[PDF] Risalah Sujud Sahwi | رسالة في سجود السهو | Ibnu Utsaimin (1421 H)

Unduh PDF


Muqoddimah

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ الَّذِيْ بَلَّغَ الْبَلَاغَ الْمُبِيْنَ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ:

Banyak orang yang tidak mengetahui hukum-hukum sujud sahwi dalam Sholat.  Di antara mereka ada yang meninggalkan sujud sahwi pada saat diwajibkan, ada yang bersujud bukan pada tempatnya, dan ada pula yang melakukan sujud sahwi sebelum salam, padahal seharusnya dilakukan sesudah salam.  Sebaliknya, ada yang bersujud setelah salam, padahal seharusnya dilakukan sebelumnya.

Oleh karena itu, mengetahui hukum-hukumnya menjadi sangat penting, terutama bagi para Imam yang Sholatnya diikuti oleh orang banyak dan memegang tanggung jawab untuk mengikuti apa yang disyariatkan dalam Sholat yang mereka pimpin. Maka, saya ingin menyajikan kepada saudara-saudaraku sebagian dari hukum-hukum dalam bab ini, seraya berharap kepada Alloh agar tulisan ini bermanfaat bagi hamba-hamba-Nya yang Mu’min.

Saya memulai dengan memohon pertolongan Alloh dan memohon kepada-Nya taufik untuk senantiasa berada dalam kebenaran.

Sujud sahwi adalah dua sujud yang dilakukan oleh orang yang Sholat untuk menambal kekurangan yang terjadi pada Sholatnya karena lupa.

Sebab-sebab sujud sahwi ada 3.  Yaitu: penambahan (ziyadah), pengurangan (naqs), dan keraguan (syak).

Bab 1: Penambahan (Ziyadah)

Apabila seseorang sengaja menambah-nambah gerakan dalam Sholatnya, baik itu berdiri, duduk, ruku’, maupun sujud, maka Sholatnya batal.  Namun, jika ia lupa dan baru teringat adanya penambahan setelah selesai melakukannya, maka ia hanya diwajibkan sujud sahwi dan Sholatnya tetap sah.  Jika ia teringat di tengah-tengah melakukan penambahan itu, maka ia wajib untuk segera kembali (ke posisi yang benar) dan wajib sujud sahwi, dan Sholatnya sah.

Contohnya:

Seseorang Sholat Zhuhur (misalnya) 5 roka’at dan ia baru teringat pada saat tasyahud akhir. Maka, ia harus menyempurnakan tasyahudnya, lalu salam, kemudian sujud sahwi dan salam lagi. Jika ia baru teringat setelah selesai salam, maka ia langsung sujud sahwi lalu salam.  Jika ia teringat ketika sedang berada di roka’at kelima, maka ia harus segera duduk, lalu bertasyahud dan salam, kemudian sujud sahwi dan salam lagi.

Dalilnya adalah Hadits ‘Abdullah bin Mas’ud Rodhiyallahu ‘Anhu,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى الظُّهْرَ خَمْسًا، فَقِيلَ لَهُ: أَزِيدَ فِي الصَّلاَةِ؟ فَقَالَ: «وَمَا ذَاكَ؟» قَالَ: صَلَّيْتَ خَمْسًا، فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ بَعْدَ مَا سَلَّمَ

bahwa Nabi pernah Sholat Zhuhur 5 roka’at. Lalu ditanyakan kepada beliau, “Apakah Sholat telah ditambah?”  Beliau bertanya, “Ada apa?” Mereka menjawab, “Engkau Sholat 5 roka’at.” Maka, beliau pun sujud 2 kali setelah salam. (HR. Al-Bukhori no. 7249)

Dalam riwayat lain disebutkan:

فَثَنَى رِجْلَيْهِ، وَاسْتَقْبَلَ القِبْلَةَ، وَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ، ثُمَّ سَلَّمَ

Beliau melipat kedua kakinya, menghadap kiblat, lalu sujud 2 kali, kemudian salam. (HR. Al-Bukhori no. 401)

Salam Sebelum Sholat Sempurna

Salam sebelum Sholat selesai terhitung sebagai penambahan dalam Sholat (yakni menambah salam).  Apabila seseorang sengaja salam sebelum Sholatnya sempurna, maka Sholatnya batal.

