[PDF] 10 Amalan yang Pahalanya Terus Mengalir Setelah Wafat - Prof. Dr. Abdurrozzaq bin Abdulmuhsin Al-Badr

 


Pendahuluan

اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ، وَصَلَّى اللَّهُ وَسَلَّمَ عَلَى أَشْرَفِ الْمُرْسَلِينَ؛ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آَلِهِ وَأَصْحَابِهِ أَجْمَعِينَ.

Segala puji bagi Alloh , Robb seluruh alam. Sholawat dan salam Alloh terlimpahkan kepada semulia-mulia Rosul; Nabi kita, Muhammad , juga kepada keluarga dan Shohabat beliau semuanya.

أَمَّا بَعْدُ:

Termasuk besarnya ni’mat Alloh kepada hamba-hamba-Nya yang Mu’min adalah Dia mempersiapkan bagi mereka pintu-pintu kebaikan, yang dikerjakan oleh hamba yang diberi taufiq di kehidupan ini, dan pahalanya terus mengalir kepadanya setelah kematian. Sungguh, para penghuni kubur di dalam kubur mereka adalah tergadaikan (terikat dengan amalan mereka). Mereka terputus dari beramal, serta dihisab dan diberi balasan atas apa yang mereka dahulu kerjakan selama hidup mereka.

Sementara itu, orang yang diberi taufiq ini, ketika berada di kuburnya, kebaikan-kebaikan terus berdatangan kepadanya, dan ganjaran serta karunia terus-menerus mengalir kepadanya. Ia berpindah dari negeri beramal, tetapi pahala tidak terputus darinya. Derajatnya bertambah, kebaikan-kebaikannya berkembang, dan ganjarannya berlipat ganda, padahal ia berada di dalam kuburnya.

Alangkah mulianya keadaan itu, alangkah indah dan baiknya harta yang kembali itu!

Sungguh telah shohih dari Nabi bahwa di antara amalan-amalan sholih itu ada yang pahalanya terus mengalir kepada hamba di kuburnya setelah ia meninggal. Dari Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rosululloh bersabda:

«سَبعٌ يَجْرِي لِلْعَبْدِ أَجْرُهُنَّ مِن بَعدِ مَوْتِهِ، وَهُوَ فِي قَبْرِهِ: مَنْ عَلَّمَ عِلْمًا، أَو كَرَى نَهْرًا، أَو حَفَرَ بِئْرًا، أَو غَرَسَ نَخْلًا، أَو بَنَى مَسْجِدًا، أَو وَرَّثَ مُصْحَفًا، أَو تَرَكَ وَلَدًا يَسْتَغْفِرُ لَهُ بَعْدَ مَوْتِهِ»

“Tujuh amalan yang pahalanya terus mengalir kepada hamba setelah kematiannya, sementara ia berada di dalam kuburnya: [1] mengajarkan ilmu, [2] menggali sungai, [3] menggali sumur, [4] menanam pohon kurma, [5] membangun Masjid, [6] mewariskan Mushhaf (Al-Qur’an), [7] meninggalkan anak yang memohonkan ampunan baginya setelah kematiannya.” (HR. Al-Bazzar dalam Musnadnya no. 7289, dan dihasankan oleh Al-Albani dalam Shohih At-Targhib wa At-Tarhib no. 73)

Dari Abu Umamah Al-Bahili rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku mendengar Rosululloh bersabda:

«أَرْبَعٌ تَجْرِي عَلَيْهِمْ أُجُورُهُمْ بَعْدَ المَوْتِ: رَجُلٌ مَاتَ مُرَابِطًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ، وَرَجُلٌ عَلَّمَ عِلْمًا فَأَجْرُهُ يَجْرِي عَلَيْهِ مَا عُمِلَ بِهِ، وَرَجُلٌ أَجْرَى صَدَقَةً فَأَجْرُهَا يَجْرِي عَلَيْهِ مَا جَرَتْ عَلَيْهِمْ، وَرَجُلٌ تَرَكَ وَلَدًا صَالِحًا يَدْعُو لَهُ»

“Empat orang yang pahalanya terus mengalir kepada mereka setelah kematiannya: [1] seorang lelaki yang meninggal dalam keadaan murabith (berjaga di perbatasan) di jalan Alloh , [2] seorang lelaki yang mengajarkan ilmu dan pahalanya terus mengalir kepadanya selama ilmu itu diamalkan, [3] seorang lelaki yang mengalirkan shodaqoh dan pahalanya terus mengalir kepadanya selama shodaqoh itu mengalir kepada mereka, dan [4] seorang lelaki yang meninggalkan anak sholih yang mendoakannya.” (HR. Imam Ahmad dalam Musnadnya no. 22318, dan dishohihkan oleh Al-Albani dalam Shohih At-Targhib wa At-Tarhib no. 114). Ath-Thobarani juga meriwayatkan dalam Al-Mu’jam Al-Kabir no. 6181 hadits serupa dari Salman, dan dihasankan oleh Al-Albani dalam Shohih Al-Jami’ no. 888)

Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rosululloh bersabda:

«إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ: عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ، وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ، وَمُصْحَفًا وَرَّثَهُ، أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ، أَوْ بَيْتًا لِابْنِ السَّبِيلِ بَنَاهُ، أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ، أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ؛ يَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ»

“Sungguh, di antara amalan dan kebaikan Mu’min yang akan menyertainya setelah kematiannya adalah: [1] ilmu yang ia ajarkan dan sebarkan, [2] anak sholih yang ia tinggalkan, [3] Mushhaf (Al-Qur’an) yang ia wariskan, [4] Masjid yang ia bangun, [5] rumah yang ia bangun untuk ibnu sabil, [6] sungai yang ia alirkan, [7] shodaqoh yang ia keluarkan dari hartanya di saat sehat dan hidupnya; akan menyertainya setelah kematiannya” (HR. Ibnu Majah dalam Sunannya no. 242, dan dihasankan oleh Al-Albani dalam Shohih Al-Jami’ no. 2231)

Rosululloh bersabda:

«إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ»

“Apabila manusia meninggal, terputuslah amalannya darinya, kecuali dari tiga hal: kecuali dari shodaqoh jariyah, atau ilmu yang dimanfaatkan, atau anak sholih yang mendoakannya.” (HR. Muslim dalam Shohihnya no. 1631)

Perbedaan penyebutan amalan-amalan ini dan jumlahnya di antara Hadits-Hadits sebelumnya menunjukkan bahwa bilangan itu tidak memiliki mafhum (konsep yang membatasi), dan tidak mengandung pembatasan. Ini hanya dalam rangka mendisiplinkan ilmu dan menjaganya. Begitu pula, di antara amalan-amalan yang disebutkan dalam teks-teks syariat adalah amalan yang maknanya umum; dan mencakup sejumlah amalan yang disebutkan dalam Hadits-Hadits lain.

