Donasi Pembangunan Jembatan

🌿 OPEN DONASI PEMBANGUNAN JEMBATAN PONDOK TAHFIDZ DARUL HIJRAH 🌿

Open Donasi Pembangunan Jembatan Menuju Pondok Tahfidz Darul Hijrah
BRI 7844-01-018208-53-4
an. Mushollah Darul Hijroh
Konfirmasi transfer wa:
www.wa.me/6283116572637 (Ustadz Abu Sarah Harahap)
www.wa.me/6285730219208 (Ustadz Nor Kandir)
Jazakumullahu Khoiron Katsiro 🌸

Cari Ebook

Mempersiapkan...

[PDF] Tarjamah Al Arbaun fil Ahkam - Al-Mundziri - Cet Dar Haromain Kairo

 

Kata Pengantar Penerbit

Dengan menyebut nama Alloh, segala puji hanya milik Alloh, sholawat dan salam tercurah kepada junjungan kami, Nabi Muhammad . Nabi yang dimuliakan dengan syafa’at, dikhususkan dengan tetapnya syari’atnya sampai hari Kiamat, juga kepada keluarga beliau yang suci, Shohabat beliau yang mulia, dan para pengikut beliau yang terpilih. Semoga sholawat terus langgeng selama silih berganti malam dan siang.

Amma ba’du:

Sungguh merupakan kehormatan dan kebahagiaan bagi Dar Al-Haromain untuk menjadi sarana penyebaran ilmu-ilmu yang bermanfaat dan warisan umat yang terjaga. Dalam kesempatan ini, kami bersyukur kepada Alloh Ta’ala dan berterima kasih kepada para pembaca budiman yang telah memberikan kepercayaan mereka kepada kami dengan membeli terbitan-terbitan Dar Al-Haromain.

Ini makin menguatkan kami untuk teguh pada jalur yang telah kami tempuh, yaitu mempermudah pembaca mendapatkan buku-buku bermanfaat dengan harga terjangkau. Di samping itu, kami juga memperhatikan tata letak yang baik, ketelitian dalam meninjau, dan kualitas cetakan. Dan yang paling penting dari semua itu adalah kami menyajikan semua terbitan Dar Al-Haromain, sebelum dicetak, kepada para pakar dan ahli yang mumpuni dalam meninjau. Tujuannya agar pembaca aman dari kesalahan yang bukan kami pembuatnya. Dengan pertolongan dan karunia Alloh semata, terbitan-terbitan kami selalu indah dalam penggarapan, kokoh pada asasnya, dan selamat dari kesalahan. Maka segala puji bagi Alloh, yang telah menjadikan kami sebagai pembela warisan umat ini dan penjaga kitab-kitab ulama. Alloh adalah Pemberi Taufiq.

Dar Al-Haromain

Kami Berkata

Dengan menyebut nama Alloh, yang tidak ada satu pun menyerupai-Nya, dan Dia Maha Mendengar, Maha Melihat. Segala puji bagi Alloh yang Maha Esa dalam penciptaan dan pengaturan, yang Maha Tunggal dalam hukum dan ketetapan. Tidak ada yang besar maupun kecil yang keluar dari kekuasaan-Nya. Yang Maha Mengetahui apa yang disembunyikan dalam hati. Maha Suci Dia, Dia adalah Al-Lathif (Maha Lembut) lagi Al-Khobir (Maha Mengetahui).

Sholawat dan salam tercurah kepada pemimpin semua makhluk, dan kepada keluarga dan Shohabat beliau semuanya, serta kepada orang-orang yang mengikuti petunjuknya hingga hari Kiamat.

Amma ba’du

Bagian ini adalah sebuah jilid yang penuh dengan Hadits-Hadits Nabi yang mulia. Hadits-Hadits tersebut berasal dari kitab-kitab Islam yang paling shohih setelah Al-Qur’an Karim, yaitu dari kitab Shohih Al-Bukhori dan Shohih Muslim. Kami berupaya keras untuk menerbitkannya agar kaum Muslimin mendapat manfaat darinya. Jumlahnya 40 Hadits, sesuai kebiasaan banyak ulama dalam memilih karya-karya Arba’iniyyat (kitab yang berisi 40 Hadits) dalam berbagai jenis, macam, dan bab-bab ilmu syari’at. Kali ini, penyusunnya memilih 40 Hadits tentang hukum-hukum syari’at, yang dipilih dari bab-bab yang berbeda, yang cocok sebagai permulaan bagi para pelajar dan pencari ilmu syari’at. Ini mengikuti kebiasaan para ulama dalam menyusun kitab-kitab dan karya-karya yang ringkas dan mudah, untuk membimbing siapa saja yang ingin mempelajari ilmu syari’at.

Semoga Alloh membalas penyusun dengan kebaikan, menerima amalannya, dan memberikan manfaat kepada kita semua dengan karya ini.

Semoga sholawat Alloh tercurah kepada Nabi dan kekasih kita, Muhammad , serta kepada keluarga dan seluruh Shohabat beliau.

Dan akhir seruan kami adalah segala puji bagi Alloh, Robb semesta alam.

Diteliti oleh: Departemen Tahqiq Dar Al-Haromain, As-Sayyid ‘Izzat Al-Mursi, Muhammad ‘Awadh Al-Manqusy, Fayshol Yusuf Al-Ali.

Pekerjaan Kami dalam Kitab Ini

1. Menyalin jilid ini dengan metode imla’ (penulisan) modern.

2. Mencocokkan salinan yang telah ditulis dengan naskah manuskrip, juga dengan Shohih Al-Bukhori (cetakan Asy-Sya’b yang terkenal dengan nama Al-Yuniniyyah), dan Shohih Muslim (cetakan Asy-Sya’b yang dikenal dengan Ath-Thob’ah As-Sulthoniyyah). Kami berpegangan pada syarat penyusun dalam lafazh (periwayatan) Muslim, sehingga kami memberikan catatan kaki (di pinggir halaman) pada bagian yang berbeda dengan Ath-Thob’ah As-Sulthoniyyah. Kami tidak memberikan catatan kaki pada lafazh yang berbeda dengan Al-Bukhori, karena penulis tidak berpatokan pada lafazh Al-Bukhori. Oleh karena itu, kami tidak menyulitkan pembaca dengan catatan kaki kecuali pada beberapa tempat yang jarang, di mana penyusun tidak memenuhi syaratnya dalam berpegangan pada lafazh Muslim, sehingga kami memberikan catatan lafazh Al-Bukhori, dan perkara ini mudah.

3. Kami melakukan takhrij Hadits dari Ash-Shohihain (Al-Bukhori dan Muslim) dan menisbahkannya dengan nomor Hadits.

4. Kami tidak mengkritik penyusun dalam hal apa pun, kecuali terkadang beliau tidak berpegangan pada lafazh Muslim. Juga, ada kekeliruan dalam menisbatkan Hadits nomor (29) kepada Al-Bukhori, padahal Al-Bukhori tidak mengeluarkannya. Dan beliau menempatkan Hadits kedua di bawah Hadits nomor (36) padahal seharusnya diletakkan di bawah Hadits sebelumnya, yaitu nomor (35). Semua ini, tentu saja, jika naskah tersebut selamat dari kesalahan penyalin atau yang menukilnya. Alloh Maha Mengetahui kekeliruan yang terjadi. Semoga Alloh mengampuni kami, beliau, dan semua kaum Muslimin, serta menerima amalan kami dan amalan beliau, dan memberikan manfaat kepada kami dan kaum Muslimin dengannya, Aamiin.

5. Kami membuat daftar isi yang diberi judul sesuai Hadits-Haditsnya.

6. Kami menyajikan naskah manuskrip dan beberapa contohnya.

7. Kami membuat biografi singkat untuk memperkenalkan penyusun.

[8. Judul tiap Hadits berasal dari pentarjamah].

Biografi Singkat Penyusun

Beliau terkenal dengan nama Al-Mundziri.

Nama lengkapnya: Al-Imam, Al-‘Allamah, Al-Hafizh, Al-Muhaqqiq, Syaikh Al-Islam Zaki Ad-Din Abu Muhammad Abdul ‘Azhim bin Abdul Qowiy bin Abdullah bin Salamah bin Sa’d Al-Mundziri. Beliau berasal dari Syam dan tinggal di Mesir, bermahdzab Syafi’i.

Beliau dilahirkan di Fusthoth Al-Mahruusah (Mesir) pada tahun 581 H.

Sesuai kebiasaan para ulama, beliau menuntut ilmu sejak kecil di bawah bimbingan para guru dan ulama di Mesir maupun di luar Mesir dari berbagai negeri di dunia. Saking banyaknya guru beliau, sampai-sampai beliau mencatat mereka dalam daftar yang mencapai 18 jilid.

Di antara guru-guru beliau adalah: Ali bin Al-Mufadhdhol Al-Hafizh, Al-Imam Muwaffaq Ad-Din Ibnu Qudamah (620 H), Abu Abdillah bin Al-Banna Ash-Shufi, dan banyak lagi selain mereka.

Beliau menaiki jenjang-jenjang ilmu dan berbagai macam seni, serta memangku jabatan-jabatan keilmuan di madrasah-madrasah ilmiah saat itu, seperti Madrasah Ash-Shohibiyyah, Jami’ Azh-Zhofiriy, dan Dar Al-Hadits Al-Kamiliah.

Di antara murid-murid beliau yang menuntut ilmu kepadanya: Abu Al-Hasan Al-Yunini, Syarof Ad-Din Ad-Dimyathi, Ibnu Daqiq Al-Ied, dan banyak lagi selain mereka.

Beliau memiliki banyak karya tulis yang bermanfaat dalam Hadits, Fikih, dan Tarikh, yang jumlahnya lebih dari 25 karya. Ada yang kecil namun bermanfaat, dan ada yang besar dan menyenangkan.

Beliau wafat pada tahun 656 H di Fusthoth Al-Mahruusah (Mesir). Makam beliau berada di lereng Al-Muqothtom. Semoga Alloh merohmatinya, menerima amalannya, dan membalas beliau dengan balasan terbaik atas jasanya kepada kaum Muslimin dan Islam. Dan menjadikan Jannah sebagai tempat tinggalnya.

 *Biografi ini sangat singkat. Bagi yang ingin memperluas (pengetahuan tentang beliau), silakan merujuk kepada kitab As-Siyar Adz-Dzahabi, (23/319), dan Al-Mundziri wa Kitabuh At-Takmilah wa Muqoddimah At-Takmilah (karya Basyar ‘Awwad).

