[PDF] Tarjamah Al Arbaun fil Ahkam - Al-Mundziri - Cet Dar Haromain Kairo
Kata Pengantar Penerbit
Dengan menyebut nama Alloh, segala puji hanya milik Alloh,
sholawat dan salam tercurah kepada junjungan kami, Nabi Muhammad ﷺ. Nabi yang dimuliakan dengan syafa’at, dikhususkan dengan
tetapnya syari’atnya sampai hari Kiamat, juga kepada keluarga beliau yang suci,
Shohabat beliau yang mulia, dan para pengikut beliau yang terpilih. Semoga
sholawat terus langgeng selama silih berganti malam dan siang.
Amma ba’du:
Sungguh merupakan kehormatan dan kebahagiaan bagi Dar Al-Haromain untuk menjadi sarana
penyebaran ilmu-ilmu yang bermanfaat dan warisan umat yang terjaga. Dalam
kesempatan ini, kami bersyukur kepada Alloh Ta’ala dan berterima kasih
kepada para pembaca budiman yang telah memberikan kepercayaan mereka kepada
kami dengan membeli terbitan-terbitan Dar Al-Haromain.
Ini makin menguatkan kami untuk teguh pada jalur yang telah
kami tempuh, yaitu mempermudah pembaca mendapatkan buku-buku bermanfaat dengan
harga terjangkau. Di samping itu, kami juga memperhatikan tata letak yang baik,
ketelitian dalam meninjau, dan kualitas cetakan. Dan yang paling penting dari
semua itu adalah kami menyajikan semua terbitan Dar Al-Haromain, sebelum dicetak, kepada para
pakar dan ahli yang mumpuni dalam meninjau. Tujuannya agar pembaca aman dari
kesalahan yang bukan kami pembuatnya. Dengan pertolongan dan karunia Alloh
semata, terbitan-terbitan kami selalu indah dalam penggarapan, kokoh pada
asasnya, dan selamat dari kesalahan. Maka segala puji bagi Alloh, yang telah menjadikan kami sebagai
pembela warisan umat ini dan penjaga kitab-kitab ulama. Alloh adalah Pemberi
Taufiq.
Dar Al-Haromain
Kami Berkata
Dengan menyebut nama Alloh, yang tidak ada satu pun
menyerupai-Nya, dan Dia Maha Mendengar, Maha Melihat. Segala puji bagi Alloh
yang Maha Esa dalam penciptaan dan pengaturan, yang Maha Tunggal dalam hukum
dan ketetapan. Tidak ada yang besar maupun kecil yang keluar dari
kekuasaan-Nya. Yang Maha Mengetahui apa yang disembunyikan dalam hati. Maha
Suci Dia, Dia adalah Al-Lathif (Maha Lembut) lagi Al-Khobir (Maha Mengetahui).
Sholawat dan salam tercurah kepada pemimpin semua makhluk,
dan kepada keluarga dan Shohabat beliau semuanya, serta kepada orang-orang yang
mengikuti petunjuknya hingga hari Kiamat.
Amma ba’du
Bagian ini adalah sebuah jilid yang penuh dengan
Hadits-Hadits Nabi ﷺ yang mulia. Hadits-Hadits tersebut berasal dari kitab-kitab
Islam yang paling shohih setelah Al-Qur’an Karim, yaitu dari kitab Shohih
Al-Bukhori dan Shohih Muslim. Kami berupaya keras untuk
menerbitkannya agar kaum Muslimin mendapat manfaat darinya. Jumlahnya 40 Hadits,
sesuai kebiasaan banyak ulama dalam memilih karya-karya Arba’iniyyat
(kitab yang berisi 40 Hadits) dalam berbagai jenis, macam, dan bab-bab ilmu
syari’at. Kali ini, penyusunnya memilih 40 Hadits tentang hukum-hukum syari’at,
yang dipilih dari bab-bab yang berbeda, yang cocok sebagai permulaan bagi para
pelajar dan pencari ilmu syari’at. Ini mengikuti kebiasaan para ulama dalam
menyusun kitab-kitab dan karya-karya yang ringkas dan mudah, untuk membimbing
siapa saja yang ingin mempelajari ilmu syari’at.
Semoga Alloh membalas penyusun dengan kebaikan, menerima
amalannya, dan memberikan manfaat kepada kita semua dengan karya ini.
Semoga sholawat Alloh tercurah kepada Nabi dan kekasih kita,
Muhammad ﷺ, serta kepada keluarga dan seluruh Shohabat beliau.
Dan akhir seruan kami adalah segala puji bagi Alloh, Robb
semesta alam.
Diteliti oleh: Departemen Tahqiq Dar Al-Haromain, As-Sayyid ‘Izzat Al-Mursi,
Muhammad ‘Awadh Al-Manqusy, Fayshol Yusuf Al-‘Ali.
Pekerjaan Kami dalam Kitab Ini
1. Menyalin jilid ini dengan metode imla’ (penulisan)
modern.
2. Mencocokkan salinan yang telah ditulis dengan naskah
manuskrip, juga dengan Shohih Al-Bukhori (cetakan Asy-Sya’b yang
terkenal dengan nama Al-Yuniniyyah), dan Shohih Muslim (cetakan Asy-Sya’b
yang dikenal dengan Ath-Thob’ah As-Sulthoniyyah). Kami berpegangan pada syarat
penyusun dalam lafazh (periwayatan) Muslim, sehingga kami memberikan catatan
kaki (di pinggir halaman) pada bagian yang berbeda dengan Ath-Thob’ah
As-Sulthoniyyah. Kami tidak memberikan catatan kaki pada lafazh yang
berbeda dengan Al-Bukhori, karena penulis tidak berpatokan pada lafazh
Al-Bukhori. Oleh karena itu, kami tidak menyulitkan pembaca dengan catatan
kaki kecuali pada beberapa tempat yang jarang, di mana penyusun tidak memenuhi
syaratnya dalam berpegangan pada lafazh Muslim, sehingga kami memberikan catatan
lafazh Al-Bukhori, dan perkara ini mudah.
3. Kami melakukan takhrij Hadits dari Ash-Shohihain
(Al-Bukhori dan Muslim) dan menisbahkannya dengan nomor Hadits.
4. Kami tidak mengkritik penyusun dalam hal apa pun, kecuali terkadang beliau
tidak berpegangan pada lafazh Muslim. Juga, ada kekeliruan dalam menisbatkan
Hadits nomor (29) kepada Al-Bukhori, padahal Al-Bukhori tidak mengeluarkannya.
Dan beliau menempatkan Hadits kedua di bawah Hadits nomor (36) padahal
seharusnya diletakkan di bawah Hadits sebelumnya, yaitu nomor (35). Semua ini,
tentu saja, jika naskah tersebut selamat dari kesalahan penyalin atau yang
menukilnya. Alloh Maha Mengetahui kekeliruan yang terjadi. Semoga Alloh
mengampuni kami, beliau, dan semua kaum Muslimin, serta menerima amalan kami
dan amalan beliau, dan memberikan manfaat kepada kami dan kaum Muslimin
dengannya, Aamiin.
5. Kami membuat daftar isi yang diberi judul sesuai
Hadits-Haditsnya.
6. Kami menyajikan naskah manuskrip dan beberapa contohnya.
7. Kami membuat biografi singkat untuk memperkenalkan penyusun.
[8. Judul
tiap Hadits berasal dari pentarjamah].
Biografi Singkat Penyusun
Beliau terkenal
dengan nama Al-Mundziri.
Nama lengkapnya: Al-Imam, Al-‘Allamah, Al-Hafizh,
Al-Muhaqqiq, Syaikh Al-Islam Zaki Ad-Din Abu Muhammad Abdul ‘Azhim bin Abdul
Qowiy bin Abdullah bin Salamah bin Sa’d Al-Mundziri. Beliau berasal dari Syam
dan tinggal di Mesir, bermahdzab Syafi’i.
Beliau dilahirkan di Fusthoth Al-Mahruusah (Mesir) pada tahun 581 H.
Sesuai kebiasaan para ulama, beliau menuntut ilmu sejak
kecil di bawah bimbingan para guru dan ulama di Mesir maupun di luar Mesir dari
berbagai negeri di dunia. Saking banyaknya guru beliau, sampai-sampai beliau
mencatat mereka dalam daftar yang mencapai 18 jilid.
Di antara guru-guru beliau adalah: Ali bin Al-Mufadhdhol
Al-Hafizh, Al-Imam Muwaffaq Ad-Din Ibnu Qudamah (620 H), Abu Abdillah bin
Al-Banna Ash-Shufi, dan banyak lagi selain mereka.
Beliau menaiki jenjang-jenjang ilmu dan berbagai macam seni,
serta memangku jabatan-jabatan keilmuan di madrasah-madrasah ilmiah saat itu,
seperti Madrasah Ash-Shohibiyyah, Jami’ Azh-Zhofiriy, dan Dar Al-Hadits
Al-Kamiliah.
Di antara murid-murid beliau yang menuntut ilmu kepadanya: Abu Al-Hasan
Al-Yunini, Syarof
Ad-Din Ad-Dimyathi, Ibnu Daqiq Al-‘Ied, dan banyak lagi selain mereka.
Beliau memiliki banyak karya tulis yang bermanfaat dalam
Hadits, Fikih, dan Tarikh, yang jumlahnya lebih dari 25 karya. Ada yang kecil
namun bermanfaat, dan ada yang besar dan menyenangkan.
Beliau wafat pada tahun 656 H di Fusthoth Al-Mahruusah (Mesir). Makam beliau
berada di lereng Al-Muqothtom. Semoga Alloh merohmatinya, menerima amalannya, dan
membalas beliau dengan balasan terbaik atas jasanya kepada kaum Muslimin dan
Islam. Dan menjadikan Jannah sebagai tempat tinggalnya.
*Biografi ini sangat singkat. Bagi yang ingin
memperluas (pengetahuan tentang beliau), silakan merujuk kepada kitab As-Siyar
Adz-Dzahabi, (23/319), dan Al-Mundziri wa Kitabuh At-Takmilah wa
Muqoddimah At-Takmilah (karya Basyar ‘Awwad).
Deskripsi Manuskrip
1. Nama yang disepakati untuk kitab ini adalah: Al-Arba’un
fil Ahkam. Nama ini tertulis di bagian awal dan juga di bagian penutupnya.
