[PDF] Aqidah Para Imam Ahli Hadits | اعتقاد أئمة الحديث | Abu Bakr Al-Isma'ili (371 H)
Pengantar Pentarjamah
﷽
Kitab Aqidah ini termasuk masyhur dan penting karena banyak dinukil dan
dikaji oleh pemerhati Aqidah.
Takhrij di kitab asalnya tidak semua kami masukkan ke
terjemahan, dan bagi yang ingin melihatnya sendiri bisa di sini.
Penjelasan kitab ini sudah kami dengarkan sampai selesai dari guru kami Prof. Dr. Sulaiman Ar-Ruhaili.
Koreksi tarjamah bisa disampaikan ke nomor kami di sini untuk
dimungkinkan dimasukkan pada edisi berikutnya.
ولله
الحمد
Pujian Ulama
Para ulama besar telah memberikan pujian dan pengakuan atas kedalaman
ilmu dan kemuliaan akhlak Imam Al-Isma’ili. Di antara mereka adalah:
Al-Hakim berkata tentang Imam Al-Isma’ili: “Al-Isma’ili adalah
satu-satunya di zamannya; beliau adalah syaikh (guru besar) para Ahli Hadits
dan ahli fikih, sekaligus yang paling agung di antara mereka dalam hal
kepemimpinan, muruah (kewibawaan), dan kedermawanan.” (Siyar A’lam
An-Nubala’, 16/294)
As-Sam’ani berkata tentangnya: “Beliau adalah Imam bagi penduduk Jurjan
dan menjadi rujukan dalam ilmu Hadits dan fikih... Beliau terlalu agung dan
terkenal untuk perlu diperkenalkan lagi.” (Al-Ansab, 1/139)
Adz-Dzahabi (748 H) berkata tentangnya: “Sang Imam, Al-Hafizh (penghafal
Hadits), ahli fikih, Syaikh Al-Islam.” (Siyar A’lam An-Nubala’, 16/292)
Di kesempatan lain, beliau berkata: “Sang Imam, Al-Hafizh, Ats-Tsabt
(yang kokoh hafalannya), Syaikh Al-Islam.” (Tadzkiratu Al-Huffazh, 3/947)
Ash-Shofadi berkata: “Sang Imam... ahli fikih madz-hab Syafi’i,
Al-Hafizh.” (Al-Wafi bil Wafayat, 6/213)
Al-Anabaki berkata: “Al-Hafizh... Beliau adalah seorang Imam yang telah
berkelana ke berbagai negeri dan bertemu dengan banyak syaikh.” (An-Nujum
Az-Zahirah, 4/140)
Ibnu Katsir (774 H) berkata: “Al-Hafizh yang agung, yang gemar melakukan
perjalanan jauh. Beliau mendengar Hadits dalam jumlah sangat banyak,
meriwayatkannya, melakukan takhrij (penelusuran sanad Hadits), dan
menyusun banyak karya. Beliau benar-benar memberikan faedah, melakukannya
dengan sangat baik, serta unggul dalam kritik Hadits maupun dalam hal aqidah.” (Al-Bidayah
wa An-Nihayah, 11/317)
Ibnu ‘Abdil Hadi berkata: “Sang Imam, Al-Hafizh yang agung, salah satu
dari para imam terkemuka... Beliau adalah tokoh besar madz-hab Syafi’i di
wilayahnya.” (Thobaqot ‘Ulama’ Al-Hadits, 3/140)
Ibnu Nashiriddin berkata: “Sang Imam... salah seorang huffazh (jamak
dari hafizh) terkemuka. Beliau adalah syaikh para Ahli Hadits dan ahli
fikih, serta yang paling mulia dalam muruah (kewibawaan) dan
kedermawanan.” (Syadzarat Adz-Dzahab, 3/72)
﷽
Imam Ibnu Qudamah (wafat 620 H) menerima risalah ini melalui jalur
berikut:
Beliau berkata: Telah mengabarkan kepada kami Asy-Syarif Abu Al-’Abbas
Mas’ud bin ‘Abdil Wahid Al-Hasyimi, beliau berkata: Telah memberitakan kepada
kami Abu Al-Hasan ‘Ali bin Muhammad Al-Jurjani, yang memberitakan kepada kami
Abu Al-Qosim Hamzah bin Yusuf As-Sahmi, yang memberitakan kepada kami Abu
Bakr Ahmad bin Ibrohim Al-Isma’ili. Lalu Imam Al-Isma’ili berkata:
[Pokok-Pokok Aqidah Menurut Ahli Hadits]
اعْلَمُوا رَحِمَنَا اللهُ وَإِيَّاكُمْ أَنَّ مَذْهَبَ
أَهْلِ الحَدِيثِ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالجَمَاعَةِ:
Ketahuilah oleh kalian—semoga Allah merahmati kami dan kalian
semua—bahwasanya madz-hab Ahli Hadits, yaitu Ahlus Sunnah wal Jama’ah,
adalah:
الإِقْرَارُ بِاللهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ،
وَقَبُولُ مَا نَطَقَ بِهِ كِتَابُ اللهِ تَعَالَى، وَصَحَّتْ بِهِ الرِّوَايَةُ عَنْ
رَسُولِ اللهِ ﷺ، لَا مَعْدَلَ عَمَّا وَرَدَ بِهِ وَلَا سَبِيلَ إِلَى رَدِّهِ،
Mengakui (berikrar) dengan seyakin-yakinnya akan adanya Allah, para
Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, dan para Rosul-Nya. Mereka juga menerima
sepenuhnya apa pun yang telah difirmankan oleh Allah Ta’ala di dalam
Kitab-Nya, serta apa pun yang riwayatnya telah shohih dari Rosulullah ﷺ.
