[PDF] Ketika Memasuki Usia 40 Tahun - Nor Kandir
﷽
Allah ﷻ berfirman:
﴿حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ
وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي
أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ
لِي فِي ذُرِّيَّتِي ۖ إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ *
أُولَٰئِكَ الَّذِينَ نَتَقَبَّلُ عَنْهُمْ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَنَتَجَاوَزُ عَن
سَيِّئَاتِهِمْ فِي أَصْحَابِ الْجَنَّةِ ۖ وَعْدَ الصِّدْقِ الَّذِي كَانُوا
يُوعَدُونَ﴾
“Hingga
apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai 40 tahun, ia berdoa, ‘Ya Robb-ku,
berilah aku ilham dan pertolongan untuk: (1) mensyukuri ni’mat-Mu yang telah
Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan (2) berilah aku
kemampuan untuk beramal sholih yang Engkau ridhoi. (3) Perbaikilah keturunanku
untukku. (4) Sungguh, aku bertaubat kepada-Mu, dan (5) sungguh aku termasuk
orang Muslim.’ Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari mereka amal yang
paling baik yang telah mereka kerjakan, dan Kami hapuskan kesalahan-kesalahan
mereka, bersama penghuni-penghuni Jannah, sebagai janji yang benar yang telah
dijanjikan kepada mereka.” (QS. Al-Ahqof: 15, 16)
Makna Umum Ayat
Yaitu
hingga apabila seorang anak mencapai puncak kekuatan (asyuddahu) dan
kesempurnaan akalnya pada usia 33 dan puncaknya usia 40 tahun, yang pada saat
itu akal dan kekuatannya telah sempurna, dan telah sempurna hujah Alloh ﷻ atasnya. Orang yang telah
mencapai usia 40 tahun dan Alloh ﷻ
telah memberinya petunjuk kepada Tauhid serta beramal dengan ketaatan
kepada-Nya, ia berkata: “Ya Robb-ku, ilhamilah aku dan berilah aku taufik agar:
(1) aku mensyukuri ni’mat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ayah
dan ibuku sebelumku, berupa ni’mat-ni’mat dalam agama dan dunia. (2) Dan
berilah aku taufik, ya Robb-ku, agar aku dapat melakukan amalan yang murni
(ikhlas) dan sesuai dengan Sunnah Nabi-Mu ﷺ di
sisa umurku, yang Engkau ridhoi dariku dan Engkau terima dariku. (3) Dan
perbaikilah keturunanku demi kemaslahatanku, dengan memberi mereka petunjuk
kepada Iman dan amal sholih, serta memperbaiki keadaan mereka. (4) Sesungguhnya
aku bertaubat kepada-Mu dari dosa-dosaku yang lalu, dan aku kembali kepada
ketaatan-Mu. (5) Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri kepada-Mu
dengan Tauhid, tunduk pada hukum-Mu, dan patuh kepada-Mu dengan taat pada
perintah dan larangan-Mu.”
Mereka
inilah yang berbakti kepada orang tua mereka dan yang berdoa kepada Alloh ﷻ dengan doa ini, adalah orang-orang
yang Kami terima dari mereka amal sholih terbaik yang mereka lakukan di dunia,
Kami kabulkan doa mereka, Kami beri mereka pahala di Akhirat, dan Kami maafkan
kesalahan-kesalahan amal mereka sehingga Kami ampuni mereka dan tidak Kami
hukum atasnya. Mereka berada dalam golongan penduduk Jannah. Janji Alloh ﷻ kepada Mu’min adalah menerima
kebaikan mereka, mengampuni keburukan mereka, dan memasukkan mereka ke dalam
Jannah, sebagai janji yang benar yang telah Alloh ﷻ
janjikan kepada mereka di dunia melalui lisan para Rosul-Nya. Alloh ﷻ tidak akan mengingkari
janji-Nya. (Lihat: At-Tahrir wa At-Tanwir oleh Ibnu ‘Ashur, 26/33 - 35)
Ayat ini
menunjukkan keutamaan memiliki anak sholih yang mendoakan ibu bapaknya dalamnya, ia adalah usia kedua orang
tuanya. Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rosululloh ﷺ
bersabda:
«إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ
إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ،
أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ»
“Apabila
seorang manusia meninggal dunia, terputuslah amalannya kecuali 3 hal: shodaqoh jariyah,
ilmu yang bermanfaat, atau anak sholih yang mendoakannya.” (HR. Muslim)
Dari Ibnu ‘Abbas
Rodhiyallahu ‘Anhuma, ia berkata tentang makna ayat:
{أَشُدَّهُ}: ثَلَاثٌ وَثَلَاثُونَ سَنَةً، وَاسْتِوَاؤُهُ
أَرْبَعُونَ سَنَةً، وَالْعُذْرُ الَّذِي أَعْذَرَ اللهُ فِيهِ إِلَى ابْنِ آدَمَ سِتُّونَ
“Asyuddahu
adalah 33 tahun, dan kesempurnaannya pada usia 40 tahun, dan ‘udzr
(keringanan) yang Alloh ﷻ
berikan kepada anak Adam adalah sampai usia 60 tahun.” (HR. Ibnu Jarir dalam
tafsirnya, 21/139)
Penjelasan Per Poin
1. رَبِّ أَوْزِعْنِي
Makna: “Ya
Robbku, ilhamkanlah aku, bimbinglah aku, kuatkanlah aku.”
