[PDF] Sifat-Sifat Ibadurrohman - Prof. Dr. Abdurrozzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr


 

Pendahuluan

Segala puji bagi Alloh. Sholawat dan salam atas Rosululloh, serta atas keluarganya, Shohabatnya, dan siapa yang mengikutinya.

Adapun setelah itu:

Sungguh kedudukan penghambaan (ubudiyyah) kepada Alloh adalah kedudukan yang agung. Bahkan, ia adalah kedudukan yang paling mulia yang Alloh puji para Nabi-Nya dan para wali-Nya. Alloh telah menyandarkan (menghubungkan) pemilik kedudukan itu kepada Diri-Nya dalam ayat-ayat yang banyak, sebagai bentuk pemuliaan bagi mereka dan pengangkatan bagi kedudukan mereka.

Sungguh Alloh telah menyebutkan orang-orang yang memiliki kedudukan mulia ini sifat-sifat yang banyak, dan tanda-tanda yang berkah, dalam banyak nash (ayat). Agar Muslim bersungguh-sungguh untuk menyifati dirinya dengan sifat-sifat itu, dan beramal sesuai tuntutannya. Agar ia meraih kedudukan yang tinggi, dan kemuliaan yang besar di sisi Robb semesta alam.

Di antara tempat yang paling menonjol yang Alloh sebutkan di dalamnya sifat-sifat hamba-hamba-Nya yang Mu’min dalam satu rangkaian adalah yang terdapat di penutup-penutup suroh Al-Furqon. Di sana Alloh menyebutkan 8 sifat. Alloh memulainya dengan firman-Nya:

﴿وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا

“Hamba-hamba Ar-Rohman adalah siapa yang berjalan di atas bumi dengan tenang (rendah hati)...” (QS. Al-Furqon: 63)

Dalam Ayat ini terdapat petunjuk atas keagungan kekhususan mereka dengan apa yang ditunjukkan oleh nama ini dari makna-makna rohmat. Dengan rohmat-Nya, Alloh memberikan petunjuk kepada mereka menuju Iman, mendidik mereka di atas ketaatan kepada Ar-Rohman, dan kebaikan dalam mendekatkan diri kepada-Nya secara cepat.

Kemudian Alloh menyebutkan sifat-sifat mereka, tiap sifat diawali dengan firman-Nya: (وَالَّذِينَ). Alloh menutup rangkaian yang mulia ini dengan menyebutkan apa yang telah Dia siapkan untuk mereka berupa pahala yang agung, dan balasan yang besar.

Pantas bagi setiap Muslim yang berusaha untuk keselamatan dirinya dan kebahagiaannya  untuk merenungkan sifat-sifat Ibadurrohman yang disebutkan dalam rangkaian yang berkah ini. Agar ia mengetahuinya dengan pengetahuan yang baik. Kemudian setelah itu ia berusaha untuk merealisasikannya di atas wajah yang paling sempurna.

Sifat ke-1: Ketenangan, Kewibawaan, dan Tawadhu’ kepada Alloh dan Hamba-Nya

Alloh berfirman:

﴿وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا

“Hamba-hamba Ar-Rohman adalah siapa yang berjalan di atas bumi dengan tenang (rendah hati), dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan salam (ucapan yang baik).” (QS. Al-Furqon: 63)

Termasuk sifat-sifat Ibadurrohman dan keindahan pujian atas mereka adalah ketawadhu’an mereka kepada Alloh dan kepada hamba-hamba-Nya. Mereka berjalan dengan tenang, thuma’ninah, dan wibawa. Tawadhu’ yang nampak pada cara berjalan mereka dan penampilan mereka, sungguh hanyalah buah dan bekas dari Iman.

Ibnu Abbas rodhiyallahu ‘anhuma berkata tentang firman Alloh Ta’ala:

﴿الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا

“Yaitu, dengan ketaatan, menjaga diri dari perkara harom, dan tawadhu’ (rendah hati).” (HR. Ath-Thobari dalam Tafsirnya, 17/491)

Termasuk manifestasi tawadhu’ dan ketenangan mereka adalah jika mereka di jalan berhadapan dengan sebagian orang yang kurang ajar dan bodoh, maka mereka berbicara kepada mereka dengan perkataan yang selamat dari kurang ajar dan kebodohan. Ini adalah makna firman-Nya:

﴿وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا

Artinya: Perkataan yang dengannya mereka selamat dari dosa dan perkataan sia-sia.

Dengan ini mereka telah menghimpun bagi diri mereka keselamatan dari 2 ketergelinciran: Ketergelinciran kaki, dan ketergelinciran lisan.

