[PDF] Tarjamah Aqidah Wasithiyyah - Edisi 2 - Ibnu Taimiyyah (728 H)
Pendahuluan Penulis
﷽
Segala puji milik Allah
yang telah mengutus Rosul-Nya dengan petunjuk (ilmu) dan agama yang hak (amal),
untuk mengunggulkannya atas semua agama. Cukuplah Allah sebagai saksi.
Aku bersaksi bahwa tidak
ada yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya,
mengakui-Nya dan mengesakan-Nya. Aku bersaksi bahwa Muhammad hamba dan
utusan-Nya. Semoga sholawat dan salam terlimpah untuknya.
Aqidah Firqotun Nājiyah[1] Thōifah Manshūroh[2] Ahlus Sunnah[3] wal Jamaah adalah:
Pokok-Pokok Aqidah dan Rukun Iman
Beriman kepada Allah,
para Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rosul-Rosul-Nya, Hari Kebangkitan setelah kematian,
dan beriman kepada takdir, yang baik maupun yang buruk.[4]
***
Bab 1: Iman Kepada Allah
1. Kaidah Dasar dalam Sifat Allah
Termasuk iman kepada
Allah adalah beriman kepada Sifat-Sifat-Nya yang disebutkan oleh-Nya sendiri
dalam Kitab-Nya, begitu pula yang disebutkan oleh Rosul-Nya, tanpa tahrīf
dan ta’thīl,[5] tanpa takyīf dan tamtsīl,[6] bahkan beriman bahwa:
﴿لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ﴾
“Tidak ada yang serupa
dengan Allah, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Asy-Syūrō: 11)
Orang-orang beriman tidak
menafikan Sifat-Sifat yang Allah sebutkan, tidak merubah firman Allah (tentang
Sifat) dari tempatnya, tidak pula menyimpangkan Sifat-Sifat-Nya maupun
ayat-ayat-Nya, tidak membayangkan hakikat-Nya, dan tidak menyerupakan-Nya
dengan makhluk-Nya, karena tidak ada yang sama dengan Allah, tidak ada sepadan
dengan-Nya, tidak ada yang sebanding dengan-Nya, dan tidak bisa dianalogikan
dengan makhluk-Nya. Allah lebih tahu tentang Diri-Nya dan seluruh makhluk-Nya,
serta paling jujur dan paling bagus ucapan-Nya daripada makhluk-Nya.
Lalu Rosul-Rosul-Nya
adalah orang-orang yang jujur dan apa yang mereka bawa juga jujur (benar),
berbeda dengan apa yang dikatakan oleh orang-orang bodoh. Oleh karena itu Allah
berfirman:
﴿سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ
• وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ • وَالْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ﴾
“Mahasuci Rob-mu, Rob
Pemilik kemuliaan, dari sifat yang mereka katakan. Keselamatan atas para Rosul.
Segala puji milik Allah Rob seluruh alam.” (QS. Ash-Shoffāt: 180-182)
Dalam ayat ini, Allah
mensucikan diri-Nya dari sifat yang diucapkan oleh orang-orang yang menyelisihi
para Rosul, dan Allah mengucapkan keselamatan kepada para Rosul, karena
selamatnya mereka dari mensifati Allah dengan kekurangan dan cacat yang
diucapkan mereka.
Dalam mensifati Diri-Nya,
Allah menggabungkan dua hal: menafikan (nafyu) dan menetapkan (itsbat).
Ahlus Sunnah wal Jamaah
tidak menyimpang dari ajaran para Rosul, karena itulah jalan yang lurus, jalan
orang-orang yang telah Allah beri nikmat yaitu para Nabi, orang-orang yang
jujur (shiddiqin), orang-orang yang mati syahid (syuhada), dan orang-orang
sholih.
2. Beriman Kepada Sifat yang
Dikabarkan Allah dalam Kitab-Nya
Sifat-Sifat Allah
terwakili dalam:
(1) Sifat-Sifat Allah
yang disebutkan oleh-Nya dalam surat Al-Ikhlas, sebuah surat yang menyamai
sepertiga Al-Qur’an, yaitu:
﴿قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ • اللَّهُ الصَّمَدُ • لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ • وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ﴾
“Katakanlah: ‘Hanya Allah
yang Esa. Allah tempat bergantung semua makhluk-Nya[7]. Allah tidak beranak[8] dan tidak diperanakkan[9]. Tidak ada satu pun yang serupa dengan-Nya[10].” (QS. Al-Ikhlas: 1-4)
(2) Sifat-Sifat Allah
yang disebutkan oleh-Nya pada ayat paling agung, yaitu:
﴿اللَّهُ لَا إلٰهَ إلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ
سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ لَهُ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَن ذَا الَّذِي
يَشْفَعُ عِنْدَهُ إلَّا بِإِذْنِهِ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ
وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إلَّا بِمَا شَاءَ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَوَاتِ
وَالْأَرْضَ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ﴾
“Allah adalah (1) tidak
ada yang berhak disembah kecuali Dia, (2) Yang Maha Hidup lagi Maha Berdiri
Sendiri, (3) Dia tidak mengantuk apalagi tidur, (4) segala yang di langit dan
di bumi adalah milik-Nya, (5) tidak ada yang mampu memberi syafaat di sisi-Nya
kecuali dengan seizin dari-Nya, (6) Dia mengetahui apa yang di depan dan di
belakang mereka, (7) mereka tidak mampu menjangkau ilmu-Nya kecuali sebatas
yang Dia kehendaki, (8) Kursi-Nya meliputi langit dan bumi, (9) Dia tidak
merasa lelah menjaga keduanya, (10) Dia Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (QS.
Al-Baqoroh: 255)
Oleh karena itu, siapa
yang membaca ayat ini pada suatu malam, Malaikat dari-Nya senantiasa
menjaganya, dan setan tidak mampu mendekatinya hingga pagi.
Sifat Hidup
Juga firman-Nya:
﴿وَتَوَكَّلْ عَلَى الْحَيِّ الَّذِي لَا يَمُوتُ﴾
“Bertawakallah kepada
Yang Mahahidup Yang tidak mati.” (QS. Al-Furqōn: 58)
Sifat Ilmu
Juga firman-Nya:
﴿هُوَ الْأَوَّلُ وَالْآخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُ
وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ﴾
“Dia Maha Pertama lagi
Maha Terakhir, dan Maha Zhohir (mengalahkan) lagi Maha Bathin (dekat). Dia Maha
Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Hadīd: 3)
Juga firman-Nya:
﴿الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ﴾
“Dia Maha Berilmu
lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Tahrīm: 3)
﴿يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ
مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا﴾
“Dia mengetahui apa
yang masuk ke bumi dan apa yang keluar darinya, apa yang turun dari langit dan
apa yang naik ke langit.” (QS. Al-Hadīd: 57)
﴿وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا
إِلَّا هُوَ وَيَعْلَمُ مَا فِي الْبَرِّ وَالْبَحْرِ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَرَقَةٍ
إِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِي ظُلُمَاتِ الْأَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَلَا يَابِسٍ
إِلَّا فِي كِتَابٍ مُبِينٍ﴾
“Hanya di sisi Allah
kunci-kunci ghoib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia saja: (1)
Dia mengetahui apa yang di daratan dan lautan; (2) tidak ada daun yang jatuh
kecuali Dia mengetahuinya; (3) tidak ada biji di kegelapan tanah, tidak pula
sesuatu yang basah maupun kering, kecuali telah tertulis di Kitab yang nyata
(Lauhul Mahfuzh).” (QS. Al-An’ām: 59)
﴿وَمَا تَحْمِلُ مِنْ أُنثَى وَلَا تَضَعُ إِلَّا
بِعِلْمِهِ﴾
“Tidak ada wanita yang
hamil maupun keguguran kecuali Dia mengetahuinya.” (QS. Fathīr: 11)
Juga firman-Nya:
﴿لِتَعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ
قَدِيرٌ وَأَنَّ اللَّهَ قَدْ أَحَاطَ بِكُلِّ شَيْءٍ عِلْمًا﴾
“Supaya kalian mengetahui
bahwa hanya Allah yang kuasa atas segala sesuatu, dan hanya ilmu Allah
yang meliputi segala sesuatu.” (QS. Ath-Tholāq: 12)
Sifat Kuat
Juga firman-Nya:
﴿إنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ
الْمَتِينُ﴾
“Sesungguhnya hanya Allah
yang Maha Memberi rizki, Pemilik kekuatan yang kokoh.” (QS.
Adz-Dzāriyāt: 58)
Sifat Mendengar
dan Melihat
Juga firman-Nya:
﴿لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ﴾
“Tidak ada apapun yang
serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS.
Asy-Syūrō: 11)
﴿إنَّ اللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِ إنَّ اللَّهَ
كَانَ سَمِيعًا بَصِيرًا﴾
“Sesungguhnya Allah
sebaik-baik pemberi nasihat kepada kalian. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar
lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nisā: 58)
Sifat Irōdah
(Kehendak/ Keinginan)
Juga firman-Nya:
﴿وَلَوْلَا إذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا
شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إلَّا بِاللَّهِ﴾
“Alangkah baiknya
sekiranya kamu memasuki kebunmu berkata: ‘Maa syaa Allah[11], tidak ada daya (untuk menghindari keburukan) dan
tidak ada kekuatan (untuk melakukan kebaikan) kecuali dengan pertolongan
Allah.” (QS. Al-Kahfi: 39)
﴿وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا اقْتَتَلَ الَّذِينَ
مِن بَعْدِهِم مِّن بَعْدِ مَا جَاءَتْهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَلَكِنِ اخْتَلَفُوا فَمِنْهُم
مَّنْ آمَنَ وَمِنْهُم مَّن كَفَرَ وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ مَا اقْتَتَلُوا وَلَكِنَّ
اللَّهَ يَفْعَلُ مَا يُرِيدُ﴾
“Seandainya Allah menghendaki[12], tentu tidak akan saling berperang orang-orang
yang yang datang setelah mereka, setelah datang kepada mereka mukjizat
Rosulullah ﷺ. Akan tetapi mereka tetap berselisih. Di antara mereka ada yang
beriman dan ada yang kafir. Seandainya Allah menghendaki (semua manusia
menerima ajaran Rosul mereka), tentu mereka tidak akan saling membunuh. Akan
tetapi Allah berbuat sesuai kehendak-Nya.” (QS. Al-Baqoroh: 253)
﴿إنَّ اللَّهَ يَحْكُمُ مَا يُرِيدُ﴾
“Sesungguhnya Allah
menetapkan syariat-Nya sesuai kehendak-Nya.” (QS. Al-Mā’idah: 1)
﴿فَمَن يُرِدِ اللَّهُ أَن يَهدِيَهُ يَشْرَحْ
صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ وَمَن يُرِدْ أَن يُضِلَّهُ يَجْعَلْ صَدْرَهُ ضَيِّقًا حَرَجًا
كَأَنَّمَا يَصَّعَّدُ فِي السَّمَاءِ﴾
“Siapa yang dikehendaki
Allah diberi hidayah[13], maka dadanya akan dilapangkan menerima ajaran
Islam. Siapa yang dikehendaki dibiarkan sesat[14], Dia akan menjadikan dadanya sempit dan enggan
(menerima Islam), seakan-akan naik ke langit.” (QS. Al-An’am: 125)
Sifat Cinta
Juga firman-Nya:
﴿وَأَحْسِنُوا إنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ﴾
“Berbuat baiklah, sungguh
Allah menyukai orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Baqoroh: 195)
﴿وَأَقْسِطُوا إنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ﴾
“Berbuatlah adil,
sesungguhnya Allah mencintai orang yang berbuat adil.” (QS. Al-Hujurōt:
9)
﴿فَمَا اسْتَقَامُوا لَكُمْ فَاسْتَقِيمُوا لَهُمْ
إنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَّقِينَ﴾
“Selama mereka (kaum
musyrikin) menepati perjanjian damai bersama kalian, maka jagalah perjanjian
itu bersama mereka[15]. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang
bertakwa (menepati perjanjian).” (QS. At-Taubah: 7)
﴿إنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ
الْمُتَطَهِّرِينَ﴾
“Sesungguhnya Allah mencintai
orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS.
Al-Baqoroh: 222)
﴿فَسَوْفَ يَأْتِي اللَّهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ
وَيُحِبُّونَهُ﴾
“Maka
Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan
mereka mencintai-Nya.” (QS. Al-Mā’idah: 54)
﴿إنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الَّذِينَ يُقَاتِلُونَ
فِي سَبِيلِهِ صَفًّا كَأَنَّهُمْ بُنْيَانٌ مَرْصُوصٌ﴾
“Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berbaris-baris dalam berperang di jalan-Nya, seakan mereka
adalah bangunan yang kokoh.” (QS. Ash-Shoff: 4)
﴿قُلْ إن كُنتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعُونِي
يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ﴾
“Katakanlah:
‘Jika kalian mengaku cinta Allah, ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah mencintai
kalian dan mengampuni dosa kalian.” (QS. Ali Imrōn: 31)
Sifat Ridho
Juga firman-Nya:
﴿رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ﴾
“Allah ridho
kepada mereka dan mereka ridho kepada Allah.” (QS. At-Taubah: 100)
Sifat Rohmat (Kasih
Sayang)
Juga firman-Nya:
﴿بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيمِ﴾
“Dengan menyebut nama
Allah yang kekal dan banyak kasih
sayang-Nya dan Maha berkasih sayang kepada semua makhluk-Nya.” (QS.
An-Naml: 30)
﴿رَبَّنَا وَسِعْتَ كُلَّ شَيْءٍ رَحْمَةً وَعِلْمًا﴾
“Wahai Rob kami, Engkau
meliputi segala sesuatu dengan kasih sayang dan ilmu-Mu.” (QS.
