[PDF] Aqidah Ringkas Thoifah Manshuroh - Abu ‘Ali Muhammad bin Sulaiman Al-Musyrifi
Pendahuluan
﷽
أُشْهِدُ
اللَّهَ، وَمَنْ حَضَرَنِي مِنَ الْمَلَائِكَةِ، وَأُشْهِدُكُمْ أَنِّي أَعْتَقِدُ
مَا اعْتَقَدَتْهُ الْفِرْقَةُ النَّاجِيَةُ، أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ: مِنَ
الْإِيمَانِ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ، وَالْبَعْثِ بَعْدَ
الْمَوْتِ، وَالْإِيمَانِ بِالْقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ
Aku bersaksi kepada Alloh, kepada para Malaikat yang hadir bersamaku, dan
aku bersaksi kepada kalian, bahwa aku meyakini apa yang diyakini oleh Al-Firqoh
An-Naajiyah (golongan yang selamat), yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah.
Keyakinan tersebut adalah Iman kepada Alloh, para Malaikat-Nya,
Kitab-Kitab-Nya, para Rosul-Nya, Kebangkitan setelah kematian, dan Iman kepada Takdir,
yang baik maupun yang buruk.
[1] Iman kepada Nama dan Sifat
Alloh
وَمِنَ
الْإِيمَانِ بِاللَّهِ : الْإِيمَانُ بِمَا وَصَفَ بِهِ نَفْسَهُ فِي كِتَابِهِ [أَوْ]
عَلَى لِسَانِ رَسُولِهِ ﷺ، مِنْ غَيْرِ تَحْرِيفٍ وَلَا تَعْطِيلٍ
Termasuk dari Iman kepada Alloh adalah Iman terhadap sifat yang Dia
sifatkan kepada diri-Nya di dalam Kitab-Nya atau melalui lisan Rosul-Nya ﷺ. Hal ini tanpa melakukan tahriif (penyimpangan
makna) dan ta’thil (peniadaan/penolakan sifat).
بَلْ
أَعْتَقِدُ أَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ: ﴿وَتَعَالَى
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ، وَهُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ﴾
Justru, aku meyakini bahwa Alloh ﷻ: “Tidak ada sesuatu pun yang serupa
dengan-Nya, dan Dia adalah Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS. Asy-Syuro)
فَلَا
أَنْفِي عَنْهُ مَا وَصَفَ بِهِ نَفْسَهُ، وَلَا أُحَرِّفُ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ،
وَلَا أُلْحِدُ فِي أَسْمَائِهِ وَآيَاتِهِ، وَلَا أُكَيِّفُ، وَلَا أُمَثِّلُ صِفَاتِهِ
تَعَالَى بِصِفَاتِ خَلْقِهِ؛
Maka, aku tidak meniadakan dari-Nya sifat yang Dia sifatkan kepada
diri-Nya. Aku juga tidak menyimpangkan lafazh (kata-kata) dari tempatnya. Aku
tidak melakukan ilhad (penyimpangan) dalam Asma’ dan Ayat-ayat-Nya. Aku
tidak menanyakan bagaimananya (takyiif), dan aku tidak menyerupakan (tamtsil)
sifat-sifat-Nya ﷻ
dengan sifat-sifat makhluk-Nya.
لِأَنَّهُ
تَعَالَى لَا سَمِيَّ لَهُ، وَلَا كُفْءَ لَهُ، وَلَا نِدَّ لَهُ، وَلَا يُقَاسُ بِخَلْقِهِ
Sebab, Dia ﷻ
tidak memiliki yang setara dalam nama (samiyy), tidak ada yang sebanding
(kufwu), tidak ada tandingan (nidd), dan Dia tidak diqiyaskan
(diukur/disamakan) dengan makhluk-Nya.