Deskripsi Manuskrip

1. Nama yang disepakati untuk kitab ini adalah: Al-Arba’un fil Ahkam. Nama ini tertulis di bagian awal dan juga di bagian penutupnya.

2. Sumbernya: Chester Beatty di bawah nomor: 4283/4, Majmu.

3. Tanggal penyalinannya: 814 H.

Penyalinnya adalah: Nu’aim bin Muhammad.

4. Tulisannya jelas, diperhatikan dalam hal pemberian titik pada huruf, dan terdapat catatan-catatan di akhir setiap lembar. Terdapat juga perbaikan pada dua tempat saja (a/5, b/6) dan satu catatan kaki di (b/2).

5. Lembarannya berukuran besar. Jumlah lembaran ada sembilan lembar. Jumlah baris dalam setiap halaman adalah 15 baris, dan jumlah kata dalam satu baris sekitar 10 kata.

6. Corengan, penghapusan, dan ruang kosong hampir tidak terlihat kecuali pada satu atau dua tempat saja.

7. Tulisannya indah, sangat jelas, dan terbaca. Naskah ini layak untuk dicetak apa adanya.

8. Tidak terdapat sama’at (catatan kehadiran dalam majelis Hadits), sanad, atau indikasi yang menunjukkan peredaran naskah. Ini berlaku untuk naskah yang ada di tangan kami.

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

قَالَ الشَّيْخُ الْإِمَامُ الْعَالِمُ الْحَافِظُ زَكِيُّ الدِّيْنِ أَبُو مُحَمَّدٍ عَبْدُ الْعَظِيْمِ بْنُ عَبْدِ الْقَوِيِّ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْمُنْذِرِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى.

الحَمْدُ لِلَّهِ الْمُوَفِّقِ لِسُلُوْكِ سُبُلِ رُشْدِهِ الْمُنْعِمِ بِشُمُوْلِ رَحْمَتِهِ وَسِعَةِ رِفْدِهِ، أَحْمَدُهُ حَقَّ حَمْدِهِ وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ شَهَادَةَ مَنِ اعْتَصَمَ بِهِ فِي صَدْرِهِ وَوِرْدِهِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْوَفِيُّ بِعَهْدِهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ مِنْ بَعْدِهِ صَلَاةً دَائِمَةً بَاقِيَةً مَا تَوَجَّهَ قَاصِدٌ لِقَصْدِهِ.

وَبَعْدُ؛ فَقَدْ سَأَلْتَنِي أَنْ أَجْمَعَ لَكَ أَرْبَعِيْنَ حَدِيْثًا تَحْفَظُهَا مِنْ أَحَادِيْثِ الْأَحْكَامِ وَمُلَازَمَةِ دَرْسِهَا عَلَى مَمَرِّ الْأَيَّامِ، وَأَنْ تَكُونَ بِغَيْرِ إِسْنَادٍ لِيَسْهُلَ عَلَيْكَ هَذَا الْمُرَادُ، وَقَدِ اسْتَخَرْتُ اللَّهَ تَعَالَى وَأَجَبْتُكَ إِلَى مَرْغُوْبِكَ وَبَادَرْتُ إِلَى مَطْلُوْبِكَ، وَخَرَّجْتُهَا مِمَّا خَرَّجَهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ رَحِمَهُمَا اللَّهُ فِي صَحِيحَيْهِمَا وَانْفَرَدَ بِهِ أَحَدُهُمَا رَاغِبًا إِلَى اللَّهِ تَعَالَى أَنْ يَنْفَعَنِي بِهَا وَإِيَّاكَ وَسَائِرَ الْمُسْلِمِيْنَ أَجْمَعِيْنَ إِنَّهُ أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ.

Dengan menyebut nama Alloh, Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Berkata Asy-Syaikh, Al-Imam, Al-‘Alim, Al-Hafizh Zaki Ad-Din Abu Muhammad Abdul ‘Azhim bin Abdul Qowiy bin Abdullah Al-Mundziri (656 H) Rohimahullah Ta’ala:

Segala puji bagi Alloh, Yang memberikan taufiq untuk menempuh jalan-jalan petunjuk-Nya, Yang memberikan nikmat dengan meliputi rohmat-Nya dan luasnya pertolongan-Nya. Aku memuji-Nya dengan pujian yang sesungguhnya. Dan aku bersaksi bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah kecuali Alloh semata, tiada sekutu bagi-Nya. Persaksian dari orang yang berpegangan teguh kepada-Nya di dalam hati maupun ucapannya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rosul-Nya yang menepati janji-Nya. Semoga sholawat Alloh tercurah kepada beliau, keluarga, Shohabat, dan para Tabi’in setelah beliau, dengan sholawat yang langgeng dan abadi, selama orang yang berniat menuju suatu tujuan itu masih mengarahkan niatnya kepada tujuan tersebut.

Amma ba’du

Engkau telah memintaku untuk mengumpulkan 40 Hadits yang bisa engkau hafalkan dari Hadits-Hadits hukum, dan agar engkau senantiasa mengkajinya sepanjang masa. Dan (engkau minta) Hadits-Hadits itu tanpa sanad agar maksud ini mudah bagimu. Maka, aku telah beristikhoroh kepada Alloh Ta’ala, dan aku memenuhi keinginanmu serta bersegera melaksanakan permintaanmu. Aku mentakhrij Hadits-Hadits tersebut dari apa yang telah ditakhrij oleh Al-Bukhori dan Muslim rohimahumallah dalam kitab Shohih mereka berdua, atau yang diriwayatkan secara tunggal oleh salah satu dari keduanya. Aku berharap kepada Alloh Ta’ala agar Dia memberikan manfaat kepada diriku, dirimu, dan seluruh kaum Muslimin semuanya dengan Hadits-Hadits ini. Dia adalah Yang Maha Penyayang di antara para penyayang.

Hadits ke-1: Syarat Sah Sholat

الْحَدِيْثُ الْأَوَّلُ

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ:

«لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةً بِغَيْرِ طُهُورٍ وَلَا صَدَقَةً مِنْ غُلُولٍ»

Dari Abdullah bin ‘Umar rodhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Aku mendengar Rosululloh bersabda:

“Alloh tidak akan menerima Sholat tanpa bersuci, dan tidak akan menerima Shodaqoh (sedekah/Zakat) dari harta rampasan perang yang dikhianati.” (HR. Muslim)

Catatan:

Lafazh lafazh Jalalah (Alloh) tidak ada dalam riwayat Muslim nomor (224).

Hadits ke-2: Menjaga Kebersihan Tangan Saat Terbangun

الْحَدِيْثُ الثَّانِي

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ:

«إِذَا اسْتَيْقَظَ أَحَدُكُمْ مِنْ نَوْمِهِ فَلَا يَغْمِسُ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ حَتَّى يَغْسِلَهَا ثَلَاثًا فَإِنَّهُ لَا يَدْرِي أَيْنَ بَاتَتْ يَدُهُ»

Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, Nabi bersabda:

“Apabila salah seorang dari kalian bangun dari tidurnya, maka janganlah dia mencelupkan tangannya ke dalam bejana sebelum dia mencucinya tiga kali, sebab dia tidak tahu di mana tangannya bermalam.” (HR. Muslim no. 278)

Hadits ke-3: Adab Buang Hajat

الْحَدِيْثُ الثَّالِثُ

عَنْ سَلْمَانَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: قِيلَ لَهُ: عَلَّمَكُمْ نَبِيُّكُمْ كُلَّ شَيْءٍ حَتَّى الْخِرَاءَةَ.

«فَقَالَ: أَجَلْ لَقَدْ نَهَانَا أَنْ نَسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةَ بِغَائِطٍ أَوْ بِبَوْلٍ، أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِالْيَمِينِ، أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِأَقَلَّ مِنْ ثَلَاثَةِ أَحْجَارٍ، أَوْ أَنْ نَسْتَنْجِيَ بِرَجِيعٍ أَوْ عَظْمٍ»

Dari Salman rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Ada yang bertanya kepadanya: “Apakah Nabi kalian telah mengajarkan kalian segala sesuatu, sampai-sampai tentang buang air besar?”

Maka dia menjawab: “Benar. Beliau melarang kami menghadap qiblat saat buang air besar atau buang air kecil, atau beristinja’ (membersihkan) dengan tangan kanan, atau beristinja’ dengan kurang dari tiga batu, atau beristinja’ dengan kotoran hewan (yang telah mengering) atau tulang.” (HR. Muslim no. 262)

Catatan:

Di dalam riwayat Muslim disebutkan: “Dikatakan kepadanya: ‘dia telah mengajarkan kalian...’

(2) Dalam naskah aslinya tertulis: bibaul (dengan bi), dan dalam riwayat Muslim: baul (tanpa bi).

(3) Dalam naskah aslinya tertulis: ‘azhm (tanpa bi), dan dalam riwayat Muslim: bi’azhm (dengan bi).

Hadits ke-4: Tata Cara Wudhu Nabi

الْحَدِيْثُ الرَّابِعُ

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ زَيْدِ بْنِ عَاصِمِ الْأَنْصَارِيِّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - وَكَانَتْ لَهُ صُحْبَةٌ - قَالَ: قِيلَ لَهُ: تَوَضَّأ لَنَا وُضُوءَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَدَعَا بِإِنَاءٍ فَأَكْفَأَ مِنْهُ عَلَى يَدَيْهِ فَغَسَلَهُمَا ثَلَاثًا، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ، فَاسْتَخْرَجَهَا، فَتَمَضْمَضَ وَاسْتَنْشَقَ مِنْ كَفٍّ وَاحِدٍ، فَفَعَلَ ذَلِكَ ثَلَاثًا، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ، فَاسْتَخْرَجَهَا، فَغَسَلَ وَجْهَهُ ثَلَاثًا، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ، فَاسْتَخْرَجَهَا، فَغَسَلَ يَدَيْهِ إِلَى الْمِرْفَقَيْنِ مَرَّتَيْنِ مَرَّتَيْنِ، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ، فَاسْتَخْرَجَهَا، فَمَسَحَ بِرَأْسِهِ فَأَقْبَلَ بِيَدَيْهِ وَأَدْبَرَ، [ثُمَّ غَمَسَ بِسَبَّابَتَيْهِ وَإِبْهَامَيْهِ فِي الْإِنَاءِ، فَمَسَحَ أُذُنَيْهِ ظَاهِرَهُمَا وَبَاطِنَهُمَا]، ثُمَّ غَسَلَ رِجْلَيْهِ إِلَى الْكَعْبَيْنِ، ثُمَّ قَالَ: هَكَذَا كَانَ وُضُوءُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ.