Tidak ada ruang untuk menyimpang dari apa yang terkandung dalam keduanya, dan
tidak ada jalan untuk menolaknya.
إِذْ كَانُوا مَأْمُورِينَ بِاتِّبَاعِ الكِتَابِ وَالسُّنَّةِ،
مَضْمُونًا لَهُمُ الهُدَى فِيهِمَا، مَشْهُودًا لَهُمْ بِأَنَّ نَبِيَّهُمْ ﷺ يَهْدِي
إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ، مُحَذَّرِينَ فِي مُخَالَفَتِهِ الفِتْنَةَ وَالعَذَابَ
الاليمَ.
Sebab, mereka adalah kaum yang diperintahkan untuk mengikuti Al-Kitab
dan As-Sunnah, dan mereka telah dijamin akan mendapatkan petunjuk di dalam
keduanya. Telah disaksikan pula bagi mereka bahwa Nabi mereka ﷺ
benar-benar menunjukkan kepada jalan yang lurus. Di saat yang sama, mereka
diperingatkan bahwa dengan menyelisihinya, akan datang fitnah (malapetaka atau
kesesatan) dan adzab yang amat pedih.
[Keyakinan tentang Nama dan Sifat Allah]
وَيَعْتَقِدُونَ أَنَّ اللهَ تَعَالَى مَدْعُوٌّ بِأَسْمَائِهِ
الحُسْنَى وَمَوْصُوفٌ بِصِفَاتِهِ الَّتِي سَمَّى وَوَصَفَ بِهَا نَفْسَهُ وَوَصَفَهُ
بِهَا نَبِيُّهُ ﷺ،
Mereka (para Ahli Hadits) meyakini bahwa Allah Ta’ala
diseru dengan Nama-nama-Nya yang terindah (Al-Asma’ Al-Husna) dan disifati
dengan Sifat-sifat-Nya yang Dia sendiri gunakan untuk menamai dan menyifati
Diri-Nya, atau yang digunakan oleh Nabi-Nya ﷺ untuk menyifati-Nya.
خَلَقَ آدَمَ بِيَدِهِ، وَيَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ يُنْفِقُ
كَيْفَ يَشَاءُ، بِلَا اعْتِقَادِ كَيْفَ
Mereka meyakini bahwa Allah menciptakan Adam dengan Tangan-Nya; dan
kedua Tangan-Nya terbentang luas, Dia memberi rezeki sesuai kehendak-Nya. Semua
ini diyakini tanpa memikirkan atau bertanya “bagaimana” bentuknya.
وَأَنَّهُ عَزَّ وَجَلَّ اسْتَوَى عَلَى العَرْشِ،
بِلَا كَيْفٍ، فَإِنَّ اللهَ تَعَالَى انْتَهَى مِنْ ذَلِكَ إِلَى أَنَّهُ اسْتَوَى
عَلَى العَرْشِ وَلَمْ يَذْكُرْ كَيْفَ كَانَ اسْتِوَاؤُهُ.
Mereka juga meyakini bahwa Dia—’Azza wa Jalla—ber-istiwa’
(bersemayam atau tinggi berada) di atas ‘Arsy, juga tanpa bertanya “bagaimana”
caranya. Sebab, Allah Ta’ala hanya memberitakan bahwa Dia ber-istiwa’,
dan sama sekali tidak menyebutkan bagaimana cara Dia ber-istiwa’.
[Penjelasan tentang Sebagian Kekhususan Rububiyyah
Allah]
وَأَنَّهُ مَالِكُ خَلْقِهِ وَأَنْشَأَهُمْ لَا عَنْ
حَاجَةٍ إِلَى مَا خَلَقَ وَلَا مَعْنًى دَعَاهُ إِلَى أَنْ خَلَقَهُمْ،
(Mereka meyakini) bahwasanya Allah adalah Pemilik mutlak atas
seluruh ciptaan-Nya. Dia menciptakan mereka semua bukan karena Dia membutuhkan
mereka, dan bukan pula karena ada suatu alasan tersembunyi yang mendorong-Nya
untuk menciptakan mereka.
لَكِنَّهُ فَعَّالٌ لِمَا يَشَاءُ وَيَحْكُمُ مَا يُرِيدُ،
لَا يُسْال عَمَّا يَفْعَلُ، وَالخَلْقُ مَسْؤُولُونَ عَمَّا يَفْعَلُونَ.
Akan tetapi, Dia Maha Melakukan apa saja yang Dia kehendaki dan Maha
Menetapkan hukum apa pun yang Dia inginkan. Dia tidak ditanya tentang apa yang
Dia perbuat, sebaliknya, para makhluklah yang kelak akan dimintai
pertanggungjawaban atas apa yang mereka perbuat.