فَإِنَّهُ
سُبْحَانَهُ أَعْلَمُ بِنَفْسِهِ وَبِغَيْرِهِ، وَأَصْدَقُ قِيلًا، وَأَحْسَنُ حَدِيثًا؛
فَنَزَّهَ نَفْسَهُ عَمَّا وَصَفَهُ بِهِ الْمُخَالِفُونَ مِنْ أَهْلِ التَّكْيِيفِ
وَالتَّمْثِيلِ، وَعَمَّا نَفَاهُ عَنْهُ النَّافُونَ مِنْ أَهْلِ التَّحْرِيفِ وَالتَّعْطِيلِ،
فَقَالَ:
Sungguh, Dia ﷻ
adalah yang paling mengetahui tentang diri-Nya dan tentang selain-Nya. Dia
adalah yang paling benar ucapan-Nya, dan yang paling baik perkataan-Nya. Oleh
karena itu, Dia membersihkan diri-Nya dari apa yang disifatkan oleh orang-orang
yang menyelisihi-Nya dari kalangan ahli takyiif (orang-orang yang
menanyakan bagaimananya) dan tamtsiil (orang-orang yang menyerupakan
sifat Alloh dengan makhluk). Dia juga membersihkan diri-Nya dari apa yang
ditiadakan oleh orang-orang yang menolak dari kalangan ahlut tahriif (orang-orang
yang menyimpangkan makna) dan ta’thiil (orang-orang yang meniadakan
sifat). Maka, Dia berfirman:
﴿سُبْحَانَ
رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ
لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ﴾
“Maha Suci Robbmu,
Robb Yang memiliki keperkasaan, dari apa yang mereka sifatkan. Salam sejahtera
atas para Rosul. Segala puji hanya milik Alloh, Robb semesta alam.” (QS. Ash-Shoffat:
180-182)
[2] Posisi Ahlus Sunnah wal
Jama’ah
وَالْفِرْقَةُ
النَّاجِيَةُ وَسَطٌ فِي بَابِ أَفْعَالِهِ تَعَالَى بَيْنَ الْقَدَرِيَّةِ وَالْجَبْرِيَّةِ،
وَهُمْ فِي بَابِ وَعِيدِ اللَّهِ بَيْنَ الْمُرْجِئَةِ وَالْوَعِيدِيَّةِ، وَهُمْ
وَسَطٌ فِي بَابِ الْإِيمَانِ وَالدِّينِ بَيْنَ الْحَرُورِيَّةِ وَالْمُعْتَزِلَةِ،
وَبَيْنَ الْمُرْجِئَةِ وَالْجَهْمِيَّةِ، وَهُمْ وَسَطٌ فِي بَابِ أَصْحَابِ رَسُولِ
اللَّهِ ﷺ بَيْنَ الرَّوَافِضِ وَالْخَوَارِجِ
Firqoh yang selamat adalah pertengahan dalam bahasan af’al
(perbuatan)-Nya ﷻ
antara Qodariyyah dan Jabariyyah. Mereka juga pertengahan dalam bahasan
ancaman Alloh (bagi pelaku dosa besar) antara Murji’ah dan Wa’idiyyah.
Mereka pertengahan dalam bahasan Iman dan Agama antara Haruriyyah dan Mu’tazilah,
serta antara Murji’ah dan Jahmiyyah. Mereka juga pertengahan dalam bahasan
para Shohabat Rosululloh ﷺ
antara Rowafidh dan Khowarij.
[3] Keyakinan tentang Al-Qur’an
وَأَعْتَقِدُ
أَنَّ الْقُرْآنَ كَلَامُ اللَّهِ، مُنَزَّلٌ غَيْرُ مَخْلُوقٍ، مِنْهُ بَدَأَ وَإِلَيْهِ
يَعُودُ، وَأَنَّهُ تَكَلَّمَ بِهِ حَقِيقَةً، وَأَنْزَلَهُ عَلَى عَبْدِهِ وَرَسُولِهِ،
وَأَمِينِهِ عَلَى وَحْيِهِ وَسَفِيرِهِ بَيْنَهُ وَبَيْنَ عِبَادِهِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ
ﷺ
Aku meyakini bahwa Al-Qur’an adalah Kalamulloh (Firman Alloh), diturunkan,
bukan makhluk. Dari-Nya Al-Qur’an berasal dan kepada-Nya ia akan kembali.
Sungguh, Alloh berfirman dengan Al-Qur’an secara hakiki, dan Dia menurunkannya
kepada hamba dan Rosul-Nya. Dia adalah orang yang dipercaya atas wahyu-Nya dan
utusan-Nya antara Dia dengan hamba-hamba-Nya, yaitu Nabi kita Muhammad ﷺ.