Titik temu antara Hadits-Hadits sebelumnya adalah kesamaan dalam keutamaannya, bukan pada amalannya itu sendiri; yaitu mengalirnya pahala amalan-amalan itu selama hidup dan setelah kematian.

Muslim yang tulus menasihati dirinya, jika merenungi amalan-amalan ini dengan sungguh-sungguh, dan meyakini bahwa pahalanya yang besar dan ganjarannya yang melimpah akan kembali kepadanya selama hidup dan setelah kematiannya; ia pasti bersemangat agar memiliki bagian dan nasib dari amalan-amalan tersebut, dan ia bergegas melakukannya secepat mungkin selagi ia masih di negeri penangguhan (dunia), sebelum umur berakhir dan ajal habis.

Dari Ibnu Abbās rodhiyallahu ‘anhumā, ia berkata, Rosululloh bersabda kepada seorang lelaki—saat menasihatinya:

«اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ»

“Ambillah kesempatan lima perkara sebelum lima perkara: [1] masa muda-mu sebelum masa tua-mu, [2] kesehatan-mu sebelum sakit-mu, [3] kekayaan-mu sebelum kemiskinan-mu, [4] waktu luang-mu sebelum kesibukan-mu, dan [5] hidup-mu sebelum kematian-mu.” (HR. Al-Hākim dalam Al-Mustadrok no. 7846, ia menshohihkannya dan disetujui oleh Adz-Dzahabi, serta dishohihkan oleh Al-Albani dalam Shohih Al-Jāmi’ no. 1077)

Aku telah mengumpulkan dalam risalah ini 10 amalan yang telah shohih keutamaannya yang telah disebutkan, di antaranya adalah tujuh amalan yang terdapat dalam Hadits Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu sebelumnya, dan tiga amalan yang terdapat dalam Hadits-Hadits lain setelahnya.

Aku bersemangat untuk menjelaskan pintu-pintu kebaikan yang termasuk di bawah amalan-amalan ini, dan masuk dalam maknanya; agar para Mu’min bersegera melakukannya, dan para Mujtahid (orang-orang yang bersungguh-sungguh) bersemangat meraihnya. Sehingga, ganjaran mereka bertambah besar, timbangan kebaikan mereka bertambah berat, “di hari harta dan anak-anak tidak bermanfaat, kecuali siapa yang datang kepada Alloh dengan hati yang bersih (dari kesyirikan dan maksiat).” (QS. Asy-Syu’arō’: 88-89)

Asal risalah ini adalah khutbah Jum’at yang disampaikan pada tanggal 1/11/1421 H di Madinah An-Nabawiyah. Sebagian orang-orang mulia telah berupaya men-tafrigh (menuliskan) dan men-tansiqq (memformat)nya. Aku telah merevisinya, dan menambahkan beberapa faedah padanya.

Aku memohon kepada Alloh agar membalas dengan balasan terbaik kepada setiap siapa yang bersungguh-sungguh dalam mengeluarkan dan menyebarkan materi ini di kalangan Muslimin, dan aku secara khusus menyebut ikhwah (saudara-saudara) di Maktab Itqon di Negara Kuwait atas perhatian dan upaya keras mereka dalam menerbitkan risalah ini.

Amalan Ke-1: Mengajarkan Ilmu

Telah disebutkan sebelumnya dalam Hadits Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu sabda Nabi :

«سَبْعٌ يَجْرِي لِلْعَبْدِ أَجْرُهُنَّ مِن بَعدِ مَوْتِهِ، وَهُوَ فِي قَبْرِهِ: مَنْ عَلَّمَ عِلْمًا...»

“Tujuh amalan yang pahalanya terus mengalir kepada hamba setelah kematiannya, sementar ia berada di dalam kuburnya: siapa yang mengajarkan ilmu...”

Penyebutan amalan ini juga ada dalam Hadits Abu Umāmah Al-Bāhili dan Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhuma.

Hal itu karena mengajarkan ilmu yang bermanfaat termasuk amalan-amalan sholih yang paling agung, dan qurbah (perkara yang mendekatkan diri kepada Alloh ) yang paling utama. Ini adalah tugas para Nabi semuanya. Ilmu-lah yang membuat manusia mengerti agamanya, mengenal Robb dan sesembahannya, menunjuki mereka kepada jalan yang lurus. Dengannya-lah kebenaran terbedakan dari kebatilan, jalan petunjuk dari kesesatan, dan yang halal dari yang harom.

Di sini jelaslah keagungan keutamaan para Ulama yang tulus menasihati dan para Da’i yang ikhlash, yang merupakan lentera bagi para hamba, mercusuar bagi negeri, penyangga bagi Umat, dan mata air hikmah. Hidup mereka adalah ghonimah, dan kematian mereka adalah musibah. Mereka mengajari orang yang jahil (bodoh), mengingatkan orang yang ghōfil (lalai), dan membimbing orang yang sesat. Bencana tidak disebabkan dari mereka, dan kejahatan tidak pula perlu dikhawatirkan dari mereka.

