[PDF] Rangkuman Buku “Qunut Shubuh Menurut Imam An-Nawawi (676 H) Edisi 2 Karya Nor Kandir”
Buku ini merupakan terjemahan dari beberapa bagian kitab Al-Majmu’ karya An-Nawawi (676 H), yang diterbitkan oleh Pustaka Syabab, cetakan ke-2 tahun 1447 H/2025. Tujuan risalah ini adalah untuk bersikap inshof (objektif) dalam menilai perbedaan pendapat (khilaf) mengenai qunut Shubuh.
Pendapat Madzhab dan Waktu Qunut
|
Madzhab |
Hukum Qunut Shubuh |
Kapan Qunut? |
Apakah Makmum Ikut
Mengaminkan? |
|
Syafiiyah & Malikiyah |
Sunnah (Syafiiyah: sangat
dianjurkan, jika ditinggalkan dianjurkan sujud sahwi ) |
Syafiiyah & Hanabilah:
Setelah rukuk. Malikiyah: Bebas, lebih utama sebelum rukuk. |
Syafiiyah-Malikiyyah: Dianjurkan
mengaminkan. Hanabilah: Mengaminkan. |
|
Hanafiyah & Hanabilah |
Tidak disunnahkan/bid'ah |
Hanafiyah: Sebelum rukuk. Hanabilah:
Setelah rukuk. |
Hanafiyah: Tidak
mengaminkan. |
Imam An-Nawawi, sebagai pemuka utama Madzhab Asy-Syafii,
menjelaskan posisi Madzhab Syafiiyah yang pro qunut Shubuh.
Pendapat Pro Qunut Shubuh (Madzhab Asy-Syafii)
Hukum: Madzhab Syafiiyah berpendapat qunut Shubuh
disunnahkan, baik karena nazilah (musibah) ataupun tidak.
Ulama yang Berpendapat Sama: Ini adalah pendapat
mayoritas Salaf, seperti Abu Bakar Ash-Shiddiq, Umar bin Al-Khoth-thob, Utsman
bin Affan, Ali, Ibnu Abbas, Al-Baro bin Azib Rodhiyallahu ‘Anhum
(diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dengan sanad-sanad yang shohih), serta Malik dan
Dawud (Azh-Zhohiri).
Hujjah (Dalil):
Hadits Anas bin Malik: “Nabi ﷺ qunut satu bulan mendoakan keburukan kepada mereka lalu
meninggalkannya. Adapun qunut Shubuh, beliau selalu qunut sampai meninggalkan
dunia (wafat).” Hadits ini shohih dan diriwayatkan oleh sejumlah huffazh
(pakar Hadits) seperti Al-Hakim dan Ad-Daruquthni.
Riwayat dari Abu Bakar, Umar, dan Utsman Rodhiyallahu ‘Anhum
yang qunut Shubuh setelah rukuk.
Riwayat dari Ali Rodhiyallahu ‘Anhu yang qunut
Shubuh.
Hadits Al-Baro Rodhiyallahu ‘Anhu: “Rosulullah ﷺ qunut Shubuh dan
Maghrib.” (HR. Muslim)
Tempat Qunut: Menurut Syafiiyah, tempat qunut adalah
setelah mengangkat kepala dari rukuk. An-Nawawi menyebutkan jika seorang
Syafiiyah qunut sebelum rukuk, pendapat yang masyhur adalah qunutnya tidak sah
dan wajib sujud sahwi.
Pendapat Kontra Qunut Shubuh
Ulama yang Berpendapat Sama: Abdullah bin Mas’ud dan
murid-muridnya, Abu Hanifah dan murid-muridnya, Sufyan Ats-Tsauri, dan Ahmad
bin Hanbal. Ahmad bin Hanbal menambahkan: “Kecuali jika imam mengirim pasukan
perang maka qunut Shubuh.” Ishaq bin Rohawaih berpendapat: “Hanya ada qunut
nazilah.”
