إلٰهَ إلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إلَّا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ

“Allah adalah (1) tidak ada yang berhak disembah kecuali Dia, (2) Yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri Sendiri, (3) Dia tidak mengantuk apalagi tidur, (4) segala yang di langit dan di bumi adalah milik-Nya, (5) tidak ada yang mampu memberi syafaat di sisi-Nya kecuali dengan seizin dari-Nya, (6) Dia mengetahui apa yang di depan dan di belakang mereka, (7) mereka tidak mampu menjangkau ilmu-Nya kecuali sebatas yang Dia kehendaki, (8) Kursi-Nya meliputi langit dan bumi, (9) Dia tidak merasa lelah menjaga keduanya, (10) Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS. Al-Baqoroh: 255)

Oleh karena itu, siapa yang membaca ayat ini pada suatu malam, Malaikat dari-Nya senantiasa menjaganya, dan setan tidak mampu mendekatinya hingga pagi.

Sifat Hidup

Juga firman-Nya:

﴿وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ

“Bertawakallah kepada Yang Mahahidup Yang tidak mati.” (QS. Al-Furqōn: 58)

Sifat Ilmu

Juga firman-Nya:

﴿هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Dia Maha Pertama lagi Maha Terakhir, dan Maha Zhohir (mengalahkan) lagi Maha Bathin (dekat). Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Hadīd: 3)

Juga firman-Nya:

﴿الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ

“Dia Maha Berilmu lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Tahrīm: 3)

﴿يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا

“Dia mengetahui apa yang masuk ke bumi dan apa yang keluar darinya, apa yang turun dari langit dan apa yang naik ke langit.” (QS. Al-Hadīd: 57)

﴿وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ

“Hanya di sisi Allah kunci-kunci ghoib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia saja: (1) Dia mengetahui apa yang di daratan dan lautan; (2) tidak ada daun yang jatuh kecuali Dia mengetahuinya; (3) tidak ada biji di kegelapan tanah, tidak pula sesuatu yang basah maupun kering, kecuali telah tertulis di Kitab yang nyata (Lauhul Mahfuzh).” (QS. Al-An’ām: 59)

﴿وَمَا تَحْمِلُ مِنْ أُنثَى وَلَا تَضَعُ إِلَّا بِعِلْمِهِ

“Tidak ada wanita yang hamil maupun keguguran kecuali Dia mengetahuinya.” (QS. Fathīr: 11)

Juga firman-Nya:

﴿لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا

“Supaya kalian mengetahui bahwa hanya Allah yang kuasa atas segala sesuatu, dan hanya ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu.” (QS. Ath-Tholāq: 12)

Sifat Kuat

Juga firman-Nya:

﴿إنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ

“Sesungguhnya hanya Allah yang Maha Memberi rizki, Pemilik kekuatan yang kokoh.” (QS. Adz-Dzāriyāt: 58)

Sifat Mendengar dan Melihat

Juga firman-Nya:

﴿لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ

“Tidak ada apapun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syūrō: 11)

﴿إنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِ إنَّ اللَّهَ كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا

“Sesungguhnya Allah sebaik-baik pemberi nasihat kepada kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nisā: 58)

Sifat Irōdah (Kehendak/ Keinginan)

Juga firman-Nya:

﴿وَلَوْلَا إذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إلَّا بِاللَّهِ

“Alangkah baiknya sekiranya kamu memasuki kebunmu berkata: ‘Maa syaa Allah[11], tidak ada daya (untuk menghindari keburukan) dan tidak ada kekuatan (untuk melakukan kebaikan) kecuali dengan pertolongan Allah.” (QS. Al-Kahfi: 39)

﴿وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا اقْتَتَلَ الَّذِينَ مِن بَعْدِهِم مِّن بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَلَكِنِ اخْتَلَفُوا فَمِنْهُم مَّنْ آمَنَ وَمِنْهُم مَّن كَفَرَ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا اقْتَتَلُوا وَلَكِنَّ اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ

“Seandainya Allah menghendaki[12], tentu tidak akan saling berperang orang-orang yang yang datang setelah mereka, setelah datang kepada mereka mukjizat Rosulullah . Akan tetapi mereka tetap berselisih. Di antara mereka ada yang beriman dan ada yang kafir. Seandainya Allah menghendaki (semua manusia menerima ajaran Rosul mereka), tentu mereka tidak akan saling membunuh. Akan tetapi Allah berbuat sesuai kehendak-Nya.” (QS. Al-Baqoroh: 253)

﴿إنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيدُ

“Sesungguhnya Allah menetapkan syariat-Nya sesuai kehendak-Nya.” (QS. Al-Mā’idah: 1)

﴿فَمَن يُرِدِ اللَّهُ أَن يَهدِيَهُ يَشْرَحْ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَمَن يُرِدْ أَن يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ

“Siapa yang dikehendaki Allah diberi hidayah[13], maka dadanya akan dilapangkan menerima ajaran Islam. Siapa yang dikehendaki dibiarkan sesat[14], Dia akan menjadikan dadanya sempit dan enggan (menerima Islam), seakan-akan naik ke langit.” (QS. Al-An’am: 125)

Sifat Cinta

Juga firman-Nya:

﴿وَأَحْسِنُوا إنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ

“Berbuat baiklah, sungguh Allah menyukai orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqoroh: 195)

﴿وَأَقْسِطُوا إنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ

“Berbuatlah adil, sesungguhnya Allah mencintai orang yang berbuat adil.” (QS. Al-Hujurōt: 9)

﴿فَمَا اسْتَقَامُوا لَكُمْ فَاسْتَقِيمُوا لَهُمْ إنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ

“Selama mereka (kaum musyrikin) menepati perjanjian damai bersama kalian, maka jagalah perjanjian itu bersama mereka[15]. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang bertakwa (menepati perjanjian).” (QS. At-Taubah: 7)

﴿إنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS. Al-Baqoroh: 222)

﴿فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ وَيُحِبُّونَهُ

“Maka Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka mencintai-Nya.” (QS. Al-Mā’idah: 54)

﴿إنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbaris-baris dalam berperang di jalan-Nya, seakan mereka adalah bangunan yang kokoh.” (QS. Ash-Shoff: 4)

﴿قُلْ إن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ

“Katakanlah: ‘Jika kalian mengaku cinta Allah, ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah mencintai kalian dan mengampuni dosa kalian.” (QS. Ali Imrōn: 31)

Sifat Ridho

Juga firman-Nya:

﴿رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ

“Allah ridho kepada mereka dan mereka ridho kepada Allah.” (QS. At-Taubah: 100)

Sifat Rohmat (Kasih Sayang)

Juga firman-Nya:

﴿بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ

“Dengan menyebut nama Allah yang kekal  dan banyak kasih sayang-Nya dan Maha berkasih sayang kepada semua makhluk-Nya.” (QS. An-Naml: 30)

﴿رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا

“Wahai Rob kami, Engkau meliputi segala sesuatu dengan kasih sayang dan ilmu-Mu.” (QS. Ghōfir: 7)

﴿وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا

“Dia sangat sayang terhadap orang-orang beriman.” (QS. Al-Ahzāb: 43)

﴿كَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَى نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ

“Rob kalian menetapkan pada Diri-Nya untuk berbelas kasih.” (QS. Al-An’ām: 54)

﴿وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

“Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yunūs: 107)

﴿فَاللَّهُ خَيْرٌ حَافِظًا وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ

“Allah sebaik-baik penjaga dan Dia sebaik-baik yang berbelas kasih.” (QS. Yūsuf: 64)

Sifat Murka

Juga firman-Nya:

﴿وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ

“Siapa yang sengaja membunuh orang beriman, balasannya adalah Jahannam, dia mendekap sangat lama di dalamnya, Allah murka kepadanya dan melaknatnya.” (QS. An-Nisā: 93)

Juga firman-Nya:

﴿ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اتَّبَعُوا مَا أَسْخَطَ اللَّهَ وَكَرِهُوا رِضْوَانَهُ

“Demikian itu karena mereka mengikuti apa yang membuat Allah murka dan mereka membenci apa yang mendatangkan keridhoan Allah, yang menyebabkan Allah menghapus pahala amal mereka.” (QS. Muhammad: 28)

Juga firman-Nya:

﴿فَلَمَّا آسَفُونَا انتَقَمْنَا مِنْهُمْ

“Ketika mereka (Fir’aun dan pembesarnya) membuat marah Kami, maka Kami hukum mereka.” (QS. Az-Zukhrūf: 55)

Sifat Benci

Juga firman-Nya:

﴿وَلَكِن كَرِهَ اللَّهُ انبِعَاثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ

“Akan tetapi Allah membenci keberangkatan mereka lalu semangat mereka dilemahkan.” (QS. At-Taubah: 46)

Juga firman-Nya:

﴿كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ

“Amat besar kemurkaan di sisi Allah, kalian berbicara apa yang tidak kalian kerjakan.” (QS. Ash-Shof: 3)

Sifat Datang

Juga firman-Nya:

﴿هَلْ يَنظُرُونَ إلَّا أَن يَأْتِيَهُمُ اللَّهُ فِي ظُلَلٍ مِّنَ الْغَمَامِ وَالْمَلَائِكَةُ وَقُضِيَ الْأَمْرُ

“Tidak ada yang mereka tunggu selain Allah mendatangi mereka beserta naungan awan dan Malaikat[16], dan semua perkara diputuskan.” (QS. Al-Baqoroh: 210)

﴿هَلْ يَنظُرُونَ إِلَّا أَن تَأْتِيَهُمُ الْمَلَائِكَةُ أَوْ يَأْتِيَ رَبُّكَ أَوْ يَأْتِيَ بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ

“Tidak ada yang mereka tunggu selain datangnya Malaikat, atau datangnya Rob-mu (pada hari Kiamat), atau datangnya sebagian tanda-tanda kebesaran[17] Rob-Mu.” (QS. Al-An’ām: 158)

﴿كَلَّا إذَا دُكَّتِ الْأَرْضُ دَكًّا دَكًّا وَجَاءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا صَفًّا

“Sekali-kali tidak, (ingatlah) apabila bumi dibenturkan dengan keras (kepada gunung) dan Rob-mu datang sementara Malaikat berbaris dengan rapi.” (QS. Al-Fajr: 21-22)

﴿وَيَوْمَ تَشَقَّقُ السَّمَاءُ بِالْغَمَامِ وَنُزِّلَ الْمَلَائِكَةُ تَنْزِيلًا

“Ingatlah pada hari ketika langit terbelah memunculkan awan-awal, dan Malaikat benar-benar turun (dari langit).” (QS. Al-Furqōn: 25)

Sifat Wajah

Juga firman-Nya:

﴿وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ

Wajah Rob-mu kekal, Pemilik keagungan (dalam Dzat-Nya) dan kemulian (dalam Sifat dan perbuatan-Nya).” (QS. Ar-Rohmān: 27)

﴿كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إلَّا وَجْهَهُ

“Segala sesuatu akan binasa kecuali Wajah Allah.” (QS. Al-Qoshosh: 88)

Dua Tangan

Juga firman-Nya:

﴿مَا مَنَعَكَ أَن تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ

“Apa yang menghalangimu untuk bersujud kepada Adam yang Kuciptakan dengan dua Tangan-Ku?” (QS. Shōd: 75)

﴿وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ وَلُعِنُوا بِمَا قَالُوا بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ يُنفِقُ كَيْفَ يَشَاءُ

“Yahudi berkata: ‘Tangan Allah terbelenggu.’ Tangan mereka kelak pasti akan dibelenggu dan mereka dilaknat karena ucapan itu. Bahkan dua Tangan Allah terhampar, Dia memberi sedekah terserah kepada siapa dan berapa yang Dia kehendaki.” (QS. Al-Mā’idah: 64)