Ketika salah seorang dari ulama meninggal, ilmu-ilmu mereka tetap diwariskan di antara manusia. Karya tulis dan perkataan mereka terus beredar di kalangan mereka. Darinya manusia mengambil manfaat, dan darinya mereka mengambil (ilmu). Padahal, ia berada di kuburnya, ganjaran terus berdatangan kepadanya, dan pahala terus mengalir kepadanya. Sebagaimana Nabi bersabda:

«مَنْ عَلَّمَ آيَةً مِنْ كِتَابِ اللَّهِ فَلَهُ ثَوَابُهَا مَا تُلِيَتْ»

“Siapa yang mengajarkan satu ayat dari Kitabulloh, maka ia mendapat pahalanya selama ayat itu dibaca.” (HR. Abu Sahl Al-Qoththon dalam Haditsnya no. 243/4, dan Al-Albani menganggap baik sanadnya dalam As-Silsilah Ash-Shohihah no. 1335)

Seorang ulama, meskipun telah meninggal, kitab-kitabnya, rekaman pelajaran-pelajaran dan ceramah-ceramahnya, serta khutbah-khutbahnya yang bermanfaat tetap ada. Generasi yang tidak hidup pada masanya, dan tidak ditakdirkan bertemu dengannya, tetap mengambil manfaat darinya.

Siapa yang merenungkan keadaan para Imam Islām—seperti Imam Hadits dan Fiqh—bagaimana mereka berada di bawah tanah; seolah-olah hidup di tengah-tengah manusia padahal mereka di alam lain. Yang hilang dari mereka hanyalah rupa mereka. Adapun sebutan, pembicaraan, dan pujian kepada mereka tidak pernah terputus. Inilah hakikat kehidupan, hingga hal itu dianggap sebagai kehidupan kedua. Sebagaimana Al-Mutanabbi berkata:

«ذِكْرُ الْفَتَى عَيْشُهُ الثَّانِي، وَحَاجَتُهُ

مَا فَاتَهُ، وَفُضُولُ الْعَيْشِ أَشْغَالُ»

“Penyebutan tentang seorang pemuda adalah kehidupannya yang kedua, dan kebutuhannya

Adalah yang telah ia lewatkan, sedangkan kelebihan hidup hanyalah kesibukan.” (Miftāh Dār As-Sa’ādah, Ibnul Qoyyim, 1/387)

Ibnu Al-Jauzi (597 H) rodhiyallahu ‘anhu berkata: “Jika seseorang tahu bahwa kematian akan memutusnya dari beramal; ia akan beramal di masa hidupnya dengan amalan yang pahalanya akan terus mengalir setelah kematiannya. Seorang ‘alim yang menulis sebuah kitab ilmu; sungguh, karya tulis seorang ‘alim adalah anaknya yang kekal.” (Shoid Al-Khōthir, hal 34, dengan sedikit penyesuaian)

Setiap orang yang berpartisipasi dalam mencetak kitab-kitab yang bermanfaat, dan menyebarkan risalah-risalah serta karya tulis yang berguna, maka ia memiliki hak yang besar dari ganjaran yang agung ini yang terus berlanjut bagi hamba selama hidupnya dan setelah kematiannya.

Rosululloh bersabda:

«مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ، لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا»

“Siapa yang mengajak kepada petunjuk, ia akan mendapat ganjaran seperti ganjaran orang-orang yang mengikutinya, hal itu tidak mengurangi sedikit pun dari ganjaran mereka.” (HR. Muslim dalam Shohihnya no. 2674)

Termasuk ilmu yang bermanfaat yang pahalanya terus mengalir kepada hamba setelah kematiannya adalah: membeli kitab-kitab yang bermanfaat dan berguna, lalu mewakafkan atau memberikannya kepada siapa yang mengambil manfaat darinya, baik dari penuntut ilmu, peneliti, atau pembaca. Selama kitab-kitab ini ada, ia adalah shodaqoh jariyah yang pahalanya terus diperbarui bagi penulis dan pewakafnya.

Termasuk dalam hal itu adalah: membuat e-book (kitab elektronik) dan menyebarkannya melalui aplikasi membaca, mencari, dan semacamnya. Sebab, kitab-kitab dan program-program elektronik sama seperti kitab-kitab kertas dalam hal pengambilan manfaat dan penyebaran ilmu, bahkan bisa jadi lebih luas penyebaran dan manfaatnya.

Amalan Ke-2: Mengalirkan Sungai

Telah disebutkan dalam Hadits Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, sabda Rosululloh :

«إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ: نَهْرًا أَجْرَاهُ»

“Sungguh, di antara amalan dan kebaikan Mu’min yang akan menyertainya setelah kematiannya: – dan di dalamnya beliau bersabda: – atau sungai yang ia alirkan.”

Dalam Hadits Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu disebutkan sabda Rosululloh :

«أَو كَرَى نَهْرًا»

“atau menggali sungai.”

Yang dimaksud dengan “menggali sungai” adalah: membuat saluran-saluran air dari mata air dan sungai-sungai. Tujuannya agar air sampai ke tempat-tempat tinggal manusia dan pertanian mereka. Sehingga, manusia dapat minum, tanaman tersirami, dan hewan ternak bisa minum.

Alangkah banyaknya kebaikan dan manfaat bagi manusia dalam amalan yang agung seperti ini; dengan mempermudah perolehan air yang merupakan sumber kehidupan, bahkan unsur terpenting dalam kehidupan!

Termasuk dalam hal ini: mengalirkan air melalui pipa-pipa ke tempat-tempat tinggal manusia, dan tempat-tempat yang mereka butuhkan.

Termasuk dalam hal ini juga: menempatkan pendingin air (water cooler) di tempat-tempat tinggal manusia, dan tempat-tempat yang mereka butuhkan.