Jika ia melakukannya karena lupa dan baru teringat setelah waktu yang lama, maka ia harus mengulang Sholatnya dari awal.  Namun, jika ia teringat setelah selang waktu yang singkat, seperti 2 atau 3 menit, maka ia harus menyempurnakan sisa Sholatnya, lalu salam, kemudian sujud sahwi dan salam lagi.

Dalilnya adalah Hadits Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu,

عَنِ النَّبِيِّ ، أَنَّهُ صَلَّى بِهِمُ الظُّهْرَ أَوِ الْعَصْرَ، فَسَلَّمَ مِنْ رَكْعَتَيْنِ، فَخَرَجَ السُّرْعَانُ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ، يَقُولُونَ: قَصُرَتِ الصَّلَاةُ، وَقَامَ النَّبِيُّ إِلَى خَشَبَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَاتَّكَأَ عَلَيْهَا كَأَنَّهُ غَضْبَانُ، فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَنَسِيتَ أَمْ قَصُرَتِ الصَّلَاةُ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ : «لَمْ أَنْسَ وَلَمْ تَقْصُرْ». فَقَالَ الرَّجُلُ: بَلَى، قَدْ نَسِيتَ. فَقَالَ النَّبِيُّ لِلصَّحَابَةِ: «أَحَقٌّ مَا يَقُولُ؟» قَالُوا: نَعَمْ. فَتَقَدَّمَ النَّبِيُّ فَصَلَّى مَا بَقِيَ مِنْ صَلَاتِهِ، ثُمَّ سَلَّمَ، ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ، ثُمَّ سَلَّمَ.

Nabi pernah mengimami Sholat Zhuhur atau ‘Ashar, lalu beliau salam setelah 2 roka’at. Orang-orang tergesa-gesa keluar dari pintu Masjid sambil berkata, “Sholat telah diringkas.” Nabi berdiri menuju sebatang kayu di Masjid dan bersandar padanya seolah-olah sedang marah. Lalu seorang laki-laki berdiri dan bertanya, “Wahai Rosululloh, apakah engkau lupa atau Sholat ini memang diringkas?”  Nabi menjawab, “Aku tidak lupa dan Sholat tidak diringkas.” Laki-laki itu berkata, “Tentu engkau telah lupa.” Nabi bertanya kepada para Shohabat, “Benarkah apa yang ia katakan?” Mereka menjawab, “Benar.” Maka, Nabi maju dan mengerjakan sisa Sholatnya, kemudian salam, lalu sujud 2 kali, dan salam lagi.  (Muttafaqun ‘alaih)

Jika seorang Imam salam sebelum Sholatnya sempurna, sementara di antara ma’mum ada yang masbuq (tertinggal beberapa roka’at) dan telah berdiri untuk menyempurnakan kekurangannya, kemudian Imam teringat bahwa Sholatnya kurang dan ia pun berdiri untuk menyempurnakannya, maka ma’mum yang masbuq tadi diberi 2 pilihan: antara terus menyempurnakan sisa Sholatnya sendiri lalu sujud sahwi, atau kembali mengikuti Imam. Setelah Imam salam, ia menyempurnakan roka’at yang tertinggal, lalu sujud sahwi setelah salamnya sendiri.  Pilihan kedua ini lebih utama dan lebih hati-hati.

Bab 2: Pengurangan (Naqs)

a. Mengurangi Rukun Sholat

Jika seseorang mengurangi rukun Sholat, apabila yang ditinggalkan adalah takbirotul ihrom, maka Sholatnya tidak sah, baik ditinggalkan sengaja maupun karena lupa, karena Sholatnya pada dasarnya belum dimulai.

