[PDF] Tarjamah Syarhus Sunnah Al-Barbahari

Unduh PDF


[1] Ketahuilah bahwa Islam adalah Sunnah, dan Sunnah adalah Islam. Salah satu dari keduanya tidak akan tegak kecuali dengan yang lainnya.

[2] Termasuk Sunnah adalah berpegang teguh pada Jama’ah. Siapa yang membenci Jama’ah dan memisahkan diri darinya, maka sungguh ia telah melepaskan ikatan Islam dari lehernya, dan ia adalah orang yang sesat lagi menyesatkan.

[3] Dasar agama yang dibangun di atasnya adalah: Jama’ah, yaitu para Shohabat Muhammad Rohimahullah Ajma’in (Semoga Allah merohmati mereka semua), dan mereka adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Siapa yang tidak mengambil (ilmu) dari mereka, maka sungguh ia telah sesat dan berbuat bid’ah, dan setiap bid’ah adalah kesesatan, dan kesesatan serta para pelakunya (akan masuk) Naar.

Umar bin Al-Khoththob Rodhiyallahu ‘Anhu berkata: “Tidak ada alasan (udzur) bagi seorang pun dalam kesesatan yang ia lakukan, meskipun ia mengira itu petunjuk; dan tidak pula ada alasan dalam petunjuk yang ia tinggalkan meskipun ia mengira itu kesesatan, karena segala perkara telah dijelaskan, dan hujjah telah tegak, serta alasan telah terputus.”

Hal itu karena Sunnah dan Jama’ah telah menyempurnakan seluruh urusan Agama, dan telah jelas bagi manusia, maka wajib bagi manusia untuk mengikutinya.

[4] Ketahuilah – Semoga Allah merohmatimu (Semoga Allah merohmatimu) – bahwa Agama itu hanyalah datang dari Allah Tabaroka wa Ta’ala, tidak dibuat berdasarkan akal dan pendapat manusia. Ilmunya ada pada Allah dan pada Rosul-Nya. Maka janganlah engkau mengikuti sesuatu berdasarkan hawa nafsumu, sehingga engkau menyimpang dari Agama, lalu engkau keluar dari Islam, karena tidak ada hujjah bagimu. Sungguh Rosulullah telah menjelaskan Sunnah kepada umatnya, dan telah menjelaskannya kepada para Shohabatnya dan mereka adalah Al-Jama’ah, dan mereka adalah As-Sawaadul A’zhom (golongan mayoritas), dan As-Sawaadul A’zhom adalah kebenaran dan para pengikutnya. Siapa yang menyalahi para Shohabat Rosulullah dalam sesuatu dari urusan Agama, maka sungguh ia telah kufur.

[5] Ketahuilah bahwa manusia tidak pernah melakukan bid’ah sama sekali sampai mereka meninggalkan hal yang serupa dari Sunnah. Maka berhati-hatilah dari perkara-perkara baru; karena setiap perkara baru (dalam agama) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah kesesatan, dan kesesatan serta para pelakunya (akan masuk) Naar.

[6] Berhati-hatilah dari perkara-perkara baru yang kecil; karena bid’ah yang kecil akan kembali hingga menjadi besar. Demikian pula setiap bid’ah yang muncul di umat ini, awalnya kecil menyerupai kebenaran, lalu orang yang masuk ke dalamnya tertipu olehnya, kemudian ia tidak mampu keluar darinya, sehingga menjadi besar dan menjadi suatu ajaran yang dianut, lalu menyimpang dari Shirothol Mustaqim, dan keluar dari Islam. Maka lihatlah, Semoga Allah merohmatimu, setiap orang yang engkau dengar perkataannya dari orang-orang pada zamanmu, khususnya, janganlah terburu-buru dan janganlah masuk ke dalam sesuatu darinya sampai engkau bertanya dan melihat apakah para Shohabat Rosulullah (Rodhiyallahu ‘Anhum) atau salah seorang ulama mengatakannya?

[7] Ketahuilah bahwa penyimpangan dari jalan ada dua macam; adapun yang pertama: adalah seseorang yang tergelincir dari jalan, padahal ia tidak menginginkan kecuali kebaikan, maka kesalahannya tidak boleh diikuti, karena ia binasa. yang lain adalah orang yang menentang kebenaran dan menyalahi orang-orang yang bertakwa sebelumnya, maka ia adalah orang yang sesat lagi menyesatkan, setan yang membangkang di umat ini. Wajib bagi siapa pun yang mengenalnya untuk memperingatkan manusia darinya, dan menjelaskan kisahnya kepada mereka; agar tidak ada seorang pun yang jatuh ke dalam bid’ahnya lalu binasa.

[8] Ketahuilah, Semoga Allah merohmatimu, bahwa Islam seorang hamba tidak akan sempurna hingga ia menjadi pengikut, pembenar, dan Muslim. Maka siapa yang mengklaim bahwa masih ada sesuatu dari urusan Islam yang belum dirasa cukup oleh para Shohabat Muhammad (Rodhiyallahu ‘Anhum), maka sungguh ia telah mendustakan mereka, dan cukuplah itu sebagai perpecahan dan celaan terhadap mereka, dan ia adalah seorang ahli bid’ah yang sesat lagi menyesatkan, yang mengada-adakan dalam Islam sesuatu yang bukan darinya.

[9] Ketahuilah, Semoga Allah merohmatimu, bahwa tidak ada qiyas dalam Sunnah, dan tidak dibuat perumpamaan untuknya, dan tidak diikuti hawa nafsu di dalamnya. Yang ada adalah pembenaran terhadap Atsar (Hadits) Rosulullah tanpa kaif (bagaimana) dan tanpa perlu diperjelas, dan tidak boleh dikatakan: mengapa dan bagaimana?

[10] Berbicara, berdebat, bertengkar, dan beradu argumen adalah hal baru yang menanamkan keraguan di dalam hati, meskipun pelakunya di atas kebenaran dan Sunnah.

[11] Ketahuilah – Semoga Allah merohmatimu – bahwa berbicara tentang Dzat Robb (Allah) adalah hal baru, dan itu adalah bid’ah dan kesesatan. Tidak boleh berbicara tentang Robb kecuali dengan apa yang Dia sifatkan diri-Nya dalam Al-Qur’an, dan apa yang telah dijelaskan oleh Rosulullah kepada para Shohabatnya. Dia – Jalla Tsanaauh – Maha Esa. “Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Ash-Shuro: 11)

Robb kita adalah Yang Awal tanpa kapan, dan Yang Akhir tanpa batas, Dia mengetahui yang rahasia dan yang lebih tersembunyi. Dia di atas ‘Arsy-Nya, dan ilmu-Nya ada di setiap tempat, dan tidak ada tempat yang kosong dari ilmu-Nya.

[12] Tidak boleh mengatakan tentang Sifat-Sifat Robb: bagaimana? mengapa? Kecuali orang yang ragu terhadap Allah.

[13] Al-Qur’an adalah Kalamullah, dan yang diturunkan dari-Nya, serta cahaya-Nya, bukan makhluk; karena Al-Qur’an berasal dari Allah, dan apa yang berasal dari Allah bukanlah makhluk. Demikianlah yang dikatakan oleh Malik bin Anas dan Ahmad bin Hanbal serta para Fuqoha` (ahli fiqh) sebelum dan sesudah mereka. Berdebat tentangnya adalah kekufuran.

[14] Beriman terhadap ru’yah pada Hari Kiamat, mereka akan melihat Allah dengan mata kepala mereka, dan Dia akan menghisab mereka tanpa hijab dan tanpa penerjemah.

[15] Beriman terhadap Al-Mizan pada Hari Kiamat, di mana kebaikan dan keburukan akan ditimbang. Ia memiliki dua daun timbangan dan sebuah lidah.

[16] Beriman terhadap ‘adzab kubur, serta Munkar dan Nakir.

[17] Beriman terhadap Haudh (telaga) Rosulullah , dan setiap Nabi memiliki telaga, kecuali Nabi Sholih ‘Alaihis Salam (Semoga Kesejahteraan dilimpahkan kepadanya); karena telaganya adalah air susu untanya.

[18] Beriman terhadap Syafa’at Rosulullah bagi orang-orang yang berdosa dan bersalah; pada Hari Kiamat, dan di atas Shiroth (Jembatan), dan ia akan mengeluarkan mereka dari dalam Naar Jahannam. tidak ada Nabi kecuali ia memiliki Syafa’at, demikian pula Shiddiqin (orang-orang yang sangat benar imannya) dan para Syuhada` (orang-orang yang mati syahid) dan Sholihin (orang-orang yang sholih). Setelah itu Allah memiliki banyak karunia bagi siapa saja yang Dia kehendaki, dan (mereka) keluar dari Naar setelah terbakar dan menjadi arang.

[19] Beriman terhadap Shiroth di atas Naar Jahannam. Shiroth akan mulai ditempuh (dari awalnya) siapa saja yang Allah kehendaki, dan akan dilewati (hingga ujungnya) oleh siapa saja yang Allah kehendaki, dan akan jatuh ke Naar Jahannam siapa saja yang Allah kehendaki. Mereka memiliki cahaya sesuai dengan kadar iman mereka.

[20] Beriman terhadap para Nabi dan Malaikat.

[21] Beriman bahwa Jannah itu kebenaran dan Naar itu kebenaran, dan Jannah dan Naar adalah makhluk. Jannah berada di langit ketujuh, dan atapnya adalah ‘Arsy. Naar berada di bawah (bumi) ketujuh yang paling bawah. Keduanya adalah makhluk. Allah telah mengetahui jumlah penghuni Jannah dan siapa yang akan memasukinya, dan jumlah penghuni Naar dan siapa yang akan memasukinya. Keduanya tidak akan sirna selamanya, keduanya ada bersama keabadian Allah Tabaroka wa Ta’ala selama-lamanya, sepanjang masa. Adam dahulu berada di Jannah yang kekal yang telah diciptakan, lalu ia dikeluarkan darinya setelah ia durhaka kepada Allah.

[22] Beriman terhadap Al-Masih Ad-Dajjal.

[23] Juga terhadap turunnya Isa bin Maryam. Ia akan turun lalu membunuh Ad-Dajjal, dan menikah, dan Sholat di belakang seorang pemimpin (Al-Mahdi) dari keluarga Muhammad , lalu meninggal, dan dikuburkan oleh kaum Muslimin.

[24] Beriman bahwa iman adalah perkataan dan perbuatan, dan perbuatan dan perkataan, dan niat dan iitiba (mengikuti syariat). Ia bisa bertambah dan berkurang. Ia bertambah sesuai kehendak Allah serta berkurang hingga tidak tersisa sedikit pun darinya.