Dua Mata

Juga firman-Nya:

﴿وَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ فَإِنَّكَ بِأَعْيُنِنَا

“Bersabarlah kamu terhadap ketentuan Rob-mu, karena kamu selalu dalam pengawasan Mata Kami.” (QS. Ath-Thūr: 48)

﴿وَحَمَلْنَاهُ عَلَى ذَاتِ أَلْوَاحٍ وَدُسُرٍ تَجْرِي بِأَعْيُنِنَا جَزَاءً لِّمَن كَانَ كُفِرَ

“Kami angkut Nuh di atas perahu yang terbuat dari kayu-kayu yang dipaku. Kapan tersebut berlayar dengan pengawasan Mata Kami. (Penenggelaman kaumnya) sebagai balasan bagi siapa saja yang kafir.” (QS. Al-Qomar: 13-14)

﴿وَأَلْقَيْتُ عَلَيْكَ مَحَبَّةً مِّنِّي وَلِتُصْنَعَ عَلَى عَيْنِي

“Supaya kamu dijaga dalam pandangan Mata-Ku.” (QS. Thōhā: 39)

Sifat Mendengar

Juga firman-Nya:

﴿قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ

“Allah mendengar ucapan wanita yang mendebatmu (hai Nabi) tentang suaminya dan mengadu kepada Allah. Allah mendengar percakapan kalian berdua.” (QS. Al-Mujadilah: 1)

﴿لَقَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّذِينَ قَالُوا إنَّ اللَّهَ فَقِيرٌ وَنَحْنُ أَغْنِيَاءُ

“Sungguh Allah mendengar ucapan orang-orang Yahudi yang berkata: ‘Allah faqir dan kita kaya.’” (QS. Ali Imrōn: 181)

﴿أَمْ يَحْسَبُونَ أَنَّا لَا نَسْمَعُ سِرَّهُمْ وَنَجْوَاهُمْ بَلَى وَرُسُلُنَا لَدَيْهِمْ يَكْتُبُونَ

“Apakah mereka mengira Kami tidak mendengar pembicaraan rahasia dan bisik-bisik mereka? Tentu, dan para Malaikat di sisi mereka mencatat (perbuatan mereka itu).” (QS. Az-Zukhrūf: 80)

﴿إنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى

“Sungguh Aku bersama kalian berdua (Musa dan Harun), Aku mendengar dan Aku melihat.” (QS. Thōhā: 46)

Sifat Melihat

Juga firman-Nya:

﴿أَلَمْ يَعْلَم بِأَنَّ اللَّهَ يَرَى

“Apakah dia (Abu Jahal) tidak tahu bahwa Allah melihat?” (QS. Al-A’laq: 14)

﴿الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ

“Dia melihatmu (hai Nabi) ketika kamu berdiri dan melihat perpindahanmu bersama orang-orang yang sujud.” (QS. Asy-Syu’ārō: 218-219)

﴿وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ

“Berkatalah: ‘Beramallah, Allah melihat perbuatan kalian, begitu pula para Rosul dan orang-orang beriman (juga melihat [di Akhirat]).” (QS. At-Taubah: 105)

Sifat Makar

Juga firman-Nya:

﴿شَدِيدُ الْمِحَالِ

“Dia sangat keras hukuman-Nya.” (QS. Ar-Ro’du: 13)

Juga firman-Nya:

﴿وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ

“Mereka melakukan makar dan Allah membalas makar mereka. Allah Pembalas makar terbaik.” (QS. Ali Imrōn: 54)

﴿وَمَكَرُوا مَكْرًا وَمَكَرْنَا مَكْرًا وَهُمْ لَا يَشْعُرُونَ

“Mereka melakukan makar dan Kami membalas makar mereka, sementara mereka tidak menyadarinya.” (QS. An-Naml: 50)

Juga firman-Nya:

﴿إنَّهُمْ يَكِيدُونَ كَيْدًا وَأَكِيدُ كَيْدًا

“Mereka melakukan tipu daya, dan Aku membalas makar (tipu daya) mereka.” (QS. Al-Burūj: 15-16)

Sifat Memaafkan dan Mengampuni

Juga firman-Nya:

﴿إِن تُبْدُوا خَيْرًا أَوْ تُخْفُوهُ أَوْ تَعْفُوا عَن سُوءٍ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا قَدِيرًا

“Jika kalian menampakkan kebaikan (sedekah) maupun menyembunyikannya, atau memaafkan keburukan, maka sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Mampu.” (QS. An-Nisā: 149)

Juga firman-Nya:

﴿وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ أَن يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ

“Hendaknya mereka memaafkan dan berlapang dada, tidakkah kalian suka diampuni Allah? Allah Maha Pengampun lagi Maha Belas kasih.” (QS. An-Nūr: 22)

Sifat Mulia

Juga firman-Nya:

﴿وَلِلّٰهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ

“Hanya milik Allah kemuliaan, begitu pula milik Rosul-Nya, dan milik orang-orang beriman.” (QS. Al-Munāfiqūn: 8)

﴿فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ

“Demi kemulian-Mu, sungguh aku (Iblis) akan menyesatkan mereka semua.” (QS. Shōd: 82)

Sifat Nama

Juga firman-Nya:

﴿تَبَارَكَ اسْمُ رَبِّكَ ذِي الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ

“Mahaberkah Nama Rob-Ku, Pemilik keagungan (dalam Dzat-Nya) dan kemuliaan (dalam Nama dan Sifat-Nya).” (QS. Ar-Rohmān: 78)

Juga firman-Nya:

﴿فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ لَهُ سَمِيًّا

“Maka sembahlah Dia dan sabarlah dalam menyembah-Nya. Apakah kamu tahu ada yang serupa (senama) dengan-Nya?” (QS. Maryam: 65)

﴿وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ

“Tidak ada yang serupa dengan-Nya.” (QS. Al-Ikhlas: 4)

﴿فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَندَادًا وَأَنتُمْ تَعْلَمُونَ

“Maka janganlah kalian membuat tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kalian mengetahui (kebatilannya).” (QS. Al-Baqoroh: 22)

﴿وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللَّهِ أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ

“Di antara manusia ada orang-orang yang mengambil tandingan-tandingan (yang disembah) selain Allah. Mereka mencintai tandingan-tandingan tersebut seperti mencintai Allah.” (QS. Al-Baqoroh: 165)

﴿وَقُلِ الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُن لَّهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُن لَّهُ وَلِيٌّ مِّنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ تَكْبِيرًا

“Katakanlah: ‘Segala puji milik Allah yang tidak memiliki anak dan tidak memiliki sekutu dalam kerajaan, tidak memiliki pembantu dari makhluk yang hina. Besarkanlah Allah dengan sebenar-benarnya.” (QS. Al-Isrō: 111)

﴿يُسَبِّحُ لِلّٰهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

“Segala yang di langit dan di bumi hanya bertasbih kepada Allah. Hanya milik-Nya segala kerajaan dan hanya milik-Nya segala pujian. Hanya Dia yang Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. At-Taghōbun: 1)

﴿تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَلَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُن لَّهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَخَلَقَ كُلَّ شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا

“Mahaberkah Dzat yang menurunkan Al-Furqon[18] atas hamba-Nya (Muhammad) agar memberi peringatan kepada seluruh manusia dan jin. Yaitu Dzat yang memiliki seluruh langit dan bumi, tidak memiliki anak, tidak memiliki sekutu dalam kerajaan-Nya, dan segala sesuatu diciptakan oleh-Nya sesuai catatan takdir-Nya.” (QS. Al-Furqōn: 1-2)

﴿مَا اتَّخَذَ اللَّهُ مِن وَلَدٍ وَمَا كَانَ مَعَهُ مِنْ إِلَهٍ إذًا لَّذَهَبَ كُلُّ إِلَهٍ بِمَا خَلَقَ وَلَعَلَا بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ

“Allah tidak memiliki anak, dan tidak mungkin ada yang disembah bersama-Nya. Jika begitu, setiap yang disembah akan menguasai ciptaan-Nya, sesama ilah (yang disembah) akan saling mengalahkan. Mahasuci Allah dari sifat yang mereka ucapkan itu. Allah Maha Mengetahui perkara ghoib dan nyata. Mahasuci Allah dari kesyirikan yang mereka lakukan itu.” (QS. Al-Anbiyā: 91-92)

﴿فَلَا تَضْرِبُوا لِلّٰهِ الْأَمْثَالَ إنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

“Janganlah kalian membuat-buat tandingan-tandingan bagi Allah. Allah Mahatahu sementara kalian tidak tahu.” (QS. An-Nahl: 74)

﴿قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ

“Katakanlah: ‘Rob-ku hanya mengharomkan perbuatan keji yang nampak maupun yang tersembunyi, begitu pula mengharomkan dosa dan kezoliman tanpa hak, juga mengharomkan kalian menyekutukan Allah dengan apa yang Allah tidak turunkan (penjelasan bolehnya) dalam Kitab-Nya, dan mengharomkan kalian berbicara tentang Allah tanpa ilmu.” (QS. Al-A’rōf: 33)

Sifat Istiwā (Tinggi)

Juga firman-Nya:

﴿الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى

“Ar-Rohman tinggi di atas Arsy.” (QS. Thōhā: 5)

﴿ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ

“Lalu Dia tinggi di atas Arsy.” Jumlah ayat Arsy ada tujuh ayat.[19]

Juga firman-Nya:

﴿يَا عِيسَى إنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إلَيَّ

“Wahai Isa, Aku akan mewafatkanmu[20] dan mengangkatmu ke langit.” (QS. Ali Imrōn: 55)

﴿بَل رَّفَعَهُ اللَّهُ إلَيْهِ

“Bahkan Allah mengangkatnya kepada-Nya.” (QS. An-Nisā: 158)

﴿إلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ

“Hanya kepada Allah ucapan yang baik dinaikkan, sementara amal sholih diangkat kepada-Nya.” (QS. Fāthir: 10)

﴿يَا هَامَانُ ابْنِ لِي صَرْحًا لَّعَلِّي أَبْلُغُ الْأَسْبَابَ أَسْبَابَ السَّمَوَاتِ فَأَطَّلِعَ إلَى إِلَهِ مُوسَى وَإِنِّي لَأَظُنُّهُ كَاذِبًا

“Wahai Haman, bangunkan untukku sebuah piramida agar aku bisa mencapai tangga-tangga langit untuk melihat Dzat yang disembah Musa. Aku yakin dia bohong (bahwa Allah di atas).” (QS. Ghōfir: 36-37)[21]

﴿أَأَمِنتُم مَّن فِي السَّمَاءِ أَن يَخْسِفَ بِكُمُ الْأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ أَمْ أَمِنتُم مَّن فِي السَّمَاءِ أَن يُرْسِلَ عَلَيْكُمْ حَاصِبًا فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ

“Apakah kalian merasa aman terhadap Dzat yang di atas langit bahwa Dia akan membenamkan kalian ke perut bumi? Ataukah kalian merasa aman tehadap Dzat yang di atas langit bahwa Dia akan menghujani kalian batu? Kalian akan tahu bagaimana beratnya siksa dari peringatan-Ku.” (QS. Al-Mulk: 16-17)

Juga firman-Nya:

﴿هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“Dialah yang menciptakan semua langit dan bumi dalam enam hari[22] lalu Dia tinggi di atas Arsy[23]. Dia mengetahui apa yang masuk ke perut bumi dan apa yang keluar darinya[24]. Dia mengetahui apa yang turun dari langit dan tahu apa naik kepadanya[25]. Allah (Ilmu-Nya)[26] bersama kalian di mana saja kalian berada. Allah Maha Melihat apa saja yang kalian kerjakan.” (QS. Al-Hadīd: 4)

