[PDF] Risalah Sujud Sahwi | رسالة في سجود السهو | Ibnu Utsaimin (1421 H)
Unduh PDF
Muqoddimah
﷽
اَلْحَمْدُ
لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ
الَّذِيْ بَلَّغَ الْبَلَاغَ الْمُبِيْنَ، وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ
لَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ:
Banyak
orang yang tidak mengetahui hukum-hukum sujud sahwi dalam Sholat.  Di antara mereka ada yang meninggalkan sujud
sahwi pada saat diwajibkan, ada yang bersujud bukan pada tempatnya, dan ada
pula yang melakukan sujud sahwi sebelum salam, padahal seharusnya
dilakukan sesudah salam.  Sebaliknya, ada
yang bersujud setelah salam, padahal seharusnya dilakukan sebelumnya. 
Oleh karena itu, mengetahui hukum-hukumnya menjadi sangat
penting, terutama bagi para Imam yang Sholatnya diikuti oleh orang banyak dan
memegang tanggung jawab untuk mengikuti apa yang disyariatkan dalam Sholat yang
mereka pimpin. Maka, saya ingin menyajikan kepada saudara-saudaraku sebagian
dari hukum-hukum dalam bab ini, seraya berharap kepada Alloh ﷻ
agar tulisan ini bermanfaat bagi hamba-hamba-Nya yang Mu’min.
Saya memulai dengan memohon pertolongan Alloh ﷻ dan memohon kepada-Nya taufik untuk
senantiasa berada dalam kebenaran. 
Sujud sahwi adalah dua sujud yang dilakukan oleh
orang yang Sholat untuk menambal kekurangan yang terjadi pada Sholatnya karena lupa.
Sebab-sebab sujud sahwi ada 3.  Yaitu: penambahan (ziyadah), pengurangan (naqs), dan keraguan (syak).
Bab 1: Penambahan (Ziyadah)
Apabila seseorang sengaja menambah-nambah gerakan
dalam Sholatnya, baik itu berdiri, duduk, ruku’, maupun sujud, maka Sholatnya
batal.  Namun, jika ia lupa
dan baru teringat adanya penambahan setelah selesai melakukannya, maka ia hanya
diwajibkan sujud sahwi dan Sholatnya tetap sah.  Jika ia teringat di tengah-tengah melakukan
penambahan itu, maka ia wajib untuk segera kembali (ke posisi yang benar) dan wajib
sujud sahwi, dan Sholatnya sah. 
Contohnya:
Seseorang Sholat Zhuhur (misalnya) 5 roka’at dan ia baru
teringat pada saat tasyahud akhir. Maka, ia harus menyempurnakan tasyahudnya,
lalu salam, kemudian sujud sahwi dan salam lagi. Jika ia baru teringat
setelah selesai salam, maka ia langsung sujud sahwi lalu salam.  Jika ia teringat ketika sedang berada di roka’at
kelima, maka ia harus segera duduk, lalu bertasyahud dan salam, kemudian sujud
sahwi dan salam lagi. 
Dalilnya adalah Hadits ‘Abdullah bin Mas’ud Rodhiyallahu ‘Anhu,
أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ ﷺ صَلَّى
الظُّهْرَ خَمْسًا، فَقِيلَ لَهُ: أَزِيدَ فِي الصَّلاَةِ؟ فَقَالَ: «وَمَا ذَاكَ؟»
قَالَ: صَلَّيْتَ خَمْسًا، فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ بَعْدَ مَا سَلَّمَ
bahwa Nabi ﷺ pernah Sholat Zhuhur 5 roka’at. Lalu
ditanyakan kepada beliau, “Apakah Sholat telah ditambah?”  Beliau ﷺ
bertanya, “Ada apa?” Mereka menjawab, “Engkau Sholat 5 roka’at.” Maka, beliau ﷺ pun sujud 2 kali setelah salam. (HR. Al-Bukhori no. 7249)
Dalam riwayat lain disebutkan: 
فَثَنَى
رِجْلَيْهِ، وَاسْتَقْبَلَ القِبْلَةَ، وَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ، ثُمَّ سَلَّمَ
Beliau ﷺ melipat kedua kakinya, menghadap kiblat,
lalu sujud 2 kali, kemudian salam. (HR. Al-Bukhori no. 401)
Salam Sebelum Sholat Sempurna
Salam sebelum Sholat selesai terhitung sebagai penambahan
dalam Sholat (yakni menambah
salam).  Apabila seseorang sengaja
salam sebelum Sholatnya sempurna, maka Sholatnya batal. 