[25] Orang terbaik dari umat ini setelah wafatnya Nabi mereka adalah: Abu Bakr, Umar, dan Utsman (35 H). Demikianlah diriwayatkan kepada kami dari Ibnu Umar; ia berkata: Kami biasa mengatakan, sementara Rosulullah berada di antara kami: “Sesungguhnya orang terbaik setelah Rosulullah adalah Abu Bakr, Umar, dan Utsman,” dan Nabi mendengarnya dan tidak mengingkarinya.

Kemudian orang-orang terbaik setelah mereka adalah: ‘Ali, Tholhah, Az-Zubair, Sa’ad, Sa’id, dan ‘Abdurrohman bin ‘Auf, dan Abu ‘Ubaidah bin Al-Jarroh. Semuanya layak untuk menjadi Kholifah. Kemudian orang-orang terbaik setelah mereka adalah: para Shohabat Rosulullah (Rodhiyallahu ‘Anhum), generasi pertama tempat beliau diutus: Al-Muhaajirun Al-Awwalun (Muhajirin pertama) dan Al-Anshor (kaum Anshor), dan mereka adalah orang-orang yang Sholat menghadap dua Kiblat.

Kemudian orang-orang terbaik setelah mereka adalah: orang yang bersahabat dengan Rosulullah sehari atau sebulan atau setahun, kurang atau lebih. Doakan mereka dan sebutkan keutamaan mereka dan tahan diri dari membicarakan kesalahan mereka, dan jangan sebutkan seorang pun dari mereka kecuali dengan kebaikan, karena sabda Rosulullah : “Jika para Shohabatku disebutkan, maka tahanlah (lisanmu).”

Ibnu ‘Uyainah berkata: “Siapa yang berbicara tentang para Shohabat Rosulullah (Rodhiyallahu ‘Anhum) dengan satu kata (buruk), maka ia adalah pengikut hawa nafsu.”

Nabi bersabda: “Para Shohabatku bagaikan bintang-bintang, dengan siapa pun di antara mereka kalian ikuti, kalian akan mendapatkan petunjuk.”

[26] Sami’na wa atho’na kepada para Imam dalam hal yang Allah sukai dan ridhoi. Siapa yang memimpin Khilafah dengan kesepakatan umat atasnya dan keridhoan mereka kepadanya, maka ia adalah Amirul Mukminin. Tidak halal bagi seorang pun untuk tidur semalam pun tanpa menganggap bahwa ia memiliki Imam, baik ia pemimpin yang baik maupun jahat.

[27] Haji serta Jihad bersama Imam (penguasa) adalah sah, dan Sholat Jum’at di belakang mereka adalah boleh, dan Sholat setelahnya enam roka’at, dengan salam setiap dua roka’at. Demikianlah yang dikatakan oleh Ahmad bin Hanbal.

[28] Khilafah berada pada kaum Quroisy hingga Isa bin Maryam turun.

[29] Siapa yang memberontak terhadap seorang Imam dari para Imam kaum Muslimin, maka ia adalah Khowarij, dan sungguh ia telah memecah belah persatuan kaum Muslimin, dan menyalahi atsar (Hadits), dan kematiannya adalah kematian Jahiliyah.

[30] Tidak halal memerangi Penguasa dan memberontak kepadanya meskipun mereka zholim, dan itu adalah sabda Rosulullah kepada Abu Dzarr: “Bersabarlah, meskipun ia seorang budak Habasyah.”

Sabda beliau kepada kaum Anshor: “Bersabarlah hingga kalian menemuiku di (Telaga) Haudh.”

Bukan termasuk Sunnah memerangi Penguasa; karena di dalamnya terdapat kerusakan Agama dan dunia.

[31] Boleh memerangi Khowarij jika mereka mengganggu kaum Muslimin dalam jiwa, harta, dan keluarga mereka. Tidak boleh bagi penguasa jika mereka (Khowarij) kabur untuk mengejar mereka, dan tidak boleh menghabisi yang terluka dari mereka, dan tidak mengambil harta rampasan perang mereka, dan tidak membunuh tawanan mereka, dan tidak mengejar yang melarikan diri dari mereka.

[32] Ketahuilah – Semoga Allah merohmatimu – bahwa tidak ada ketaatan kepada manusia dalam kemaksiatan kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

Siapa pun dari Muslimin, tidak boleh bagi dirinya bersaksi atas siapapun pun atau seseorang bersaksi atas dirinya karena amal baiknya maupun buruknya (bahwa ia penghuni Jannah atau Naar), karena engkau tidak tahu bagaimana akhir hidupnya.

Cukup bagimu berharap kebaikan baginya atau khawatir atasnya, karena engkau tidak tahu apa yang mendahuluinya di sisi Allah ketika meninggal, seperti ia nanti menyesal (atas dosanya), atau apa yang Allah adakan pada waktu itu jika ia meninggal dalam Islam. Cukup bagimu berharap rohmat Allah baginya, dan engkau khawatir atas dosa-dosanya. Tidak ada dosa  kecuali hamba memiliki kesempatan bertaubat darinya.

[33] Hukuman rajam itu kebenaran.

[34] Mengusap Khuffain adalah Sunnah.

[35] Qoshor Sholat dalam safar adalah Sunnah.

[36] Puasa dalam safar; siapa yang mau, ia boleh berpuasa dan siapa yang mau, ia boleh berbuka.

[37] Tidak mengapa Sholat dengan Sirwal (celana).

[38] Nifak adalah menampakkan Islam dengan lisan dan menyembunyikan kekufuran.

[39] Ketahuilah bahwa dunia adalah negeri iman dan Islam. Maka umat Muhammad di dalamnya adalah orang-orang Mukmin dan Muslim dalam hukum-hukum mereka, warisan mereka, sembelihan mereka, dan Sholat atas mereka. Janganlah engkau bersaksi bagi seorang pun dengan hakikat iman sampai ia datang dengan seluruh syariat Islam. Jika ia kurang dalam sesuatu dari itu, maka ia adalah orang yang kurang imannya sampai ia meninggal, dan ilmu tentang imannya kepada Allah Ta’ala: sempurna imannya atau kurang imannya, kecuali apa yang tampak bagimu dari penyia-nyiaan syariat Islam.

[40] Sholat atas orang yang meninggal dari kalangan Ahlul Qiblah (kaum Muslimin) adalah Sunnah: baik orang yang dirajam, pezina laki-laki, dan pezina perempuan, dan orang yang membunuh dirinya sendiri, maupun selain mereka dari kalangan Ahlul Qiblah, pemabuk dan selainnya, Sholat atas mereka adalah Sunnah.

[41] Kami tidak mengeluarkan seorang pun dari Ahlul Qiblah dari Islam sampai ia menolak sebuah ayat dari Kitabullah, atau menolak sesuatu dari atsar (Hadits) Rosulullah , atau menyembelih untuk selain Allah, atau Sholat untuk selain Allah. Maka jika ia melakukan sesuatu dari itu, sungguh wajib bagimu untuk mengeluarkannya dari Islam. Jika ia tidak melakukan sesuatu dari itu, maka ia adalah Mukmin Muslim dengan nama, bukan dengan hakikat.

Atsar (Hadits) sesuai Zhohirnya (Makna Lahiriahnya)

[42] Apapun yang engkau dengar dari atsar (Hadits) yang akalmu tidak dapat mencernanya, seperti sabda Rosulullah : “Hati para hamba berada di antara dua jari dari jari-jemari Ar-Rohman (Maha Pengasih).”

Sabdanya: “Sesungguhnya Allah Tabaroka wa Ta’ala turun ke langit dunia.”

“Dia turun pada Hari ‘Arofah dan Hari Kiamat.”

“Naar Jahannam akan terus diisi manusia hingga Dia meletakkan Kaki-Nya di atasnya, Jalla Tsanaauh.”

Firman Allah Ta’ala kepada hamba: “Jika engkau berjalan mendekatiku, Aku akan berlari kepadamu.”

Sabda beliau: “Sesungguhnya Allah Tabaroka wa Ta’ala turun pada Hari Kiamat.”

Sabda beliau: “Sesungguhnya Allah menciptakan Adam sesuai rupa-Nya.”

Sabda Nabi : “Sesungguhnya aku melihat Robbku dalam rupa yang paling indah.”

Maupun Hadits-Hadits yang serupa ini, maka wajib bagimu untuk menyerah (tunduk), membenarkan, menyerahkan urusan (kepada Allah), ridho, dan janganlah engkau menafsirkan sesuatu pun dari ini dengan hawa nafsumu, karena beriman terhadap ini adalah wajib. Maka siapa yang menafsirkan sesuatu dari ini dengan hawa nafsunya atau menolaknya, maka ia adalah Jahmiyah.

[43] Siapa yang mengklaim bahwa ia melihat Robbnya di dunia, maka ia adalah kafir kepada Allah.

[44] Berpikir tentang Dzat Allah Tabaroka wa Ta’ala adalah bid’ah; karena sabda Rosulullah : “Berpikirlah tentang makhluk dan jangan berpikir tentang Dzat Allah.” Sesungguhnya berpikir tentang Robb akan menanamkan keraguan di dalam hati.

[45] Ketahuilah bahwa serangga, binatang buas, dan hewan-hewan melata semuanya, seperti semut dan lalat, semuanya diperintah Allah. Mereka tidak melakukan sesuatu pun kecuali dengan izin Allah Tabaroka wa Ta’ala.

[46] Beriman bahwa Allah Tabaroka wa Ta’ala telah mengetahui apa yang telah terjadi sejak awal waktu, dan apa yang belum terjadi dari apa yang akan terjadi. Dia telah mencatatnya dan menghitungnya dengan seksama. Siapa yang berkata: “Dia tidak mengetahui apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi,” maka sungguh ia telah kufur kepada Allah Yang Maha Agung.

[47] Tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil, dan mahar, baik sedikit maupun banyak. Siapa yang tidak memiliki wali, maka Penguasa (KUA) adalah wali bagi orang yang tidak memiliki wali.

[48] Jika seorang laki-laki menceraikan istrinya tiga kali, maka ia harom baginya, dan tidak halal baginya sampai ia menikah dengan suami lain.

[49] Tidak halal darah seorang Muslim yang bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rosul-Nya kecuali dengan salah satu dari tiga hal: pezina setelah menikah (muhshon), atau murtad setelah beriman, atau membunuh jiwa Mukmin (dengan tanpa haq) maka ia dibunuh (diqishos) dengannya. Selain itu, maka darah seorang Muslim atas Muslim lainnya adalah harom selamanya hingga Hari Kiamat.

