[PDF] Ketika Memasuki Usia 40 Tahun - Nor Kandir

 


Allah berfirman:

﴿حَتَّىٰ إِذَا بَلَغَ أَشُدَّهُ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً قَالَ رَبِّ أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي ۖ إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ وَإِنِّي مِنَ الْمُسْلِمِينَ * أُولَٰئِكَ الَّذِينَ نَتَقَبَّلُ عَنْهُمْ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَنَتَجَاوَزُ عَن سَيِّئَاتِهِمْ فِي أَصْحَابِ الْجَنَّةِ ۖ وَعْدَ الصِّدْقِ الَّذِي كَانُوا يُوعَدُونَ

“Hingga apabila dia telah dewasa dan umurnya sampai 40 tahun, ia berdoa, ‘Ya Robb-ku, berilah aku ilham dan pertolongan untuk: (1) mensyukuri ni’mat-Mu yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan (2) berilah aku kemampuan untuk beramal sholih yang Engkau ridhoi. (3) Perbaikilah keturunanku untukku. (4) Sungguh, aku bertaubat kepada-Mu, dan (5) sungguh aku termasuk orang Muslim.’ Mereka itulah orang-orang yang Kami terima dari mereka amal yang paling baik yang telah mereka kerjakan, dan Kami hapuskan kesalahan-kesalahan mereka, bersama penghuni-penghuni Jannah, sebagai janji yang benar yang telah dijanjikan kepada mereka.” (QS. Al-Ahqof: 15, 16)

Makna Umum Ayat

Yaitu hingga apabila seorang anak mencapai puncak kekuatan (asyuddahu) dan kesempurnaan akalnya pada usia 33 dan puncaknya usia 40 tahun, yang pada saat itu akal dan kekuatannya telah sempurna, dan telah sempurna hujah Alloh atasnya. Orang yang telah mencapai usia 40 tahun dan Alloh telah memberinya petunjuk kepada Tauhid serta beramal dengan ketaatan kepada-Nya, ia berkata: “Ya Robb-ku, ilhamilah aku dan berilah aku taufik agar: (1) aku mensyukuri ni’mat-Mu yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ayah dan ibuku sebelumku, berupa ni’mat-ni’mat dalam agama dan dunia. (2) Dan berilah aku taufik, ya Robb-ku, agar aku dapat melakukan amalan yang murni (ikhlas) dan sesuai dengan Sunnah Nabi-Mu di sisa umurku, yang Engkau ridhoi dariku dan Engkau terima dariku. (3) Dan perbaikilah keturunanku demi kemaslahatanku, dengan memberi mereka petunjuk kepada Iman dan amal sholih, serta memperbaiki keadaan mereka. (4) Sesungguhnya aku bertaubat kepada-Mu dari dosa-dosaku yang lalu, dan aku kembali kepada ketaatan-Mu. (5) Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri kepada-Mu dengan Tauhid, tunduk pada hukum-Mu, dan patuh kepada-Mu dengan taat pada perintah dan larangan-Mu.”

Mereka inilah yang berbakti kepada orang tua mereka dan yang berdoa kepada Alloh dengan doa ini, adalah orang-orang yang Kami terima dari mereka amal sholih terbaik yang mereka lakukan di dunia, Kami kabulkan doa mereka, Kami beri mereka pahala di Akhirat, dan Kami maafkan kesalahan-kesalahan amal mereka sehingga Kami ampuni mereka dan tidak Kami hukum atasnya. Mereka berada dalam golongan penduduk Jannah. Janji Alloh kepada Mu’min adalah menerima kebaikan mereka, mengampuni keburukan mereka, dan memasukkan mereka ke dalam Jannah, sebagai janji yang benar yang telah Alloh janjikan kepada mereka di dunia melalui lisan para Rosul-Nya. Alloh tidak akan mengingkari janji-Nya. (Lihat: At-Tahrir wa At-Tanwir oleh Ibnu ‘Ashur, 26/33 - 35)

Ayat ini menunjukkan keutamaan memiliki anak sholih yang mendoakan ibu  bapaknya dalamnya, ia adalah usia kedua orang tuanya. Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rosululloh bersabda:

«إِذَا مَاتَ الْإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلَّا مِنْ ثَلَاثَةٍ: إِلَّا مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ»