Ghōfir: 7)
﴿وَكَانَ بِالْمُؤْمِنِينَ رَحِيمًا﴾
“Dia
sangat sayang terhadap orang-orang beriman.” (QS. Al-Ahzāb: 43)
﴿كَتَبَ رَبُّكُمْ عَلَى نَفْسِهِ الرَّحْمَةَ﴾
“Rob
kalian menetapkan pada Diri-Nya untuk berbelas kasih.” (QS. Al-An’ām:
54)
﴿وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ﴾
“Dia
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Yunūs: 107)
﴿فَاللَّهُ خَيْرٌ حَافِظًا وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ﴾
“Allah sebaik-baik
penjaga dan Dia sebaik-baik yang berbelas kasih.” (QS. Yūsuf: 64)
Sifat Murka
Juga firman-Nya:
﴿وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِنًا مُّتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ
جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ﴾
“Siapa yang sengaja
membunuh orang beriman, balasannya adalah Jahannam, dia mendekap sangat lama di
dalamnya, Allah murka kepadanya dan melaknatnya.” (QS. An-Nisā: 93)
Juga firman-Nya:
﴿ذَلِكَ بِأَنَّهُمُ اتَّبَعُوا مَا أَسْخَطَ اللَّهَ
وَكَرِهُوا رِضْوَانَهُ﴾
“Demikian itu karena
mereka mengikuti apa yang membuat Allah murka dan mereka membenci apa
yang mendatangkan keridhoan Allah, yang menyebabkan Allah menghapus pahala amal
mereka.” (QS. Muhammad: 28)
Juga firman-Nya:
﴿فَلَمَّا آسَفُونَا انتَقَمْنَا مِنْهُمْ﴾
“Ketika mereka (Fir’aun
dan pembesarnya) membuat marah Kami, maka Kami hukum mereka.” (QS.
Az-Zukhrūf: 55)
Sifat Benci
Juga firman-Nya:
﴿وَلَكِن كَرِهَ اللَّهُ انبِعَاثَهُمْ فَثَبَّطَهُمْ﴾
“Akan tetapi Allah membenci
keberangkatan mereka lalu semangat mereka dilemahkan.” (QS. At-Taubah: 46)
Juga firman-Nya:
﴿كَبُرَ مَقْتًا عِندَ اللَّهِ أَن تَقُولُوا مَا
لَا تَفْعَلُونَ﴾
“Amat besar kemurkaan
di sisi Allah, kalian berbicara apa yang tidak kalian kerjakan.” (QS.
Ash-Shof: 3)
Sifat Datang
Juga firman-Nya:
﴿هَلْ يَنظُرُونَ إلَّا أَن يَأْتِيَهُمُ اللَّهُ
فِي ظُلَلٍ مِّنَ الْغَمَامِ وَالْمَلَائِكَةُ وَقُضِيَ الْأَمْرُ﴾
“Tidak ada yang mereka
tunggu selain Allah mendatangi mereka beserta naungan awan dan Malaikat[16], dan semua perkara diputuskan.” (QS.
Al-Baqoroh: 210)
﴿هَلْ يَنظُرُونَ إِلَّا أَن تَأْتِيَهُمُ الْمَلَائِكَةُ
أَوْ يَأْتِيَ رَبُّكَ أَوْ يَأْتِيَ بَعْضُ آيَاتِ رَبِّكَ﴾
“Tidak
ada yang mereka tunggu selain datangnya Malaikat, atau datangnya Rob-mu
(pada hari Kiamat), atau datangnya sebagian tanda-tanda kebesaran[17] Rob-Mu.” (QS. Al-An’ām: 158)
﴿كَلَّا إذَا دُكَّتِ الْأَرْضُ دَكًّا دَكًّا
• وَجَاءَ رَبُّكَ وَالْمَلَكُ صَفًّا صَفًّا﴾
“Sekali-kali tidak,
(ingatlah) apabila bumi dibenturkan dengan keras (kepada gunung) dan Rob-mu datang
sementara Malaikat berbaris dengan rapi.” (QS. Al-Fajr: 21-22)
﴿وَيَوْمَ تَشَقَّقُ السَّمَاءُ بِالْغَمَامِ وَنُزِّلَ
الْمَلَائِكَةُ تَنْزِيلًا﴾
“Ingatlah pada hari
ketika langit terbelah memunculkan awan-awal, dan Malaikat benar-benar turun
(dari langit).” (QS. Al-Furqōn: 25)
Sifat Wajah
Juga firman-Nya:
﴿وَيَبْقَى وَجْهُ رَبِّكَ ذُو الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ﴾
“Wajah Rob-mu
kekal, Pemilik keagungan (dalam Dzat-Nya) dan kemulian (dalam Sifat dan
perbuatan-Nya).” (QS. Ar-Rohmān: 27)
﴿كُلُّ شَيْءٍ هَالِكٌ إلَّا وَجْهَهُ﴾
“Segala sesuatu akan
binasa kecuali Wajah Allah.” (QS. Al-Qoshosh: 88)
Dua Tangan
Juga firman-Nya:
﴿مَا مَنَعَكَ أَن تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ﴾
“Apa yang menghalangimu
untuk bersujud kepada Adam yang Kuciptakan dengan dua Tangan-Ku?” (QS.
Shōd: 75)
﴿وَقَالَتِ الْيَهُودُ يَدُ اللَّهِ مَغْلُولَةٌ
غُلَّتْ أَيْدِيهِمْ وَلُعِنُوا بِمَا قَالُوا بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ يُنفِقُ
كَيْفَ يَشَاءُ﴾
“Yahudi berkata: ‘Tangan
Allah terbelenggu.’ Tangan mereka kelak pasti akan dibelenggu dan mereka
dilaknat karena ucapan itu. Bahkan dua Tangan Allah terhampar, Dia
memberi sedekah terserah kepada siapa dan berapa yang Dia kehendaki.” (QS.
Al-Mā’idah: 64)
Dua Mata
Juga firman-Nya:
﴿وَاصْبِرْ لِحُكْمِ رَبِّكَ فَإِنَّكَ بِأَعْيُنِنَا﴾
“Bersabarlah kamu
terhadap ketentuan Rob-mu, karena kamu selalu dalam pengawasan Mata Kami.”
(QS. Ath-Thūr: 48)
﴿وَحَمَلْنَاهُ عَلَى ذَاتِ أَلْوَاحٍ وَدُسُرٍ
• تَجْرِي بِأَعْيُنِنَا جَزَاءً لِّمَن كَانَ
كُفِرَ﴾
“Kami angkut Nuh di atas
perahu yang terbuat dari kayu-kayu yang dipaku. Kapan tersebut berlayar dengan
pengawasan Mata Kami. (Penenggelaman kaumnya) sebagai balasan bagi siapa
saja yang kafir.” (QS. Al-Qomar: 13-14)
﴿وَأَلْقَيْتُ عَلَيْكَ مَحَبَّةً مِّنِّي وَلِتُصْنَعَ
عَلَى عَيْنِي﴾
“Supaya kamu dijaga dalam
pandangan Mata-Ku.” (QS. Thōhā: 39)
Sifat Mendengar
Juga firman-Nya:
﴿قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ
فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إنَّ اللَّهَ
سَمِيعٌ بَصِيرٌ﴾
“Allah mendengar
ucapan wanita yang mendebatmu (hai Nabi) tentang suaminya dan mengadu kepada
Allah. Allah mendengar percakapan kalian berdua.” (QS. Al-Mujadilah: 1)
﴿لَقَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّذِينَ قَالُوا
إنَّ اللَّهَ فَقِيرٌ وَنَحْنُ أَغْنِيَاءُ﴾
“Sungguh Allah mendengar
ucapan orang-orang Yahudi yang berkata: ‘Allah faqir dan kita kaya.’” (QS.
Ali Imrōn: 181)
﴿أَمْ يَحْسَبُونَ أَنَّا لَا نَسْمَعُ سِرَّهُمْ
وَنَجْوَاهُمْ بَلَى وَرُسُلُنَا لَدَيْهِمْ يَكْتُبُونَ﴾
“Apakah mereka mengira
Kami tidak mendengar pembicaraan rahasia dan bisik-bisik mereka? Tentu,
dan para Malaikat di sisi mereka mencatat (perbuatan mereka itu).” (QS.
Az-Zukhrūf: 80)
﴿إنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى﴾
“Sungguh Aku bersama
kalian berdua (Musa dan Harun), Aku mendengar dan Aku melihat.” (QS.
Thōhā: 46)
Sifat Melihat
Juga firman-Nya:
﴿أَلَمْ يَعْلَم بِأَنَّ اللَّهَ يَرَى﴾
“Apakah dia (Abu Jahal)
tidak tahu bahwa Allah melihat?” (QS. Al-A’laq: 14)
﴿الَّذِي يَرَاكَ حِينَ تَقُومُ • وَتَقَلُّبَكَ فِي السَّاجِدِينَ﴾
“Dia melihatmu
(hai Nabi) ketika kamu berdiri dan melihat perpindahanmu bersama orang-orang
yang sujud.” (QS. Asy-Syu’ārō: 218-219)
﴿وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ
وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ﴾
“Berkatalah: ‘Beramallah,
Allah melihat perbuatan kalian, begitu pula para Rosul dan orang-orang
beriman (juga melihat [di Akhirat]).” (QS. At-Taubah: 105)
Sifat Makar
Juga firman-Nya:
﴿شَدِيدُ الْمِحَالِ﴾
“Dia
sangat keras hukuman-Nya.” (QS. Ar-Ro’du: 13)
Juga firman-Nya:
﴿وَمَكَرُوا وَمَكَرَ اللَّهُ﴾
“Mereka
melakukan makar dan Allah membalas makar mereka. Allah Pembalas makar
terbaik.” (QS. Ali Imrōn: 54)
﴿وَمَكَرُوا مَكْرًا وَمَكَرْنَا مَكْرًا وَهُمْ
لَا يَشْعُرُونَ﴾
“Mereka
melakukan makar dan Kami membalas makar mereka, sementara mereka tidak
menyadarinya.” (QS. An-Naml: 50)
Juga firman-Nya:
﴿إنَّهُمْ يَكِيدُونَ كَيْدًا • وَأَكِيدُ كَيْدًا﴾
“Mereka melakukan tipu
daya, dan Aku membalas makar (tipu daya) mereka.” (QS. Al-Burūj: 15-16)
Sifat Memaafkan dan Mengampuni
Juga firman-Nya:
﴿إِن تُبْدُوا خَيْرًا أَوْ تُخْفُوهُ أَوْ تَعْفُوا
عَن سُوءٍ فَإِنَّ اللَّهَ كَانَ عَفُوًّا قَدِيرًا﴾
“Jika kalian menampakkan
kebaikan (sedekah) maupun menyembunyikannya, atau memaafkan keburukan, maka
sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Mampu.” (QS. An-Nisā: 149)
Juga firman-Nya:
﴿وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلَا تُحِبُّونَ
أَن يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَّحِيمٌ﴾
“Hendaknya mereka
memaafkan dan berlapang dada, tidakkah kalian suka diampuni Allah? Allah Maha Pengampun
lagi Maha Belas kasih.” (QS. An-Nūr: 22)
Sifat Mulia
Juga firman-Nya:
﴿وَلِلّٰهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ﴾
“Hanya milik Allah kemuliaan,
begitu pula milik Rosul-Nya, dan milik orang-orang beriman.” (QS.
Al-Munāfiqūn: 8)
﴿فَبِعِزَّتِكَ لَأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ﴾
“Demi kemulian-Mu,
sungguh aku (Iblis) akan menyesatkan mereka semua.” (QS. Shōd: 82)
Sifat Nama
Juga firman-Nya:
﴿تَبَارَكَ اسْمُ رَبِّكَ ذِي الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ﴾
“Mahaberkah Nama
Rob-Ku, Pemilik keagungan (dalam Dzat-Nya) dan kemuliaan (dalam Nama dan
Sifat-Nya).” (QS. Ar-Rohmān: 78)
Juga firman-Nya:
﴿فَاعْبُدْهُ وَاصْطَبِرْ لِعِبَادَتِهِ هَلْ تَعْلَمُ
لَهُ سَمِيًّا﴾
“Maka sembahlah Dia dan
sabarlah dalam menyembah-Nya. Apakah kamu tahu ada yang serupa (senama)
dengan-Nya?” (QS. Maryam: 65)
﴿وَلَمْ يَكُن لَّهُ كُفُوًا أَحَدٌ﴾
“Tidak ada yang serupa
dengan-Nya.” (QS. Al-Ikhlas: 4)
﴿فَلَا تَجْعَلُوا لِلَّهِ أَندَادًا وَأَنتُمْ
تَعْلَمُونَ﴾
“Maka
janganlah kalian membuat tandingan-tandingan bagi Allah, padahal kalian
mengetahui (kebatilannya).” (QS. Al-Baqoroh: 22)
﴿وَمِنَ النَّاسِ مَن يَتَّخِذُ مِن دُونِ اللَّهِ
أَندَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ﴾
“Di
antara manusia ada orang-orang yang mengambil tandingan-tandingan (yang
disembah) selain Allah. Mereka mencintai tandingan-tandingan tersebut seperti
mencintai Allah.” (QS. Al-Baqoroh: 165)
﴿وَقُلِ الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِي لَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُن
لَّهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَلَمْ يَكُن لَّهُ وَلِيٌّ مِّنَ الذُّلِّ وَكَبِّرْهُ
تَكْبِيرًا﴾
“Katakanlah: ‘Segala puji
milik Allah yang tidak memiliki anak dan tidak memiliki sekutu dalam kerajaan,
tidak memiliki pembantu dari makhluk yang hina. Besarkanlah Allah dengan
sebenar-benarnya.” (QS. Al-Isrō: 111)
﴿يُسَبِّحُ لِلّٰهِ مَا فِي السَّمَوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ
لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ﴾
“Segala yang di langit
dan di bumi hanya bertasbih kepada Allah. Hanya milik-Nya segala kerajaan dan
hanya milik-Nya segala pujian. Hanya Dia yang Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS.