[50] Segala sesuatu yang Allah wajibkan atasnya kefanaan akan binasa, kecuali Jannah dan Naar, dan ‘Arsy, dan Kursi, dan Lauhul Mahfuzh, dan Qolam (pena), dan Shuroh (bentuk/rupa). Tidak ada sesuatu pun dari ini yang akan binasa selamanya. Kemudian Allah akan membangkitkan makhluk sesuai dengan keadaan mereka meninggal pada Hari Kiamat, lalu Dia akan menghisab mereka sesuai kehendak-Nya. Satu golongan di Jannah dan satu golongan di Naar Sa’ir. Dia akan berfirman kepada seluruh makhluk lainnya (yang tidak diciptakan untuk kekal): “Jadilah tanah!”

[51] Beriman bahwa akan terjadi Qishosh (pembalasan keadilan) pada Hari Kiamat di antara seluruh makhluk: manusia dari kalangan Bani Adam, hewan-hewan buas, hingga serangga kecil — bahkan semut pun akan dibalas haknya oleh semut lain. Allah akan memberikan kepada setiap makhluk haknya dari yang pernah menzholiminya: penduduk Jannah akan mendapatkan haknya dari penduduk Naar, penduduk Naar pun mendapatkan haknya dari penduduk Jannah, dan masing-masing penghuni Jannah akan dibalas haknya dari sesama mereka, begitu pula penghuni Naar dari sesama mereka.

[52] Ikhlas dalam beramal karena Allah.

[53] Ridho terhadap takdir Allah.

[54] Sabar atas hukum Allah.

[55] Beriman terhadap apa yang difirmankan oleh Allah ‘Azza wa Jalla.

[56] Beriman terhadap seluruh takdir Allah, baiknya maupun buruknya, manisnya maupun pahitnya. Allah telah mengetahui apa yang akan dilakukan oleh para hamba, dan kemana mereka akan kembali. Mereka tidak akan keluar dari ilmu Allah, dan tidak ada di bumi maupun di langit kecuali apa yang Allah ‘Azza wa Jalla ketahui.

[57] Engkau mengetahui bahwa apa yang menimpamu tidak (telah ditakdirkan) akan meleset darimu, dan apa yang meleset darimu (tidak ditakdirkan) tidak akan menimpamu.

[58] Tidak ada pencipta selain Allah.

[59] Takbir dalam Sholat Jenazah adalah empat takbir, dan itu adalah perkataan Malik bin Anas, Sufyan Ats-Tsauri, Al-Hasan bin Sholih, Ahmad bin Hanbal, dan para Fuqoha` (ahli fiqh). Demikianlah yang dikatakan oleh Rosulullah .

[60] Beriman bahwa bersama setiap tetesan (hujan) ada Malaikat yang turun dari langit hingga ia meletakkannya di tempat yang Allah ‘Azza wa Jalla perintahkan kepadanya.

[61] Beriman bahwa Nabi ketika berbicara kepada ahli sumur (para mayit dari musyrikin di dalam sumur) pada Hari Badar, sesungguhnya kaum musyrikin (saat itu) mendengar perkataannya.

[62] Beriman bahwa seseorang jika sakit, Allah akan memberinya pahala atas penyakitnya.

[63] Syahid (orang yang mati Syahid) akan diberi pahala oleh Allah atas kematiannya.

[64] Beriman bahwa anak-anak jika ditimpa sesuatu di dunia ini, mereka akan merasakan sakit. Ini untuk membantah Bakr, putra saudara perempuan ‘Abdul Waahid yang berkata: “Mereka tidak merasakan sakit,” dan ia telah keliru.

[65] Ketahuilah bahwa tidak ada seorang pun yang masuk Jannah kecuali dengan rohmat Allah, dan Allah tidak menyiksa seorang pun kecuali dengan dosa-dosanya, sesuai dengan kadar dosa-dosanya. Seandainya Allah menyiksa penghuni langit dan penghuni bumi, yang baik maupun yang jahat dari mereka, Dia akan menyiksa mereka tanpa dikatakan menzholimi mereka. Tidak boleh dikatakan kepada Allah Tabaroka wa Ta’ala: “Allah zholim.” Dikatakan menzholimi, orang yang mengambil sesuatu yang bukan miliknya. Allah Jalla Tsanaauh adalah Pemilik penciptaan dan perintah. Ciptaan adalah ciptaan-Nya, dan negeri adalah negeri-Nya (Naar). Dia tidak ditanya tentang apa yang Dia lakukan terhadap ciptaan-Nya, dan tidak boleh dikatakan: mengapa dan bagaimana? Tidak ada seorang pun yang bisa intervensi antara Allah dan ciptaan-Nya.

Mencela Atsar (Hadits)

[66] Jika engkau mendengar seseorang mencela atsar (Hadits), dan tidak menerimanya atau mengingkari sesuatu dari Hadits Rosulullah , maka ragukan keIslamannya; karena ia adalah orang yang buruk perkataan dan madzhabnya, dan ia mencela Rosulullah dan para Shohabatnya; karena kita mengenal Allah, Rosulullah , Al-Qur’an, kebaikan dan keburukan, dan dunia dan Akhirat, semuanya melalui atsar (Hadits). Al-Qur’an lebih membutuhkan Sunnah daripada Sunnah membutuhkan Al-Qur’an.

[67] Berbicara, berdebat, bertengkar, dan beradu argumen tentang Qodar khususnya dilarang oleh semua golongan; karena Qodar adalah rahasia Allah, dan Robb Tabaroka wa Ta’ala melarang para Nabi untuk berbicara tentang Qodar, dan Rosulullah melarang pertengkaran dalam masalah Qodar, dan para ulama serta orang-orang yang waro’ (menjaga diri dari syubhat) membencinya dan melarang perdebatan tentang Qodar. Maka wajib bagimu untuk menyerah (tunduk), mengakui, dan beriman, serta meyakini apa yang dikatakan oleh Rosulullah secara umum, dan diam tentang selain itu.

[68] Beriman bahwa Rosulullah di-Isro`-kan ke langit dan sampai ke ‘Arsy dan Allah Tabaroka wa Ta’ala berbicara kepadanya, dan beliau masuk Jannah dan melihat Naar dan melihat para Malaikat dan para Nabi ditampakkan kepadanya, dan beliau melihat tirai-tirai ‘Arsy dan Kursi dan segala sesuatu yang ada di langit dan di bumi dalam keadaan terjaga, Jibril membawanya di atas Buroq hingga mengelilinginya di langit, dan Sholat diwajibkan kepadanya pada malam itu, dan beliau kembali ke Makkah pada malam itu, dan itu terjadi sebelum Hijroh.

[69] Ketahuilah bahwa ruh para Syuhada` (orang yang mati Syahid) berada di dalam lampu-lampu di bawah ‘Arsy, berjalan-jalan di Jannah, dan ruh orang-orang Mukmin berada di bawah ‘Arsy, dan ruh orang-orang kafir dan fasik berada di Barhut, di Sijjin.

[70] Beriman bahwa mayit akan didudukkan di kuburnya, dan ruh akan dikembalikan kepadanya sehingga Munkar dan Nakir akan bertanya kepadanya tentang iman dan syariat-syariatnya. Ruh orang beriman dicabut tanpa rasa sakit.

[71] Mayit mengetahui siapa yang mengunjunginya jika ia datang, dan orang Mukmin akan merasakan kenikmatan di kuburnya, dan orang fasik akan disiksa sesuai kehendak Allah.

[72] Ketahuilah bahwa keburukan dan kebaikan adalah dengan Qodho` dan Qodar Allah.

[73] Beriman bahwa Allah Tabaroka wa Ta’ala adalah Dzat yang berbicara kepada Musa bin ‘Imron pada Hari Thur (Gunung Sinai) dan Musa mendengar Kalamullah dengan suara yang sampai ke telinganya dari-Nya, bukan dari selain-Nya. Maka siapa yang berkata selain ini, sungguh ia telah kufur.

[74] Akal adalah ciptaan, setiap manusia diberi akal sesuai kehendak Allah. Mereka berbeda-beda dalam akal seperti (kecilnya dan jauhnya) semut di langit. Setiap manusia dituntut beramal sesuai kadar akal yang Allah berikan kepadanya. Akal itu bukanlah sesuatu yang diusahakan, melainkan karunia dari Allah Tabaroka wa Ta’ala.

[75] Ketahuilah bahwa Allah mengunggulkan sebagian hamba atas sebagian lainnya dalam Agama dan dunia, itu adalah keadilan dari-Nya. Tidak boleh dikatakan: “Dia berbuat zholim atau pilih kasih.” Maka siapa yang berkata: “Karunia Allah atas orang Mukmin dan kafir adalah sama, maka ia adalah ahli bid’ah.” Bahkan Allah mengunggulkan orang-orang Mukmin atas orang-orang kafir, dan orang yang taat atas orang yang maksiat, dan orang yang terjaga (dari dosa) atas orang yang diabaikan, sebagai keadilan dari-Nya. Sementara yang lain adalah karunia-Nya, Dia memberi siapa yang Dia kehendaki dan menahan dari siapa yang Dia kehendaki.

[76] Tidak halal bagimu menyembunyikan nasihat bagi kaum Muslimin, yang baik dari mereka maupun yang jahat, dalam urusan Agama. Maka siapa yang menyembunyikan (nasihat), sungguh ia telah berkhianat kepada kaum Muslimin, dan siapa yang berkhianat kepada kaum Muslimin, sungguh ia telah berkhianat kepada Agama, dan siapa yang berkhianat kepada Agama, sungguh ia telah mengkhianati Allah dan Rosul-Nya serta orang-orang Mukmin.

[77] Allah Tabaroka wa Ta’ala Maha Mendengar lagi Maha Melihat, Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, kedua Tangan-Nya terulur (terbentang). Sungguh Allah telah mengetahui bahwa makhluk akan mendurhakai-Nya sebelum Dia menciptakan mereka. Ilmu-Nya meliputi mereka. Maka ilmu-Nya tentang mereka tidak menghalangi-Nya untuk memberi mereka petunjuk ke Islam, dan menganugerahkan Islam kepada mereka sebagai kemuliaan, kemurahan, dan karunia dari-Nya, maka bagi-Nya segala puji.

[78] Ketahuilah bahwa kabar saat kematian ada tiga macam; (1) dikatakan: “Bergembiralah wahai kekasih Allah dengan keridhoan Allah dan Jannah,” dan (2) dikatakan: “Bergembiralah wahai musuh Allah dengan kemarahan Allah dan Naar,” dan (3) dikatakan: “Bergembiralah wahai hamba Allah dengan Jannah setelah disiksa terlebih dahulu.” Ini adalah perkataan Ibnu ‘Abbas.

[79] Ketahuilah bahwa yang pertama kali melihat Allah di Jannah adalah orang-orang yang cacat mata (buta), kemudian laki-laki, kemudian perempuan, dengan mata kepala mereka, sebagaimana sabda Rosulullah : “Kalian akan melihat Robb kalian sebagaimana kalian melihat bulan pada malam purnama, kalian tidak akan berdesakan dalam melihat-Nya.” Beriman terhadap ini adalah wajib dan mengingkarinya adalah kekufuran.

