Donasi Pembangunan Jembatan

🌿 OPEN DONASI PEMBANGUNAN JEMBATAN PONDOK TAHFIDZ DARUL HIJRAH 🌿

Open Donasi Pembangunan Jembatan Menuju Pondok Tahfidz Darul Hijrah
BRI 7844-01-018208-53-4
an. Mushollah Darul Hijroh
Konfirmasi transfer wa:
www.wa.me/6283116572637 (Ustadz Abu Sarah Harahap)
www.wa.me/6285730219208 (Ustadz Nor Kandir)
Jazakumullahu Khoiron Katsiro 🌸

Cari Ebook

Mempersiapkan...

[PDF] Ulumul Quran Menurut Ibnu Taimiyyah (728 H) - Nor Kandir

Berikut ini ringkasan dari buku "Ulumul Quran Menurut Ibnu Taimiyyah (728 H) karya Nor Kandir" dan disediakan file PDF buku aslinya di bawah.

Al-Qur’an adalah Kalamulloh dan merupakan sumber semua ilmu yang bermanfaat; kewajiban utama kita adalah memahami maknanya dan mengamalkannya.

Ayat Makkiyyah (sebelum hijroh) fokus pada Tauhid, Akhlak, dan Aqidah; sedangkan ayat Madaniyyah (setelah hijroh) fokus pada hukum, Jihad, dan Fiqih.

Mengetahui Asbabun Nuzul (sebab turun ayat) membantu dalam penafsiran, tetapi kaidah yang benar adalah bahwa yang menjadi patokan adalah keumuman lafazh, bukan kekhususan sebab.

Al-Qur’an diturunkan dari Lauh Al-Mahfuzh ke Bait Al-‘Izzah (Langit Dunia) secara sekaligus pada Lailatul Qodr, kemudian diturunkan kepada Nabi Muhammad secara bertahap selama 23 tahun.

Penghimpunan Al-Qur’an di masa Utsman bin Affan (35 H) bertujuan menyatukan umat pada satu huruf (satu wajah) dari Tujuh Huruf. Urutan ayat adalah tauqifi (arahan Nabi ), sedangkan tertib suroh adalah ijtihadi.

Adab utama membaca Al-Qur’an adalah khusyu’ dan tadabbur. Bacaan yang indah terpuji, tetapi membaca dengan lagu yang merusak tajwid (memanjangkan atau memendekkan huruf) adalah harom.

Nazhoir (Persamaan) adalah satu lafazh dengan satu makna yang diulang; sementara Wujuh (Bentuk) adalah satu lafazh yang memiliki banyak makna di tempat yang berbeda (contoh: Sholat).

Sangat penting mengetahui i’rob (tata bahasa) Al-Qur’an agar tidak mengubah makna dan membatalkan Sholat. Dhomir (kata ganti) harus kembali kepada sesuatu yang jelas disebutkan sebelumnya.

Muhkam (yang jelas) adalah pokok Kitab, dan Mutasyabih (yang samar) harus dikembalikan dan dijelaskan oleh Muhkam. Orang yang menyimpang akan mengikuti Mutasyabih untuk mencari fitnah.

Lafazh yang ‘Amm (umum) dikhususkan oleh lafazh yang Khoosh (khusus) dari dalil lain. Contohnya, Hadits mengkhususkan ayat warisan (pembunuh tidak mewarisi).

Lafazh yang Mujmal (global) seperti perintah Sholat atau Zakat, wajib dirinci oleh As-Sunnah (Hadits Nabi ). Kesesatan Ahli Bid’ah timbul karena mereka mengambil Mujmal dan meninggalkan Mubayyan.

Naskh (Penghapusan Hukum) hanya terjadi pada hukum (perintah/larangan) dan bukan pada berita. Naskh terjadi jika dua dalil bertentangan secara hakiki, tidak bisa dikompromikan, dan dalil penghapus (Naasikh) datang belakangan.

Ijaaz (Ringkas) adalah menyampaikan makna luas dengan lafazh sedikit; sementara Ithnab (Panjang/Rinci) adalah menyampaikan makna dengan lafazh yang lebih rinci dan berfaedah. Tidak ada pengulangan yang sia-sia dalam Al-Qur’an.

Nakiroh (kata umum) yang datang dalam konteks Nafyi (peniadaan) memberikan faedah keumuman menyeluruh (peniadaan total). Jika lafazh Ma’rifah (tertentu) diulang, ia adalah identik; jika Nakiroh diulang, yang pertama adalah berbeda dengan yang kedua.

Taqdiim (Mendahulukan) atau Ta’khir (Mengakhirkan) suatu kata dari susunan asalnya, seperti Iyyaka Na’budu, memberikan faedah Hashr (pembatasan) atau Ihtimaam (penekanan).

Tidak ada pertentangan (ta’aarudh) yang hakiki dalam Al-Qur’an dan Sunnah, pertentangan hanya ada pada pemahaman yang salah. Setiap Musykil (yang disangka bertentangan) dapat diselesaikan dengan kaidah Muhkam-Mutasyabih atau ‘Amm-Khoosh.

Jika hukum dan sebabnya sama, maka lafazh yang Muthlaq harus dibawa kepada lafazh yang Muqoyyad.

Manthuq (yang tersurat) dan Mafhum Muwafaqoh (pemahaman selaras) adalah dalil yang wajib diamalkan. Contohnya, larangan memukul orang tua adalah Mafhum dari larangan berkata “uf” (Manthuq).

Panggilan (Khithob) umum seperti “Ya Ayyuha Al-Ladziina Aamanu” berlaku bagi semua Mu’min. Panggilan khusus kepada Nabi hukumnya berlaku umum bagi seluruh umat.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah (728 H) menolak adanya Majaaz (Kiasan) dalam Al-Qur’an. Semua lafazh berada pada makna Hakikat sesuai konteksnya. Penggunaan Majaaz adalah pintu penyimpangan terhadap Sifat Alloh.

Hashr (Pembatasan) dicapai melalui perangkat seperti Nafyi dan Istitsna’ (contohnya Laa ilaaha illalloh), Innamaa (Hanyalah), atau Taqdiim (contohnya Iyyaka Na’budu), yang semua memberikan faedah pengkhususan hukum. Allohu a’lam.[]


Unduh PDF dan Word

Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url