Ibnu Al-Qoyyim (751 H) berkata: “Ketika ketergelinciran itu ada 2: Ketergelinciran kaki, dan ketergelinciran lisan, maka salah satunya datang sebagai pendamping yang lain dalam firman Alloh Ta’ala:

﴿وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا

Maka Alloh menyifati mereka dengan istiqomah (keteguhan) pada ucapan-ucapan mereka dan langkah-langkah mereka.” (Ad-Daa’ wa Ad-Dawaa’, hal. 376)

Maka mereka tidak menghadapi orang-orang bodoh dan orang-orang yang kurang ajar dengan semisal kebodohan dan kurang ajar mereka. Tetapi mereka berpaling dari mereka. Mereka berbicara kepada mereka dengan perkataan yang selamat dari bencana-bencana ini. Mereka membalas kejahatan dengan kebaikan. Sebagaimana Alloh berfirman:

﴿وَلَا تَسْتَوِي الْحَسَنَةُ وَلَا السَّيِّئَةُ ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيُّ حَمِيمٌ وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا الَّذِينَ صَبَرُوا وَمَا يُلَقَّاهَا إِلَّا ذُو حَظٍّ عَظِيمٍ

“Tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan dia ada permusuhan seolah-olah dia telah menjadi teman yang sangat akrab. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada siapa yang bersabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada siapa yang mempunyai keberuntungan yang besar.” (QS. Fushshilat: 34-35)

Patut bagi setiap Muslim dengan kebaikan agamanya, dan keindahan akhlaknya untuk menyifati dirinya dengan apa yang Alloh sebutkan tentang Ibadurrohman dalam ayat sebelumnya. Ia membalas kejahatan dengan kebaikan, ia tawadhu’ kepada hamba-hamba Alloh betapapun akhlak mereka.

Sebelum itu ia memohon pertolongan kepada Alloh dalam semua urusannya. Ia berdoa kepada-Nya agar Dia memberinya petunjuk kepada akhlak yang terbaik. Agar Ia memalingkan darinya yang terburuknya. Sebagaimana yang shohih dari Nabi bahwa beliau Nabi dahulu berkata dalam doa istiftah:

«اهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ»

Ya Alloh, tunjukkanlah aku kepada akhlak yang terbaik, tidak ada yang menunjukkan kepada akhlak yang terbaik kecuali Engkau. Dan palingkanlah dariku akhlak yang terburuk, tidak ada yang memalingkan dari akhlak yang terburuk kecuali Engkau.” (HR. Muslim no. 771)

Nabi dahulu memberikan bimbingan kepada siapa yang keluar dari rumahnya agar ia mengucapkan:

«اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ أَنْ أَضِلَّ أَوْ أُضَلَّ أَوْ أَزِلَّ أَوْ أُزَلَّ أَوْ أَظْلِمَ أَوْ أُظْلَمَ أَوْ أَجْهَلَ أَوْ يُجْهَلَ عَلَيَّ»

“Ya Alloh, sungguh aku berlindung kepada Engkau dari aku tersesat atau disesatkan, atau aku tergelincir atau digelincirkan, atau aku menzholimi atau dizholimi, atau aku berbuat bodoh atau diperlakukan bodoh atasku.” (HR. Abu Dawud no. 5094, At-Tirmidzi no. 3427, An-Nasai no. 5486, dan dishohihkan oleh Al-Albani dalam Shohih Al-Jaami’ no. 4709)

Dalam doa yang berkah ini terdapat perlindungan bagi hamba agar tidak ada kebodohan darinya kepada para manusia yang lain. Agar ia selamat dari kebodohan para manusia yang lain terhadapnya.

Sifat ke-2: Menjaga Sholat, Terutama Qiyamul Lail

Alloh berfirman:

﴿وَالَّذِينَ يَبِيتُونَ لِرَبِّهِمْ سُجَّدًا وَقِيمًا

“Siapa yang menghabiskan waktu malam untuk Robb mereka dalam keadaan sujud dan berdiri.” (QS. Al-Furqon: 64)

Termasuk sifat-sifat Ibadurrohman yang tampak adalah penjagaan mereka atas pelaksanaan Sholat yang merupakan amalan badaniyyah yang paling agung, baik fardhu maupun nafilah (sunnah). Terutama Sholat malam. Karena sungguh ia adalah sunnah muakkadah (ditekankan) dari Rosululloh . Sungguh telah datang Hadits-Hadits yang banyak tentang keutamaan menjaga Sholat malam. Karena inilah datang penegasan atasnya dalam ayat sebelumnya bahwa ia adalah termasuk sifat-sifat Ibadurrohman.

Di antara yang datang tentang keutamaan Qiyamul Lail (Sholat malam) adalah sabda Nabi :

«أَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ: صَلَاةُ اللَّيْلِ»

“Sholat yang paling utama setelah Sholat fardhu adalah Sholat malam.” (HR. Muslim no. 1163)

Nabi bersabda:

«عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأْبُ الصَّالِحِينَ قَبْلَكُمْ وَإِنَّ قِيَامَ اللَّيْلِ قُرْبَةٌ إِلَى رَبِّكُمْ وَمُكَفِّرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ وَمَنْهَاةٌ لِلْإِثْمِ»

“Hendaknya kalian melaksanakan Qiyamul Lail (Sholat malam). Karena sungguh ia adalah kebiasaan orang-orang sholih sebelum kalian. Sungguh Qiyamul Lail adalah kedekatan kepada Robb kalian, dan penggugur dosa-dosa, dan pencegah dari dosa.” (HR. At-Tirmidzi no. 3549, dan dishohihkan oleh Al-Albani dalam Irwa’ Al-Gholil no. 452)