Jika ia melakukannya karena lupa dan baru teringat setelah
waktu yang lama, maka ia harus mengulang Sholatnya dari awal.  Namun, jika ia teringat setelah selang waktu
yang singkat, seperti 2 atau 3 menit, maka ia harus menyempurnakan sisa
Sholatnya, lalu salam, kemudian sujud sahwi dan salam lagi. 
Dalilnya adalah Hadits Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu,
عَنِ النَّبِيِّ ﷺ، أَنَّهُ صَلَّى بِهِمُ الظُّهْرَ أَوِ الْعَصْرَ، فَسَلَّمَ
مِنْ رَكْعَتَيْنِ، فَخَرَجَ السُّرْعَانُ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ، يَقُولُونَ:
قَصُرَتِ الصَّلَاةُ، وَقَامَ النَّبِيُّ ﷺ إِلَى خَشَبَةٍ فِي الْمَسْجِدِ فَاتَّكَأَ عَلَيْهَا كَأَنَّهُ
غَضْبَانُ، فَقَامَ رَجُلٌ فَقَالَ: يَا رَسُولَ اللهِ، أَنَسِيتَ أَمْ قَصُرَتِ الصَّلَاةُ؟
فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ: «لَمْ أَنْسَ وَلَمْ تَقْصُرْ». فَقَالَ الرَّجُلُ: بَلَى،
قَدْ نَسِيتَ. فَقَالَ النَّبِيُّ ﷺ لِلصَّحَابَةِ: «أَحَقٌّ مَا يَقُولُ؟»
قَالُوا: نَعَمْ. فَتَقَدَّمَ النَّبِيُّ ﷺ فَصَلَّى مَا بَقِيَ مِنْ صَلَاتِهِ، ثُمَّ سَلَّمَ، ثُمَّ
سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ، ثُمَّ سَلَّمَ.
Nabi ﷺ pernah mengimami Sholat Zhuhur atau ‘Ashar,
lalu beliau salam setelah 2 roka’at. Orang-orang tergesa-gesa keluar dari pintu
Masjid sambil berkata, “Sholat telah diringkas.” Nabi ﷺ
berdiri menuju sebatang kayu di Masjid dan bersandar padanya seolah-olah sedang
marah. Lalu seorang laki-laki berdiri dan bertanya, “Wahai Rosululloh, apakah
engkau lupa atau Sholat ini memang diringkas?” 
Nabi ﷺ menjawab, “Aku tidak lupa dan Sholat tidak diringkas.”
Laki-laki itu berkata, “Tentu engkau telah lupa.” Nabi ﷺ
bertanya kepada para Shohabat, “Benarkah apa yang ia katakan?” Mereka menjawab,
“Benar.” Maka, Nabi ﷺ maju dan mengerjakan sisa Sholatnya,
kemudian salam, lalu sujud 2 kali, dan salam lagi.  (Muttafaqun ‘alaih)
Jika seorang Imam salam sebelum Sholatnya sempurna,
sementara di antara ma’mum ada yang masbuq (tertinggal beberapa roka’at)
dan telah berdiri untuk menyempurnakan kekurangannya, kemudian Imam teringat
bahwa Sholatnya kurang dan ia pun berdiri untuk menyempurnakannya, maka ma’mum
yang masbuq tadi diberi 2 pilihan: antara terus menyempurnakan sisa Sholatnya
sendiri lalu sujud sahwi, atau kembali mengikuti Imam. Setelah Imam
salam, ia menyempurnakan roka’at yang tertinggal, lalu sujud sahwi
setelah salamnya sendiri.  Pilihan kedua
ini lebih utama dan lebih hati-hati. 
Bab 2: Pengurangan (Naqs)
a. Mengurangi Rukun Sholat
Jika seseorang mengurangi rukun Sholat, apabila yang
ditinggalkan adalah takbirotul ihrom, maka Sholatnya tidak sah, baik
ditinggalkan sengaja maupun karena lupa, karena Sholatnya pada dasarnya belum
dimulai. 
Jika rukun yang ditinggalkan selain takbirotul ihrom dan ia
meninggalkannya dengan sengaja, maka Sholatnya batal. Jika ia meninggalkannya
karena lupa, maka jika ia sudah sampai pada rukun yang sama di roka’at
berikutnya, maka roka’at yang ada kekurangannya itu dianggap batal, dan roka’at
yang sedang ia kerjakan menggantikan posisinya. Namun, jika ia teringat sebelum
sampai pada rukun yang sama di roka’at berikutnya, maka ia wajib kembali
ke rukun yang tertinggal itu untuk mengerjakannya dan melanjutkan Sholat dari
sana. Pada kedua keadaan ini, ia wajib sujud sahwi setelah salam.