Dari Abdullah bin Zaid bin ‘Ashim Al-Anshori rodhiyallahu ‘anhu, dan dia adalah seorang Shohabat, dia berkata: Dikatakan kepadanya: “Tunjukkanlah kepada kami cara berwudhu Rosululloh .”

Maka dia meminta diambilkan bejana, lalu dia menuangkan air dari bejana itu ke atas kedua tangannya, kemudian dia mencuci keduanya tiga kali. Kemudian dia memasukkan tangannya ke dalam bejana, lalu mengeluarkannya, kemudian dia berkumur dan beristinsyaq (menghirup air ke hidung) dari satu telapak tangan. Dia melakukannya tiga kali. Kemudian dia memasukkan tangannya ke dalam bejana, lalu mengeluarkannya, kemudian mencuci wajahnya tiga kali. Kemudian dia memasukkan tangannya ke dalam bejana, lalu mengeluarkannya, kemudian mencuci kedua tangannya sampai ke siku, masing-masing dua kali. Kemudian dia memasukkan tangannya ke dalam bejana, lalu mengeluarkannya, kemudian mengusap kepalanya dengan cara menggerakkan kedua tangannya ke depan dan ke belakang. Kemudian dia mencelupkan kedua jari telunjuk dan ibu jarinya ke dalam bejana, lalu mengusap kedua telinganya, bagian luar dan dalamnya. Kemudian dia mencuci kedua kakinya sampai mata kaki. Kemudian dia berkata: “Seperti inilah cara berwudhu Rosululloh .” (HR. Al-Bukhori no. 185 dan Muslim no. 235)

Catatan:

(1) Ucapan: “ke dalam bejana” tidak ada dalam riwayat Muslim.

(2) Dalam riwayat Muslim: “famadhmadho”.

(3) Dalam riwayat Muslim: “waahidah”.

(4) Bagian di antara dua kurung siku (yaitu: kemudian dia mencelupkan kedua jari telunjuk dan ibu jarinya di dalam bejana, lalu mengusap kedua telinganya, bagian luar dan dalamnya) tidak ada dalam riwayat Al-Bukhori dan Muslim.

Hadits ke-5: Mengusap Dua Khuff Saat Safar dan Iqomah

الْحَدِيْثُ الْخَامِسُ

عَنْ شُرَيْحِ بْنِ هَانِيءٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: أَتَيْتُ عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - أَسْأَلُهَا عَنِ الْمَسْحِ عَلَى الْخُفَّيْنِ فَقَالَتْ: عَلَيْكَ بِابْنِ أَبِي طَالِبٍ فَسَلْهُ فَإِنَّهُ كَانَ يُسَافِرُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَسَأَلْنَاهُ فَقَالَ: قَدْ جَعَلَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ وَلَيَالِيَهِنَّ لِلْمُسَافِرِ وَيَوْمًا وَلَيْلَةً لِلْمُقِيمِ.

Dari Syuroih bin Hani’ rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Aku mendatangi ‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha untuk bertanya kepadanya tentang mengusap khuff (sepatu bot kulit). Maka dia berkata: “Tanyakanlah kepada Ibnu Abi Tholib (Ali bin Abi Tholib), karena dia pernah bersafar bersama Rosululloh .”

Lalu kami bertanya kepadanya, dan dia menjawab: “Rosululloh telah menetapkan (batas waktu) tiga hari dan malamnya untuk orang yang sedang bepergian (musafir), dan sehari semalam untuk orang yang mukim (tidak bepergian).” (HR. Muslim no. 276)

Catatan:

Ucapan: “qod” tidak ada dalam riwayat Muslim.

Hadits ke-6: Kewajiban Mandi Junub

الْحَدِيْثُ السَّادِسُ

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ:

«إِذَا جَلَسَ بَيْنَ شُعَبِهَا الْأَرْبَعِ، ثُمَّ جَهَدَهَا، فَقَدْ وَجَبَ عَلَيْهِ الْغُسْلُ»

Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, Nabi bersabda:

“Apabila seseorang duduk di antara empat anggota badan wanita (dua tangan dan dua kaki), kemudian dia bersungguh-sungguh (yakni melakukan hubungan intim), maka wajib atasnya mandi (junub).” (HR. Al-Bukhori no. 291 dan Muslim no. 348)

Catatan:

Tertulis di catatan pinggir naskah asli: “Dalam lafazh lain: ‘Walaupun tidak keluar mani’,” dan di atasnya tertulis huruf ha’ (ح). Lafazh ini dikeluarkan oleh Muslim dari Hadits Mathor, dari Al-Hasan, dari Abu Huroiroh, nomor (348).

Hadits ke-7: Tata Cara Mandi Junub

الْحَدِيْثُ السَّابِعُ

عَنْ مَيْمُونَةَ زَوْجِ النَّبِيِّ ﷺ وَرَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - قَالَتْ: أُوْتِيْتُ غُسْلَ النَّبِيِّ ﷺ مِنَ الْجَنَابَةِ، فَغَسَلَ كَفَّيْهِ مَرَّتَيْنِ أَوْ ثَلَاثًا، ثُمَّ أَدْخَلَ يَدَهُ فِي الْإِنَاءِ، ثُمَّ أَفْرَغَ بِهِ عَلَى فَرْجِهِ وَغَسَلَهُ بِشِمَالِهِ، ثُمَّ ضَرَبَ بِشِمَالِهِ الْأَرْضَ، فَدَلَكَهَا دَلْكًا شَدِيدًا، ثُمَّ تَوَضَّأَ وُضُوْءَهُ لِلصَّلَاةِ، ثُمَّ أَفْرَغَ عَلَى رَأْسِهِ ثَلَاثَ حَفِنَاتٍ كُلَّ حَفْنَةٍ مِلْءَ كَفَّيْهِ، ثُمَّ غَسَلَ سَائِرَ جَسَدِهِ، ثُمَّ تَنَحَّى عَنْ مَقَامِهِ فَغَسَلَ رِجْلَيْهِ، ثُمَّ أَتَيْتُهُ بِالْمِنْدِيْلِ فَرَدَّهُ.

Dari Maimunah rodhiyallahu ‘anha, istri Nabi , dia berkata: Aku menyajikan air mandi junub Nabi . Maka beliau mencuci kedua telapak tangannya dua atau tiga kali. Kemudian beliau memasukkan tangannya ke dalam bejana. Kemudian beliau menuangkan air dengannya (tangan) ke atas kemaluannya dan mencucinya dengan tangan kirinya. Kemudian beliau memukulkan tangan kirinya ke tanah, lalu menggosoknya dengan gosokan yang keras. Kemudian beliau berwudhu seperti wudhu untuk Sholat. Kemudian beliau menyiramkan air ke atas kepalanya tiga kali siraman, setiap siraman sebanyak penuh kedua telapak tangannya. Kemudian beliau mencuci seluruh badannya. Kemudian beliau bergeser dari tempat berdirinya, lalu mencuci kedua kakinya. Kemudian aku membawakan handuk (sapu tangan) untuknya, tetapi beliau menolaknya. (HR. Al-Bukhori no. 249 dan Muslim no. 317)

Catatan:

(1) Dalam naskah aslinya dan dalam riwayat Muslim: “Aku mendekatkan air mandi junub Rosululloh .”

(2) Ucapan: “setiap siraman” tidak ada dalam riwayat Muslim.

Hadits ke-8: Takaran Air Wudhu dan Mandi

الْحَدِيْثُ الثَّامِنُ

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكِ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَتَوَضَّأُ بِالْمُدِّ وَيَغْتَسِلُ بِالصَّاعِ إِلَى خَمْسَةِ أَمْدَادٍ.

Dari Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rosululloh berwudhu dengan air sebanyak satu mudd, dan mandi dengan air sebanyak satu sho’ sampai lima mudd. (HR. Al-Bukhori no. 201 dan Muslim no. 325)

Hadits ke-9: Pembatal Wudhu

الْحَدِيْثُ التَّاسِعُ

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ:

«إِذَا وَجَدَ أَحَدُكُمْ مِنْ بَطْنِهِ شَيْئًا فَأَشْكَلَ عَلَيْهِ أَخَرَجَ مِنْهُ شَيْءٌ أَمْ لَا فَلَا يَخْرُجْ مِنَ الْمَسْجِدِ حَتَّى يَسْمَعَ صَوْتًا أَوْ يَجِدَ رِيحًا»

Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, Nabi bersabda:

“Apabila salah seorang dari kalian merasakan sesuatu dari perutnya, kemudian dia ragu apakah ada sesuatu yang keluar darinya atau tidak, maka janganlah dia keluar dari Masjid hingga dia mendengar suara (kentut) atau mencium bau (kentut).” (HR. Al-Bukhori no. 137 (dari Abdullah bin Zaid Al-Mazini Al-Anshori) dan Muslim no. 361)

Catatan:

(1) Dalam riwayat Muslim: “di dalam” (فِي) sebagai ganti dari: “dari” (مِنْ).

(2) Dalam riwayat Muslim: (يَخْرُجَنَّ) sebagai ganti dari: (يَخْرُجْ).

Hadits ke-10: Tayammum

الْحَدِيْثُ الْعَاشِرُ

عَنْ عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - قَالَتْ: خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فِي بَعْضِ أَسْفَارِهِ حَتَّى إِذَا كُنَّا بِالْبَيْدَاءِ أَوْ بِذَاتِ الْجَيْشِ انْقَطَعَ عِقْدٌ لِي، فَأَقَامَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ عَلَى الْتِمَاسِهِ، وَأَقَامَ النَّاسُ مَعَهُ، وَلَيْسُوا عَلَى مَاءٍ، وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ، فَأَتَى النَّاسُ إِلَى أَبِي بَكْرٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَقَالُوا: أَلَا تَرَى مَا صَنَعَتْ عَائِشَةُ ؟ أَقَامَتْ بِرَسُولِ اللَّهِ ﷺ وَبِالنَّاسِ وَلَيْسُوا عَلَى مَاءٍ وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ، فَجَاءَ أَبُو بَكْرٍ وَرَسُولُ اللَّهِ ﷺ وَاضِعٌ رَأْسَهُ عَلَى فَخِذِي قَدْ نَامَ، فَقَالَ: حَبَسْتِ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ وَالنَّاسُ لَيْسُوا عَلَى مَاءٍ وَلَيْسَ مَعَهُمْ مَاءٌ.