Jika rukun yang ditinggalkan selain takbirotul ihrom dan ia meninggalkannya dengan sengaja, maka Sholatnya batal. Jika ia meninggalkannya karena lupa, maka jika ia sudah sampai pada rukun yang sama di roka’at berikutnya, maka roka’at yang ada kekurangannya itu dianggap batal, dan roka’at yang sedang ia kerjakan menggantikan posisinya. Namun, jika ia teringat sebelum sampai pada rukun yang sama di roka’at berikutnya, maka ia wajib kembali ke rukun yang tertinggal itu untuk mengerjakannya dan melanjutkan Sholat dari sana. Pada kedua keadaan ini, ia wajib sujud sahwi setelah salam.

Contoh pertama:

Seseorang lupa melakukan sujud kedua di roka’at pertama. Ia baru teringat ketika sedang duduk di antara 2 sujud pada roka’at kedua. Maka, roka’at pertamanya menjadi batal (tidak dihitung), dan roka’at kedua yang sedang ia kerjakan itu menjadi roka’at pertama. Ia kemudian menyempurnakan Sholatnya, salam, lalu sujud sahwi dan salam lagi.

Contoh kedua:

Seseorang lupa melakukan sujud kedua beserta duduk sebelumnya di roka’at pertama. Ia baru teringat setelah bangkit dari ruku’ di roka’at kedua. Maka, ia harus segera kembali untuk duduk dan sujud (menyempurnakan rukun yang tertinggal di roka’at pertama), kemudian melanjutkan Sholatnya, salam, lalu sujud sahwi dan salam lagi.

b. Mengurangi Wajib Sholat

Apabila seseorang sengaja meninggalkan salah satu wajib Sholat, maka Sholatnya batal.  Jika ia meninggalkannya karena lupa dan teringat sebelum ia beranjak dari posisi rukun tersebut, maka ia harus melakukannya dan tidak ada kewajiban apa-apa setelahnya.  Jika ia teringat setelah beranjak dari posisi tersebut tetapi sebelum sampai pada rukun berikutnya, maka ia harus kembali untuk melakukannya, kemudian menyempurnakan Sholatnya, salam, lalu sujud sahwi dan salam lagi.  Jika ia teringat setelah sampai pada rukun berikutnya, maka kewajiban tersebut gugur dan ia tidak perlu kembali. Ia harus melanjutkan Sholatnya dan sujud sahwi sebelum salam.

Contohnya:

Seseorang bangkit dari sujud kedua di roka’at kedua untuk langsung berdiri ke roka’at ketiga, ia lupa melakukan tasyahud awal.

 Jika ia teringat sebelum benar-benar bangkit, maka ia harus duduk kembali untuk tasyahud, lalu menyempurnakan Sholatnya, dan tidak ada kewajiban apa-apa baginya.

 Jika ia teringat setelah bangkit namun belum sempurna berdiri, maka ia harus duduk kembali untuk tasyahud, kemudian menyempurnakan Sholatnya, salam, lalu sujud sahwi dan salam lagi.

 Jika ia teringat setelah sempurna berdiri tegak, maka kewajiban tasyahud awal itu gugur baginya dan ia tidak boleh kembali duduk. Ia harus melanjutkan Sholatnya dan melakukan sujud sahwi sebelum salam.

Dalilnya adalah riwayat Al-Bukhori dan lainnya dari ‘Abdullah bin Buhainah Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Nabi pernah mengimami Sholat Zhuhur, lalu beliau langsung berdiri setelah 2 roka’at pertama dan tidak duduk (untuk tasyahud awal). Orang-orang pun ikut berdiri bersama beliau. Hingga ketika Sholat hampir selesai dan orang-orang menunggu beliau salam, beliau bertakbir dalam keadaan duduk, lalu sujud 2 kali sebelum salam, kemudian beliau salam.

Bab 3: Keraguan (Syak)

Syak (keraguan) adalah kebimbangan di antara dua perkara, yang mana satu yang sebenarnya terjadi.

Keraguan dalam ibadah tidak perlu dihiraukan dalam 3 keadaan:

 Pertama: Apabila hanya sekadar bisikan (waswas) yang tidak nyata.