Contoh pertama:
Seseorang lupa melakukan sujud kedua di roka’at pertama. Ia
baru teringat ketika sedang duduk di antara 2 sujud pada roka’at kedua. Maka, roka’at
pertamanya menjadi batal (tidak dihitung), dan roka’at kedua yang sedang ia
kerjakan itu menjadi roka’at pertama. Ia kemudian menyempurnakan Sholatnya,
salam, lalu sujud sahwi dan salam lagi. 
Contoh kedua:
Seseorang lupa melakukan sujud kedua beserta duduk
sebelumnya di roka’at pertama. Ia baru teringat setelah bangkit dari ruku’ di roka’at
kedua. Maka, ia harus segera kembali untuk duduk dan sujud (menyempurnakan
rukun yang tertinggal di roka’at pertama), kemudian melanjutkan Sholatnya,
salam, lalu sujud sahwi dan salam lagi. 
b. Mengurangi Wajib Sholat
Apabila seseorang sengaja meninggalkan salah satu wajib
Sholat, maka Sholatnya batal.  Jika ia
meninggalkannya karena lupa dan teringat sebelum ia beranjak dari posisi rukun
tersebut, maka ia harus melakukannya dan tidak ada kewajiban apa-apa
setelahnya.  Jika ia teringat setelah
beranjak dari posisi tersebut tetapi sebelum sampai pada rukun berikutnya, maka
ia harus kembali untuk melakukannya, kemudian menyempurnakan Sholatnya,
salam, lalu sujud sahwi dan salam lagi. 
Jika ia teringat setelah sampai pada rukun berikutnya, maka kewajiban
tersebut gugur dan ia tidak perlu kembali. Ia harus melanjutkan Sholatnya dan sujud
sahwi sebelum salam. 
Contohnya:
Seseorang bangkit dari sujud kedua di roka’at kedua untuk
langsung berdiri ke roka’at ketiga, ia lupa melakukan tasyahud awal.
 Jika ia teringat
sebelum benar-benar bangkit, maka ia harus duduk kembali untuk tasyahud,
lalu menyempurnakan Sholatnya, dan tidak ada kewajiban apa-apa baginya. 
 Jika ia teringat setelah
bangkit namun belum sempurna berdiri, maka ia harus duduk kembali untuk
tasyahud, kemudian menyempurnakan Sholatnya, salam, lalu sujud sahwi dan
salam lagi. 
 Jika ia teringat
setelah sempurna berdiri tegak, maka kewajiban tasyahud awal itu gugur baginya
dan ia tidak boleh kembali duduk. Ia harus melanjutkan Sholatnya dan
melakukan sujud sahwi sebelum salam. 
Dalilnya adalah riwayat Al-Bukhori dan lainnya dari ‘Abdullah
bin Buhainah Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Nabi ﷺ
pernah mengimami Sholat Zhuhur, lalu beliau langsung berdiri setelah 2 roka’at
pertama dan tidak duduk (untuk tasyahud awal). Orang-orang pun ikut berdiri
bersama beliau. Hingga ketika Sholat hampir selesai dan orang-orang menunggu
beliau salam, beliau bertakbir dalam keadaan duduk, lalu sujud 2 kali sebelum
salam, kemudian beliau salam. 
Bab 3: Keraguan (Syak)
Syak
(keraguan) adalah kebimbangan di antara dua perkara, yang mana satu yang
sebenarnya terjadi.
Keraguan
dalam ibadah tidak perlu dihiraukan dalam 3 keadaan:
 Pertama: Apabila hanya sekadar bisikan (waswas) yang
tidak nyata.
 Kedua: Apabila keraguan itu terlalu
kerap terjadi pada seseorang, sampai-sampai tidaklah ia melakukan suatu ibadah
melainkan timbul keraguan padanya.
 Ketiga: Apabila keraguan itu muncul
setelah selesai mengerjakan ibadah, maka tidak perlu dihiraukan kecuali jika ia
benar-benar yakin, maka ia harus bertindak berdasarkan keyakinannya itu.
Contohnya: Seseorang selesai Sholat Zhuhur,
lalu ia ragu apakah ia telah Sholat 3 atau 4 roka’at, maka ia tidak perlu
menghiraukan keraguan ini. Kecuali jika ia yakin bahwa ia baru Sholat 3 roka’at,
maka ia harus menyempurnakan Sholatnya jika waktunya belum berselang lama, lalu
salam, kemudian sujud sahwi dan salam lagi. Namun, jika ia baru teringat
setelah waktu yang lama, maka ia harus mengulang Sholatnya dari awal.
Adapun
keraguan di selain 3 keadaan ini, maka ia harus diperhitungkan. Keraguan dalam
Sholat terbagi menjadi 2 keadaan:
a.