“Apabila seorang manusia meninggal dunia, terputuslah amalannya kecuali 3 hal: shodaqoh jariyah, ilmu yang bermanfaat, atau anak sholih yang mendoakannya.” (HR. Muslim)

Dari Ibnu ‘Abbas Rodhiyallahu ‘Anhuma, ia berkata tentang makna ayat:

{أَشُدَّهُ}: ثَلَاثٌ وَثَلَاثُونَ سَنَةً، وَاسْتِوَاؤُهُ أَرْبَعُونَ سَنَةً، وَالْعُذْرُ الَّذِي أَعْذَرَ اللهُ فِيهِ إِلَى ابْنِ آدَمَ سِتُّونَ

Asyuddahu adalah 33 tahun, dan kesempurnaannya pada usia 40 tahun, dan ‘udzr (keringanan) yang Alloh berikan kepada anak Adam adalah sampai usia 60 tahun.” (HR. Ibnu Jarir dalam tafsirnya, 21/139)

Penjelasan Per Poin

1. رَبِّ أَوْزِعْنِي

Makna: “Ya Robbku, ilhamkanlah aku, bimbinglah aku, kuatkanlah aku.”

Kata أَوْزِعْنِي berasal dari al-izā’, artinya mengumpulkan, menahan, dan mendorong untuk tetap istiqomah.

Maksudnya: doa agar Allah memberi taufiq, kesabaran, dan motivasi hati untuk melakukan kebaikan.

Para Ulama Tafsir seperti Ath-Thobari menegaskan bahwa ini bukan sekadar permintaan ilmu, tapi permintaan taufiq untuk mengamalkan.

2. أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ ٱلَّتِيٓ أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَىٰ وَٰلِدَيَّ

Makna: “Agar aku dapat bersyukur atas ni’mat-Mu yang Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku.”

Ni’mat pada diri: iman, Islam, kesehatan, akal, rizki, ilmu.

Ni’mat pada orang tua: hidayah Islam, taufiq dalam mendidik, kesabaran ibu mengandung dan ayah mencari nafkah.

Doa ini mengajarkan bahwa syukur bukan hanya atas ni’mat pribadi, tetapi juga ni’mat yang Allah berikan kepada orang tua, karena kita adalah buah dari doa, pengorbanan, dan didikan mereka.

3. وَأَنْ أَعْمَلَ صَـٰلِحًا تَرْضَىٰهُ

Makna: “Dan agar aku dapat mengerjakan amal sholih yang Engkau ridhoi.”

Amal sholih: ikhlas karena Allah, sesuai tuntunan Sunnah.

Tidak cukup amal banyak, tapi harus yang diridhoi (ada syarat ikhlas dan ittiba’).

Ini menunjukkan pentingnya kualitas amal, bukan hanya kuantitas.

4. وَأَصْلِحْ لِي فِي ذُرِّيَّتِي

Makna: “Dan perbaikilah bagiku (keadaan) anak keturunanku.”

Memohon agar anak-anak dijadikan sholih, lurus akidahnya, terjaga dari maksiat, dan istiqomah di atas agama, disamping diperbaiki fisiknya, kesehatannya, dan dunianya.

5. إِنِّي تُبْتُ إِلَيْكَ

Makna: “Sesungguhnya aku bertaubat kepada-Mu.” Taubat dari dosa, kelalaian, dan kekurangan dalam syukur serta amal.

Menunjukkan bahwa meskipun sudah banyak amal, seorang hamba tetap harus banyak taubat.

Ulama Salaf mengatakan: “Setiap kali amal selesai, sempurnakanlah dengan istighfar.”

6. وَإِنِّي مِنَ ٱلْمُسْلِمِينَ

Makna: “Dan sungguh aku termasuk orang-orang yang berserah diri (Muslimin).” Yakni senantiasa menjaga amal kebaikan setelah meninggalkan dosa-dosa dengan taubat.

Dalam ayat ini terdapat faedah bahwa seorang Muslim harus merasa bangga dengan statusnya sebagai seorang Muslim, tidak menisbahkan dirinya kepada nama selainnya, tidak fanatik kepada sesuatu selainnya, dan tidak mengajak manusia kepada bid’ah-bid’ah yang baru, serta pendapat-pendapat yang dibuat-buat, yang tidak dikenal oleh Muslimin terdahulu. Ia adalah seorang yang mengikuti bukan orang yang membuat bid’ah. Ia termasuk golongan Muslimin yang berserah diri kepada Alloh dengan Tauhid, tunduk kepada-Nya dengan ketaatan, dan berlepas diri dari syirik dan para pelakunya.