Kata أَوْزِعْنِي berasal dari al-izā’, artinya mengumpulkan, menahan, dan
mendorong untuk tetap istiqomah.
Maksudnya:
doa agar Allah memberi taufiq, kesabaran, dan motivasi hati untuk melakukan
kebaikan.
Para Ulama
Tafsir seperti Ath-Thobari menegaskan bahwa ini bukan sekadar permintaan ilmu,
tapi permintaan taufiq untuk mengamalkan.
2. أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ ٱلَّتِيٓ أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَٰلِدَيَّ
Makna: “Agar
aku dapat bersyukur atas ni’mat-Mu yang Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada
kedua orang tuaku.”
Ni’mat pada
diri: iman, Islam, kesehatan, akal, rizki, ilmu.
Ni’mat pada
orang tua: hidayah Islam, taufiq dalam mendidik, kesabaran ibu mengandung dan
ayah mencari nafkah.
Doa ini
mengajarkan bahwa syukur bukan hanya atas ni’mat pribadi, tetapi juga ni’mat
yang Allah berikan kepada orang tua, karena kita adalah buah dari doa,
pengorbanan, dan didikan mereka.
3. وَأَنْ أَعْمَلَ صَـٰلِحًا تَرْضَىٰهُ
Makna: “Dan
agar aku dapat mengerjakan amal sholih yang Engkau ridhoi.”
Amal
sholih: ikhlas karena Allah, sesuai tuntunan Sunnah.
Tidak cukup
amal banyak, tapi harus yang diridhoi (ada syarat ikhlas dan ittiba’).
Ini
menunjukkan pentingnya kualitas amal, bukan hanya kuantitas.
4. وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي
Makna: “Dan
perbaikilah bagiku (keadaan) anak keturunanku.”
Memohon
agar anak-anak dijadikan sholih, lurus akidahnya, terjaga dari maksiat, dan
istiqomah di atas agama, disamping diperbaiki fisiknya, kesehatannya, dan
dunianya.
5. إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ
Makna: “Sesungguhnya
aku bertaubat kepada-Mu.” Taubat dari dosa, kelalaian, dan kekurangan dalam
syukur serta amal.
Menunjukkan
bahwa meskipun sudah banyak amal, seorang hamba tetap harus banyak taubat.
Ulama Salaf
mengatakan: “Setiap kali amal selesai, sempurnakanlah dengan istighfar.”
6. وَإِنِّي مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ
Makna: “Dan
sungguh aku termasuk orang-orang yang berserah diri (Muslimin).” Yakni
senantiasa menjaga amal kebaikan setelah meninggalkan dosa-dosa dengan taubat.
Dalam ayat
ini terdapat faedah bahwa seorang Muslim harus merasa bangga dengan statusnya
sebagai seorang Muslim, tidak menisbahkan dirinya kepada nama selainnya, tidak
fanatik kepada sesuatu selainnya, dan tidak mengajak manusia kepada bid’ah-bid’ah
yang baru, serta pendapat-pendapat yang dibuat-buat, yang tidak dikenal oleh
Muslimin terdahulu. Ia adalah seorang yang mengikuti bukan orang yang membuat
bid’ah. Ia termasuk golongan Muslimin yang berserah diri kepada Alloh ﷻ dengan Tauhid, tunduk
kepada-Nya dengan ketaatan, dan berlepas diri dari syirik dan para pelakunya.