[4] Irodah dan Takdir
وَأُومِنُ
بِأَنَّ اللَّهَ فَعَّالٌ لِمَا يُرِيدُ، وَلَا يَكُونُ شَيْءٌ إِلَّا بِإِرَادَتِهِ،
وَلَا يَخْرُجُ شَيْءٌ عَنْ مَشِيئَتِهِ، وَلَيْسَ شَيْءٌ فِي الْعَالَمِ يَخْرُجُ
عَنْ تَقْدِيرِهِ، وَلَا يَصْدُرُ إِلَّا عَنْ تَدْبِيرِهِ؛
Aku beriman bahwa Alloh adalah Yang Maha Melakukan apa yang Dia kehendaki.
Tidak ada sesuatu pun yang terjadi kecuali dengan Irodah (kehendak)-Nya. Tidak
ada sesuatu pun yang keluar dari Masyii’ah (keinginan)-Nya. Tidak ada sesuatu
pun di alam semesta yang keluar dari Takdir-Nya,
dan tidak ada yang muncul kecuali berasal dari tadbiir (pengaturan)-Nya.
وَلَا
مَحِيدَ لِأَحَدٍ عَنِ الْقَدَرِ الْمَحْدُودِ، وَلَا يَتَجَاوَزُ مَا خُطَّ لَهُ فِي
اللَّوْحِ الْمَسْطُورِ
Tidak ada tempat lari bagi siapa pun dari Takdir yang telah ditetapkan. Tidak ada
yang melampaui apa yang telah dituliskan untuknya di Lauh Al-Masthur (Lauh
Mahfuzh).
[5] Kehidupan Setelah Kematian dan
Peristiwa Hari Kiamat
وَأَعْتَقِدُ
الْإِيمَانَ بِكُلِّ مَا أَخْبَرَ بِهِ النَّبِيُّ ﷺ مِمَّا يَكُونُ بَعْدَ الْمَوْتِ
Aku meyakini Iman terhadap segala sesuatu yang dikabarkan oleh Nabi ﷺ mengenai apa yang terjadi setelah
kematian.
فَأُومِنُ
بِفِتْنَةِ الْقَبْرِ وَنَعِيمِهِ، وَبِإِعَادَةِ الْأَرْوَاحِ إِلَى الْأَجْسَادِ؛
فَيَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ، حُفَاةً عُرَاةً غُرْلًا، تَدْنُو مِنْهُمُ
الشَّمْسُ، وَتُنْصَبُ الْمَوَازِينُ وَتُوزَنُ بِهَا أَعْمَالُ الْعِبَادِ: فَمَنْ
ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ
فَأُولَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ فِي جَهَنَّمَ خَالِدُونَ، وَتُنْشَرُ
الدَّوَاوِينُ، فَآخِذٌ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ، وَآخِذٌ كِتَابَهُ بِشِمَالِهِ
Aku beriman dengan
fitnah (ujian) kubur dan ni’matnya. Aku beriman dengan dikembalikannya roh-roh
ke jasad. Lalu, manusia akan berdiri menghadap Robb semesta alam dalam keadaan
tanpa alas kaki, telanjang, dan belum dikhitan (ghurlan). Matahari mendekat
kepada mereka. Mizan (timbangan) ditegakkan, dan dengan Mizan itu amal
perbuatan hamba ditimbang:
﴿فَمَنْ
ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ وَمَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ
فَأُولَئِكَ الَّذِينَ خَسِرُوا أَنْفُسَهُمْ فِي جَهَنَّمَ خَالِدُونَ﴾
“Siapa yang berat
timbangan (kebaikan) nya, mereka itulah orang-orang yang beruntung. Siapa yang
ringan timbangan (kebaikan) nya, mereka itulah orang-orang yang merugikan
dirinya sendiri, mereka kekal di Jahanam.” (QS. Al-Mu’minun: 102-103)
وَتُنْشَرُ الدَّوَاوِينُ، فَآخِذٌ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ، وَآخِذٌ كِتَابَهُ بِشِمَالِهِ
Kemudian Dawaawiin (catatan amal) dibentangkan. Ada yang menerima Kitabnya
dengan tangan kanan, dan ada yang menerima Kitabnya dengan tangan kiri.