2. Sumbernya: Chester Beatty di bawah nomor: 4283/4, Majmu.
3. Tanggal penyalinannya: 814 H.
Penyalinnya adalah: Nu’aim bin Muhammad.
4. Tulisannya jelas, diperhatikan dalam hal pemberian titik
pada huruf, dan terdapat catatan-catatan di akhir setiap lembar.
Terdapat juga perbaikan pada dua tempat saja (a/5, b/6) dan satu catatan kaki di (b/2).
5. Lembarannya berukuran besar. Jumlah lembaran ada sembilan
lembar. Jumlah baris dalam setiap halaman adalah 15 baris, dan jumlah kata
dalam satu baris sekitar 10 kata.
6. Corengan, penghapusan, dan ruang kosong hampir tidak
terlihat kecuali pada satu atau dua tempat saja.
7. Tulisannya indah, sangat jelas, dan terbaca. Naskah ini
layak untuk dicetak apa adanya.
8. Tidak terdapat sama’at (catatan kehadiran
dalam majelis Hadits), sanad, atau indikasi yang menunjukkan peredaran naskah.
Ini berlaku untuk naskah yang ada di tangan kami.
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
قَالَ الشَّيْخُ الْإِمَامُ الْعَالِمُ
الْحَافِظُ زَكِيُّ الدِّيْنِ أَبُو مُحَمَّدٍ عَبْدُ الْعَظِيْمِ بْنُ عَبْدِ الْقَوِيِّ
بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْمُنْذِرِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى.
الحَمْدُ لِلَّهِ الْمُوَفِّقِ
لِسُلُوْكِ سُبُلِ رُشْدِهِ الْمُنْعِمِ بِشُمُوْلِ رَحْمَتِهِ وَسِعَةِ رِفْدِهِ،
أَحْمَدُهُ حَقَّ حَمْدِهِ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا
شَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةَ مَنِ اعْتَصَمَ بِهِ فِي صَدْرِهِ وَوِرْدِهِ، وَأَشْهَدُ
أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْوَفِيُّ بِعَهْدِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ مِنْ بَعْدِهِ صَلَاةً دَائِمَةً بَاقِيَةً
مَا تَوَجَّهَ قَاصِدٌ لِقَصْدِهِ.
وَبَعْدُ؛ فَقَدْ سَأَلْتَنِي
أَنْ أَجْمَعَ لَكَ أَرْبَعِيْنَ حَدِيْثًا تَحْفَظُهَا مِنْ أَحَادِيْثِ الْأَحْكَامِ
وَمُلَازَمَةِ دَرْسِهَا عَلَى مَمَرِّ الْأَيَّامِ، وَأَنْ تَكُونَ بِغَيْرِ إِسْنَادٍ
لِيَسْهُلَ عَلَيْكَ هَذَا الْمُرَادُ، وَقَدِ اسْتَخَرْتُ اللَّهَ تَعَالَى وَأَجَبْتُكَ
إِلَى مَرْغُوْبِكَ وَبَادَرْتُ إِلَى مَطْلُوْبِكَ، وَخَرَّجْتُهَا مِمَّا خَرَّجَهُ
الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ رَحِمَهُمَا اللَّهُ فِي صَحِيحَيْهِمَا وَانْفَرَدَ بِهِ
أَحَدُهُمَا رَاغِبًا إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَنْ يَنْفَعَنِي بِهَا وَإِيَّاكَ وَسَائِرَ
الْمُسْلِمِيْنَ أَجْمَعِيْنَ إِنَّهُ أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ.
Dengan menyebut nama Alloh, Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang.
Berkata Asy-Syaikh, Al-Imam, Al-‘Alim, Al-Hafizh Zaki Ad-Din
Abu Muhammad Abdul ‘Azhim bin Abdul Qowiy bin Abdullah Al-Mundziri (656 H) Rohimahullah
Ta’ala:
Segala puji bagi Alloh, Yang memberikan taufiq untuk
menempuh jalan-jalan petunjuk-Nya, Yang memberikan nikmat dengan meliputi
rohmat-Nya dan luasnya pertolongan-Nya. Aku memuji-Nya dengan pujian yang
sesungguhnya. Dan aku bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak
disembah kecuali Alloh semata, tiada sekutu bagi-Nya. Persaksian dari orang
yang berpegangan teguh kepada-Nya di dalam hati maupun ucapannya. Dan aku
bersaksi bahwa Muhammad ﷺ adalah hamba dan
Rosul-Nya yang menepati janji-Nya. Semoga sholawat Alloh tercurah kepada
beliau, keluarga, Shohabat, dan para Tabi’in setelah beliau, dengan sholawat
yang langgeng dan abadi, selama orang yang berniat menuju suatu tujuan itu
masih mengarahkan niatnya kepada tujuan tersebut.
Amma ba’du
Engkau telah memintaku untuk mengumpulkan 40 Hadits yang
bisa engkau hafalkan dari Hadits-Hadits hukum, dan agar engkau senantiasa
mengkajinya sepanjang masa. Dan (engkau minta) Hadits-Hadits itu tanpa sanad
agar maksud ini mudah bagimu. Maka, aku telah beristikhoroh kepada Alloh Ta’ala, dan aku memenuhi keinginanmu serta
bersegera melaksanakan permintaanmu. Aku mentakhrij Hadits-Hadits tersebut dari
apa yang telah ditakhrij oleh Al-Bukhori dan Muslim rohimahumallah dalam
kitab Shohih mereka berdua, atau yang diriwayatkan secara tunggal oleh salah
satu dari keduanya. Aku berharap kepada Alloh Ta’ala agar Dia memberikan
manfaat kepada diriku, dirimu, dan seluruh kaum Muslimin semuanya dengan
Hadits-Hadits ini. Dia adalah Yang Maha Penyayang di antara para penyayang.
Hadits ke-1: Syarat Sah Sholat
الْحَدِيْثُ الْأَوَّلُ
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ
- رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ:
«لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةً
بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلَا صَدَقَةً مِنْ غُلُولٍ»
Dari Abdullah bin ‘Umar rodhiyallahu ‘anhuma, dia
berkata: Aku mendengar Rosululloh ﷺ bersabda:
“Alloh tidak akan menerima Sholat tanpa bersuci, dan tidak
akan menerima Shodaqoh (sedekah/Zakat) dari harta rampasan perang yang
dikhianati.” (HR. Muslim)
Catatan:
Lafazh lafazh Jalalah (Alloh) tidak ada dalam riwayat Muslim
nomor (224).
Hadits ke-2: Menjaga Kebersihan
Tangan Saat Terbangun
الْحَدِيْثُ الثَّانِي
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ - أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ:
«إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ
مِنْ نَوْمِهِ فَلَا يَغْمِسُ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ حَتَّى يَغْسِلَهَا ثَلَاثًا فَإِنَّهُ
لَا يَدْرِي أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ»
Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda:
“Apabila salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya,
maka janganlah dia mencelupkan tangannya ke dalam bejana sebelum dia mencucinya
tiga kali, sebab dia tidak tahu di mana tangannya bermalam.” (HR. Muslim no.
278)
Hadits ke-3: Adab Buang Hajat
الْحَدِيْثُ الثَّالِثُ
عَنْ سَلْمَانَ - رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ - قَالَ: قِيلَ لَهُ: عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ كُلَّ شَيْءٍ حَتَّى الْخِرَاءَةَ.
«فَقَالَ: أَجَلْ لَقَدْ
نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ بِغَائِطٍ أَوْ بِبَوْلٍ، أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ
بِالْيَمِينِ، أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ، أَوْ أَنْ
نَسْتَنْجِيَ بِرَجِيعٍ أَوْ عَظْمٍ»
Dari Salman rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Ada yang
bertanya kepadanya: “Apakah Nabi kalian telah mengajarkan kalian segala
sesuatu, sampai-sampai tentang buang air besar?”
Maka dia menjawab: “Benar. Beliau melarang kami menghadap qiblat
saat buang air besar atau buang air kecil, atau beristinja’ (membersihkan)
dengan tangan kanan, atau beristinja’ dengan kurang dari tiga batu, atau
beristinja’ dengan kotoran hewan (yang telah mengering) atau tulang.” (HR.
Muslim no. 262)
Catatan:
Di dalam riwayat Muslim disebutkan: “Dikatakan kepadanya: ‘dia
telah mengajarkan kalian...’”
(2) Dalam naskah aslinya tertulis: bibaul (dengan bi), dan dalam riwayat Muslim:
baul (tanpa bi).
(3) Dalam naskah aslinya tertulis: ‘azhm (tanpa bi), dan dalam
riwayat Muslim: bi’azhm (dengan bi).
Hadits ke-4: Tata Cara Wudhu Nabi ﷺ
الْحَدِيْثُ الرَّابِعُ
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدِ
بْنِ عَاصِمِ الْأَنْصَارِيِّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - وَكَانَتْ لَهُ صُحْبَةٌ
- قَالَ: قِيلَ لَهُ: تَوَضَّأ لَنَا وُضُوءَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَدَعَا بِإِنَاءٍ
فَأَكْفَأَ مِنْهُ عَلَى يَدَيْهِ فَغَسَلَهُمَا ثَلَاثًا، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فِي
الْإِنَاءِ، فَاسْتَخْرَجَهَا، فَتَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفٍّ وَاحِدٍ، فَفَعَلَ
ذَلِكَ ثَلَاثًا، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ، فَاسْتَخْرَجَهَا، فَغَسَلَ
وَجْهَهُ ثَلَاثًا، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ، فَاسْتَخْرَجَهَا، فَغَسَلَ
يَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فِي
الْإِنَاءِ، فَاسْتَخْرَجَهَا، فَمَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَقْبَلَ بِيَدَيْهِ وَأَدْبَرَ،
[ثُمَّ غَمَسَ بِسَبَّابَتَيْهِ وَإِبْهَامَيْهِ فِي الْإِنَاءِ، فَمَسَحَ أُذُنَيْهِ
ظَاهِرَهُمَا وَبَاطِنَهُمَا]، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ، ثُمَّ
قَالَ: هَكَذَا كَانَ وُضُوءُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ.
Dari Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim Al-Anshori rodhiyallahu
‘anhu, dan dia adalah seorang Shohabat, dia berkata: Dikatakan kepadanya: “Tunjukkanlah
kepada kami cara berwudhu Rosululloh ﷺ.”