[Penetapan Nama-Nama Allah yang Terindah dan
Sifat-Sifat-Nya yang Maha Tinggi]
وَأَنَّهُ مَدْعُوٌّ بِأَسْمَائِهِ، مَوْصُوفٌ بِصِفَاتِهِ
الَّتِي سَمَّى وَوَصَفَ بِهَا نَفْسَهُ، وَسَمَّاهُ وَوَصَفَهُ بِهَا نَبِيُّهُ عَلَيْهِ
الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ
Dia diseru dengan Nama-nama-Nya. Dia disifati dengan Sifat-sifat yang
dengannya Dia menamai dan menyifati Diri-Nya Sendiri, serta yang digunakan oleh
Nabi-Nya ﷺ untuk menamai dan menyifati-Nya.
لَا يُعْجِزُهُ شَيْءٌ فِي الأَرْضِ وَلَا فِي السَّمَاءِ،
وَلَا يُوصَفُ بِنَقْصٍ أَوْ عَيْبٍ أَوْ آفَةٍ، فَإِنَّهُ عَزَّ وَجَلَّ تَعَالَى
عَنْ ذَلِكَ.
Tidak ada sesuatu pun di langit maupun di bumi yang dapat
melemahkan-Nya. Dia tidak disifati dengan kekurangan, aib, ataupun cacat,
karena Dia—’Azza wa Jalla—Maha Suci dari semua itu.
[Penetapan Sifat Kedua Tangan]
وَخَلَقَ آدَمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ بِيَدِهِ، وَيَدَاهُ
مَبْسُوطَتَانِ يُنْفِقُ كَيْفَ شَاءَ، بِلَا اعْتِقَادِ كَيْفَ يَدَاهُ، إِذْ لَمْ
يَنْطِقْ كِتَابُ اللهِ تَعَالَى فِيهِ بِكَيْفٍ. وَلَا يَعْتَقِدُ فِيهِ الأَعْضَاءَ،
وَالجَوَارِحَ، وَلَا الطُّولَ وَالعَرْضَ، وَالغِلَظَ، وَالدِّقَّةَ، وَنَحْوَ هَذَا
مِمَّا يَكُونُ مِثْلُهُ فِي الخَلْقِ، وَأَنَّهُ لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ تَبَارَكَ
وَجْهُ رَبِّنَا ذُو الجَلَالِ وَالإِكْرَامِ.
(Mereka meyakini) Dia menciptakan Adam ‘alaihissalam
dengan Tangan-Nya. Kedua Tangan-Nya terbentang luas; Dia memberi rezeki
sekehendak-Nya. Ini diyakini tanpa memikirkan atau bertanya “bagaimana” bentuk
kedua Tangan-Nya, sebab Al-Qur’an tidak pernah menyebutkan perihal “bagaimana”-nya
itu. Mereka tidak meyakini adanya a’dho (organ tubuh) dan jawarih
(anggota badan). Mereka juga tidak membayangkan adanya ukuran panjang, lebar,
tebal, tipis, atau hal-hal semacam itu yang serupa dengan makhluk. Tidak ada
sesuatu pun yang serupa dengan-Nya. Maha Suci Wajah Robb kita, Pemilik segala
keagungan dan kemuliaan.
وَلَا يَقُولُونَ إِنَّ أَسْمَاءَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ
كَمَا تَقُولُهُ المُعْتَزِلَةُ وَالخَوَارِجُ وَطَوَائِفُ مِنْ أَهْلِ الأَهْوَاءِ
مَخْلُوقَةٌ.
Mereka juga tidak mengatakan bahwa Nama-nama Allah ‘Azza wa
Jalla adalah makhluk, sebagaimana yang diyakini oleh kaum Mu’tazilah,
Khowarij, dan kelompok-kelompok ahlul ahwa’ (pengekor hawa nafsu) lainnya.
[Keyakinan Mereka tentang Sifat Wajah, Pendengaran,
Penglihatan, Ilmu, Kekuatan, dan Kalam]
وَيُثْبِتُونَ أَنَّ لَهُ وَجْهًا، وَسَمْعًا، وَبَصَرًا،
وَعِلْمًا، وَقُدْرَةً، وَقُوَّةً، وَكَلَامًا، لَا عَلَى مَا يَقُولُهُ أَهْلُ الزَّيْغِ
مِنَ المُعْتَزِلَةِ وَغَيْرِهِمْ
Mereka menetapkan bahwa Allah memiliki Wajah, Pendengaran, Penglihatan,
Ilmu, Kekuatan (Qudroh), Daya (Quwwah), dan Kalam (berbicara). Namun, penetapan
ini tidak seperti yang dikatakan oleh kaum ahluz zaigh (orang-orang yang
menyimpang) dari kalangan Mu’tazilah dan selainnya.
وَلَكِنْ كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿وَيَبْقَى وَجْهُ
رَبِّكَ﴾
Akan tetapi, mereka menetapkannya sebagaimana firman Allah Ta’ala:
“Wajah Robb-mu akan tetap kekal.”
﴿أَنْزَلَهُ بِعِلْمِهِ﴾
“Dia menurunkannya dengan Ilmu-Nya.”
﴿وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ﴾ [البقرة: 255]
“Mereka tidak mengetahui sesuatu pun dari Ilmu-Nya
kecuali apa yang Dia kehendaki.”
﴿فَلِلَّهِ العِزَّةُ جَمِيعًا﴾
“Sungguh semua ‘izzah (kemuliaan/kekuatan) itu hanyalah
milik Allah.”
﴿وَالسَّمَاءَ بَنَيْنَاهَا بِأَيْدٍ﴾
“Langit Kami bangun dengan aydin (kekuatan).”