Hikmah Utama dari Doa Ini

1. Minta taufiq syukur (agar bisa mensyukuri ni’mat diri dan orang tua).

2. Minta taufiq amal sholih yang diridhoi Allah.

3. Minta doa kebaikan untuk keturunan.

4. Minta diberi taubat dan ampunan.

5. Meneguhkan diri sebagai Muslim yang tunduk kepada Allah.

Pandangan Ulama tentang Ayat

Al-Wazir Ibnu Hubairoh berkata: “Ini termasuk kesempurnaan bakti kepada kedua orang tua, seakan-akan anak ini khawatir jika kedua orang tuanya lalai dalam mensyukuri Robb Yang Maha Mulia, maka ia meminta kepada Alloh agar mengilhaminya untuk bersyukur atas ni’mat yang telah Dia berikan kepadanya dan kepada keduanya, agar ia dapat melaksanakan kewajiban bersyukur atas nama keduanya jika keduanya lalai.” (Tafsir Ibnu Rojab, 2/59)

Ibnu Katsir (774 H) berkata:

هَذَا فِيهِ إِرْشَادٌ لِمَنْ بَلَغَ الْأَرْبَعِينَ أَنْ يُجَدِّدَ التَّوْبَةَ وَالْإِنَابَةَ إِلَى اللهِ، عَزَّ وَجَلَّ، وَيَعْزِمَ عَلَيْهَا

“Di dalamnya terdapat bimbingan bagi siapa yang telah mencapai usia 40 tahun untuk memperbarui taubat dan kembali kepada Alloh ‘Azza wa Jalla, dan bertekad kuat atas hal itu.” (Tafsir Ibnu Katsir, 7/281)

Asy-Syaukani (1250 H) berkata:

فِي هَذِهِ الْآيَةِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّهُ يَنْبَغِي لِمَنْ بَلَغَ عُمُرُهُ أَرْبَعِينَ سَنَةً أَنْ يَسْتَكْثِرَ مِنْ هَذِهِ الدَّعَوَاتِ

“Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa seyogyanya bagi siapa yang telah mencapai usia 40 tahun untuk memperbanyak doa-doa ini.” (Fathul Qodir, 5/22)

Ibnu ‘Asyur (1393 H) berkata: “Maknanya: Kami wasiatkan kepada manusia agar berbuat baik kepada kedua orang tuanya, bahkan pada saat ia mencapai usia dewasa, yaitu agar tidak berhenti berbuat baik kepada keduanya dalam setiap hal, bahkan dengan mendoakan keduanya. Dan dikhususkannya masa mencapai kedewasaan karena pada masa itu banyak beban untuk mencari rizqi, karena ia telah memiliki istri dan anak-anak, dan bagi wanita juga banyak bebannya, karena ia memiliki suami, rumah, dan anak-anak, sehingga keduanya berpotensi lalai untuk mengurus kedua orang tuanya dan berbuat baik kepada keduanya. Maka keduanya diingatkan agar tidak berhenti berbuat baik kepada kedua orang tua. Dan أشد adalah kondisi meningkatnya kekuatan akal dan fisik, .. ia bukanlah nama untuk usia tertentu dari tahun-tahun kehidupan, akan tetapi tahun-tahun kehidupan adalah tempat untuk asyud, dan waktunya adalah setelah usia 30 tahun, dan kesempurnaannya adalah pada usia 40 tahun; oleh karena itu ayat {بَلَغَ أَشُدَّهُ} diikuti dengan firman-Nya: {وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً}, yaitu mencapai puncak kekuatan dan sampai pada kesempurnaannya.” (At-Tahrir wa At-Tanwir, 26/32, 33)

Fokus Ibadah Ketika Mencapai 40 Tahun

Imam An-Nawawi (676 H) Rohimahullah dalam Riyadhus Sholihin min Kalam Sayyidil Mursalin pada bab Anjuran untuk Memperbanyak Kebaikan di Akhir Usia:

وَنَقَلُوا أَنَّ أَهْلَ المَدِينَةِ كَانُوا إِذَا بَلَغَ أَحَدُهُمْ أَرْبَعِينَ سَنَةً تَفَرَّغَ لِلْعِبَادَةِ

“Dan mereka menukil bahwa penduduk Madinah apabila salah seorang dari mereka mencapai usia 40 tahun, ia mengkhususkan diri untuk beribadah.”