At-Taghōbun: 1)
﴿تَبَارَكَ الَّذِي نَزَّلَ الْفُرْقَانَ عَلَى
عَبْدِهِ لِيَكُونَ لِلْعَالَمِينَ نَذِيرًا • الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ
وَلَمْ يَتَّخِذْ وَلَدًا وَلَمْ يَكُن لَّهُ شَرِيكٌ فِي الْمُلْكِ وَخَلَقَ كُلَّ
شَيْءٍ فَقَدَّرَهُ تَقْدِيرًا﴾
“Mahaberkah Dzat yang
menurunkan Al-Furqon[18] atas hamba-Nya (Muhammad) agar memberi peringatan
kepada seluruh manusia dan jin. Yaitu Dzat yang memiliki seluruh langit dan
bumi, tidak memiliki anak, tidak memiliki sekutu dalam kerajaan-Nya, dan segala
sesuatu diciptakan oleh-Nya sesuai catatan takdir-Nya.” (QS. Al-Furqōn: 1-2)
﴿مَا اتَّخَذَ اللَّهُ مِن وَلَدٍ وَمَا كَانَ
مَعَهُ مِنْ إِلَهٍ إذًا لَّذَهَبَ كُلُّ إِلَهٍ بِمَا خَلَقَ وَلَعَلَا بَعْضُهُمْ
عَلَى بَعْضٍ سُبْحَانَ اللَّهِ عَمَّا يَصِفُونَ • عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَتَعَالَى
عَمَّا يُشْرِكُونَ﴾
“Allah tidak memiliki
anak, dan tidak mungkin ada yang disembah bersama-Nya. Jika begitu, setiap yang
disembah akan menguasai ciptaan-Nya, sesama ilah (yang disembah) akan
saling mengalahkan. Mahasuci Allah dari sifat yang mereka ucapkan itu. Allah
Maha Mengetahui perkara ghoib dan nyata. Mahasuci Allah dari kesyirikan yang
mereka lakukan itu.” (QS. Al-Anbiyā: 91-92)
﴿فَلَا تَضْرِبُوا لِلّٰهِ الْأَمْثَالَ إنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ وَأَنتُمْ
لَا تَعْلَمُونَ﴾
“Janganlah kalian
membuat-buat tandingan-tandingan bagi Allah. Allah Mahatahu sementara kalian
tidak tahu.” (QS. An-Nahl: 74)
﴿قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا
ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا
بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا
لَا تَعْلَمُونَ﴾
“Katakanlah: ‘Rob-ku
hanya mengharomkan perbuatan keji yang nampak maupun yang tersembunyi, begitu
pula mengharomkan dosa dan kezoliman tanpa hak, juga mengharomkan kalian
menyekutukan Allah dengan apa yang Allah tidak turunkan (penjelasan bolehnya)
dalam Kitab-Nya, dan mengharomkan kalian berbicara tentang Allah tanpa ilmu.” (QS.
Al-A’rōf: 33)
Sifat Istiwā (Tinggi)
Juga firman-Nya:
﴿الرَّحْمَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَى﴾
“Ar-Rohman tinggi
di atas Arsy.” (QS. Thōhā: 5)
﴿ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ﴾
“Lalu Dia tinggi
di atas Arsy.” Jumlah ayat Arsy ada tujuh ayat.[19]
Juga firman-Nya:
﴿يَا عِيسَى إنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إلَيَّ﴾
“Wahai Isa, Aku akan
mewafatkanmu[20] dan mengangkatmu ke langit.” (QS. Ali
Imrōn: 55)
﴿بَل رَّفَعَهُ اللَّهُ إلَيْهِ﴾
“Bahkan Allah mengangkatnya
kepada-Nya.” (QS. An-Nisā: 158)
﴿إلَيْهِ يَصْعَدُ الْكَلِمُ الطَّيِّبُ وَالْعَمَلُ
الصَّالِحُ يَرْفَعُهُ﴾
“Hanya kepada Allah
ucapan yang baik dinaikkan, sementara amal sholih diangkat
kepada-Nya.” (QS. Fāthir: 10)
﴿يَا هَامَانُ ابْنِ لِي صَرْحًا لَّعَلِّي أَبْلُغُ
الْأَسْبَابَ • أَسْبَابَ
السَّمَوَاتِ فَأَطَّلِعَ إلَى إِلَهِ مُوسَى وَإِنِّي لَأَظُنُّهُ كَاذِبًا﴾
“Wahai Haman, bangunkan
untukku sebuah piramida agar aku bisa mencapai tangga-tangga langit untuk
melihat Dzat yang disembah Musa. Aku yakin dia bohong (bahwa Allah di atas).” (QS.
Ghōfir: 36-37)[21]
﴿أَأَمِنتُم مَّن فِي السَّمَاءِ أَن يَخْسِفَ
بِكُمُ الْأَرْضَ فَإِذَا هِيَ تَمُورُ • أَمْ أَمِنتُم مَّن فِي السَّمَاءِ أَن يُرْسِلَ
عَلَيْكُمْ حَاصِبًا فَسَتَعْلَمُونَ كَيْفَ نَذِيرِ﴾
“Apakah
kalian merasa aman terhadap Dzat yang di atas langit bahwa Dia akan
membenamkan kalian ke perut bumi? Ataukah kalian merasa aman tehadap Dzat yang di
atas langit bahwa Dia akan menghujani kalian batu? Kalian akan tahu
bagaimana beratnya siksa dari peringatan-Ku.” (QS. Al-Mulk: 16-17)
Juga firman-Nya:
﴿هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ
فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ
وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ
مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ﴾
“Dialah yang menciptakan
semua langit dan bumi dalam enam hari[22] lalu Dia tinggi di atas Arsy[23]. Dia mengetahui apa yang masuk ke perut bumi dan
apa yang keluar darinya[24]. Dia mengetahui apa yang turun dari langit dan
tahu apa naik kepadanya[25]. Allah (Ilmu-Nya)[26] bersama kalian di mana saja kalian berada. Allah
Maha Melihat apa saja yang kalian kerjakan.” (QS. Al-Hadīd: 4)
Sifat Ma’iyyah
(Menyertai)
﴿مَا يَكُونُ مِن نَّجْوَى ثَلَاثَةٍ إلَّا هُوَ
رَابِعُهُمْ وَلَا خَمْسَةٍ إلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلَا أَدْنَى مِنْ ذَلِكَ وَلَا
أَكْثَرَ إلَّا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا عَمِلُوا
يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ﴾
“Tidaklah tiga orang
berbisik-bisik melainkan Allah yang keempat, tidak pula lima orang kecuali Dia
yang keenam, dan tidak pula kurang atau lebih dari itu melainkan Dia (Ilmu-Nya)
bersama mereka di mana saja mereka berada. Lalu Dia akan mengabarkan
kepada mereka pada hari Kiamat apa saja yang telah mereka kerjakan.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui[27] segala sesuatu.” (QS. Al-Hadīd: 4)
Juga firman-Nya:
﴿لَا تَحْزَنْ إنَّ اللَّهَ مَعَنَا﴾
“Kamu jangan bersedih.
Sesungguhnya Allah bersama kita[28].” (QS. At-Taubah: 40)
﴿إنَّنِي مَعَكُمَا أَسْمَعُ وَأَرَى﴾
“Sungguh Aku bersama
kalian berdua (Musa dan Harun), Aku mendengar dan melihat.” (QS. Thōhā: 46)
﴿إِنَّ اللَّهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ
هُم مُّحْسِنُونَ﴾
“Sesungguhnya
Allah bersama orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat
kebaikan.” (QS. An-Nahl: 128)
﴿وَاصْبِرُوا إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ﴾
“Bersabarlah.
Sesungguhnya Allah bersama orang-orang yang bersabar.” (QS. Al-Anfāl:
46)
﴿كَم مِّن فِئَةٍ قَلِيلَةٍ غَلَبَتْ فِئَةً كَثِيرَةً
بِإِذْنِ اللَّهِ وَاللَّهُ مَعَ الصَّابِرِينَ﴾
“Betapa sering pasukan
sedikit mampu mengalahkan pasukan banyak, dengan izin-Nya. Allah bersama
orang-orang yang bersabar.” (QS. Al-Baqoroh: 249)
Sifat Kalam (Ucapan)
Juga firman-Nya:
﴿وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ حَدِيثًا﴾
“Siapa yang lebih
jujur/benar ucapan-Nya selain Allah?” (QS. An-Nisā: 87)
﴿وَمَنْ أَصْدَقُ مِنَ اللَّهِ قِيلًا﴾
“Siapa yang lebih
jujur/benar ucapan-Nya selain Allah?” (QS. An-Nisā: 122)
﴿وَإِذْ قَالَ اللَّهُ يَا عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ﴾
“Ingatlah
ketika Allah berkata kepada Isa putra Maryam.” (QS. Al-Maidah: 116)
﴿وَتَمَّتْ كَلِمَةُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا﴾
“Kalimat Rob-mu telah
sempurna dengan jujur (ucapannya) dan adil (hukumnya).” (QS. Al-An’ām:
115)
﴿وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا﴾
“Allah berfirman
kepada Musa dengan sebenarnya.” (QS. An-Nisā: 164)
﴿مِنْهُم مَّن كَلَّمَ اللَّهُ﴾
“Di antara mereka (para
Nabi) ada yang diajak bicara langsung.” (QS. Al-Baqoroh: 253)
﴿وَلَمَّا جَاءَ مُوسَى لِمِيقَاتِنَا وَكَلَّمَهُ
رَبُّهُ﴾
“Ketika Musa datang ke
tempat yang sudah dijanjikan dan Rob-nya berbicara kepadanya.” (QS.
Al-A’rōf: 143)
﴿وَنَادَيْنَاهُ مِن جَانِبِ الطُّورِ الْأَيْمَنِ
وَقَرَّبْنَاهُ نَجِيًّا﴾
“Kami memanggilnya
(Musa) dari sisi gunung sebelah kanan dan Kami dekatkan ia sedekat-dekatnya.” (QS.
Maryam: 52)
﴿وَإِذْ نَادَى رَبُّكَ مُوسَى أَنِ ائْتِ الْقَوْمَ
الظَّالِمِينَ﴾
“Ingatlah, ketika Rob-mu memanggil
Musa: ‘Datangilah kaum yang zholim (Fir’aun dan pembesarnya).” (QS.
Asy-Syu’ārō: 10)
﴿وَنَادَاهُمَا رَبُّهُمَا أَلَمْ أَنْهَكُمَا
عَنْ تِلْكُمَا الشَّجَرَةِ﴾
“Rob
keduanya (Adam dan Hawa) memanggil keduanya: ‘Bukankah Aku telah
melarang kalian berdua dari pohon tersebut dan sudah Kukatakan kepada
kalian berdua bahwa setan musuh nyata kalian berdua?” (QS. Al-A’rōf: 22)
﴿وَيَوْمَ يُنَادِيهِمْ فَيَقُولُ أَيْنَ شُرَكَائِيَ
الَّذِينَ كُنتُمْ تَزْعُمُونَ﴾
“Ingatlah pada hari Dia menyeru
mereka: ‘Di manakah sekutu-sekutu-Ku yang kalian kalian sangka itu?’” (QS.
Al-Qoshosh: 62)
﴿وَيَوْمَ يُنَادِيهِمْ فَيَقُولُ مَاذَا أَجَبْتُمُ
الْمُرْسَلِينَ﴾
“Ingatlah pada hari Dia menyeru
mereka: ‘Apa jawaban kalian dari seruan para Rosul?’” (QS. Al-Qoshosh:
65)
Juga firman-Nya:
﴿وَإِنْ أَحَدٌ مِّنَ الْمُشْرِكِينَ اسْتَجَارَكَ
فَأَجِرْهُ حَتَّى يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ﴾
“Jika ada seorang dari
kaum musyrikin yang meminta perlindungan kepadamu, maka berilah ia
perlindungan, agar mendengarkan Kalamullah.” (QS. At-Taubah: 6)
﴿وَقَدْ كَانَ فَرِيقٌ مِّنْهُمْ يَسْمَعُونَ كَلَامَ
اللَّهِ ثُمَّ يُحَرِّفُونَهُ مِن بَعْدِ مَا عَقَلُوهُ وَهُمْ يَعْلَمُونَ﴾
“Sungguh ada sekelompok
dari mereka mendengar Kalamullah lalu merubahnya setelah mereka
memahaminya, padahal mereka tahu (kekufuran perbuatan tersebut).” (QS.
Al-Baqoroh: 75)
﴿يُرِيدُونَ أَن يُبَدِّلُوا كَلَامَ اللَّهِ قُل
لَّن تَتَّبِعُونَا﴾
“Mereka ingin mengganti Kalamullah.”
(QS. Al-Fath: 15)
﴿وَاتْلُ مَا أُوحِيَ إلَيْكَ مِن كِتَابِ رَبِّكَ
لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ﴾
“Bacakan apa yang diwahyukan
kepadamu dari Kitab Rob-mu. Tidak ada perubahan pada kalimat Allah.” (QS. Al-Kahfi:
27)
﴿إِنَّ هَذَا الْقُرْآنَ يَقُصُّ عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ
أَكْثَرَ الَّذِي هُمْ فِيهِ يَخْتَلِفُونَ﴾
“Sesungguhnya Al-Qur’an
ini mengisahkan banyak perselisihan yang dilakukan Bani Isroil.” (QS.
An-Naml: 76)
Juga firman-Nya:
﴿وَهَذَا كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ مُبَارَكٌ﴾
“Inilah Kitab yang
Kami turunkan penuh berkah.” (QS. Al-An’ām: 155)
﴿لَوْ أَنزَلْنَا هَذَا الْقُرْآنَ عَلَى جَبَلٍ
لَّرَأَيْتَهُ خَاشِعًا مُّتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ اللَّهِ﴾
“Seandainya Kami turunkan
Al-Qur’an kepada gunung, tentu kamu akan melihatnya pecah
berkeping-keping karena takut kepada Allah.” (QS. Al-Hasyr: 21)
﴿وَإِذَا بَدَّلْنَا آيَةً مَّكَانَ آيَةٍ وَاللَّهُ
أَعْلَمُ بِمَا يُنَزِّلُ قَالُوا إنَّمَا أَنتَ مُفْتَرٍ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
• قُلْ نَزَّلَهُ رُوحُ الْقُدُسِ مِن رَّبِّكَ
بِالْحَقِّ لِيُثَبِّتَ الَّذِينَ آمَنُوا وَهُدًى وَبُشْرَى لِلْمُسْلِمِينَ • وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّهُمْ يَقُولُونَ إنَّمَا
يُعَلِّمُهُ بَشَرٌ لِّسَانُ الَّذِي يُلْحِدُونَ إِلَيْهِ أَعْجَمِيٌّ وَهَذَا لِسَانٌ
عَرَبِيٌّ مُّبِينٌ﴾
“Apabila
Kami mengganti sebuah ayat dengan ayat lain dan Allah lebih mengetahui tentang
apa yang diturunkan-Nya, mereka berkata: ‘Hanya kamu yang membuat-buatnya.’