قَالَتْ: فَعَاتَبَنِي أَبُو بَكْرٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - وَقَالَ: مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَقُولَ، وَجَعَلَ يَطْعُنُ بِيَدِهِ فِي خَاصِرَتِي، فَلَا يَمْنَعُنِي مِنَ التَّحَرُّكِ إِلَّا مَكَانُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ عَلَى فَخِذِي، فَنَامَ حَتَّى أَصْبَحَ عَلَى غَيْرِ مَاءٍ فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى - آيَةَ التَّيَمُّمِ فَتَيَمَّمُوا وَصَلَّوْا، فَقَالَ أُسَيْدُ بْنُ حُصَيْنٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - وَهُوَ أَحَدُ النُّقَبَاءِ -: مَا هِيَ بِأَوَّلِ بَرَكَتِكُمْ يَا آلَ أَبِي بَكْرٍ. قَالَتْ عَائِشَةُ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا -: فَبَعَثْنَا الْبَعِيْرَ الَّذِي كُنْتُ عَلَيْهِ، فَوَجَدْنَا الْعِقْدَ تَحْتَهُ.

Dari ‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha, dia berkata: Kami pernah keluar bersama Rosululloh dalam salah satu perjalanan beliau. Sampai ketika kami berada di Al-Baida’ atau Dzat Al-Jaisy, kalungku putus. Rosululloh pun berhenti untuk mencarinya, dan orang-orang juga berhenti bersama beliau. Mereka tidak berada di dekat air, dan mereka tidak membawa air. Lalu orang-orang mendatangi Abu Bakr rodhiyallahu ‘anhu dan berkata: “Tidakkah engkau lihat apa yang telah dilakukan ‘Aisyah? Dia telah menahan Rosululloh dan orang-orang, padahal mereka tidak berada di dekat air dan tidak membawa air.”

Maka Abu Bakr datang, sementara Rosululloh sedang meletakkan kepala beliau di atas pahaku dan beliau telah tidur. Lalu Abu Bakr berkata: “Engkau telah menahan Rosululloh dan orang-orang, padahal mereka tidak berada di dekat air dan tidak membawa air!”

Dia (‘Aisyah) berkata: Maka Abu Bakr mencelaku dan mengucapkan apa yang Alloh kehendaki untuk dia ucapkan. Dia mulai menusuk pinggangku dengan tangannya. Aku tidak bisa bergerak karena tempat Rosululloh berada di atas pahaku. Lalu beliau tidur sampai pagi tanpa ada air. Maka Alloh Ta’ala menurunkan ayat Tayammum, lalu mereka bertayammum dan Sholat. Kemudian Usaid bin Hushoin rodhiyallahu ‘anhu - dan dia adalah salah satu pemimpin Nuqoba’ (orang-orang yang dipilih) - berkata: “Ini bukanlah keberkahan pertama kalian, wahai keluarga Abu Bakr!”

‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha berkata: Kemudian kami membangunkan unta yang aku tunggangi, lalu kami menemukan kalung itu di bawahnya. (HR. Al-Bukhori no. 334 dan Muslim no. 367)

Catatan:

(1) Dalam riwayat Muslim: “Maka mereka berkata” sebagai ganti dari: “Dan mereka berkata”.

(2) Dalam riwayat Muslim: “kepada (إِلَى)” sebagai ganti dari: “apa (مَا).”

(3) Dalam riwayat Muslim: Lafazh Rosululloh (diletakkan) sebelum ucapan: “sampai”.

(4) Ucapan: “dan Sholat” tidak ada dalam riwayat Muslim.

(5) Dalam naskah aslinya tertulis: Hushoin (حصين)  dan yang benar sebagaimana dalam riwayat Muslim adalah: Al-Hudhoir (الحضير).

(6) Dalam riwayat Muslim: “Maka ‘Aisyah berkata (فَقَالَتْ)” sebagai ganti dari: “‘Aisyah berkata (قَالَتْ)”.

Hadits ke-11: Kewajiban Qodho’ Puasa, Bukan Sholat, bagi Wanita Haidh

الْحَدِيْثُ الْحَادِيَ عَشَرَ

عَنْ مُعَاذَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - قَالَتْ: سَأَلْتُ عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - فَقُلْتُ: مَا بَالُ الْحَائِضِ تَقْضِي الصَّوْمَ وَلَا تَقْضِي الصَّلَاةَ؟

فَقَالَتْ: أَحَرُورِيَّةٌ أَنْتِ؟ فَقُلْتُ: لَسْتُ بِحَرُورِيَّةٍ وَلَكِنِّي أَسْأَلُ. قَالَتْ: كَانَ يُصِيبُنَا ذَلِكَ، فَنُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّوْمِ، وَلَا نُؤْمَرُ بِقَضَاءِ الصَّلَاةِ

Dari Mu’adzhah, dia berkata: Aku bertanya kepada ‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha, lalu aku katakan: “Mengapa wanita yang haidh wajib mengqodho’ (mengganti) Puasa, tetapi tidak wajib mengqodho’ Sholat?”

Maka dia menjawab: “Apakah engkau seorang Haruriyyah (golongan Khowarij)?” Aku katakan: “Aku bukan seorang Haruriyyah, tetapi aku hanya bertanya.” Dia berkata: “Kami dahulu mengalami hal itu (haidh), lalu kami diperintahkan untuk mengqodho’ Puasa, dan kami tidak diperintahkan untuk mengqodho’ Sholat.” (HR. Al-Bukhori no. 321 dan Muslim no. 335)

Hadits ke-12: Adzan untuk Sholat

الْحَدِيْثُ الثَّانِيَ عَشَرَ

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَالَ: كَانَ الْمُسْلِمُونَ حِينَ قَدِمُوا الْمَدِينَةَ يَجْتَمِعُونَ، فَيَتَحَيَّنُونَ الصَّلَاةَ، وَلَيْسَ يُنَادِي لَهَا أَحَدٌ، فَتَكَلَّمُوا يَوْمًا فِي ذَلِكَ، فَقَالَ بَعْضُهُمْ: اتَّخِذُوا نَاقُوسًا مِثْلَ نَاقُوسِ النَّصَارَى، وَقَالَ بَعْضُهُمْ: اتَّخِذُوا قَرْنًا مِثْلَ قَرْنِ الْيَهُودِ، فَقَالَ عُمَرُ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ -: أَوَلَا تَبْعَثُونَ رَجُلًا فَيُنَادِي بِالصَّلَاةِ؟

قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «يَا بِلَالُ قُمْ فَنَادِ بِالصَّلَاةِ»

Dari Abdullah bin ‘Umar rodhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Dulu, ketika kaum Muslimin tiba di Madinah, mereka berkumpul untuk menunggu waktu Sholat, dan belum ada seorang pun yang menyerukan Sholat. Lalu suatu hari mereka membicarakan hal itu. Sebagian dari mereka berkata: “Ambillah naaquus (lonceng kayu) seperti lonceng kaum Nashoro.” Sebagian yang lain berkata: “Ambillah terompet seperti terompet kaum Yahudi.” Maka ‘Umar rodhiyallahu ‘anhu berkata: “Mengapa kalian tidak mengutus seorang laki-laki untuk menyerukan Sholat?”

Rosululloh bersabda: “Wahai Bilal, berdirilah dan serukanlah (Adzan) untuk Sholat!” (HR. Al-Bukhori no. 604 dan Muslim no. 377)

Catatan:

(1) Dalam naskah aslinya tertulis: yunadi laha (menyerukan untuknya), dan dalam riwayat Muslim: yunadi biha (menyerukan dengannya).

(2) Ucapan: “Ambillah” tidak ada dalam riwayat Muslim.

(3) Dalam riwayat Muslim: yunadi (menyeru) sebagai ganti dari: fayunadi (lalu menyeru).

Hadits ke-13: Meninggalkan Sholat sebagai Pembeda Muslim dan Kafir

الْحَدِيْثُ الثَّالِثَ عَشَرَ

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَالَ: سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ:

«إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ»

Dari Jabir bin Abdillah rodhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Aku mendengar Rosululloh bersabda:

“(Pembeda) antara seseorang dengan syirik dan kufur adalah meninggalkan Sholat.” (HR. Muslim no. 82)

Hadits ke-14: Waktu-Waktu Sholat

الْحَدِيْثُ الرَّابِعَ عَشَرَ

عَنْ أَبِي مُوسَى الْأَشْعَرِيِّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - عَنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ أَنَّهُ أَتَاهُ سَائِلٌ يَسْأَلُهُ عَنْ مَوَاقِيْتِ الصَّلَاةِ، فَلَمْ يَرُدَّ عَلَيْهِ شَيْئًا، قَالَ: فَأَمَرَ بِلَالًا فَأَقَامَ الْفَجْرَ حِيْنَ انْشَقَّ الْفَجْرُ، وَالنَّاسُ لَا يَكَادُ يَعْرِفُ بَعْضُهُمْ بَعْضًا، ثُمَّ أَمَرَهُ فَأَقَامَ بِالظُّهْرِ حِيْنَ زَالَتِ الشَّمْسُ وَالْقَائِلُ يَقُولُ: قَدِ انْتَصَفَ النَّهَارُ، وَهُوَ كَانَ أَعْلَمَ مِنْهُمْ، ثُمَّ أَمَرَهُ فَأَقَامَ بِالْعَصْرِ وَالشَّمْسُ مُرْتَفِعَةٌ، ثُمَّ أَمَرَهُ فَأَقَامَ الْمَغْرِبَ حِيْنَ وَقَعَتِ الشَّمْسُ، ثُمَّ أَمَرَهُ فَأَقَامَ الْعِشَاءَ حِيْنَ غَابَ الشَّفَقُ، ثُمَّ أَخَّرَ الصُّبْحَ مِنَ الْغَدِ حَتَّى انْصَرَفَ مِنْهَا وَالْقَائِلُ يَقُولُ: قَدْ طَلَعَتِ الشَّمْسُ أَوْ كَادَتْ، ثُمَّ أَخَّرَ الظُّهْرَ حَتَّى كَانَ قَرِيبًا مِنْ وَقْتِ الْعَصْرِ بِالْأَمْسِ، ثُمَّ أَخَّرَ الْعَصْرَ حَتَّى انْصَرَفَ مِنْهَا وَالْقَائِلُ يَقُولُ: قَدِ احْمَرَّتِ الشَّمْسُ، ثُمَّ أَخَّرَ الْمَغْرِبَ حَتَّى كَانَ عِنْدَ سُقُوطِ الشَّفَقِ، ثُمَّ أَخَّرَ الْعِشَاءَ حَتَّى كَانَ ثُلُثُ اللَّيْلِ الْأَوَّلُ، ثُمَّ أَصْبَحَ فَدَعَا السَّائِلَ فَقَالَ: الْوَقْتُ بَيْنَ هَذَيْنِ الْوَقْتَيْنِ.