[80] Ketahuilah – Semoga Allah merohmatimu – bahwa tidak pernah ada zindiq (orang yang menyembunyikan kekufuran), atau kekufuran, atau keraguan, atau bid’ah, atau kesesatan, atau kebingungan dalam Agama melainkan dari ilmu Kalam dan para pengikut ilmu Kalam, perdebatan, dan pertengkaran. Mengherankan, bagaimana seseorang berani beradu argumen, bertengkar, dan berdebat, padahal Allah Ta’ala berfirman: “Tidak ada yang memperdebatkan ayat-ayat Allah kecuali orang-orang yang kafir.” (QS. Ghoffir: 4).

Maka wajib bagimu untuk menyerah (tunduk) dan ridho dengan atsar (Hadits) dan para pengikut atsar (Hadits), dan menahan diri serta diam.

[81] Beriman bahwa Allah – Tabaroka wa Ta’ala – menyiksa makhluk di Naar dengan belenggu, rantai, dan borgol. Api berada di dalam perut mereka dan di atas mereka dan di bawah mereka. Itu karena golongan Jahmiyyah – di antaranya Hisyam Al-Fuwaathi – berkata: “Allah hanya menyiksa di dekat Naar,” sebagai bantahan terhadap Allah dan Rosul-Nya.

[82] Ketahuilah bahwa Sholat fardhu adalah lima waktu, tidak ditambah dan tidak dikurangi pada waktu-waktunya, dan dalam safar menjadi dua roka’at kecuali Maghrib. Maka siapa yang berkata: “Lebih dari lima,” sungguh ia telah berbuat bid’ah. Siapa yang berkata: “Kurang dari lima,” sungguh ia telah berbuat bid’ah. Allah tidak menerima Sholat fardhu sesuatu pun darinya kecuali yang dikerjakan pada waktunya, kecuali jika karena lupa, maka ia dimaafkan, ia melakukannya ketika ia mengingatnya, atau ia adalah musafir maka ia boleh menjamak dua Sholat jika ia mau.

[83] Zakat adalah dari emas dan perak, kurma dan biji-bijian serta hewan ternak, sesuai dengan apa yang dikatakan Rosulullah . Maka jika ia menyalurkannya sendiri, itu boleh, dan jika ia memberikannya kepada Imam (sebagai wakilnya), itu boleh.

[84] Ketahuilah bahwa awal masuk Islam adalah Syahadatain bahwa tidak ada yang berhak disembah kecuali Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan Rosul-Nya.

[85] Bahwa apa yang Allah firmankan adalah seperti yang Dia firmankan[1], dan tidak ada penyelisihan dari apa yang Dia firmankan[2], dan Dia berada sesuai dengan apa yang Dia firmankan[3].

[86] Beriman terhadap seluruh syariat.

[87] Ketahuilah bahwa jual beli yang terjadi di pasar kaum Muslimin adalah halal selama diperjualbelikan berdasarkan hukum Kitab (Al-Qur’an), Islam, dan Sunnah, tanpa ada perubahan atau kezholiman atau ketidakadilan atau penyimpangan dari Al-Qur’an atau penyimpangan dari ilmu (yang shohih).

[88] Ketahuilah – Semoga Allah merohmatimu – bahwa seorang hamba hendaknya senantiasa memiliki kasih sayang selama ia hidup di dunia; karena ia tidak tahu bagaimana ia akan meninggal, dan bagaimana akhir hidupnya, dan bagaimana ia akan bertemu Allah, meskipun ia telah melakukan setiap amal kebaikan. Hendaknya orang yang berlebihan dalam dosanya tidak memutus harapannya dari Allah Ta’ala saat kematian, dan berprasangka baiklah kepada Allah Tabaroka wa Ta’ala serta takut akan dosa-dosa. Maka jika Allah merohmatinya, itu karena karunia, dan jika Dia menyiksanya, itu karena dosa.

[89] Beriman bahwa Allah Tabaroka wa Ta’ala memberitahu Nabi-Nya tentang apa yang akan terjadi di umatnya hingga Hari Kiamat.

[90] Ketahuilah bahwa Rosulullah bersabda: “Umatku akan terpecah menjadi 73 golongan, semuanya di Naar kecuali satu, yaitu Al-Jama’ah.” Ditanyakan: “Wahai Rosulullah, siapa mereka?” Beliau bersabda: “Apa yang aku berada di atasnya hari ini dan para Shohabatku.” Demikianlah Agama hingga Khilafah Umar. Demikian pula pada zaman Utsman (35 H). Namun ketika Utsman (35 H) terbunuh, datanglah perselisihan dan bid’ah, dan manusia menjadi berkelompok-kelompok dan menjadi bergolongan-golongan.

Di antara manusia ada yang teguh di atas kebenaran pada awal perubahan, dan mengatakannya serta menyeru manusia kepadanya, maka agama tetap lurus. Hingga pada generasi keempat dalam Khilafah Bani Fulan, zaman berbalik dan manusia sangat berubah, dan bid’ah menyebar luas, dan para penyeru kepada selain jalan kebenaran dan Jama’ah semakin banyak, dan terjadi fitnah dalam sesuatu yang tidak dibicarakan oleh Rosulullah , maupun para Shohabatnya. Mereka menyeru kepada perpecahan, padahal Rosulullah melarang perpecahan, dan sebagian mereka mengkafirkan sebagian lainnya, dan setiap orang mengajak kepada pendapatnya, dan kepada pengkafiran orang yang menyalahinya.

Ia hendak mengelabuhi orang-orang bodoh, orang awam, dan orang yang tidak berilmu, dan mereka mengiming-imingi manusia dengan sesuatu dari urusan dunia dan menakut-nakuti mereka dengan azab dunia. Maka makhluk mengikuti mereka karena takut (terhadap) dunia mereka atau tamak (terhadap) dunia mereka. Maka Sunnah dan para pengikutnya menjadi tersembunyi, dan bid’ah muncul dan menyebar, dan mereka menjadi kafir dari arah yang tidak mereka ketahui dari berbagai sisi, dan mereka membuat Qiyas, dan mereka mengukur kemampuan Robb dalam ayat-ayat-Nya, hukum-hukum-Nya, perintah-Nya, dan larangan-Nya dengan akal dan pendapat mereka. Maka apa yang sesuai dengan akal mereka, mereka terima, dan apa yang tidak sesuai dengan akal mereka, mereka tolak. Maka Islam menjadi asing, dan Sunnah menjadi asing, dan Ahlus Sunnah menjadi asing di dalam (negeri) mereka sendiri.

[91] Ketahuilah bahwa mut‘ah (kawin kontrak) — yaitu mut‘ah dengan perempuan — dan menjadikannya halal (istihlal) adalah harom hingga Hari Kiamat.

[92] Kenalilah keutamaan Bani Hasyim; karena kekerabatan mereka dengan Rosulullah . Kenalilah keutamaan Quroisy dan Arob serta seluruh kabilahnya. Maka kenalilah kedudukan mereka dan hak-hak mereka dalam Islam, dan bekas budak suatu kaum adalah bagian dari mereka. Kenalilah hak seluruh manusia dalam Islam dan kenalilah keutamaan Anshor, dan wasiat Rosulullah tentang mereka dan keluarga Rosulullah. Jangan lupakan mereka, kenalilah keutamaan mereka, dan tetangganya dari penduduk Madinah, maka kenalilah keutamaan mereka.

[93] Ketahuilah – Semoga Allah merohmatimu – bahwa para ulama senantiasa membantah perkataan Jahmiyyah hingga pada masa Khilafah Bani Fulan, orang-orang bodoh (ruwaibidhoh) berbicara dalam urusan publik, dan mencela atsar (Hadits) Rosulullah , dan mengambil Qiyas dan pendapat, serta mengkafirkan orang yang menyalahi mereka. Maka orang yang bodoh, orang yang lalai, dan orang yang tidak berilmu masuk ke dalam perangkap mereka, sehingga mereka menjadi kafir dari arah yang tidak mereka ketahui.

Umat binasa dari berbagai sisi, dan menjadi kafir dari berbagai sisi, dan menjadi Zindiq dari berbagai sisi, dan sesat dari berbagai sisi, dan terpecah belah serta berbuat bid’ah dari berbagai sisi, kecuali orang yang teguh di atas perkataan Rosulullah dan perintahnya serta perintah para Shohabatnya, dan tidak menyalahkan seorang pun dari mereka, dan tidak melampaui perintah mereka, dan merasa cukup dengan apa yang mereka rasa cukup, dan tidak berpaling dari jalan dan madzhab mereka, dan mengetahui bahwa mereka berada di atas Islam yang shohih dan iman yang shohih, lalu ia mengikuti mereka dalam agamanya dan merasa tenang. Ia mengetahui bahwa Agama hanyalah dengan mengikuti, yaitu mengikuti para Shohabat Muhammad (Rodhiyallahu ‘Anhum).

[94] Ketahuilah bahwa siapa yang berkata: lafazhku dengan Al-Qur’an adalah makhluk, maka ia adalah ahli bid’ah. Siapa yang diam maupun berkata ia makhluk atau tidak makhluk, maka ia adalah Jahmiyah. Demikianlah yang dikatakan oleh Ahmad bin Hanbal.

Rosulullah bersabda: “Siapa di antara kalian yang hidup setelahku, maka ia akan melihat perselisihan yang banyak, maka jauhilah perkara-perkara baru, karena itu adalah kesesatan. Wajib atas kalian berpegang pada Sunnahku, dan Sunnah Khulafa` Rosyidin Al-Mahdiyyin (para Kholifah yang mendapat petunjuk), dan gigitlah ia dengan gigi geraham.”