وَأُو
مِنُ بِحَوْضِ نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ ﷺ بِعَرْصَةِ الْقِيَامَةِ، مَاؤُهُ أَشَدُّ بَيَاضًا
مِنَ اللَّبَنِ، وَأَحْلَى مِنَ الْعَسَلِ، آنِيَتُهُ عَدَدُ نُجُومِ السَّمَاءِ، مَنْ
شَرِبَ مِنْهُ شَرْبَةً لَمْ يَظْمَأْ بَعْدَهَا أَبَدًا
Aku beriman dengan Haudh (telaga) Nabi kita Muhammad ﷺ di Padang Mahsyar pada hari Kiamat. Airnya
lebih putih dari susu, dan lebih manis dari madu. Bejana-bejananya sebanyak
bintang di langit. Siapa yang meminum satu tegukan darinya, maka dia tidak akan
merasa haus lagi selamanya.
وَأُومِنُ
بِأَنَّ الصِّرَاطَ مَنْصُوبٌ عَلَى شَفِيرِ جَهَنَّمَ يَمُرُّ بِهِ النَّاسُ عَلَى
قَدْرِ أَعْمَالِهِمْ
Aku beriman bahwa Shiroth (jembatan) dibentangkan di atas tepi Jahanam.
Manusia melintas di atasnya sesuai dengan kadar amal perbuatan mereka.
وَأُومِنُ
بِشَفَاعَةِ النَّبِيِّ ﷺ، وَأَنَّهُ أَوَّلُ شَافِعٍ وَأَوَّلُ مُشَفَّعٍ، وَلَا يُنْكِرُ
شَفَاعَةَ النَّبِيِّ ﷺ إِلَّا أَهْلُ الْبِدَعِ وَالضَّلَالِ؛
Aku beriman dengan Syafa’at Nabi ﷺ.
Sungguh, beliau adalah pemberi syafa’at yang pertama, dan orang yang pertama
kali dikabulkan syafa’atnya. Tidak ada yang menolak Syafa’at Nabi ﷺ kecuali ahlul bid’ah
dan orang-orang yang sesat.
وَلَكِنَّهَا
لَا تَكُونُ إِلَّا مِنْ بَعْدِ الْإِذْنِ وَالرِّضَى، كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿وَلَا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَى﴾، وَقَالَ تَعَالَى: ﴿مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ﴾، وَقَالَ تَعَالَى: ﴿وَكَمْ مِنْ مَلَكِ فِي السَّمَاوَاتِ لا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ
شَيْئاً إِلَّا مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى﴾
Akan tetapi, syafa’at itu tidak akan terjadi kecuali setelah adanya idzin
dan keridhoan. Sebagaimana firman Alloh ﷻ: “Dan mereka (para
pemberi syafa’at) tidak memberi syafa’at melainkan kepada orang yang Dia
ridhoi.” (QS. Al-Anbiya’: 28)
Juga firman Alloh ﷻ:
“Siapa yang dapat memberi syafa’at di sisi-Nya tanpa idzin-Nya? (QS.