Maka dia meminta diambilkan bejana, lalu dia menuangkan air
dari bejana itu ke atas kedua tangannya, kemudian dia mencuci keduanya tiga
kali. Kemudian dia memasukkan tangannya ke dalam bejana, lalu mengeluarkannya,
kemudian dia berkumur dan beristinsyaq (menghirup air ke hidung) dari satu
telapak tangan. Dia melakukannya tiga kali. Kemudian dia memasukkan tangannya
ke dalam bejana, lalu mengeluarkannya, kemudian mencuci wajahnya tiga kali.
Kemudian dia memasukkan tangannya ke dalam bejana, lalu mengeluarkannya,
kemudian mencuci kedua tangannya sampai ke siku, masing-masing dua kali.
Kemudian dia memasukkan tangannya ke dalam bejana, lalu mengeluarkannya,
kemudian mengusap kepalanya dengan cara menggerakkan kedua tangannya ke depan
dan ke belakang. Kemudian dia mencelupkan kedua jari telunjuk dan ibu jarinya
ke dalam bejana, lalu mengusap kedua telinganya, bagian luar dan dalamnya.
Kemudian dia mencuci kedua kakinya sampai mata kaki. Kemudian dia berkata: “Seperti
inilah cara berwudhu Rosululloh ﷺ.” (HR. Al-Bukhori
no. 185 dan Muslim no. 235)
Catatan:
(1) Ucapan: “ke dalam bejana” tidak ada dalam riwayat
Muslim.
(2) Dalam riwayat Muslim: “famadhmadho”.
(3) Dalam riwayat Muslim: “waahidah”.
(4) Bagian di antara dua kurung siku (yaitu: kemudian dia
mencelupkan kedua jari telunjuk dan ibu jarinya di dalam bejana, lalu mengusap kedua
telinganya, bagian luar dan dalamnya) tidak ada dalam riwayat Al-Bukhori
dan Muslim.
Hadits ke-5: Mengusap Dua Khuff
Saat Safar dan Iqomah
الْحَدِيْثُ الْخَامِسُ
عَنْ شُرَيْحِ بْنِ هَانِيءٍ
- رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: أَتَيْتُ عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - أَسْأَلُهَا
عَنِ الْمَسْحِ عَلَى الْخُفَّيْنِ فَقَالَتْ: عَلَيْكَ بِابْنِ أَبِي طَالِبٍ فَسَلْهُ
فَإِنَّهُ كَانَ يُسَافِرُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَسَأَلْنَاهُ فَقَالَ: قَدْ جَعَلَ
رَسُولُ اللَّهِ ﷺ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيَهِنَّ لِلْمُسَافِرِ وَيَوْمًا وَلَيْلَةً
لِلْمُقِيمِ.
Dari Syuroih bin Hani’ rodhiyallahu ‘anhu, dia
berkata: Aku mendatangi ‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha untuk bertanya
kepadanya tentang mengusap khuff (sepatu bot kulit). Maka dia berkata: “Tanyakanlah
kepada Ibnu Abi Tholib (Ali bin Abi Tholib), karena dia pernah bersafar bersama
Rosululloh ﷺ.”
Lalu kami bertanya kepadanya, dan dia menjawab: “Rosululloh ﷺ telah menetapkan (batas waktu) tiga hari dan malamnya untuk
orang yang sedang bepergian (musafir), dan sehari semalam untuk orang yang
mukim (tidak bepergian).” (HR. Muslim no. 276)
Catatan:
Ucapan: “qod”
tidak ada dalam riwayat Muslim.
Hadits ke-6: Kewajiban Mandi Junub
الْحَدِيْثُ السَّادِسُ
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ - أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ:
«إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا
الْأَرْبَعِ، ثُمَّ جَهَدَهَا، فَقَدْ وَجَبَ عَلَيْهِ الْغُسْلُ»
Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda:
“Apabila seseorang duduk di antara empat anggota badan wanita
(dua tangan dan dua kaki), kemudian dia bersungguh-sungguh (yakni melakukan
hubungan intim), maka wajib atasnya mandi (junub).” (HR. Al-Bukhori no. 291
dan Muslim no. 348)
Catatan:
Tertulis di catatan pinggir naskah asli: “Dalam lafazh lain:
‘Walaupun tidak keluar mani’,” dan di atasnya tertulis huruf ha’ (ح). Lafazh ini dikeluarkan oleh Muslim dari Hadits Mathor, dari
Al-Hasan, dari Abu Huroiroh, nomor (348).
Hadits ke-7: Tata Cara Mandi Junub
الْحَدِيْثُ السَّابِعُ
عَنْ مَيْمُونَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ
ﷺ وَرَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - قَالَتْ: أُوْتِيْتُ غُسْلَ النَّبِيِّ ﷺ مِنَ الْجَنَابَةِ،
فَغَسَلَ كَفَّيْهِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ،
ثُمَّ أَفْرَغَ بِهِ عَلَى فَرْجِهِ وَغَسَلَهُ بِشِمَالِهِ، ثُمَّ ضَرَبَ بِشِمَالِهِ
الْأَرْضَ، فَدَلَكَهَا دَلْكًا شَدِيدًا، ثُمَّ تَوَضَّأَ وُضُوْءَهُ لِلصَّلَاةِ،
ثُمَّ أَفْرَغَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ حَفِنَاتٍ كُلَّ حَفْنَةٍ مِلْءَ كَفَّيْهِ،
ثُمَّ غَسَلَ سَائِرَ جَسَدِهِ، ثُمَّ تَنَحَّى عَنْ مَقَامِهِ فَغَسَلَ رِجْلَيْهِ،
ثُمَّ أَتَيْتُهُ بِالْمِنْدِيْلِ فَرَدَّهُ.
Dari Maimunah rodhiyallahu ‘anha, istri Nabi ﷺ, dia berkata: Aku menyajikan air mandi junub Nabi ﷺ. Maka beliau mencuci kedua telapak tangannya dua atau tiga
kali. Kemudian beliau memasukkan tangannya ke dalam bejana. Kemudian beliau
menuangkan air dengannya (tangan) ke atas kemaluannya dan mencucinya dengan
tangan kirinya. Kemudian beliau memukulkan tangan kirinya ke tanah, lalu
menggosoknya dengan gosokan yang keras. Kemudian beliau berwudhu seperti wudhu
untuk Sholat. Kemudian beliau menyiramkan air ke atas kepalanya tiga kali
siraman, setiap siraman sebanyak penuh kedua telapak tangannya. Kemudian beliau
mencuci seluruh badannya. Kemudian beliau bergeser dari tempat berdirinya, lalu
mencuci kedua kakinya. Kemudian aku membawakan handuk (sapu tangan) untuknya,
tetapi beliau menolaknya. (HR. Al-Bukhori no. 249 dan Muslim no. 317)
Catatan:
(1) Dalam naskah aslinya dan dalam riwayat Muslim: “Aku
mendekatkan air mandi junub Rosululloh ﷺ.”
(2) Ucapan: “setiap siraman” tidak ada dalam riwayat Muslim.
Hadits ke-8: Takaran Air Wudhu dan
Mandi
الْحَدِيْثُ الثَّامِنُ
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكِ - رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَتَوَضَّأُ بِالْمُدِّ وَيَغْتَسِلُ
بِالصَّاعِ إِلَى خَمْسَةِ أَمْدَادٍ.
Dari Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
Rosululloh ﷺ berwudhu dengan air sebanyak satu mudd, dan mandi dengan
air sebanyak satu sho’ sampai lima mudd. (HR. Al-Bukhori no. 201 dan
Muslim no. 325)
Hadits ke-9: Pembatal Wudhu
الْحَدِيْثُ التَّاسِعُ
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ - أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ:
«إِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمْ
مِنْ بَطْنِهِ شَيْئًا فَأَشْكَلَ عَلَيْهِ أَخَرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ أَمْ لَا فَلَا
يَخْرُجْ مِنَ الْمَسْجِدِ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا»
Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda:
“Apabila salah seorang dari kalian merasakan sesuatu dari
perutnya, kemudian dia ragu apakah ada sesuatu yang keluar darinya atau tidak,
maka janganlah dia keluar dari Masjid hingga dia mendengar suara (kentut) atau
mencium bau (kentut).” (HR. Al-Bukhori no. 137 (dari Abdullah bin Zaid Al-Mazini Al-Anshori)
dan Muslim no. 361)
Catatan:
(1) Dalam riwayat Muslim: “di dalam” (فِي)
sebagai ganti dari: “dari” (مِنْ).
(2) Dalam riwayat Muslim: (يَخْرُجَنَّ)
sebagai ganti dari: (يَخْرُجْ).
Hadits ke-10: Tayammum
الْحَدِيْثُ الْعَاشِرُ
عَنْ عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهَا - قَالَتْ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ حَتَّى
إِذَا كُنَّا بِالْبَيْدَاءِ أَوْ بِذَاتِ الْجَيْشِ انْقَطَعَ عِقْدٌ لِي، فَأَقَامَ
رَسُولُ اللَّهِ ﷺ عَلَى الْتِمَاسِهِ، وَأَقَامَ النَّاسُ مَعَهُ، وَلَيْسُوا عَلَى
مَاءٍ، وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ، فَأَتَى النَّاسُ إِلَى أَبِي بَكْرٍ - رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ وَقَالُوا: أَلَا تَرَى مَا صَنَعَتْ عَائِشَةُ ؟ أَقَامَتْ بِرَسُولِ اللَّهِ
ﷺ وَبِالنَّاسِ وَلَيْسُوا عَلَى مَاءٍ وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ، فَجَاءَ أَبُو بَكْرٍ
وَرَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَاضِعٌ رَأْسَهُ عَلَى فَخِذِي قَدْ نَامَ، فَقَالَ: حَبَسْتِ
رَسُولَ اللَّهِ ﷺ وَالنَّاسُ لَيْسُوا عَلَى مَاءٍ وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ.