[95] Ketahuilah bahwa kehancuran Jahmiyyah datang karena mereka berpikir tentang Robb, lalu mereka memasukkan mengapa dan bagaimana, dan mereka meninggalkan atsar (Hadits), dan mereka membuat Qiyas, dan mereka mengukur Agama dengan pendapat mereka, sehingga mereka datang dengan kekufuran yang nyata. Tidak tersembunyi bahwa itu adalah kekufuran, dan mereka mengkafirkan makhluk dan keadaan memaksa mereka hingga mereka berkata tentang penafian sifat-sifat Allah. Sebagian ulama – di antaranya Ahmad bin Hanbal Rodhiyallahu ‘Anhu – berkata: Jahmiyah adalah kafir, bukan dari Ahlul Qiblah (kaum Muslimin), darahnya halal, tidak mewarisi dan tidak diwarisi; karena ia berkata: tidak ada Jum’at dan tidak ada Jama’ah, dan tidak ada dua Hari Raya, dan tidak ada Shodaqoh (Zakat). Mereka berkata: sesungguhnya siapa yang tidak berkata: Al-Qur’an adalah makhluk, maka ia adalah kafir, dan mereka menghalalkan pedang atas umat Muhammad , dan mereka menyalahi orang-orang sebelum mereka, dan mereka menguji manusia dengan sesuatu yang tidak dibicarakan oleh Rosulullah , dan tidak seorang pun dari para Shohabatnya. Mereka ingin mengabaikan Masjid dan Jama’ah, dan mereka melemahkan Islam, dan mereka mengabaikan Jihad, dan mereka berbuat perpecahan, dan mereka menyalahi atsar (Hadits), dan mereka berbicara dengan yang telah mansukh (dihapus hukumnya), dan mereka berhujjah dengan yang mutasyabih (samar maknanya), maka mereka menjadikan manusia ragu dalam pendapat dan Agama mereka, dan mereka bertengkar tentang Robb mereka, dan mereka berkata: tidak ada azab kubur, dan tidak ada telaga (Haudh) dan tidak ada Syafa’at, dan Jannah dan Naar belum diciptakan, dan mereka mengingkari banyak dari apa yang dikatakan Rosulullah . Maka orang yang membolehkan mengkafirkan mereka dan darah mereka dari sisi ini, (ia benar); karena siapa yang menolak satu ayat dari Kitabullah, sungguh ia telah menolak seluruh Kitab. Siapa yang menolak satu atsar (Hadits) dari Rosulullah , sungguh ia telah menolak seluruh atsar (Hadits), dan ia telah kafir kepada Allah Yang Maha Agung.

Mereka bertahan dalam waktu yang lama, karena mendapatkan bantuan dari Penguasa untuk itu, dan mereka menggunakan pedang dan cambuk untuk melawan kelompok di luar mereka. Maka ilmu Sunnah dan Jama’ah menjadi terlupakan, dan keduanya melemah, dan menjadi tersembunyi; karena munculnya bid’ah dan pembicaraan tentangnya dan karena banyaknya mereka. Mereka membuat majelis-majelis, dan menampakkan pendapat mereka, dan menyusun kitab-kitab di dalamnya, dan mengiming-imingi manusia, dan mencari muka ke penguasa, maka terjadilah fitnah yang besar, tidak ada yang selamat darinya kecuali orang yang dilindungi oleh Allah.

Minimal yang menimpa seseorang dari bergaul dengan mereka adalah ia akan ragu dalam agamanya, atau mengikut mereka, atau mengklaim bahwa mereka berada di atas kebenaran, dan ia tidak tahu apakah ia di atas kebenaran atau kebatilan, maka ia menjadi ragu, lalu makhluk binasa, hingga pada masa Ja’far – yang disebut Al-Mutawakkil – maka Allah memadamkan bid’ah dengannya, dan menampakkan kebenaran dengannya, dan menampakkan Ahlus Sunnah dengannya, dan lisan mereka menjadi panjang (lantang), meskipun sedikit jumlah mereka dan banyak ahli bid’ah hingga hari ini.

Akan tetapi bekas-bekas serta tanda-tanda kesesatan masih diamalkan beberapa orang, dan mereka menyeru kepadanya, tidak ada penghalang yang menghalangi mereka, dan tidak ada seorang pun yang mencegah mereka dari apa yang mereka katakan dan lakukan.

[96] Ketahuilah bahwa tidak pernah ada bid’ah sama sekali melainkan dari orang-orang awam yang bodoh, pengikut setiap penyeru yang cenderung mengikuti setiap angin. Maka siapa yang seperti ini, tidak ada Agama baginya. Allah Tabaroka wa Ta’ala berfirman: “Maka mereka tidak berselisih kecuali setelah datang kepada mereka ilmu, karena kedengkian di antara mereka.” (QS. Al-Jaatsiyah: 17).

Dia berfirman: “Mereka tidak berpecah belah kecuali setelah datang kepada mereka ilmu, karena kedengkian di antara mereka.” (QS. Asy-Syuro: 14).

Dia berfirman: “Tidaklah berselisih tentangnya kecuali orang-orang yang diberi Kitab sesudah datang kepada mereka keterangan-keterangan, karena kedengkian di antara mereka.” (QS. Al-Baqoroh: 213).

Mereka adalah ulama-ulama jahat, para pencari dunia dan ahli bid’ah.

[97] Ketahuilah bahwa ada manusia yang akan senantiasa berada dalam sekelompok Ahlul Haq (pengikut kebenaran) dan Sunnah. Allah memberi mereka petunjuk dan menjadikan mereka menebar petunjuk kepada orang lain, dan dengan mereka menghidupkan Sunnah. Maka merekalah orang-orang yang Allah bicarakan, meskipun sedikit jumlah mereka saat terjadi perselisihan.

Allah berfirman: “Orang-orang yang diberi Kitab sesudah datang kepada mereka keterangan-keterangan, karena kedengkian di antara mereka.” (QS. Al-Baqoroh: 213)

Lalu Dia mengecualikan mereka dengan firman-Nya: “Maka Allah memberi petunjuk kepada orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang apa yang mereka perselisihkan dengan izin-Nya. Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus.” (QS. Al-Baqoroh: 213).

Rosulullah bersabda: “Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang menampakkan kebenaran, tidak akan membahayakan mereka orang yang memusuhi mereka hingga datang perintah Allah.”

[98] Ketahuilah – Semoga Allah merohmatimu – bahwa ilmu bukanlah dengan banyaknya riwayat dan kitab, sesungguhnya orang yang berilmu adalah orang yang mengikuti ilmu dan Sunnah, meskipun sedikit ilmunya dan kitabnya. Siapa yang menyalahi Kitab (Al-Qur’an) dan Sunnah, maka ia adalah ahli bid’ah, meskipun banyak ilmu dan kitabnya.

[99] Ketahuilah – Semoga Allah merohmatimu – bahwa siapa yang berbicara tentang Agama Allah dengan pendapatnya, Qiyasnya, dan tafsirnya tanpa hujjah dari Sunnah dan Jama’ah, maka sungguh ia telah berkata tentang Allah tanpa ilmu. Siapa yang berkata tentang Allah tanpa ilmu, maka ia termasuk orang-orang yang membebani diri. Kebenaran adalah apa yang datang dari sisi Allah, dan Sunnah adalah Sunnah Rosulullah , dan Jama’ah adalah apa yang disepakati oleh para Shohabat Rosulullah (Rodhiyallahu ‘Anhum) dalam Khilafah Abu Bakr, Umar, dan Utsman (35 H).

Siapa yang membatasi diri pada Sunnah Rosulullah , dan apa yang dianut oleh para Shohabatnya serta Jama’ah, maka ia akan mengalahkan seluruh ahli bid’ah, dan badannya akan merasa tenang dan agamanya akan selamat in syaa Allah; karena Rosulullah bersabda: “Umatku akan terpecah belah.” Rosulullah menjelaskan kepada kita siapa yang selamat dari mereka, lalu beliau bersabda: “Apa yang aku berada di atasnya hari ini dan para Shohabatku.” Maka inilah penyembuh dan penjelasan serta perkara yang jelas dan mercusuar yang bercahaya.

Rosulullah bersabda: “Jauhilah berlebih-lebihan, dan jauhilah membebani diri, dan wajib bagi kalian mengikuti Agama kalian yang lama (Atiq).”

[100] Ketahuilah bahwa agama yang lama (Atiq) adalah apa yang ada sejak wafatnya Rosulullah hingga terbunuhnya Uthman bin ‘Affan (35 H). Pembunuhannya adalah awal perpecahan, dan awal perselisihan. Maka umat saling berperang dan berpecah belah serta mengikuti ketamakan dan hawa nafsu serta kecenderungan terhadap dunia.

Maka tidak ada alasan bagi siapa pun untuk melakukan perkara baru dalam agama yang tidak pernah dilakukan oleh para Shohabat Muhammad (Rodhiyallahu ‘Anhum). Demikian pula, siapa saja yang menyeru kepada sesuatu yang diada-adakan — baik berasal dari dirinya sendiri atau meneruskan dari ahli bid’ah sebelum dia — maka ia dihukumi seperti orang yang pertama kali mengada-adakannya.

Siapa yang membuat klaim seperti itu atau membenarkannya, berarti ia telah menolak Sunnah, menyelisihi kebenaran dan Jama’ah, serta menghalalkan bid’ah. Ia bahkan lebih berbahaya bagi umat ini daripada Iblis.

Sebaliknya, siapa yang menyadari apa saja yang ditinggalkan oleh ahli bid’ah dari Sunnah, dan memahami bagaimana mereka memecah belah agama ini, lalu ia tetap teguh berpegang pada Sunnah tersebut — maka dialah pengikut Sunnah sejati, pengikut Jama’ah, orang yang pantas untuk diikuti, dibantu, dijaga, dan dia termasuk di antara orang-orang yang telah diwasiatkan oleh Rosulullah .

[101] Ketahuilah – Rohimakumullah (Semoga Allah merohmati kalian) – bahwa pokok-pokok bid’ah ada empat pintu, dari empat ini bercabang 72 hawa nafsu, kemudian setiap bid’ah akan (bercabang) hingga menjadi 2800, dan semuanya sesat, dan semuanya di Naar kecuali satu, yaitu orang yang beriman terhadap apa yang ada di dalam kitab ini, dan meyakininya tanpa keraguan di dalam hatinya, dan tanpa keraguan, maka ia adalah pengikut Sunnah, dan ia adalah orang yang selamat in syaa Allah.

[102] Ketahuilah — semoga Allah merahmatimu — seandainya manusia mencukupkan diri pada bid’ah dengan berhenti di situ saja, tidak melampauinya, tidak membuat-buat pembahasan dalam hal yang tidak ada atsar (dalil) dari Rosulullah maupun dari para Shohabatnya (Rodhiyallahu ‘Anhum), niscaya bid’ah itu tidak akan pernah muncul.

[103] Ketahuilah — semoga Allah merohmatimu — bahwa tidak ada yang menghalangi seorang hamba untuk tetap menjadi seorang Mukmin, kecuali jika ia berubah menjadi kafir. Dan itu tidak terjadi kecuali bila ia mengingkari sesuatu dari apa yang telah Allah turunkan, atau menambah-nambahkan dalam firman Allah, atau menguranginya, atau mengingkari sesuatu dari apa yang Allah firmankan, atau sesuatu dari apa yang disampaikan oleh Rosulullah .

Maka bertakwalah kepada Allah — semoga Allah merohmatimu — dan perhatikan baik-baik keadaan dirimu. Jauhilah sikap berlebih-lebihan dalam agama, karena sikap seperti itu sama sekali bukan bagian dari jalan kebenaran.