﴿أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّ اللَّهَ الَّذِي خَلَقَهُمْ هُوَ أَشَدُّ مِنْهُمْ
قُوَّةً﴾
“Tidakkah mereka melihat bahwa Allah yang menciptakan mereka,
Dia lebih dahsyat kekuatan-Nya dari mereka?”
﴿إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو القُوَّةِ المَتِينُ﴾
“Sungguh Allah, Dialah Maha Pemberi Rezeki, yang memiliki Kekuatan
yang sangat kokoh.”
فَهُوَ تَعَالَى ذُو العِلْمِ، وَالقُوَّةِ، وَالقُدْرَةِ،
وَالسَّمْعِ، وَالبَصَرِ، وَالكَلَامِ، كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿وَلِتُصْنَعَ عَلَى
عَيْنِي﴾
Maka, Dia Ta’ala adalah Pemilik Ilmu, Kekuatan, Kemampuan,
Pendengaran, Penglihatan, dan Kalam. Sebagaimana firman-Nya: “Agar engkau
diasuh di bawah pengawasan Mata-Ku.”
﴿وَاصْنَعِ الفُلْكَ بِأَعْيُنِنَا وَوَحْيِنَا﴾
“Buatlah bahtera itu dengan pengawasan Mata Kami dan
wahyu Kami.”
﴿حَتَّى يَسْمَعَ كَلَامَ اللَّهِ﴾
“Sehingga ia dapat mendengar Kalam Allah.”
﴿وَكَلَّمَ اللَّهُ مُوسَى تَكْلِيمًا﴾
“Allah telah berbicara kepada Musa dengan sebenar-benarnya.”
﴿إِنَّمَا أَمْرُهُ إِذَا أَرَادَ شَيْئًا أَنْ يَقُولَ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ﴾
“Sungguh urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu, Dia hanya berkata
kepadanya: ‘Jadilah!’, maka terjadilah ia.”
[Penetapan Sifat Kehendak (Masyi’ah)]
وَيَقُولُونَ مَا يَقُولُهُ المُسْلِمُونَ بِأَسْرِهِمْ:
(مَا شَاءَ اللهُ كَانَ، وَمَا لَا يَشَاءُ لَا يَكُونُ)، كَمَا قَالَ تَعَالَى: ﴿وَمَا
تَشَاءُونَ إِلَّا أَنْ يَشَاءَ اللَّهُ﴾
Mereka mengatakan apa yang dikatakan oleh seluruh kaum Muslimin: “Apa
yang Allah kehendaki pasti terjadi, dan apa yang tidak Dia kehendaki tidak akan
terjadi.” Sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Kalian tidak dapat
menghendaki (sesuatu) kecuali apabila Allah menghendaki.”
[Ilmu Allah]
وَيَقُولُونَ لَا سَبِيلَ لِأَحَدٍ أَنْ يَخْرُجَ عَنْ
عِلْمِ اللهِ وَلَا أَنْ يَغْلِبَ فِعْلُهُ وَإِرَادَتُهُ مَشِيئَةَ اللهِ وَلَا أَنْ
يُبَدِّلَ عِلْمَ اللهِ، فَإِنَّهُ العَالِمُ لَا يَجْهَلُ وَلَا يَسْهُو، وَالقَادِرُ
لَا يُغْلَبُ.
Mereka mengatakan bahwa tidak ada seorang pun yang bisa keluar dari Ilmu
Allah. Tidak ada yang bisa mengalahkan perbuatan dan kehendaknya atas Kehendak
(masyi’ah) Allah, dan tidak ada yang bisa mengubah Ilmu Allah. Karena Sungguh
Dia adalah Yang Maha Mengetahui, yang tidak pernah bodoh dan tidak pernah lupa.
Dia adalah Yang Maha Kuasa, yang tidak akan pernah bisa dikalahkan.
[Al-Qur’an adalah Kalam Allah]
وَيَقُولُونَ: القُرْآنُ كَلَامُ اللهِ غَيْرُ مَخْلُوقٍ،
وَإِنَّمَا كَيْفَمَا يُصَرَّفُ بِقِرَاءَةِ القَارِئِ لَهُ، وَبِلَفْظِهِ، وَمَحْفُوظًا
فِي الصُّدُورِ، مَتْلُوًّا بِالالسُنِ، مَكْتُوبًا فِي المَصَاحِفِ، غَيْرُ مَخْلُوقٍ،
وَمَنْ قَالَ بِخَلْقِ اللَّفْظِ بِالقُرْآنِ يُرِيدُ بِهِ القُرْآنَ، فَهُوَ قَدْ
قَالَ بِخَلْقِ القُرْآنِ.
Mereka mengatakan: Al-Qur’an adalah Kalam Allah, bukan makhluk.
Bagaimanapun cara Al-Qur’an itu ditampilkan, baik melalui bacaan seorang qori’,
lafazh yang diucapkannya, hafalan yang ada di dalam dada, bacaan lisan, maupun
tulisan di dalam mushaf, ia tetaplah bukan makhluk. Siapa mengatakan bahwa “lafazh”
Al-Qur’an adalah makhluk, sementara yang ia maksudkan adalah Al-Qur’an itu
sendiri, maka Sungguh ia telah mengatakan bahwa Al-Qur’an adalah makhluk.