Imam Malik bin Anas (179 H) Rohimahullah berkata:

أَدْرَكْتُ أَهْلَ الْعِلْمِ عِنْدَنَا وَهُمْ يَطْلُبُونَ الدُّنْيَا وَالْعِلْمَ، وَيُخَالِطُونَ النَّاسَ حَتَّى يَأْتِي لِأَحَدِهِمْ أَرْبَعُونَ سَنَةً، فَإِذَا أَتَتْ عَلَيْهِمُ اعْتَزَلُوا النَّاسَ وَاشْتَغَلُوا بِالْعِبَادَةِ حَتَّى يَأْتِيَهُمُ الْمَوْتُ

“Aku mendapati para Ulama di negeri kami, mereka mencari dunia (kerja) dan ilmu, dan bergaul dengan manusia hingga salah seorang dari mereka mencapai usia 40 tahun. Jika mereka telah sampai pada usia itu, mereka menjauhi manusia dan menyibukkan diri dengan ibadah hingga maut menjemput mereka.”

Uban Tamu Kematian

Sebagian ahli ilmu berkata: “Wahai anak Adam, jika tulangmu telah rapuh, dan rambutmu telah beruban, sungguh telah datang kepadamu peringatan. As-Salaf setelah 40 tahun:

أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُمْ مَّا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَنْ تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ

“Tidakkah Kami telah memanjangkan usiamu hingga waktu yang cukup untuk digunakan merenung dan telah datang kepadamu peringatan?” (QS. Fathir: 37)

 Yakni rapuhnya tulang dan uban di rambut kepala.

Peringatan dari Alloh Jalla Jalaluh, dan pengingat dari Alloh Subhanahu wa Ta’ala sebagai rohmat bagi hamba-hamba-Nya, karena jika tidak, mereka bisa jadi lalai dan jauh dari ketaatan kepada-Nya. Maka Alloh Jalla Jalaluh merohmati mereka dengan peringatan ini; hingga Dia membaguskan akhir hidup mereka; hingga Dia membaguskan penutupan hidup mereka.

As-Salafush Sholih Rohimahullah jika seorang laki-laki mencapai usia 40 tahun, ia menetap di Masjid-Masjid, dan memohon ampunan kepada Alloh atas dosa-dosa yang telah lalu, dan memohon kebaikan pada sisa-sisa waktu yang ada.

Adapun hari ini, anak-anak berusia 60 dan 70 tahun masih terengah-engah dalam kehidupan, lalai, dan bersenang-senang.

Adapun hari ini, kita berada dalam kelalaian yang luar biasa, dari terbitnya matahari hingga terbenamnya matahari, manusia terengah-engah dalam dunia ini, tidak mengingat, tidak mengambil pelajaran, tidak kembali, dan tidak mengambil peringatan. Ia mendapati dirinya ketika matahari terbenam telah dipenuhi dengan dosa-dosa dan keburukan-keburukan dunia, lalu ia pergi ke majelis-majelis, ke majelis si Fulan dan Fulanah, mengghibah, mengadu domba, dan hal-hal lain yang tidak diridhoi Alloh, sehingga harinya datang dalam keadaan malas, lamban, dan jauh dari rahmat Alloh.

Uban adalah cahaya seorang Mu’min. Demikianlah Rosululloh bersabda. Dan beliau melarang mencabutnya.

Sebagian ahli tafsir berkata tentang firman Alloh : وَجَاءَكُمُ النَّذِيرُ, yaitu: uban. Sedangkan yang lain, yaitu sejumlah besar ulama, berkata nadzir (pemberi peringatan) adalah Rosul.

Mereka berkata: Alloh tidak mengutus seorang Nabi pun kecuali setelah berusia 40 tahun.

Imam An-Nawawi berkata:

نَقَلُوا أَنَّ أَهْلَ الْمَدِينَةِ كَانُوا إِذَا بَلَغَ أَحَدُهُمْ أَرْبَعِينَ سَنَةً تَفَرَّغَ لِلْعِبَادَةِ

“Mereka menukil bahwa penduduk Madinah apabila salah seorang dari mereka mencapai usia 40 tahun, ia mengkhususkan diri untuk beribadah.”