[104] Segala hal yang telah aku sampaikan kepadamu dalam kitab ini bersumber dari Allah, dari Rosulullah , dari para Shohabatnya, dari para Tabi'in, dan dari generasi ketiga hingga keempat setelah mereka. Maka bertakwalah kepada Allah, wahai hamba Allah. Wajib bagimu untuk membenarkan, menerima, dan menyerahkan diri sepenuhnya serta ridho terhadap apa yang ada dalam kitab ini.

Janganlah engkau sembunyikan isi kitab ini dari siapa pun di antara kaum Muslimin, karena boleh jadi — dengan sebabnya — Allah memberi petunjuk kepada orang yang sedang bingung agar keluar dari kebingungannya, atau membebaskan pelaku bid’ah dari bid’ahnya, atau menyelamatkan orang yang sesat dari kesesatannya, sehingga ia pun beroleh keselamatan karenanya.

Maka bertakwalah kepada Allah. Peganglah teguh ajaran pertama yang asli, yaitu yang telah aku uraikan kepadamu dalam kitab ini. Semoga Allah merohmati seorang hamba—juga kedua orang tuanya—yang membaca kitab ini, menyebarkannya, mengamalkannya, menyeru kepadanya, dan menjadikannya sebagai hujjah (pedoman). Karena sesungguhnya inilah agama Allah dan agama Rosulullah .

Siapa mengaku mengikuti sesuatu yang menyelisihi isi kitab ini, maka dia tidak sedang beragama kepada Allah dengan agama yang benar, bahkan dia telah menolak seluruhnya. Sebagaimana jika ada seorang hamba yang beriman kepada seluruh apa yang difirmankan Allah Ta‘ala, tetapi ia ragu terhadap satu huruf saja, maka sungguh ia telah menolak semua yang difirmankan Allah Ta‘ala. Ia telah menjadi kafir.

Sebagaimana persaksian ‘Lā ilāha illallāh’ (tidak ada yang berhak disembah selain Allah) tidak akan diterima dari seseorang kecuali dengan niat yang jujur dan keyakinan yang tulus, maka demikian pula Allah tidak akan menerima sedikit pun dari Sunnah jika seseorang meninggalkan sebagian darinya. Siapa meninggalkan sebagian dari Sunnah, maka berarti ia telah meninggalkan seluruh Sunnah.

Maka tugasmu adalah menerima (kebenaran), dan tinggalkan perdebatan dan sikap keras kepala, karena itu semua bukan bagian dari agama Allah sedikit pun. Terlebih zamanmu ini adalah zaman yang buruk. Maka bertakwalah kepada Allah.

[105] Jika terjadi Fitnah, maka tetaplah di dalam rumahmu, dan larilah dari lingkungan Fitnah, dan jauhilah fanatisme. Setiap peperangan di antara kaum Muslimin demi dunia adalah Fitnah. Maka bertakwalah kepada Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan janganlah engkau keluar menuju kepadanya, dan janganlah engkau terlibat berperang di dalamnya, dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu, dan janganlah engkau berpihak, dan janganlah engkau condong, dan janganlah engkau menyukai sesuatu dari urusan mereka, karena dikatakan: “Siapa yang menyukai perbuatan suatu kaum – baik kebaikan maupun keburukan – maka ia seperti orang yang melakukannya.”

Semoga Allah memberi kami dan kalian taufik untuk keridhoan-Nya, dan menjauhkan kami dan kalian dari kemaksiatan kepada-Nya.

[106] Kurangi melihat bintang-bintang kecuali untuk membantu mengetahui waktu-waktu Sholat, dan sibuklah dengan selain itu, karena itu mengarahkan kepada Zindiq.

[107] Jauhilah melihat ilmu kalam dan duduk bersama para pengikut ilmu kalam. Wajib bagimu untuk mengikuti atsar (Hadits), dan para pengikut atsar (Hadits), dan kepada merekalah engkau bertanya, dan bersama merekalah engkau duduk, dan dari merekalah engkau mengambil ilmu.

[108] Ketahuilah, tidak ada sesuatu pun yang lebih agung dalam beribadah kepada Allah dibandingkan dengan rasa takut kepada-Nya. Jalan menuju ibadah itu adalah dengan rasa takut, kesedihan, belas kasih, dan rasa malu kepada Allah Tabaroka wa Ta'ala.

[109] Berhati-hatilah duduk bersama orang yang menyeru kepada kerinduan dan cinta (yang tidak sesuai syariat), dan orang yang berduaan dengan wanita dan jalan madzhab (yang sesat), karena mereka semua berada dalam kesesatan.

[110] Ketahuilah – Semoga Allah merohmatimu – bahwa Allah – Tabaroka wa Ta’ala – telah menyeru seluruh makhluk untuk menyembah-Nya, dan setelah itu mengaruniakan Islam kepada siapa yang Dia kehendaki sebagai karunia dari-Nya.

[111] Tahanlah diri dari (membicarakan) perang ‘Ali, Mu’awiyah, ‘Aisyah, Tholhah, Az-Zubair, dan orang-orang yang bersama mereka. Janganlah engkau berdebat tentang mereka. Urusan mereka diserahkan kepada Allah Tabaroka wa Ta’ala. Karena Rosulullah bersabda: “Jauhilah (membicarakan) para Shohabatku, iparku, dan menantuku.” Juga bersabda: “Sesungguhnya Allah Tabaroka wa Ta’ala melihat Ahlul Badr (peserta perang Badar) lalu berfirman: ‘Lakukanlah apa yang kalian kehendaki, sesungguhnya Aku telah mengampuni kalian’.”

[112] Ketahuilah – Semoga Allah merohmatimu – bahwa harta seorang Muslim tidak halal kecuali dengan kerelaan jiwanya. Jika seseorang memiliki harta harom, maka ia menanggungnya. Tidak halal bagi seorang pun untuk mengambil sesuatu darinya kecuali dengan izinnya, karena bisa jadi ia bertaubat lalu ingin mengembalikannya kepada pemiliknya, tetapi engkau mengambilnya secara harom.

[113] Secara umum, setiap penghasilan itu halal selama tampak jelas kehalalannya. Maka ia dianggap mubah (boleh), kecuali jika tampak dengan nyata adanya unsur haram di dalamnya. Kalaupun ternyata penghasilan itu tidak sepenuhnya bersih, tetap boleh diambil sekadar mencukupi kebutuhan jiwa — jangan sampai engkau berkata, “Aku tinggalkan semua usaha mencari nafkah dan hanya ambil apa yang orang berikan padaku.” Ini bukanlah sikap yang diambil oleh para Shohabat maupun para ulama dari masa mereka hingga zaman kita ini. Umar bin Al-Khottob Rodhiyallahu ‘Anhu pernah berkata: “Penghasilan yang ada sedikit kehinaan (karena harus bekerja kasar, atau tidak dianggap mulia) itu lebih baik daripada menggantungkan kebutuhan kepada orang lain.”

[114] Sholat lima waktu, engkau boleh bermakmum kepada siapa pun, kecuali jika ia seorang Jahmiyah, karena ia adalah mu’atthil (penafian sifat-sifat Allah). Jika engkau terlanjur Sholat di belakangnya, maka ulangi Sholatmu. Jika imammu pada Hari Jum’at adalah Jahmiyah, dan ia adalah Penguasa, maka Sholatlah di belakangnya, tetapi nanti ulangi Sholatmu. Jika imammu dari Penguasa maupun selainnya adalah seorang pengikut Sunnah, maka Sholatlah di belakangnya dan jangan ulangi Sholatmu.

[115] Berimanlah bahwa Abu Bakr dan Umar dikubur di kamar ‘Aisyah bersama Rosulullah , sungguh mereka dikuburkan di sana bersama beliau. Maka jika engkau mendatangi kuburan, mengucapkan salam kepada keduanya adalah wajib setelah (mengucapkan salam kepada) Rosulullah .

[116] Perintah untuk mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran adalah kewajiban. Namun, dikecualikan jika engkau khawatir akan disakiti — baik dengan pedangnya (kekerasan besar) atau dengan tongkatnya (kekerasan ringan).

[117] Ucapkan salam kepada seluruh hamba Allah.

[118] Siapa yang meninggalkan Sholat Jum’at dan Jama’ah di Masjid tanpa udzur, maka ia adalah ahli bid’ah. Contoh udzur seperti sakit yang menjadikannya tidak mampu keluar ke Masjid, atau rasa takut dari kejahatan Penguasa yang zholim. Selain itu, maka tidak ada udzur baginya.

[119] Siapa yang Sholat di belakang seorang imam namun tidak mengikutinya, maka tidak sah Sholatnya.

[120] Lakukan Amar ma’ruf nahi munkar dengan tangan, lisan, dan hati, tanpa pedang.

[121] Seorang Muslim yang mastur (terjaga kehormatannya) adalah orang yang tidak tampak padanya tanda-tanda kecurigaan (dalam agama atau akhlaknya).

[122] Setiap ilmu batin yang diklaim oleh seseorang, yang tidak ditemukan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, maka itu adalah bid’ah dan kesesatan. Tidak sepatutnya bagi seorang pun untuk mengamalkannya, dan tidak pula menyeru kepadanya.

[123] Wanita mana pun yang menyerahkan dirinya kepada seorang laki-laki (nikah tanpa wali), maka ia tidak halal baginya. Keduanya akan dihukum jika ia melakukan sesuatu dengannya (hukuman intim). Pernikahan yang sah jika ada wali dan dua saksi yang adil serta mahar.

[124] Jika engkau melihat seseorang mencela salah satu dari para Shohabat Rosulullah , maka ketahuilah bahwa dia adalah orang yang rusak lisannya dan sesat hawa nafsunya. Karena Rosulullah telah bersabda: “Jika disebutkan para Shohabatku, maka tahanlah (lidah kalian).”

Rosulullah mengetahui bahwa akan terjadi kekeliruan atau kesalahan dari sebagian Shohabat setelah beliau wafat. Namun meskipun begitu, beliau tidak pernah mengatakan kecuali yang baik tentang mereka.

Beliau juga bersabda: “Biarkanlah para Shohabatku. Jangan kalian berkata tentang mereka kecuali yang baik.”

Maka jangan engkau membicarakan sedikit pun dari kekeliruan mereka, atau peperangan yang pernah terjadi di antara mereka, atau perkara yang engkau tidak memiliki ilmunya.

Jangan pula mendengarkan orang yang membicarakan hal-hal tersebut, karena jika engkau mendengarnya, niscaya hatimu tidak akan selamat — ia akan ternodai oleh prasangka dan keraguan.

Mencela Atsar (Hadits)

[125] Jika engkau mendengar seseorang mencela atsar (Hadits), menolaknya, atau memilih selainnya, maka ragukan keislamannya. Janganlah engkau ragu bahwa ia adalah ahli hawa nafsu yang berbuat bid’ah.

