[PDF] Rangkuman dari Buku “Fiqih Berhutang dari Al-Kitab dan As-Sunnah” oleh Nor Kandir.

 

Berikut ini rangkuman dari buku “Fiqih Berhutang dari Al-Kitab dan As-Sunnah” oleh Nor Kandir.

Buku ini membahas secara komprehensif hukum, adab, keutamaan, dan konsekuensi hutang piutang dalam Islam, yang disarikan langsung dari Al-Qur’an dan Hadits Nabi Muhammad .

Rangkuman Lengkap Fiqih Berhutang

A. Dasar Hukum dan Bentuk Hutang

Hutang (dalam bentuk uang atau barang, termasuk jual beli kredit) adalah praktik yang dibolehkan dalam syariat Islam dan merupakan salah satu karunia Allah.

Dalilnya adalah hadits tentang Nabi membeli onta dari Jabir dengan kredit dan membeli makanan dari seorang Yahudi dengan menjaminkan baju besinya.

B. Keutamaan bagi Pemberi Pinjaman (Kreditur)

Orang yang memberi pinjaman dan bersikap baik akan mendapatkan banyak keutamaan:

1.  Dihilangkan Kesulitan di Akhirat: Allah akan menghilangkan satu kesulitannya di hari Kiamat.

2.  Dimudahkan Urusan: Allah akan memudahkan urusannya di dunia dan Akhirat.

3.  Senantiasa Ditolong: Allah akan selalu menolongnya selama ia menolong saudaranya.

4.  Pahala Setengah Sedekah: Memberi pinjaman dua kali sama pahalanya dengan bersedekah sekali.

5.  Pahala Memberi Tempo: Memberi tenggang waktu kepada orang yang kesulitan bayar diganjar pahala sedekah setiap hari.

6.  Naungan di Akhirat: Akan mendapat naungan di bawah Arsy Allah di hari Kiamat.

C. Kewajiban dan Adab bagi Peminjam (Debitur)

1.  Mengutamakan Pelunasan: Seorang Muslim harus bersegera melunasi hutangnya dan tidak menumpuk harta selama hutang belum lunas.

2.  Niat Baik untuk Melunasi: Berniat melunasi hutang akan membuat Allah membantunya. Sebaliknya, niat tidak mau bayar adalah dosa besar dan akan dianggap sebagai pencuri di Akhirat.

3.  Beradab dalam Berhutang: Dianjurkan untuk mendoakan pemberi pinjaman, bersikap memaklumi jika ditegur, dan melebihkan nominal atau kualitas saat melunasi sebagai bentuk syukur.

4.  Larangan Menunda Padahal Mampu: Menunda pembayaran padahal mampu adalah bentuk kezoliman.

5.  Berlindung dari Hutang: Dianjurkan untuk berdoa memohon perlindungan dari hutang, karena hutang dapat mendorong seseorang kepada dusta dan ingkar janji.

D. Konsekuensi Serius Hutang yang Tidak Dilunasi

Hutang memiliki konsekuensi yang sangat berat, baik di dunia maupun Akhirat:

1.  Penghalang Masuk Surga: Hutang yang belum lunas akan menghalangi seseorang untuk masuk Surga, sekalipun ia mati syahid.

2.  Ruh Tergantung: Ruh seorang Mu’min akan tergantung di langit dan tertahan sampai hutangnya dilunasi.

3.  Dilunasi dengan Pahala: Di Akhirat, hutang akan dilunasi dengan pahala kebaikannya, karena tidak ada lagi uang di sana.

4.  Tidak Disholati: Nabi pernah enggan mensholati janazah yang masih menanggung hutang, sebagai teguran bagi yang masih hidup untuk segera melunasinya.

E. Adab bagi Pemberi Pinjaman (Kreditur)

1.  Lembut dalam Menagih: Menagih hutang harus dengan cara yang baik dan menjaga kehormatan pihak yang berhutang.

2.  Memudahkan dan Membebaskan: Dianjurkan untuk memudahkan orang yang kesulitan, memberi tempo, bahkan membebaskan hutangnya. Hal ini dapat mengampuni dosa-dosa.

3.  Mendoakan Peminjam: Sebagaimana Nabi mendoakan kebaikan bagi orang yang memberi pinjaman kepadanya.

F. Penyelesaian Kasus Khusus

1.  Jika Peminjam Bangkrut/Miskin:

Kreditur berhak mengambil kembali barangnya jika belum ada pembayaran sama sekali.

Jika sudah ada pembayaran, maka barang menjadi hak bersama para kreditur.

Orang yang bangkrut dilarang menyedekahkan hartanya sebelum hutangnya lunas.

2.  Peran Penguasa:

Penguasa (pemerintah) bertanggung jawab untuk melunasi hutang warganya yang meninggal dan tidak mampu, atau mengambil alih hartanya untuk diselesaikan hutangnya.

G. Larangan dan Peringatan Terkait

1.  Larangan Menyia-nyiakan Harta: Berhutang untuk hal-hal yang tidak perlu atau bermegah-megahan termasuk menyia-nyiakan harta yang dilarang.

2.  Larangan Menipu: Dilarang keras mengambil harta orang lain dengan cara curang atau menipu.

3.  Harta Suami/Istri: Seorang istri tidak boleh mengeluarkan harta suami tanpa izinnya, karena ia adalah penanggung jawab di rumah suaminya.

Kesimpulan Utama

Buku ini menekankan bahwa hutang piutang adalah urusan serius yang memiliki dimensi duniawi dan ukhrowi. Syariat mendorong umat Islam untuk saling menolong melalui pinjam-meminjam, namun dengan diiringi tanggung jawab yang besar. Kedua pihak—pemberi dan penerima pinjaman—harus menjalankannya dengan penuh kejujuran, amanah, dan kelapangan hati. Hutang yang tidak dilunasi bukan hanya merugikan manusia, tetapi juga menjadi beban berat di Akhirat yang dapat menghalangi seseorang dari rahmat Allah dan Surga-Nya.

Allahu a’lam.[]


Unduh PDF dan Word

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url