Hujjah (Dalil):
Hadits Anas bin Malik: “Nabi ﷺ qunut sebulan setelah rukuk mendoakan sekelompok orang Arob
(yang memusuhi Islam) lalu meninggalkannya.” (Muttafaqun Alain)
Hadits Sa’ad bin Thoriq: “Anda pernah Sholat di belakang
Rosulullah ﷺ, Abu Bakar, Umar,
Utsman, Ali, apakah mereka qunut Shubuh?” Jawabnya: “Wahai anakku, itu muhdats
(perkara baru dalam agama).” (HR. An-Nasai dan Tirmidzi)
Lainnya: Hadits Ibnu Mas’ud (“tidak pernah qunut”),
riwayat Ibnu Umar (“tidak tahu qunut dari seorang pun dari shohabat kami”), dan
Ibnu Abbas (“Qunut Shubuh adalah bid’ah”).
Bantahan An-Nawawi Atas Kontra Qunut:
Mengenai Hadits “lalu meninggalkannya” (Anas dan Abu Huroiroh),
maksudnya adalah meninggalkan mendoakan keburukan atas orang-orang kafir saja,
bukan meninggalkan qunut Shubuh. Penafsiran ini dikuatkan oleh Hadits Anas yang
menyatakan Nabi ﷺ
selalu qunut Shubuh sampai wafat.
Mengenai Hadits Sa’ad bin Thoriq, riwayat yang menetapkan
qunut (seperti Hadits Anas) memiliki tambahan ilmu dan jumlah riwayatnya jauh
lebih banyak, sehingga wajib didahulukan.
Hadits Ibnu Mas’ud dan riwayat Ibnu Abbas dinilai lemah oleh
An-Nawawi. Riwayat Ibnu Umar dibantah dengan alasan Ibnu Umar lupa, sementara
Anas dan Al-Baro bin Azib ingat, dan orang yang hafal lebih didahulukan.
Qunut Selain Shubuh
Yang shohih dalam Madzhab Syafiiyah adalah jika terjadi nazilah
(musibah yang menimpa Muslimin), maka disunnahkan qunut pada semua Sholat
fardhu (seperti takut musuh, kemarau, wabah).
Dalilnya adalah Hadits shohih yang masyhur: “Nabi ﷺ qunut sebulan untuk
orang-orang yang terbunuh dari para qurro (ahli baca Quran)”.
Sunnah-Sunnah Qunut Shubuh (Menurut Syafiiyah)
Lafazh Qunut: Disunnahkan membaca:
«اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ، وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ،
وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ، وَقِنِي شَرَّ
مَا قَضَيْتَ، إنَّكَ تَقْضِي وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ، إنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ،
تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ»
Lafazh ini diajarkan Nabi ﷺ kepada Al-Hasan bin Ali Rodhiyallahu ‘Anhuma.
Lafazh Tidak Ditentukan: Pendapat yang shohih dan
masyhur yang disepakati kebanyakan ulama Syafiiyah adalah tidak ditentukan
(tidak harus) dengan lafazh di atas, bahkan sah dengan doa apapun, termasuk
ayat Al-Qur’an yang berisi doa.
Mengangkat Tangan: Menurut An-Nawawi, pendapat yang
shohih dalam madzhab Syafiiyah adalah disukai mengangkat tangan (ketika qunut).
Bersholawat: Dianjurkan bersholawat kepada Nabi ﷺ setelah berdoa qunut.
Mengaminkan: Dianjurkan bagi makmum mengaminkan doa.
Kami Bukan Aku: Jika menjadi imam, semestinya
menggunakan lafazh umum (kami), yaitu اللَّهُمَّ اهْدِنَا dan seterusnya.
Kesimpulan Penulis Buku (Nor Kandir)
Penulis menyimpulkan bahwa qunut Shubuh adalah ranah fiqih
yang boleh terjadi khilaf di dalamnya, bukan Aqidah. Ahli ilmu (Ahlus Sunnah)
berselisih pendapat tentangnya, sehingga qunut Shubuh bukanlah barometer
seseorang dikatakan Ahlus Sunnah ataukah tidak. Penulis menguatkan pendapat
tidak qunut Shubuh, tetapi tetap inshof dan berlapang dada kepada yang
menguatkan qunut Shubuh (mengikuti Imam Malik, Imam Syafii, An-Nawawi, dan
lainnya).[]
%20-%20Edisi%202%20-%20Nor%20Kandir.jpg)