[Perbuatan Hamba Diciptakan oleh Allah]
وَيَقُولُونَ إِنَّهُ لَا خَالِقَ عَلَى الحَقِيقَةِ
إِلَّا اللهُ عَزَّ وَجَلَّ، وَأَنَّ أَكْسَابَ العِبَادِ كُلَّهَا مَخْلُوقَةٌ لِلهِ،
وَأَنَّ اللهَ يَهْدِي مَنْ يَشَاءُ وَيُضِلُّ مَنْ يَشَاءُ، لَا حُجَّةَ لِمَنْ أَضَلَّهُ
اللهُ عَزَّ وَجَلَّ، وَلَا عُذْرَ
Mereka mengatakan bahwa Sungguh tidak ada pencipta sejati kecuali Allah ‘Azza
wa Jalla. Semua hasil usaha (termasuk perbuatan) para hamba seluruhnya
adalah ciptaan Allah. Allah memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki
dan menyesatkan siapa yang Dia kehendaki. Tidak ada hujjah (alasan) maupun udzur
bagi orang yang telah disesatkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla.
كَمَا قَالَهُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: ﴿قُلْ فَلِلَّهِ
الحُجَّةُ البَالِغَةُ فَلَوْ شَاءَ لَهَدَاكُمْ أَجْمَعِينَ﴾
Sebagaimana firman-Nya: “Katakanlah: ‘Allah mempunyai hujjah yang paling
kuat. Maka jika Dia menghendaki, niscaya kalian semua akan diberi-Nya petunjuk’.”
﴿كَمَا بَدَأَكُمْ تَعُودُونَ - فَرِيقًا هَدَى وَفَرِيقًا حَقَّ عَلَيْهِمُ
الضَّلَالَةُ﴾
“Seperti apa yang Dia ciptakan pada pertama kali, kalian
dikembalikan. Sebagian diberi-Nya petunjuk dan sebagian lagi telah pasti
kesesatan bagi mereka.”
﴿وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيرًا مِنَ الجِنِّ وَالإِنْسِ﴾
“Sungguh, telah Kami ciptakan untuk (isi) Jahannam kebanyakan
dari jin dan manusia.”
﴿مَا أَصَابَ مِنْ مُصِيبَةٍ فِي الأَرْضِ وَلَا فِي أَنْفُسِكُمْ إِلَّا
فِي كِتَابٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ نَبْرَأَهَا﴾
“Tidak ada suatu bencana yang menimpa di bumi dan tidak (pula)
pada dirimu sendiri, melainkan telah tertulis dalam Kitab (Lauh Mahfuzh)
sebelum Kami nabro’ahaa.”
وَمَعْنَى «نَبْرَأَهَا» أَيْ نَخْلُقَهَا وَبِلَا
خِلَافٍ فِي اللُّغَةِ
Makna “nabro’ahaa” adalah ‘Kami menciptakannya’, tanpa ada
perbedaan pendapat dalam sisi bahasa.
وَقَالَ مُخْبِرًا عَنْ أَهْلِ الجَنَّةِ: ﴿الحَمْدُ
لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا
اللَّهُ﴾
Allah mengabarkan tentang penduduk Jannah: “Segala puji bagi Allah yang
telah menunjuki kami kepada (Jannah) ini. Kami sekali-kali tidak akan mendapat
petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk.”
﴿أَنْ لَوْ يَشَاءُ اللَّهُ لَهَدَى النَّاسَ جَمِيعًا﴾
“Seandainya Allah menghendaki, tentu Dia memberi petunjuk kepada
seluruh manusia.”
﴿وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَجَعَلَ النَّاسَ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَا يَزَالُونَ
مُخْتَلِفِينَ - إِلَّا مَنْ رَحِمَ رَبُّكَ﴾
“Seandainya Robb-mu menghendaki, Dia akan menjadikan manusia
sebagai satu umat (bertauhid semuanya). Mereka senantiasa berselisih kecuali
yang dirohmati Robb-mu.”
[Kebaikan dan Keburukan Terjadi dengan Ketetapan
Allah]
وَيَقُولُونَ إِنَّ الخَيْرَ وَالشَّرَّ وَالحُلْوَ
وَالمُرَّ، بِقَضَاءٍ مِنَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، أَمْضَاهُ وَقَدَّرَهُ، لَا يَمْلِكُونَ
لِأَنْفُسِهِمْ ضَرًّا وَلَا نَفْعًا إِلَّا مَا شَاءَ اللهُ، وَإِنَّهُمْ فُقَرَاءُ
إِلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، لَا غِنَى لَهُمْ عَنْهُ فِي كُلِّ وَقْتٍ.
Mereka mengatakan bahwa kebaikan dan keburukan, yang terasa manis maupun
pahit, semuanya terjadi atas dasar ketetapan (qodho’) dari Allah ‘Azza wa
Jalla yang telah Dia jalankan dan Dia takdirkan. Mereka (para hamba) tidak
memiliki kuasa atas diri mereka untuk menolak mudhorot maupun mendatangkan
manfaat, kecuali atas kehendak Allah. Sungguh mereka sangat fakir (butuh)
kepada Allah ‘Azza wa Jalla, tidak ada kekayaan (kemandirian) bagi
mereka dari-Nya dalam setiap waktu.