قَالَتْ: فَعَاتَبَنِي أَبُو بَكْرٍ
- رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - وَقَالَ: مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَقُولَ، وَجَعَلَ يَطْعُنُ
بِيَدِهِ فِي خَاصِرَتِي، فَلَا يَمْنَعُنِي مِنَ التَّحَرُّكِ إِلَّا مَكَانُ رَسُولِ
اللَّهِ ﷺ عَلَى فَخِذِي، فَنَامَ حَتَّى أَصْبَحَ عَلَى غَيْرِ مَاءٍ فَأَنْزَلَ اللَّهُ
تَعَالَى - آيَةَ التَّيَمُّمِ فَتَيَمَّمُوا وَصَلَّوْا، فَقَالَ أُسَيْدُ بْنُ حُصَيْنٍ
- رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - وَهُوَ أَحَدُ النُّقَبَاءِ -: مَا هِيَ بِأَوَّلِ بَرَكَتِكُمْ
يَا آلَ أَبِي بَكْرٍ. قَالَتْ عَائِشَةُ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا -: فَبَعَثْنَا
الْبَعِيْرَ الَّذِي كُنْتُ عَلَيْهِ، فَوَجَدْنَا الْعِقْدَ تَحْتَهُ.
Dari ‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha, dia berkata: Kami
pernah keluar bersama Rosululloh ﷺ dalam salah satu
perjalanan beliau. Sampai ketika kami berada di Al-Baida’ atau Dzat Al-Jaisy,
kalungku putus. Rosululloh ﷺ pun berhenti untuk
mencarinya, dan orang-orang juga berhenti bersama beliau. Mereka tidak berada
di dekat air, dan mereka tidak membawa air. Lalu orang-orang mendatangi Abu
Bakr rodhiyallahu ‘anhu dan berkata: “Tidakkah engkau lihat apa yang
telah dilakukan ‘Aisyah? Dia telah menahan Rosululloh ﷺ
dan orang-orang, padahal mereka tidak berada di dekat air dan tidak membawa
air.”
Maka Abu Bakr datang, sementara Rosululloh ﷺ
sedang meletakkan kepala beliau di atas pahaku dan beliau telah tidur. Lalu Abu
Bakr berkata: “Engkau telah menahan Rosululloh ﷺ
dan orang-orang, padahal mereka tidak berada di dekat air dan tidak membawa
air!”
Dia (‘Aisyah) berkata: Maka Abu Bakr mencelaku dan
mengucapkan apa yang Alloh kehendaki untuk dia ucapkan. Dia mulai menusuk
pinggangku dengan tangannya. Aku tidak bisa bergerak karena tempat Rosululloh ﷺ berada di atas pahaku. Lalu beliau tidur sampai pagi tanpa ada
air. Maka Alloh Ta’ala menurunkan ayat Tayammum, lalu mereka bertayammum
dan Sholat. Kemudian Usaid bin Hushoin rodhiyallahu ‘anhu - dan dia
adalah salah satu pemimpin Nuqoba’ (orang-orang yang dipilih) - berkata: “Ini
bukanlah keberkahan pertama kalian, wahai keluarga Abu Bakr!”
‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha berkata: Kemudian kami
membangunkan unta yang aku tunggangi, lalu kami menemukan kalung itu di bawahnya.
(HR. Al-Bukhori no. 334 dan Muslim no. 367)
Catatan:
(1) Dalam riwayat Muslim: “Maka mereka berkata” sebagai ganti
dari: “Dan mereka berkata”.
(2) Dalam riwayat Muslim: “kepada (إِلَى)” sebagai ganti dari: “apa (مَا).”
(3) Dalam riwayat Muslim: Lafazh Rosululloh ﷺ (diletakkan)
sebelum ucapan: “sampai”.
(4) Ucapan: “dan Sholat” tidak ada dalam riwayat Muslim.
(5) Dalam naskah aslinya tertulis: Hushoin (حصين) dan yang benar sebagaimana dalam riwayat
Muslim adalah: Al-Hudhoir (الحضير).
(6) Dalam riwayat Muslim: “Maka ‘Aisyah berkata (فَقَالَتْ)” sebagai ganti dari: “‘Aisyah berkata (قَالَتْ)”.
Hadits ke-11:
Kewajiban Qodho’ Puasa, Bukan Sholat, bagi Wanita Haidh
الْحَدِيْثُ
الْحَادِيَ عَشَرَ
عَنْ
مُعَاذَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - قَالَتْ: سَأَلْتُ عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهَا - فَقُلْتُ: مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِي الصَّوْمَ وَلَا تَقْضِي الصَّلَاةَ؟
فَقَالَتْ:
أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ؟ فَقُلْتُ: لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ وَلَكِنِّي أَسْأَلُ. قَالَتْ:
كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ، فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ، وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ
الصَّلَاةِ
Dari Mu’adzhah,
dia berkata: Aku bertanya kepada ‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha, lalu aku
katakan: “Mengapa wanita yang haidh wajib mengqodho’ (mengganti) Puasa, tetapi
tidak wajib mengqodho’ Sholat?”
Maka dia
menjawab: “Apakah engkau seorang Haruriyyah (golongan Khowarij)?” Aku katakan: “Aku
bukan seorang Haruriyyah, tetapi aku hanya bertanya.” Dia berkata: “Kami dahulu
mengalami hal itu (haidh), lalu kami diperintahkan untuk mengqodho’ Puasa, dan
kami tidak diperintahkan untuk mengqodho’ Sholat.” (HR. Al-Bukhori no. 321
dan Muslim no. 335)
Hadits ke-12: Adzan untuk Sholat
الْحَدِيْثُ
الثَّانِيَ عَشَرَ
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَالَ: كَانَ الْمُسْلِمُونَ
حِينَ قَدِمُوا الْمَدِينَةَ يَجْتَمِعُونَ، فَيَتَحَيَّنُونَ الصَّلَاةَ، وَلَيْسَ
يُنَادِي لَهَا أَحَدٌ، فَتَكَلَّمُوا يَوْمًا فِي ذَلِكَ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: اتَّخِذُوا
نَاقُوسًا مِثْلَ نَاقُوسِ النَّصَارَى، وَقَالَ بَعْضُهُمْ: اتَّخِذُوا قَرْنًا مِثْلَ
قَرْنِ الْيَهُودِ، فَقَالَ عُمَرُ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -: أَوَلَا تَبْعَثُونَ
رَجُلًا فَيُنَادِي بِالصَّلَاةِ؟
قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «يَا بِلَالُ قُمْ فَنَادِ بِالصَّلَاةِ»
Dari
Abdullah bin ‘Umar rodhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Dulu, ketika kaum
Muslimin tiba di Madinah, mereka berkumpul untuk menunggu waktu Sholat, dan
belum ada seorang pun yang menyerukan Sholat. Lalu suatu hari mereka
membicarakan hal itu. Sebagian dari mereka berkata: “Ambillah naaquus
(lonceng kayu) seperti lonceng kaum Nashoro.” Sebagian yang lain berkata: “Ambillah
terompet seperti terompet kaum Yahudi.” Maka ‘Umar rodhiyallahu ‘anhu
berkata: “Mengapa kalian tidak mengutus seorang laki-laki untuk menyerukan
Sholat?”
Rosululloh ﷺ bersabda: “Wahai Bilal, berdirilah dan serukanlah (Adzan) untuk
Sholat!” (HR. Al-Bukhori no. 604 dan Muslim no. 377)
Catatan:
(1) Dalam
naskah aslinya tertulis: yunadi laha (menyerukan untuknya), dan dalam
riwayat Muslim: yunadi biha (menyerukan dengannya).
(2) Ucapan:
“Ambillah” tidak ada dalam riwayat Muslim.
(3) Dalam
riwayat Muslim: yunadi (menyeru) sebagai ganti dari: fayunadi
(lalu menyeru).
Hadits ke-13: Meninggalkan Sholat
sebagai Pembeda Muslim dan Kafir
الْحَدِيْثُ
الثَّالِثَ عَشَرَ
عَنْ
جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ
اللَّهِ ﷺ يَقُولُ:
«إِنَّ
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ»
Dari Jabir
bin Abdillah rodhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Aku mendengar Rosululloh
ﷺ bersabda:
“(Pembeda)
antara seseorang dengan syirik dan kufur adalah meninggalkan Sholat.” (HR.
Muslim no. 82)
Hadits ke-14: Waktu-Waktu Sholat
الْحَدِيْثُ
الرَّابِعَ عَشَرَ
عَنْ
أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - عَنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ أَنَّهُ
أَتَاهُ سَائِلٌ يَسْأَلُهُ عَنْ مَوَاقِيْتِ الصَّلَاةِ، فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ
شَيْئًا، قَالَ: فَأَمَرَ بِلَالًا فَأَقَامَ الْفَجْرَ حِيْنَ انْشَقَّ الْفَجْرُ،
وَالنَّاسُ لَا يَكَادُ يَعْرِفُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا، ثُمَّ أَمَرَهُ فَأَقَامَ بِالظُّهْرِ
حِيْنَ زَالَتِ الشَّمْسُ وَالْقَائِلُ يَقُولُ: قَدِ انْتَصَفَ النَّهَارُ، وَهُوَ
كَانَ أَعْلَمَ مِنْهُمْ، ثُمَّ أَمَرَهُ فَأَقَامَ بِالْعَصْرِ وَالشَّمْسُ مُرْتَفِعَةٌ،
ثُمَّ أَمَرَهُ فَأَقَامَ الْمَغْرِبَ حِيْنَ وَقَعَتِ الشَّمْسُ، ثُمَّ أَمَرَهُ فَأَقَامَ
الْعِشَاءَ حِيْنَ غَابَ الشَّفَقُ، ثُمَّ أَخَّرَ الصُّبْحَ مِنَ الْغَدِ حَتَّى انْصَرَفَ
مِنْهَا وَالْقَائِلُ يَقُولُ: قَدْ طَلَعَتِ الشَّمْسُ أَوْ كَادَتْ،
ثُمَّ أَخَّرَ الظُّهْرَ حَتَّى كَانَ قَرِيبًا مِنْ وَقْتِ الْعَصْرِ بِالْأَمْسِ،
ثُمَّ أَخَّرَ الْعَصْرَ حَتَّى انْصَرَفَ مِنْهَا وَالْقَائِلُ يَقُولُ: قَدِ احْمَرَّتِ
الشَّمْسُ، ثُمَّ أَخَّرَ الْمَغْرِبَ حَتَّى كَانَ عِنْدَ سُقُوطِ الشَّفَقِ، ثُمَّ
أَخَّرَ الْعِشَاءَ حَتَّى كَانَ ثُلُثُ اللَّيْلِ الْأَوَّلُ، ثُمَّ أَصْبَحَ فَدَعَا
السَّائِلَ فَقَالَ: الْوَقْتُ بَيْنَ هَذَيْنِ الْوَقْتَيْنِ.