Al-Baqoroh: 255)
Juga firman Alloh ﷻ:
“Betapa banyak Malaikat di langit, syafa’at (pertolongan) mereka sedikit pun
tidak berguna, kecuali setelah Alloh mengizinkan bagi siapa yang Dia kehendaki
dan Dia ridhoi.” (QS. An-Najm: 26)
وَهُوَ لَا يَرْضَى إِلَّا التَّوْحِيدَ، وَلَا يَأْذَنُ
إِلَّا لِأَهْلِهِ، وَأَمَّا الْمُشْرِكُونَ فَلَيْسَ لَهُمْ مِنَ الشَّفَاعَةِ نَصِيبٌ،
كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿فَمَا تَنْفَعُهُمْ
شَفَاعَةُ الشَّافِعِينَ﴾
Dia (Alloh) tidak meridhoi
kecuali Tauhid (pengesaan Alloh), dan Dia tidak mengizinkan (syafa’at) kecuali
bagi Ahli Tauhid. Sedangkan, orang-orang musyrik, mereka tidak memiliki bagian
sedikit pun dari Syafa’at. Sebagaimana firman Alloh ﷻ: “Maka, tidak berguna bagi
mereka syafa’at (pertolongan) dari para pemberi syafa’at.” (QS. Al-Muddatstsir:
48)
[6] Jannah, Naar, dan Melihat
Alloh
وَأُومِنُ بِأَنَّ الْجَنَّةَ وَالنَّارَ مَخْلُوقَتَانِ،
وَأَنَّهُمَا الْيَوْمَ مَوْجُودَتَانِ، وَأَنَّهُمَا لَا يَفْنِيَانِ، وَأَنَّ الْمُؤْمِنِينَ
يَرَوْنَ رَبَّهُمْ بِأَبْصَارِهِمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كَمَا يَرَوْنَ الْقَمَرَ
لَيْلَةَ الْبَدْرِ، لَا يُضَامُونَ فِي رُؤْيَتِهِ
Aku beriman bahwa Jannah
dan Naar sudah diciptakan, dan keduanya sekarang sudah ada. Sungguh, keduanya
tidak akan pernah binasa. Aku beriman bahwa kaum Mu’min akan melihat Robb
mereka dengan mata kepala mereka pada hari Kiamat, sebagaimana mereka melihat
bulan di malam purnama, mereka tidak berdesak-desakan dalam melihat-Nya.
[7] Kenabian dan Kedudukan
Shohabat
وَأُومِنُ بِأَنَّ نَبِيِّنَا مُحَمَّدًا ﷺ خَاتَمُ النَّبِيِّينَ
وَالْمُرْسَلِينَ، وَلَا يَصِحُّ إِيمَانُ عَبْدٍ حَتَّى يُؤْمِنَ بِرِسَالَتِهِ وَيَشْهَدَ
بِنُبُوَّتِهِ؛
Aku beriman bahwa Nabi
kita Muhammad ﷺ
adalah penutup para Nabi dan Rosul. Iman seorang hamba tidak sah sampai dia
beriman terhadap risalah (ajaran)-Nya dan bersaksi atas kenabian-Nya.
وَأَنَّ أَفْضَلَ أُمَّتِهِ أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ، ثُمَّ
عُمَرُ الْفَارُوقُ، ثُمَّ عُثْمَانُ ذُو النُّورَيْنِ، ثُمَّ عَلِيٌّ الْمُرْتَضَى،
ثُمَّ بَقِيَّةُ الْعَشَرَةِ ، ثُمَّ أَهْلُ بَدْرٍ، ثُمَّ أَهْلُ الشَّجَرَةِ أَهْلُ
بَيْعَةِ الرِّضْوَانِ، ثُمَّ سَائِرُ الصَّحَابَةِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ
Sungguh, umat beliau yang
paling utama adalah Abu Bakr Ash-Shiddiq (13 H), kemudian ‘Umar Al-Farouq (23
H), kemudian Utsman Dzu An-Nuroin (35 H), kemudian ‘Ali Al-Murtadho (40 H).
Setelah mereka adalah sisa dari 10 Shohabat yang dijamin masuk Jannah, kemudian
Ahlul Badr (peserta perang Badr), kemudian Ahlus Syajaroh (Shohabat yang ikut
Bai’at Ar-Ridhwan), kemudian seluruh Shohabat yang lain rodhiyallahu ‘anhum.
وَأَتَوَلَّى أَصْحَابَ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ وَأَذْكُرُ مَحَاسِنَهُمْ،
وَأَتَرَضَّى عَنْهُمْ، وَأَسْتَغْفِرُ لَهُمْ، وَأَكُفُّ عَنْ مَسَاوِيهِمْ، وَأَسْكُتُ
عَمَّا شَجَرَ بَيْنَهُمْ، وَأَعْتَقِدُ فَضْلَهُمْ عَمَلًا بِقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا
اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ
فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَؤُوفٌ رَحِيمٌ﴾
Aku loyal (mencintai)
kepada para Shohabat Rosululloh ﷺ
dan menyebutkan kebaikan-kebaikan mereka. Aku mendoakan keridhoan Alloh untuk
mereka, dan memohonkan ampunan bagi mereka. Aku menahan diri dari menyebut
keburukan mereka. Aku diam terhadap perselisihan yang terjadi di antara mereka.