[Turunnya Allah ke Langit Dunia]
وَأَنَّهُ عَزَّ وَجَلَّ يَنْزِلُ إِلَى السَّمَاءِ
الدُّنْيَا عَلَى مَا صَحَّ بِهِ الخَبَرُ عَنْ رَسُولِ اللهِ ﷺ، بِلَا اعْتِقَادِ
كَيْفَ فِيهِ.
(Mereka meyakini) bahwasanya Dia ‘Azza wa Jalla turun ke langit
dunia, sebagaimana telah shohih beritanya dari Rosulullah ﷺ,
dengan tanpa meyakini “bagaimana” cara turun-Nya itu.
[Kaum Mu’minin Melihat Robb Mereka di Akhiroh]
وَيَعْتَقِدُونَ جَوَازَ الرُّؤْيَةِ مِنَ العِبَادِ
المُتَّقِينَ لِلهِ عَزَّ وَجَلَّ فِي القِيَامَةِ، دُونَ الدُّنْيَا، وَوُجُوبَهَا
لِمَنْ جَعَلَ اللهُ ذَلِكَ ثَوَابًا لَهُ فِي الآخِرَةِ، كَمَا قَالَ: ﴿وُجُوهٌ
يَوْمَئِذٍ نَاضِرَةٌ - إِلَى رَبِّهَا نَاظِرَةٌ﴾
Mereka meyakini bahwa melihat Allah adalah suatu hal yang mungkin
terjadi bagi hamba-hamba yang bertaqwa di hari Kiamat kelak, bukan di dunia. Hal
itu adalah sebuah kepastian bagi orang-orang yang Allah jadikan itu sebagai
pahala bagi mereka di Akhiroh. Sebagaimana firman-Nya: “Wajah-wajah
(orang-orang Mu’min) pada hari itu berseri-seri. Kepada Robb-nyalah mereka
melihat.”
وَقَالَ فِي الكُفَّارِ: ﴿كَلَّا إِنَّهُمْ عَنْ
رَبِّهِمْ يَوْمَئِذٍ لَمَحْجُوبُونَ﴾
Tentang orang-orang kafir, Allah berfirman: “Sekali-kali tidak, Sungguh
mereka pada hari itu benar-benar terhalang (terhijab) dari (melihat) Robb
mereka.”
فَلَوْ كَانَ المُؤْمِنُونَ كُلُّهُمْ وَالكَافِرُونَ
كُلُّهُمْ لَا يَرَوْنَهُ، كَانُوا جَمِيعًا عَنْهُ مَحْجُوبِينَ، وَذَلِكَ مِنْ غَيْرِ
اعْتِقَادِ التَّجْسِيمِ فِي اللهِ عَزَّ وَجَلَّ وَلَا التَّحْدِيدِ لَهُ، وَلَكِنْ
يَرَوْنَهُ جَلَّ وَعَزَّ بِأَعْيُنِهِمْ عَلَى مَا يَشَاءُ هُوَ بِلَا كَيْفٍ
Maka, jikalau seluruh kaum Mu’minin dan seluruh kaum kafir sama-sama
tidak melihat-Nya, niscaya mereka semua akan terhalang dari-Nya (dan tidak ada
keistimewaan bagi kaum Mu’minin). Keyakinan ini dipegang tanpa meyakini adanya tajsim
(pemberian bentuk jasmani) pada Allah ‘Azza wa Jalla dan tanpa
memberikan batasan-batasan bagi-Nya. Akan tetapi, mereka (kaum Mu’min) akan
melihat-Nya—Jalla wa ‘Azza—dengan mata kepala mereka, sesuai dengan cara
yang Dia kehendaki, tanpa bertanya “bagaimana”.
[Hakikat Iman]
وَيَقُولُونَ إِنَّ الإِيمَانَ قَوْلٌ وَعَمَلٌ وَمَعْرِفَةٌ،
يَزِيدُ بِالطَّاعَةِ وَيَنْقُصُ بِالمَعْصِيَةِ، مَنْ كَثُرَتْ طَاعَتُهُ أَزْيَدُ
إِيمَانًا مِمَّنْ هُوَ دُونَهُ فِي الطَّاعَةِ.
Mereka (para Ahli Hadits) mengatakan bahwa Iman adalah perkataan,
perbuatan, dan pengetahuan (ma’rifah). Iman itu bertambah dengan
ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Orang yang ketaatannya banyak, maka
imannya lebih tinggi daripada orang yang ketaatannya lebih sedikit darinya.
[Keyakinan Mereka tentang Pelaku Dosa Besar]
وَيَقُولُونَ إِنَّ أَحَدًا مِنْ أَهْلِ التَّوْحِيدِ
وَمَنْ يُصَلِّي إِلَى قِبْلَةِ المُسْلِمِينَ، لَوِ ارْتَكَبَ ذَنْبًا، أَوْ ذُنُوبًا
كَثِيرَةً، صَغَائِرَ، أَوْ كَبَائِرَ، مَعَ الإِقَامَةِ عَلَى التَّوْحِيدِ لِلهِ
وَالإِقْرَارِ بِمَا التَزَمَهُ وَقَبِلَهُ اللهُ، فَإِنَّهُ لَا يَكْفُرُ بِهِ، وَيَرْجُونَ
لَهُ المَغْفِرَةَ، قَالَ تَعَالَى: ﴿وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ﴾
Mereka mengatakan bahwa tidak ada seorang pun dari kalangan ahli tauhid
dan orang yang Sholat menghadap qiblat kaum Muslimin, yang menjadi kafir hanya
karena ia melakukan satu dosa atau banyak dosa, baik itu dosa kecil maupun dosa
besar. Ini berlaku selama ia tetap teguh di atas tauhid kepada Allah dan
mengakui apa yang telah ia yakini dan terima dari Allah. Ahli Hadits justru
berharap ampunan untuknya, sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Dia
mengampuni dosa selain (syirik) itu, bagi siapa yang Dia kehendaki.”