Bahkan kebanyakan mereka tidak mengetahuinya. Katakanlah: ‘Ia diturunkan oleh
Ruhul Qudus (Jibril) dari Rob-mu dengan benar untuk meneguhkan orang-orang
beriman, sebagai petunjuk dan kabar gembira bagi orang-orang Islam.’ Sungguh
Kami tahu bahwa mereka mengatakan: ‘Ia diajarkan oleh manusia.’ Orang yang
dituduhkan itu bahasanya ajam, sementara Al-Qur’an ini berbahasa Arob
yang jelas (fasih).” (QS. An-Nahl: 101-103)
Melihat Wajah
Allah
Juga firman-Nya:
﴿وُجُوهٌ يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ • إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ﴾
“Ada wajah-wajah yang
berseri pada hari itu, karena melihat Wajah Rob-nya.” (QS.
Al-Qiyāmah: 22-23)
﴿عَلَى الْأَرَائِكِ يَنظُرُونَ﴾
“Mereka saling melihat
(Wajah Allah) di atas ranjang di kamar-kamar.” (QS. Al-Muthoffifīn: 24)
﴿لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ﴾
“Orang-orang yang berbuat
kebaikan mendapatkan balasan terbaik (Surga) dan tambahan (melihat Wajah
Allah).” (QS. Yūnus: 26)
﴿لَهُم مَّا يَشَاءُونَ فِيهَا وَلَدَيْنَا مَزِيدٌ﴾
“Di dalam Surga mereka
mendapatkan segala sesuatu dan di sisi Kami ada tambahan (melihat Wajah
Allah).” (QS. Qōf: 35)
Pembahasan ini di dalam
Kitabullah sangat banyak. Siapa yang mentadaburi Al-Qur’an untuk mencari
petunjuk, maka jalan kebenaran akan nampak baginya.
***
3. Beriman Kepada Sifat yang
Dikabarkan Rosulullah ﷺ dalam Haditsnya
Lalu Sunnah Rosulullah ﷺ menafsirkan Al-Qur’an, menjelaskannya, mengarahkannya, dan
mengungkapkan maknanya.
Sifat Allah apa saja yang
diucapkan Rosulullah ﷺ —dari hadits-hadits shohih yang diterima
oleh pakar hadits—, wajib diimani juga (sebagaimana Al-Qur’an).
Sifat Turun
Misalnya sabda Nabi ﷺ:
«يَنْزِلُ
رَبُّنَا إلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا كُلَّ لَيْلَةٍ، حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ
الْآخِرِ، فَيَقُولُ: مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ، مَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ،
مَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ»
“Rob kita turun ke
langit dunia setiap malam pada sepertiga akhir malam seraya berfirman: ‘Siapa
yang berdoa kepada-Ku agar Kukabulkan? Siapa yang meminta kepada-Ku agar
Kuberi? Siapa yang memohon ampun kepada-Ku agar Kuampuni?’” Muttafaqun ‘Alaih[29].[30]
Sifat Gembira
Juga sabda Nabi ﷺ:
«لَلّٰهُ أَشَدُّ فَرَحًا بِتَوْبَةِ عَبْدِهِ، مِنْ أَحَدِكُمْ بِرَاحِلَتِهِ ... »
“Allah sangat gembira
dengan taubat hamba-Nya, melebihi seorang dari kalian dengan kendaraan untanya...”
Muttafaqun ‘Alaihi.[31]
Sifat Tertawa
Juga sabda Nabi ﷺ:
«يَضْحَكُ
اللَّهُ إلَى رَجُلَيْنِ؛ يَقْتُلُ أَحَدُهُمَا الْآخَرَ؛ كِلَاهُمَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ»
“Allah tertawa
kepada dua orang: orang pertama membunuh orang kedua, lalu keduanya masuk
Surga.” Muttafaqun ‘Alaihi.[32]
Sifat Takjub (Heran)
Juga sabda Nabi ﷺ:
«عَجِبَ
رَبُّنَا مِنْ قُنُوطِ عِبَادِهِ وَقُرْبِ غِيَرِهِ؛ يَنْظُرُ إلَيْكُمْ أَزِلِينَ
قَنِطِينَ، فَيَظَلُّ يَضْحَكُ؛ يَعْلَمُ أَنَّ فَرَجَكُمْ قَرِيبٌ»
“Rob kita takjub
kepada hamba-hamba-Nya yang berputus asa, padahal perubahan keadaan sudah
dekat. Allah melihat kalian yang sedang berada dalam kesulitan dan
keterputus-asaan, lalu Allah tertawa, karena Dia tahu bahwa jalan keluar untuk
kalian sudah dekat.” Hadits hasan.[33]
Sifat Kaki atau
Telapak Kaki
Juga sabda Nabi ﷺ:
«لَا
تَزَالُ جَهَنَّمُ يُلْقَى فِيهَا، وَتَقُولُ: هَلْ مِنْ مَزِيدٍ؛ حَتَّى يَضَعَ رَبُّ
الْعِزَّةِ فِيهَا - وَفِي رِوَايَةٍ: عَلَيْهَا - قَدَمَهُ فَيَنْزَوِي بَعْضُهَا إلَى بَعْضٍ؛
وَتَقُولُ: قَط قَط»
“Senantiasa manusia dan
jin dilempar ke Jahannam dan ia berkata: ‘Masih adakah tambahan?’ Hingga Rob
pemilik kemuliaan meletakkan Telapak Kaki-Nya di Jahannam (dalam riwayat
lain: di atas Jahannam) hingga bagian Neraka saling mengkerut, dan ia berkata:
‘Cukup, cukup.’” Muttafaqun Alaih.[34]
Sifat Kalam dan
Suara
Juga sabda Nabi ﷺ:
«يَقُولُ
اللَّهُ تَعَالَى: يَا آدَمَ! فَيَقُولُ: لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ. فَيُنَادِي بِصَوْتِ:
إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُكَ أَنْ تُخْرِجَ مِنْ ذُرِّيَّتِكَ بَعْثًا إِلَى النَّارِ»
“Allah berfirman:
‘Wahai Adam.’ Ia menjawab: ‘Aku memenuhi panggilan-Mu dengan senang hati.’ Lalu
ada yang menyeru: ‘Allah memerintahkanmu agar kamu mengeluarkan dari
keturunanmu beberapa orang menuju Neraka.’” Muttafaqun Alaih.[35]
Juga sabda Nabi ﷺ:
«مَا
مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلَّا سَيُكَلِّمُهُ رَبُّهُ، لَيْسَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ حَاجِبٌ
وَلَا تُرْجُمَانٌ»
“Tidak ada seorang pun
dari kalian kecuali akan diajak bicara Rob-nya, tanpa ada penerjemah di antara
keduanya.”[36]
Sifat Tinggi
Juga sabda Nabi ﷺ tentang meruqyah[37] orang yang sakit:
«رَبُّنَا
اللَّهُ الَّذِي فِي السَّمَاءِ! تَقَدَّسَ اسْمُكَ، أَمْرُكَ فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ؛
كَمَا رَحْمَتُكَ فِي السَّمَاءِ؛ اجْعَلْ رَحْمَتَكَ فِي الْأَرْضِ، اغْفِرْ لَنَا
حُوْبَنَا وَخَطَايَانَا، أَنْتَ رَبُّ الطَّيِّبِينَ، أَنْزِلْ رَحْمَةً مِنْ رَحْمَتِكَ
وَشِفَاءً مِنْ شِفَائِكَ عَلَى هَذَا الْوَجَعِ»
“Wahai Rob kami yang di
atas, Mahasuci Nama-Mu, urusan-Mu berlaku di langit dan bumi, sebagaimana
rohmat-Mu di langit jadikanlah rohmat-Mu di bumi. Ampunilah dosa dan kesalahan
kami. Engkau Rob orang-orang baik. Turunkan rohmat dari-Mu dan kesembuhan
dari-Mu atas penyakit ini.” Hadits hasan, diriwayatkan Abu Dawud.[38]
Juga sabda Nabi ﷺ:
«أَلَا
تَأْمَنُونِي وَأَنَا أَمِينُ مَنْ فِي السَّمَاءِ؟!»
“Tidakkah kalian
mempercayai amanahku sementara aku adalah kepercayaan Dzat yang di atas?”
Diriwayatkan Al-Bukhori dan selainnya.[39]
Juga sabda Nabi ﷺ:
«وَالْعَرْشُ
فَوْقَ ذَلِكَ، وَاللَّهُ فَوْقَ الْعَرْشِ وَهُوَ يَعْلَمُ مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ»
“Arsy di
atas semua itu (langit, bumi, Kursi, Air). Allah di atas Arsy. Dia tahu
apa yang kalian kerjakan.” Hadits hasan. Diriwayatkan Abu Dawud, At-Tirmidzi
dan selain keduanya.[40]
Juga sabda Nabi ﷺ kepada seorang budak perempuan:
«أَيْنَ
اللَّهُ؟» قَالَتْ: فِي السَّمَاءِ، قَالَ: «مَنْ أَنَا؟» قَالَتْ: أَنْتَ رَسُولُ
اللَّهِ، قَالَ: «أَعْتِقْهَا؛ فَإِنَّهَا مُؤْمِنَةٌ»
“Di mana Allah?”
Jawabnya: “Di atas[41].” Beliau bertanya: “Siapa saya?” Jawabnya: “Anda
utusan Allah.” Beliau bersabda: “Bebaskan budak ini, karena ia orang beriman.”
Diriwayatkan Muslim.[42]
Sifat Ma’iyah
(Membersamai)
Juga sabda Nabi ﷺ:
«أَفْضَلُ
الْإِيمَانِ: أَنْ تَعْلَمَ أَنَّ اللَّهَ مَعَكَ حَيْثُمَا كُنْتَ»
“Iman paling utama adalah
kamu meyakini[43] bahwa Allah bersamamu di mana pun kamu berada.”[44]
Sifat di Depan
Orang Sholat
Juga sabda Nabi ﷺ:
«إذَا
قَامَ أَحَدُكُمْ إِلَى الصَّلَاةِ؛ فَإِنَّ اللَّهَ قِبَلَ وَجْهِهِ؛ فَلَا يَبْصُقَنَّ
قِبَلَ وَجْهِهِ، وَلَا عَنْ يَمِينِهِ، وَلَكِنْ عَنْ يَسَارِهِ، أَوْ تَحْتَ قَدَمِهِ»
“Apabila salah seorang
dari kalian berdiri sholat, Allah di depannya. Maka jangan sekali-kali
ia meludah di depannya, atau di kanannya, tetapi ke sisi kirinya atau di bawah
kedua kakinya.”[45]
Sifat Dekat
Juga sabda Nabi ﷺ:
«اللَّهُمَّ!
رَبَّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ، وَرَبَّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ! رَبَّنَا وَرَبَّ كُلِّ
شَيْءٍ! فَالِقَ الْحَبِّ وَالنَّوَى! مُنَزِّلَ التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ وَالْقُرْآنِ!
أَعُوذُ بِكَ مِنْ شَرِّ كُلِّ دَابَّةٍ أَنْتَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا. اللَّهُمَّ أَنْتَ
الْأَوَّلُ؛ فَلَيْسَ قَبْلَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْآخِرُ؛ فَلَيْسَ بَعْدَكَ شَيْءٌ،
وَأَنْتَ الظَّاهِرُ؛ فَلَيْسَ فَوْقَكَ شَيْءٌ، وَأَنْتَ الْبَاطِنُ؛ فَلَيْسَ دُونَكَ
شَيْءٌ، اقْضِ عَنِّي الدَّيْنَ، وَأَغْنِنِي مِنْ الْفَقْرِ»
“Ya Allah, Rob tujuh
langit dan Rob Arsy yang agung, wahai Rob kami dan Rob segala sesuatu, wahai
Yang membelah biji dan tunas, wahai Yang menurunkan Taurot, Injil, dan
Al-Qur’an, aku berlindung kepada-Mu dari keburukan segala sesuatu yang Engkau
pegang ubun-ubunnya. Ya Allah, Engkau Al-Awwal (Maha Pertama) sehingga tidak
ada yang lebih awal dari-Mu, Engkau Al-Akhir (Maha Terakhir) sehingga tidak ada
yang lebih akhir dari-Mu, Engkau Azh-Zhōhir (Maha Mengalahkan) sehingga tidak
ada yang lebih tinggi dari-Mu, Al-Bāthin (Engkau Maha Dekat) sehingga
tidak ada yang lebih dekat dari-Mu, lunasilah hutangku, dan cukupilah aku dari
kefakiran.” HR. Muslim.[46]
Juga sabda beliau saat
Sahabat-Sahabatnya mengeraskan bacaan dzikir:
«أَيُّهَا
النَّاسُ! ارْبَعُوا عَلَى أَنْفُسِكُمْ؛ فَإِنَّكُمْ لَا تَدْعُونَ أَصَمَّ وَلَا
غَائِبًا؛ إِنَّمَا تَدْعُونَ سَمِيعًا قَرِيبًا؛ إنَّ الَّذِي تَدْعُونَهُ أَقْرَبُ
إِلَى أَحَدِكُمْ مِنْ عُنُقِ رَاحِلَتِهِ»
“Wahai manusia, sayangi
diri kalian. Kalian tidak menyeru Dzat yang tuli dan jauh, tetapi kalian
menyeru Dzat yang mendengar dan dekat. Yang kalian seru lebih dekat
kepada kalian melebihi salah seorang dari kalian dari leher unta kendaraanya.”