 Kedua: Apabila keraguan itu terlalu kerap terjadi pada seseorang, sampai-sampai tidaklah ia melakukan suatu ibadah melainkan timbul keraguan padanya.

 Ketiga: Apabila keraguan itu muncul setelah selesai mengerjakan ibadah, maka tidak perlu dihiraukan kecuali jika ia benar-benar yakin, maka ia harus bertindak berdasarkan keyakinannya itu.

Contohnya: Seseorang selesai Sholat Zhuhur, lalu ia ragu apakah ia telah Sholat 3 atau 4 roka’at, maka ia tidak perlu menghiraukan keraguan ini. Kecuali jika ia yakin bahwa ia baru Sholat 3 roka’at, maka ia harus menyempurnakan Sholatnya jika waktunya belum berselang lama, lalu salam, kemudian sujud sahwi dan salam lagi. Namun, jika ia baru teringat setelah waktu yang lama, maka ia harus mengulang Sholatnya dari awal.

Adapun keraguan di selain 3 keadaan ini, maka ia harus diperhitungkan. Keraguan dalam Sholat terbagi menjadi 2 keadaan:

a. Ada Dugaan yang Lebih Kuat

Apabila salah satu dari dua kemungkinan terasa lebih kuat (lebih condong), maka ia harus bertindak berdasarkan apa yang lebih kuat dalam dugaannya, lalu menyempurnakan Sholatnya, salam, kemudian sujud sahwi dan salam lagi.

Contohnya: Seseorang sedang Sholat Zhuhur, lalu ia ragu apakah ia sedang di roka’at kedua atau ketiga, namun ia lebih condong meyakini bahwa itu adalah roka’at ketiga. Maka, ia harus menganggapnya sebagai roka’at ketiga, lalu menambah satu roka’at lagi, salam, kemudian sujud sahwi dan salam lagi.

Dalilnya adalah apa yang telah tetap dalam Shohih Al-Bukhori dan Muslim serta selain keduanya, dari Hadits ‘Abdullah bin Mas’ud Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Nabi bersabda,

«إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلاَتِهِ، فَلْيَتَحَرَّ الصَّوَابَ فَلْيُتِمَّ عَلَيْهِ، ثُمَّ لِيُسَلِّمْ، ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ»

“Apabila salah seorang dari kalian ragu dalam Sholatnya, maka hendaklah ia berusaha mencari yang paling benar, lalu sempurnakanlah berdasarkan itu, kemudian salam, lalu sujud dua kali.” (HR. Al-Bukhori no. 401)

b. Tidak Ada Dugaan yang Lebih Kuat

Apabila tidak ada kemungkinan yang lebih kuat, maka ia harus bertindak berdasarkan keyakinan, yaitu jumlah yang paling sedikit, lalu menyempurnakan sisa Sholatnya, dan sujud sahwi sebelum salam, kemudian salam.

Contohnya: Seseorang sedang Sholat ‘Ashar, lalu ia ragu apakah ia sedang di roka’at kedua atau ketiga, dan ia tidak memiliki kecenderungan yang lebih kuat ke salah satunya. Maka, ia harus menganggapnya sebagai roka’at kedua, lalu ia melakukan tasyahud awal, kemudian menambah 2 roka’at lagi, lalu sujud sahwi dan salam.

Dalilnya adalah riwayat Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudri Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Nabi bersabda,

«إِذَا شَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ، فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى ثَلَاثًا أَمْ أَرْبَعًا، فَلْيَطْرَحِ الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ، ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ، فَإِنْ كَانَ صَلَّى خَمْسًا شَفَعْنَ لَهُ صَلَاتَهُ، وَإِنْ كَانَ صَلَّى إِتْمَامًا لِأَرْبَعٍ كَانَتَا تَرْغِيمًا لِلشَّيْطَانِ»