Hikmah Utama dari Doa Ini
1. Minta taufiq
syukur (agar bisa mensyukuri ni’mat diri dan orang tua).
2. Minta taufiq
amal sholih yang diridhoi Allah.
3. Minta doa
kebaikan untuk keturunan.
4. Minta diberi
taubat dan ampunan.
5. Meneguhkan diri
sebagai Muslim yang tunduk kepada Allah.
Pandangan Ulama tentang Ayat
Al-Wazir
Ibnu Hubairoh berkata: “Ini termasuk kesempurnaan bakti kepada kedua orang tua,
seakan-akan anak ini khawatir jika kedua orang tuanya lalai dalam mensyukuri
Robb Yang Maha Mulia, maka ia meminta kepada Alloh ﷻ
agar mengilhaminya untuk bersyukur atas ni’mat yang telah Dia berikan kepadanya
dan kepada keduanya, agar ia dapat melaksanakan kewajiban bersyukur atas nama
keduanya jika keduanya lalai.” (Tafsir Ibnu Rojab, 2/59)
Ibnu Katsir
(774 H) berkata:
هَذَا فِيهِ إِرْشَادٌ لِمَنْ بَلَغَ الْأَرْبَعِينَ أَنْ
يُجَدِّدَ التَّوْبَةَ وَالْإِنَابَةَ إِلَى اللهِ، عَزَّ وَجَلَّ، وَيَعْزِمَ عَلَيْهَا
“Di
dalamnya terdapat bimbingan bagi siapa yang telah mencapai usia 40 tahun untuk
memperbarui taubat dan kembali kepada Alloh ‘Azza wa Jalla, dan bertekad
kuat atas hal itu.” (Tafsir Ibnu Katsir, 7/281)
Asy-Syaukani
(1250 H) berkata:
فِي هَذِهِ الْآيَةِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّهُ يَنْبَغِي لِمَنْ
بَلَغَ عُمُرُهُ أَرْبَعِينَ سَنَةً أَنْ يَسْتَكْثِرَ مِنْ هَذِهِ الدَّعَوَاتِ
“Dalam ayat
ini terdapat dalil bahwa seyogyanya bagi siapa yang telah mencapai usia 40
tahun untuk memperbanyak doa-doa ini.” (Fathul Qodir, 5/22)
Ibnu ‘Asyur
(1393 H) berkata: “Maknanya: Kami wasiatkan kepada manusia agar berbuat baik
kepada kedua orang tuanya, bahkan pada saat ia mencapai usia dewasa, yaitu agar
tidak berhenti berbuat baik kepada keduanya dalam setiap hal, bahkan dengan
mendoakan keduanya. Dan dikhususkannya masa mencapai kedewasaan karena pada
masa itu banyak beban untuk mencari rizqi, karena ia telah memiliki istri dan
anak-anak, dan bagi wanita juga banyak bebannya, karena ia memiliki suami,
rumah, dan anak-anak, sehingga keduanya berpotensi lalai untuk mengurus kedua
orang tuanya dan berbuat baik kepada keduanya. Maka keduanya diingatkan agar
tidak berhenti berbuat baik kepada kedua orang tua. Dan أشد
adalah kondisi meningkatnya kekuatan akal dan fisik, .. ia bukanlah nama untuk
usia tertentu dari tahun-tahun kehidupan, akan tetapi tahun-tahun kehidupan
adalah tempat untuk asyud, dan waktunya adalah setelah usia 30 tahun,
dan kesempurnaannya adalah pada usia 40 tahun; oleh karena itu ayat {بَلَغَ أَشُدَّهُ} diikuti dengan firman-Nya: {وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً},
yaitu mencapai puncak kekuatan dan sampai pada kesempurnaannya.” (At-Tahrir
wa At-Tanwir, 26/32, 33)
Fokus Ibadah Ketika Mencapai 40
Tahun
Imam
An-Nawawi (676 H) Rohimahullah dalam Riyadhus Sholihin min Kalam
Sayyidil Mursalin pada bab Anjuran untuk Memperbanyak Kebaikan di Akhir
Usia:
وَنَقَلُوا أَنَّ أَهْلَ المَدِينَةِ كَانُوا إِذَا بَلَغَ
أَحَدُهُمْ أَرْبَعِينَ سَنَةً تَفَرَّغَ لِلْعِبَادَةِ
“Dan mereka
menukil bahwa penduduk Madinah apabila salah seorang dari mereka mencapai usia
40 tahun, ia mengkhususkan diri untuk beribadah.”