Dari Abu Musa Al-Asy’ari rodhiyallahu ‘anhu, dari Rosululloh , seorang penanya datang kepada beliau untuk bertanya tentang waktu-waktu Sholat. Beliau tidak menjawabnya sedikit pun. Dia (Abu Musa) berkata: Kemudian beliau memerintahkan Bilal rodhiyallahu ‘anhu untuk mengumandangkan Iqomat Sholat Shubuh ketika fajar mulai merekah, dan orang-orang hampir tidak dapat mengenali satu sama lain. Kemudian beliau memerintahkannya untuk mengumandangkan Iqomat Sholat Zhuhur ketika matahari tergelincir, dan orang yang berkata mengatakan: “siang telah mencapai pertengahan.” Padahal beliau lebih tahu dari mereka. Kemudian beliau memerintahkannya untuk mengumandangkan Iqomat Sholat Ashar ketika matahari masih tinggi. Kemudian beliau memerintahkannya untuk mengumandangkan Iqomat Sholat Maghrib ketika matahari terbenam. Kemudian beliau memerintahkannya untuk mengumandangkan Iqomat Sholat Isya ketika syafaq (cahaya merah senja) hilang. Kemudian, esok harinya, beliau mengakhirkan Sholat Shubuh sampai setelah selesai Sholat, dan orang yang berkata mengatakan: “matahari telah terbit atau hampir terbit.” Kemudian beliau mengakhirkan Sholat Zhuhur hingga hampir tiba waktu Sholat Ashar pada hari sebelumnya. Kemudian beliau mengakhirkan Sholat Ashar hingga selesai Sholat, dan orang yang berkata mengatakan: “matahari telah memerah.” Kemudian beliau mengakhirkan Sholat Maghrib hingga mendekati hilangnya syafaq (cahaya merah senja). Kemudian beliau mengakhirkan Sholat Isya hingga sepertiga malam pertama. Kemudian pada pagi harinya, beliau memanggil penanya itu, lalu bersabda: “Waktu Sholat adalah antara dua waktu ini.” (HR. Muslim no. 614)

Catatan:

(1) Ucapan: “Kemudian beliau memerintahkan Bilal” tidak ada dalam riwayat Muslim.

(2) Ucapan: “dua waktu” tidak ada dalam riwayat Muslim.

Hadits ke-15: Syarat Mendapatkan Sholat Berjama’ah

الْحَدِيْثُ الْخَامِسَ عَشَرَ

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ:

«مَنْ أَدْرَكَ رَكْعَةً مِنَ الصَّلَاةِ فَقَدْ أَدْرَكَ الصَّلَاةَ»

Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, Rosululloh bersabda:

“Siapa yang mendapatkan satu ruku’ dari Sholat (berjama’ah), maka dia telah mendapatkan Sholat itu (secara sempurna).” (HR. Al-Bukhori no. 580 dan Muslim no. 607)

Hadits ke-16: Sifat Sholat Nabi

الْحَدِيْثُ السَّادِسَ عَشَرَ

عَنْ عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - قَالَتْ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ يَسْتَفْتِحُ الصَّلَاةَ بِالتَّكْبِيرِ، وَالْقِرَاءَةَ بِالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَكَانَ إِذَا رَكَعَ لَمْ يُشْخِصْ رَأْسَهُ وَلَمْ يُصَوِّبْهُ وَلَكِنْ بَيْنَ ذَلِكَ، وَكَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ لَمْ يَسْجُدْ حَتَّى يَسْتَوِيَ قَائِمًا، وَكَانَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ السُّجُودِ لَمْ يَسْجُدْ حَتَّى يَسْتَوِيَ جَالِسًا، وَكَانَ يَقُولُ فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ التَّحِيَّاتِ، وَكَانَ يَفْرِشُ رِجْلَهُ الْيُسْرَى، وَيَنْصِبُ الْيُمْنَى، وَكَانَ يَنْهَى عَنْ عُقْبَةِ الشَّيْطَانِ، وَيَنْهَى أَنْ يَفْتَرِشَ الرَّجُلُ ذِرَاعَيْهِ افْتِرَاشَ السَّبْعِ، وَكَانَ يَخْتِمُ الصَّلَاةَ بِالتَّسْلِيْمِ.

Dari ‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha, dia berkata: Dulu Rosululloh memulai Sholat dengan takbir, dan memulai bacaan (Al-Fatihah) dengan Alhamdu Lillahi Robb Al-‘Alamin. Apabila beliau ruku’, beliau tidak mengangkat kepalanya tinggi-tinggi dan tidak pula menundukkannya, melainkan di antara keduanya. Apabila beliau mengangkat kepalanya dari ruku’, beliau tidak langsung sujud hingga beliau berdiri tegak. Apabila beliau mengangkat kepalanya dari sujud, beliau tidak langsung sujud (lagi) hingga beliau duduk tegak. Beliau mengucapkan At-Tahiyyat (Tasyahhud) pada setiap dua roka’at. Beliau menghamparkan kaki kirinya dan menegakkan (menegakkan telapak kaki) yang kanan. Beliau melarang dari ‘uqbat Asy-Syaithon (duduk dengan pantat di lantai dan lutut tegak), dan melarang seseorang menghamparkan kedua lengannya seperti terhamparnya binatang buas (saat sujud). Dan beliau mengakhiri Sholat dengan taslim. (HR. Muslim no. 498)

Catatan:

(1) Dalam riwayat Muslim: “sujud (السجدة)” sebagai ganti dari: “Sujud (السجود).”

(2) Ucapan: “At-Tahiyyat (التحيات)” dalam riwayat Muslim: “At-Tahiyyah (التحية).”

(3) Dalam riwayat Muslim: “dan menegakkan kaki kanannya.”

Hadits ke-17: Ancaman bagi yang Meninggalkan Sholat Jum’at

الْحَدِيْثُ السَّابِعَ عَشَرَ

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ وَأَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ - أَنَّهُمَا سَمِعَا رَسُولَ اللَّهِ ﷺ يَقُولُ عَلَى أَعْوَادِ مِنْبَرِهِ:

«لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ وَدْعِهِمُ الْجُمُعَاتِ أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ ثُمَّ لَيَكُونُنَّ مِنَ الْغَافِلِينَ»

Dari Abdullah bin ‘Umar dan Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhum, keduanya mendengar Rosululloh bersabda di atas kayu mimbar beliau:

“Hendaklah orang-orang berhenti dari kebiasaan mereka meninggalkan Sholat Jum’at, atau Alloh akan menutup hati mereka, kemudian mereka benar-benar akan menjadi orang-orang yang lalai.” (HR. Muslim)

Catatan:

(1) Dalam naskah aslinya: afwahahum (mulut mereka), dan sepertinya telah dikaburkan dan ditulis di catatan kaki apa yang telah kami tetapkan dan benarkan, yaitu yang sesuai dengan apa yang ada di Shohih Muslim Ath-Thob’ah As-Sulthoniyyah nomor (865).

Hadits ke-18: Ketiadaan Adzan dan Iqomat untuk Sholat ‘Ied

الْحَدِيْثُ الثَّامِنَ عَشَرَ

عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ الْعِيْدَيْنِ غَيْرَ مَرَّةٍ وَلَا مَرَّتَيْنِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلَا إِقَامَةٍ.

Dari Jabir bin Samuroh rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Aku Sholat bersama Rosululloh dua hari raya (‘Iedul Fithri dan ‘Iedul Adh-ha) lebih dari sekali atau dua kali, tanpa Adzan dan tanpa Iqomat. (HR. Muslim no. 887)

Hadits ke-19: Hukum Qoshor Sholat dalam Safar

الْحَدِيْثُ التَّاسِعَ عَشَرَ

عَنْ يَعْلَى بْنِ أُمَيَّةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: قُلْتُ لِعُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ:

﴿لَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا

[النساء: الآية: 101] فَقَدْ أَمِنَ النَّاسُ فَقَالَ: عَجِبْتُ مِمَّا عَجِبْتَ مِنْهُ، فَسَأَلْتُ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ عَنْ ذَلِكَ فَقَالَ:

«صَدَقَةٌ تَصَدَّقَ اللَّهُ بِهَا عَلَيْكُمْ فَاقْبَلُوا صَدَقَتَهُ»

Dari Ya’la bin Umayyah rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Aku berkata kepada ‘Umar bin Al-Khoththob rodhiyallahu ‘anhu: (Mengenai firman Alloh:) “Tidak ada dosa bagi kalian untuk mengqoshar (memendekkan) Sholat, jika kalian khawatir akan diserang oleh orang-orang kafir.” (QS. An-Nisa’: 101) (Padahal) kini orang-orang sudah aman.

Maka ‘Umar berkata: “Aku heran dengan apa yang membuatmu heran. Lalu aku bertanya kepada Rosululloh tentang hal itu, dan beliau bersabda:

‘Itu adalah sedekah yang Alloh berikan kepada kalian, maka terimalah sedekah-Nya’.” (HR. Muslim no. 686)

Hadits ke-20: Hukum Menjamak Sholat saat Safar

الْحَدِيْثُ الْعِشْرُونَ

عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - عَنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ أَنَّهُ كَانَ إِذَا أَعْجَلَ عَلَيْهِ السَّيْرُ يُؤَخِّرُ الظُّهْرَ إِلَى أَوَّلِ وَقْتِ الْعَصْرِ، فَيَجْمَعُ بَيْنَهُمَا، وَيُؤَخِّرُ الْمَغْرِبَ حَتَّى يَجْمَعَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ الْعِشَاءِ حِيْنَ يَغِيبُ الشَّفَقُ.

Dari Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu, dari Rosululloh , beliau, jika perjalanan mendesak beliau, beliau mengakhirkan Sholat Zhuhur hingga awal waktu Sholat Ashar, lalu beliau menjamak keduanya. Dan beliau mengakhirkan Sholat Maghrib hingga beliau menjamaknya dengan Sholat Isya ketika syafaq (cahaya merah senja) telah hilang. (HR. Al-Bukhori no. 1111 dan Muslim no. 704)

Catatan:

(1) Ucapan: “أنه كان” tidak ada dalam riwayat Muslim.