Dari Abu
Musa Al-Asy’ari rodhiyallahu ‘anhu, dari Rosululloh ﷺ, seorang penanya datang kepada beliau untuk bertanya tentang
waktu-waktu Sholat. Beliau tidak menjawabnya sedikit pun. Dia (Abu Musa)
berkata: Kemudian beliau memerintahkan Bilal rodhiyallahu ‘anhu untuk
mengumandangkan Iqomat Sholat Shubuh ketika fajar mulai merekah, dan
orang-orang hampir tidak dapat mengenali satu sama lain. Kemudian beliau
memerintahkannya untuk mengumandangkan Iqomat Sholat Zhuhur ketika matahari
tergelincir, dan orang yang berkata mengatakan: “siang telah mencapai
pertengahan.” Padahal beliau lebih tahu dari mereka. Kemudian beliau
memerintahkannya untuk mengumandangkan Iqomat Sholat Ashar ketika matahari
masih tinggi. Kemudian beliau memerintahkannya untuk mengumandangkan Iqomat
Sholat Maghrib ketika matahari terbenam. Kemudian beliau memerintahkannya untuk
mengumandangkan Iqomat Sholat Isya ketika syafaq (cahaya merah senja)
hilang. Kemudian, esok harinya, beliau mengakhirkan Sholat Shubuh sampai
setelah selesai Sholat, dan orang yang berkata mengatakan: “matahari telah
terbit atau hampir terbit.” Kemudian beliau mengakhirkan Sholat Zhuhur hingga
hampir tiba waktu Sholat Ashar pada hari sebelumnya. Kemudian beliau
mengakhirkan Sholat Ashar hingga selesai Sholat, dan orang yang berkata
mengatakan: “matahari telah memerah.” Kemudian beliau mengakhirkan Sholat
Maghrib hingga mendekati hilangnya syafaq (cahaya merah senja). Kemudian
beliau mengakhirkan Sholat Isya hingga sepertiga malam pertama. Kemudian pada
pagi harinya, beliau memanggil penanya itu, lalu bersabda: “Waktu Sholat adalah
antara dua waktu ini.” (HR. Muslim no. 614)
Catatan:
(1) Ucapan:
“Kemudian beliau memerintahkan Bilal” tidak ada dalam riwayat Muslim.
(2) Ucapan:
“dua waktu” tidak ada dalam riwayat Muslim.
Hadits ke-15: Syarat Mendapatkan
Sholat Berjama’ah
الْحَدِيْثُ
الْخَامِسَ عَشَرَ
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ:
«مَنْ
أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الصَّلَاةِ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلَاةَ»
Dari Abu
Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, Rosululloh ﷺ
bersabda:
“Siapa yang
mendapatkan satu ruku’ dari Sholat (berjama’ah), maka dia telah mendapatkan
Sholat itu (secara sempurna).” (HR. Al-Bukhori no. 580 dan Muslim no. 607)
Hadits ke-16: Sifat Sholat Nabi ﷺ
الْحَدِيْثُ
السَّادِسَ عَشَرَ
عَنْ
عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَسْتَفْتِحُ
الصَّلَاةَ بِالتَّكْبِيرِ، وَالْقِرَاءَةَ بِالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ،
وَكَانَ إِذَا رَكَعَ لَمْ يُشْخِصْ رَأْسَهُ وَلَمْ يُصَوِّبْهُ وَلَكِنْ بَيْنَ ذَلِكَ،
وَكَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ لَمْ يَسْجُدْ حَتَّى يَسْتَوِيَ قَائِمًا،
وَكَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ السُّجُودِ لَمْ يَسْجُدْ حَتَّى يَسْتَوِيَ جَالِسًا،
وَكَانَ يَقُولُ فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ التَّحِيَّاتِ، وَكَانَ يَفْرِشُ رِجْلَهُ
الْيُسْرَى، وَيَنْصِبُ الْيُمْنَى، وَكَانَ يَنْهَى عَنْ عُقْبَةِ الشَّيْطَانِ، وَيَنْهَى
أَنْ يَفْتَرِشَ الرَّجُلُ ذِرَاعَيْهِ افْتِرَاشَ السَّبْعِ، وَكَانَ يَخْتِمُ الصَّلَاةَ
بِالتَّسْلِيْمِ.
Dari ‘Aisyah
rodhiyallahu ‘anha, dia berkata: Dulu Rosululloh ﷺ memulai Sholat dengan takbir, dan memulai bacaan (Al-Fatihah)
dengan Alhamdu Lillahi Robb Al-‘Alamin. Apabila beliau ruku’, beliau
tidak mengangkat kepalanya tinggi-tinggi dan tidak pula menundukkannya,
melainkan di antara keduanya. Apabila beliau mengangkat kepalanya dari ruku’,
beliau tidak langsung sujud hingga beliau berdiri tegak. Apabila beliau
mengangkat kepalanya dari sujud, beliau tidak langsung sujud (lagi) hingga
beliau duduk tegak. Beliau mengucapkan At-Tahiyyat (Tasyahhud) pada setiap dua
roka’at. Beliau menghamparkan kaki kirinya dan menegakkan (menegakkan telapak
kaki) yang kanan. Beliau melarang dari ‘uqbat Asy-Syaithon (duduk dengan
pantat di lantai dan lutut tegak), dan melarang seseorang menghamparkan kedua
lengannya seperti terhamparnya binatang buas (saat sujud). Dan beliau
mengakhiri Sholat dengan taslim. (HR. Muslim no. 498)
Catatan:
(1)
Dalam riwayat Muslim: “sujud
(السجدة)” sebagai ganti dari: “Sujud (السجود).”
(2) Ucapan:
“At-Tahiyyat (التحيات)” dalam riwayat Muslim: “At-Tahiyyah
(التحية).”
(3) Dalam
riwayat Muslim: “dan menegakkan kaki kanannya.”
Hadits ke-17: Ancaman bagi yang
Meninggalkan Sholat Jum’at
الْحَدِيْثُ
السَّابِعَ عَشَرَ
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ وَأَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ - أَنَّهُمَا
سَمِعَا رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ عَلَى أَعْوَادِ مِنْبَرِهِ:
«لَيَنْتَهِيَنَّ
أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمُ الْجُمُعَاتِ أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ
ثُمَّ لَيَكُونُنَّ مِنَ الْغَافِلِينَ»
Dari
Abdullah bin ‘Umar dan Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhum, keduanya
mendengar Rosululloh ﷺ bersabda di atas kayu mimbar
beliau:
“Hendaklah
orang-orang berhenti dari kebiasaan mereka meninggalkan Sholat Jum’at, atau
Alloh akan menutup hati mereka, kemudian mereka benar-benar akan menjadi
orang-orang yang lalai.” (HR. Muslim)
Catatan:
(1) Dalam
naskah aslinya: afwahahum (mulut mereka), dan sepertinya telah
dikaburkan dan ditulis di catatan kaki apa yang telah kami tetapkan dan
benarkan, yaitu yang sesuai dengan apa yang ada di Shohih Muslim Ath-Thob’ah
As-Sulthoniyyah nomor (865).
Hadits ke-18: Ketiadaan Adzan dan
Iqomat untuk Sholat ‘Ied
الْحَدِيْثُ
الثَّامِنَ عَشَرَ
عَنْ
جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ
ﷺ الْعِيْدَيْنِ غَيْرَ مَرَّةٍ وَلَا مَرَّتَيْنِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلَا إِقَامَةٍ.
Dari Jabir
bin Samuroh rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Aku Sholat bersama
Rosululloh ﷺ dua hari raya (‘Iedul Fithri dan ‘Iedul Adh-ha) lebih dari
sekali atau dua kali, tanpa Adzan dan tanpa Iqomat. (HR. Muslim no. 887)
Hadits ke-19: Hukum Qoshor Sholat
dalam Safar
الْحَدِيْثُ
التَّاسِعَ عَشَرَ
عَنْ
يَعْلَى بْنِ أُمَيَّةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: قُلْتُ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ
- رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ:
﴿لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا
مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا﴾
[النساء:
الآية: 101] فَقَدْ أَمِنَ النَّاسُ فَقَالَ: عَجِبْتُ مِمَّا عَجِبْتَ مِنْهُ، فَسَأَلْتُ
رَسُولَ اللَّهِ ﷺ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ:
«صَدَقَةٌ
تَصَدَّقَ اللَّهُ بِهَا عَلَيْكُمْ فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ»
Dari Ya’la
bin Umayyah rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Aku berkata kepada ‘Umar
bin Al-Khoththob rodhiyallahu ‘anhu: (Mengenai firman Alloh:) “Tidak
ada dosa bagi kalian untuk mengqoshar (memendekkan) Sholat, jika kalian
khawatir akan diserang oleh orang-orang kafir.” (QS. An-Nisa’: 101) (Padahal)
kini orang-orang sudah aman.
Maka ‘Umar
berkata: “Aku heran dengan apa yang membuatmu heran. Lalu aku bertanya kepada
Rosululloh ﷺ tentang hal itu, dan beliau bersabda:
‘Itu adalah
sedekah yang Alloh berikan kepada kalian, maka terimalah sedekah-Nya’.” (HR.
Muslim no. 686)
Hadits ke-20: Hukum Menjamak
Sholat saat Safar
الْحَدِيْثُ
الْعِشْرُونَ
عَنْ
أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - عَنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ أَنَّهُ كَانَ
إِذَا أَعْجَلَ عَلَيْهِ السَّيْرُ يُؤَخِّرُ الظُّهْرَ إِلَى أَوَّلِ وَقْتِ الْعَصْرِ،
فَيَجْمَعُ بَيْنَهُمَا، وَيُؤَخِّرُ الْمَغْرِبَ حَتَّى يَجْمَعَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ
الْعِشَاءِ حِيْنَ يَغِيبُ الشَّفَقُ.
Dari Anas
bin Malik rodhiyallahu ‘anhu, dari Rosululloh ﷺ,
beliau, jika perjalanan mendesak beliau, beliau mengakhirkan Sholat Zhuhur
hingga awal waktu Sholat Ashar, lalu beliau menjamak keduanya. Dan beliau
mengakhirkan Sholat Maghrib hingga beliau menjamaknya dengan Sholat Isya ketika
syafaq (cahaya merah senja) telah hilang. (HR. Al-Bukhori no. 1111
dan Muslim no. 704)
Catatan:
(1) Ucapan:
“أنه كان” tidak ada dalam riwayat Muslim.