Imam Malik
bin Anas (179 H) Rohimahullah berkata:
أَدْرَكْتُ أَهْلَ الْعِلْمِ عِنْدَنَا وَهُمْ يَطْلُبُونَ
الدُّنْيَا وَالْعِلْمَ، وَيُخَالِطُونَ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِي لِأَحَدِهِمْ أَرْبَعُونَ
سَنَةً، فَإِذَا أَتَتْ عَلَيْهِمُ اعْتَزَلُوا النَّاسَ وَاشْتَغَلُوا بِالْعِبَادَةِ
حَتَّى يَأْتِيَهُمُ الْمَوْتُ
“Aku
mendapati para Ulama di negeri kami, mereka mencari dunia (kerja) dan ilmu, dan
bergaul dengan manusia hingga salah seorang dari mereka mencapai usia 40 tahun.
Jika mereka telah sampai pada usia itu, mereka menjauhi manusia dan menyibukkan
diri dengan ibadah hingga maut menjemput mereka.”
Uban Tamu Kematian
Sebagian
ahli ilmu berkata: “Wahai anak Adam, jika tulangmu telah rapuh, dan rambutmu
telah beruban, sungguh telah datang kepadamu peringatan. As-Salaf setelah 40
tahun:
أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَّا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ
وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ
“Tidakkah
Kami telah memanjangkan usiamu hingga waktu yang cukup untuk digunakan merenung
dan telah datang kepadamu peringatan?” (QS. Fathir: 37)
Yakni rapuhnya tulang dan uban di rambut
kepala.
Peringatan
dari Alloh Jalla Jalaluh, dan pengingat dari Alloh Subhanahu wa
Ta’ala sebagai rohmat bagi hamba-hamba-Nya, karena jika tidak, mereka bisa
jadi lalai dan jauh dari ketaatan kepada-Nya. Maka Alloh Jalla Jalaluh
merohmati mereka dengan peringatan ini; hingga Dia membaguskan akhir hidup
mereka; hingga Dia membaguskan penutupan hidup mereka.
As-Salafush
Sholih Rohimahullah jika seorang laki-laki mencapai usia 40 tahun, ia
menetap di Masjid-Masjid, dan memohon ampunan kepada Alloh ﷻ atas dosa-dosa yang telah
lalu, dan memohon kebaikan pada sisa-sisa waktu yang ada.
Adapun hari
ini, anak-anak berusia 60 dan 70 tahun masih terengah-engah dalam kehidupan,
lalai, dan bersenang-senang.
Adapun hari
ini, kita berada dalam kelalaian yang luar biasa, dari terbitnya matahari
hingga terbenamnya matahari, manusia terengah-engah dalam dunia ini, tidak mengingat,
tidak mengambil pelajaran, tidak kembali, dan tidak mengambil peringatan. Ia
mendapati dirinya ketika matahari terbenam telah dipenuhi dengan dosa-dosa dan
keburukan-keburukan dunia, lalu ia pergi ke majelis-majelis, ke majelis si
Fulan dan Fulanah, mengghibah, mengadu domba, dan hal-hal lain yang tidak
diridhoi Alloh, sehingga harinya datang dalam keadaan malas, lamban, dan jauh
dari rahmat Alloh.
Uban adalah
cahaya seorang Mu’min. Demikianlah Rosululloh ﷺ
bersabda. Dan beliau melarang mencabutnya.
Sebagian
ahli tafsir berkata tentang firman Alloh ﷻ: وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ, yaitu: uban. Sedangkan yang
lain, yaitu sejumlah besar ulama, berkata nadzir (pemberi peringatan)
adalah Rosul.
Mereka
berkata: Alloh ﷻ
tidak mengutus seorang Nabi pun kecuali setelah berusia 40 tahun.