[Hukum Orang yang Meninggalkan Sholat dengan Sengaja]
وَاخْتَلَفُوا فِي مُتَعَمِّدِي تَرْكِ الصَّلَاةِ
المَفْرُوضَةِ حَتَّى يَذْهَبَ وَقْتُهَا مِنْ غَيْرِ عُذْرٍ
Para ulama Ahli Hadits berbeda pendapat mengenai orang yang
sengaja meninggalkan Sholat wajib hingga habis waktunya tanpa ada uzur.
فَكَفَّرَهُ جَمَاعَةٌ لِمَا رُوِيَ عَنِ النَّبِيِّ
ﷺ أَنَّهُ قَالَ: «بَيْنَ العَبْدِ وَبَيْنَ الكُفْرِ تَرْكُ الصَّلَاةِ»
Satu kelompok mengafirkannya, berdasarkan riwayat dari Nabi ﷺ yang
bersabda: “Batas antara seorang hamba dengan kekafiran adalah meninggalkan Sholat.”
وَقَوْلُهُ: «مَنْ تَرَكَ الصَّلَاةَ فَقَدْ كَفَرَ»
Juga sabda beliau: “Siapa meninggalkan Sholat, maka ia telah kafir.”
وَ: «مَنْ تَرَكَ الصَّلَاةَ فَقَدْ بَرِئَتْ مِنْهُ
ذِمَّةُ اللهِ»
Juga hadits: “Siapa yang meninggalkan Sholat, maka ia telah terlepas
dari jaminan Allah.”
وَتَأَوَّلَ جَمَاعَةٌ مِنْهُمْ بِذَلِكَ مَنْ تَرَكَهَا
جَاحِدًا لَهَا، كَمَا قَالَ يُوسُفُ عَلَيْهِ السَّلَامُ: ﴿إِنِّي تَرَكْتُ مِلَّةَ
قَوْمٍ لَا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ﴾ تَرَكَ جُحُودَ الكُفْرِ
Kelompok lain menafsirkan hadits-hadits tersebut berlaku bagi orang yang
meninggalkannya karena juhud (mengingkari kewajibannya). Sebagaimana
perkataan Nabi Yusuf ‘alaihissalam: “Sungguh aku telah meninggalkan millah
(agama) suatu kaum yang tidak beriman kepada Allah.” Maksudnya adalah meninggalkan dalam artian
mengingkari kekafiran tersebut.
[Pendapat Para Ulama tentang Perbedaan Islam dan Iman]
وَقَالَ مِنْهُمْ: إِنَّ الإِيمَانَ قَوْلٌ وَعَمَلٌ،
وَالإِسْلَامَ فِعْلُ مَا فُرِضَ عَلَى الإِنْسَانِ أَنْ يَفْعَلَهُ،
Sebagian dari mereka berkata: Iman adalah ucapan dan amalan, sedangkan
Islam adalah melakukan apa yang diwajibkan atas seorang insan untuk ia lakukan.
إِذَا ذُكِرَ كُلُّ اسْمٍ مَضْمُومًا إِلَى الآخَرِ
فَقِيلَ: المُؤْمِنُونَ وَالمُسْلِمُونَ جَمِيعًا مُفْرَدَيْنِ أُرِيدَ بِأَحَدِهِمَا
مَعْنًى لَمْ يُرَدْ بِالآخَرِ، وَإِنْ ذُكِرَ أَحَدُ الِاسْمَيْنِ شَمِلَ الكُلَّ
وَعَمَّهُمْ.
Perbedaan ini berlaku jika kedua istilah (Mu’min dan Muslim) disebutkan
secara bersamaan, sehingga masing-masing memiliki makna yang berbeda. Namun,
jika hanya salah satu istilah yang disebut, maka ia mencakup dan meliputi
semuanya.
وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ قَالُوا: الإِسْلَامُ وَالإِيمَانُ
وَاحِدٌ، قَالَ عَزَّ وَجَلَّ: ﴿وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ
يُقْبَلَ مِنْهُ﴾
Kebanyakan dari mereka mengatakan: Islam dan Iman adalah satu dan sama.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: “Siapa mencari agama selain Islam, maka
sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya.” Logikanya, jika Iman adalah sesuatu yang lain
dari Islam, tentu ia tidak akan diterima.
وَقَالَ: ﴿فَأَخْرَجْنَا مَنْ كَانَ فِيهَا مِنَ
المُؤْمِنِينَ - فَمَا وَجَدْنَا فِيهَا غَيْرَ بَيْتٍ مِنَ المُسْلِمِينَ﴾
Allah juga berfirman: “Lalu Kami keluarkan orang-orang yang beriman yang
berada di negeri itu. Maka Kami tidak mendapati di negeri itu, kecuali sebuah
rumah dari orang-orang yang berserah diri (Muslim).”