Adapun waktu Qiyamul Lail (Sholat malam), Nabi telah Sholat di seluruh malam. Nabi kadang Sholat di awal malam, di pertengahan malam, dan di akhir malam. Kemudian Sholatnya lebih sering di akhir malam, yaitu ketika waktu sahur. Itu adalah waktu yang paling utama untuk Sholat malam. Karena sungguh ia adalah waktu turunnya Robb semesta alam ke langit dunia. Sebagaimana yang shohih dari Nabi , beliau Nabi bersabda:

«يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الْآخِرُ يَقُولُ مَنْ يَدْعُونِي فَأَسْتَجِيبَ لَهُ وَمَنْ يَسْأَلُنِي فَأُعْطِيَهُ وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِي فَأَغْفِرَ لَهُ»

“Robb kita Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi turun setiap malam ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir, Dia berfirman: ‘Siapa yang berdoa kepada-Ku maka Aku kabulkan untuknya. Siapa yang meminta kepada-Ku maka Aku berikan kepadanya. Siapa yang memohon ampunan kepada-Ku maka Aku ampuni untuknya.” (HR. Al-Bukhori no. 1145 dan Muslim no. 752)

Maka semestinya setiap hamba yang tulus terhadap dirinya sendiri, agar bersemangat untuk memiliki jatah dari Sholat malam, meskipun dengan beberapa roka’at yang sedikit. Agar ia meraih keutamaan yang besar ini.

Ini adalah perilaku Ibadurrohman terhadap Sholat malam. Ia adalah ibadah, munajat, ketundukan, dan kekhusyu’an kepada Alloh dalam sujud, ruku’, dan berdirinya mereka.

Jika ini adalah keadaan mereka dalam Sholat malam, yang Alloh tidak fardhukan atas mereka. Lalu bagaimana perilaku mereka terhadap Sholat 5 waktu yang difardhukan yang merupakan rukun Agama yang paling agung setelah 2 kalimat Syahadat?!. Tidak diragukan bahwa mereka lebih bersemangat dan lebih menjaga.

Sifat ke-3: Khawatir dan Takut dari Adzab Naar

Alloh berfirman:

﴿وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا

“Mereka berkata: ‘Robb kami, jauhkanlah dari kami adzab Jahannam, sungguh adzabnya itu kekal (selalu menyertai). Sungguh Jahannam itu seburuk-buruk tempat menetap dan tempat tinggal.” (QS. Al-Furqon: 65-66)

Ibadurrohman bersamaan dengan kebaikan mereka dalam beramal dan beribadah kepada Alloh , sungguh mereka merasa takut dan khawatir dari adzab Alloh dan kemurkaan-Nya. Ini adalah keadaan para Mu’min yang sempurna.

Sebagaimana Alloh berfirman:

﴿وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا ءَاتَوا وَّقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ أَنَّهُمْ إِلَى رَبِّهِمْ رَاجِعُونَ

“Orang-orang yang memberikan apa yang mereka berikan (yakni sodaqoh atau ibadah), sedang hati mereka dalam keadaan takut (khawatir tidak diterima), karena sungguh mereka akan kembali kepada Robb mereka.” (QS. Al-Mu’minun: 60)

Artinya: Mereka melakukan ibadah dan ketaatan, sedang hati mereka takut (khawatir) jika amalan mereka ditolak atas mereka, hingga setelah itu adzab dari Alloh menimpa mereka.

Maka ini adalah sifat yang agung dari sifat-sifat Ibadurrohman. Sungguh mereka berbuat baik dalam amalan mereka, dan pada waktu yang sama mereka khawatir amalan itu tidak diterima dari mereka.

Dari Aisyah rodhiyallahu ‘anha, ia berkata: Aku bertanya kepada Rosululloh tentang ayat ini:

﴿وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا ءَاتَوا وَّقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ...

“Apakah mereka itu orang-orang yang meminum khomr dan mencuri?” Nabi bersabda:

«لَا يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ وَلَكِنَّهُمُ الَّذِينَ يَصُومُونَ وَيُصَلُّونَ وَيَتَصَدَّقُونَ وَهُمْ يَخَافُونَ أَنْ لَا تُقْبَلَ مِنْهُمْ»

“Bukan, wahai putri Ash-Shiddiq (Abu Bakr), tetapi mereka adalah orang yang Puasa, dan Sholat, dan bershodaqoh, sedang mereka takut amalan itu tidak diterima dari mereka.” (HR. At-Tirmidzi no. 3175, dan dishohihkan oleh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shohihah no. 162)

Al-Hasan Al-Bashri (110 H) berkata: “Mu’min menghimpun kebaikan dan rasa khawatir, dan para munafik menghimpun kejahatan dan rasa aman (dari adzab).”