Imam
An-Nawawi berkata:
نَقَلُوا أَنَّ أَهْلَ الْمَدِينَةِ كَانُوا إِذَا بَلَغَ
أَحَدُهُمْ أَرْبَعِينَ سَنَةً تَفَرَّغَ لِلْعِبَادَةِ
“Mereka
menukil bahwa penduduk Madinah apabila salah seorang dari mereka mencapai usia
40 tahun, ia mengkhususkan diri untuk beribadah.”
Imam Abu ‘Abdillah
Al-Qurthubi menukil hal itu pada 2 tempat dalam Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an
dari Imam Malik bin Anas Rohimahullah, bahwa ia berkata:
أَدْرَكْتُ أَهْلَ الْعِلْمِ بِبَلَدِنَا وَهُمْ يَطْلُبُونَ
الدُّنْيَا وَالْعِلْمَ وَيُخَالِطُونَ النَّاسَ، حَتَّى يَأْتِيَ لِأَحَدِهِمْ أَرْبَعُونَ
سَنَةً، فَإِذَا أَتَتْ عَلَيْهِمُ اعْتَزَلُوا النَّاسَ وَاشْتَغَلُوا بِالْعِبَادَةِ
حَتَّى يَأْتِيَهُمُ الْمَوْتُ
“Aku
mendapati para Ulama di negeri kami, mereka mencari dunia dan ilmu, dan bergaul
dengan manusia, hingga salah seorang dari mereka mencapai usia 40 tahun. Jika
mereka telah sampai pada usia itu, mereka menjauhi manusia dan menyibukkan diri
dengan ibadah hingga maut menjemput mereka.”
Dari
Asy-Sya’bi, dari Masruq Rohimahullah, bahwa ia berkata:
إِذَا بَلَغَ أَحَدُكُمْ أَرْبَعِينَ سَنَةً فَلْيَأْخُذْ
حَذَرَهُ مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Apabila
salah seorang dari kalian mencapai usia 40 tahun, maka hendaknya ia
berhati-hati kepada Alloh ‘Azza wa Jalla.”
Dari
Al-Qosim bin ‘Abdirrohman berkata: Aku berkata kepada Masruq: Kapan seorang
laki-laki dimintai pertanggungjawaban atas dosa-dosanya? Ia berkata:
إِذَا بَلَغَتِ الْأَرْبَعِينَ فَخُذْ حَذَرَكَ
“Jika
engkau mencapai usia 40 tahun, maka berhati-hatilah.”
Ancaman di Usia 60 Tahun
Allah ﷻ berfirman:
أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُم مَّا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَن تَذَكَّرَ
وَجَاءَكُمُ ٱلنَّذِيرُ ۖ فَذُوقُوا۟ فَمَا لِلظَّـٰلِمِينَ مِن نَّصِيرٍ
(QS.
Fathir: 37)
Ulama
tafsir menjelaskan bahwa umur panjang yang cukup untuk bertaubat adalah 60
tahun (ada yang mengatakan 40).
Rosululloh ﷺ
bersabda:
«أَعْذَرَ اللَّهُ
إِلَى امْرِئٍ أَخَّرَ أَجَلَهُ، حَتَّى بَلَّغَهُ سِتِّينَ سَنَةً»
“Allah
sudah tidak memberikan alasan lagi bagi seseorang yang Dia tunda ajalnya hingga
mencapai umur 60 tahun.” (HR. Al-Bukhori)
Jika sudah
mencapai 60 tahun, berarti Allah telah memberi cukup waktu, kesempatan, dan
peringatan untuk taubat.
Bila masih
terus dalam dosa dan kelalaian, maka tidak ada lagi alasan di hadapan Allah.
Jika tidak
ada perubahan ke arah kebaikan setelah 60 tahun, itu pertanda ia akan mati suul
khotimah, karena Rosululloh ﷺ
bersabda:
«أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى
السَّبْعِينَ، وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ»
“Usia
umatku berkisar antara 60 sampai 70 tahun, dan sedikit sekali yang melebihi
itu.” (HR. At-Tirmidzi)
Usia 60
adalah rata-rata umur umat Nabi ﷺ. Artinya,
jika seseorang sudah mencapai 60, dia sudah mendekati ajal.
Tidak ada
lagi udzur (alasan) di hadapan Allah jika mati dalam keadaan lalai.
Azab lebih
berat, karena sudah diberi umur panjang namun tetap dalam maksiat.