Sifat Ma’iyyah (Menyertai)

﴿مَا يَكُونُ مِن نَّجْوَى ثَلَاثَةٍ إلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلَا خَمْسَةٍ إلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلَا أَدْنَى مِنْ ذَلِكَ وَلَا أَكْثَرَ إلَّا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا عَمِلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ

“Tidaklah tiga orang berbisik-bisik melainkan Allah yang keempat, tidak pula lima orang kecuali Dia yang keenam, dan tidak pula kurang atau lebih dari itu melainkan Dia (Ilmu-Nya) bersama mereka di mana saja mereka berada. Lalu Dia akan mengabarkan kepada mereka pada hari Kiamat apa saja yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui[27] segala sesuatu.” (QS. Al-Hadīd: 4)

Juga firman-Nya:

﴿لَا تَحْزَنْ إنَّ اللَّهَ مَعَنَا

“Kamu jangan bersedih. Sesungguhnya Allah bersama kita[28].” (QS. At-Taubah: 40)

﴿إنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى

“Sungguh Aku bersama kalian berdua (Musa dan Harun), Aku mendengar dan melihat.” (QS. Thōhā: 46)

﴿إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ

“Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan.” (QS. An-Nahl: 128)

﴿وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ

“Bersabarlah. Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bersabar.” (QS. Al-Anfāl: 46)

﴿كَم مِّن فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ

“Betapa sering pasukan sedikit mampu mengalahkan pasukan banyak, dengan izin-Nya. Allah bersama orang-orang yang bersabar.” (QS. Al-Baqoroh: 249)

Sifat Kalam (Ucapan)

Juga firman-Nya:

﴿وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ حَدِيثًا

“Siapa yang lebih jujur/benar ucapan-Nya selain Allah?” (QS. An-Nisā: 87)

﴿وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ قِيلًا

“Siapa yang lebih jujur/benar ucapan-Nya selain Allah?” (QS. An-Nisā: 122)

﴿وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ

“Ingatlah ketika Allah berkata kepada Isa putra Maryam.” (QS. Al-Maidah: 116)

﴿وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا

“Kalimat Rob-mu telah sempurna dengan jujur (ucapannya) dan adil (hukumnya).” (QS. Al-An’ām: 115)

﴿وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا

“Allah berfirman kepada Musa dengan sebenarnya.” (QS. An-Nisā: 164)

﴿مِنْهُم مَّن كَلَّمَ اللَّهُ

“Di antara mereka (para Nabi) ada yang diajak bicara langsung.” (QS. Al-Baqoroh: 253)

﴿وَلَمَّا جَاءَ مُوسَى لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ رَبُّهُ

“Ketika Musa datang ke tempat yang sudah dijanjikan dan Rob-nya berbicara kepadanya.” (QS. Al-A’rōf: 143)

﴿وَنَادَيْنَاهُ مِن جَانِبِ الطُّورِ الْأَيْمَنِ وَقَرَّبْنَاهُ نَجِيًّا

“Kami memanggilnya (Musa) dari sisi gunung sebelah kanan dan Kami dekatkan ia sedekat-dekatnya.” (QS. Maryam: 52)

﴿وَإِذْ نَادَى رَبُّكَ مُوسَى أَنِ ائْتِ الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ

“Ingatlah, ketika Rob-mu memanggil Musa: ‘Datangilah kaum yang zholim (Fir’aun dan pembesarnya).” (QS. Asy-Syu’ārō: 10)

﴿وَنَادَاهُمَا رَبُّهُمَا أَلَمْ أَنْهَكُمَا عَنْ تِلْكُمَا الشَّجَرَةِ

“Rob keduanya (Adam dan Hawa) memanggil keduanya: ‘Bukankah Aku telah melarang kalian berdua dari pohon tersebut dan sudah Kukatakan kepada kalian berdua bahwa setan musuh nyata kalian berdua?” (QS. Al-A’rōf: 22)

﴿وَيَوْمَ يُنَادِيهِمْ فَيَقُولُ أَيْنَ شُرَكَائِيَ الَّذِينَ كُنتُمْ تَزْعُمُونَ

“Ingatlah pada hari Dia menyeru mereka: ‘Di manakah sekutu-sekutu-Ku yang kalian kalian sangka itu?’” (QS. Al-Qoshosh: 62)

﴿وَيَوْمَ يُنَادِيهِمْ فَيَقُولُ مَاذَا أَجَبْتُمُ الْمُرْسَلِينَ

“Ingatlah pada hari Dia menyeru mereka: ‘Apa jawaban kalian dari seruan para Rosul?’” (QS. Al-Qoshosh: 65)

Juga firman-Nya:

﴿وَإِنْ أَحَدٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ

“Jika ada seorang dari kaum musyrikin yang meminta perlindungan kepadamu, maka berilah ia perlindungan, agar mendengarkan Kalamullah.” (QS. At-Taubah: 6)

﴿وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ مِّنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلَامَ اللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِن بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ

“Sungguh ada sekelompok dari mereka mendengar Kalamullah lalu merubahnya setelah mereka memahaminya, padahal mereka tahu (kekufuran perbuatan tersebut).” (QS. Al-Baqoroh: 75)

﴿يُرِيدُونَ أَن يُبَدِّلُوا كَلَامَ اللَّهِ قُل لَّن تَتَّبِعُونَا

“Mereka ingin mengganti Kalamullah.” (QS. Al-Fath: 15)

﴿وَاتْلُ مَا أُوحِيَ إلَيْكَ مِن كِتَابِ رَبِّكَ لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ

“Bacakan apa yang diwahyukan kepadamu dari Kitab Rob-mu. Tidak ada perubahan pada kalimat Allah.” (QS. Al-Kahfi: 27)

﴿إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَقُصُّ عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ أَكْثَرَ الَّذِي هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ

“Sesungguhnya Al-Qur’an ini mengisahkan banyak perselisihan yang dilakukan Bani Isroil.” (QS. An-Naml: 76)

Juga firman-Nya:

﴿وَهَذَا كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ

“Inilah Kitab yang Kami turunkan penuh berkah.” (QS. Al-An’ām: 155)

﴿لَوْ أَنزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ لَّرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُّتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ اللَّهِ

“Seandainya Kami turunkan Al-Qur’an kepada gunung, tentu kamu akan melihatnya pecah berkeping-keping karena takut kepada Allah.” (QS. Al-Hasyr: 21)

﴿وَإِذَا بَدَّلْنَا آيَةً مَّكَانَ آيَةٍ وَاللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا يُنَزِّلُ قَالُوا إنَّمَا أَنتَ مُفْتَرٍ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِن رَّبِّكَ بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّهُمْ يَقُولُونَ إنَّمَا يُعَلِّمُهُ بَشَرٌ لِّسَانُ الَّذِي يُلْحِدُونَ إِلَيْهِ أَعْجَمِيٌّ وَهَذَا لِسَانٌ عَرَبِيٌّ مُّبِينٌ

“Apabila Kami mengganti sebuah ayat dengan ayat lain dan Allah lebih mengetahui tentang apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata: ‘Hanya kamu yang membuat-buatnya.’ Bahkan kebanyakan mereka tidak mengetahuinya. Katakanlah: ‘Ia diturunkan oleh Ruhul Qudus (Jibril) dari Rob-mu dengan benar untuk meneguhkan orang-orang beriman, sebagai petunjuk dan kabar gembira bagi orang-orang Islam.’ Sungguh Kami tahu bahwa mereka mengatakan: ‘Ia diajarkan oleh manusia.’ Orang yang dituduhkan itu bahasanya ajam, sementara Al-Qur’an ini berbahasa Arob yang jelas (fasih).” (QS. An-Nahl: 101-103)

Melihat Wajah Allah

Juga firman-Nya:

﴿وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ

“Ada wajah-wajah yang berseri pada hari itu, karena melihat Wajah Rob-nya.” (QS. Al-Qiyāmah: 22-23)

﴿عَلَى الْأَرَائِكِ يَنظُرُونَ

“Mereka saling melihat (Wajah Allah) di atas ranjang di kamar-kamar.” (QS. Al-Muthoffifīn: 24)

﴿لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ

“Orang-orang yang berbuat kebaikan mendapatkan balasan terbaik (Surga) dan tambahan (melihat Wajah Allah).” (QS. Yūnus: 26)

﴿لَهُم مَّا يَشَاءُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ

“Di dalam Surga mereka mendapatkan segala sesuatu dan di sisi Kami ada tambahan (melihat Wajah Allah).” (QS. Qōf: 35)

Pembahasan ini di dalam Kitabullah sangat banyak. Siapa yang mentadaburi Al-Qur’an untuk mencari petunjuk, maka jalan kebenaran akan nampak baginya.

***

3. Beriman Kepada Sifat yang Dikabarkan Rosulullah dalam Haditsnya

Lalu Sunnah Rosulullah menafsirkan Al-Qur’an, menjelaskannya, mengarahkannya, dan mengungkapkan maknanya.

Sifat Allah apa saja yang diucapkan Rosulullah —dari hadits-hadits shohih yang diterima oleh pakar hadits—, wajib diimani juga (sebagaimana Al-Qur’an).

Sifat Turun

Misalnya sabda Nabi :

«يَنْزِلُ رَبُّنَا إلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا كُلَّ لَيْلَةٍ، حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرِ، فَيَقُولُ: مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ، مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ، مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ»

“Rob kita turun ke langit dunia setiap malam pada sepertiga akhir malam seraya berfirman: ‘Siapa yang berdoa kepada-Ku agar Kukabulkan? Siapa yang meminta kepada-Ku agar Kuberi? Siapa yang memohon ampun kepada-Ku agar Kuampuni?’” Muttafaqun ‘Alaih[29].[30]

Sifat Gembira

Juga sabda Nabi :

«لَلّٰهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ، مِنْ أَحَدِكُمْ بِرَاحِلَتِهِ ... »

“Allah sangat gembira dengan taubat hamba-Nya, melebihi seorang dari kalian dengan kendaraan untanya...” Muttafaqun ‘Alaihi.[31]

Sifat Tertawa

Juga sabda Nabi :

«يَضْحَكُ اللَّهُ إلَى رَجُلَيْنِ؛ يَقْتُلُ أَحَدُهُمَا الْآخَرَ؛ كِلَاهُمَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ»

“Allah tertawa kepada dua orang: orang pertama membunuh orang kedua, lalu keduanya masuk Surga.” Muttafaqun ‘Alaihi.[32]

Sifat Takjub (Heran)

Juga sabda Nabi :

«عَجِبَ رَبُّنَا مِنْ قُنُوطِ عِبَادِهِ وَقُرْبِ غِيَرِهِ؛ يَنْظُرُ إلَيْكُمْ أَزِلِينَ قَنِطِينَ، فَيَظَلُّ يَضْحَكُ؛ يَعْلَمُ أَنَّ فَرَجَكُمْ قَرِيبٌ»

“Rob kita takjub kepada hamba-hamba-Nya yang berputus asa, padahal perubahan keadaan sudah dekat. Allah melihat kalian yang sedang berada dalam kesulitan dan keterputus-asaan, lalu Allah tertawa, karena Dia tahu bahwa jalan keluar untuk kalian sudah dekat.” Hadits hasan.[33]

Sifat Kaki atau Telapak Kaki

Juga sabda Nabi :

«لَا تَزَالُ جَهَنَّمُ يُلْقَى فِيهَا، وَتَقُولُ: هَلْ مِنْ مَزِيدٍ؛ حَتَّى يَضَعَ رَبُّ الْعِزَّةِ فِيهَا - وَفِي رِوَايَةٍ: عَلَيْهَا - قَدَمَهُ فَيَنْزَوِي بَعْضُهَا إلَى بَعْضٍ؛ وَتَقُولُ: قَط قَط»