Imam Abu ‘Abdillah Al-Qurthubi menukil hal itu pada 2 tempat dalam Al-Jami’ li Ahkamil Qur’an dari Imam Malik bin Anas Rohimahullah, bahwa ia berkata:

أَدْرَكْتُ أَهْلَ الْعِلْمِ بِبَلَدِنَا وَهُمْ يَطْلُبُونَ الدُّنْيَا وَالْعِلْمَ وَيُخَالِطُونَ النَّاسَ، حَتَّى يَأْتِيَ لِأَحَدِهِمْ أَرْبَعُونَ سَنَةً، فَإِذَا أَتَتْ عَلَيْهِمُ اعْتَزَلُوا النَّاسَ وَاشْتَغَلُوا بِالْعِبَادَةِ حَتَّى يَأْتِيَهُمُ الْمَوْتُ

“Aku mendapati para Ulama di negeri kami, mereka mencari dunia dan ilmu, dan bergaul dengan manusia, hingga salah seorang dari mereka mencapai usia 40 tahun. Jika mereka telah sampai pada usia itu, mereka menjauhi manusia dan menyibukkan diri dengan ibadah hingga maut menjemput mereka.”

Dari Asy-Sya’bi, dari Masruq Rohimahullah, bahwa ia berkata:

إِذَا بَلَغَ أَحَدُكُمْ أَرْبَعِينَ سَنَةً فَلْيَأْخُذْ حَذَرَهُ مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Apabila salah seorang dari kalian mencapai usia 40 tahun, maka hendaknya ia berhati-hati kepada Alloh ‘Azza wa Jalla.”

Dari Al-Qosim bin ‘Abdirrohman berkata: Aku berkata kepada Masruq: Kapan seorang laki-laki dimintai pertanggungjawaban atas dosa-dosanya? Ia berkata:

إِذَا بَلَغَتِ الْأَرْبَعِينَ فَخُذْ حَذَرَكَ

“Jika engkau mencapai usia 40 tahun, maka berhati-hatilah.”

Ancaman di Usia 60 Tahun

Allah berfirman:

أَوَلَمْ نُعَمِّرْكُم مَّا يَتَذَكَّرُ فِيهِ مَن تَذَكَّرَ وَجَاءَكُمُ ٱلنَّذِيرُ ۖ فَذُوقُوا۟ فَمَا لِلظَّـٰلِمِينَ مِن نَّصِيرٍ

(QS. Fathir: 37)

Ulama tafsir menjelaskan bahwa umur panjang yang cukup untuk bertaubat adalah 60 tahun (ada yang mengatakan 40).

Rosululloh bersabda:

«أَعْذَرَ اللَّهُ إِلَى امْرِئٍ أَخَّرَ أَجَلَهُ، حَتَّى بَلَّغَهُ سِتِّينَ سَنَةً»

“Allah sudah tidak memberikan alasan lagi bagi seseorang yang Dia tunda ajalnya hingga mencapai umur 60 tahun.” (HR. Al-Bukhori)

Jika sudah mencapai 60 tahun, berarti Allah telah memberi cukup waktu, kesempatan, dan peringatan untuk taubat.

Bila masih terus dalam dosa dan kelalaian, maka tidak ada lagi alasan di hadapan Allah.

Jika tidak ada perubahan ke arah kebaikan setelah 60 tahun, itu pertanda ia akan mati suul khotimah, karena Rosululloh bersabda:

«أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ إِلَى السَّبْعِينَ، وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ»

“Usia umatku berkisar antara 60 sampai 70 tahun, dan sedikit sekali yang melebihi itu.” (HR. At-Tirmidzi)

Usia 60 adalah rata-rata umur umat Nabi . Artinya, jika seseorang sudah mencapai 60, dia sudah mendekati ajal.

Tidak ada lagi udzur (alasan) di hadapan Allah jika mati dalam keadaan lalai.

Azab lebih berat, karena sudah diberi umur panjang namun tetap dalam maksiat.

Ajal semakin dekat, sebab rata-rata usia umat adalah 60–70 tahun.

Jika kebaikan tidak mengalahkan keburukan di usia ini, maka dikhawatirkan su’ul khotimah.

Usia 60 adalah batas peringatan terakhir. Jika masih diberi umur panjang setelah itu, hendaknya diisi dengan banyak istighfar, taubat, amal sholih, dan persiapan mati.