Ada Dugaan yang Lebih Kuat
Apabila
salah satu dari dua kemungkinan terasa lebih kuat (lebih condong), maka ia
harus bertindak berdasarkan apa yang lebih kuat dalam dugaannya, lalu
menyempurnakan Sholatnya, salam, kemudian sujud sahwi dan salam lagi.
Contohnya: Seseorang sedang Sholat Zhuhur,
lalu ia ragu apakah ia sedang di roka’at kedua atau ketiga, namun ia lebih
condong meyakini bahwa itu adalah roka’at ketiga. Maka, ia harus menganggapnya
sebagai roka’at ketiga, lalu menambah satu roka’at lagi, salam, kemudian sujud
sahwi dan salam lagi.
Dalilnya
adalah apa yang telah tetap dalam Shohih Al-Bukhori dan Muslim serta selain
keduanya, dari Hadits ‘Abdullah bin Mas’ud Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa
Nabi ﷺ
bersabda, 
«إِذَا شَكَّ
أَحَدُكُمْ فِي صَلاَتِهِ، فَلْيَتَحَرَّ الصَّوَابَ فَلْيُتِمَّ عَلَيْهِ، ثُمَّ لِيُسَلِّمْ،
ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ»
“Apabila
salah seorang dari kalian ragu dalam Sholatnya, maka hendaklah ia berusaha
mencari yang paling benar, lalu sempurnakanlah berdasarkan itu, kemudian salam,
lalu sujud dua kali.” (HR. Al-Bukhori no. 401)
b.
Tidak Ada Dugaan yang Lebih Kuat
Apabila
tidak ada kemungkinan yang lebih kuat, maka ia harus bertindak berdasarkan
keyakinan, yaitu jumlah yang paling sedikit, lalu menyempurnakan sisa
Sholatnya, dan sujud sahwi sebelum salam, kemudian salam.
Contohnya: Seseorang sedang Sholat ‘Ashar, lalu
ia ragu apakah ia sedang di roka’at kedua atau ketiga, dan ia tidak memiliki
kecenderungan yang lebih kuat ke salah satunya. Maka, ia harus menganggapnya
sebagai roka’at kedua, lalu ia melakukan tasyahud awal, kemudian menambah 2 roka’at
lagi, lalu sujud sahwi dan salam.
Dalilnya
adalah riwayat Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudri Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa
Nabi ﷺ
bersabda, 
«إِذَا شَكَّ
أَحَدُكُمْ فِي صَلَاتِهِ، فَلَمْ يَدْرِ كَمْ صَلَّى ثَلَاثًا أَمْ أَرْبَعًا، فَلْيَطْرَحِ
الشَّكَّ وَلْيَبْنِ عَلَى مَا اسْتَيْقَنَ، ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ
يُسَلِّمَ، فَإِنْ كَانَ صَلَّى خَمْسًا شَفَعْنَ لَهُ صَلَاتَهُ، وَإِنْ كَانَ صَلَّى
إِتْمَامًا لِأَرْبَعٍ كَانَتَا تَرْغِيمًا لِلشَّيْطَانِ»
“Apabila
salah seorang dari kalian ragu dalam Sholatnya, dan tidak tahu sudah berapa roka’at
ia Sholat, 3 atau 4? Maka buanglah keraguan itu dan bangunlah di atas apa yang
ia yakini (yakni roka’at paling sedikit). Kemudian, sujudlah 2 kali sebelum
salam. Jika ternyata ia Sholat 5 roka’at, maka sujud itu akan menggenapkan
Sholatnya. Dan jika ia Sholat untuk menyempurnakan 4 roka’at, maka kedua sujud
itu menjadi penghinaan bagi Syaithon.” (HR. Muslim no. 571)
c.
Faidah
Apabila
seseorang ragu dalam Sholatnya, lalu ia bertindak berdasarkan keyakinan atau
berdasarkan dugaan yang lebih kuat, kemudian ia sadar bahwa apa yang ia lakukan
ternyata sudah sesuai dengan kenyataan (tidak ada penambahan maupun
pengurangan), maka menurut pendapat yang masyhur dalam madzhab (Hanbali),
kewajiban sujud sahwi menjadi gugur karena sebab yang mengharuskannya
(yaitu keraguan) telah hilang.
Pendapat
lain mengatakan bahwa kewajiban sujud itu tidak gugur, agar dengan sujud itu ia
menghinakan Syaithon, berdasarkan sabda Nabi ﷺ, “...dan
jika ia Sholat untuk menyempurnakan 4 roka’at, maka kedua sujud itu menjadi
penghinaan bagi Syaithon.” Alasan lainnya, karena ia telah mengerjakan sebagian
dari Sholatnya dalam keadaan ragu saat melakukannya, dan inilah pendapat yang
lebih kuat (rojih).