“Senantiasa manusia dan jin dilempar ke Jahannam dan ia berkata: ‘Masih adakah tambahan?’ Hingga Rob pemilik kemuliaan meletakkan Telapak Kaki-Nya di Jahannam (dalam riwayat lain: di atas Jahannam) hingga bagian Neraka saling mengkerut, dan ia berkata: ‘Cukup, cukup.’” Muttafaqun Alaih.[34]

Sifat Kalam dan Suara

Juga sabda Nabi :

«يَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: يَا آدَمَ! فَيَقُولُ: لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ. فَيُنَادِي بِصَوْتِ: إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكَ أَنْ تُخْرِجَ مِنْ ذُرِّيَّتِكَ بَعْثًا إِلَى النَّارِ»

“Allah berfirman: ‘Wahai Adam.’ Ia menjawab: ‘Aku memenuhi panggilan-Mu dengan senang hati.’ Lalu ada yang menyeru: ‘Allah memerintahkanmu agar kamu mengeluarkan dari keturunanmu beberapa orang menuju Neraka.’” Muttafaqun Alaih.[35]

Juga sabda Nabi :

«مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا سَيُكَلِّمُهُ رَبُّهُ، لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ حَاجِبٌ وَلَا تُرْجُمَانٌ»

“Tidak ada seorang pun dari kalian kecuali akan diajak bicara Rob-nya, tanpa ada penerjemah di antara keduanya.”[36]

Sifat Tinggi

Juga sabda Nabi tentang meruqyah[37] orang yang sakit:

«رَبُّنَا اللَّهُ الَّذِي فِي السَّمَاءِ! تَقَدَّسَ اسْمُكَ، أَمْرُكَ فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ؛ كَمَا رَحْمَتُكَ فِي السَّمَاءِ؛ اجْعَلْ رَحْمَتَكَ فِي الْأَرْضِ، اغْفِرْ لَنَا حُوْبَنَا وَخَطَايَانَا، أَنْتَ رَبُّ الطَّيِّبِينَ، أَنْزِلْ رَحْمَةً مِنْ رَحْمَتِكَ وَشِفَاءً مِنْ شِفَائِكَ عَلَى هَذَا الْوَجَعِ»

“Wahai Rob kami yang di atas, Mahasuci Nama-Mu, urusan-Mu berlaku di langit dan bumi, sebagaimana rohmat-Mu di langit jadikanlah rohmat-Mu di bumi. Ampunilah dosa dan kesalahan kami. Engkau Rob orang-orang baik. Turunkan rohmat dari-Mu dan kesembuhan dari-Mu atas penyakit ini.” Hadits hasan, diriwayatkan Abu Dawud.[38]

Juga sabda Nabi :

«أَلَا تَأْمَنُونِي وَأَنَا أَمِينُ مَنْ فِي السَّمَاءِ؟!»

“Tidakkah kalian mempercayai amanahku sementara aku adalah kepercayaan Dzat yang di atas?” Diriwayatkan Al-Bukhori dan selainnya.[39]

Juga sabda Nabi :

«وَالْعَرْشُ فَوْقَ ذَلِكَ، وَاللَّهُ فَوْقَ الْعَرْشِ وَهُوَ يَعْلَمُ مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ»

“Arsy di atas semua itu (langit, bumi, Kursi, Air). Allah di atas Arsy. Dia tahu apa yang kalian kerjakan.” Hadits hasan. Diriwayatkan Abu Dawud, At-Tirmidzi dan selain keduanya.[40]

Juga sabda Nabi kepada seorang budak perempuan:

«أَيْنَ اللَّهُ؟» قَالَتْ: فِي السَّمَاءِ، قَالَ: «مَنْ أَنَا؟» قَالَتْ: أَنْتَ رَسُولُ اللَّهِ، قَالَ: «أَعْتِقْهَا؛ فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ»

“Di mana Allah?” Jawabnya: “Di atas[41].” Beliau bertanya: “Siapa saya?” Jawabnya: “Anda utusan Allah.” Beliau bersabda: “Bebaskan budak ini, karena ia orang beriman.” Diriwayatkan Muslim.[42]

Sifat Ma’iyah (Membersamai)

Juga sabda Nabi :

«أَفْضَلُ الْإِيمَانِ: أَنْ تَعْلَمَ أَنَّ اللَّهَ مَعَكَ حَيْثُمَا كُنْتَ»

“Iman paling utama adalah kamu meyakini[43] bahwa Allah bersamamu di mana pun kamu berada.”[44]

Sifat di Depan Orang Sholat

Juga sabda Nabi :

«إذَا قَامَ أَحَدُكُمْ إِلَى الصَّلَاةِ؛ فَإِنَّ اللَّهَ قِبَلَ وَجْهِهِ؛ فَلَا يَبْصُقَنَّ قِبَلَ وَجْهِهِ، وَلَا عَنْ يَمِينِهِ، وَلَكِنْ عَنْ يَسَارِهِ، أَوْ تَحْتَ قَدَمِهِ»

“Apabila salah seorang dari kalian berdiri sholat, Allah di depannya. Maka jangan sekali-kali ia meludah di depannya, atau di kanannya, tetapi ke sisi kirinya atau di bawah kedua kakinya.”[45]

Sifat Dekat

Juga sabda Nabi :

«اللَّهُمَّ! رَبَّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ، وَرَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ! رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ شَيْءٍ! فَالِقَ الْحَبِّ وَالنَّوَى! مُنَزِّلَ التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ! أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ دَابَّةٍ أَنْتَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا. اللَّهُمَّ أَنْتَ الْأَوَّلُ؛ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْآخِرُ؛ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الظَّاهِرُ؛ فَلَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْبَاطِنُ؛ فَلَيْسَ دُونَكَ شَيْءٌ، اقْضِ عَنِّي الدَّيْنَ، وَأَغْنِنِي مِنْ الْفَقْرِ»

“Ya Allah, Rob tujuh langit dan Rob Arsy yang agung, wahai Rob kami dan Rob segala sesuatu, wahai Yang membelah biji dan tunas, wahai Yang menurunkan Taurot, Injil, dan Al-Qur’an, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan segala sesuatu yang Engkau pegang ubun-ubunnya. Ya Allah, Engkau Al-Awwal (Maha Pertama) sehingga tidak ada yang lebih awal dari-Mu, Engkau Al-Akhir (Maha Terakhir) sehingga tidak ada yang lebih akhir dari-Mu, Engkau Azh-Zhōhir (Maha Mengalahkan) sehingga tidak ada yang lebih tinggi dari-Mu, Al-Bāthin (Engkau Maha Dekat) sehingga tidak ada yang lebih dekat dari-Mu, lunasilah hutangku, dan cukupilah aku dari kefakiran.” HR. Muslim.[46]

Juga sabda beliau saat Sahabat-Sahabatnya mengeraskan bacaan dzikir:

«أَيُّهَا النَّاسُ! ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ؛ فَإِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا غَائِبًا؛ إِنَّمَا تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا؛ إنَّ الَّذِي تَدْعُونَهُ أَقْرَبُ إِلَى أَحَدِكُمْ مِنْ عُنُقِ رَاحِلَتِهِ»

“Wahai manusia, sayangi diri kalian. Kalian tidak menyeru Dzat yang tuli dan jauh, tetapi kalian menyeru Dzat yang mendengar dan dekat. Yang kalian seru lebih dekat kepada kalian melebihi salah seorang dari kalian dari leher unta kendaraanya.” Muttafaqun Alaih.[47]

Allah Dilihat Pada Hari Kiamat

Juga sabda Nabi :

«إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ؛ كَمَا تَرَوْنَ الْقَمَرَ لَيْلَةَ الْبَدْرِ لَا تُضَامُّونَ فِي رُؤْيَتِهِ؛ فَإِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ لَا تُغْلَبُوا عَلَى صَلَاةٍ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ، وَصَلَاةٍ قَبْلَ غُرُوبِهَا؛ فَافْعَلُوا»

“Sungguh kalian akan melihat Rob kalian seperti kalian melihat bulan purnama, tanpa merasa berdesak-desakan melihatnya. Jika kalian mampu tidak mengakhirkan sholat sebelum matahari terbit (Shubuh) dan sebelum matahari tenggelam (Ashar) maka lakukanlah.” Muttafaqun Alaih.[48]

Begitu juga hadits-hadits lain yang semisal dengan hadits-hadits ini, yang Nabi kabarkan tentang Rob-nya.

Firqoh Najiyah Ahlus Sunnah wal Jamaah beriman kepada semua itu, persis seperti iman mereka kepada kabar yang diberitakan Allah dalam Kitab-Nya, tanpa melakukan tahrif dan ta’thil, serta tanpa takyif dan tamtsil.

4. Pertengahan Ahlus Sunnah dalam Berakidah

Bahkan mereka adalah orang-orang yang pertengahan dari semua kelompok umat Islam, sebagaimana umat Islam merupakan umat pertengahan dari seluruh umat.

Mereka pertengahan dalam bab Sifat-Sifat Allah: antara ahli ta’thil Jahmiyyah[49] dan ahli tamtsil Musyabbihah[50].

Mereka pertengahan dalam bab perbuatan Allah: antara kaum Qodariyyah[51] dan Jabariyyah[52].

Mereka pertengahan dalam bab wa’īd (janji dan ancaman): antara kaum Murjiah dan kaum Wa’idiyyah dari Qodariyah dan selainnya.

Mereka pertengahan dalam bab iman dan agama: antara kaum Haruriyah dan Mu’tazilah dengan Murjiah dan Jahmiyyah.

Mereka pertengahan dalam bab Sahabat Nabi : antara Rofidhoh[53] dan Khowarij[54].

5. Aqidah Allah di Atas Arsy

Termasuk cakupan iman kepada Allah selain yang telah kami sebutkan:

Beriman terhadap kabar yang disampaikan Allah dalam Kitab-Nya dan hadits-hadits mutawatir[55] serta apa yang disepakati para ulama Salaf, yaitu bahwa Allah di atas langit, di atas Arsy, di atas semua makhluk-Nya, bersamaan dengan itu Allah (yakni pengawasan-Nya) bersama mereka di manapun mereka berada. Semua ini dihimpun dalam firman-Nya:

﴿هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ

“Dialah yang menciptakan semua langit dan bumi dalam enam hari lalu Dia tinggi di atas Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk ke perut bumi dan apa yang keluar darinya. Dia mengetahui apa yang turun dari langit dan tahu apa yang naik kepadanya. Allah (Ilmu-Nya) bersama kalian di mana saja kalian berada. Allah Maha Melihat apa saja yang kalian kerjakan.” (QS. Al-Hadīd: 4)

Makna “Dia bersama kalian” bukan menyatu dengan makhluk, karena makna ini tidak diakui secara bahasa, dan juga menyelisihi kesepakatan ulama Salaf serta menyelisihi fitroh yang Allah ciptakan manusia atasnya. Bahkan bulan yang merupakan salah satu tanda kebesaran Allah dan termasuk makhluk-Nya yang paling kecil serta terletak di langit, ia bersama musafir di mana saja ia berada.

Allah di atas Arsy mengawasi makhluk-Nya dan melihat mereka, dan seterusnya dari makna-makna yang menunjukkan Rububiyah Allah.

Semua ayat yang disebutkan Allah bahwa Dia di atas Arsy sekaligus bersama kita adalah benar adanya dan tidak membutuhkan tahrif (dipahami dengan selain makna lahiriyah). Akan tetapi hal ini tercegah dari orang yang akalnya telah rusak.