Ulama Salaf sering mengatakan: “Siapa yang sudah mencapai 60 tahun, ia sedang berdiri di pintu kuburnya.”

Doa dari Pikun

Allah berfirman:

﴿وَمَنْ نُعَمِّرْهُ نُنَكِّسْهُ فِي الْخَلْقِ ۚ أَفَلَا يَعْقِلُونَ﴾

“Dan siapa Kami panjangkan umurnya, niscaya Kami kembalikan dia kepada keadaan lemah (pikun) seperti semula. Maka apakah mereka tidak berakal?” (QS. Yāsīn: 68)

Ayat ini menjelaskan bahwa semakin panjang umur seseorang, ia berpotensi kembali pada kondisi lemah sebagaimana ketika bayi: lemah fisik, lemah akal, dan bahkan hilang ingatan. Inilah yang disebut pikun (ar-dzalul ‘umur).

Siapa yang dipanjangkan umurnya, ia akan kembali lemah setelah kuat, dan bodoh setelah berilmu. Maka sepatutnya manusia mengambil pelajaran bahwa umur tidak ada nilainya jika tidak digunakan dalam ketaatan.

Hal ini juga berkaitan dengan ayat lain:

﴿وَمِنْكُمْ مَنْ يُرَدُّ إِلَىٰ أَرْذَلِ الْعُمُرِ لِكَيْلَا يَعْلَمَ مِنْ بَعْدِ عِلْمٍ شَيْئًا﴾

“Dan di antara kalian ada yang dipanjangkan umurnya sampai dikembalikan kepada umur yang paling lemah, sehingga dia tidak mengetahui lagi sesuatu pun yang dahulu pernah diketahuinya.” (QS. An-Nahl: 70)

Allah berfirman:

﴿ثُمَّ رَدَدْنَاهُ أَسْفَلَ سَافِلِينَ﴾

“Lalu Kami kembalikan ia ke asfala saafiliin (kondisi paling rendah).” (QS. At-Tīn: 5)

Terdapat dua tafsiran utama dari para Salaf:

Dikembalikan kepada umur tua renta dan pikun (dari Ibnu ‘Abbas, Mujahid, dan Qotadah).

Maksudnya: manusia yang tadinya diciptakan dalam bentuk yang sebaik-baiknya, kemudian dikembalikan kepada kondisi yang paling lemah, yaitu pikun.

Dikembalikan ke Neraka Jahannam (dari Al-Hasan Al-Bashri dan ‘Ikrimah).

Maksudnya: balasan bagi orang kafir dan ahli maksiat.

Kedua makna ini saling terkait. Karena pikun adalah bentuk kehinaan di dunia, sedangkan Jahannam adalah kehinaan yang lebih dahsyat di Akhiroh.

Maka berlindunglah dari pikun. Diriwayatkan oleh Sa’d bin Abi Waqqash Rodhiyallahu ‘Anhu bahwa ia mengajarkan doa ini kepada anak-anaknya sebagaimana seorang guru mengajarkan tulisan kepada muridnya. Ia berkata: Sesungguhnya Rosululloh selalu berdoa dengan doa ini di dalam Sholat:

«اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْجُبْنِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنَ الْبُخْلِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ أَنْ أُرَدَّ إِلَى أَرْذَلِ الْعُمُرِ، وَأَعُوذُ بِكَ مِنْ فِتْنَةِ الدُّنْيَا، وَعَذَابِ الْقَبْرِ»

“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut, aku berlindung kepada-Mu dari sifat kikir, aku berlindung kepada-Mu dari dikembalikan kepada umur yang paling hina (pikun), dan aku berlindung kepada-Mu dari fitnah dunia serta dari adzab kubur.” (HR. Al-Bukhori)

Panjang umur bukan selalu kemuliaan, karena bisa berakhir pada kelemahan, ketidakberdayaan, dan pikun.

Orang beriman memohon umur panjang hanya jika bermanfaat untuk ketaatan.

Pikun termasuk musibah besar yang merendahkan martabat manusia. Karena itu Nabi mengajarkan doa berlindung darinya.

Ada orang yang jika dipanjangkan umurnya, amalnya semakin baik; namun ada juga yang justru semakin buruk. Maka penting berdoa agar umur yang panjang diberkahi.

Allahu a’lam.

***


Unduh PDF

Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url