(2) Dalam
riwayat Muslim: ‘عجل
(mendesak) sebagai ganti dari: a’jala (mendesakkan).
Hadits ke-21: Tata Cara Memandikan
Janazah Wanita
الْحَدِيْثُ
الْحَادِي وَالْعِشْرُونَ
عَنْ
أُمِّ عَطِيَّةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - قَالَتْ: لَمَّا مَاتَتْ زَيْنَبُ بِنْتُ
رَسُولِ اللَّهِ - ﷺ وَرَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - قَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:
«اغْسِلْنَهَا
وِتْرًا ثَلَاثًا أَوْ خَمْسًا، وَاجْعَلْنَ فِي الْخَامِسَةِ كَافُورًا أَوْ شَيْئًا
مِنْ كَافُورٍ، فَإِذَا غَسَّلْتُنَّهَا فَأَعْلِمْنَني»
قَالَتْ:
فَأَعْلَمْنَاهُ فَأَعْطَانَا حَقْوَهُ، فَقَالَ:
«أَشْعِرْنَهَا
إِيَّاهُ»
Dari Ummu ‘Athiyyah
rodhiyallahu ‘anha, dia berkata: Ketika Zainab bintu Rosululloh ﷺ rodhiyallahu
‘anha wafat,
Rosululloh ﷺ bersabda kepada kami:
“Mandikanlah
dia dengan bilangan ganjil, tiga kali atau lima kali. Dan jadikan pada yang
kelima kapur barus, atau sedikit dari kapur barus. Jika kalian telah
memandikannya, beritahukanlah aku.”
Lalu kami
memberitahukannya, kemudian beliau memberikan kepada kami sarung beliau, lalu
bersabda: “Pakaikanlah sarung itu sebagai pakaian dalamnya.” (HR. Al-Bukhori
no. 1263 dan Muslim no. 939)
Catatan:
(1) Dalam bahasa lain (dibaca): hiqwah
(sarung dengan kasroh).
Hadits ke-22: Sholat Ghoib dan
Jumlah Takbir
الْحَدِيْثُ
الثَّانِي وَالْعِشْرُونَ
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ نَعَى لِلنَّاسِ النَّجَاشِيَّ
فِي الْيَوْمِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ، فَخَرَجَ إِلَى الْمُصَلَّى فَكَبَّرَ أَرْبَعَ
تَكْبِيرَاتٍ.
Dari Abu
Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ
memberitakan kematian An-Najasyi kepada orang-orang pada hari beliau wafat.
Lalu beliau keluar ke tempat Sholat (‘Ied atau janazah) dan bertakbir empat
kali takbir. (HR. Al-Bukhori no. 1333 dan Muslim no. 951)
Catatan:
(1) Dalam
riwayat Muslim: “lalu beliau keluar bersama mereka ke”.
Hadits ke-23: Kewajiban Zakat
الْحَدِيْثُ
الثَّالِثُ وَالْعِشْرُونَ
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - أَنَّ مُعَاذًا - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ
- قَالَ: بَعَثَنِي رَسُولُ اللَّهِ ﷺ إِلَى الْيَمَنِ، فَقَالَ:
«إِنَّكَ
تَأْتِي قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ فَادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ
إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ
أَنَّ اللَّهَ - تَعَالَى - افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ
وَلَيْلَةٍ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ - تَعَالَى
- افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ فِي فُقَرَائِهِمْ،
فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ وَاتَّقِ دَعْوَةَ
الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ»
Dari Ibnu ‘Abbas
rodhiyallahu ‘anhuma, Mu’adz rodhiyallahu ‘anhu berkata:
Rosululloh ﷺ mengutusku ke Yaman, lalu beliau bersabda:
“Engkau akan
mendatangi suatu kaum dari Ahlul Kitab. Maka serulah mereka untuk bersaksi
bahwa tiada ilah (sesembahan) yang berhak disembah kecuali Alloh dan aku adalah
Rosul Alloh. Jika mereka menaati hal itu, beritahukanlah mereka bahwa Alloh Ta’ala
telah mewajibkan kepada mereka lima Sholat dalam sehari semalam. Jika mereka
menaati hal itu, beritahukanlah mereka bahwa Alloh Ta’ala telah
mewajibkan kepada mereka Shodaqoh (Zakat) yang diambil dari orang-orang kaya
mereka lalu dikembalikan kepada orang-orang fakir mereka. Jika mereka menaati
hal itu, maka hindarilah mengambil harta-harta terbaik mereka. Dan takutlah
(berhati-hatilah) terhadap doa orang yang terzholimi, karena tidak ada
penghalang antara doanya itu dengan Alloh.” (HR. Al-Bukhori no. 4347 dan
Muslim no. 19)
Hadits ke-24: Nisob (Batas
Minimal) Zakat pada Tiga Jenis Harta
الْحَدِيْثُ
الرَّابِعُ وَالْعِشْرُونَ
عَنْ
أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ:
«لَيْسَ
فِي حَبٍّ وَتَمْرٍ صَدَقَةٌ حَتَّى يَبْلُغَ خَمْسَةَ أَوْسُقٍ، وَلَا فِيمَا دُوْنَ
خَمْسٍ ذَوْدٍ مِنَ الْإِبِلِ صَدَقَةٌ، وَلَا فِيمَا دُوْنَ خَمْسٍ أَوَاقِي مِنَ
الْفِضَّةِ صَدَقَةٌ»
Dari Abu Sa’id
Al-Khudri rodhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ
bersabda:
“Tidak ada
Shodaqoh (Zakat) pada biji-bijian dan kurma hingga mencapai lima wasaq
(sekitar 653 kg). Dan tidak ada Shodaqoh (Zakat) pada unta yang kurang dari
lima ekor. Dan tidak ada Shodaqoh (Zakat) pada perak yang kurang dari lima uqiyah
(595 gram).” (HR. Al-Bukhori no. 1459 dan Muslim no. 979, dengan maknanya)
Catatan:
(1)
Dalam naskah aslinya tertulis: awaqi(أَوَاقِي)
dan dalam riwayat Muslim: awaq (أَوَاق) .
Hadits ke-25: Cara Menentukan Awal
dan Akhir Puasa
الْحَدِيْثُ
الْخَامِسُ وَالْعِشْرُونَ
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: ذَكَرَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ الْهِلَالَ،
فَقَالَ:
«إِذَا
رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا، وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا، فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ،
فَعُدُّوا ثَلَاثِينَ»
Dari Abu
Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rosululloh ﷺ menyebutkan tentang hilal (bulan sabit), lalu beliau bersabda:
“Jika
kalian melihatnya, maka berpuasalah. Dan jika kalian melihatnya, maka
berbukalah (berhari raya). Jika langit tertutup awan (sehingga kalian tidak
melihatnya), maka genapkanlah (jumlah hari Puasa menjadi) tiga puluh.” (HR.
Muslim no. 1081)
Hadits ke-26: Hukum Makan dan
Minum Karena Lupa Saat Puasa
الْحَدِيْثُ
السَّادِسُ وَالْعِشْرُونَ
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ:
«مَنْ
نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ، فَأَكَلَ، أَوْ شَرِبَ، فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ، فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ
اللَّهُ وَسَقَاهُ»
Dari Abu
Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ
bersabda:
“Siapa yang
lupa saat sedang berpuasa, lalu dia makan atau minum, maka hendaklah dia
menyempurnakan puasanya, karena Alloh lah yang memberinya makan dan minum.” (HR.
Al-Bukhori no. 1933 dan Muslim no. 1155)
Hadits ke-27: Kewajiban Haji
الْحَدِيْثُ
السَّابِعُ وَالْعِشْرُونَ
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ فَقَالَ:
«أَيُّهَا
النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوا»
فَقَالَ
رَجُلٌ: أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ فَسَكَتَ حَتَّى قَالَهَا ثَلَاثًا، فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:
«لَوْ
قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ، وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ، ثُمَّ قَالَ: ذَرُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ،
فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ مِنَ الْأُمَمِ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلَافِهِمْ
عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ، فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ،
وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَدَعُوهُ»
Dari Abu
Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rosululloh ﷺ berkhutbah di hadapan kami, lalu beliau bersabda:
“Wahai
sekalian manusia, Alloh telah mewajibkan Haji atas kalian, maka berHajilah!”
Lalu
seorang laki-laki bertanya: “Apakah setiap tahun, wahai Rosululloh?”
Beliau diam
sampai orang itu mengatakannya (mengulanginya) tiga kali. Kemudian Rosululloh ﷺ bersabda: “Seandainya aku katakan ‘Ya’, niscaya akan menjadi
wajib, dan kalian tidak akan sanggup melakukannya.”
Kemudian
beliau bersabda: “Biarkanlah aku selama aku membiarkan kalian. Karena umat-umat
sebelum kalian itu binasa lantaran terlalu banyak bertanya dan berselisih
terhadap para Nabi mereka. Jika aku memerintahkan kalian dengan sesuatu, maka
lakukanlah semampu kalian. Dan jika aku melarang kalian dari sesuatu, maka
tinggalkanlah.” (HR. Muslim no. 1337)
Catatan:
(1) Ucapan:
“dari umat-umat” tidak ada dalam riwayat Muslim.
Hadits ke-28: Miqot Tempat
Berihrom untuk Haji dan Umroh
الْحَدِيْثُ
الثَّامِنُ وَالْعِشْرُونَ
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَالَ: وَقَّتَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ لِأَهْلِ
الْمَدِينَةِ ذَا الْحُلَيْفَةِ وَلِأَهْلِ الشَّامِ الْجُحْفَةَ، وَلِأَهْلِ نَجْدٍ
قَرْنًا، وَلِأَهْلِ الْيَمَنِ يَلَمْلَمَ، [وَلِأَهْلِ الْعِرَاقِ ذَاتَ عِرْقٍ] قَالَ:
وَهُنَّ لَهُنَّ وَلِمَنْ أَتَى عَلَيْهِنَّ مِنْ غَيْرِ أَهْلِهِنَّ، فَمَنْ أَرَادَ
الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ فَمَا كَانَ دُونَهُنَّ فَمِنْ أَهْلِهِ وَكَذَا فَكَذَلِكَ
حَتَّى أَهْلُ مَكَّةَ يُهِلُّونَ مِنْهَا.