Telah shohih dari Nabi bahwa beliau bersabda:

«وَإِفْرَاغُكَ مِنْ دَلْوِكَ فِي دَلْوِ أَخِيكَ لَكَ صَدَقَةٌ»

“Dan engkau menuangkan (sisa) air dari timba-mu ke dalam timba saudara-mu adalah shodaqoh bagimu.” (HR. At-Tirmidzi dalam Al-Jāmi’ no. 1956, dan dishohihkan oleh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shohihah no. 572)

Bahkan, ketika Sa’ad bin ‘Ubadah rodhiyallahu ‘anhu bertanya kepada Nabi tentang shodaqoh yang paling utama, Nabi menjawab:

«سَقْيُ المَاءِ»

“Memberi air.” (HR. An-Nasa’i dalam Sunannya no. 3664, dan dishohihkan oleh Al-Albani dalam Shohih At-Targhib no. 962)

Amalan Ke-3: Menggali Sumur

Telah disebutkan dalam Hadits Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu, sabda Nabi :

«أَو حَفَرَ بِئْرًا»

“atau menggali sumur.”

Amalan ini memiliki kedudukan yang agung, dan manfaat yang besar. Keutamaan sebelumnya dalam mengalirkan sungai dan memberi minum air, juga mencakup amalan ini. Karena, menggali sumur adalah salah satu bentuknya.

Sumur-sumur pada umumnya tetap layak digunakan selama bertahun-tahun. Manusia dan hewan melata mengambil manfaat darinya.

Telah shohih dari Nabi bahwa beliau bersabda:

«بَيْنَمَا رَجُلٌ بِطَرِيقٍ اشْتَدَّ عَلَيْهِ الْعَطَشُ، فَوَجَدَ بِئْرًا، فَنَزَلَ فِيهَا فَشَرِبَ، ثُمَّ خَرَجَ، فَإِذَا كَلْبٌ يَلْهَثُ؛ يَأْكُلُ الثَّرَى مِنَ الْعَطَشِ، فَقَالَ الرَّجُلُ: لَقَدْ بَلَغَ هَذَا الْكَلْبَ مِنَ الْعَطَشِ مِثْلُ الَّذِي كَانَ بَلَغَ مِنِّي، فَنَزَلَ الْبِئْرَ؛ فَمَلَا خُفَّهُ مَاءً، ثُمَّ أَمْسَكَهُ بِفِيهِ حَتَّى رَقِيَ، فَسَقَى الْكَلْبَ، فَشَكَرَ اللَّهُ لَهُ، فَغَفَرَ لَهُ»، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ! وَإِنَّ لَنَا فِي الْبَهَائِمِ لَأَجْرًا؟! فَقَالَ: «فِي كُلِّ كَبِدِ رَطْبَةٍ أَجْرٌ»

“Ketika seorang lelaki berada di suatu jalan, ia merasa sangat haus. Ia menemukan sumur, lalu ia turun ke dalamnya dan minum. Kemudian ia keluar, tiba-tiba ada seekor anjing menjulurkan lidah; memakan tanah basah karena sangat haus. Lelaki itu berkata: ‘Anjing ini telah merasakan kehausan seperti yang kualami tadi.’ Maka, ia turun ke sumur, memenuhi sepatu botnya dengan air. Kemudian ia menahan sepatu bot itu dengan mulutnya hingga ia naik, lalu memberi minum anjing itu. Alloh berterima kasih kepadanya, lalu mengampuninya.” Para Shohabat rodhiyallahu ‘anhum bertanya: “Wahai Rosululloh! Apakah kami akan mendapat ganjaran karena (berbuat baik kepada) hewan ternak?” Beliau menjawab: “Pada setiap hati yang basah (yakni siapapun dari makhluk Allah) terdapat ganjaran.” (HR. Al-Bukhori dalam Shohihnya no. 2363, dan Muslim dalam Shohihnya no. 2244)

Jika Alloh telah mengampuni dosa-dosa lelaki ini hanya karena ia memberi minum seekor anjing, maka bagaimana persangkaan kita terhadap siapa yang menggali sumur, dan menjadi sebab adanya sumur itu; hingga banyak makhluk yang merasa terpuaskan dan mengambil manfaat darinya?!

Rosululloh bersabda:

«مَنْ حَفَرَ مَاءً لَمْ يَشْرَبْ مِنْهُ كَبِدٌ حَرَّى مِنْ جِنٍّ وَلَا إِنْسٍ وَلَا سَبُعٍ وَلَا طَائِرٍ إِلَّا آجَرَهُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ»

“Siapa yang menggali air (sumber air), tidaklah hati yang kehausan meminum darinya, baik dari jin, manusia, binatang buas, maupun burung, melainkan Alloh akan memberinya pahala pada hari Kiamat.” (HR. Ibnu Khuzaimah dalam Shohihnya no. 1292, dan Al-Bukhori dalam Tārikhnya 1/332, serta dishohihkan oleh Al-Albani dalam Shohih At-Targhib no. 271)

Amalan Ke-4: Menanam Pohon Kurma

Telah disebutkan dalam Hadits Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu, sabda Rosululloh :

«أَو غَرَسَ نَخْلًا»

“atau menanam pohon kurma.”

Telah ditetapkan dalam As-Sunnah bahwa pohon kurma adalah pohon yang paling utama dan paling bermanfaat, serta paling banyak memberi manfaat kepada manusia. Bahkan, Nabi menyerupakan pohon kurma dengan Muslim. Beliau bersabda:

«إِنَّ مِنَ الشَّجَرِ شَجَرَةً لَا يَسْقُطُ وَرَقُهَا، وَإِنَّهَا مَثَلُ الْمُسْلِمِ»

“Sungguh, di antara pohon-pohon ada sebuah pohon yang daunnya tidak gugur, dan ia adalah perumpamaan seorang Muslim.” (HR. Al-Bukhori dalam Shohihnya no. 61, dan Muslim dalam Shohihnya no. 2811)

Dalam lafazh lain:

«إِنَّ مِنَ الشَّجَرِ لَمَا بَرَكَتُهُ كَبَرَكَةِ المُسْلِمِ»

“Sungguh, di antara pohon-pohon ada yang barokahnya seperti barokah seorang Muslim... yaitu pohon kurma.” (HR. Al-Bukhori dalam Shohihnya no. 5444)