(2) Dalam riwayat Muslim: ‘عجل (mendesak) sebagai ganti dari: a’jala (mendesakkan).

Hadits ke-21: Tata Cara Memandikan Janazah Wanita

الْحَدِيْثُ الْحَادِي وَالْعِشْرُونَ

عَنْ أُمِّ عَطِيَّةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - قَالَتْ: لَمَّا مَاتَتْ زَيْنَبُ بِنْتُ رَسُولِ اللَّهِ - ﷺ وَرَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - قَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:

«اغْسِلْنَهَا وِتْرًا ثَلَاثًا أَوْ خَمْسًا، وَاجْعَلْنَ فِي الْخَامِسَةِ كَافُورًا أَوْ شَيْئًا مِنْ كَافُورٍ، فَإِذَا غَسَّلْتُنَّهَا فَأَعْلِمْنَني»

قَالَتْ: فَأَعْلَمْنَاهُ فَأَعْطَانَا حَقْوَهُ، فَقَالَ:

«أَشْعِرْنَهَا إِيَّاهُ»

Dari Ummu ‘Athiyyah rodhiyallahu ‘anha, dia berkata: Ketika Zainab bintu Rosululloh rodhiyallahu ‘anha wafat, Rosululloh bersabda kepada kami:

“Mandikanlah dia dengan bilangan ganjil, tiga kali atau lima kali. Dan jadikan pada yang kelima kapur barus, atau sedikit dari kapur barus. Jika kalian telah memandikannya, beritahukanlah aku.”

Lalu kami memberitahukannya, kemudian beliau memberikan kepada kami sarung beliau, lalu bersabda: “Pakaikanlah sarung itu sebagai pakaian dalamnya.” (HR. Al-Bukhori no. 1263 dan Muslim no. 939)

Catatan:

(1) Dalam bahasa lain (dibaca): hiqwah (sarung dengan kasroh).

Hadits ke-22: Sholat Ghoib dan Jumlah Takbir

الْحَدِيْثُ الثَّانِي وَالْعِشْرُونَ

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ نَعَى لِلنَّاسِ النَّجَاشِيَّ فِي الْيَوْمِ الَّذِي مَاتَ فِيهِ، فَخَرَجَ إِلَى الْمُصَلَّى فَكَبَّرَ أَرْبَعَ تَكْبِيرَاتٍ.

Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, Nabi memberitakan kematian An-Najasyi kepada orang-orang pada hari beliau wafat. Lalu beliau keluar ke tempat Sholat (‘Ied atau janazah) dan bertakbir empat kali takbir. (HR. Al-Bukhori no. 1333 dan Muslim no. 951)

Catatan:

(1) Dalam riwayat Muslim: “lalu beliau keluar bersama mereka ke”.

Hadits ke-23: Kewajiban Zakat

الْحَدِيْثُ الثَّالِثُ وَالْعِشْرُونَ

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - أَنَّ مُعَاذًا - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: بَعَثَنِي رَسُولُ اللَّهِ ﷺ إِلَى الْيَمَنِ، فَقَالَ:

«إِنَّكَ تَأْتِي قَوْمًا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ فَادْعُهُمْ إِلَى شَهَادَةِ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ - تَعَالَى - افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِي كُلِّ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَأَعْلِمْهُمْ أَنَّ اللَّهَ - تَعَالَى - افْتَرَضَ عَلَيْهِمْ صَدَقَةً تُؤْخَذُ مِنْ أَغْنِيَائِهِمْ فَتُرَدُّ فِي فُقَرَائِهِمْ، فَإِنْ هُمْ أَطَاعُوا لِذَلِكَ فَإِيَّاكَ وَكَرَائِمَ أَمْوَالِهِمْ وَاتَّقِ دَعْوَةَ الْمَظْلُومِ فَإِنَّهُ لَيْسَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ اللَّهِ حِجَابٌ»

Dari Ibnu ‘Abbas rodhiyallahu ‘anhuma, Mu’adz rodhiyallahu ‘anhu berkata: Rosululloh mengutusku ke Yaman, lalu beliau bersabda:

“Engkau akan mendatangi suatu kaum dari Ahlul Kitab. Maka serulah mereka untuk bersaksi bahwa tiada ilah (sesembahan) yang berhak disembah kecuali Alloh dan aku adalah Rosul Alloh. Jika mereka menaati hal itu, beritahukanlah mereka bahwa Alloh Ta’ala telah mewajibkan kepada mereka lima Sholat dalam sehari semalam. Jika mereka menaati hal itu, beritahukanlah mereka bahwa Alloh Ta’ala telah mewajibkan kepada mereka Shodaqoh (Zakat) yang diambil dari orang-orang kaya mereka lalu dikembalikan kepada orang-orang fakir mereka. Jika mereka menaati hal itu, maka hindarilah mengambil harta-harta terbaik mereka. Dan takutlah (berhati-hatilah) terhadap doa orang yang terzholimi, karena tidak ada penghalang antara doanya itu dengan Alloh.” (HR. Al-Bukhori no. 4347 dan Muslim no. 19)

Hadits ke-24: Nisob (Batas Minimal) Zakat pada Tiga Jenis Harta

الْحَدِيْثُ الرَّابِعُ وَالْعِشْرُونَ

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ:

«لَيْسَ فِي حَبٍّ وَتَمْرٍ صَدَقَةٌ حَتَّى يَبْلُغَ خَمْسَةَ أَوْسُقٍ، وَلَا فِيمَا دُوْنَ خَمْسٍ ذَوْدٍ مِنَ الْإِبِلِ صَدَقَةٌ، وَلَا فِيمَا دُوْنَ خَمْسٍ أَوَاقِي مِنَ الْفِضَّةِ صَدَقَةٌ»

Dari Abu Sa’id Al-Khudri rodhiyallahu ‘anhu, Nabi bersabda:

“Tidak ada Shodaqoh (Zakat) pada biji-bijian dan kurma hingga mencapai lima wasaq (sekitar 653 kg). Dan tidak ada Shodaqoh (Zakat) pada unta yang kurang dari lima ekor. Dan tidak ada Shodaqoh (Zakat) pada perak yang kurang dari lima uqiyah (595 gram).” (HR. Al-Bukhori no. 1459 dan Muslim no. 979, dengan maknanya)

Catatan:

(1) Dalam naskah aslinya tertulis: awaqi(أَوَاقِي)  dan dalam riwayat Muslim: awaq (أَوَاق) .

Hadits ke-25: Cara Menentukan Awal dan Akhir Puasa

الْحَدِيْثُ الْخَامِسُ وَالْعِشْرُونَ

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: ذَكَرَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ الْهِلَالَ، فَقَالَ:

«إِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَصُومُوا، وَإِذَا رَأَيْتُمُوهُ فَأَفْطِرُوا، فَإِنْ أُغْمِيَ عَلَيْكُمْ، فَعُدُّوا ثَلَاثِينَ»

Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rosululloh menyebutkan tentang hilal (bulan sabit), lalu beliau bersabda:

“Jika kalian melihatnya, maka berpuasalah. Dan jika kalian melihatnya, maka berbukalah (berhari raya). Jika langit tertutup awan (sehingga kalian tidak melihatnya), maka genapkanlah (jumlah hari Puasa menjadi) tiga puluh.” (HR. Muslim no. 1081)

Hadits ke-26: Hukum Makan dan Minum Karena Lupa Saat Puasa

الْحَدِيْثُ السَّادِسُ وَالْعِشْرُونَ

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ:

«مَنْ نَسِيَ وَهُوَ صَائِمٌ، فَأَكَلَ، أَوْ شَرِبَ، فَلْيُتِمَّ صَوْمَهُ، فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللَّهُ وَسَقَاهُ»

Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, Nabi bersabda:

“Siapa yang lupa saat sedang berpuasa, lalu dia makan atau minum, maka hendaklah dia menyempurnakan puasanya, karena Alloh lah yang memberinya makan dan minum.” (HR. Al-Bukhori no. 1933 dan Muslim no. 1155)

Hadits ke-27: Kewajiban Haji

الْحَدِيْثُ السَّابِعُ وَالْعِشْرُونَ

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: خَطَبَنَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ فَقَالَ:

«أَيُّهَا النَّاسُ قَدْ فَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمُ الْحَجَّ فَحُجُّوا»

فَقَالَ رَجُلٌ: أَكُلَّ عَامٍ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ فَسَكَتَ حَتَّى قَالَهَا ثَلَاثًا، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:

«لَوْ قُلْتُ نَعَمْ لَوَجَبَتْ، وَلَمَا اسْتَطَعْتُمْ، ثُمَّ قَالَ: ذَرُونِي مَا تَرَكْتُكُمْ، فَإِنَّمَا هَلَكَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ مِنَ الْأُمَمِ بِكَثْرَةِ سُؤَالِهِمْ وَاخْتِلَافِهِمْ عَلَى أَنْبِيَائِهِمْ، فَإِذَا أَمَرْتُكُمْ بِشَيْءٍ فَأْتُوا مِنْهُ مَا اسْتَطَعْتُمْ، وَإِذَا نَهَيْتُكُمْ عَنْ شَيْءٍ فَدَعُوهُ»

Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rosululloh berkhutbah di hadapan kami, lalu beliau bersabda:

“Wahai sekalian manusia, Alloh telah mewajibkan Haji atas kalian, maka berHajilah!”

Lalu seorang laki-laki bertanya: “Apakah setiap tahun, wahai Rosululloh?”

Beliau diam sampai orang itu mengatakannya (mengulanginya) tiga kali. Kemudian Rosululloh bersabda: “Seandainya aku katakan ‘Ya’, niscaya akan menjadi wajib, dan kalian tidak akan sanggup melakukannya.”

Kemudian beliau bersabda: “Biarkanlah aku selama aku membiarkan kalian. Karena umat-umat sebelum kalian itu binasa lantaran terlalu banyak bertanya dan berselisih terhadap para Nabi mereka. Jika aku memerintahkan kalian dengan sesuatu, maka lakukanlah semampu kalian. Dan jika aku melarang kalian dari sesuatu, maka tinggalkanlah.” (HR. Muslim no. 1337)

Catatan:

(1) Ucapan: “dari umat-umat” tidak ada dalam riwayat Muslim.