Kemudian Al-Hasan (110 H) membaca:

﴿إِنَّ الَّذِينَ هُم مِّنْ خَشْيَةِ رَبِّهِم مُّشْفِقُونَ

“Sungguh termasuk ketakutan mereka kepada Robb mereka adalah selalu khawatir (amal tidak diterima).” (QS. Al-Mu’minun: 57)

Maka para munafik—wal ‘iyadzubillah (kita berlindung kepada Alloh)—berbuat buruk dalam amalan, sedang mereka bersamaan dengan itu aman dari adzab Alloh , tidak khawatir. Berbeda dengan Mu’min, sungguh rasa takut dari adzab Alloh merupakan pencegah baginya dari melakukan kemaksiatan. Sebagaimana rasa harap akan rohmat Alloh merupakan pendorong baginya untuk menambah keutamaan dan pendekatan diri kepada Alloh . Alloh Ta’ala berfirman:

﴿أُولَئِكَ الَّذِينَ يَدْعُونَ يَبْتَغُونَ إِلَى رَبِّهِمُ الْوَسِيلَةَ أَيُّهُمْ أَقْرَبُ وَيَرْجُونَ رَحْمَتَهُ وَيَخَافُونَ عَذَابَهُ إِنَّ عَذَابَ رَبِّكَ كَانَ مَحْذُورًا

Mereka yang diseru, mereka mencari wasilah (jalan) kepada Robb mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat. Dan mereka mengharapkan rohmat-Nya dan mereka takut adzab-Nya. Sungguh adzab Robbmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti.” (QS. Al-Isro’: 57)

Perkataan Ibadurrohman dalam doa mereka sebelumnya:

رَبَّنَا اصْرِفْ عَنَّا عَذَابَ جَهَنَّمَ

“Robb kami, jauhkanlah dari kami adzab Jahannam.” (QS. Al-Furqon: 65)

Juga mencakup doa untuk memalingkan sebab-sebab yang menghantarkan kepada adzab Naar (Neraka), yaitu dengan diberikan taufiq untuk menjauhi sebab-sebab itu. Sebagaimana yang shohih dari Nabi bahwa beliau Nabi mengajarkan Aisyah Ummul Mu’minin rodhiyallahu ‘anha untuk berdoa dan mengucapkan:

«اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهَا مِنْ قَوْلٍ أَوْ عَمَلٍ»

“Ya Alloh, sungguh aku memohon kepada-Mu Jannah dan apa yang mendekatkan kepada Jannah dari perkataan atau amalan. Aku berlindung kepada-Mu dari Naar (Neraka) dan apa yang mendekatkan kepada Naar dari perkataan atau amalan.” (HR. Ibnu Majah no. 3846, dan dishohihkan oleh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shohihah no. 1542)

Perkataan mereka:

﴿إِنَّ عَذَابَهَا كَانَ غَرَامًا

Artinya: Sungguh adzabnya itu kekal, selalu menyertai, dan sangat keras. (QS. Al-Furqon: 65)

إِنَّهَا سَاءَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا

Artinya: Seburuk-buruk tempat menetap, dan seburuk-buruk tempat kekal. (QS. Al-Furqon: 66)

 

Sifat ke-4: Pertengahan dalam Harta, Antara Berlebihan dan Pelit

Alloh berfirman:

﴿وَالَّذِينَ إِذَا أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا وَكَانَ بَيْنَ ذَلِكَ قَوَامًا

“Dan orang-orang yang apabila mereka berinfaq, mereka tidak berlebihan dan tidak kikir, dan adalah (nafkah itu) di antara keduanya itu pertengahan.” (QS. Al-Furqon: 67)

Termasuk sifat-sifat Ibadurrohman adalah perilaku tengah-tengah mereka dalam bab nafaqoh antara berlebihan dan kikir. Karena sungguh mereka mengetahui Alloh akan bertanya kepada mereka pada Hari Kiamat tentang ni’mat ini yang Dia berikan kepada mereka. Sebagaimana yang shohih dari Rosululloh bersabda:

«لَا تَزُولُ قَدَمَا عَبْدٍ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ عُمُرِهِ فِيمَ أَفْنَاهُ وَعَنْ عِلْمِهِ فِيمَ فَعَلَ وَعَنْ مَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَعَنْ جِسْمِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ»

“Tidak akan bergeser 2 kaki seorang hamba pada Hari Kiamat hingga ia ditanya tentang: umurnya pada apa ia habiskan, tentang ilmunya pada apa ia amalkan, tentang hartanya dari mana ia peroleh dan pada apa ia belanjakan, tentang jasadnya pada apa ia usangkan.” (HR. At-Tirmidzi dalam Al-Jaami’ no. 2416, dan dishohihkan oleh Al-Albani dalam Shohih Al-Jaami’ no. 7300)

Adapun bentuk tidak boros dan tidak kikir dalam nafaqoh adalah mereka tidak boros hingga mereka melampaui batas yang Alloh perbolehkan dari kebutuhan-kebutuhan wajib dan sunnah mereka. Dan sebaliknya dalam kikir: mereka bersemangat untuk berinfaq untuk apa yang harus mereka penuhi darinya, yaitu yang menegakkan kehidupan mereka dan menjadi bekal dan penolong untuk kebaikan Akhiroh mereka.

Ini adalah kewajiban atas Muslim: agar ia bersikap tengah-tengah dalam semua urusannya antara berlebihan dan meremehkan, baik dalam bab ini maupun bab Agama dan dunia yang lain.