Muttafaqun Alaih.[47]
Allah Dilihat
Pada Hari Kiamat
Juga sabda Nabi ﷺ:
«إِنَّكُمْ
سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ؛ كَمَا تَرَوْنَ الْقَمَرَ لَيْلَةَ الْبَدْرِ لَا تُضَامُّونَ
فِي رُؤْيَتِهِ؛ فَإِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ لَا تُغْلَبُوا عَلَى صَلَاةٍ قَبْلَ طُلُوعِ
الشَّمْسِ، وَصَلَاةٍ قَبْلَ غُرُوبِهَا؛ فَافْعَلُوا»
“Sungguh kalian akan melihat
Rob kalian seperti kalian melihat bulan purnama, tanpa merasa
berdesak-desakan melihatnya. Jika kalian mampu tidak mengakhirkan sholat
sebelum matahari terbit (Shubuh) dan sebelum matahari tenggelam (Ashar) maka
lakukanlah.” Muttafaqun Alaih.[48]
Begitu juga hadits-hadits
lain yang semisal dengan hadits-hadits ini, yang Nabi ﷺ
kabarkan tentang Rob-nya.
Firqoh Najiyah Ahlus
Sunnah wal Jamaah beriman kepada semua itu, persis seperti iman mereka kepada
kabar yang diberitakan Allah dalam Kitab-Nya, tanpa melakukan tahrif dan
ta’thil, serta tanpa takyif dan tamtsil.
4. Pertengahan Ahlus Sunnah dalam
Berakidah
Bahkan mereka adalah
orang-orang yang pertengahan dari semua kelompok umat Islam, sebagaimana umat
Islam merupakan umat pertengahan dari seluruh umat.
Mereka pertengahan dalam
bab Sifat-Sifat Allah: antara ahli ta’thil Jahmiyyah[49] dan ahli tamtsil Musyabbihah[50].
Mereka pertengahan dalam bab
perbuatan Allah: antara kaum Qodariyyah[51] dan Jabariyyah[52].
Mereka pertengahan dalam
bab wa’īd (janji dan ancaman): antara kaum Murjiah dan kaum Wa’idiyyah
dari Qodariyah dan selainnya.
Mereka pertengahan dalam
bab iman dan agama: antara kaum Haruriyah dan Mu’tazilah dengan Murjiah dan
Jahmiyyah.
Mereka pertengahan dalam
bab Sahabat Nabi ﷺ: antara Rofidhoh[53] dan Khowarij[54].
5. Aqidah Allah di Atas Arsy
Termasuk cakupan iman
kepada Allah selain yang telah kami sebutkan:
Beriman terhadap kabar
yang disampaikan Allah dalam Kitab-Nya dan hadits-hadits mutawatir[55] serta apa yang disepakati para ulama Salaf, yaitu
bahwa Allah di atas langit, di atas Arsy, di atas semua makhluk-Nya, bersamaan
dengan itu Allah (yakni pengawasan-Nya) bersama mereka di manapun mereka
berada. Semua ini dihimpun dalam firman-Nya:
﴿هُوَ الَّذِي خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ
فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِي الْأَرْضِ
وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنزِلُ مِنَ السَّمَاءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيهَا وَهُوَ
مَعَكُمْ أَيْنَ مَا كُنتُمْ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ﴾
“Dialah yang menciptakan
semua langit dan bumi dalam enam hari lalu Dia tinggi di atas Arsy. Dia
mengetahui apa yang masuk ke perut bumi dan apa yang keluar darinya. Dia
mengetahui apa yang turun dari langit dan tahu apa yang naik kepadanya. Allah
(Ilmu-Nya) bersama kalian di mana saja kalian berada. Allah Maha Melihat apa
saja yang kalian kerjakan.” (QS. Al-Hadīd: 4)
Makna “Dia bersama
kalian” bukan menyatu dengan makhluk, karena makna ini tidak diakui secara
bahasa, dan juga menyelisihi kesepakatan ulama Salaf serta menyelisihi fitroh
yang Allah ciptakan manusia atasnya. Bahkan bulan yang merupakan salah satu
tanda kebesaran Allah dan termasuk makhluk-Nya yang paling kecil serta terletak
di langit, ia bersama musafir di mana saja ia berada.
Allah di atas Arsy
mengawasi makhluk-Nya dan melihat mereka, dan seterusnya dari makna-makna yang
menunjukkan Rububiyah Allah.
Semua ayat yang
disebutkan Allah bahwa Dia di atas Arsy sekaligus bersama kita adalah benar
adanya dan tidak membutuhkan tahrif (dipahami dengan selain makna
lahiriyah). Akan tetapi hal ini tercegah dari orang yang akalnya telah rusak.
6. Aqidah Pengawasan Allah Meliputi
Segala Sesuatu
Termasuk cakupan iman
kepada Allah adalah beriman bahwa Dia dekat dengan makhluk-Nya, seperti
firman-Nya:
﴿وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ
أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي
لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ﴾
“Apabila hamba-hamba-Ku
bertanya kepadamu (hai Nabi) tentang-Ku, jawablah bahwa Aku dekat. Aku mengabulkan
doa orang yang berdoa kepada-Ku jika ia berdoa kepada-Ku.” (QS. Al-Baqoroh: 186)
Nabi ﷺ bersabda:
«إِنَّ
الَّذِي تَدْعُونَهُ، أَقْرَبُ إِلَى أَحَدِكُمْ مِنْ عُنُقِ رَاحِلَتِهِ»
“Dzat yang kalian seru
tersebut lebih dekat kepada salah seorang dari kalian melebihi dekatnya ia
dengan leher unta kendarannya.”[56]
Sifat dekat Allah dan
kebersamaan-Nya yang disebutkan dalam Al-Kitab dan As-Sunnah tidak bertentangan
dengan ketinggian-Nya yang disebutkan pada keduanya pula. Tidak ada yang serupa
dengan Allah pada semua Sifat-Sifat-Nya. Dia tinggi bersamaan dengan
kedekatan-Nya, dan Dia dekat bersamaan dengan ketinggian-Nya.
***
Bab 2: Iman Kepada Kitab Allah
Termasuk iman kepada
Allah dan Kitab-Nya adalah beriman bahwa Al-Qur’an Kalamullah, diturunkan,
bukan makhluk, bermula dari-Nya dan kelak kembali kepada-Nya, Allah berfirman
secara hakiki (bukan kiasan). Al-Qur’an yang diturunkan Allah kepada Nabi-Nya
Muhammad ﷺ adalah Kalamullah (ucapan Allah) secara hakiki, bukan ucapan
selain-Nya.
Tidak boleh dikatakan
bahwa Al-Qur’an adalah hikayat dari Kalamullah atau ibarat darinya, bahwa jika
Al-Qur’an dibaca oleh seseorang atau ditulis di Mushaf, hal itu tidak mengeluarkannya
dari statusnya sebagai Kalamullah secara hakiki. Sebab, ucapan itu hanya
disandarkan secara hakiki kepada pengucapnya yang pertama, bukan kepada
pengucap penyampainya.
***
Bab 3: Iman Kepada Rosul Allah
Termasuk cakupan beriman
kepada Allah, Kitab-Kitab-Nya, dan Rosul-Rosul-Nya adalah beriman bahwa
orang-orang beriman akan melihat-Nya pada hari Kiamat dengan mata kepala
mereka, sebagaimana mereka melihat matahari di siang bolong tanpa awan, juga
sebagaimana melihat bulan purnama tanpa perlu berdesakan dalam melihatnya.
Mereka juga melihat Allah
saat di aroshōt[57] pada hari Kiamat. Lalu mereka melihat-Nya lagi
setelah masuk Surga, sesuai yang Allah kehendaki.
Bab 4: Iman Kepada Hari Akhir
1. Kiamat Kecil (Kematian)
Termasuk cakupan iman
kepada hari Akhir adalah beriman terhadap semua yang dikabarkan Nabi ﷺ tentang peristiwa setelah kematian. Mereka beriman kepada
fitnah kubur, dan siksa dan nikmat kubur.
Fitnah Kubur
Fitnah kubur: manusia
difitnah (diuji) di kubur dengan ditanya: “Siapa Rob-mu? Apa agamamu? Siapa
Nabimu?”
﴿يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالْقَوْلِ
الثَّابِتِ﴾
“Allah meneguhkan
orang-orang beriman dengan jawaban yang teguh,” (QS. Ibrōhīm: 27) sehingga
ia menjawab: “Allah Rob-ku, Islam agamaku, Muhammad Nabiku.”
Adapun orang yang ragu
(munafiq, kafir, musyrik) menjawab: “Ah... ah... aku tidak tahu, aku hanya
ikut-ikutan manusia mengucapkannya.” Lalu ia dihantam dengan palu godam dari
besi, hingga ia menjerit keras yang didengar oleh semua makhluk (di sekitarnya)
kecuali manusia (dan jin). Seandainya manusia mendengarnya, tentu akan pingsan.
Nikmat dan Siksa
Kubur
Lalu setelah ujian ini, si
mayit mendapatkan nikmat atau siksa sampai hari Kiamat Besar, lalu ruh
dikembalikan ke jasadnya[58].
2. Kiamat Besar
Akan terjadi Kiamat yang
telah dikabarkan Allah lewat Kitab-Nya dan lewat lisan Rosul-Nya ﷺ serta kesepakatan kaum Muslimin.
Bangkit dari
Kubur
Seluruh manusia bangkit
dari kuburnya menghadap Robbul Alamin dalam keadaan tanpa alas kaki, telanjang,
dan tidak berkhitan.
Matahari Sejarak Satu
Mil
Matahari mendekat mereka
dan keringat menenggelamkan sebagian mereka.
Timbangan
Timbangan dipasang untuk
menimbang amal hamba-hamba.
﴿فَمَن ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ هُمُ
الْمُفْلِحُونَ • وَمَنْ
خَفَّتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنفُسَهُمْ فِي جَهَنَّمَ خَالِدُونَ﴾
“Siapa yang timbangan
kebaikannya berat, mereka itulah orang-orang yang beruntung. Siapa yang
timbangan kebaikannya ringan, mereka itulah orang-orang yang merugikan dirinya
sendiri, kekal di Jahannam.” (QS. Al-Mu’minun: 102-103)
Catatan Amal
Dawāwin yakni Catatan Amal, di mana orang beriman
mengambilnya dengan tangan kanannya, sementara orang kafir mengambilnya dengan
tangan kirinya atau dari arah belakang punggungnya, sebagaimana yang Allah
firmankan:
﴿وَكُلَّ إِنسَانٍ أَلْزَمْنَاهُ طَائِرَهُ فِي
عُنُقِهِ وَنُخْرِجُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كِتَابًا يَلْقَاهُ مَنشُورًا • اقْرَأْ كِتَابَكَ كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ
عَلَيْكَ حَسِيبًا﴾
“Setiap amal manusia yang
telah dikerjakannya, Kami jadikan selalu menyertainya, sebagaimana kalung yang
selalu menyertai leher. Lalu Kami keluarkan Catatan Amalnya pada Hari Kiamat
dan dia mendapatinya terbuka di depannya. Dikatakan kepadanya: ‘Bacalah Catatan
Amalmu sendiri, cukuplah pada hari ini kamu yang menghitungnya.’” (QS.
Al-Isrō: 13-14)
Hisab
Allah menghisab seluruh
makhluk-Nya. Allah bersendiri dengan orang beriman lalu ia diminta untuk
mengakui dosa-dosanya, sebagaimana yang diterangkan di Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Adapun orang kafir, amal
mereka tidak dihisab (dihitung) sebagaimana orang beriman yang dihitung
kebaikan dan keburukannya, karena mereka tidak memiliki kebaikan sedikitpun.
Akan tetapi amal keburukan mereka dihitung dengan teliti lalu mereka
diberdirikan di hadapannya dan diminta mengakuinya lalu mereka dibalas
(disiksa).
Telaga
Di aroshōt ada:
Haud (Telaga) yang didatangi orang-orang, milik Muhammad ﷺ. Airnya lebih putih dari susu dan lebih manis dari madu.
Panjangnya satu bulan perjalanan, begitu juga lebarnya. Gayungnya sebanyak
jumlah bintang di langit. Siapa yang minum seteguk darinya, tidak akan haus
selamanya.
Jembatan
Shirōth (Jembatan) dibentangkan di atas punggung
Jahannam. Jembatan tersebut terletak di antara Surga dan Neraka. Ia akan
dilewati manusia sesuai dengan kadar amalnya. Di antara mereka ada yang
melewatinya bagaikan kedipan mata, ada pula yang melewatinya bagaikan kilat,
ada pula yang melewatinya bagaikan angin, ada pula yang melewatinya bagaikan
kuda tercepat, ada pula yang melewatinya bagaikan kendaraan onta, ada pula yang
melewatinya dengan berlari, ada pula yang melewatinya dengan berjalan pelan,
ada pula yang melewatinya dengan merangkak, ada pula yang tercabik kail hingga
terlempar ke Jahannam, karena jembatan tersebut berkail yang menyambar-nyambar
manusia sesuai kadar amalnya. Siapa yang berhasil melewati Shirōt maka
ia pasti masuk Surga.
Qonthoroh
Apabila mereka sudah
melewatinya, mereka diberhentikan di atas sebuah qonthoroh
(persinggahan) antara Surga dan Neraka, untuk ditegakkan qishosh
(tuntutan balas) di antara mereka. Ketika mereka sudah dibersihkan (dengan
diqishosh), mereka diizinkan masuk Surga.
Masuk Surga
Orang pertama yang masuk
Surga adalah Muhammad ﷺ.
Umat pertama yang masuk
Surga adalah umat Muhammad ﷺ.
Syafaat
Beliau ﷺ memiliki 3 syafaat pada hari Kiamat.
1) Syafaat untuk ahli
mauqif (mahsyar) agar mereka segera diadili, setelah para Nabi tidak bisa
memenuhinya dari Adam, Nuh, Ibrohim, Musa, Isa Alaihimussalām sampai
berakhir kepada beliau ﷺ.
2) Syafaat untuk ahli
Surga agar diizinkan masuk Surga. Dua syafaat di atas hanya dimiliki Nabi ﷺ.