“Apabila salah seorang dari kalian ragu dalam Sholatnya, dan tidak tahu sudah berapa roka’at ia Sholat, 3 atau 4? Maka buanglah keraguan itu dan bangunlah di atas apa yang ia yakini (yakni roka’at paling sedikit). Kemudian, sujudlah 2 kali sebelum salam. Jika ternyata ia Sholat 5 roka’at, maka sujud itu akan menggenapkan Sholatnya. Dan jika ia Sholat untuk menyempurnakan 4 roka’at, maka kedua sujud itu menjadi penghinaan bagi Syaithon.” (HR. Muslim no. 571)

c. Faidah

Apabila seseorang ragu dalam Sholatnya, lalu ia bertindak berdasarkan keyakinan atau berdasarkan dugaan yang lebih kuat, kemudian ia sadar bahwa apa yang ia lakukan ternyata sudah sesuai dengan kenyataan (tidak ada penambahan maupun pengurangan), maka menurut pendapat yang masyhur dalam madzhab (Hanbali), kewajiban sujud sahwi menjadi gugur karena sebab yang mengharuskannya (yaitu keraguan) telah hilang.

Pendapat lain mengatakan bahwa kewajiban sujud itu tidak gugur, agar dengan sujud itu ia menghinakan Syaithon, berdasarkan sabda Nabi , “...dan jika ia Sholat untuk menyempurnakan 4 roka’at, maka kedua sujud itu menjadi penghinaan bagi Syaithon.” Alasan lainnya, karena ia telah mengerjakan sebagian dari Sholatnya dalam keadaan ragu saat melakukannya, dan inilah pendapat yang lebih kuat (rojih).

Bab 4: Hukum Sujud Sahwi bagi Ma’mum

Jika Imam lupa, maka ma’mum wajib mengikutinya dalam sujud sahwi. Berdasarkan sabda Nabi ,

«إِنَّمَا جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ، فَلاَ تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ ... وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا»

“Sesungguhnya Imam itu dijadikan untuk diikuti, maka janganlah kalian menyelisihinya... Apabila ia sujud, maka sujudlah kalian.” (Muttafaq ‘alaih dari Hadits Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu)

Baik Imam sujud sahwi sebelum atau sesudah salam, ma’mum wajib mengikutinya. Kecuali jika ma’mum tersebut adalah masbuq (tertinggal beberapa roka’at), maka ia tidak mengikuti Imam dalam sujud sahwi yang dilakukan setelah salam, karena tidak memungkinkan baginya, sebab seorang masbuq tidak mungkin salam bersama Imamnya. Oleh karena itu, ia harus menyempurnakan dulu roka’at yang tertinggal, salam, kemudian sujud sahwi dan salam lagi.

Jika ma’mum lupa sementara Imam tidak, dan ma’mum tersebut tidak ketinggalan satu roka’at pun, maka tidak ada kewajiban sujud sahwi baginya. Hal ini karena jika ia sujud sendiri, akan terjadi penyelisihan terhadap Imam dan merusak kewajiban mengikutinya. Alasan lainnya, para Shohabat Rodhiyallahu ‘Anhum pernah meninggalkan tasyahud awal ketika Nabi lupa, mereka langsung berdiri bersama beliau demi menjaga kebersamaan dalam mengikuti Imam.

Namun, jika ia ketinggalan beberapa roka’at, lalu ia lupa (baik saat bersama Imam maupun saat menyempurnakan Sholatnya sendiri), maka kewajiban sujud sahwi tidak gugur darinya. Ia harus sujud sahwi setelah menyelesaikan roka’at yang tertinggal, baik sebelum maupun sesudah salam, sesuai dengan perincian yang telah dijelaskan sebelumnya.

Kesimpulan

Dari penjelasan sebelumnya, dapat kita simpulkan bahwa sujud sahwi terkadang dilakukan sebelum salam, dan terkadang sesudah salam.

Sujud sahwi dilakukan sebelum salam pada 2 keadaan:

1. Apabila disebabkan karena pengurangan, berdasarkan Hadits ‘Abdullah bin Buhainah Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Nabi sujud sahwi sebelum salam ketika beliau meninggalkan tasyahud awal.

2.  Apabila disebabkan karena keraguan yang tidak ada kecenderungan lebih kuat pada salah satu kemungkinannya, berdasarkan Hadits Abu Sa’id Al-Khudri Rodhiyallahu ‘Anhu yang memerintahkan untuk sujud 2 kali sebelum salam.