Dari Ibnu ‘Abbas
rodhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Rosululloh ﷺ
menetapkan miqot (batas tempat memulai ihrom) bagi penduduk Madinah di Dzul
Hulaifah, bagi penduduk Syam di Al-Juhfah, bagi penduduk Najd di Qornan (Qorn
Al-Manazil), dan bagi penduduk Yaman di Yalamlam, dan bagi penduduk Irak di
Dzat ‘Irq.
Beliau
bersabda: “Tempat-tempat itu adalah miqot bagi penduduk negeri-negeri tersebut,
dan juga bagi siapa saja yang melewatinya dari selain penduduknya, yang ingin
berHaji dan Umroh. Siapa pun yang tempat tinggalnya di daerah di bawah (sebelum
mencapai) miqot itu, maka miqot-nya adalah dari tempat tinggalnya, begitu
seterusnya, sampai penduduk Makkah, mereka memulai ihrom dari Makkah.” (HR.
Al-Bukhori no. 1524 dan Muslim no. 1181)
Catatan:
(1) Dalam
riwayat Muslim: Najd Qorn Al-Manazil.
(2) Bagian
di antara dua kurung siku (yaitu: dan bagi penduduk Irak di Dzat ‘Irq)
tidak ada dalam riwayat Al-Bukhori dan ada dalam riwayat Muslim dari Hadits
Jabir.
(3) Dalam
riwayat Muslim: fahunn (maka tempat-tempat itu) sebagai ganti dari: wahunn
(dan tempat-tempat itu).
(4) Dalam
riwayat Muslim: faman (maka siapa) sebagai ganti dari: fama (maka
apa).
Hadits ke-29: Larangan Jual Beli
yang Mengandung Ghoror (Ketidakjelasan)
الْحَدِيْثُ
التَّاسِعُ وَالْعِشْرُونَ
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: نَهَى رَسُولُ اللَّهِ ﷺ عَنْ بَيْعِ
الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَدِيرِ.
Dari Abu
Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rosululloh ﷺ melarang dari jual beli hashoh (jual beli dengan cara
melempar kerikil) dan melarang dari jual beli ghodiir (jual beli yang
mengandung tipuan/ ketidakjelasan). (HR. Muslim no. 1513)
Catatan:
(1)
Dalam naskah aslinya tertulis:(الغدير)
sementara dalam Shohih
Muslim adalah: (الغرر)
dan inilah yang benar.
(2)
Al-Bukhori membuat bab dengan judul: Bab Al-Ghoror... tetapi beliau
tidak mengeluarkan Hadits ini yang dinisbatkan oleh penyusun kepadanya di sini
secara keliru.
Hadits ke-30: Komoditi Ribawi
الْحَدِيْثُ
الثَّلَاثُونَ
عَنْ
عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
ﷺ:
«الذَّهَبُ
بِالذَّهَبِ، وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ، وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ، وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ،
وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ، وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلًا بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ،
يَدًا بِيَدٍ، فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هِذِهِ الْأَصْنَافُ، فَبِيْعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ
إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ»
Dari ‘Ubadah
bin Ash-Shomit rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda:
“Emas
dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jelai dengan jelai,
kurma dengan kurma, dan garam dengan garam, harus sama ukurannya, seimbang, dan
tunai (serah terima di tempat). Jika jenis-jenis ini berbeda, maka juallah
sesuka kalian, asalkan tunai (serah terima di tempat).” (HR. Muslim no.
1587)
Hadits ke-31: Memerdekakan Budak
yang Dimiliki Bersama
الْحَدِيْثُ
الْحَادِي وَالثَّلَاثُونَ
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
ﷺ:
«مَنْ
أَعْتَقَ شِرْكًا لَهُ فِي عَبْدٍ، فَكَانَ لَهُ مَالٌ يَبْلُغُ ثَمَنَ الْعَبْدِ،
قُوِّمَ عَلَيْهِ قِيْمَةَ الْعَدْلِ، وَأَعْطَى شُرَكَاءَهُ حِصَصَهُمْ، وَعَتَقَ
عَلَيْهِ الْعَبْدُ، وَإِلَّا فَقَدْ عَتَقَ مِنْهُ مَا عَتَقَ»
Dari
Abdullah bin ‘Umar rodhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda:
“Siapa yang
memerdekakan bagiannya dalam kepemilikan seorang budak, dan dia memiliki harta
yang mencapai harga budak itu, maka budak itu dinilai dengan harga yang adil,
dan dia harus memberikan kepada para sekutunya bagian-bagian mereka, sehingga
budak itu menjadi merdeka seluruhnya. Jika tidak (dia tidak memiliki harta yang
cukup), maka budak itu merdeka sebatas bagian yang telah dia merdekakan.” (HR.
Al-Bukhori no. 2522 dan Muslim no. 1501)
Catatan:
(1)
Dalam naskah aslinya tertulis: syuraka’ah
(شركاءه) dan begitu
juga lafazh Al-Bukhori, sementara dalam riwayat Muslim: fa u’thiya syuraka’uhu
(maka para sekutunya diberi).
Hadits ke-32: Hukum Warisan Wala’
الْحَدِيْثُ
الثَّانِي وَالثَّلَاثُونَ
عَنْ
عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - قَالَتْ: كَانَ فِي بَرِيرَةَ ثَلَاثُ سُنَنٍ:
خُيِّرَتْ عَلَى زَوْجِهَا حِيْنَ عَتَقَتْ، وَأُهْدِيَ لَهَا لَحْمٌ، فَدَخَلَ عَلَى
رَسُولِ اللَّهِ ﷺ وَالْبُرْمَةُ عَلَى النَّارِ، فَدَعَا بِطَعَامٍ، فَأُتِيَ بِخُبْزٍ
وَأُدْمٍ مِنْ أُدْمِ الْبَيْتِ فَقَالَ: أَلَمْ أَرَ بُرْمَةٌ عَلَى النَّارِ فِيْهَا
لَحْمٌ؟
قَالُوا:
بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَلِكَ لَحْمٌ تُصُدِّقَ بِهِ عَلَى بَرِيرَةَ فَكَرِهْنَا
أَنْ نُطْعِمَكَ مِنْهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «هُوَ عَلَيْهَا صَدَقَةٌ، وَهُوَ
مِنْهَا لَنَا هَدِيَّةٌ»
Dari ‘Aisyah
rodhiyallahu ‘anha, dia berkata: Ada tiga hukum yang berkaitan dengan
Bariroh (budak wanita yang merdeka): dia diberi pilihan (untuk tetap bersama)
suaminya ketika dia telah merdeka, dan dia diberi hadiah daging. Rosululloh ﷺ masuk, sementara periuk (untuk memasak daging) berada di atas
api. Beliau meminta makanan, lalu dihidangkan roti dan lauk dari lauk yang ada
di rumah. Beliau bertanya: “Bukankah aku melihat periuk di atas api yang di
dalamnya ada daging?”
Mereka
(keluarga Nabi ﷺ) menjawab: “Ya, wahai
Rosululloh, itu adalah daging yang disedekahkan kepada Bariroh, dan kami tidak
suka memberikannya kepadamu (karena engkau tidak makan sedekah).”
Maka
Rosululloh ﷺ bersabda: “Bagi dia (Bariroh) itu adalah Shodaqoh (sedekah),
dan bagi kita dari dia adalah hadiah.” (HR. Al-Bukhori no. 5279 dan Muslim
no. 1504)
Catatan:
Dan
kelanjutan Haditsnya: Dan Nabi ﷺ
bersabda tentang dia: “wala’ (hak perwalian) adalah milik orang yang
memerdekakan.”
Hadits ke-33: Pembagian Warisan
untuk Anak Perempuan, Cucu Perempuan, dan Saudari
الْحَدِيْثُ
الثَّالِثُ وَالثَّلَاثُونَ
عَنْ
هُذَيْلِ بْنِ شُرَحْبِيلَ قَالَ: سُئِلَ أَبُو مُوسَى - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - عَنِ
ابْنَةٍ، وَبِنْتِ ابْنٍ، وَأُخْتٍ، فَقَالَ: لِلْابْنَةِ النِّصْفُ، وَلِلْأُخْتِ
النِّصْفُ، وَائْتِ ابْنَ مَسْعُودٍ فَسَيُتَابِعُنِي، فَسُئِلَ ابْنُ مَسْعُودٍ، وَأُخْبِرَ
بِقَوْلِ أَبِي مُوسَى - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - فَقَالَ:
لَقَدْ
ضَلَلْتُ إِذًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُهْتَدِينَ أَقْضِي فِيهَا بِمَا قَضَى رَسُولُ
اللَّهِ ﷺ لِلْابْنَةِ النِّصْفُ، وَلِبِنْتِ الِابْنِ السُّدُسُ تَكْمِلَةَ الثَّلُثَيْنِ،
وَمَا بَقِيَ فَلِلْأُخْتِ
فَأَتَيْنَا
أَبَا مُوسَى، وَأَخْبَرْنَاهُ بِقَوْلِ ابْنِ مَسْعُودٍ فَقَالَ:
لَا تَسْأَلُوْنِي
مَا دَامَ هَذَا الْحَبْرُ فِيكُمْ
Dari Hudhail
bin Syurohbil, dia berkata: Abu Musa rodhiyallahu ‘anhu ditanya tentang
(warisan) anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, dan saudari
(kandung/seayah). Maka dia menjawab: “Anak perempuan mendapat setengah, dan
saudari mendapat setengah. Datangilah Ibnu Mas’ud rodhiyallahu ‘anhu,
maka dia akan mengikutiku.”
Lalu Ibnu
Mas’ud ditanya dan diberitahu tentang perkataan Abu Musa rodhiyallahu ‘anhuma.
Maka dia berkata:
“Aku telah
tersesat jika demikian, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mendapat
petunjuk. Aku akan memutuskan perkara ini dengan apa yang telah diputuskan oleh
Rosululloh ﷺ: Anak perempuan mendapat setengah, dan cucu perempuan dari anak
laki-laki mendapat seperenam, sebagai pelengkap dua pertiga. Dan sisanya adalah
untuk saudari.”
Lalu kami
mendatangi Abu Musa, dan kami memberitahunya tentang perkataan Ibnu Mas’ud.