Dari Ka’ab bin Furrukh, dari Qotadah, dari Muthorrif bin Abdillah, ia berkata: “Sebaik-baik urusan ini adalah yang paling tengah, dan kebaikan adalah di antara 2 keburukan.” Aku bertanya kepada Qotadah: “Apa kebaikan di antara 2 keburukan?” Ia menjawab:

﴿وَالَّذِينَ إِذَا أَنفَقُوا لَمْ يُسْرِفُوا وَلَمْ يَقْتُرُوا

“Orang-orang yang apabila mereka berinfaq, mereka tidak berlebihan dan tidak kikir.” (HR. Ath-Thobari dalam Tafsirnya, 17/500)

Sifat ke-5: Menjauhi Dosa-Dosa Besar dan Kejahatan

Alloh berfirman:

﴿وَالَّذِينَ لَا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلَا يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَلَا يَزْنُونَ

“Dan orang-orang yang tidak menyeru (berdoa) bersama Alloh kepada ilah yang lain, tidak membunuh jiwa yang Alloh haromkan kecuali dengan hak, dan tidak berzina.” (QS. Al-Furqon: 68)

Termasuk sifat-sifat Ibadurrohman yang paling menonjol yang bertaqwa adalah menjauhi dosa-dosa besar dan kejahatan-kejahatan. Sungguh Alloh Jalla wa ‘Ala mengkhususkan dalam rangkaian ini 3 dosa besar untuk disebutkan. Karena sungguh ia adalah dosa-dosa besar yang paling agung dan paling keras secara mutlak, yaitu:

1. Syirik kepada Alloh Ta’ala.

2. Pembunuhan jiwa yang terjaga (ma’shum).

3. Zina.

Adapun syirik maka ia berkaitan dengan hak Alloh atas hamba-hamba-Nya. Ia adalah dosa yang Alloh tidak ampuni siapa yang wafat di atasnya, sebagaimana Alloh Ta’ala berfirman:

﴿إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَن يَشَاءُ وَمَن يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدِ افْتَرَى إِثْمًا عَظِيمًا

“Sungguh Alloh tidak mengampuni dosa syirik kepada-Nya. Alloh mengampuni dosa yang di bawah itu bagi siapa yang Dia kehendaki. Siapa yang syirik kepada Alloh, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang sangat besar.” (QS. An-Nisa’: 48)

Maka jika hamba memalingkan sesuatu dari ibadah kepada selain Alloh; seperti do’a, istighotsah, nadzar, dan dzabh (sembelihan), dan selainnya, sungguh ia telah melakukan perbuatan yang paling membinasakan, dan kejahatan yang paling besar, yaitu syirik kepada Alloh .

Adapun pembunuhan jiwa yang terjaga (ma’shum) maka ia adalah kejahatan yang sangat keji. Haknya berkaitan dengan si pembunuh yang zholim atas dirinya sendiri dengan kejahatan ini. Dan ia berkaitan dengan para wali (keluarga) si terbunuh juga.

Karena itulah Nabi bersabda:

«لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ مُسْلِمٍ بِغَيْرِ حَقٍّ»

“Sungguh hancurnya dunia adalah lebih ringan bagi Alloh daripada membunuh Muslim tanpa hak.” (HR. Ibnu Majah no. 2619, dan dishohihkan oleh Al-Albani dalam Shohih Al-Jaami’ no. 5078)

Adapun zina maka ia adalah termasuk perbuatan keji yang paling keras yang membuat hati sakit dan merusaknya. Dia juga mendatangkan kerugian-kerugian yang banyak dan beragam pada hamba dan masyarakat, baik kerugian Iman, badaniyyah, nafsiyyah (kejiwaan), maupun sosial.

Nabi bersabda:

«إِذَا زَنَى الرَّجُلُ خَرَجَ مِنْهُ الْإِيمَانُ وَكَانَ عَلَيْهِ كَالظُّلَّةِ فَإِذَا انْقَطَعَ رَجَعَ إِلَيْهِ الْإِيمَانُ»

“Apabila seorang lelaki berzina, Iman keluar darinya, seakan-akan Imannya seperti naungan di atasnya. Apabila ia berhenti, Iman kembali kepadanya.” (HR. Abu Dawud no. 4690, dan dishohihkan oleh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shohihah no. 509)

Sungguh Alloh dan Rosul-Nya telah memperingatkan dari semua wasilah (jalan) yang mendekatkan kepada perbuatan keji ini atau menjadi sebab untuk terjadinya. Maka datang larangan dari berduaan antara lelaki dan perempuan asing. Dan larangan bagi perempuan untuk menampakkan sedikit dari perhiasannya kecuali kepada para mahromnya. Dan larangan keluarnya perempuan dari rumahnya dalam keadaan memakai wewangian sehingga para lelaki mencium baunya. Dan perintah untuk menundukkan pandangan bagi para lelaki dan para perempuan. Dan itu semua adalah termasuk syari’at Robbaniyyah yang lain yang menjaga masyarakat dari dosa besar ini. Itu semua tidak lain adalah karena bahayanya dan buruknya akibatnya.