Bab 4: Hukum Sujud Sahwi bagi Ma’mum
Jika Imam
lupa, maka ma’mum wajib mengikutinya dalam sujud sahwi. Berdasarkan
sabda Nabi ﷺ,
«إِنَّمَا جُعِلَ
الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ، فَلاَ تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ ... وَإِذَا سَجَدَ فَاسْجُدُوا»
“Sesungguhnya
Imam itu dijadikan untuk diikuti, maka janganlah kalian menyelisihinya...
Apabila ia sujud, maka sujudlah kalian.” (Muttafaq ‘alaih dari Hadits Abu
Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu)
Baik Imam sujud
sahwi sebelum atau sesudah salam, ma’mum wajib mengikutinya. Kecuali jika ma’mum
tersebut adalah masbuq (tertinggal beberapa roka’at), maka ia tidak
mengikuti Imam dalam sujud sahwi yang dilakukan setelah salam, karena
tidak memungkinkan baginya, sebab seorang masbuq tidak mungkin salam bersama
Imamnya. Oleh karena itu, ia harus menyempurnakan dulu roka’at yang tertinggal,
salam, kemudian sujud sahwi dan salam lagi.
Jika ma’mum
lupa sementara Imam tidak, dan ma’mum tersebut tidak ketinggalan satu roka’at
pun, maka tidak ada kewajiban sujud sahwi baginya. Hal ini karena jika
ia sujud sendiri, akan terjadi penyelisihan terhadap Imam dan merusak kewajiban
mengikutinya. Alasan lainnya, para Shohabat Rodhiyallahu ‘Anhum pernah
meninggalkan tasyahud awal ketika Nabi ﷺ lupa, mereka langsung berdiri
bersama beliau demi menjaga kebersamaan dalam mengikuti Imam.
Namun, jika
ia ketinggalan beberapa roka’at, lalu ia lupa (baik saat bersama Imam maupun
saat menyempurnakan Sholatnya sendiri), maka kewajiban sujud sahwi tidak
gugur darinya. Ia harus sujud sahwi setelah menyelesaikan roka’at yang
tertinggal, baik sebelum maupun sesudah salam, sesuai dengan perincian yang
telah dijelaskan sebelumnya.
Kesimpulan
Dari
penjelasan sebelumnya, dapat kita simpulkan bahwa sujud sahwi terkadang
dilakukan sebelum salam, dan terkadang sesudah salam.
Sujud
sahwi dilakukan
sebelum salam pada 2 keadaan:
1. Apabila
disebabkan karena pengurangan, berdasarkan Hadits ‘Abdullah bin Buhainah Rodhiyallahu
‘Anhu, bahwa Nabi ﷺ sujud
sahwi sebelum salam
ketika beliau meninggalkan tasyahud awal.
2.  Apabila disebabkan karena keraguan yang tidak
ada kecenderungan lebih kuat pada salah satu kemungkinannya, berdasarkan Hadits
Abu Sa’id Al-Khudri Rodhiyallahu ‘Anhu yang memerintahkan untuk sujud 2
kali sebelum salam.
Sujud
sahwi dilakukan
setelah salam pada 2 keadaan:
1.  Apabila disebabkan karena penambahan,
berdasarkan Hadits ‘Abdullah bin Mas’ud Rodhiyallahu ‘Anhu, ketika Nabi ﷺ
Sholat Zhuhur 5 roka’at lalu beliau sujud setelah salam. Hukum ini bersifat
umum, baik ia mengetahui adanya penambahan itu sebelum maupun sesudah salam.
2.  Apabila disebabkan karena keraguan yang salah
satu kemungkinannya lebih kuat, berdasarkan Hadits Ibnu Mas’ud Rodhiyallahu ‘Anhu
yang memerintahkan orang yang ragu untuk berusaha mencari yang paling benar,
menyempurnakannya, kemudian salam dan sujud.
Apabila
pada seseorang terkumpul 2 jenis kelupaan, yang satu mengharuskan sujud sebelum
salam, dan yang satunya lagi sesudah salam, para ‘ulama mengatakan bahwa yang
didahulukan adalah yang sebelum salam, maka ia sujud sebelum salam.
Wallohu
a’lam.
Aku memohon
kepada Alloh ﷻ
semoga Dia memberikan taufik kepada kita dan saudara-saudara kita kaum Muslimin
untuk memahami Kitab-Nya dan Sunnah Rosul-Nya ﷺ,
serta mengamalkannya lahir dan batin, dalam aqidah, ibadah, dan muamalah.