3) Syafaat untuk
orang-orang yang berhak masuk Neraka agar tidak jadi masuk Neraka dan juga
syafaat untuk orang yang sudah masuk Neraka agar dikeluarkan darinya. Syafaat
jenis ini dimiliki beliau dan juga para Nabi, orang-orang shiddiq, dan selain
mereka.
Allah juga mengeluarkan
dari Neraka beberapa orang tanpa syafaat, akan tetapi dengan karunia-Nya dan
rohmat-Nya.
Penghuni Baru
Surga
Tersisa tempat di Surga
kelebihan dari orang-orang yang memasukinya dari penduduk dunia. Lalu Allah
menciptakan beberapa orang (sekejab) dan dimasukkan ke Surga.
Peristiwa-peristiwa di
Akhirat —baik hisab, pahala, hukuman, Surga dan Neraka— serta perinciannya
telah dijelaskan dalam Kitab-Kitab yang diturunkan dari langit dan ilmu yang
diwariskan dari para Nabi dan yang diwariskan dari Muhammad ﷺ. Penjelasan tersebut sudah mencukupi dan siapa yang mencarinya
pasti akan mendapatinya.
***
Bab 5: Iman Kepada Takdir
Firqotun Najiyah Ahlus
Sunnah wal Jamaah beriman kepada takdir, yang baik maupun yang buruk.
Iman kepada takdir ada
dua tingkatan, dan masing-masing tingkatan terdiri dari dua perkara.
1. Tingkatan Pertama dari Takdir
Tingkatan pertama adalah
beriman bahwa Allah Ta’ala mengetahui apa saja yang telah dikerjakan
oleh makhluk-Nya, lewat ilmu-Nya yang qodīm (terdahulu) yang sudah ada
sejak awal (azali) dan selamanya (abadi). Allah mengetahui semua keadaan mereka
—baik ketaatan, maksiat, rizki, dan ajal—, lalu Allah menulis takdir semua
makhluk tersebut di Lauhul Mahfuzh.
«أَوَّلُ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ؛ قَالَ
لَهُ: اكْتُبْ! قَالَ: مَا أَكْتُبُ؟ قَالَ: اكْتُبْ مَا هُوَ كَائِنٌ إِلَى يَوْمِ
الْقِيَامَةِ»
Yang pertama Allah
ciptakan adalah qolam (pena). Allah berfirman kepadanya: “Tulislah!” Ia
menjawab: “Apa yang harus aku tulis?” Allah berfirman: “Tulislah apa saja yang
akan terjadi hingga hari Kiamat.”[59]
Maka apa saja yang telah
ditetapkan akan menimpa seseorang, tidak akan meleset darinya. Apa saja yang
telah ditetapkan tidak akan menimpanya, pasti akan meleset darinya. Pena sudah
kering dan lembaran takdir sudah dilipat, sebagaimana firman Allah:
﴿أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي
السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ﴾
“Tidakkah kamu tahu bahwa
Allah tahu apa saja yang di langit dan bumi? Semuanya sudah tertulis di Lauhul
Mahfuzh. Itu mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hajj: 70)
﴿مَا أَصَابَ مِن مُّصِيبَةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا
فِي أَنفُسِكُمْ إِلَّا فِي كِتَابٍ مِّن قَبْلِ أَن نَّبْرَأَهَا إِنَّ ذَلِكَ عَلَى
اللَّهِ يَسِيرٌ﴾
“Musibah apa saja yang
menimpa di bumi maupun di diri kalian, semuanya telah tertulis dalam Lauhul
Mahfuzh sebelum peristiwa itu Kami wujudkan terjadi. Itu mudah bagi Allah.” (QS.
Al-Hadīd: 22)
Takdir jenis ini yang
terkait dengan ilmu Allah, dan berlaku pada beberapa kasus —secara global dan
rinci— adalah sebagai berikut:
1) Allah menulis di
Lauhul Mahfuzh apa saja yang Dia kehendaki.
2) Tatkala Dia
menciptakan jasad janin sebelum ruh ditiup padanya, Allah mengutus satu
Malaikat dan disuruh untuk menulis beberapa kalimat: (1) menulis rikzinya, (2)
ajalnya, (3) amalnya, dan (4) nasibnya sengsara atau bahagia.
Takdir jenis ini
diingkari oleh sekte ekstrim Qodariyah awal, adapun hari ini pengingkar dari
mereka sedikit.
2. Tingkatan Kedua dari Takdir
Adapun tingkatan kedua
adalah kehendak Allah yang pasti terlaksana dan kuasa-Nya yang menyeluruh.
Yakni beriman bahwa apa saja yang Allah kehendaki pasti terjadi dan apa saja
yang tidak Dia kehendaki tidak akan terjadi. Tidak ada pergerakan apapun di
langit maupun di bumi, begitu juga apa saja yang diam, kecuali dengan kehendak
Allah. Tidak terjadi di kerajaan-Nya kecuali apa yang Dia kehendaki. Dia Maha
Kuasa atas segala sesuatu yang berwujud maupun tidak. Tidak ada makhluk di bumi
dan di langit kecuali Allah yang menciptakannya. Tidak ada pencipta selain-Nya,
dan tidak Rob selain-Nya.
3. Takdir Tidak Berarti Berpangku
Tangan
Bersamaan dengan itu,
Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya untuk mentaati-Nya dan mentaati
Rosul-Rosul-Nya, dan melarang mereka dari maksiat kepada-Nya.
Allah mencintai
orang-orang bertaqwa, orang-orang yang berbuat kebaikan dan keadilan. Allah
ridho kepada orang-orang yang beriman dan beramal sholih.
Allah tidak mencintai
orang-orang kafir. Allah tidak meridhoi orang-orang fasiq. Allah tidak menyuruh
perbuatan keji. Allah tidak ridho kekufuran atas hamba-hamba-Nya dan tidak pula
menyukai kerusakan.
Para hamba adalah pelaku
secara hakiki, sementara Allah yang menciptakan perbuatan mereka. Hamba Allah
ada yang beriman dan kafir, ada yang baik dan jahat, ada yang sholat dan
berpuasa.
Semua hamba memiliki qudroh
(kemampuan) atas perbuatan mereka, juga memiliki irodah (keinginan),
meskipun Allah yang menciptakan mereka sekaligus menciptakan qudroh dan irodah
mereka, sebagaimana yang Allah firmankan:
﴿لِمَن شَاءَ مِنكُمْ أَن يَسْتَقِيمَ • وَمَا تَشَاءُونَ إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّهُ
رَبُّ الْعَالَمِينَ﴾
“Bagi siapa saja dari
kalian yang ingin lurus. Tidaklah mereka berkehendak melainkan Allah Robbul
Alamin berkehendak.” (QS. At-Takwīr: 28-29)
Tingkatan takdir ini
diingkari oleh kebanyakan Qodariyah, yang dijuluki Salaf sebagai Majusinya umat
ini.[60]
Perkara ini disikapi
berlebihan oleh ahli itsbat hingga menyakini hamba tidak memiliki qudroh
dan ikhtiar (pilihan). Mereka mengeluarkan perbuatan Allah dan ketetapan-Nya,
yang penuh hikmat dan maslahat.
***
Bab 6: Termasuk Pokok Aqidah Ahlus Sunnah
1. Definisi Iman
Termasuk pokok Aqidah
Firqotun Najiyah: bahwa agama dan iman adalah ucapan dan perbuatan, yakni
ucapan hati dan lisan, dan amal hati, lisan, anggota badan.
Iman bisa bertambah
dengan ketaatan dan bisa berkurang dengan maksiat.
Tidak
Mengkafirkan Pelaku Dosa Besar
Bersamaan dengan itu,
Ahlus Sunnah tidak mengkafirkan ahli qiblat atas maksiat dan dosa besar,
sebagaimana yang dilakukan Khowarij. Bahkan ikatan ukhuwah keimanan menetap
bersama adanya maksiat, sebagaimana yang Allah firmankan tentang ayat qishosh:
﴿فَمَنْ عُفِيَ لَهُ مِنْ أَخِيهِ شَيْءٌ﴾
“Siapa yang dimaafkan
oleh saudaranya (wali korban), hendaknya si pembunuh menyertai maaf itu dengan
kebaikan.” (QS. Al-Baqoroh: 178)
﴿وَإِنْ طَائِفَتَانِ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ اقْتَتَلُوا
فَأَصْلِحُوا بَيْنَهُمَا فَإِنْ بَغَتْ إِحْدَاهُمَا عَلَى الْأُخْرَى فَقَاتِلُوا
الَّتِي تَبْغِي حَتَّى تَفِيءَ إِلَى أَمْرِ اللَّهِ فَإِنْ فَاءَتْ فَأَصْلِحُوا
بَيْنَهُمَا بِالْعَدْلِ وَأَقْسِطُوا إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ • إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ﴾
“Jika ada dua kelompok
kaum beriman yang saling berperang, maka damaikanlah keduanya. Jika salah satu
dari keduanya melampau batas (tetap bersikeras memerangi), maka perangilah
pihak yang melampau batas tersebut hingga kembali kepada agama Allah. Jika
pihak tersebut sudah kembali, maka damaikanlah dua pihak tersebut dengan adil.
Allah mencintai orang-orang yang adil. Hanyalah orang-orang beriman itu
bersaudara.” (QS. Al-Hujurōt: 9-10)
Mereka tidak memisahkan
orang fasiq dengan sebutan iman secara menyeluruh, dan tidak pula menetapkan
mereka kekal di Neraka, sebagaimana ucapan kaum Mu’tazilah.
Yang benar orang fasiq
tetap masuk dalam sebutan iman, contohnya dalam firman Allah:
﴿فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مُؤْمِنَةٍ﴾
“Maka memerdekakan budak
beriman.” (QS. An-Nisā: 92)
Terkadang tidak masuk
dalam sebutan iman secara mutlak, seperti dalam firman-Nya:
﴿إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ
اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ﴾
“Orang-orang beriman itu
hanyalah orang-orang yang apabila disebut nama Allah maka hati mereka menjadi
takut.” (QS. Al-Anfāl: 2)
Juga sabda Nabi ﷺ:
«لَا
يَزْنِي الزَّانِي حِينَ يَزْنِي وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَا يَسْرِقُ حِينَ يَسْرِقُ وَهُوَ
مُؤْمِنٌ، وَلَا يَشْرَبُ الْخَمْرَ حِينَ يَشْرَبُهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ، وَلَا يَنْتَهِبُ
نُهْبَةً ذَاتَ شَرَفٍ يَرْفَعُ النَّاسُ إِلَيْهِ فِيهَا أَبْصَارَهُمْ حِينَ يَنْتَهِبُهَا
وَهُوَ مُؤْمِنٌ»
“Orang yang berzina
ketika ia berzina tidak (sempurna) imannya. Orang yang mencuri ketika ia
mencuri tidak (sempurna) imannya. Orang yang minum khomr ketika minum khomr
tidak (sempurna) imannya. Orang yang merampas barang berharga dan orang-orang
menatapnya saat dia merampasnya tidak (sempurna) imannya.”[61]
Ahlus Sunnah mengatakan:
orang tersebut adalah orang beriman yang kurang imannya atau dia Mukmin karena
imannya dan fasiq karena dosa besarnya. Ia tidak dinamai iman mutlaq dan tidak
pula dicabut darinya mutlak iman. ***
2. Aqidah dalam Menyikapi Para
Sahabat
Tidak Mencela
Sahabat
Termasuk pokok Aqidah
Ahlus Sunnah wal Jamaah: selamatnya hati dan lisan mereka atas para Sahabat
Muhammad ﷺ, seperti yang Allah jelaskan sifat mereka dalah firman-Nya:
﴿وَالَّذِينَ جَاءُوا مِن بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا
تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَّحِيمٌ﴾
“Orang-orang yang datang
setelah para Sahabat, mereka berdoa: ‘Wahai Rob kami, ampunilah kami dan
saudara-saudara kami yang telah mendahului kami beriman (yakni Sahabat), dan
janganlah Engkau jadikan kebencian pada hati kami kepada orang-orang beriman
(yakni Sahabat). Wahai Rob kami, Engkau Maha Santun lagi Maha Penyayang.” (QS.
Al-Hasyr: 10)
Ahlus Sunnah mentaati
sabda Nabi ﷺ:
«لَا
تَسُبُّوا أَصْحَابِي؛ فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ؛ لَوْ أَنَّ أَحَدَكُمْ أَنْفَقَ
مِثْلَ أُحُدٍ ذَهَبًا؛ مَا بَلَغَ مُدَّ أَحَدِهِمْ وَلَا نَصِيفَهُ»
“Janganlah kalian mencela
para Sahabatku. Demi Dzat yang jiwaku di Tangan-Nya, seandainya seorang dari
kalian bersedekah emas sebesar gunung Uhud, tidak akan menyamai sedekah mereka
satu mud, bahkan setengahnya.”[62]
Meyakini
Keutamaan Sahabat
Ahlus Sunnah menerima apa
saja dari Al-Qur’an, As-Sunnah, maupun Ijma tentang keutamaan dan ketinggian martabat
mereka.
Ahlus Sunnah mengutamakan
Sahabat yang bersedekah sebelum Fathu Makkah —yakni Sulhul Hudaibiyah— dan berperang, atas Sahabat yang bersedekah
setelahnya dan berperang.
Ahlus Sunnah mengutamakan
Muhajirin atas Anshor.
Ahlus Sunnah beriman
bahwa Allah berfirman kepada pasukan Badar —jumlah mereka 310 an orang—:
«اعْمَلُوا
مَا شِئْتُمْ فَقَدْ غَفَرْتُ لَكُمْ»
“Berbuatlah sesukamu,
sungguh kalian sudah Aku ampuni.”[63]
Ahlus Sunnah beriman
bahwa siapapun yang berbaiat di bawah pohon (Samuroh) tidak akan masuk Neraka,
seperti yang dikabarkan Nabi ﷺ, bahkan Allah meridhoi mereka
dan mereka ridho kepada Allah. Jumlah mereka lebih dari 1.400 orang.[64]
Ahlus Sunnah bersaksi masuk
Surga atas siapa saja yang dipersaksikan oleh Rosulullah ﷺ, seperti 10 Sahabat yang dijamin masuk Surga, juga seperti
Tsabit bin Qois bin Syammas, dan Sahabat lainnya.