Ajal
semakin dekat, sebab rata-rata usia umat adalah 60–70 tahun.
Jika
kebaikan tidak mengalahkan keburukan di usia ini, maka dikhawatirkan su’ul
khotimah.
Usia 60
adalah batas peringatan terakhir. Jika masih diberi umur panjang setelah itu,
hendaknya diisi dengan banyak istighfar, taubat, amal sholih, dan persiapan
mati.
Ulama Salaf
sering mengatakan: “Siapa yang sudah mencapai 60 tahun, ia sedang berdiri di
pintu kuburnya.”
Doa dari Pikun
Allah ﷻ berfirman:
﴿وَمَنْ نُعَمِّرْهُ نُنَكِّسْهُ فِي الْخَلْقِ
ۚ أَفَلَا يَعْقِلُونَ﴾
“Dan
siapa Kami panjangkan umurnya, niscaya Kami kembalikan dia kepada keadaan lemah
(pikun) seperti semula. Maka apakah mereka tidak berakal?” (QS. Yāsīn: 68)
Ayat ini
menjelaskan bahwa semakin panjang umur seseorang, ia berpotensi kembali pada
kondisi lemah sebagaimana ketika bayi: lemah fisik, lemah akal, dan bahkan
hilang ingatan. Inilah yang disebut pikun (ar-dzalul ‘umur).
Siapa yang
dipanjangkan umurnya, ia akan kembali lemah setelah kuat, dan bodoh setelah
berilmu. Maka sepatutnya manusia mengambil pelajaran bahwa umur tidak ada
nilainya jika tidak digunakan dalam ketaatan.
Hal ini
juga berkaitan dengan ayat lain:
﴿وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَىٰ أَرْذَلِ الْعُمُرِ
لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا﴾
“Dan di
antara kalian ada yang dipanjangkan umurnya sampai dikembalikan kepada umur
yang paling lemah, sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulu
pernah diketahuinya.” (QS. An-Nahl: 70)
Allah ﷻ berfirman:
﴿ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ﴾
“Lalu
Kami kembalikan ia ke asfala saafiliin (kondisi paling rendah).” (QS.
At-Tīn: 5)
Terdapat
dua tafsiran utama dari para Salaf:
Dikembalikan
kepada umur tua renta dan pikun (dari Ibnu ‘Abbas, Mujahid, dan Qotadah).
Maksudnya:
manusia yang tadinya diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya, kemudian
dikembalikan kepada kondisi yang paling lemah, yaitu pikun.
Dikembalikan
ke Neraka Jahannam (dari Al-Hasan Al-Bashri dan ‘Ikrimah).
Maksudnya:
balasan bagi orang kafir dan ahli maksiat.
Kedua makna
ini saling terkait. Karena pikun adalah bentuk kehinaan di dunia, sedangkan
Jahannam adalah kehinaan yang lebih dahsyat di Akhiroh.
Maka
berlindunglah dari pikun. Diriwayatkan oleh Sa’d bin Abi Waqqash Rodhiyallahu
‘Anhu bahwa ia mengajarkan doa ini kepada anak-anaknya sebagaimana seorang
guru mengajarkan tulisan kepada muridnya. Ia berkata: Sesungguhnya Rosululloh ﷺ
selalu berdoa dengan doa ini di dalam Sholat:
«اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ،
وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبُخْلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ،
وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا، وَعَذَابِ الْقَبْرِ»
“Ya
Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut, aku berlindung kepada-Mu
dari sifat kikir, aku berlindung kepada-Mu dari dikembalikan kepada umur yang
paling hina (pikun), dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah dunia
serta dari adzab kubur.” (HR. Al-Bukhori)
Panjang
umur bukan selalu kemuliaan, karena bisa berakhir pada kelemahan,
ketidakberdayaan, dan pikun.
Orang
beriman memohon umur panjang hanya jika bermanfaat untuk ketaatan.
Pikun
termasuk musibah besar yang merendahkan martabat manusia. Karena itu Nabi ﷺ
mengajarkan doa berlindung darinya.
Ada orang
yang jika dipanjangkan umurnya, amalnya semakin baik; namun ada juga yang
justru semakin buruk. Maka penting berdoa agar umur yang panjang diberkahi.
Allahu
a’lam.
***