6. Aqidah Pengawasan Allah Meliputi Segala Sesuatu

Termasuk cakupan iman kepada Allah adalah beriman bahwa Dia dekat dengan makhluk-Nya, seperti firman-Nya:

﴿وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ

“Apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (hai Nabi) tentang-Ku, jawablah bahwa Aku dekat. Aku mengabulkan doa orang yang berdoa kepada-Ku jika ia berdoa kepada-Ku.” (QS. Al-Baqoroh: 186)

Nabi bersabda:

«إِنَّ الَّذِي تَدْعُونَهُ، أَقْرَبُ إِلَى أَحَدِكُمْ مِنْ عُنُقِ رَاحِلَتِهِ»

“Dzat yang kalian seru tersebut lebih dekat kepada salah seorang dari kalian melebihi dekatnya ia dengan leher unta kendarannya.”[56]

Sifat dekat Allah dan kebersamaan-Nya yang disebutkan dalam Al-Kitab dan As-Sunnah tidak bertentangan dengan ketinggian-Nya yang disebutkan pada keduanya pula. Tidak ada yang serupa dengan Allah pada semua Sifat-Sifat-Nya. Dia tinggi bersamaan dengan kedekatan-Nya, dan Dia dekat bersamaan dengan ketinggian-Nya.

***

Bab 2: Iman Kepada Kitab Allah

Termasuk iman kepada Allah dan Kitab-Nya adalah beriman bahwa Al-Qur’an Kalamullah, diturunkan, bukan makhluk, bermula dari-Nya dan kelak kembali kepada-Nya, Allah berfirman secara hakiki (bukan kiasan). Al-Qur’an yang diturunkan Allah kepada Nabi-Nya Muhammad adalah Kalamullah (ucapan Allah) secara hakiki, bukan ucapan selain-Nya.

Tidak boleh dikatakan bahwa Al-Qur’an adalah hikayat dari Kalamullah atau ibarat darinya, bahwa jika Al-Qur’an dibaca oleh seseorang atau ditulis di Mushaf, hal itu tidak mengeluarkannya dari statusnya sebagai Kalamullah secara hakiki. Sebab, ucapan itu hanya disandarkan secara hakiki kepada pengucapnya yang pertama, bukan kepada pengucap penyampainya.

***

Bab 3: Iman Kepada Rosul Allah

Termasuk cakupan beriman kepada Allah, Kitab-Kitab-Nya, dan Rosul-Rosul-Nya adalah beriman bahwa orang-orang beriman akan melihat-Nya pada hari Kiamat dengan mata kepala mereka, sebagaimana mereka melihat matahari di siang bolong tanpa awan, juga sebagaimana melihat bulan purnama tanpa perlu berdesakan dalam melihatnya.

Mereka juga melihat Allah saat di aroshōt[57] pada hari Kiamat. Lalu mereka melihat-Nya lagi setelah masuk Surga, sesuai yang Allah kehendaki.

Bab 4: Iman Kepada Hari Akhir

1. Kiamat Kecil (Kematian)

Termasuk cakupan iman kepada hari Akhir adalah beriman terhadap semua yang dikabarkan Nabi tentang peristiwa setelah kematian. Mereka beriman kepada fitnah kubur, dan siksa dan nikmat kubur.

Fitnah Kubur

Fitnah kubur: manusia difitnah (diuji) di kubur dengan ditanya: “Siapa Rob-mu? Apa agamamu? Siapa Nabimu?”

﴿يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ

“Allah meneguhkan orang-orang beriman dengan jawaban yang teguh,” (QS. Ibrōhīm: 27) sehingga ia menjawab: “Allah Rob-ku, Islam agamaku, Muhammad Nabiku.”

Adapun orang yang ragu (munafiq, kafir, musyrik) menjawab: “Ah... ah... aku tidak tahu, aku hanya ikut-ikutan manusia mengucapkannya.” Lalu ia dihantam dengan palu godam dari besi, hingga ia menjerit keras yang didengar oleh semua makhluk (di sekitarnya) kecuali manusia (dan jin). Seandainya manusia mendengarnya, tentu akan pingsan.

Nikmat dan Siksa Kubur

Lalu setelah ujian ini, si mayit mendapatkan nikmat atau siksa sampai hari Kiamat Besar, lalu ruh dikembalikan ke jasadnya[58].

2. Kiamat Besar

Akan terjadi Kiamat yang telah dikabarkan Allah lewat Kitab-Nya dan lewat lisan Rosul-Nya serta kesepakatan kaum Muslimin.

Bangkit dari Kubur

Seluruh manusia bangkit dari kuburnya menghadap Robbul Alamin dalam keadaan tanpa alas kaki, telanjang, dan tidak berkhitan.

Matahari Sejarak Satu Mil

Matahari mendekat mereka dan keringat menenggelamkan sebagian mereka.

Timbangan

Timbangan dipasang untuk menimbang amal hamba-hamba.

﴿فَمَن ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنفُسَهُمْ فِي جَهَنَّمَ خَالِدُونَ

“Siapa yang timbangan kebaikannya berat, mereka itulah orang-orang yang beruntung. Siapa yang timbangan kebaikannya ringan, mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya sendiri, kekal di Jahannam.” (QS. Al-Mu’minun: 102-103)

Catatan Amal

Dawāwin yakni Catatan Amal, di mana orang beriman mengambilnya dengan tangan kanannya, sementara orang kafir mengambilnya dengan tangan kirinya atau dari arah belakang punggungnya, sebagaimana yang Allah firmankan:

﴿وَكُلَّ إِنسَانٍ أَلْزَمْنَاهُ طَائِرَهُ فِي عُنُقِهِ وَنُخْرِجُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كِتَابًا يَلْقَاهُ مَنشُورًا اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيبًا

“Setiap amal manusia yang telah dikerjakannya, Kami jadikan selalu menyertainya, sebagaimana kalung yang selalu menyertai leher. Lalu Kami keluarkan Catatan Amalnya pada Hari Kiamat dan dia mendapatinya terbuka di depannya. Dikatakan kepadanya: ‘Bacalah Catatan Amalmu sendiri, cukuplah pada hari ini kamu yang menghitungnya.’” (QS. Al-Isrō: 13-14)

Hisab

Allah menghisab seluruh makhluk-Nya. Allah bersendiri dengan orang beriman lalu ia diminta untuk mengakui dosa-dosanya, sebagaimana yang diterangkan di Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Adapun orang kafir, amal mereka tidak dihisab (dihitung) sebagaimana orang beriman yang dihitung kebaikan dan keburukannya, karena mereka tidak memiliki kebaikan sedikitpun. Akan tetapi amal keburukan mereka dihitung dengan teliti lalu mereka diberdirikan di hadapannya dan diminta mengakuinya lalu mereka dibalas (disiksa).

Telaga

Di aroshōt ada: Haud (Telaga) yang didatangi orang-orang, milik Muhammad . Airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu. Panjangnya satu bulan perjalanan, begitu juga lebarnya. Gayungnya sebanyak jumlah bintang di langit. Siapa yang minum seteguk darinya, tidak akan haus selamanya.

Jembatan

Shirōth (Jembatan) dibentangkan di atas punggung Jahannam. Jembatan tersebut terletak di antara Surga dan Neraka. Ia akan dilewati manusia sesuai dengan kadar amalnya. Di antara mereka ada yang melewatinya bagaikan kedipan mata, ada pula yang melewatinya bagaikan kilat, ada pula yang melewatinya bagaikan angin, ada pula yang melewatinya bagaikan kuda tercepat, ada pula yang melewatinya bagaikan kendaraan onta, ada pula yang melewatinya dengan berlari, ada pula yang melewatinya dengan berjalan pelan, ada pula yang melewatinya dengan merangkak, ada pula yang tercabik kail hingga terlempar ke Jahannam, karena jembatan tersebut berkail yang menyambar-nyambar manusia sesuai kadar amalnya. Siapa yang berhasil melewati Shirōt maka ia pasti masuk Surga.

Qonthoroh

Apabila mereka sudah melewatinya, mereka diberhentikan di atas sebuah qonthoroh (persinggahan) antara Surga dan Neraka, untuk ditegakkan qishosh (tuntutan balas) di antara mereka. Ketika mereka sudah dibersihkan (dengan diqishosh), mereka diizinkan masuk Surga.

Masuk Surga

Orang pertama yang masuk Surga adalah Muhammad .

Umat pertama yang masuk Surga adalah umat Muhammad .

Syafaat

Beliau memiliki 3 syafaat pada hari Kiamat.

1) Syafaat untuk ahli mauqif (mahsyar) agar mereka segera diadili, setelah para Nabi tidak bisa memenuhinya dari Adam, Nuh, Ibrohim, Musa, Isa Alaihimussalām sampai berakhir kepada beliau .

2) Syafaat untuk ahli Surga agar diizinkan masuk Surga. Dua syafaat di atas hanya dimiliki Nabi .

3) Syafaat untuk orang-orang yang berhak masuk Neraka agar tidak jadi masuk Neraka dan juga syafaat untuk orang yang sudah masuk Neraka agar dikeluarkan darinya. Syafaat jenis ini dimiliki beliau dan juga para Nabi, orang-orang shiddiq, dan selain mereka.

Allah juga mengeluarkan dari Neraka beberapa orang tanpa syafaat, akan tetapi dengan karunia-Nya dan rohmat-Nya.

Penghuni Baru Surga

Tersisa tempat di Surga kelebihan dari orang-orang yang memasukinya dari penduduk dunia. Lalu Allah menciptakan beberapa orang (sekejab) dan dimasukkan ke Surga.

Peristiwa-peristiwa di Akhirat —baik hisab, pahala, hukuman, Surga dan Neraka— serta perinciannya telah dijelaskan dalam Kitab-Kitab yang diturunkan dari langit dan ilmu yang diwariskan dari para Nabi dan yang diwariskan dari Muhammad . Penjelasan tersebut sudah mencukupi dan siapa yang mencarinya pasti akan mendapatinya.

***

Bab 5: Iman Kepada Takdir

Firqotun Najiyah Ahlus Sunnah wal Jamaah beriman kepada takdir, yang baik maupun yang buruk.

Iman kepada takdir ada dua tingkatan, dan masing-masing tingkatan terdiri dari dua perkara.

1. Tingkatan Pertama dari Takdir

Tingkatan pertama adalah beriman bahwa Allah Ta’ala mengetahui apa saja yang telah dikerjakan oleh makhluk-Nya, lewat ilmu-Nya yang qodīm (terdahulu) yang sudah ada sejak awal (azali) dan selamanya (abadi). Allah mengetahui semua keadaan mereka —baik ketaatan, maksiat, rizki, dan ajal—, lalu Allah menulis takdir semua makhluk tersebut di Lauhul Mahfuzh.

«أَوَّلُ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ؛ قَالَ لَهُ: اكْتُبْ! قَالَ: مَا أَكْتُبُ؟ قَالَ: اكْتُبْ مَا هُوَ كَائِنٌ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ»

Yang pertama Allah ciptakan adalah qolam (pena). Allah berfirman kepadanya: “Tulislah!” Ia menjawab: “Apa yang harus aku tulis?” Allah berfirman: “Tulislah apa saja yang akan terjadi hingga hari Kiamat.”[59]

Maka apa saja yang telah ditetapkan akan menimpa seseorang, tidak akan meleset darinya. Apa saja yang telah ditetapkan tidak akan menimpanya, pasti akan meleset darinya. Pena sudah kering dan lembaran takdir sudah dilipat, sebagaimana firman Allah:

﴿أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

“Tidakkah kamu tahu bahwa Allah tahu apa saja yang di langit dan bumi? Semuanya sudah tertulis di Lauhul Mahfuzh. Itu mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hajj: 70)

﴿مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا فِي أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ

“Musibah apa saja yang menimpa di bumi maupun di diri kalian, semuanya telah tertulis dalam Lauhul Mahfuzh sebelum peristiwa itu Kami wujudkan terjadi. Itu mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hadīd: 22)

Takdir jenis ini yang terkait dengan ilmu Allah, dan berlaku pada beberapa kasus —secara global dan rinci— adalah sebagai berikut:

1) Allah menulis di Lauhul Mahfuzh apa saja yang Dia kehendaki.