Ahlus Sunnah menetapkan
berdasarkan riwayat mutawatir dari Amirul Mu’minin Ali bin Abi Tholib dan
selainnya bahwa orang terbaik dari umat ini setelah Nabi ﷺ adalah Abu Bakar, lalu Umar, lalu yang ketiga Utsman, lalu yang
keempat Ali Rodhiyallahu ‘Anhum, sebagaimana disebutkan dalam
hadits-hadits dan kesepakatan para Sahabat atas mendahulukan Utsman dalam
baiat.
Bersamaan dengan itu,
Ahlus Sunnah berselisih pendapat tentang Utsman dan Ali siapakah yang lebih
utama —setelah kesepakatan mereka mendahulukan Abu Bakar dan Umar—. Sebagian mereka
mendahulukan Utsman dan diam atau menomor empatkan Ali, ada pula yang
mendahulukan Ali, dan sebagian lain bersikap diam.
Akan tetapi (mayoritas)
Ahlus Sunnah menetapkan untuk mendahulukan Utsman atas Ali.
Masalah ini —Utsman dan
Ali— bukan termasuk pokok Aqidah yang mereka saling menyesatkan, menurut
mayoritas Ahlus Sunnah.
Akan tetapi masalah yang
Ahlus Sunnah akan menyesatkannya adalah masalah khilafah. Karena Ahlus Sunnah
beriman bahwa kekholifahan setelah Rosulullah ﷺ adalah
Abu Bakar, lalu Umar, lalu Utsman, lalu Ali.
Siapa yang
mempermasalahkan kekhilafahan salah seorang dari mereka maka ia lebih sesat
dari keledai peliharaan di rumahnya.
Mencintai Ahli
Bait
Ahlus Sunnah mencintai
Ahli Bait Rosulullah ﷺ, setia kepada mereka. Mereka menjaga
wasiat Rosulullah ﷺ tentang mereka di Ghodir Khum:
«أُذَكِّرُكُمُ
اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي، أُذَكِّرُكُمُ اللَّهَ فِي أَهْلِ بَيْتِي»
“Aku ingatkan kalian
untuk bertakwa kepada Allah berkaitan dengan Ahli Baitku, aku ingatkan kalian
untuk bertakwa kepada Allah berkaitan dengan Ahli Baitku.”[65]
Beliau juga bersabda
kepada Al-Abbas paman beliau, ketika ia mengadu kepada beliau atas sikap kasar
beberapa orang Quroisy kepada Bani Hasyim:
«وَاَلَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ؛ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّى يُحِبُّوكُمْ لِلّٰهِ وَلِقَرَابَتِي»
“Demi Dzat yang jiwaku di
Tangan-Nya, mereka tidak beriman hingga mencintai kalian karena Allah dan kekerabatanku.”[66]
Beliau ﷺ bersabda:
«إِنَّ
اللَّهَ اصْطَفَى إِسْمَاعِيلَ، وَاصْطَفَى مِنْ بَنِي إِسْمَاعِيلَ كَنَانَةَ، وَاصْطَفَى
مِنْ كَنَانَةَ قُرَيْشًا، وَاصْطَفَى مِنْ قُرَيْشٍ بَنِي هَاشِمٍ، وَاصْطَفَانِي
مِنْ بَنِي هَاشِمٍ»
“Sesungguhnya Allah
memilih keturunan Ismail. Lalu Allah memilih Kinanah dari Bani Ismail. Lalu
Allah memilih Quroisy dari Kinanah. Lalu Dia memilih Bani Hasyim dari Quroisy.
Lalu Dia memilihku dari Bani Hasyim.”[67]
Mencintai
Istri-Istri Nabi ﷺ
Mereka setia kepada
istri-istri Rosulullah ﷺ, para ibu orang-orang beriman, dan mereka
meyakini bahwa mereka adalah istri-istri beliau di Surga, terutama Khodijah,
ibu dari semua putra-putri beliau, wanita pertama yang beriman dan mendukung
dakwah beliau. Ia memiliki kedudukan yang tinggi di hati beliau.
Lalu Aisyah binti
Ash-Shiddiq yang disabdakan Nabi ﷺ:
«فَضْلُ
عَائِشَةَ عَلَى النِّسَاءِ كَفَضْلِ الثَّرِيدِ عَلَى سَائِرِ الطَّعَامِ»
“Keutamaan Aisyah atas
seluruh wanita seperti keutamaan tsarid[68] atas seluruh makanan.”[69]
Berlepas Diri
dari Rofidhoh
Ahlus Sunnah berlepas
diri dari jalan Rofidhoh yang membenci dan mencela para Sahabat, juga jalan
Nawāshib yang menyakiti Ahli Bait dengan ucapan dan perbuatan.
Bersikap Diam
Atas Perselisihan Antar Sahabat
Ahlus Sunnah bersikap
diam dari membicarakan perselisihan yang terjadi di antara para Sahabat. Ahlus
Sunnah berpendapat bahwa riwayat-riwayat tentang kabar miring mereka
sebagiannya dusta, sebagian lain telah ditambah atau dikurangi atau diubah-ubah
dari aslinya. Adapun hadits-hadits shohih justru mengabarkan bahwa mereka
mendapatkan uzur, baik sebagai mujtahid yang benar (dengan dua pahala) atau
mujtahid yang salah (dengan satu pahala).
Bersamaan dengan itu,
Ahlus Sunnah tidak meyakini bahwa masing-masing Sahabat ma’shum
(terjaga) dari dosa besar maupun dosa kecil. Bahkan, sangat mungkin mereka
terjatuh kepada dosa.
Para Sahabat memiliki
keistimewaan masuk Islam paling awal dan banyak keutamaan, yang menyebabkan
dosa-dosa mereka terhapus, jika memang memiliki dosa. Bahkan amal mereka akan
menghapus dosa-dosa mereka, yang tidak didapatkan oleh selain mereka, karena
mereka memiliki amal sholih yang tidak dimiliki oleh orang-orang yang datang
setelah mereka.
Telah shohih hadits dari
Rosulullah ﷺ bahwa mereka adalah generasi terbaik dan sedekah satu mud dari
seorang dari mereka lebih utama daripada sedekah emas sebesar gunung Uhud dari
orang-orang setelah mereka.
Lalu jika salah seorang
dari mereka melakukan dosa, maka (1) ia telah bertaubat atau melakukan amal
sholih yang menghapus dosanya, atau (2) ia diampuni karena keutamaan lebih awal
masuk Islam, atau (3) karena syafaat Muhammad ﷺ dan
Sahabatnya adalah manusia yang paling berhak mendapatkan syafaat beliau, atau (4)
dosanya dihapus dengan musibah yang menimpanya di dunia.
Ini berlaku untuk
dosa-dosa yang memang dosa, lantas bagaimana lagi jika perkara tersebut adalah
hasil ijtihad, jika mereka benar maka mendapatkan dua pahala dan jika salah
maka mendapatkan satu pahala, sementara kesalahannya diampuni?!
Kesalahan yang dilakukan
oleh sebagian Sahabat sangatlah sedikit dan tenggelam di dalam lautan keutamaan
dan kebaikan mereka —berupa iman kepada Allah dan Rosul-Nya, berjihad di
jalan-Nya, hijroh, menolong Nabi dan agamanya, ilmu yang bermanfaat, dan amal
sholih—.
Sahabat Generasi
Terbaik
Siapa yang memperhatikan
biografi Sahabat dengan ilmu dan adil, dan memperhatikan keutamaan yang Allah
anugrahkan kepada mereka, maka ia akan yakin bahwa para Sahabat adalah makhluk
terbaik setelah para Nabi. Tidak ada dan tidak akan ada orang yang menyamai
mereka. Mereka adalah generasi pilihan dari umat terbaik dan umat paling mulia
di sisi Allah.
3. Membenarkan Karomah Para Wali
Termasuk pokok Aqidah
Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah membenarkan karomah para wali dan apa saja dari
keanehan di luar kebiasaan yang Allah jalankan pada mereka, berupa
bermacam-macam ilmu dan kasyaf (menyingkap tabir), kemampuan dan
pengaruh, seperti yang kisah orang-orang terdahulu dalam surat Al-Kahfi dan
selainnya, juga seperti kisah-kisah dalam umat ini dari generasi Sahabat,
Tabiin, dan generasi lainnya dari umat ini.
Karomah ini akan tetap
terjadi sampai hari Kiamat.
***
Bab 7: Jalan Hidup Ahlus Sunnah
1. Mengikuti Jejak Salafus Sholih
Lalu termasuk jalan Ahlus
Sunnah wal Jamaah adalah mengikuti jejak-jejak Rosulullah ﷺ secara lahir dan batin, juga mengikuti jalan orang-orang yang
awal-awal masuk Islam dari Muhajirin dan Anshor, juga mengikuti wasiat
Rosulullah ﷺ:
«عَلَيْكُمْ
بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِينَ الْمَهْدِيِّينَ مِنْ بَعْدِي، تَمَسَّكُوا
بِهَا، وَعَضُّوا عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ
فَإِنَّ كُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ»
“Ikutilah Sunnahku dan
Sunnah Khulafa Rosyidin Mahdiyyin sepeninggalku. Pegang eratlah ia dan gigitlah
ia dengan gigi geraham. Waspadalah kalian dari perkara-perkara baru dalam
agama, karena perkara baru dalam agama adalah bid’ah dan setiap bid’ah adalah
sesat.”[70]
Mereka meyakini bahwa ucapan
paling jujur adalah Kalamullah dan petunjuk terbaik adalah petunjuk Muhammad ﷺ. Mereka lebih mendahulukan firman Allah atas seluruh ucapan
manusia. Mereka lebih mendahulukan petunjuk Muhammad ﷺ atas
seluruh petunjuk manusia. Oleh karena itu mereka dijuluki: Ahlul Kitab was
Sunnah.
Mereka juga dijuluki
Ahlul Jamaah, karena jamaah adalah perkumpulan dan lawannya adalah perpecahan,
meskipun lafazh jamaah sekarang menjadi perkumpulan kaum tertentu.
Ijma adalah dasar ketiga
yang menjadi landasan dalam ilmu dan agama.
Mereka menimbang semua
manusia —baik ucapan dan perbuatan, yang nampak maupun tersembunyi— dengan tiga
dasar ini (Al-Qur’an, As-Sunnah, Ijma), yang berkaitan dengan perkara agama.
Ijma yang diakui adalah
ijma Salafus Sholih (Sahabat, Tabiin, Tabiut Tabiin), karena setelah mereka
terjadi banyak perselisihan dan umat menyebar menjadi banyak.
2. Akhlak-Akhlak Mulia dari Ahlus
Sunnah
Bersamaan dengan
pokok-pokok Aqidah ini, Ahlus Sunnah beramar ma’ruf dan nahi mungkar, sesuai
dengan bimbingan syariat.
Ahlus Sunnah berpandangan
haji, jihad, sholat berjamaah, hari raya dilaksanakan bersama pemimpin, baik
pemimpin sholih maupun jahat. Mereka menjaga persatuan dan jamaah.
Mereka beragama dengan menasihati
umat karena menyakini makna sabda Nabi ﷺ:
«الْمُؤْمِنُ
لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ، يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا»
“Orang beriman dengan
orang beriman lainnya bagaikan sebuah bangunan yang bagian-bagiannya saling
menguatkan,” beliau mengeratkan jari-jarinya.[71]
Juga sabda Nabi ﷺ:
«مَثَلُ
الْمُؤْمِنِينَ فِي تَوَادِّهِمْ وَتَرَاحُمِهِمْ وَتَعَاطُفِهِمْ؛ كَمَثَلِ الْجَسَدِ،
إِذَا اشْتَكَى مِنْهُ عُضْوٌ؛ تَدَاعَى لَهُ سَائِرُ الْجَسَدِ بِالْحُمَّى وَالسَّهَرِ»
“Perumpamaan orang
beriman dalam saling mencintai, saling mengasihi, saling melengkapi, bagaikan
satu badan. Jika ada anggota badan yang sakit, seluruh anggota badan merasa
sakit dengan susah tidur dan demam.”[72]
Mereka memerintahkan
untuk bersabar menghadapi musibah, bersyukur saat lapang, dan ridho atas takdir
yang pahit.
Mereka mengajak kepada
akhlak mulia, amal sholih, karena meyakini makna sabda Nabi ﷺ:
«أَكْمَلُ
الْمُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا»
“Orang beriman yang
paling sempurna imannya adalah yang paling mulia akhlaknya.”[73]
Mereka memerintahkan
untuk menyambung siapa saja yang memutus hubungannya denganmu, memberi siapa
saja yang menahan hartanya darimu, dan memaafkan siapa saja yang menzolimimu.
Mereka memerintahkan
untuk berbakti kepada orang tua; menyambung tali rohim; berbuat baik kepada
tetangga; berbuat baik kepada anak yatim, miskin, dan ibnu sabil; serta lembut
kepada budak.
Mereka melarang dari
berbangga-bangga, sombong dalam penampilan dan berjalan, zolim, kasar kepada
makhluk dalam menuntut hak maupun bukan.
Mereka menyuruh untuk
berakhlak mulia, dan melarang dari akhlak tercela.
Setiap yang mereka
ucapkan dan kerjakan dari perkara-perkara ini maupun selainnya, hanya dalam
rangka mengikuti Al-Kitab dan As-Sunnah.
Jalan mereka adalah agama
Islam yang dibawa oleh Muhammad ﷺ. Akan
tetapi, ketika Nabi ﷺ mengabarkan bahwa umatnya akan terpecah
menjadi 73 golongan, semuanya di Neraka kecuali satu golongan saja, yaitu
Al-Jamaah (jamaah Sahabat), dalam sebuah hadits bahwa mereka adalah:
«هُمْ
مَنْ كَانَ عَلَى مِثْلِ مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي»
“Siapa saja yang berada
di atas ajaranku hari ini dan para Sahabatku.”[74]
Maka, orang-orang yang
berpegang teguh terhadap Islam murni dari segala kotoran (bid’ah), merekalah
Ahlus Sunnah wal Jamaah yang sebenarnya.