Semoga Dia memberikan akhir yang baik bagi kita semua. Sesungguhnya Dia Maha
Pemurah lagi Maha Mulia.
Segala puji
bagi Alloh ﷻ Robb semesta alam. Semoga
sholawat dan salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad ﷺ,
beserta keluarga dan seluruh Shohabatnya.
Selesai
ditulis oleh hamba yang fakir kepada Alloh ﷻ,
Muhammad bin Sholih Al-‘Utsaimin, pada 4/3/1400 H.
Catatan Pentarjamah
Demikian
kesimpulan penulis, adapun kesimpulan pentarjamah dari pemaparan penulis dari
bab 1 sampai bab 3:
Sujud
Sahwi Dikerjakan
Sebelum Salam
Sujud
sahwi dikerjakan
sebelum salam dalam 2 keadaan berikut:
[1] Apabila
meninggalkan salah satu wajib Sholat karena lupa dan baru teringat
setelah sampai pada rukun berikutnya. Contohnya adalah lupa tasyahud awal dan
baru teringat setelah berdiri tegak sempurna untuk roka’at ketiga. Dalam
kondisi ini, ia harus melanjutkan Sholatnya dan sujud sahwi sebelum
salam. 
[2] Apabila
ragu (syak) mengenai jumlah roka’at Sholat dan tidak ada dugaan yang
lebih kuat ke salah satu kemungkinan. Dalam keadaan ini, ia harus mengambil
jumlah yang paling sedikit (yang diyakini), menyempurnakan sisa Sholatnya, lalu
sujud sahwi sebelum salam. 
Sujud
Sahwi Dikerjakan
Setelah Salam
Sujud
sahwi dikerjakan
setelah salam dalam 4 keadaan berikut:
[1] Apabila
terjadi penambahan (ziyadah) jumlah roka’at karena lupa. Contohnya
adalah Sholat Zhuhur 5 roka’at dan baru teringat saat tasyahud akhir atau
setelah salam. Maka ia menyempurnakan Sholatnya, salam, kemudian sujud sahwi,
lalu salam lagi. 
[2] Apabila
salam sebelum Sholatnya sempurna karena lupa. Jika ia teringat dalam waktu
singkat, ia harus menyempurnakan sisa Sholatnya, salam, kemudian sujud sahwi
dan salam lagi. 
[3] Apabila
meninggalkan salah satu rukun Sholat (selain takbirotul ihrom) karena
lupa. Baik ketika ia harus membatalkan roka’at yang kurang maupun ketika ia
harus kembali ke rukun yang tertinggal, ia diwajibkan sujud sahwi
setelah salam. 
[4] Apabila
ragu (syak) mengenai jumlah roka’at Sholat namun memiliki dugaan yang lebih
kuat (condong) pada salah satu kemungkinan. Dalam keadaan ini, ia harus
bertindak berdasarkan dugaan yang lebih kuat, menyempurnakan Sholatnya, salam,
kemudian sujud sahwi dan salam lagi.
Kesimpulan
pentarjamah ini sebagai penjelas dari kesimpulan penulis, disamping ada
penambahan penting.
Sebagian
ulama berpendapat: seseorang bebas memilih apakah sujud sahwi sebelum
salam maupun setelahnya. Ini pendapat  yang
dipilih As-Sa’di dalam Manhajus Salikin.
Perselisihan Fuqoha Di Mana Sujud Sahwi?
Para ulama berbeda pendapat tentang tempat (waktu) sujud sahwi:
Ada yang berpendapat bahwa semuanya dilakukan sebelum salam, ini
adalah mazhab Asy-Syafi’i.
Ada yang berpendapat semuanya dilakukan sesudah salam, ini adalah
mazhab Abu Hanifah.
Ada pula yang berpendapat: jika sujud sahwi karena kekurangan,
maka tempatnya sebelum salam; sedangkan jika karena kelebihan, maka
tempatnya sesudah salam. Ini adalah mazhab Malik, dan juga merupakan salah satu
pendapat lama dari Asy-Syafi’i.
Adapun mazhab Imam Ahmad: hukum asalnya sujud sahwi dilakukan sebelum
salam, kecuali dalam kasus yang ada dalil khusus bahwa sujud sahwi
dilakukan sesudah salam, yaitu:
1. Jika seseorang salam sebelum menyempurnakan Sholatnya.
2. Jika imam ragu lalu memilih berdasarkan dugaan terkuatnya.
Selain dua keadaan tersebut, maka sujud sahwi dilakukan sebelum
salam.