Aku meyakini keutamaan mereka dengan mengamalkan firman Alloh ﷻ: “Dan
orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdoa: ‘Ya
Robb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami
dengan Iman. Janganlah Engkau jadikan di dalam hati kami kedengkian terhadap
orang-orang yang beriman. Ya Robb kami, sungguh Engkau Maha Penyantun, Maha
Rohim.” (QS. Al-Hasyr: 10)
وَأَتَرَضَّى عَنْ أُمَّهَاتِ الْمُؤْمِنِينَ الْمُطَهَّرَاتِ
مِنْ كُلِّ سُوءٍ
Aku juga mendoakan
keridhoan Alloh untuk para istri Nabi (Ummahaatul Mu’miniin) yang disucikan
dari segala keburukan.
[8] Karomah Para Wali
وَأُقِرُّ بِكَرَامَاتِ الْأَوْلِيَاءِ وَمَا لَهُمْ مِنَ
الْمُكَاشَفَاتِ، إِلَّا أَنَّهُمْ لَا يَسْتَحِقُّونَ مِنْ حَقِّ اللَّهِ تَعَالَى
شَيْئًا، وَلَا يُطْلَبُ مِنْهُمْ مَا لَا يَقْدِرُ عَلَيْهِ إِلَّا اللَّهُ
Aku mengakui adanya karomah
para wali-wali Alloh dan mukasyafaat (penyingkapan perkara ghoib) yang
terjadi pada mereka. Hanya saja, mereka tidak berhak sedikit pun atas hak-hak
Alloh ﷻ.
Tidak boleh diminta kepada mereka sesuatu yang tidak mampu dilakukan kecuali
oleh Alloh.
[9] Hukum atas Pelaku Dosa Besar
وَلَا أَشْهَدُ لِأَحَدٍ مِنَ الْمُسْلِمِينَ بِجَنَّةٍ وَلَا
نَارٍ، إِلَّا مَنْ شَهِدَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ، وَلَكِنِّي أَرْجُو لِلْمُحْسِنِ
وَأَخَافُ عَلَى الْمُسِيءِ، وَلَا أُكَفِّرُ أَحَدًا مِنَ الْمُسْلِمِينَ بِذَنْبٍ،
وَلَا أُخْرِجُهُ مِنْ دَائِرَةِ الْإِسْلَامِ
Aku tidak bersaksi
bagi siapa pun dari kaum Muslimin (dengan menyebut nama individu) bahwa ia masuk
Jannah atau Naar, kecuali bagi siapa yang telah disaksikan oleh Rosululloh ﷺ. Akan tetapi, aku berharap kebaikan bagi orang yang berbuat
kebaikan, dan aku merasa takut atas orang yang berbuat keburukan. Aku tidak
mengkafirkan seorang Muslim pun karena suatu dosa, dan aku tidak
mengeluarkannya dari lingkaran Islam.
[10] Jihad dan Ketaatan kepada
Pemimpin
وَأَرَى الْجِهَادَ مَاضِيًا مَعَ كُلِّ إِمَامٍ بَرًّا كَانَ
أَوْ فَاجِرًا، وَصَلَاةُ الْجَمَاعَةِ خَلْفَهُمْ جَائِزَةٌ، وَالْجِهَادُ مَاضٍ مُنْذُ
بَعَثَ اللَّهُ مُحَمَّدًا ﷺ إِلَى أَنْ يُقَاتِلَ آخِرُ هَذِهِ الْأُمَّةِ الدَّجَّالَ،
لَا يُبْطِلُهُ جَوْرُ جَائِرٍ وَلَا عَدْلُ عَادِلٍ
Aku berpendapat bahwa
Jihad akan terus berlaku bersama setiap Imam (pemimpin), baik dia orang yang
sholih maupun orang yang faajir (jahat). Sholat berjama’ah di belakang mereka
adalah boleh. Jihad terus berlaku sejak Alloh mengutus Muhammad ﷺ sampai akhir umat ini memerangi Dajjal. Jihad tidak akan
dibatalkan oleh kezholiman orang yang zholim, pun tidak oleh keadilan orang
yang adil.