Termasuk mereka adalah
orang-orang jujur dalam iman (shiddiqin), orang-orang yang mati syahid
(syuhada), dan orang-orang sholih.
Termasuk mereka adalah
tokoh-tokoh petunjuk, orang-orang yang menerangi kegelapan dengan ilmu, pemilik
martabat tinggi yang diwarisi dan keutamaan yang tersebut (dalam nash).
Termasuk mereka adalah abdāl
(orang-orang pilihan dari ahli ibadah yang berilmu), seperti para pemimpin
agama, yang kaum Muslimin sepakat atas bimbingan mereka dan ilmu mereka.
Mereka adalah Thoifah
Manshuroh yang disabdakan Nabi ﷺ:
«لَا
تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي عَلَى الْحَقِّ ظَاهِرِينَ؛ لَا يَضُرُّهُمْ مَنْ
خَالَفَهُمْ وَلَا مَنْ خَذَلَهُمْ، حَتَّى تَقُومَ السَّاعَةُ»
“Akan senantiasa ada
sekelompok kecil dari umatku yang menampakkan kebenaran. Tidak membahayakan
mereka siapa yang menyelisihi dan menghinakan mereka, mereka tetap di atas
kebenaran sampai hari Kiamat.”[75]
***
Penutup
Kami memohon kepada Allah
yang Maha Agung agar menjadikan kita termasuk mereka dan tidak memalingkan hati
kita setelah memberi kita hidayah, memberi kita rohmat dari sisi-Nya. Sungguh
Dia Maha Pemberi.
Segala puji hanya bagi
Allah. Semoga sholawat dan salam terlimpah atas makhluk terbaik-Nya Muhammad,
keluarganya, dan para Sahabatnya.
***
[1] Artinya “kelompok yang selamat”,
dan istilah ini diambil dari hadits tentang perpecahan umat menjadi 73 golongan
dan hanya satu kelompok yang selamat.
[2] Artinya “kelompok yang
ditolong” dan istilah ini diambil dari hadits: “akan senantiasa ada kelompok
kecil dari umatku yang ditolong (manshūrīn)...” Al-Hadits.
[3] Yakni orang-orang yang mengerti Sunnah dan menjadikannya dalam pedoman
hidup, untuk itu mereka dijuluki “Ahli Sunnah atau Ahlus Sunnah”, dan dalam
memahami Sunnah ini merujuk kepada pemahaman jamaah Sahahat sehingga mereka
dijuluki Al-Jamaah atau Ahlus Sunnah wal Jamaah.
[4] Aqidah Washithiyyah fokus
menjelaskan secara global rukun iman dan secara rinci Sifat Allah.
[5] Tahrīf (menyimpangkan) dan ta’thīl (membatalkan)
adalah dua penyimpangan dalam Sifat Allah dengan menolaknya. Jika ia menolak
makna Sifat dengan dialihkan ke makna lain yang bukan asli bahasa, maka ia
melakukan tahrīf alias ta’wīl, misalnya Tangan Allah dilarikan ke
makna kekuasaan. Jika ia menolak Sifat Allah dengan tidak menerima maknanya
maka ia disebut ta’thīl (membatalkan), misalnya Tangan Allah tidak
diartikan apa-apa, hanya sekedar lafazh, adapun maknanya diserahkan kepada
Allah, hanya Allah yang tahu.
[6] Takyīf (membayangkan hakikatnya) dan tamtsīl
(menyerupakan) adalah dua penyimpangan dalam menetapkan Sifat Allah. Jika ia
menanyakan atau mengkhayal hakikat Sifat Allah maka ia melakukan takyīf,
contohnya menanyakan bagaimana hakikat istiwa (ketinggian Allah). Jika
ia menyerupakan Sifat Allah dengan apa yang bisa dijangkau dalam benaknya, maka
dikatakan ia melakukan tamtsīl, dan jika ia mengatakan: “Tangan Allah
mirip tanganku,” maka dikatakan ia melakukan taysbīh.
[7] Semua makhluk butuh
kepada-Nya, dan Dia tidak butuh kepada mereka.
[8] Tidak beranak karena
tidak beristeri, sebagaimana firman-Nya:
﴿أَنَّى يَكُونُ لَهُ وَلَدٌ وَلَمْ تَكُنْ لَهُ صَاحِبَةٌ﴾
“Bagaimana mungkin
Dia memiliki anak, sementara Dia tidak memiliki istri?!” (QS. Al-An’am: 101)
[9] Yakni tidak dilahirkan,
karena Dia tidak memiliki orang tua.
[10] Baik dalam Dzat-Nya,
Nama-Nya, Sifat-Nya, dan perbuatan-Nya. Semuanya tidak sama dengan makhluk-Nya.
[11] Artinya “atas kehendak
Allah”, yakni indahnya kebun ini dan banyaknya buahnya atas kehendak Allah
semata.
[12] Yakni mengendaki umat
Yahudi dan Nashoro menerima ajaran Rosul mereka, tentu mereka tidak akan saling
berselisih yang menyebabkan mereka saling membunuh atau berperang. Yahudi dan
Nashoro di zaman Nabi ﷺ saling berperang dan bermusuhan, sebagaimana lelehur
mereka. Mereka tetap berperang baik sebelum kedatangan Rosulullah ﷺ membawa
mukjizat maupun setelahnya.
[13] Tandanya dia cinta
kebenaran dan kebaikan lalu Allah membimbingnya kepada sebab-sebab hidayah.
[14] Tandanya orang itu benci
kebenaran dan kebaikan serta suka maksiat dan kerusakan lalu Dia tidak ditolong
dalam menjauhi sebab-sebab kehancurannya.
[15] Allah melarang kaum Muslimin membuat perjanjian damai dengan kaum musyrikin
Makkah yang berulang kali melanggar perjanjian, kecuali perjanjian Hudaibiyah,
karena dilaksanakan di dekat Masjidil Harom.
[16] Awan dan Malaikat akan
mendatangi mereka dan meliputi mereka, sementara Allah datang dan meliputi
segala sesuatu, untuk mengadili mereka orang-orang yang mendustakan Rosul.
[17] Yakni Malaikat maut yang
mencabut nyawanya, atau datangnya matahari dari barat.
[18] Yakni Al-Qur’an. Ia
dinamakan Al-Furqōn (pembeda), karena menjelaskan antara kebenaran dengan
kebatilan, hingga manusia terbagi menjadi beriman dan kafir.
[19] QS. Al-A’rōf: 54, Yūnus: 3, Ar-Ro’du: 2, Al-Furqōn: 59, As-Sajdah: 4,
Al-Hadīd: 4.
[20] Nabi Isa ﷺ belum wafat sampai sekarang dan nanti akan turun di
akhir zaman untuk membunuh Dajjal, setelah itu beliau wafat sebagaimana manusia
pada umumnya. Sekarang Nabi Isa ﷺ ada di langit. Ada pula yang
memahami “telah mewafatkanmu”, sehingga maknanya wafat kecil yaitu
tidur, karena di dalam Al-Qur’an wafat ada dua: wafat kecil (tidur) dan wafat
besar (meninggal).”
[21] Yang dipahami bahwa Musa
pernah mengatakan kepada Fir’aun bahwa Allah di atas.
[22] Awalnya Allah menciptakan
bumi di hari Ahad dan Senin, lalu menciptakan langit lalu melengkapi isi bumi
dengan sungai, gunung, dan makhluk. Itu semua selesai dalam enam hari dan
berakhir di hari Jum’at.
[23] Sebelum ada Arsy (makhluk
paling besar), Allah sudah tinggi di atas segalanya. Setelah Allah menciptakan
Arsy, muncul ungkapan: ‘Allah di atas Arsy.’ Bukan maknanya sebelum menciptakan
Arsy, Allah di bawah, subhānallāh.
[24] Yang masuk seperti orang
mati dan yang keluar seperti tanaman.
[25] Yang turun seperti
Malaikat dan berkahnya, yang naik seperti amal sholih yang dibawa Malaikat
kepada-Nya.
[26] Yang di mana-mana adalah Ilmu-Nya bukan Dzat-Nya, karena di awal ayat Dia
mengabarkan Diri-Nya di Atas Arsy, maka disimpulkan yang di mana-mana adalah
ilmu-Nya, yakni menjangkau segala sesuatu.
[27] Penutup ayat ini untuk menjelaskan bahwa kebersamaan Allah dengan mereka
maksudnya Ilmu-Nya meliputi mereka, mengawasi mereka.
[28] Yakni ilmu dan
penjagaan-Nya, adapun Dzat-Nya di atas Arsy.
[29] Yakni disepakati
keshohihannya oleh Al-Bukhori dan Muslim.
[30] HR. Al-Bukhori no. 1145
dan Muslim no. 758.
[31] Kisah lengkapnya, seorang
musafir di tengah jalan tertidur hingga unta bermuatan makanannya hilang, lalu
ia mencari-carinya dan tidak menemukannya, hingga merasa akan mati kehausan dan
kelaparan. Lalu ia berteduh di bawah pohon sambil istirahat, ketika terbangun
ternyata untanya kembali di sampingnya. Maka ia begitu gembira sekali.
[32] Yakni pembunuh bertaubat lalu syahid dalam sebuah jihad, sehingga keduanya
masuk Surga.
[33] Hadits ini dinilai lemah
oleh Al-Albani dan lainnya. Namun, sifat takjub ini shohih dalam riwayat
Al-Bukhori no. 4889:
«لَقَدْ عَجِبَ اللهُ مِنْ فُلَانٍ وَفُلَانَةٍ»
[34] HR. Al-Bukhori no. 6661
dan Muslim no. 2848.
[35] HR. Al-Bukhori no. 7483.
[36] HR. Al-Bukhori no. 7512
dan Muslim no. 1016.
[37] Mengobati orang sakit
dengan bacaan Qur’an atau doa dari hadits.
[38] HR. Abu Dawud no. 3892
dan dilemahkan Al-Albani, Adz-Dzahabi, Al-Arnauth, dan dinilai hasan oleh Ibnu
Taimiyyah, Ibnu Hajar, dan Ibnu Munzhir.
[39] HR. Al-Bukhori no. 4351.
[40] HR. Abu Dawud no. 4723 dan At-Tirmidzi no. 3320.
[41] السماء berasal dari kata سما - يسمو yang
artinya tinggi. Awan disebut السماء karena berada di atas kita, juga langit disebut السماء karena
di atas kita. Kesimpulannya: السماء bisa diartikan awan, langit, loteng, dan atas, sesuai
konteks kalimat. Adapun menerjemahkan “Allah di langit” adalah terjemahan yang
batil, yang benar: Allah di atas.
[42] HR. Muslim no. 537.
[43] تعلم (ilmu atau mengetahui) kadang bermakna meyakini,
karena puncak ilmu adalah keyakinan.
[44] HR. Ath-Thobaroni no. 8796 dan dilemahkan Al-Albani, dan dihasankan Ibnu
Taimiyyah.
[45] HR. Al-Bukhori no. 408
dan Muslim no. 548.
[46] HR. Muslim no. 2713.
[47] HR. Al-Bukhori no. 2992
dan Muslim no. 2704.
[48] HR. Al-Bukhori no. 4851.
[49] Pengikut Jahm bin Sofwan
yang menolak Sifat Allah.
[50] Kaum yang menyerupakan
Sifat Allah dengan makhluk, seperti mengatakan Tangan Allah seperti tangan
makhluk.
[51] Kaum yang menolak takdir,
bahwa perbuatan mereka murni kehendak mereka, bukan terjadi atas takdir Allah.
[52] Kaum yang meyakini
manusia dipaksa Allah, bagaikan kapas yang diterpa angin ke mana saja sesuai
arah angin.
[53] Pengikut Abdullah bin
Saba Yahudi yang pura-pura masuk Islam. Mereka mengkultuskan Ali hingga
mengangkatnya sebagai tuhan atau yang disembah.
[54] Kaum yang memberontak
para Sahabat.
[55] Hadits-hadits yang sampai
kepada kita lewat para rowi yang jumlahnya lebih dari sepuluh tiap generasi
hingga mustahil bersepakat berdusta.
[56] HR. Muslim no. 2704.
[57] Yakni dataran luas tanpa perbukitan, bangunan, maupun lembah, yaitu tempat
berkumpul semua makhluk dari jin dan manusia untuk diadili Allah Ta’ala.
[58] Sebenarnya ruh sudah dikembalikan ke jasadnya, hanya saja di alam barzah,
sehingga jasad mengikuti ruh. Adapun setelah hari Kebangkitan, ruh dan jasad
menyatu dan saling merasakan.
[59] HR. Abu Dawud no. 4700
dengan sanad shohih.
[60] Kaum Majusi memiliki dua
tuhan: tuhan pencipta kebaikan dan tuhan pencipta keburukan. Qodariyah dijuluki
Majusi umat ini karena memiliki kemiripan dalam keyakinan bahwa perbuatan buruk
bukan takdir Allah, sekan ada dua Rob.
[61] HR. Al-Bukhori no. 5578.
[62] HR. Al-Bukhori no. 3673
dan Muslim no. 2540.
[63] HR. Al-Bukhori no. 3983.
[64] Lihat HR. Muslim no. 2496.
[65] HR. Muslim no. 2408.
[66] HR. Ahmad no. 1776 dan
dilemahkan Al-Arnauth dan dishohihkan Ahmad Syakir dengan syawahid
(penguat dari hadits lain).
[67] HR. Muslim no. 2276.
[68] Daging berkuah, ia
masakan favorit orang Arob pada waktu itu.
[69] HR. Al-Bukhori no. 3411
dan Muslim no. 2431.
[70] HR. Abu Dawud no. 4607
dengan sanad shohih.
[71] HR. Al-Bukhori no. 481
dan Muslim no. 2585.
[72] HR. Al-Bukhori no. 4439
dan Muslim no. 2192.
[73] HR. Abu Dawud no. 4682
dengan sanad hasan shohih.
[74] HR. At-Tirmidzi no. 2641
dengan sanad hasan.
[75] HR. Al-Bukhori no. 7312
dan Muslim no. 1920.
.jpg)