Sujud sahwi dilakukan setelah salam pada 2 keadaan:

1.  Apabila disebabkan karena penambahan, berdasarkan Hadits ‘Abdullah bin Mas’ud Rodhiyallahu ‘Anhu, ketika Nabi Sholat Zhuhur 5 roka’at lalu beliau sujud setelah salam. Hukum ini bersifat umum, baik ia mengetahui adanya penambahan itu sebelum maupun sesudah salam.

2.  Apabila disebabkan karena keraguan yang salah satu kemungkinannya lebih kuat, berdasarkan Hadits Ibnu Mas’ud Rodhiyallahu ‘Anhu yang memerintahkan orang yang ragu untuk berusaha mencari yang paling benar, menyempurnakannya, kemudian salam dan sujud.

Apabila pada seseorang terkumpul 2 jenis kelupaan, yang satu mengharuskan sujud sebelum salam, dan yang satunya lagi sesudah salam, para ‘ulama mengatakan bahwa yang didahulukan adalah yang sebelum salam, maka ia sujud sebelum salam.

Wallohu a’lam.

Aku memohon kepada Alloh semoga Dia memberikan taufik kepada kita dan saudara-saudara kita kaum Muslimin untuk memahami Kitab-Nya dan Sunnah Rosul-Nya , serta mengamalkannya lahir dan batin, dalam aqidah, ibadah, dan muamalah. Semoga Dia memberikan akhir yang baik bagi kita semua. Sesungguhnya Dia Maha Pemurah lagi Maha Mulia.

Segala puji bagi Alloh Robb semesta alam. Semoga sholawat dan salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad , beserta keluarga dan seluruh Shohabatnya.

Selesai ditulis oleh hamba yang fakir kepada Alloh , Muhammad bin Sholih Al-‘Utsaimin, pada 4/3/1400 H.

Catatan Pentarjamah

Demikian kesimpulan penulis, adapun kesimpulan pentarjamah dari pemaparan penulis dari bab 1 sampai bab 3:

Sujud Sahwi Dikerjakan Sebelum Salam

Sujud sahwi dikerjakan sebelum salam dalam 2 keadaan berikut:

[1] Apabila meninggalkan salah satu wajib Sholat karena lupa dan baru teringat setelah sampai pada rukun berikutnya. Contohnya adalah lupa tasyahud awal dan baru teringat setelah berdiri tegak sempurna untuk roka’at ketiga. Dalam kondisi ini, ia harus melanjutkan Sholatnya dan sujud sahwi sebelum salam.

[2] Apabila ragu (syak) mengenai jumlah roka’at Sholat dan tidak ada dugaan yang lebih kuat ke salah satu kemungkinan. Dalam keadaan ini, ia harus mengambil jumlah yang paling sedikit (yang diyakini), menyempurnakan sisa Sholatnya, lalu sujud sahwi sebelum salam.

Sujud Sahwi Dikerjakan Setelah Salam

Sujud sahwi dikerjakan setelah salam dalam 4 keadaan berikut:

[1] Apabila terjadi penambahan (ziyadah) jumlah roka’at karena lupa. Contohnya adalah Sholat Zhuhur 5 roka’at dan baru teringat saat tasyahud akhir atau setelah salam. Maka ia menyempurnakan Sholatnya, salam, kemudian sujud sahwi, lalu salam lagi.

[2] Apabila salam sebelum Sholatnya sempurna karena lupa. Jika ia teringat dalam waktu singkat, ia harus menyempurnakan sisa Sholatnya, salam, kemudian sujud sahwi dan salam lagi.

[3] Apabila meninggalkan salah satu rukun Sholat (selain takbirotul ihrom) karena lupa. Baik ketika ia harus membatalkan roka’at yang kurang maupun ketika ia harus kembali ke rukun yang tertinggal, ia diwajibkan sujud sahwi setelah salam.