Setelah Alloh menyebutkan tentang Ibadah-Nya menjauhi dosa-dosa besar yang 3 ini, Alloh mengikutinya dengan ancaman bagi siapa yang melakukan dosa-dosa ini dengan adzab yang sangat keras lagi berlipat ganda di Jahannam—wal ‘iyadzubillah (kita berlindung kepada Alloh)—. Alloh berfirman:

﴿وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا

“Ssiapa yang melakukan itu, niscaya ia akan mendapat balasan dosa. Akan dilipatgandakan adzab baginya pada Hari Kiamat dan ia akan kekal di dalamnya dalam keadaan terhina.” (QS. Al-Furqon: 68-69)

Kemudian Alloh mengecualikan dari ancaman yang keras ini siapa yang segera dan bersegera untuk taubat dari dosa-dosa besar ini, dan kembali kepada Robbnya , dan rujuk kepada-Nya. Agar ia meraih ampunan dan maaf, bersamaan dengan memperbanyak amalan-amalan sholih dan jenis-jenis ketaatan yang mendekatkan kepada Ar-Rohman agar derajatnya naik di sisi Robbnya , dan kejahatan-kejahatannya diganti dengan kebaikan-kebaikan.

Alloh berfirman:

﴿إِلَّا مَن تَابَ وَءَامَنَ وَعَمِلَ عَمَلًا صَالِحًا فَأُولَبِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا

“Kecuali siapa yang taubat dan beriman dan mengamalkan amalan sholih. Maka Alloh mengganti kejahatan-kejahatan mereka dengan kebaikan-kebaikan. Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Furqon: 70-71)

Sifat ke-6: Menjauhi Majlis Batil dan Mungkar

Alloh berfirman:

﴿وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا

“Dan orang-orang yang tidak menyaksikan zuur (kesaksian palsu/ kebatilan), dan apabila mereka melewati laghwu (perkataan/ perbuatan sia-sia), mereka melewatinya dengan mulia.” (QS. Al-Furqon: 72)

Termasuk akhlak Ibadurrohman, dan keindahan sifat-sifat mereka adalah mereka mensucikan diri mereka dari menghadiri majelis-majelis yang di dalamnya tersebar kemungkaran, dan diliputi oleh kebatilan dan perkataan sia-sia yang harom.

Firman-Nya:

﴿وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ

Artinya: Mereka tidak menghadiri zuur dan tidak mendatangi majelis-majelisnya, dan tidak berpartisipasi dengan ahlinya.

Maka termasuk dalam ayat sebelumnya:

Majelis-majelis yang didirikan di atas kemaksiatan dan kejahatan-kejahatan: seperti ghibah, namimah, sukhriyyah (mengolok-olok), istihza’ (mengejek), kadzib (dusta), ghina’ (nyanyian), dan menonton kemungkaran dan perbuatan keji yang ditampilkan di layar televisi, dan perangkat jawal (telepon genggam), dan selainnya.

Dan termasuk di dalamnya: Majelis-majelis yang didirikan di atas penyebaran pemikiran yang menyimpang, dan pendapat-pendapat yang rusak, dan amalan-amalan yang bid’ah dari para da’i (penyeru) keburukan dan kesesatan.

Dan termasuk di dalamnya juga: Majelis-majelis yang di dalamnya ditegakkan ‘Id (perayaan) para musyrik, dan musim-musim yang mereka rayakan di dalamnya. Maka harom atas Muslim menghadirinya atau mengucapkan selamat kepada mereka dan menampakkan kegembiraan dan kesenangan dengannya.

Semua yang telah disebutkan itu dicakup oleh ayat tersebut. Karena itulah ungkapan para Salaf Ash-Sholih berbeda-beda dalam menjelaskan maksud zuur (kebatilan) dalam ayat tersebut.

Al-Hafizh Ibnu Jarir Ath-Thobari (310 H) setelah ia menyebutkan perkataan para Salaf tentang ayat tersebut, ia berkata: “Maka perkataan yang paling utama dengan kebenaran dalam tafsirnya adalah dikatakan: Siapa yang tidak menyaksikan sesuatu pun dari kebatilan, yaitu tidak syirik, tidak nyanyian, tidak kedustaan, dan tidak selainnya. Dan semua yang dilazimkan oleh nama zuur (kebatilan). Karena sungguh Alloh menyamaratakan dalam pensifatan-Nya kepada mereka sungguh mereka:

﴿لا يَشْهَدُونَ الزُّورَ

“Mereka tidak menyaksikan zuur.(Jami’ Al-Bayan, 17/523)

Ibadurrohman tidak menyaksikan majelis-majelis ini dengan semua bentuknya. Dan lebih utama lagi tidak terjadi zuur (kesaksian palsu) dari mereka.

Dan firman-Nya Ta’ala:

﴿وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا

Maka mereka tidak mendatangi majelis-majelis itu, dan tidak melakukan sesuatu pun darinya dengan sengaja. Tetapi jika ditakdirkan salah seorang dari mereka melewati majelis yang di dalamnya ada sesuatu dari kemungkaran atau kebatilan, maka ia melewatinya sambil memuliakan dirinya dari majelis itu, berpaling darinya, dan mensucikan diri dari duduk di dalamnya.