2) Tatkala Dia menciptakan jasad janin sebelum ruh ditiup padanya, Allah mengutus satu Malaikat dan disuruh untuk menulis beberapa kalimat: (1) menulis rikzinya, (2) ajalnya, (3) amalnya, dan (4) nasibnya sengsara atau bahagia.

Takdir jenis ini diingkari oleh sekte ekstrim Qodariyah awal, adapun hari ini pengingkar dari mereka sedikit.

2. Tingkatan Kedua dari Takdir

Adapun tingkatan kedua adalah kehendak Allah yang pasti terlaksana dan kuasa-Nya yang menyeluruh. Yakni beriman bahwa apa saja yang Allah kehendaki pasti terjadi dan apa saja yang tidak Dia kehendaki tidak akan terjadi. Tidak ada pergerakan apapun di langit maupun di bumi, begitu juga apa saja yang diam, kecuali dengan kehendak Allah. Tidak terjadi di kerajaan-Nya kecuali apa yang Dia kehendaki. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu yang berwujud maupun tidak. Tidak ada makhluk di bumi dan di langit kecuali Allah yang menciptakannya. Tidak ada pencipta selain-Nya, dan tidak Rob selain-Nya.

3. Takdir Tidak Berarti Berpangku Tangan

Bersamaan dengan itu, Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk mentaati-Nya dan mentaati Rosul-Rosul-Nya, dan melarang mereka dari maksiat kepada-Nya.

Allah mencintai orang-orang bertaqwa, orang-orang yang berbuat kebaikan dan keadilan. Allah ridho kepada orang-orang yang beriman dan beramal sholih.

Allah tidak mencintai orang-orang kafir. Allah tidak meridhoi orang-orang fasiq. Allah tidak menyuruh perbuatan keji. Allah tidak ridho kekufuran atas hamba-hamba-Nya dan tidak pula menyukai kerusakan.

Para hamba adalah pelaku secara hakiki, sementara Allah yang menciptakan perbuatan mereka. Hamba Allah ada yang beriman dan kafir, ada yang baik dan jahat, ada yang sholat dan berpuasa.

Semua hamba memiliki qudroh (kemampuan) atas perbuatan mereka, juga memiliki irodah (keinginan), meskipun Allah yang menciptakan mereka sekaligus menciptakan qudroh dan irodah mereka, sebagaimana yang Allah firmankan:

﴿لِمَن شَاءَ مِنكُمْ أَن يَسْتَقِيمَ وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّهُ رَبُّ الْعَالَمِينَ

“Bagi siapa saja dari kalian yang ingin lurus. Tidaklah mereka berkehendak melainkan Allah Robbul Alamin berkehendak.” (QS. At-Takwīr: 28-29)

Tingkatan takdir ini diingkari oleh kebanyakan Qodariyah, yang dijuluki Salaf sebagai Majusinya umat ini.[60]

Perkara ini disikapi berlebihan oleh ahli itsbat hingga menyakini hamba tidak memiliki qudroh dan ikhtiar (pilihan). Mereka mengeluarkan perbuatan Allah dan ketetapan-Nya, yang penuh hikmat dan maslahat.

***

Bab 6: Termasuk Pokok Aqidah Ahlus Sunnah

1. Definisi Iman

Termasuk pokok Aqidah Firqotun Najiyah: bahwa agama dan iman adalah ucapan dan perbuatan, yakni ucapan hati dan lisan, dan amal hati, lisan, anggota badan.

Iman bisa bertambah dengan ketaatan dan bisa berkurang dengan maksiat.

Tidak Mengkafirkan Pelaku Dosa Besar

Bersamaan dengan itu, Ahlus Sunnah tidak mengkafirkan ahli qiblat atas maksiat dan dosa besar, sebagaimana yang dilakukan Khowarij. Bahkan ikatan ukhuwah keimanan menetap bersama adanya maksiat, sebagaimana yang Allah firmankan tentang ayat qishosh:

﴿فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ

“Siapa yang dimaafkan oleh saudaranya (wali korban), hendaknya si pembunuh menyertai maaf itu dengan kebaikan.” (QS. Al-Baqoroh: 178)

﴿وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ

“Jika ada dua kelompok kaum beriman yang saling berperang, maka damaikanlah keduanya. Jika salah satu dari keduanya melampau batas (tetap bersikeras memerangi), maka perangilah pihak yang melampau batas tersebut hingga kembali kepada agama Allah. Jika pihak tersebut sudah kembali, maka damaikanlah dua pihak tersebut dengan adil. Allah mencintai orang-orang yang adil. Hanyalah orang-orang beriman itu bersaudara.” (QS. Al-Hujurōt: 9-10)

Mereka tidak memisahkan orang fasiq dengan sebutan iman secara menyeluruh, dan tidak pula menetapkan mereka kekal di Neraka, sebagaimana ucapan kaum Mu’tazilah.

Yang benar orang fasiq tetap masuk dalam sebutan iman, contohnya dalam firman Allah:

﴿فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ

“Maka memerdekakan budak beriman.” (QS. An-Nisā: 92)

Terkadang tidak masuk dalam sebutan iman secara mutlak, seperti dalam firman-Nya:

﴿إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ

“Orang-orang beriman itu hanyalah orang-orang yang apabila disebut nama Allah maka hati mereka menjadi takut.” (QS. Al-Anfāl: 2)

Juga sabda Nabi :

«لَا يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَا يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَا يَنْتَهِبُ نُهْبَةً ذَاتَ شَرَفٍ يَرْفَعُ النَّاسُ إِلَيْهِ فِيهَا أَبْصَارَهُمْ حِينَ يَنْتَهِبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ»

“Orang yang berzina ketika ia berzina tidak (sempurna) imannya. Orang yang mencuri ketika ia mencuri tidak (sempurna) imannya. Orang yang minum khomr ketika minum khomr tidak (sempurna) imannya. Orang yang merampas barang berharga dan orang-orang menatapnya saat dia merampasnya tidak (sempurna) imannya.”[61]

Ahlus Sunnah mengatakan: orang tersebut adalah orang beriman yang kurang imannya atau dia Mukmin karena imannya dan fasiq karena dosa besarnya. Ia tidak dinamai iman mutlaq dan tidak pula dicabut darinya mutlak iman. ***

2. Aqidah dalam Menyikapi Para Sahabat

Tidak Mencela Sahabat

Termasuk pokok Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah: selamatnya hati dan lisan mereka atas para Sahabat Muhammad , seperti yang Allah jelaskan sifat mereka dalah firman-Nya:

﴿وَالَّذِينَ جَاءُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ

“Orang-orang yang datang setelah para Sahabat, mereka berdoa: ‘Wahai Rob kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami beriman (yakni Sahabat), dan janganlah Engkau jadikan kebencian pada hati kami kepada orang-orang beriman (yakni Sahabat). Wahai Rob kami, Engkau Maha Santun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hasyr: 10)

Ahlus Sunnah mentaati sabda Nabi :

«لَا تَسُبُّوا أَصْحَابِي؛ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ؛ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا؛ مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ»

“Janganlah kalian mencela para Sahabatku. Demi Dzat yang jiwaku di Tangan-Nya, seandainya seorang dari kalian bersedekah emas sebesar gunung Uhud, tidak akan menyamai sedekah mereka satu mud, bahkan setengahnya.”[62]

Meyakini Keutamaan Sahabat

Ahlus Sunnah menerima apa saja dari Al-Qur’an, As-Sunnah, maupun Ijma tentang keutamaan dan ketinggian martabat mereka.

Ahlus Sunnah mengutamakan Sahabat yang bersedekah sebelum Fathu Makkah —yakni Sulhul Hudaibiyah—  dan berperang, atas Sahabat yang bersedekah setelahnya dan berperang.

Ahlus Sunnah mengutamakan Muhajirin atas Anshor.

Ahlus Sunnah beriman bahwa Allah berfirman kepada pasukan Badar —jumlah mereka 310 an orang—:

«اعْمَلُوا مَا شِئْتُمْ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ»

“Berbuatlah sesukamu, sungguh kalian sudah Aku ampuni.”[63]

Ahlus Sunnah beriman bahwa siapapun yang berbaiat di bawah pohon (Samuroh) tidak akan masuk Neraka, seperti yang dikabarkan Nabi , bahkan Allah meridhoi mereka dan mereka ridho kepada Allah. Jumlah mereka lebih dari 1.400 orang.[64]

Ahlus Sunnah bersaksi masuk Surga atas siapa saja yang dipersaksikan oleh Rosulullah , seperti 10 Sahabat yang dijamin masuk Surga, juga seperti Tsabit bin Qois bin Syammas, dan Sahabat lainnya.

Ahlus Sunnah menetapkan berdasarkan riwayat mutawatir dari Amirul Mu’minin Ali bin Abi Tholib dan selainnya bahwa orang terbaik dari umat ini setelah Nabi adalah Abu Bakar, lalu Umar, lalu yang ketiga Utsman, lalu yang keempat Ali Rodhiyallahu ‘Anhum, sebagaimana disebutkan dalam hadits-hadits dan kesepakatan para Sahabat atas mendahulukan Utsman dalam baiat.

Bersamaan dengan itu, Ahlus Sunnah berselisih pendapat tentang Utsman dan Ali siapakah yang lebih utama —setelah kesepakatan mereka mendahulukan Abu Bakar dan Umar—. Sebagian mereka mendahulukan Utsman dan diam atau menomor empatkan Ali, ada pula yang mendahulukan Ali, dan sebagian lain bersikap diam.

Akan tetapi (mayoritas) Ahlus Sunnah menetapkan untuk mendahulukan Utsman atas Ali.

Masalah ini —Utsman dan Ali— bukan termasuk pokok Aqidah yang mereka saling menyesatkan, menurut mayoritas Ahlus Sunnah.

Akan tetapi masalah yang Ahlus Sunnah akan menyesatkannya adalah masalah khilafah. Karena Ahlus Sunnah beriman bahwa kekholifahan setelah Rosulullah adalah Abu Bakar, lalu Umar, lalu Utsman, lalu Ali.

Siapa yang mempermasalahkan kekhilafahan salah seorang dari mereka maka ia lebih sesat dari keledai peliharaan di rumahnya.

Mencintai Ahli Bait

Ahlus Sunnah mencintai Ahli Bait Rosulullah , setia kepada mereka. Mereka menjaga wasiat Rosulullah tentang mereka di Ghodir Khum:

«أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي، أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي»

“Aku ingatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah berkaitan dengan Ahli Baitku, aku ingatkan kalian untuk bertakwa kepada Allah berkaitan dengan Ahli Baitku.”[65]

Beliau juga bersabda kepada Al-Abbas paman beliau, ketika ia mengadu kepada beliau atas sikap kasar beberapa orang Quroisy kepada Bani Hasyim:

«وَاَلَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ؛ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحِبُّوكُمْ لِلّٰهِ وَلِقَرَابَتِي»

“Demi Dzat yang jiwaku di Tangan-Nya, mereka tidak beriman hingga mencintai kalian karena Allah dan kekerabatanku.”[66]

Beliau bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى إِسْمَاعِيلَ، وَاصْطَفَى مِنْ بَنِي إِسْمَاعِيلَ كَنَانَةَ، وَاصْطَفَى مِنْ كَنَانَةَ قُرَيْشًا، وَاصْطَفَى مِنْ قُرَيْشٍ بَنِي هَاشِمٍ، وَاصْطَفَانِي مِنْ بَنِي هَاشِمٍ»

“Sesungguhnya Allah memilih keturunan Ismail. Lalu Allah memilih Kinanah dari Bani Ismail. Lalu Allah memilih Quroisy dari Kinanah. Lalu Dia memilih Bani Hasyim dari Quroisy. Lalu Dia memilihku dari Bani Hasyim.”[67]

Mencintai Istri-Istri Nabi

Mereka setia kepada istri-istri Rosulullah , para ibu orang-orang beriman, dan mereka meyakini bahwa mereka adalah istri-istri beliau di Surga, terutama Khodijah, ibu dari semua putra-putri beliau, wanita pertama yang beriman dan mendukung dakwah beliau. Ia memiliki kedudukan yang tinggi di hati beliau.