[4] Apabila ragu (syak) mengenai jumlah roka’at Sholat namun memiliki dugaan yang lebih kuat (condong) pada salah satu kemungkinan. Dalam keadaan ini, ia harus bertindak berdasarkan dugaan yang lebih kuat, menyempurnakan Sholatnya, salam, kemudian sujud sahwi dan salam lagi.

Kesimpulan pentarjamah ini sebagai penjelas dari kesimpulan penulis, disamping ada penambahan penting.

Sebagian ulama berpendapat: seseorang bebas memilih apakah sujud sahwi sebelum salam maupun setelahnya. Ini pendapat  yang dipilih As-Sa’di dalam Manhajus Salikin.

Perselisihan Fuqoha Di Mana Sujud Sahwi?

Para ulama berbeda pendapat tentang tempat (waktu) sujud sahwi:

Ada yang berpendapat bahwa semuanya dilakukan sebelum salam, ini adalah mazhab Asy-Syafi’i.

Ada yang berpendapat semuanya dilakukan sesudah salam, ini adalah mazhab Abu Hanifah.

Ada pula yang berpendapat: jika sujud sahwi karena kekurangan, maka tempatnya sebelum salam; sedangkan jika karena kelebihan, maka tempatnya sesudah salam. Ini adalah mazhab Malik, dan juga merupakan salah satu pendapat lama dari Asy-Syafi’i.

Adapun mazhab Imam Ahmad: hukum asalnya sujud sahwi dilakukan sebelum salam, kecuali dalam kasus yang ada dalil khusus bahwa sujud sahwi dilakukan sesudah salam, yaitu:

1. Jika seseorang salam sebelum menyempurnakan Sholatnya.

2. Jika imam ragu lalu memilih berdasarkan dugaan terkuatnya.

Selain dua keadaan tersebut, maka sujud sahwi dilakukan sebelum salam.

Pendapat yang benar adalah sebagaimana dirojihkan (dikuatkan) oleh Ibnu Taimiyah (728 H), beliau berkata:

“Pendapat yang paling kuat –dan ini merupakan salah satu riwayat dari Ahmad– adalah membedakan antara kelebihan, kekurangan, keraguan dengan dugaan kuat, dan keraguan dengan berpegang pada keyakinan.

Jika sujud sahwi karena kekurangan, maka dilakukan sebelum salam, karena ia berfungsi menutupi kekurangan agar Sholat sempurna.

Jika karena kelebihan, maka dilakukan sesudah salam, karena itu merupakan penghinaan bagi setan, agar tidak terkumpul dua kelebihan dalam Sholat.

Begitu juga jika seseorang ragu lalu memilih berdasarkan dugaan kuatnya, maka ia menyempurnakan Sholatnya, dan dua sujud itu dilakukan sesudah salam untuk menghinakan setan.

Demikian pula jika seseorang salam sedangkan masih ada bagian Sholat yang tertinggal, kemudian ia menyempurnakannya, maka Sholatnya sudah sempurna. Salam yang lebih awal itu dihitung sebagai tambahan, sehingga sujudnya dilakukan sesudah salam untuk merendahkan setan.

Adapun jika seseorang ragu dan tidak jelas baginya mana yang lebih kuat, maka ia kembali kepada keyakinan (yaitu yang lebih sedikit). Misalnya: dia ragu apakah sudah Sholat lima rokaat atau empat roka’at. Jika ternyata ia sudah Sholat lima roka’at, maka dua sujud sahwi itu akan membuat Sholatnya genap menjadi enam roka’at, seakan-akan dia menambahkannya untuk Allah, bukan lima. Maka dalam kondisi ini sujud sahwi dilakukan sebelum salam.

Inilah cara yang menyatukan seluruh hadits-hadits yang ada tentang sujud sahwi. Apa yang disyariatkan sebelum salam maka wajib dilakukan sebelum salam, dan apa yang disyariatkan sesudah salam maka tidak boleh dilakukan kecuali sesudah salam. Inilah salah satu dari dua pendapat dalam mazhab Ahmad dan selainnya, dan hal itu juga ditunjukkan oleh perkataan Ahmad dan para imam lainnya.”

Allahu a’lam.

 


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url