Sifat ke-7: Mengagungkan Kalamullah dan Mengamalkannya

Alloh berfirman:

﴿وَالَّذِينَ إِذَا ذُكِّرُوا بِآيَاتِ رَبِّهِمْ لَمْ يَخِرُّوا عَلَيْهَا صُمًّا وَعُمْيَانًا

“Dan orang-orang yang apabila mereka diingatkan dengan ayat-ayat Robb mereka, mereka tidak jatuh tersungkur atasnya dalam keadaan tuli dan buta.” (QS. Al-Furqon: 73)

Kalam Alloh kedudukannya agung, dan tempatnya mulia dalam jiwa Ibadurrohman. Maka mereka tidak menghadapinya dengan berpaling dan mengacuhkan. Tetapi mereka mengagungkannya dan menempatkannya di tempat yang mulia. Mereka berbuat baik dalam mendengarkannya dan mengambil manfaat dengannya.

Firman-Nya:

﴿لَمْ يَخِرُّوا عَلَيْهَا صُمًّا وَعُمْيَانًا

Artinya: Jika mereka mendengarkan Kalam Robb, mereka tidak seperti orang-orang tuli yang tidak mendengar sehingga mengambil manfaat dengan nasehat, dan orang buta yang tidak melihat. Tetapi mereka berbuat baik dalam mendengarkan, dan mengambil manfaat dengan nasehat-nasehat, dan mengamalkan hukum-hukumnya dan petunjuk-petunjuknya.

Dari Qotadah bin Di’amah (118 H) ia berkata tentang ayat ini: “Mereka tidak tuli dan tidak buta dari kebenaran. Mereka adalah kaum yang berakal tentang Alloh, maka mereka mengambil manfaat dengan apa yang mereka dengarkan dari Kitab Alloh.” (HR. Ibnu Abi Hatim dalam Tafsirnya, 8/2740)

Alloh telah mencela siapa yang sombong atas ayat-ayat Alloh dan petunjuk-petunjuknya. Rasa sombong karena dosa menguasainya, sehingga ia terus-menerus dalam kebatilannya. Alloh mengancamnya dengan adzab Jahannam, maka Alloh berfirman:

﴿وَإِذَا قِيلَ لَهُ اتَّقِ اللَّهَ أَخَذَتْهُ الْعِزَّةُ بِالْإِثْمِ فَحَسْبُهُ جَهَنَّمُ وَلَبِئْسَ الْمِهَادُ

Apabila dikatakan kepadanya: “Bertaqwalah kepada Alloh!” maka kesombongan karena dosa menguasainya. Maka cukuplah baginya Jahannam. Sungguh Jahannam itu tempat berbaring yang seburuk-buruknya.” (QS. Al-Baqoroh: 206)

Nabi bersabda:

«إِنَّ أَبْغَضَ الْكَلَامِ إِلَى اللَّهِ أَنْ يَقُولَ الرَّجُلُ لِلرَّجُلِ اتَّقِ اللَّهَ فَيَقُولُ عَلَيْكَ نَفْسَكَ»

“Sungguh perkataan yang paling dibenci oleh Alloh adalah seorang lelaki berkata kepada lelaki (lain): “Bertaqwalah kepada Alloh,” lalu ia berkata: “Uruslah dirimu sendiri.” (HR. An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubro no. 10619, dan dishohihkan oleh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shohihah no. 2598)

Sifat ke-8: Senantiasa Berdoa dan Tunduk

Alloh berfirman:

﴿وَالَّذِينَ يَقُولُونَ رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

“Dan orang-orang yang berkata: ‘Robb kami, anugerahkanlah kepada kami dari pasangan-pasangan kami dan keturunan-keturunan kami penyejuk mata (penyenang hati). Dan jadikanlah kami bagi para Muttaqin sebagai pemimpin.” (QS. Al-Furqon: 74)

Termasuk sifat-sifat Ibadurrohman yang sempurna adalah perhatian mereka dengan doa. Maka mereka adalah orang-orang yang membutuhkan kepada Alloh , berlindung kepada-Nya, menghadap kepada-Nya. Dan semua kebutuhan mereka dan kemaslahatan mereka, baik yang berkaitan dengan Agama maupun dunia, mereka mengharapkannya hanya dari-Nya semata, tidak ada sekutu bagi-Nya.

Kemudian mereka dalam doanya bersemangat atas doa-doa yang mencakup dan lengkap dan yang paling bermanfaat. Perkataan mereka:

﴿رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Doa ini adalah termasuk doa yang paling mencakup dan paling bermanfaat. Di dalamnya terdapat permintaan utama: doa seseorang agar matanya disejukkan, dan hatinya bahagia dengan kebaikan (kesholihan) keluarga dan anak-anaknya. Dalam ibadah mereka, akhlak mereka, muamalah (interaksi) mereka, kehidupan mereka, dan bakti mereka kepada kedua orang tua mereka, dan selainnya.

Kemudian perkataan mereka:

﴿وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا

Mencakup doa untuk kebaikan diri terlebih dahulu, dan petunjuk diri kepada kebaikan, sehingga setelah itu ia menjadi teladan bagi para manusia yang lain dalam sifat-sifat kebaikan. Sehingga para manusia menjadikannya sebagai panutan, dan meneladani perilakunya.