Lalu Aisyah binti Ash-Shiddiq yang disabdakan Nabi :

«فَضْلُ عَائِشَةَ عَلَى النِّسَاءِ كَفَضْلِ الثَّرِيدِ عَلَى سَائِرِ الطَّعَامِ»

“Keutamaan Aisyah atas seluruh wanita seperti keutamaan tsarid[68] atas seluruh makanan.”[69]

Berlepas Diri dari Rofidhoh

Ahlus Sunnah berlepas diri dari jalan Rofidhoh yang membenci dan mencela para Sahabat, juga jalan Nawāshib yang menyakiti Ahli Bait dengan ucapan dan perbuatan.

Bersikap Diam Atas Perselisihan Antar Sahabat

Ahlus Sunnah bersikap diam dari membicarakan perselisihan yang terjadi di antara para Sahabat. Ahlus Sunnah berpendapat bahwa riwayat-riwayat tentang kabar miring mereka sebagiannya dusta, sebagian lain telah ditambah atau dikurangi atau diubah-ubah dari aslinya. Adapun hadits-hadits shohih justru mengabarkan bahwa mereka mendapatkan uzur, baik sebagai mujtahid yang benar (dengan dua pahala) atau mujtahid yang salah (dengan satu pahala).

Bersamaan dengan itu, Ahlus Sunnah tidak meyakini bahwa masing-masing Sahabat ma’shum (terjaga) dari dosa besar maupun dosa kecil. Bahkan, sangat mungkin mereka terjatuh kepada dosa.

Para Sahabat memiliki keistimewaan masuk Islam paling awal dan banyak keutamaan, yang menyebabkan dosa-dosa mereka terhapus, jika memang memiliki dosa. Bahkan amal mereka akan menghapus dosa-dosa mereka, yang tidak didapatkan oleh selain mereka, karena mereka memiliki amal sholih yang tidak dimiliki oleh orang-orang yang datang setelah mereka.

Telah shohih hadits dari Rosulullah bahwa mereka adalah generasi terbaik dan sedekah satu mud dari seorang dari mereka lebih utama daripada sedekah emas sebesar gunung Uhud dari orang-orang setelah mereka.

Lalu jika salah seorang dari mereka melakukan dosa, maka (1) ia telah bertaubat atau melakukan amal sholih yang menghapus dosanya, atau (2) ia diampuni karena keutamaan lebih awal masuk Islam, atau (3) karena syafaat Muhammad dan Sahabatnya adalah manusia yang paling berhak mendapatkan syafaat beliau, atau (4) dosanya dihapus dengan musibah yang menimpanya di dunia.

Ini berlaku untuk dosa-dosa yang memang dosa, lantas bagaimana lagi jika perkara tersebut adalah hasil ijtihad, jika mereka benar maka mendapatkan dua pahala dan jika salah maka mendapatkan satu pahala, sementara kesalahannya diampuni?!

Kesalahan yang dilakukan oleh sebagian Sahabat sangatlah sedikit dan tenggelam di dalam lautan keutamaan dan kebaikan mereka —berupa iman kepada Allah dan Rosul-Nya, berjihad di jalan-Nya, hijroh, menolong Nabi dan agamanya, ilmu yang bermanfaat, dan amal sholih—.

Sahabat Generasi Terbaik

Siapa yang memperhatikan biografi Sahabat dengan ilmu dan adil, dan memperhatikan keutamaan yang Allah anugrahkan kepada mereka, maka ia akan yakin bahwa para Sahabat adalah makhluk terbaik setelah para Nabi. Tidak ada dan tidak akan ada orang yang menyamai mereka. Mereka adalah generasi pilihan dari umat terbaik dan umat paling mulia di sisi Allah.

3. Membenarkan Karomah Para Wali

Termasuk pokok Aqidah Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah membenarkan karomah para wali dan apa saja dari keanehan di luar kebiasaan yang Allah jalankan pada mereka, berupa bermacam-macam ilmu dan kasyaf (menyingkap tabir), kemampuan dan pengaruh, seperti yang kisah orang-orang terdahulu dalam surat Al-Kahfi dan selainnya, juga seperti kisah-kisah dalam umat ini dari generasi Sahabat, Tabiin, dan generasi lainnya dari umat ini.

Karomah ini akan tetap terjadi sampai hari Kiamat.

***

Bab 7: Jalan Hidup Ahlus Sunnah

1. Mengikuti Jejak Salafus Sholih

Lalu termasuk jalan Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah mengikuti jejak-jejak Rosulullah secara lahir dan batin, juga mengikuti jalan orang-orang yang awal-awal masuk Islam dari Muhajirin dan Anshor, juga mengikuti wasiat Rosulullah :

«عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ مِنْ بَعْدِي، تَمَسَّكُوا بِهَا، وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ»

“Ikutilah Sunnahku dan Sunnah Khulafa Rosyidin Mahdiyyin sepeninggalku. Pegang eratlah ia dan gigitlah ia dengan gigi geraham. Waspadalah kalian dari perkara-perkara baru dalam agama, karena perkara baru dalam agama adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah sesat.”[70]

Mereka meyakini bahwa ucapan paling jujur adalah Kalamullah dan petunjuk terbaik adalah petunjuk Muhammad . Mereka lebih mendahulukan firman Allah atas seluruh ucapan manusia. Mereka lebih mendahulukan petunjuk Muhammad atas seluruh petunjuk manusia. Oleh karena itu mereka dijuluki: Ahlul Kitab was Sunnah.

Mereka juga dijuluki Ahlul Jamaah, karena jamaah adalah perkumpulan dan lawannya adalah perpecahan, meskipun lafazh jamaah sekarang menjadi perkumpulan kaum tertentu.

Ijma adalah dasar ketiga yang menjadi landasan dalam ilmu dan agama.

Mereka menimbang semua manusia —baik ucapan dan perbuatan, yang nampak maupun tersembunyi— dengan tiga dasar ini (Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma), yang berkaitan dengan perkara agama.

Ijma yang diakui adalah ijma Salafus Sholih (Sahabat, Tabiin, Tabiut Tabiin), karena setelah mereka terjadi banyak perselisihan dan umat menyebar menjadi banyak.

2. Akhlak-Akhlak Mulia dari Ahlus Sunnah

Bersamaan dengan pokok-pokok Aqidah ini, Ahlus Sunnah beramar ma’ruf dan nahi mungkar, sesuai dengan bimbingan syariat.

Ahlus Sunnah berpandangan haji, jihad, sholat berjamaah, hari raya dilaksanakan bersama pemimpin, baik pemimpin sholih maupun jahat. Mereka menjaga persatuan dan jamaah.

Mereka beragama dengan menasihati umat karena menyakini makna sabda Nabi :

«الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ، يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا»

“Orang beriman dengan orang beriman lainnya bagaikan sebuah bangunan yang bagian-bagiannya saling menguatkan,” beliau mengeratkan jari-jarinya.[71]

Juga sabda Nabi :

«مَثَلُ الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ؛ كَمَثَلِ الْجَسَدِ، إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ؛ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالْحُمَّى وَالسَّهَرِ»

“Perumpamaan orang beriman dalam saling mencintai, saling mengasihi, saling melengkapi, bagaikan satu badan. Jika ada anggota badan yang sakit, seluruh anggota badan merasa sakit dengan susah tidur dan demam.”[72]

Mereka memerintahkan untuk bersabar menghadapi musibah, bersyukur saat lapang, dan ridho atas takdir yang pahit.

Mereka mengajak kepada akhlak mulia, amal sholih, karena meyakini makna sabda Nabi :

«أَكْمَلُ الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا»

“Orang beriman yang paling sempurna imannya adalah yang paling mulia akhlaknya.”[73]

Mereka memerintahkan untuk menyambung siapa saja yang memutus hubungannya denganmu, memberi siapa saja yang menahan hartanya darimu, dan memaafkan siapa saja yang menzolimimu.

Mereka memerintahkan untuk berbakti kepada orang tua; menyambung tali rohim; berbuat baik kepada tetangga; berbuat baik kepada anak yatim, miskin, dan ibnu sabil; serta lembut kepada budak.

Mereka melarang dari berbangga-bangga, sombong dalam penampilan dan berjalan, zolim, kasar kepada makhluk dalam menuntut hak maupun bukan.

Mereka menyuruh untuk berakhlak mulia, dan melarang dari akhlak tercela.

Setiap yang mereka ucapkan dan kerjakan dari perkara-perkara ini maupun selainnya, hanya dalam rangka mengikuti Al-Kitab dan As-Sunnah.

Jalan mereka adalah agama Islam yang dibawa oleh Muhammad . Akan tetapi, ketika Nabi mengabarkan bahwa umatnya akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya di Neraka kecuali satu golongan saja, yaitu Al-Jamaah (jamaah Sahabat), dalam sebuah hadits bahwa mereka adalah:

«هُمْ مَنْ كَانَ عَلَى مِثْلِ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي»

“Siapa saja yang berada di atas ajaranku hari ini dan para Sahabatku.”[74]

Maka, orang-orang yang berpegang teguh terhadap Islam murni dari segala kotoran (bid’ah), merekalah Ahlus Sunnah wal Jamaah yang sebenarnya.

Termasuk mereka adalah orang-orang jujur dalam iman (shiddiqin), orang-orang yang mati syahid (syuhada), dan orang-orang sholih.

Termasuk mereka adalah tokoh-tokoh petunjuk, orang-orang yang menerangi kegelapan dengan ilmu, pemilik martabat tinggi yang diwarisi dan keutamaan yang tersebut (dalam nash).

Termasuk mereka adalah abdāl (orang-orang pilihan dari ahli ibadah yang berilmu), seperti para pemimpin agama, yang kaum Muslimin sepakat atas bimbingan mereka dan ilmu mereka.

Mereka adalah Thoifah Manshuroh yang disabdakan Nabi :

«لَا تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ؛ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ خَالَفَهُمْ وَلَا مَنْ خَذَلَهُمْ، حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ»

“Akan senantiasa ada sekelompok kecil dari umatku yang menampakkan kebenaran. Tidak membahayakan mereka siapa yang menyelisihi dan menghinakan mereka, mereka tetap di atas kebenaran sampai hari Kiamat.”[75]

***

Penutup

Kami memohon kepada Allah yang Maha Agung agar menjadikan kita termasuk mereka dan tidak memalingkan hati kita setelah memberi kita hidayah, memberi kita rohmat dari sisi-Nya. Sungguh Dia Maha Pemberi.

Segala puji hanya bagi Allah. Semoga sholawat dan salam terlimpah atas makhluk terbaik-Nya Muhammad, keluarganya, dan para Sahabatnya.

***



[1] Artinya “kelompok yang selamat”, dan istilah ini diambil dari hadits tentang perpecahan umat menjadi 73 golongan dan hanya satu kelompok yang selamat.

[2] Artinya “kelompok yang ditolong” dan istilah ini diambil dari hadits: “akan senantiasa ada kelompok kecil dari umatku yang ditolong (manshūrīn)...” Al-Hadits.