وَأَرَى وُجُوبَ السَّمْعِ وَالطَّاعَةِ لِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ،
بَرِّهِمْ وَفَاجِرِهِمْ، مَا لَمْ يَأْمُرُوا بِمَعْصِيَةِ اللَّهِ
Aku berpendapat wajibnya
mendengar dan taat kepada para pemimpin kaum Muslimin, baik mereka orang yang
sholih maupun yang faajir, selama mereka tidak memerintahkan maksiat kepada
Alloh.
وَمَنْ وَلِيَ الْخِلَافَةَ وَاجْتَمَعَ عَلَيْهِ النَّاسُ،
وَرَضُوا بِهِ، وَغَلَبَهُمْ بِسَيْفِهِ حَتَّى صَارَ خَلِيفَةً، وَجَبَتْ طَاعَتُهُ،
وَحَرُمَ الْخُرُوجُ عَلَيْهِ
Siapa yang memegang khilafah
dan disepakati oleh kaum Muslimin, mereka meridhoinya, atau dia mengalahkan
mereka dengan pedangnya hingga menjadi Kholifah, maka wajib ditaati dan harom
untuk memberontak kepadanya.
[11] Sikap terhadap Ahlul Bid’ah
وَأَرَى هَجْرَ أَهْلِ الْبِدَعِ وَمُبَايَنَتَهُمْ حَتَّى
يَتُوبُوا، وَأَحْكُمُ عَلَيْهِمْ بِالظَّاهِرِ وَأَكِلُ سَرَائِرَهُمْ إِلَى اللَّهِ
Aku berpendapat wajibnya hajr
(memboikot/menjauhi) ahlul bid’ah dan memutus hubungan dengan mereka hingga mereka bertaubat.
Aku menghukumi mereka berdasarkan perkara yang zhohir (tampak), dan menyerahkan
urusan batin mereka kepada Alloh.
وَأَعْتَقِدُ أَنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ فِي الدِّينِ بِدْعَةٌ
Aku meyakini bahwa setiap
perkara yang baru (diada-adakan) dalam urusan Agama adalah bid’ah.
[12] Definisi Iman
وَأَعْتَقِدُ أَنَّ الْإِيمَانَ قَوْلٌ بِاللِّسَانِ وَعَمَلٌ
بِالْأَرْكَانِ، وَاعْتِقَادٌ بِالْجَنَانِ يَزِيدُ بِالطَّاعَةِ وَيَنْقُصُ بِالْمَعْصِيَةِ.
وَهُوَ بِضْعٌ وَسَبْعُونَ شُعْبَةً، أَعْلَاهَا : شَهَادَةُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا
اللَّهُ، وَأَدْنَاهَا إِمَاطَةُ الْأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ
Aku meyakini bahwa Iman
adalah ucapan dengan lisan, perbuatan dengan anggota badan, dan keyakinan
dengan hati. Iman bertambah karena ketaatan, dan berkurang karena kemaksiatan.
Iman memiliki lebih dari 70 cabang. Cabang yang tertinggi adalah syahadat laa
ilaaha illalloh (tiada yang berhak disembah selain Alloh), dan yang
terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan.
[13] Amar Ma’ruf Nahi Munkar
وَأَرَى وُجُوبَ الْأَمْرِ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّهْيِ عَنِ
الْمُنْكَرِ عَلَى مَا تُوجِبُهُ الشَّرِيعَةُ الْمُحَمَّدِيَّةُ الطَّاهِرَةُ
Aku berpendapat wajibnya amr
ma’ruf nahi munkar (memerintahkan kebaikan dan melarang kemungkaran) sesuai
dengan apa yang diwajibkan oleh Syari’at Muhammad yang suci.
Penutup
فَهَذِهِ عَقِيدَةٌ وَجِيزَةٌ، حَرَّرْتُهَا وَأَنَا مُشْتَغِلُ
الْبَالِ، لِتَطَّلِعُوا عَلَى مَا عِنْدِي
Inilah akidah yang
ringkas, aku susun ketika aku sedang sibuk, agar kalian mengetahui apa yang ada
padaku.
وَاللَّهُ عَلَى مَا نَقُولُ وَكِيلٌ
Alloh
adalah wakil (saksi) atas apa yang kami ucapkan.
***