Pohon kurma memiliki keutamaan yang besar ini karena ia adalah pohon yang baik dan diberkahi, banyak manfaatnya. Sebagian besar bagiannya tidak luput dari manfaat bagi manusia dan hewan melata. Buahnya termasuk buah yang paling bermanfaat, dan memiliki rasa manis yang tiada tandingannya. Begitu pula jantungnya (tunasnya) – yaitu jumār – mengandung banyak nutrisi yang bermanfaat bagi tubuh. Demikian pula keadaan seluruh bagiannya, manusia mengambil manfaat darinya, dan menggunakannya di rumah-rumah mereka. Oleh karena itu, Nabi bersabda:

«مَثَلُ الْمُؤْمِنِ مَثَلُ النَّخْلَةِ، مَا أَخَذْتَ مِنْهَا مِنْ شَيْءٍ نَفَعَكَ»

“Perumpamaan Mu’min adalah seperti pohon kurma, apa pun yang engkau ambil darinya pasti memberi manfaat kepadamu.” (HR. Ath-Thobarani dalam Al-Mu’jam Al-Kabir no. 13514, dan dishohihkan oleh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shohihah no. 2285)

Siapa yang menanam pohon kurma dan mewakafkan buahnya untuk Muslimin, maka pahalanya akan terus mengalir setiap kali ada orang yang memakan buahnya, dan setiap kali ada makhluk hidup yang mengambil manfaat dari pohon kurmanya, baik dari manusia maupun hewan.

Ganjaran yang agung ini mencakup semua jenis pohon, dan pohon kurma disebutkan secara khusus dalam Hadits sebelumnya karena keistimewaan dan banyaknya manfaat yang dimiliki.

Setiap siapa yang menanam pohon lalu manusia, hewan melata, dan burung mengambil manfaat darinya; itu adalah shodaqoh baginya, dan pahalanya sampai kepadanya selama hidupnya, dan setelah kematiannya.

Rosululloh bersabda:

«مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِسُ غَرْسًا، أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا، فَيَأْكُلُ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْ بَهِيمَةٌ، إِلَّا كَانَ لَهُ بِهِ صَدَقَةٌ»

“Tidak ada seorang Muslim pun yang menanam suatu tanaman, atau menanam suatu tumbuhan, lalu burung, atau manusia, atau hewan ternak memakan (buah atau hasil) darinya, melainkan itu menjadi shodaqoh baginya.” (HR. Al-Bukhori dalam Shohihnya no. 2320, dan Muslim dalam Shohihnya no. 1553)

Amalan Ke-5: Membangun Masjid

Telah disebutkan dalam Hadits Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu dan Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, sabda Rosululloh :

«أَو بَنَى مَسْجِدًا»

“atau membangun Masjid.”

Masjid adalah tempat yang paling dicintai oleh Alloh . Sebagaimana ditunjukkan oleh teks-teks syariat. Rosululloh bersabda:

«أَحَبُّ الْبِلَادِ إِلَى اللَّهِ مَسَاجِدُهَا»

“Tempat yang paling dicintai oleh Alloh adalah Masjid-Masjidnya.” (HR. Muslim dalam Shohihnya no. 671)

Memperhatikan dan memakmurkannya adalah tanda-tanda keimanan. Sebagaimana Alloh berfirman:

﴿إِنَّمَا يَعْمُرُ مَسَاجِدَ اللَّهِ مَنْ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ

“Sungguh, yang memakmurkan Masjid-Masjid Alloh hanyalah siapa yang beriman kepada Alloh dan Hari Akhir.” (QS. At-Taubah: 18)

Yang dimaksud dengan memakmurkan Masjid ada dua perkara:

[1] Pembangunan secara fisik; yaitu membangun Masjid, memeliharanya, memperluasnya, merenovasinya, menyiapkan fasilitas-fasilitasnya, dan lain-lain.

[2] Pembangunan secara maknawi; yaitu menegakkan Sholat, membaca Al-Qur’an, menghidupkan majelis-majelis dzikir dan ilmu. Sebagaimana Alloh berfirman:

﴿فِي بُيُوتٍ أَذِنَ اللَّهُ أَن تُرْفَعَ وَيُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ يُسَبِّحُ لَهُ فِيهَا بِالْغُدُوِّ وَالْآصَالِ * رِجَالٌ لَّا تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلَا بَيْعٌ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَإِقَامِ الصَّلَاةِ وَإِيتَاءِ الزَّكَاةِ

“Di rumah-rumah yang diizinkan Alloh untuk ditinggikan dan disebut nama-Nya di dalamnya, bertasbihlah di dalamnya pada waktu pagi dan petang, para lelaki yang tidak dilalaikan oleh perdagangan dan tidak pula jual beli dari mengingat Alloh, melaksanakan Sholat, dan menunaikan Zakat.” (QS. An-Nuur: 36-37)

Siapa yang membangun Masjid agar di dalamnya ditegakkan Sholat, dibaca Al-Qur’an, disebut nama Ar-Rohman (Yang Maha Rohman), disebarkan ilmu, dan Muslimin berkumpul di dalamnya untuk kebaikan, kebajikan, dan silaturohim, maupun manfaat-manfaat agung lainnya; maka pahala dari semua amalan sholih itu dan ganjarannya akan kembali kepada siapa yang membangunnya, selama hidupnya dan setelah kematiannya. Inilah karunia Alloh , Dia berikan kepada siapa yang Dia kehendaki.