[3] Yakni orang-orang yang mengerti Sunnah dan menjadikannya dalam pedoman hidup, untuk itu mereka dijuluki “Ahli Sunnah atau Ahlus Sunnah”, dan dalam memahami Sunnah ini merujuk kepada pemahaman jamaah Sahahat sehingga mereka dijuluki Al-Jamaah atau Ahlus Sunnah wal Jamaah.

[4] Aqidah Washithiyyah fokus menjelaskan secara global rukun iman dan secara rinci Sifat Allah.

[5] Tahrīf (menyimpangkan) dan ta’thīl (membatalkan) adalah dua penyimpangan dalam Sifat Allah dengan menolaknya. Jika ia menolak makna Sifat dengan dialihkan ke makna lain yang bukan asli bahasa, maka ia melakukan tahrīf alias ta’wīl, misalnya Tangan Allah dilarikan ke makna kekuasaan. Jika ia menolak Sifat Allah dengan tidak menerima maknanya maka ia disebut ta’thīl (membatalkan), misalnya Tangan Allah tidak diartikan apa-apa, hanya sekedar lafazh, adapun maknanya diserahkan kepada Allah, hanya Allah yang tahu.

[6] Takyīf (membayangkan hakikatnya) dan tamtsīl (menyerupakan) adalah dua penyimpangan dalam menetapkan Sifat Allah. Jika ia menanyakan atau mengkhayal hakikat Sifat Allah maka ia melakukan takyīf, contohnya menanyakan bagaimana hakikat istiwa (ketinggian Allah). Jika ia menyerupakan Sifat Allah dengan apa yang bisa dijangkau dalam benaknya, maka dikatakan ia melakukan tamtsīl, dan jika ia mengatakan: “Tangan Allah mirip tanganku,” maka dikatakan ia melakukan taysbīh.

[7] Semua makhluk butuh kepada-Nya, dan Dia tidak butuh kepada mereka.

[8] Tidak beranak karena tidak beristeri, sebagaimana firman-Nya:

﴿أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ صَاحِبَةٌ

“Bagaimana mungkin Dia memiliki anak, sementara Dia tidak memiliki istri?!” (QS. Al-An’am: 101)

[9] Yakni tidak dilahirkan, karena Dia tidak memiliki orang tua.

[10] Baik dalam Dzat-Nya, Nama-Nya, Sifat-Nya, dan perbuatan-Nya. Semuanya tidak sama dengan makhluk-Nya.

[11] Artinya “atas kehendak Allah”, yakni indahnya kebun ini dan banyaknya buahnya atas kehendak Allah semata.

[12] Yakni mengendaki umat Yahudi dan Nashoro menerima ajaran Rosul mereka, tentu mereka tidak akan saling berselisih yang menyebabkan mereka saling membunuh atau berperang. Yahudi dan Nashoro di zaman Nabi saling berperang dan bermusuhan, sebagaimana lelehur mereka. Mereka tetap berperang baik sebelum kedatangan Rosulullah membawa mukjizat maupun setelahnya.

[13] Tandanya dia cinta kebenaran dan kebaikan lalu Allah membimbingnya kepada sebab-sebab hidayah.

[14] Tandanya orang itu benci kebenaran dan kebaikan serta suka maksiat dan kerusakan lalu Dia tidak ditolong dalam menjauhi sebab-sebab kehancurannya.

[15] Allah melarang kaum Muslimin membuat perjanjian damai dengan kaum musyrikin Makkah yang berulang kali melanggar perjanjian, kecuali perjanjian Hudaibiyah, karena dilaksanakan di dekat Masjidil Harom.

[16] Awan dan Malaikat akan mendatangi mereka dan meliputi mereka, sementara Allah datang dan meliputi segala sesuatu, untuk mengadili mereka orang-orang yang mendustakan Rosul.

[17] Yakni Malaikat maut yang mencabut nyawanya, atau datangnya matahari dari barat.

[18] Yakni Al-Qur’an. Ia dinamakan Al-Furqōn (pembeda), karena menjelaskan antara kebenaran dengan kebatilan, hingga manusia terbagi menjadi beriman dan kafir.

[19] QS. Al-A’rōf: 54, Yūnus: 3, Ar-Ro’du: 2, Al-Furqōn: 59, As-Sajdah: 4, Al-Hadīd: 4.

[20] Nabi Isa belum wafat sampai sekarang dan nanti akan turun di akhir zaman untuk membunuh Dajjal, setelah itu beliau wafat sebagaimana manusia pada umumnya. Sekarang Nabi Isa ada di langit. Ada pula yang memahami “telah mewafatkanmu”, sehingga maknanya wafat kecil yaitu tidur, karena di dalam Al-Qur’an wafat ada dua: wafat kecil (tidur) dan wafat besar (meninggal).”

[21] Yang dipahami bahwa Musa pernah mengatakan kepada Fir’aun bahwa Allah di atas.

[22] Awalnya Allah menciptakan bumi di hari Ahad dan Senin, lalu menciptakan langit lalu melengkapi isi bumi dengan sungai, gunung, dan makhluk. Itu semua selesai dalam enam hari dan berakhir di hari Jum’at.

[23] Sebelum ada Arsy (makhluk paling besar), Allah sudah tinggi di atas segalanya. Setelah Allah menciptakan Arsy, muncul ungkapan: ‘Allah di atas Arsy.’ Bukan maknanya sebelum menciptakan Arsy, Allah di bawah, subhānallāh.

[24] Yang masuk seperti orang mati dan yang keluar seperti tanaman.

[25] Yang turun seperti Malaikat dan berkahnya, yang naik seperti amal sholih yang dibawa Malaikat kepada-Nya.

[26] Yang di mana-mana adalah Ilmu-Nya bukan Dzat-Nya, karena di awal ayat Dia mengabarkan Diri-Nya di Atas Arsy, maka disimpulkan yang di mana-mana adalah ilmu-Nya, yakni menjangkau segala sesuatu.

[27] Penutup ayat ini untuk menjelaskan bahwa kebersamaan Allah dengan mereka maksudnya Ilmu-Nya meliputi mereka, mengawasi mereka.

[28] Yakni ilmu dan penjagaan-Nya, adapun Dzat-Nya di atas Arsy.

[29] Yakni disepakati keshohihannya oleh Al-Bukhori dan Muslim.

[30] HR. Al-Bukhori no. 1145 dan Muslim no. 758.

[31] Kisah lengkapnya, seorang musafir di tengah jalan tertidur hingga unta bermuatan makanannya hilang, lalu ia mencari-carinya dan tidak menemukannya, hingga merasa akan mati kehausan dan kelaparan. Lalu ia berteduh di bawah pohon sambil istirahat, ketika terbangun ternyata untanya kembali di sampingnya. Maka ia begitu gembira sekali.

[32] Yakni pembunuh bertaubat lalu syahid dalam sebuah jihad, sehingga keduanya masuk Surga.

[33] Hadits ini dinilai lemah oleh Al-Albani dan lainnya. Namun, sifat takjub ini shohih dalam riwayat Al-Bukhori no. 4889:

«لَقَدْ عَجِبَ اللهُ مِنْ فُلَانٍ وَفُلَانَةٍ»

[34] HR. Al-Bukhori no. 6661 dan Muslim no. 2848.

[35] HR. Al-Bukhori no. 7483.

[36] HR. Al-Bukhori no. 7512 dan Muslim no. 1016.

[37] Mengobati orang sakit dengan bacaan Qur’an atau doa dari hadits.

[38] HR. Abu Dawud no. 3892 dan dilemahkan Al-Albani, Adz-Dzahabi, Al-Arnauth, dan dinilai hasan oleh Ibnu Taimiyyah, Ibnu Hajar, dan Ibnu Munzhir.

[39] HR. Al-Bukhori no. 4351.

[40] HR. Abu Dawud no. 4723 dan At-Tirmidzi no. 3320.

[41] السماء berasal dari kata سما - يسمو yang artinya tinggi. Awan disebut السماء karena berada di atas kita, juga langit disebut السماء karena di atas kita. Kesimpulannya: السماء bisa diartikan awan, langit, loteng, dan atas, sesuai konteks kalimat. Adapun menerjemahkan “Allah di langit” adalah terjemahan yang batil, yang benar: Allah di atas.

[42] HR. Muslim no. 537.

[43] تعلم (ilmu atau mengetahui) kadang bermakna meyakini, karena puncak ilmu adalah keyakinan.

[44] HR. Ath-Thobaroni no. 8796 dan dilemahkan Al-Albani, dan dihasankan Ibnu Taimiyyah.

[45] HR. Al-Bukhori no. 408 dan Muslim no. 548.

[46] HR. Muslim no. 2713.

[47] HR. Al-Bukhori no. 2992 dan Muslim no. 2704.

[48] HR. Al-Bukhori no. 4851.

[49] Pengikut Jahm bin Sofwan yang menolak Sifat Allah.

[50] Kaum yang menyerupakan Sifat Allah dengan makhluk, seperti mengatakan Tangan Allah seperti tangan makhluk.

[51] Kaum yang menolak takdir, bahwa perbuatan mereka murni kehendak mereka, bukan terjadi atas takdir Allah.

[52] Kaum yang meyakini manusia dipaksa Allah, bagaikan kapas yang diterpa angin ke mana saja sesuai arah angin.

[53] Pengikut Abdullah bin Saba Yahudi yang pura-pura masuk Islam. Mereka mengkultuskan Ali hingga mengangkatnya sebagai tuhan atau yang disembah.

[54] Kaum yang memberontak para Sahabat.

[55] Hadits-hadits yang sampai kepada kita lewat para rowi yang jumlahnya lebih dari sepuluh tiap generasi hingga mustahil bersepakat berdusta.

[56] HR. Muslim no. 2704.

[57] Yakni dataran luas tanpa perbukitan, bangunan, maupun lembah, yaitu tempat berkumpul semua makhluk dari jin dan manusia untuk diadili Allah Ta’ala.

[58] Sebenarnya ruh sudah dikembalikan ke jasadnya, hanya saja di alam barzah, sehingga jasad mengikuti ruh. Adapun setelah hari Kebangkitan, ruh dan jasad menyatu dan saling merasakan.

[59] HR. Abu Dawud no. 4700 dengan sanad shohih.

[60] Kaum Majusi memiliki dua tuhan: tuhan pencipta kebaikan dan tuhan pencipta keburukan. Qodariyah dijuluki Majusi umat ini karena memiliki kemiripan dalam keyakinan bahwa perbuatan buruk bukan takdir Allah, sekan ada dua Rob.

[61] HR. Al-Bukhori no. 5578.

[62] HR. Al-Bukhori no. 3673 dan Muslim no. 2540.

[63] HR. Al-Bukhori no. 3983.

[64] Lihat HR. Muslim no. 2496.

[65] HR. Muslim no. 2408.

[66] HR. Ahmad no. 1776 dan dilemahkan Al-Arnauth dan dishohihkan Ahmad Syakir dengan syawahid (penguat dari hadits lain).

[67] HR. Muslim no. 2276.

[68] Daging berkuah, ia masakan favorit orang Arob pada waktu itu.

[69] HR. Al-Bukhori no. 3411 dan Muslim no. 2431.

[70] HR. Abu Dawud no. 4607 dengan sanad shohih.

[71] HR. Al-Bukhori no. 481 dan Muslim no. 2585.

[72] HR. Al-Bukhori no. 4439 dan Muslim no. 2192.

[73] HR. Abu Dawud no. 4682 dengan sanad hasan shohih.

[74] HR. At-Tirmidzi no. 2641 dengan sanad hasan.

[75] HR. Al-Bukhori no. 7312 dan Muslim no. 1920.

Unduh PDF dan Word

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url