[126] Ketahuilah — kezholiman seorang penguasa tidaklah mengurangi kewajiban-kewajiban yang telah Allah ‘Azza wa Jalla tetapkan melalui lisan Nabi-Nya . Kezholimannya adalah tanggung jawab atas dirinya sendiri.

Sementara ketaatanmu, ibadahmu, dan kebaikan yang kau lakukan bersamanya tetap sempurna dan berpahala untukmu, in syaa Allah.

Yang dimaksud adalah: Sholat berjamaah dan Sholat Jum’at bersama mereka, berjihad bersama mereka, dan semua bentuk ketaatan lainnya.

Maka tetaplah ikut dalam kebaikan itu — karena niatmu adalah untuk Allah, bukan karena mereka.

[127] Jika engkau melihat seseorang mendoakan keburukan untuk penguasa, maka ketahuilah bahwa ia adalah pengikut hawa nafsu. Jika engkau melihat seseorang mendoakan kebaikan untuk penguasa, maka ketahuilah bahwa ia adalah pengikut Sunnah in syaa Allah.

Hal ini seperti perkataan Fudhoil: “Seandainya aku memiliki satu doa yang mustajab, aku akan panjatkan hanya untuk penguasa.”

Ahmad bin Kaamil mengabarkan kepadaku: Husain bin Muhammad Ath-Thobari menceritakan kepada kami, Mardawaih Ash-Sho`igh menceritakan kepada kami, ia berkata: Aku mendengar Fudhoil berkata: “Seandainya aku memiliki satu doa yang mustajab, aku akan tujukan itu hanya untuk penguasa.” Ditanyakan kepadanya: “Wahai Abu ‘Ali, jelaskanlah kepada kami ini.” Ia berkata: “Jika aku panjatkan doa itu untuk diriku sendiri, manfaatnya terbatas untukku saja. Jika aku panjatkan doa itu untuk penguasa hingga ia menjadi baik, maka dengan kebaikannya itu manusia dan negeri akan menjadi baik.”

Maka kita hanya diperintah agama untuk mendoakan kebaikan bagi mereka, dan tidak diperintah untuk mendoakan keburukan atas mereka meskipun mereka berbuat zholim dan tidak adil, karena kezholiman dan ketidakadilan mereka hanya membahayakan diri mereka sendiri, tetapi kebaikan mereka adalah untuk diri mereka sendiri dan untuk kaum Muslimin.

Janganlah Menyebut Istri-Istri Nabi kecuali dengan Kebaikan

[128] Janganlah engkau menyebut seorang pun dari Ibu-ibu Mukminin (istri-istri Nabi ) kecuali dengan kebaikan.

[129] Jika engkau melihat seseorang menjaga Sholat fardhu dalam Jama’ah bersama penguasa maupun selainnya, maka ketahuilah bahwa ia adalah pengikut Sunnah in syaa Allah. Jika engkau melihat seseorang meremehkan Sholat fardhu berjama’ah, meskipun ia bersama penguasa, maka ketahuilah bahwa ia adalah pengikut hawa nafsu.

[130] Sesuatu itu halal jika engkau menyaksikannya sendiri lalu bersumpah bahwa ia memang halal. Begitu pula dengan yang harom. Sedangkan sesuatu yang membuat hatimu ragu dan terasa mengganjal dalam dadamu, maka itu adalah perkara yang syubhat (meragukan).

[131] Orang yang tertutupi aibnya adalah yang masih nampak kehormatannya terjaga. Sedangkan orang yang terbuka aibnya adalah yang telah jelas kerusakan dan kehinaannya.

[132] Jika kamu mendengar seseorang berkata tentang orang lain, “Dia itu musyabbih (yang menyerupakan Allah dengan makhluk),” maka ketahuilah, orang itu adalah seorang Rofidhoh.

Jika kamu dengar orang berkata, “Coba jelaskan tauhid padaku!” Maka ketahuilah, dia adalah seorang Khowarij atau Mu’tazilah.

Jika ia menyebut-nyebut tentang jabr (manusia dipaksa Allah dalam berbuat) atau ‘adl (Allah tidak menciptakan perbuatan manusia), maka itu pertanda ia seorang Qodari. Sebab semua istilah ini dibuat-buat oleh ahli bid’ah.

Abdullah bin Al-Mubarok berkata:

Jangan ambil ilmu dari penduduk Kufah dalam masalah rofadh (menolak mengakui kholifah Abu Bakr dan Umar), dari penduduk Syam dalam masalah pedang (memberontak penguasa), dari Basroh dalam soal takdir, dari Khurosan tentang Murji’ah, dari Makkah tentang shorf (riba), dan dari Madinah dalam soal nyanyian. Jangan ambil satu pun dari mereka dalam hal-hal ini.

[133] Jika kamu melihat seseorang mencintai Abu Huroiroh, Anas bin Malik, dan Usaid bin Hudhoir, maka in syaa Allah dia adalah pengikut Sunnah.

Jika dia mencintai Ayub, Ibnu ‘Aun, Yunus bin ‘Ubaid, Abdullah bin Idris Al-Audi, Asy-Sya’bi, Malik bin Mighwal, Yazid bin Zuroi’, Mu’adz bin Mu’adz, Wahb bin Jarir, Hammad bin Salamah, Hammad bin Zaid, Malik bin Anas, Al-Auza’i, Za’idah bin Qudamah, Hajjaj bin Al-Minhāl, Ahmad bin Hanbal, Ahmad bin Nashr—dan menyebut mereka dengan kebaikan serta mengikuti pendapat mereka—maka ia adalah pengikut Sunnah.

[134] Jika kamu melihat seseorang duduk dengan ahli bid’ah, ingatkan dia. Jika ia tetap duduk bersama setelah tahu, jauhi dia—berarti dia pun termasuk golongan mereka.

[135] Jika seseorang tidak mau menerima hadits, hanya mau Al-Qur’an saja, maka jangan ragu: ia adalah zindiq (munafik yang nenampakkan kekafiran). Tinggalkan dia.

[136] Ketahuilah, semua aliran sesat itu buruk. Semua akan berujung kepada kekacauan dan kekerasan. Yang paling buruk dan paling sesat adalah: Rofidhoh, Mu’tazilah, dan Jahmiyyah, karena mereka ingin memalingkan manusia dari agama.

[137] Siapa pun yang mencela seorang Shohabat Nabi , sebenarnya ia ingin mencela Nabi serta ia telah menyakiti beliau meski sudah wafat.

[138] Jika kamu melihat seseorang melakukan satu bid’ah, maka waspadalah! Sebab yang disembunyikannya lebih besar dari yang ditampakkannya.

[139] Jika kamu melihat seseorang yang banyak maksiat, fasik, namun ia berpegang pada Sunnah—temanilah dia. Karena kemaksiatannya tidak akan menyesatkanmu.

Tapi jika kamu melihat seorang yang rajin ibadah, serius, zuhud, tapi ternyata pengikut hawa nafsu (ahlul bid’ah), maka jangan dekati! Jangan dengarkan, jangan duduk bersamanya, jangan berjalan sejalan dengannya. Bisa-bisa kamu terpengaruh dan ikut tersesat.

[140] Hati-hatilah, terutama terhadap orang-orang sezaman denganmu. Perhatikan baik-baik siapa yang kamu ajak duduk, siapa yang kamu dengar, dan siapa yang kamu ikuti. Karena banyak manusia kini seolah telah murtad, kecuali yang Allah jaga.

[141] Kalau kamu mendengar seseorang menyebut Ibnu Abi Du’ad, Bisyr Al-Marisi, Tsamamah, Abu Hudzail, Hisyam Al-Fuwathi, atau pengikut mereka dengan pujian, maka waspadalah. Mereka semua adalah pelaku bid’ah yang bahkan condong ke kekufuran.

Siapa pun yang memuji mereka atau mengangkat mereka, jangan kamu ikuti.

[142] Fitnah dalam agama adalah bid’ah.

Namun sekarang, orang diuji: apakah dia pegang Sunnah atau tidak. Sebagaimana dikatakan:

“Ilmu ini adalah agama. Maka lihatlah dari siapa kamu mengambil agamamu.”

Jangan ambil hadits dari orang yang kamu tak percaya kesaksiannya. Ambillah dari orang yang jujur, ahli Sunnah, dan dikenal kebaikannya.

[143] Jika kamu ingin lurus di atas kebenaran dan mengikuti jalan Ahlus Sunnah, jauhilah perdebatan, filsafat, logika, dan adu argumen dalam agama.

Mendengar omongan mereka saja sudah bisa menimbulkan keraguan di hati—dan itu cukup untuk menyesatkanmu.

Semua kesesatan, bid’ah, dan kekufuran bermula dari debat dan filsafat.

[144] Takutlah kepada Allah dan pegang erat atsar (Hadits) serta orang-orang yang mengikutinya. Agama ini dibangun atas dasar mengikuti Nabi dan para Shohabat.

Orang-orang sebelum kita sudah cukup menjelaskan semuanya. Ikuti mereka, kamu akan tenang. Jangan menambah-nambahi.

Jika ada ayat yang tidak kamu pahami, berhenti saja di situ. Jangan menggunakan akalmu untuk melawan ahli bid’ah. Cukup diam dan jangan beri celah mereka memengaruhimu.

[145] Jika seseorang berkata, “Kami mengagungkan Allah,” tapi ucapannya itu digunakan untuk menolak hadits Nabi seperti hadits tentang Allah bisa dilihat atau turun ke langit dunia, maka dia adalah Jahmiyah.

Dia sebenarnya menolak hadits Nabi , tapi pura-pura berkata: “Kami mensucikan Allah.”

Padahal justru dia merasa lebih tahu tentang Allah dari pada Nabi dan para Shohabat. Waspadalah terhadap orang-orang semacam ini. Mereka banyak di tengah masyarakat awam.

[146] Kalau ada yang bertanya soal agama dengan maksud mencari bimbingan, jawablah. Tapi kalau dia ingin debat, hindari.

Perdebatan hanya akan menimbulkan pertengkaran, kemarahan, dan menyimpang dari kebenaran.

Para ulama terdahulu tidak pernah berdebat, apalagi berselisih.

[147] Al-Hasan berkata: Orang bijak tidak suka debat. Dia menyampaikan ilmunya—kalau diterima, dia bersyukur, kalau ditolak pun dia tetap bersyukur.

Seseorang pernah berkata kepada Hasan: “Mau debat tentang agama?” Hasan menjawab: “Aku sudah tahu agamaku. Kalau kamu tersesat, ya carilah sendiri!”

Rosulullah pernah keluar dari rumah dalam keadaan marah karena ada yang saling mendebat tentang ayat Al-Qur’an. Beliau bersabda: “Apakah dengan cara seperti ini kalian diperintah? Apakah aku diutus untuk ini? Untuk menjadikan Al-Qur’an saling dipukul satu sama lain?”