Maka dia berkata:
“Janganlah
kalian bertanya kepadaku selama hibr (ulama) ini masih ada di antara
kalian.” (HR. Al-Bukhori no. 6736)
Catatan:
(1) Dalam
naskah aslinya tertulis: (هذيل), sementara dalam riwayat
Al-Bukhori: (هزيل) dengan huruf zay yang
bertitik sebagai ganti dari dzaal.
(2) Dalam
riwayat Al-Bukhori: ابنة
(dan cucu perempuan dari) sebagai ganti dari: بنت
(dan cucu perempuan dari anak laki-laki).
(3)
Pemberian gelar kehormatan (rodhiyallahu ‘anhuma) tidak ada dalam
riwayat Al-Bukhori.
(4) Dalam
riwayat Al-Bukhori: ولابنة (dan untuk anak perempuan)
sebagai ganti dari: ولبنت (dan untuk cucu perempuan
dari anak laki-laki).
Hadits ke-34: Syarat Nikah
الْحَدِيْثُ
الرَّابِعُ وَالثَّلَاثُونَ
عَنْ
أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ:
«لَا
تُنْكَحُ الْأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ، وَلَا تُنْكَحُ الْبِنْتُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ»
قَالُوا:
يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ إِذْنُهَا؟
قَالَ:
«أَنْ تَسْكُتَ»
Dari Abu
Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, Nabi ﷺ
bersabda:
“Tidak
boleh dinikahkan seorang ayyim (janda/wanita yang bukan gadis) sampai
dia diminta pendapatnya, dan tidak boleh dinikahkan seorang bint (anak
perempuan/gadis) sampai dia dimintai izin.”
Para
Shohabat bertanya: “Wahai Rosululloh, bagaimanakah izinnya?”
Beliau
menjawab: “Yaitu dia diam (tidak menolak).” (HR. Al-Bukhori no. 5136 dan
Muslim no. 1419)
Catatan:
(1)
Dalam naskah aslinya tertulis: (البنت)
(anak
perempuan/gadis), sementara dalam riwayat Al-Bukhori dan Muslim adalah(البكر) (gadis).
Hadits ke-35: Pernikahan karena
Persusuan
الْحَدِيْثُ
الْخَامِسُ وَالثَّلَاثُونَ
عَنْ
عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:
«يُحَرَّمُ
مِنَ الرَّضَاعَةِ مَا يُحَرَّمُ مِنَ الْوِلَادَةِ»
Dari ‘Aisyah
rodhiyallahu ‘anha, dia berkata: Rosululloh ﷺ
bersabda:
“Menjadi
harom (untuk dinikahi) karena persusuan sebagaimana yang harom (untuk dinikahi)
karena hubungan nasab (kelahiran).” (HR. Al-Bukhori no. 5099 dan Muslim no.
1444)
Hadits ke-36: Nafkah
الْحَدِيْثُ
السَّادِسُ وَالثَّلَاثُونَ
عَنْ
عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - قَالَتْ: دَخَلَتْ هِنْدُ ابْنَةُ عُتْبَةَ امْرَأَةُ
أَبِي سُفْيَانَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - عَلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَقَالَتْ:
يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبَا سُفْيَانَ رَجُلٌ شَحِيحٌ لَا يُعْطِينِي مِنَ النَّفَقَةِ
مَا يَكْفِينِي وَيَكْفِي بَنِيَّ إِلَّا مَا أَخَذْتُ مِنْ مَالِهِ بِغَيْرِ إِذْنِهِ
فَهَلْ عَلَيَّ فِي ذَلِكَ مِنْ جُنَاحٍ؟
فَقَالَ
رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «خُذِي مِنْ مَالِهِ بِالْمَعْرُوفِ مَا يَكْفِيكِ وَيَكْفِي بَنِيكِ»
Dari ‘Aisyah
rodhiyallahu ‘anha, dia berkata: Hind bintu ‘Utbah, istri dari Abu
Sufyan rodhiyallahu ‘anhuma, menemui Rosululloh ﷺ.
Lalu dia berkata: “Wahai Rosululloh, Abu Sufyan adalah laki-laki yang pelit,
dia tidak memberiku nafkah yang mencukupi aku dan anak-anakku, kecuali jika aku
mengambil dari hartanya tanpa seizinnya. Apakah aku berdosa melakukan itu?”
Maka
Rosululloh ﷺ bersabda:
“Ambillah
dari hartanya dengan cara yang ma’ruf (baik dan wajar) sekadar yang mencukupi
dirimu dan anak-anakmu.” (HR. Al-Bukhori no. 5364 dan Muslim no. 1714)
Catatan:
(1)
Dalam naskah aslinya tertulis: (ابْنَةُ)
sementara dalam riwayat
Al-Bukhori dan Muslim: (بِنْتُ).
(2) Dalam
naskah aslinya tertulis: (إِذْنِهِ)
sementara dalam riwayat
Muslim: (عِلْمِهِ) (pengetahuannya).
(3) Dan dia
(‘Aisyah) juga berkata: “Rosululloh
ﷺ mengharomkan karena persusuan sebagaimana diharomkan
karena nasab.”
Hadits ini
diriwayatkan oleh Muslim no. 1445 dari ‘Aisyah, dan mungkin lebih baik
diletakkan bersama Hadits sebelumnya, nomor (35).
Hadits ke-37: Jihad
الْحَدِيْثُ
السَّابِعُ وَالثَّلَاثُونَ
عَنِ
ابْنِ عَبَّاسِ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ يَوْمَ
الْفَتْحِ:
«لَا
هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ، وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ، وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا»
Dari Ibnu ‘Abbas
rodhiyallahu ‘anhuma, Rosululloh ﷺ
bersabda pada hari Al-Fath (Penaklukkan Makkah):
“Tidak ada
lagi Hijroh (wajib) setelah Al-Fath, tetapi yang ada adalah Jihad dan niat. Dan
jika kalian diperintahkan untuk berangkat, maka berangkatlah!” (HR. Al-Bukhori
no. 2783 dan Muslim no. 1353, dan lafazh ini adalah lafazh Al-Bukhori)
Hadits ke-38: Qishosh
الْحَدِيْثُ
الثَّامِنُ وَالثَّلَاثُونَ
عَنْ
عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ
ﷺ:
«لَا
يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ
اللَّهِ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ: النَّفْسُ بِالنَّفْسِ، وَالثَّيِّبُ الزَّانِي،
وَالْمَارِقُ مِنَ الدِّينِ التَّارِكُ لِلْجَمَاعَةِ»
Dari
Abdullah bin Mas’ud rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda:
“Tidak
halal darah seorang Muslim yang bersaksi bahwa tiada ilah (sesembahan) yang
berhak disembah kecuali Alloh dan aku adalah Rosul Alloh, kecuali dengan salah
satu dari tiga hal: an-nafs bin nafs (jiwa dengan jiwa/qishosh), ats-tsayyib
az-zaani (orang yang sudah menikah dan berzina), dan al-maariq min
ad-diin at-taarik lil jama’ah (orang yang keluar dari agama, yang
meninggalkan jama’ah).” (HR. Al-Bukhori no. 6878 dan Muslim no. 1676, dan
lafazh ini adalah lafazh Al-Bukhori)
Hadits ke-39: Rajam
الْحَدِيْثُ
التَّاسِعُ وَالثَّلَاثُونَ
عَنْ
جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيِّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - أَنَّ رَجُلًا
مِنْ أَسْلَمَ أَتَى رَسُولَ اللَّهِ ﷺ فَحَدَّثَهُ أَنَّهُ زَنَا، فَشَهِدَ عَلَى
نَفْسِهِ أَرْبَعَ شَهَادَاتٍ، فَأَمَرَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ فَرُجِمَ، وَكَانَ
قَدْ أَحْصَنَ.
Dari Jabir
bin Abdillah Al-Anshori rodhiyallahu ‘anhu, seorang laki-laki dari
(kabilah) Aslam datang kepada Rosululloh ﷺ,
lalu dia menceritakan kepada beliau bahwa dia telah berzina. Kemudian dia
bersaksi atas dirinya sendiri empat kali kesaksian. Maka Rosululloh ﷺ memerintahkan
(hukuman) atasnya, lalu dia dirajam, dan dia adalah orang yang sudah ihshon
(sudah pernah menikah). (HR. Al-Bukhori no. 6820 dan Muslim no. 1692)
Catatan:
Penyusun
membawakannya secara maknanya.
Hadits ke-40: Hadd
الْحَدِيْثُ
الْأَرْبَعُونَ
عَنْ
عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - عَنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ قَالَ:
«لَا
تُقْطَعُ يَدُ السَّارِقِ إِلَّا فِي رُبِعِ دِينَارٍ فَصَاعِدًا»
Dari ‘Aisyah
rodhiyallahu ‘anha, dari Rosululloh ﷺ,
beliau bersabda:
“Tangan
pencuri tidak dipotong, kecuali (untuk barang curian seharga) seperempat dinar
ke atas.” (HR. Al-Bukhori no. 6789 dan Muslim no. 1684)
Penutup Kitab
Inilah
akhir dari Empat Puluh Hadits tentang Hukum-Hukum. Semua yang ada di
dalamnya adalah Hadits yang dikeluarkan oleh Al-Bukhori dan Muslim Rohimahumallah
Ta’ala, dan lafazhnya (sebagian besar) mengikuti lafazh Muslim. Dan aku
menutupnya dengan apa yang digunakan oleh Al-Bukhori untuk menutup kitabnya,
yaitu Hadits Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda:
«كَلمَتَانِ
خَفِيْفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ، ثَقِيْلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ، سُبْحَانَ
اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ، سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ»
“Dua
kalimat yang ringan di lisan, berat di timbangan, disukai oleh Ar-Rohman (Alloh
Yang Maha Pengasih): Subhanallohi wa Bihamdihi, Subhanallohil ‘Azhim
(Maha Suci Alloh dan dengan memuji-Nya, Maha Suci Alloh Yang Maha Agung).” (HR.
Al-Bukhori no. 7563 dan Muslim no. 2694)
Semoga
sholawat Alloh tercurah kepada junjungan kami, Muhammad ﷺ, serta kepada keluarga dan Shohabat beliau. Segala puji bagi
Alloh, Robb semesta alam.
Ditulis
oleh Nu’aim bin Muhammad di Shondoli, pada tahun 814 H.
Semoga
Alloh merohmati siapa saja yang membaca kitab ini dan mendoakan rohmat bagi
penulisnya, serta bagi seluruh kaum Muslimin.[]