Telah shohih pula dari Nabi keutamaan agung lainnya bagi siapa yang membangun Masjid. Beliau bersabda:

«مَنْ بَنَى مَسْجِدًا يَبْتَغِي بِه وَجْهَ اللَّهِ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ»

“Siapa yang membangun Masjid dengan mengharapkan wajah Alloh , maka Alloh akan membangunkan baginya rumah di Jannah.” (HR. Al-Bukhori dalam Shohihnya no. 450, dan Muslim dalam Shohihnya no. 533)

Ganjaran membangun Masjid mencakup siapa yang membangun Masjid secara utuh sendiri, dan siapa yang berpartisipasi dengan orang lain dalam pembangunannya. Sekalipun partisipasi itu sedikit. Dari Jabir Al-Anshori rodhiyallahu ‘anhu, sungguh Rosululloh bersabda:

«مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ كَمَفْحَصِ قَطَاةٍ، أَوْ أَصْغَرَ؛ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِي الْجَنَّةِ»

“Siapa yang membangun Masjid karena Alloh sekecil sarang burung qotōh, atau lebih kecil lagi; Alloh akan membangunkan baginya rumah di Jannah.” (HR. Ibnu Mājah dalam Sunannya no. 738, dan dishohihkan oleh Al-Albani dalam Shohih Al-Jāmi’ no. 6128)

Sabda beliau : “sekecil sarang burung qotōh” adalah sarang burung yang menjadi tempat burung itu meletakkan telurnya. Ini adalah isyarat akan keagungan ganjaran amalan sholih ini, dan partisipasi di dalamnya, meskipun hanya dengan sedikit.

Amalan Ke-6: Mencetak Mushhaf

Telah disebutkan dalam Hadits Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu dan Hadits Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, sabda Rosululloh :

«أَو وَرَّثَ مُصْحَفًا»

“atau mewariskan Mushhaf.”

Mewariskan Mushhaf mencakup meninggalkannya untuk ahli waris dari keluarganya agar mereka membacanya dan mengambil manfaat darinya. Mencakup juga mencetak Mushhaf, mendistribusikannya, dan mewakafkannya di Masjid-Masjid dan lembaga-lembaga ilmu. Tujuannya, agar Muslimin mengambil manfaat darinya.

Setiap orang yang membaca satu ayat dari Mushhaf-Mushhaf ini, atau merenungkannya, atau mengamalkan hidayah (petunjuk) yang ada di dalamnya; maka ganjaran yang agung akan kembali kepada siapa yang mewariskan Mushhaf ini.

Amalan Ke-7: Mendidik Anak Menjadi Sholih

Amalan ini telah disebutkan di semua Hadits yang telah lalu. Ini menunjukkan pentingnya yang luar biasa.

Sungguh, mendidik anak, mengajarkan adab yang baik kepada mereka, dan bersemangat membesarkan mereka di atas taqwa dan kesholihan; termasuk kewajiban paling penting yang harus diperhatikan Muslim. Ini adalah bagian dari amanah agung yang Alloh perintahkan untuk dijaga. Sebagaimana firman Alloh dalam mensifati kaum Mu’min:

﴿وَالَّذِينَ هُمْ لِأَمَانَاتِهِمْ وَعَهْدِهِمْ رَاعُونَ

“Dan orang-orang yang memelihara amanah-amanah dan janji.” (QS. Al-Ma’ārij: 32)

Hal itu karena kesholihan anak adalah kesholihan bagi masyarakat, keluarga, dan negeri. Di antara buah kesholihan mereka adalah mereka menjadi anak yang berbakti kepada orang tua mereka, selama hidup mereka dan setelah kematian mereka. Yaitu dengan mendoakan kebaikan bagi mereka, dan memohonkan ampunan serta rohmat dari Alloh untuk mereka. Inilah yang bermanfaat bagi mayit di kuburnya. Bahkan, seluruh pahala amalan sholih mereka, seperti Sholat, shodaqoh, bakti, dan ihsan (berbuat baik), orang tua mendapat bagian yang sama. Karena keduanya (orang tua) telah berbuat baik dalam mendidik dan mengajari adab kepada mereka. Keduanya adalah sebab – setelah taufiq dari Alloh – bagi kesholihan mereka. Sebagaimana Nabi bersabda:

«إِنَّ أَوْلَادَكُمْ مِنْ كَسْبِكُمْ»

“Sungguh, anak-anak kalian adalah hasil usaha kalian.” (HR. Abu Dawud dalam Sunannya no. 3528, dan At-Tirmidzi dalam Jāmi’nya no. 1358, serta dishohihkan oleh Al-Albani dalam Irvā’ Al-Gholil no. 1626)

Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata, Rosululloh bersabda:

«إِنَّ الرَّجُلَ لَتُرْفَعُ دَرَجَتُهُ فِي الْجَنَّةِ فَيَقُولُ: أَنَّى هَذَا؟! فَيُقَالُ: بِاسْتِغْفَارِ وَلَدِكَ لَكَ»

“Sungguh, derajat seseorang di Jannah ditinggikan, lalu ia berkata: ‘Bagaimana ini?!’ Maka dijawab: ‘Karena permohonan ampunan anak-mu untukmu.’” (HR. Ibnu Mājah dalam Sunannya no. 3660, dan sanadnya dihasankan oleh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shohihah no. 1598)

Amalan Ke-8: Membangun Rumah dan Mewakafkannya

Amalan ini disebutkan dalam Hadits Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu ketika Nabi bersabda:

«أَوْ بَيْتًا لِابْنِ السَّبِيلِ بَنَاهُ»

“atau rumah yang ia bangun untuk ibnu sabil (musafir yang kehabisan bekal).”

Dalam Hadits ini terdapat keutamaan membangun rumah dan mewakafkannya agar Muslimin mengambil manfaat darinya. Baik mereka dari kalangan ibnu sabil (musafir yang kehabisan bekal), penuntut ilmu, anak yatim, janda, atau fakir miskin. Alangkah banyaknya kebaikan dan ihsan (berbuat baik) yang ada dalam perbuatan ini!

Termasuk dalam amalan ini: membangun rumah sakit umum dan mewakafkan manfaatnya untuk Muslimin, dan bangunan-bangunan umum lainnya. Semua itu adalah bagian dari kebaikan-kebaikan agung yang terus mengalir bagi hamba selama hidupnya dan setelah kematiannya.