Hadits ke-28: Miqot Tempat Berihrom untuk Haji dan Umroh

الْحَدِيْثُ الثَّامِنُ وَالْعِشْرُونَ

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَالَ: وَقَّتَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ لِأَهْلِ الْمَدِينَةِ ذَا الْحُلَيْفَةِ وَلِأَهْلِ الشَّامِ الْجُحْفَةَ، وَلِأَهْلِ نَجْدٍ قَرْنًا، وَلِأَهْلِ الْيَمَنِ يَلَمْلَمَ، [وَلِأَهْلِ الْعِرَاقِ ذَاتَ عِرْقٍ] قَالَ: وَهُنَّ لَهُنَّ وَلِمَنْ أَتَى عَلَيْهِنَّ مِنْ غَيْرِ أَهْلِهِنَّ، فَمَنْ أَرَادَ الْحَجَّ وَالْعُمْرَةَ فَمَا كَانَ دُونَهُنَّ فَمِنْ أَهْلِهِ وَكَذَا فَكَذَلِكَ حَتَّى أَهْلُ مَكَّةَ يُهِلُّونَ مِنْهَا.

Dari Ibnu ‘Abbas rodhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Rosululloh menetapkan miqot (batas tempat memulai ihrom) bagi penduduk Madinah di Dzul Hulaifah, bagi penduduk Syam di Al-Juhfah, bagi penduduk Najd di Qornan (Qorn Al-Manazil), dan bagi penduduk Yaman di Yalamlam, dan bagi penduduk Irak di Dzat ‘Irq.

Beliau bersabda: “Tempat-tempat itu adalah miqot bagi penduduk negeri-negeri tersebut, dan juga bagi siapa saja yang melewatinya dari selain penduduknya, yang ingin berHaji dan Umroh. Siapa pun yang tempat tinggalnya di daerah di bawah (sebelum mencapai) miqot itu, maka miqot-nya adalah dari tempat tinggalnya, begitu seterusnya, sampai penduduk Makkah, mereka memulai ihrom dari Makkah.” (HR. Al-Bukhori no. 1524 dan Muslim no. 1181)

Catatan:

(1) Dalam riwayat Muslim: Najd Qorn Al-Manazil.

(2) Bagian di antara dua kurung siku (yaitu: dan bagi penduduk Irak di Dzat ‘Irq) tidak ada dalam riwayat Al-Bukhori dan ada dalam riwayat Muslim dari Hadits Jabir.

(3) Dalam riwayat Muslim: fahunn (maka tempat-tempat itu) sebagai ganti dari: wahunn (dan tempat-tempat itu).

(4) Dalam riwayat Muslim: faman (maka siapa) sebagai ganti dari: fama (maka apa).

Hadits ke-29: Larangan Jual Beli yang Mengandung Ghoror (Ketidakjelasan)

الْحَدِيْثُ التَّاسِعُ وَالْعِشْرُونَ

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: نَهَى رَسُولُ اللَّهِ ﷺ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ وَعَنْ بَيْعِ الْغَدِيرِ.

Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rosululloh melarang dari jual beli hashoh (jual beli dengan cara melempar kerikil) dan melarang dari jual beli ghodiir (jual beli yang mengandung tipuan/ ketidakjelasan). (HR. Muslim no. 1513)

Catatan:

(1) Dalam naskah aslinya tertulis:(الغدير) sementara dalam Shohih Muslim adalah: (الغرر)  dan inilah yang benar.

(2) Al-Bukhori membuat bab dengan judul: Bab Al-Ghoror... tetapi beliau tidak mengeluarkan Hadits ini yang dinisbatkan oleh penyusun kepadanya di sini secara keliru.

Hadits ke-30: Komoditi Ribawi

الْحَدِيْثُ الثَّلَاثُونَ

عَنْ عُبَادَةَ بْنِ الصَّامِتِ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:

«الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ، وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ، وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ، وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ، وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ، وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلًا بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ، يَدًا بِيَدٍ، فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هِذِهِ الْأَصْنَافُ، فَبِيْعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ»

Dari ‘Ubadah bin Ash-Shomit rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rosululloh bersabda:

“Emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jelai dengan jelai, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam, harus sama ukurannya, seimbang, dan tunai (serah terima di tempat). Jika jenis-jenis ini berbeda, maka juallah sesuka kalian, asalkan tunai (serah terima di tempat).” (HR. Muslim no. 1587)

Hadits ke-31: Memerdekakan Budak yang Dimiliki Bersama

الْحَدِيْثُ الْحَادِي وَالثَّلَاثُونَ

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:

«مَنْ أَعْتَقَ شِرْكًا لَهُ فِي عَبْدٍ، فَكَانَ لَهُ مَالٌ يَبْلُغُ ثَمَنَ الْعَبْدِ، قُوِّمَ عَلَيْهِ قِيْمَةَ الْعَدْلِ، وَأَعْطَى شُرَكَاءَهُ حِصَصَهُمْ، وَعَتَقَ عَلَيْهِ الْعَبْدُ، وَإِلَّا فَقَدْ عَتَقَ مِنْهُ مَا عَتَقَ»

Dari Abdullah bin ‘Umar rodhiyallahu ‘anhuma, dia berkata: Rosululloh bersabda:

“Siapa yang memerdekakan bagiannya dalam kepemilikan seorang budak, dan dia memiliki harta yang mencapai harga budak itu, maka budak itu dinilai dengan harga yang adil, dan dia harus memberikan kepada para sekutunya bagian-bagian mereka, sehingga budak itu menjadi merdeka seluruhnya. Jika tidak (dia tidak memiliki harta yang cukup), maka budak itu merdeka sebatas bagian yang telah dia merdekakan.” (HR. Al-Bukhori no. 2522 dan Muslim no. 1501)

Catatan:

(1) Dalam naskah aslinya tertulis: syuraka’ah (شركاءه) dan begitu juga lafazh Al-Bukhori, sementara dalam riwayat Muslim: fa u’thiya syuraka’uhu (maka para sekutunya diberi).

Hadits ke-32: Hukum Warisan Wala’

الْحَدِيْثُ الثَّانِي وَالثَّلَاثُونَ

عَنْ عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - قَالَتْ: كَانَ فِي بَرِيرَةَ ثَلَاثُ سُنَنٍ: خُيِّرَتْ عَلَى زَوْجِهَا حِيْنَ عَتَقَتْ، وَأُهْدِيَ لَهَا لَحْمٌ، فَدَخَلَ عَلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ وَالْبُرْمَةُ عَلَى النَّارِ، فَدَعَا بِطَعَامٍ، فَأُتِيَ بِخُبْزٍ وَأُدْمٍ مِنْ أُدْمِ الْبَيْتِ فَقَالَ: أَلَمْ أَرَ بُرْمَةٌ عَلَى النَّارِ فِيْهَا لَحْمٌ؟

قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ ذَلِكَ لَحْمٌ تُصُدِّقَ بِهِ عَلَى بَرِيرَةَ فَكَرِهْنَا أَنْ نُطْعِمَكَ مِنْهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «هُوَ عَلَيْهَا صَدَقَةٌ، وَهُوَ مِنْهَا لَنَا هَدِيَّةٌ»

Dari ‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha, dia berkata: Ada tiga hukum yang berkaitan dengan Bariroh (budak wanita yang merdeka): dia diberi pilihan (untuk tetap bersama) suaminya ketika dia telah merdeka, dan dia diberi hadiah daging. Rosululloh masuk, sementara periuk (untuk memasak daging) berada di atas api. Beliau meminta makanan, lalu dihidangkan roti dan lauk dari lauk yang ada di rumah. Beliau bertanya: “Bukankah aku melihat periuk di atas api yang di dalamnya ada daging?”

Mereka (keluarga Nabi ) menjawab: “Ya, wahai Rosululloh, itu adalah daging yang disedekahkan kepada Bariroh, dan kami tidak suka memberikannya kepadamu (karena engkau tidak makan sedekah).”

Maka Rosululloh bersabda: “Bagi dia (Bariroh) itu adalah Shodaqoh (sedekah), dan bagi kita dari dia adalah hadiah.” (HR. Al-Bukhori no. 5279 dan Muslim no. 1504)

Catatan:

Dan kelanjutan Haditsnya: Dan Nabi bersabda tentang dia: “wala’ (hak perwalian) adalah milik orang yang memerdekakan.”

Hadits ke-33: Pembagian Warisan untuk Anak Perempuan, Cucu Perempuan, dan Saudari

الْحَدِيْثُ الثَّالِثُ وَالثَّلَاثُونَ

عَنْ هُذَيْلِ بْنِ شُرَحْبِيلَ قَالَ: سُئِلَ أَبُو مُوسَى - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - عَنِ ابْنَةٍ، وَبِنْتِ ابْنٍ، وَأُخْتٍ، فَقَالَ: لِلْابْنَةِ النِّصْفُ، وَلِلْأُخْتِ النِّصْفُ، وَائْتِ ابْنَ مَسْعُودٍ فَسَيُتَابِعُنِي، فَسُئِلَ ابْنُ مَسْعُودٍ، وَأُخْبِرَ بِقَوْلِ أَبِي مُوسَى - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - فَقَالَ:

لَقَدْ ضَلَلْتُ إِذًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُهْتَدِينَ أَقْضِي فِيهَا بِمَا قَضَى رَسُولُ اللَّهِ ﷺ لِلْابْنَةِ النِّصْفُ، وَلِبِنْتِ الِابْنِ السُّدُسُ تَكْمِلَةَ الثَّلُثَيْنِ، وَمَا بَقِيَ فَلِلْأُخْتِ

فَأَتَيْنَا أَبَا مُوسَى، وَأَخْبَرْنَاهُ بِقَوْلِ ابْنِ مَسْعُودٍ فَقَالَ:

لَا تَسْأَلُوْنِي مَا دَامَ هَذَا الْحَبْرُ فِيكُمْ

Dari Hudhail bin Syurohbil, dia berkata: Abu Musa rodhiyallahu ‘anhu ditanya tentang (warisan) anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, dan saudari (kandung/seayah). Maka dia menjawab: “Anak perempuan mendapat setengah, dan saudari mendapat setengah. Datangilah Ibnu Mas’ud rodhiyallahu ‘anhu, maka dia akan mengikutiku.”

Lalu Ibnu Mas’ud ditanya dan diberitahu tentang perkataan Abu Musa rodhiyallahu ‘anhuma. Maka dia berkata:

“Aku telah tersesat jika demikian, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mendapat petunjuk. Aku akan memutuskan perkara ini dengan apa yang telah diputuskan oleh Rosululloh : Anak perempuan mendapat setengah, dan cucu perempuan dari anak laki-laki mendapat seperenam, sebagai pelengkap dua pertiga. Dan sisanya adalah untuk saudari.”