Tidak mungkin bagi hamba untuk menjadi teladan dan pemimpin bagi para muttaqin setelahnya, kecuali jika ia meneladani para muttaqin sebelumnya. Ia mencontoh mereka dalam dirinya. Ia bersemangat untuk mendapatkan sifat-sifat kebaikan dan keberuntungan. Ketika itu para muttaqin bersemangat untuk meneladani dan menjadikannya sebagai pemimpin, dan mengambil manfaat dari bimbingan dan petunjuknya.

Karena inilah patut atas setiap Muslim untuk bersemangat atas doa ini, dan agar doa ini ada di lisannya. Agar ia meraih kebaikan yang agung ini yang terkandung di dalamnya.

Penutup

Kemudian Alloh menutup rangkaian yang berkah ini dengan menyebutkan balasan siapa yang menyifati dirinya dengan sifat-sifat sebelumnya, dan pahala mereka yang agung. Maka Alloh berfirman:

﴿أُوْلَئِكَ يُجْزَوْنَ الْغُرْفَةَ بِمَا صَبَرُوا وَيُلَقَّوْنَ فِيهَا تَحِيَّةً وَسَلَامًا خَالِدِينَ فِيهَا حَسُنَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا

“Mereka akan dibalas ghurfah (kamar di Surga) disebabkan kesabaran mereka. Mereka akan disambut di dalamnya dengan penghormatan dan salam. Mereka kekal di dalamnya. Ia adalah sebaik-baik tempat menetap dan tempat tinggal.” (QS. Al-Furqon: 75-76)

Maka balasan itu sesuai dengan jenis amalan. Ketika sifat-sifat mereka mulia dan tinggi, Robb semesta alam membalas mereka dengan ghurfah yang tinggi sebagai balasan bagi mereka.

Sungguh deskripsi ghurfah (kamar-kamar) ini datang melalui lisan Nabi , ketika Nabi bersabda:

«إِنَّ أَهْلَ الْجَنَّةِ يَتَرَاءَوْنَ أَهْلَ الْغُرَفِ مِنْ فَوْقِهِمْ كَمَا يَتَرَاءَوْنَ الْكَوْكَبَ الدُّرِّيَّ الْغَابِرَ فِي الْأُفُقِ مِنَ الْمَشْرِقِ أَوِ الْمَغْرِبِ لِتَفَاضُلِ مَا بَيْنَهُمْ»

“Sungguh para penghuni Jannah melihat para penghuni ghurof (kamar-kamar) dari atas mereka, sebagaimana mereka melihat bintang yang bercahaya seperti mutiara yang jauh di ufuk, dari timur atau barat. Karena adanya perbedaan tingkatan di antara mereka.” (HR. Al-Bukhori no. 3256 dan Muslim no. 2831)

Maka para penghuni Jannah jika mereka ingin melihat para penghuni ghurof, mereka mengangkat kepala mereka dan melihatnya sebagaimana kita menyaksikan bintang yang tinggi dan mulia di langit. Ini menunjukkan atas ketinggian kedudukan mereka, dan ketinggian derajat mereka di Jannah An-Na’im.

Dan firman-Nya ‘Azza wa Jalla:

﴿وَيُلَقَّوْنَ فِيهَا تَحِيَّةً وَسَلَامًا

Artinya: Para Malaikat menyambut mereka dengan penghormatan dan sambutan dan salam yang mencakup keselamatan dari kekurangan, penyakit, dan perkara yang menyusahkan.

Ini adalah akhir perjalanan mereka dan tempat kembali mereka yang Alloh muliakan bagi mereka karena kesempurnaan ibadah mereka dan kepatuhan mereka terhadap petunjuk Kitab-Nya yang mulia.

Dan firman Alloh di akhir rangkaian ini:

﴿قُلْ مَا يَعْبَؤُا بِكُمْ رَبِّي لَوْلَا دُعَاؤُكُمْ

“Katakanlah: Robku tidak memperhatikanmu seandainya bukan karena doamu (Imanmu).” (QS. Al-Furqon: 77)

Di Ayat ini terdapat kembalinya keselamatan dan kebahagiaan, yaitu ibadah yang karenanya Alloh menciptakan makhluk. Allah adakan mereka untuk merealisasikannya.

Ibnu Al-Qoyyim (751 H) berkata: “Perkataan yang paling benar tentang ayat ini adalah: Apa yang Robbku perbuat dengan kalian jika bukan karena ibadah kalian kepada-Nya. Maka sungguh Dia Subhanahu wa Ta’ala tidak menciptakan kalian kecuali untuk ibadah kepada-Nya” (Miftaah Dar As-Sa’adah, 2/83)

Semoga Alloh menganugrahi kita semua sifat-sifat Ibadurrohman, dan menetapkan kita di atas kebenaran, petunjuk, dan Iman.

Kami memohon kepada Alloh agar memberikan taufiq kepada kita dan semua Muslimin pada apa yang Dia cintai untuk kita dan Dia ridhoi dari perkataan dan amalan. Sungguh tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Alloh Yang Maha Tinggi lagi Maha Agung.

Segala puji bagi Alloh Robb semesta alam.

Sholawat Alloh atas Nabi kita Muhammad, dan atas keluarga beliau dan Shohabat beliau, dan keselamatan yang banyak lagi abadi hingga Hari Pembalasan.

***

 


Unduh PDF

Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url