Termasuk di dalamnya juga: siapa yang membeli tanah dan mewakafkannya. Tujuannya, agar menjadi pemakaman untuk mengubur janazah Muslimin, memandikan, dan mengkafani mereka. Rosululloh bersabda:

«مَنْ حَفَرَ لِمَيِّتٍ قَبْرًا فَأَجَنَّهُ فِيهِ أُجْرِيَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ كَأَجْرِ مَسْكَنٍ أُسْكِنَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ»

“Siapa yang menggali kubur bagi mayit, lalu ia mengubur mayit itu di dalamnya, maka akan diberikan ganjaran kepadanya seperti ganjaran rumah tinggal yang ia tempati hingga Hari Kiamat.” (HR. Al-Hākim dalam Al-Mustadrok 1/505, dan dishohihkan oleh Al-Albani dalam Shohih At-Targhib wa At-Tarhib no. 3492)

Ini adalah ganjaran yang agung bagi siapa yang mengubur saudara Muslimnya yang wafat. Lalu, bagaimana dengan siapa yang mewakafkan seluruh tanah, dan mengurus penyiapannya. Tujuannya agar umum Muslimin mengambil manfaat darinya?!

Amalan Ke-9: Meninggal dalam Keadaan Ribāth di Perbatasan

Amalan ini disebutkan dalam Hadits Abu Umāmah Al-Bāhili rodhiyallahu ‘anhu ketika Nabi bersabda:

«أَرْبَعٌ تَجْرِي عَلَيْهِمْ أُجُورُهُمْ بَعْدَ المَوْتِ: رَجُلٌ مَاتَ مُرَابِطًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ»

“Empat orang yang pahalanya terus mengalir kepada mereka setelah kematian: seorang lelaki yang meninggal dalam keadaan murabith di jalan Alloh .”

Sungguh, ribāth (berjaga) di perbatasan di jalan Alloh untuk menghalau musuh dan menjaga Muslimin, termasuk qurbah (perkara yang mendekatkan diri kepada Alloh ) yang agung di sisi Alloh . Telah shohih banyak keutamaan untuknya. Muslim meriwayatkan dalam Shohihnya dari Hadits Salman Al-Farisi rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku mendengar Rosululloh bersabda:

«رِبَاطُ يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ خَيْرٌ مِنْ صِيَامِ شَهْرٍ وَقِيَامِهِ، وَإِنْ مَاتَ جَرَى عَلَيْهِ عَمَلُهُ الَّذِي كَانَ يَعْمَلُهُ، وَأُجْرِيَ عَلَيْهِ رِزْقُهُ، وَأَمِنَ الْفَتَّانَ»

“Ribāth (berjaga) satu hari dan satu malam lebih baik daripada Puasa satu bulan penuh dan Qiyam (Sholat malam) satu bulan penuh. Dan jika ia meninggal, amalan yang dahulu ia kerjakan akan terus mengalir kepadanya, rezekinya akan terus diberikan kepadanya, dan ia akan aman dari fitnah.” (HR. Muslim dalam Shohihnya no. 1913)

Nabi menetapkan empat kekhususan bagi Murobith (orang yang berjaga di perbatasan):

[1] Pahala ribāth satu hari di jalan Alloh lebih baik daripada Puasa satu bulan penuh dan Qiyam (Sholat malam) satu bulan penuh.

[2] Pahala kebaikan-kebaikan yang ia dahulu kerjakan selama hidupnya, seperti Sholat, Zakat, Puasa, bakti, dan ihsan (berbuat baik), akan terus mengalir kepadanya setelah kematiannya, dan tidak terputus jika ia meninggal dalam keadaan Murābith di jalan Alloh . Alloh akan mengembangkannya (meningkatkannya) dan melipatgandakannya untuknya, padahal ia berada di kuburnya.

[3] Rezekinya akan terus berlanjut dari ni’mat Jannah. Sama seperti keadaan para syuhada (orang yang mati syahid) yang difirmankan Alloh tentang mereka:

﴿وَلَا تَحْسَبَنَّ الَّذِينَ قُتِلُوا فِي سَبِيلِ اللَّهِ أَمْوَاتًا بَلْ أَحْيَاءٌ عِندَ رَبِّهِمْ يُرْزَقُونَ

“Dan janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Alloh itu mati. Bahkan, mereka hidup di sisi Robb mereka dengan diberi rezeki.” (QS. Āli Imrōn: 169)

Rosululloh bersabda:

«إِنَّ أَرْوَاحَ الشُّهَدَاءِ فِي طَيْرٍ خُضْرٍ تَعْلُقُ مِنْ ثَمَرِ الْجَنَّةِ»

“Sungguh, arwah para Syuhada (orang yang mati syahid) berada di dalam burung-burung hijau yang bertengger (memakan dan mencicipi) di buah Jannah.” (HR. At-Tirmidzi dalam Jāmi’nya no. 1641, dan dishohihkan oleh Al-Albani dalam Shohih At-Targhib no. 1368)

[4] Aman dari fitnah kubur, yaitu fitnah (cobaan) pertanyaan dua Malaikat kepada hamba di kuburnya. Sebagaimana Nabi bersabda:

«كُلُّ الْمَيِّتِ يُخْتَمُ عَلَى عَمَلِهِ إِلَّا الْمُرَابِطَ، فَإِنَّهُ يَنْمُو لَهُ عَمَلُهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَيُؤَمَّنُ مِنْ فَتَّانِ الْقَبْرِ»

“Semua mayit akan dicatat akhir amalannya, kecuali Murobith (orang yang berjaga di perbatasan). Maka sungguh, amalannya akan berkembang untuknya hingga Hari Kiamat, dan ia akan diamankan dari fitnah kubur.” (HR. Abu Dawud dalam Sunannya no. 2500, dan dishohihkan oleh Al-Albani dalam Shohih Al-Jāmi’ no. 4562)

Termasuk dalam bahasan ini: siapa yang berjihad dengan hartanya, yaitu bershodaqoh di jalan Alloh , dan bershodaqoh untuk sarana mempersiapkan kekuatan dan peralatan bagi pasukan yang bertugas melindungi negeri Muslimin.