Lalu kami mendatangi Abu Musa, dan kami memberitahunya tentang perkataan Ibnu Mas’ud. Maka dia berkata:

“Janganlah kalian bertanya kepadaku selama hibr (ulama) ini masih ada di antara kalian.” (HR. Al-Bukhori no. 6736)

Catatan:

(1) Dalam naskah aslinya tertulis: (هذيل), sementara dalam riwayat Al-Bukhori: (هزيل) dengan huruf zay yang bertitik sebagai ganti dari dzaal.

(2) Dalam riwayat Al-Bukhori: ابنة (dan cucu perempuan dari) sebagai ganti dari: بنت (dan cucu perempuan dari anak laki-laki).

(3) Pemberian gelar kehormatan (rodhiyallahu ‘anhuma) tidak ada dalam riwayat Al-Bukhori.

(4) Dalam riwayat Al-Bukhori: ولابنة (dan untuk anak perempuan) sebagai ganti dari: ولبنت (dan untuk cucu perempuan dari anak laki-laki).

Hadits ke-34: Syarat Nikah

الْحَدِيْثُ الرَّابِعُ وَالثَّلَاثُونَ

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ:

«لَا تُنْكَحُ الْأَيِّمُ حَتَّى تُسْتَأْمَرَ، وَلَا تُنْكَحُ الْبِنْتُ حَتَّى تُسْتَأْذَنَ»

قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ وَكَيْفَ إِذْنُهَا؟

قَالَ: «أَنْ تَسْكُتَ»

Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, Nabi bersabda:

“Tidak boleh dinikahkan seorang ayyim (janda/wanita yang bukan gadis) sampai dia diminta pendapatnya, dan tidak boleh dinikahkan seorang bint (anak perempuan/gadis) sampai dia dimintai izin.”

Para Shohabat bertanya: “Wahai Rosululloh, bagaimanakah izinnya?”

Beliau menjawab: “Yaitu dia diam (tidak menolak).” (HR. Al-Bukhori no. 5136 dan Muslim no. 1419)

Catatan:

(1) Dalam naskah aslinya tertulis: (البنت) (anak perempuan/gadis), sementara dalam riwayat Al-Bukhori dan Muslim adalah(البكر) (gadis).

Hadits ke-35: Pernikahan karena Persusuan

الْحَدِيْثُ الْخَامِسُ وَالثَّلَاثُونَ

عَنْ عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:

«يُحَرَّمُ مِنَ الرَّضَاعَةِ مَا يُحَرَّمُ مِنَ الْوِلَادَةِ»

Dari ‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha, dia berkata: Rosululloh bersabda:

“Menjadi harom (untuk dinikahi) karena persusuan sebagaimana yang harom (untuk dinikahi) karena hubungan nasab (kelahiran).” (HR. Al-Bukhori no. 5099 dan Muslim no. 1444)

Hadits ke-36: Nafkah

الْحَدِيْثُ السَّادِسُ وَالثَّلَاثُونَ

عَنْ عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - قَالَتْ: دَخَلَتْ هِنْدُ ابْنَةُ عُتْبَةَ امْرَأَةُ أَبِي سُفْيَانَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - عَلَى رَسُولِ اللَّهِ ﷺ فَقَالَتْ: يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ أَبَا سُفْيَانَ رَجُلٌ شَحِيحٌ لَا يُعْطِينِي مِنَ النَّفَقَةِ مَا يَكْفِينِي وَيَكْفِي بَنِيَّ إِلَّا مَا أَخَذْتُ مِنْ مَالِهِ بِغَيْرِ إِذْنِهِ فَهَلْ عَلَيَّ فِي ذَلِكَ مِنْ جُنَاحٍ؟

فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: «خُذِي مِنْ مَالِهِ بِالْمَعْرُوفِ مَا يَكْفِيكِ وَيَكْفِي بَنِيكِ»

Dari ‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha, dia berkata: Hind bintu ‘Utbah, istri dari Abu Sufyan rodhiyallahu ‘anhuma, menemui Rosululloh . Lalu dia berkata: “Wahai Rosululloh, Abu Sufyan adalah laki-laki yang pelit, dia tidak memberiku nafkah yang mencukupi aku dan anak-anakku, kecuali jika aku mengambil dari hartanya tanpa seizinnya. Apakah aku berdosa melakukan itu?”

Maka Rosululloh bersabda:

“Ambillah dari hartanya dengan cara yang ma’ruf (baik dan wajar) sekadar yang mencukupi dirimu dan anak-anakmu.” (HR. Al-Bukhori no. 5364 dan Muslim no. 1714)

Catatan:

(1) Dalam naskah aslinya tertulis: (ابْنَةُ) sementara dalam riwayat Al-Bukhori dan Muslim: (بِنْتُ).

(2) Dalam naskah aslinya tertulis: (إِذْنِهِ) sementara dalam riwayat Muslim: (عِلْمِهِ) (pengetahuannya).

(3) Dan dia (‘Aisyah) juga berkata: “Rosululloh mengharomkan karena persusuan sebagaimana diharomkan karena nasab.”

Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim no. 1445 dari ‘Aisyah, dan mungkin lebih baik diletakkan bersama Hadits sebelumnya, nomor (35).

Hadits ke-37: Jihad

الْحَدِيْثُ السَّابِعُ وَالثَّلَاثُونَ

عَنِ ابْنِ عَبَّاسِ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا - أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ قَالَ يَوْمَ الْفَتْحِ:

«لَا هِجْرَةَ بَعْدَ الْفَتْحِ، وَلَكِنْ جِهَادٌ وَنِيَّةٌ، وَإِذَا اسْتُنْفِرْتُمْ فَانْفِرُوا»

Dari Ibnu ‘Abbas rodhiyallahu ‘anhuma, Rosululloh bersabda pada hari Al-Fath (Penaklukkan Makkah):

“Tidak ada lagi Hijroh (wajib) setelah Al-Fath, tetapi yang ada adalah Jihad dan niat. Dan jika kalian diperintahkan untuk berangkat, maka berangkatlah!” (HR. Al-Bukhori no. 2783 dan Muslim no. 1353, dan lafazh ini adalah lafazh Al-Bukhori)

Hadits ke-38: Qishosh

الْحَدِيْثُ الثَّامِنُ وَالثَّلَاثُونَ

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ:

«لَا يَحِلُّ دَمُ امْرِئٍ مُسْلِمٍ يَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَّا بِإِحْدَى ثَلَاثٍ: النَّفْسُ بِالنَّفْسِ، وَالثَّيِّبُ الزَّانِي، وَالْمَارِقُ مِنَ الدِّينِ التَّارِكُ لِلْجَمَاعَةِ»

Dari Abdullah bin Mas’ud rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rosululloh bersabda:

“Tidak halal darah seorang Muslim yang bersaksi bahwa tiada ilah (sesembahan) yang berhak disembah kecuali Alloh dan aku adalah Rosul Alloh, kecuali dengan salah satu dari tiga hal: an-nafs bin nafs (jiwa dengan jiwa/qishosh), ats-tsayyib az-zaani (orang yang sudah menikah dan berzina), dan al-maariq min ad-diin at-taarik lil jama’ah (orang yang keluar dari agama, yang meninggalkan jama’ah).” (HR. Al-Bukhori no. 6878 dan Muslim no. 1676, dan lafazh ini adalah lafazh Al-Bukhori)

Hadits ke-39: Rajam

الْحَدِيْثُ التَّاسِعُ وَالثَّلَاثُونَ

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ الْأَنْصَارِيِّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - أَنَّ رَجُلًا مِنْ أَسْلَمَ أَتَى رَسُولَ اللَّهِ ﷺ فَحَدَّثَهُ أَنَّهُ زَنَا، فَشَهِدَ عَلَى نَفْسِهِ أَرْبَعَ شَهَادَاتٍ، فَأَمَرَ بِهِ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ فَرُجِمَ، وَكَانَ قَدْ أَحْصَنَ.

Dari Jabir bin Abdillah Al-Anshori rodhiyallahu ‘anhu, seorang laki-laki dari (kabilah) Aslam datang kepada Rosululloh , lalu dia menceritakan kepada beliau bahwa dia telah berzina. Kemudian dia bersaksi atas dirinya sendiri empat kali kesaksian. Maka Rosululloh memerintahkan (hukuman) atasnya, lalu dia dirajam, dan dia adalah orang yang sudah ihshon (sudah pernah menikah). (HR. Al-Bukhori no. 6820 dan Muslim no. 1692)

Catatan:

Penyusun membawakannya secara maknanya.

Hadits ke-40: Hadd

الْحَدِيْثُ الْأَرْبَعُونَ

عَنْ عَائِشَةَ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا - عَنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ قَالَ:

«لَا تُقْطَعُ يَدُ السَّارِقِ إِلَّا فِي رُبِعِ دِينَارٍ فَصَاعِدًا»

Dari ‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha, dari Rosululloh , beliau bersabda:

“Tangan pencuri tidak dipotong, kecuali (untuk barang curian seharga) seperempat dinar ke atas.” (HR. Al-Bukhori no. 6789 dan Muslim no. 1684)

Penutup Kitab

Inilah akhir dari Empat Puluh Hadits tentang Hukum-Hukum. Semua yang ada di dalamnya adalah Hadits yang dikeluarkan oleh Al-Bukhori dan Muslim Rohimahumallah Ta’ala, dan lafazhnya (sebagian besar) mengikuti lafazh Muslim. Dan aku menutupnya dengan apa yang digunakan oleh Al-Bukhori untuk menutup kitabnya, yaitu Hadits Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: Rosululloh bersabda:

«كَلمَتَانِ خَفِيْفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ، ثَقِيْلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ، سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ، سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ»

“Dua kalimat yang ringan di lisan, berat di timbangan, disukai oleh Ar-Rohman (Alloh Yang Maha Pengasih): Subhanallohi wa Bihamdihi, Subhanallohil ‘Azhim (Maha Suci Alloh dan dengan memuji-Nya, Maha Suci Alloh Yang Maha Agung).” (HR. Al-Bukhori no. 7563 dan Muslim no. 2694)

Semoga sholawat Alloh tercurah kepada junjungan kami, Muhammad , serta kepada keluarga dan Shohabat beliau. Segala puji bagi Alloh, Robb semesta alam.

Ditulis oleh Nu’aim bin Muhammad di Shondoli, pada tahun 814 H.

Semoga Alloh merohmati siapa saja yang membaca kitab ini dan mendoakan rohmat bagi penulisnya, serta bagi seluruh kaum Muslimin.[]

 


Unduh PDF dan Word

Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url