Pendapat yang benar adalah sebagaimana dirojihkan (dikuatkan) oleh Ibnu
Taimiyah (728 H), beliau berkata:
“Pendapat yang paling kuat –dan ini merupakan salah satu riwayat dari
Ahmad– adalah membedakan antara kelebihan, kekurangan, keraguan dengan dugaan
kuat, dan keraguan dengan berpegang pada keyakinan.
Jika sujud sahwi karena kekurangan, maka dilakukan sebelum salam,
karena ia berfungsi menutupi kekurangan agar Sholat sempurna.
Jika karena kelebihan, maka dilakukan sesudah salam, karena itu
merupakan penghinaan bagi setan, agar tidak terkumpul dua kelebihan dalam Sholat.
Begitu juga jika seseorang ragu lalu memilih berdasarkan dugaan kuatnya,
maka ia menyempurnakan Sholatnya, dan dua sujud itu dilakukan sesudah salam
untuk menghinakan setan.
Demikian pula jika seseorang salam sedangkan masih ada bagian Sholat
yang tertinggal, kemudian ia menyempurnakannya, maka Sholatnya sudah sempurna.
Salam yang lebih awal itu dihitung sebagai tambahan, sehingga sujudnya
dilakukan sesudah salam untuk merendahkan setan.
Adapun jika seseorang ragu dan tidak jelas baginya mana yang lebih kuat,
maka ia kembali kepada keyakinan (yaitu yang lebih sedikit). Misalnya: dia ragu
apakah sudah Sholat lima rokaat atau empat roka’at. Jika ternyata ia sudah Sholat
lima roka’at, maka dua sujud sahwi itu akan membuat Sholatnya genap
menjadi enam roka’at, seakan-akan dia menambahkannya untuk Allah, bukan lima.
Maka dalam kondisi ini sujud sahwi dilakukan sebelum salam.
Inilah cara yang menyatukan seluruh hadits-hadits yang ada tentang sujud
sahwi. Apa yang disyariatkan sebelum salam maka wajib dilakukan sebelum
salam, dan apa yang disyariatkan sesudah salam maka tidak boleh dilakukan
kecuali sesudah salam. Inilah salah satu dari dua pendapat dalam mazhab Ahmad
dan selainnya, dan hal itu juga ditunjukkan oleh perkataan Ahmad dan para imam
lainnya.”
Allahu
a’lam.
 

![[PDF] Tarjamah Safinatun Najah - Edisi 5 | Pustaka Syabab](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj9nssgHkHraLghOorcQNJ0T7NwrkjUdr7Btnz2KcfYTk5yfUXAenIpsI-LKHhIeZm6cRRHNV5YSpzxpycDMAMl32mXwTM470cl4lUeuTGShZQznwBajti4jdlxkZoY9Yz0CO9x_lqZWfsF_kQMYQynJLq5Z_UiaPnCM20yaVRHMmCqV3W2VMQUQGX_xqx3/s320/Cover%20Tarjamah%20Safinatun%20Najah.jpg) 
![[PDF] Tarjamah Hadits Arba’in Nawawi - Edisi 2 | Pustaka Syabab](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEghxhxWRKrQhT-tL-F46OVfsVTD0rG3y10N4mUdSHNmQ3lLNl0ojf5YmCGzmnLNcXqLIvjp9f_Vv5iR2qj0O-s9v95mPAS1aGAoMGTNmPuA-1JiNIE8pozEuKWJ-UYcKlitEJqpw558wwhb93wmqGOrZc800VVfhcJqAo05SUaM4lsgKTP-uh3pErSjjqyR/s320/Terjemah%20Arbain%20Nawawi%20-%20PUSTAKA%20SYABAB.jpg) 
![[PDF] Tarjamah Muqoddimah Ibnu Abi Zaid Al-Qoirowani (386 H) - Edisi 3](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhA54164_gu6flNCtWYgNxIJgpEKM_rZtXF1fUZCHqaqZ1H_Y6xy2zt57BIvN-wJ9CrpmALC94JevPcSTiML7bztt08Hhk8xaa8Nw5hevyi7hixpREy-HQLS1c2g3I-rGDJgNns8U3lqMK1hiLa5Urd1iB_a7V3f2LOxeUQQHuAYelY3idBTFAtmYmeIDwO/s320/Tarjamah%20Muqoddimah%20Ibnu%20Abi%20Zaid%20Al-Qoirowani%20(386%20H)%20-%20Edisi%203.jpg) 