Rosululloh bersabda:

«مَنْ جَهَّزَ غَازِيًا فِي سَبِيلِ اللَّهِ، كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أَجْرِ الْغَازِي شَيْئًا»

“Siapa yang mempersiapkan (logistik) seorang ghōzī (orang yang berperang) di jalan Alloh , maka ia mendapat ganjaran seperti ganjaran ghōzī, tanpa mengurangi sedikit pun dari ganjaran ghōzī itu.” (HR. Ibnu Mājah dalam Sunannya no. 2759, dan dishohihkan oleh Al-Albani dalam As-Silsilah Ash-Shohihah no. 2690)

Amalan Ke-10: Shodaqoh Jariyah

Amalan ini disebutkan dalam sabda Nabi :

«أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِي صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ؛ يَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ»

“atau shodaqoh yang ia keluarkan dari hartanya di saat sehat dan hidupnya; akan menyertainya setelah kematiannya.”

Dan sabda beliau : “kecuali dari shodaqoh jariyah.”

Yang dimaksud dengan shodaqoh jariyah adalah: perkara-perkara yang dishodaqohkan Muslim dan manfaatnya terus berlanjut dalam jangka waktu yang lama. Maka, pahalanya terus mengalir bagi orang yang bershodaqoh selama pokok shodaqoh itu tetap ada dan dimanfaatkan.

Termasuk dalam hal itu: mewakafkan tanah dan bangunan untuk kepentingan umum. Seperti rumah sakit, sekolah, dan Masjid. Begitu juga mewakafkan Mushhaf-Mushhaf dan kitab-kitab ilmiah untuk dibaca dan diambil manfaatnya. Mewakafkan sumur dan sejenisnya dari bentuk-bentuk memberi minum air kepada manusia dan hewan, dan shodaqoh serta waqof lainnya yang manfaatnya terus berlanjut.

Penutup

Sungguh, Mu’min yang diberi taufiq, jika ia mengetahui keutamaan amalan-amalan yang telah disebutkan ini, serta kebaikan yang akan kembali kepadanya dari amalan-amalan tersebut, maka ia akan bersegera meraihnya, dan bersemangat mengambil keutamaannya selama ia hidup dan sehat. Karena hal itu lebih baik daripada menundanya sampai waktu kematiannya. Sebab, manusia tidak tahu kapan ajalnya akan tiba.

Oleh karena itu, ketika Nabi ditanya: “Shodaqoh apakah yang paling besar ganjarannya?” Beliau bersabda:

«أَنْ تَصَدَّقَ وَأَنْتَ صَحِيحٌ شَحِيحٌ، تَخْشَى الْفَقْرَ، وَتَأْمُلُ الْغِنَى، وَلَا تُمْهِلُ حَتَّى إِذَا بَلَغَتِ الْحُلْقُومَ، قُلْتَ: لِفُلَانٍ كَذَا، وَلِفُلَانٍ كَذَا، وَقَدْ كَانَ لِفُلَانٍ»

“Engkau bershodaqoh sementara engkau sehat lagi kikir, engkau takut kemiskinan, dan mengharapkan kekayaan. Janganlah engkau menunda, sehingga apabila nyawa telah sampai di tenggorokan, engkau baru berkata: ‘Untuk si Fulan sekian, untuk si Fulan sekian,’ padahal itu sudah menjadi milik si Fulan (ahli waris).” (HR. Al-Bukhori dalam Shohihnya no. 1419, dan Muslim dalam Shohihnya no. 1032)

Yazid Ar-Roqōsyī dahulu berkata kepada dirinya: “Celaka engkau wahai Yazid! Siapa yang akan Sholat menggantikan-mu setelah kematianmu?! Siapa yang akan Puasa menggantikan-mu setelah kematianmu?! Siapa yang akan membuat Robb-mu ridho menggantikan-mu setelah kematianmu?!” (Al-‘Āqibah fi Dzikr Al-Maut, Abdul Haq Al-Isybili, h. 40)

Al-Allamah As-Sa’di (1376 H) berkata dalam tafsir firman Alloh :

﴿إِنَّا نَحْنُ نُحْيِ الْمَوْتَى وَنَكْتُبُ مَا قَدَّمُوا وَآثَارَهُمْ

“Sungguh, Kami-lah yang menghidupkan orang-orang yang mati, dan Kami mencatat apa yang mereka kerjakan dan ātsār (bekas-bekas) mereka.” (QS. Yasin)

Ātsār mereka: bekas-bekas kebaikan dan bekas-bekas keburukan. Yaitu bekas-bekas yang mereka tinggalkan selama hidup dan setelah wafatnya. Termasuk juga amalan-amalan yang muncul dari perkataan, perbuatan, dan keadaan mereka. Setiap kebaikan yang dikerjakan oleh seseorang disebabkan ilmu yang hamba itu ajarkan, nasihatkan, atau perintahkan dengan yang ma’ruf (baik), atau larang dari yang mungkar (buruk). Atau ilmu yang ia titipkan kepada penuntut ilmu, atau dalam kitab-kitab yang bermanfaat selama hidupnya dan setelah kematiannya. Atau ia beramal baik; seperti Sholat, Zakat, shodaqoh, atau ihsan (berbuat baik) lalu orang lain mengikutinya. Atau ia membangun Masjid, atau tempat dari tempat-tempat yang dimanfaatkan manusia, dan yang serupa dengan itu – maka semua itu termasuk ātsār (bekas-bekas) yang dicatat baginya. Demikian pula amalan keburukan.” (Taisir Al-Karim Ar-Rohman, h. 692)

Hendaklah Mu’min waspada, bahwa sebagaimana pahala sebagian amalan sholih terus mengalir selama bekas (manfaat) baiknya tetap ada di antara manusia, begitu juga, di antara amalan ada yang dosanya terus mengalir, dan dosanya kembali kepada siapa yang mengajak kepada keburukan itu. Selama kejahatan dan bekas (dampak) buruknya tetap ada di antara manusia.

وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ وَصَلَّى اللَّهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آَلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ.

Segala puji bagi Alloh , Robb semesta alam. Sholawat Alloh terlimpahkan kepada Nabi kita, Muhammad , juga kepada keluarga dan Shohabat beliau semuanya.

***


Unduh PDF

Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url