Ibnu ‘Umar, Imam Malik, dan para ulama sampai hari ini membenci perdebatan.

Allah Ta’ala berfirman: “Tidak ada yang mendebat ayat-ayat Allah kecuali orang-orang kafir.” (QS. Ghofir: 4)

Umar bin Khoththob pernah ditanya, “Apa maksud ayat: ‘Wan naasyithooti nasythoo?” Beliau menjawab: “Kalau aku sudah botak (marah), niscaya akan kupenggal lehermu!”

Nabi bersabda: “Orang beriman tidak suka debat. Aku tidak akan memberi syafaat pada pendebat hari Kiamat. Tinggalkanlah debat—karena sedikit sekali manfaatnya!”

[148] Seseorang tidak boleh disebut “pengikut Sunnah” kecuali jika semua ciri Sunnah ada padanya.

Abdullah bin Al-Mubarok berkata: Akar dari 72 kelompok sesat itu kembali pada 4 kelompok utama: Qodariyyah, Murji’ah, Syi’ah, dan Khowarij.

Siapa yang mengutamakan Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsman, dan ‘Ali Rodhiyallahu ‘Anhum, dan tidak mencela para Shohabat lain—mendoakan kebaikan bagi mereka—maka dia lepas dari ajaran Syi’ah.

Siapa yang mengatakan bahwa iman itu perkataan dan perbuatan, bisa naik turun—dia telah keluar dari Murji’ah.

Siapa yang membolehkan Sholat di belakang pemimpin yang zholim, jihad bersama mereka, tidak memberontak, dan mendoakan kebaikan untuk mereka—dia lepas dari Khowarij.

Siapa yang mengakui bahwa semua takdir, baik dan buruk, berasal dari Allah—dia lepas dari Qodariyyah.

Dan dialah Ahlus Sunnah.

[149] Ada satu bid’ah yang sangat sesat bahkan kufur, yaitu:

Orang yang percaya bahwa Ali bin Abi Tholib masih hidup dan akan kembali sebelum Hari Kiamat, atau bahwa para Imam seperti Muhammad bin Ali, Ja’far bin Muhammad, Musa bin Ja’far mengetahui hal ghoib dan memiliki wilayah (otoritas khusus).

Mereka ini kafir kepada Allah Ta’ala.

Thummah bin ‘Amr dan Sufyan bin ‘Uyainah berkata: Siapa yang ragu antara ‘Utsman dan ‘Ali, maka ia adalah Syi’ah dan tidak bisa dipercaya.

Siapa yang mengutamakan ‘Ali atas ‘Utsman, maka ia Rofidhoh—telah menolak ajaran para Shohabat.

Namun siapa yang mengutamakan Khulafaur Rosyidin dan mendoakan yang lain tanpa membahas kesalahan mereka, maka dia berada di jalan lurus.

[150] Bagian dari Sunnah adalah bersaksi bahwa sepuluh orang yang dijamin masuk Jannah oleh Nabi benar-benar berada di Jannah—tanpa ada keraguan sama sekali.

 [151] Jangan kamu khususkan sholawat kepada siapa pun selain untuk Rosululloh dan keluarga beliau saja. Tidak boleh berkata, “Sholallohu ‘alaihi” untuk tokoh selain Nabi .

[152] Kamu harus yakin bahwa ‘Utsman bin ‘Affan Rodhiyallahu ‘Anhu dibunuh dalam keadaan dizholimi, dan yang membunuhnya adalah pelaku kezholiman.

[153] Siapa saja yang mengakui isi kitab ini (yakni ajaran Ahlus Sunnah), meyakininya, menjadikannya pegangan, dan tidak meragukan satu huruf pun, maka ia adalah Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang sejati—dan telah sempurna dalam Sunnah.

Sebaliknya, siapa yang mengingkari atau meragukan satu huruf pun, atau bersikap ragu terhadapnya, maka ia adalah pengikut hawa nafsu.

Siapa yang mengingkari atau meragukan satu huruf dari Al-Qur’an atau sesuatu yang datang dari Rosululloh , maka ia akan bertemu Allah sebagai pendusta. Maka bertakwalah kepada Allah, hati-hatilah, dan jagalah imanmu.

[154] Bagian dari Sunnah: Tidak boleh taat kepada siapa pun dalam bermaksiat kepada Allah—baik itu orang baik, pemimpin, apalagi masyarakat umum.

Tidak ada ketaatan kepada manusia jika itu berarti melanggar perintah Allah.

Kamu tidak boleh mencintai seseorang karena ia bermaksiat, bahkan kamu harus membenci semua bentuk maksiat semata-mata karena Allah.

[155] Kamu wajib meyakini bahwa taubat adalah kewajiban atas setiap hamba, baik dari dosa besar maupun dosa kecil. Manusia semua harus bertaubat kepada Allah ‘Azza wa Jalla.

[156] Siapa yang tidak mau bersaksi bahwa orang-orang yang dijamin masuk Jannah oleh Rosululloh itu benar-benar ahli Jannah, maka dia adalah pelaku bid’ah dan kesesatan—karena ia telah meragukan sabda Nabi .

Malik bin Anas berkata: Siapa yang tetap teguh di atas Sunnah dan tidak menyakiti para Shohabat Nabi , lalu ia wafat dalam keadaan demikian—maka dia akan bersama para Nabi, shiddiqin, syuhada, dan orang-orang sholih, meskipun amalnya sedikit.

Bisyr bin Al-Harits berkata: Islam adalah Sunnah, dan Sunnah adalah Islam.

Fudhoil bin ‘Iyadh berkata: Jika aku melihat seseorang dari Ahlus Sunnah, seakan aku melihat seorang Shohabat Nabi . Tapi jika aku melihat pelaku bid’ah, seakan aku melihat seorang munafik.

Yunus bin ‘Ubaid berkata: Sungguh dianggap aneh jika melihat orang yang di zaman ini mengajak kepada Sunnah. Tapi lebih aneh lagi, ada orang yang masih mau menjawab ajakan itu dan menerimanya!

Ibnu ‘Aun saat menjelang wafat berkata: Peganglah Sunnah! Sunnah! Jauhilah bid’ah. Ia mengulang-ulang kalimat itu sampai wafat.

Imam Ahmad bin Hanbal berkata: Salah satu muridku meninggal. Lalu ia terlihat dalam mimpi dan berkata: “Sampaikan pada Abu ‘Abdillah (Imam Ahmad), peganglah Sunnah. Karena hal pertama yang Allah tanyakan padaku adalah soal Sunnah!”

Abu Al-‘Aliyah berkata: Siapa yang mati di atas Sunnah, dan aibnya tersembunyi, maka dia adalah seorang shiddiq (jujur dan tinggi derajatnya).

Dikatakan: “Berpegang pada Sunnah adalah keselamatan.”

Sufyan Ats-Tsauri berkata: Siapa yang membuka telinganya untuk mendengar ucapan ahli bid’ah, maka ia keluar dari perlindungan Allah dan diserahkan kepada bid’ah itu.

Dawud bin Abi Hind berkata bahwa Allah berfirman kepada Musa bin ‘Imron: “Jangan duduk bersama ahli bid’ah! Kalau kamu duduk dan hatimu mulai condong pada ucapan mereka, Aku akan campakkan kamu ke dalam Naar Jahannam!”

Fudhoil bin ‘Iyadh berkata: Siapa yang duduk dengan pelaku bid’ah, dia tidak akan diberi hikmah.

Jangan duduk bersama ahli bid’ah. Aku khawatir laknat turun kepadamu.

Siapa yang mencintai pelaku bid’ah, maka amalnya akan terhapus dan cahaya Islam tercabut dari hatinya.

Siapa yang sering duduk bersama pelaku bid’ah, maka akan diwarisi kebutaan hati.

Kalau kamu melihat pelaku bid’ah lewat di satu jalan, ambil jalan lain.

Siapa yang mengagungkan pelaku bid’ah, berarti telah membantu menghancurkan Islam.

Siapa yang tersenyum kepada pelaku bid’ah, berarti meremehkan wahyu yang Allah turunkan kepada Muhammad .

Siapa yang menikahkan anaknya dengan pelaku bid’ah, berarti memutus kasih sayang dan silaturrohim.

Siapa yang ikut mengiringi janazah pelaku bid’ah, maka ia berada dalam kemurkaan Allah sampai ia pulang.

Aku lebih suka makan bersama Yahudi atau Nasroni, daripada bersama pelaku bid’ah.

Aku ingin ada dinding besi yang memisahkan aku dengan pelaku bid’ah.

Jika Allah tahu bahwa seseorang membenci pelaku bid’ah, maka Allah akan mengampuni dosanya meskipun amalnya sedikit.

Tidak mungkin seseorang bisa disebut pengikut Sunnah jika dia berpura-pura akrab dengan pelaku bid’ah—itu adalah bentuk kemunafikan.

Siapa yang memalingkan wajahnya dari pelaku bid’ah, Allah akan penuhi hatinya dengan iman.

Siapa yang memperingatkan pelaku bid’ah, Allah akan menjaganya dari ketakutan terbesar (Hari Kiamat).

Siapa yang menghinakan pelaku bid’ah, Allah akan angkat derajatnya 100 tingkat di Jannah.

Maka jangan pernah mencintai pelaku bid’ah karena Allah—selamanya.

Selesai.

***



[1] Yakni Firman Allah adalah benar adanya sebagaimana lafazh dan maknanya. Tidak boleh ditakwil, tidak diubah, dan tidak dimaknai dengan makna yang menyimpang dari zhohirnya. Segala yang dikabarkan oleh Allah dalam Al-Qur’an adalah benar sebagaimana yang Dia firmankan, baik tentang Diri-Nya, sifat-sifat-Nya, janji-Nya, ancaman-Nya, ataupun berita-Nya tentang makhluk.

[2] Yakni tidak ada yang menyelisihi, membatalkan, atau menyanggah firman Allah. Semua janji dan kabar dari-Nya pasti terjadi, tidak mungkin dusta, dan tidak ada kebatalan dalam ucapan-Nya. Allah adalah Dzat yang Maha Benar dalam perkataan dan janji, sebagaimana firman-Nya: “Sesungguhnya Allah tidak menyalahi janji.” (QS. Ali ‘Imron: 9)

[3] Ini menekankan bahwa Allah itu sebagaimana yang Dia kabarkan tentang Diri-Nya, baik dalam nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Tidak boleh menyimpangkan makna atau menisbatkan kepada-Nya sesuatu yang tidak Dia kabarkan sendiri. Artinya: Apa pun yang Allah katakan tentang Diri-Nya, maka kita menetapkannya sebagaimana adanya, tanpa tahrif (menyimpangkan), tanpa ta’thil (menolak), tanpa takyif (membayangkan bentuk), dan tanpa tamtsil (menyerupakan dengan makhluk).


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url