![[PDF] Tarjamah Ushulus Sunnah - Pokok Aqidah Salaf - Edisi 3 - Abu Bakr Al-Humaidi (219 H)](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhr3LoetuDzMBAf6HjD5xrRce4fss6SNrzVQLPqktxgWfiMvo3XW7SEIp0YCKGLS1vSCiG6yix9-7LdcIghr-NKwWqNpOl8UIkyxTmKSfjbg7KeW8NSRNc11W91i4jBTF-UgznoEe4BUD1XUFCnWPRXHyCu-kACIm5T-oUvAdaFjAdGZH62Mk9e5D7I5eBl/s320/Tarjamah%20Ushulus%20Sunnah%20-%20Pokok%20Aqidah%20Salaf%20-%20Edisi%203%20-%20Abu%20Bakr%20Al-Humaidi%20(219%20H).jpg) 
![[PDF] Tarjamah Manzhumah Al-Baiquniyyah - Edisi 3 | Umar Al-Baiquni (1080 H)](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiItyq6n3DyZCk-c-C42nMNxoLZ7AM_N5pLO7VIEHu3MWrFBa72xwuBlU6jY-ECQsjNzFc_CChyslY7tRN9epzjl4LsOfPCGYa9PVLHLzvLfVYou4HVaWLeZ-427rSpTX3ohaAvqGAb_lnqRGcAPx5DIrx9uMdfJz-X8IiiweFwxNmFgfOouaCxfhqTS8Wr/s320/Tarjamah%20Manzhumah%20Al-Baiquniyyah%20-%20Umar%20Al-Baiquni%20(1080%20H).jpg) 
![[PDF] Tarjamah Lum'atul I'tiqod - Secercah Cahaya Aqidah Hanabilah - Edisi 3 - Ibnu Qudamah Al-Maqdisi (620 H)](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhrs7JP46HLkJ8eSRvy6kWu6t7lkaUwLjD3sc5nJYB4bjzBtz-hge6CCm3gYTjDPU8DgNxTswbiPa8zDqjY6FUw03pM6Gpmnt5hW_J8worZ1pSci3-LMOhQSiCL_djCVy8YRJdEM2kVWBL4H-VtcOj78Z1OKxxAjsQLKVmo6k4hakLHnja7-mJq_jm3vC_R/s320/Tarjamah%20Lum'atul%20I'tiqod%20-%20Edisi%203%20-%20Ibnu%20Qudamah%20Al-Maqdisi%20(620%20H).jpg) 
![[PDF] Tarjamah Nawaqidhul Islam - Pembatal Islam - Edisi 3 - Muhammad bin Abdul Wahhab (1206 H)](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhkCt0ffNFiNQzecFVgXnCmr3PqWumnN9hZ3Nsx3-PH7WAhOlWelKts41v8mtDz5REOheDEwov9enhgT4lfn5nHLgyjkv__-FqulDUMEu_BqJSRaBCERtVEJGbn1kkmURcNPPRhW1RvgAAbYp-ozJbKvZh1ENyyiXbKUbIUoe-6ghaJ_uuLrGoXwZspfV_9/s320/Tarjamah%20Nawaqidhul%20Islam%20-%20Pembatal%20Islam%20-%20Edisi%203%20-%20Muhammad%20bin%20Abdul%20Wahhab%20(1206%20H).jpg) 
![[PDF] Tarjamah Usul Tsalatsah - Tiga Dasar yang Wajib Diketahui Setiap Muslim - Edisi 3 | Muhammad bin Abdul Wahhab (1206 H)](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhM2Tz5tkLwX7UhQN92RojLkZs2Cw0YfkBgMW3fHaC5oZVCWQ8xFsLDcYtC70WW0xBZCLXi4BRW9VCo_JVbsAqRBj5ePwyr603eKQEWXfp25oLn10sn05mJJWWt8q6A9YFS7HlldLLH6O2KrxOheKdSBcLmCXELyGHQZ0dLsuQS8M58ZGtyMnkheey5j1yq/s320/Tarjamah%20Usul%20Tsalatsah%20-%20Tiga%20Dasar%20yang%20Wajib%20Diketahui%20Setiap%20Muslim%20-%20Edisi%203.jpg) 
![[PDF] Tarjamah Aqidah Ath-Thohawiyyah - Edisi 3 - Abu Ja'far Ath-Thohawi (321 H) | Pustaka Syabab](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh67y8GKM47tZIpeHUcJfgHMg9nmhGKwSUmTO3ZKt2LbtzrAYizTlZPLxypvwXsbqkCM1cdwhHcLyqDWKtmma1BCzwnf51WSgFnelz3Xts_pC0p_C4w7Kr4gJJvwf-4vXGfEtWxoPBwRPBZNy2T9wFYaVhPYkHXC-rJtAnBdS8RLeR7PCzW69uSfbBlbfN0/s320/Tarjamah%20Aqidah%20Ath-Thohawiyyah%20-%20Abu%20Ja'far%20Ath-Thohawi%20(321%20H)%20-%20Pustaka%20Syabab.jpg) 