وَمِنْهُمْ مَنْ ذَهَبَ إِلَى أَنَّ الإِسْلَامَ مُخْتَصٌّ
بِالِاسْتِسْلَامِ لِلهِ وَالخُضُوعِ لَهُ وَالِانْقِيَادِ لِحُكْمِهِ فِيمَا هُوَ
مُؤْمِنٌ بِهِ، كَمَا قَالَ: ﴿قَالَتِ الأَعْرَابُ آمَنَّا قُلْ لَمْ تُؤْمِنُوا
وَلَكِنْ قُولُوا أَسْلَمْنَا وَلَمَّا يَدْخُلِ الإِيمَانُ فِي قُلُوبِكُمْ﴾
Sebagian lain berpendapat bahwa Islam secara khusus bermakna kepasrahan
diri kepada Allah, ketundukan kepada-Nya, dan kepatuhan terhadap hukum-Nya
dalam hal-hal yang ia imani. Sebagaimana firman-Nya: “Orang-orang Arab Badui
itu berkata: ‘Kami telah beriman.’ Katakanlah: ‘Kalian belum beriman, tetapi
katakanlah ‘kami telah tunduk (pasrah/Islam)’ karena iman itu belum masuk ke
dalam hatimu.’”
وَقَالَ: ﴿يَمُنُّونَ عَلَيْكَ أَنْ أَسْلَمُوا
قُلْ لَا تَمُنُّوا عَلَيَّ إِسْلَامَكُمْ بَلِ اللَّهُ يَمُنُّ عَلَيْكُمْ أَنْ هَدَاكُمْ
لِلْإِيمَانِ﴾ وَهَذَا أَيْضًا دَلِيلٌ لِمَنْ قَالَ هُمَا وَاحِدٌ
Juga firman-Nya: “Mereka merasa berjasa kepadamu karena masuk Islam.
Katakanlah: Kalian jangan merasa berjasa kepadaku karena masuk Islam tetapi
Allah yang berjasa kepada kalian karena memberi hidayah iman kepada kalian.” Ini juga dalil bagi yang berpendapat Iman dan
Islam bermakna satu.
[Syafa’at, Telaga, Hari Kebangkitan, dan Perhitungan
Amal]
وَيَقُولُونَ إِنَّ اللهَ يُخْرِجُ مِنَ النَّارِ قَوْمًا
مِنْ أَهْلِ التَّوْحِيدِ بِشَفَاعَةِ الشَّافِعِينَ
Mereka mengatakan bahwa Allah akan mengeluarkan dari Naar suatu kaum
dari ahli tauhid berkat syafa’at dari para pemberi syafa’at.
وَأَنَّ الشَّفَاعَةَ حَقٌّ، وَالحَوْضَ حَقٌّ، وَالمَعَادَ
حَقٌّ، وَالحِسَابَ حَقٌّ
Syafa’at itu adalah haq (benar adanya), telaga (Al-Haudh) itu haq, hari Kebangkitan
itu haq, dan perhitungan amal (Hisab) itu haq.
[Tidak Memvonis Jannah atau Naar bagi Seorang Muslim
Tertentu]
وَلَا يَقْطَعُونَ عَلَى أَحَدٍ مِنْ أَهْلِ المِلَّةِ
أَنَّهُ مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ أَوْ مِنْ أَهْلِ النَّارِ، لِأَنَّ عِلْمَ ذَلِكَ يَغِيبُ
عَنْهُمْ، لَا يَدْرُونَ عَلَى مَاذَا المَوْتُ؟ أَعَلَى الإِسْلَامِ؟ أَمْ عَلَى الكُفْرِ؟
Mereka tidak memvonis secara pasti seorang pun dari pemeluk agama ini
sebagai penghuni Jannah atau penghuni Naar. Sebab, pengetahuan tentang hal itu ghoib
bagi mereka; mereka tidak tahu di atas keadaan apa seseorang itu meninggal
dunia, apakah di atas Islam atau kekafiran?
وَلَكِنْ يَقُولُونَ إِنَّ مَنْ مَاتَ عَلَى الإِسْلَامِ
مُجْتَنِبًا لِلْكَبَائِرِ وَالأَهْوَاءِ وَالآثَامِ، فَهُوَ مِنْ أَهْلِ الجَنَّةِ،
لِقَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿إِنَّ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ﴾ وَلَمْ
يَذْكُرْ عَنْهُمْ ذَنْبًا ﴿أُولَئِكَ هُمْ خَيْرُ البَرِيَّةِ - جَزَاؤُهُمْ عِنْدَ
رَبِّهِمْ جَنَّاتُ عَدْنٍ﴾
Akan tetapi, mereka mengatakan bahwa siapa yang meninggal di atas Islam
seraya menjauhi dosa-dosa besar, hawa nafsu (yang menyesatkan), dan perbuatan
maksiat, maka ia termasuk penghuni Jannah. Ini berdasarkan firman Allah Ta’ala:
“Sungguh orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal sholih, mereka itu
adalah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka di sisi Robb mereka ialah Jannah ‘Adn...” Tanpa menyebut dosa mereka.
وَمَنْ شَهِدَ لَهُ النَّبِيُّ ﷺ بِعَيْنِهِ وَصَحَّ
لَهُ ذَلِكَ عَنْهُ، فَإِنَّهُمْ يَشْهَدُونَ لَهُ بِذَلِكَ، اتِّبَاعًا لِرَسُولِ
اللهِ ﷺ وَتَصْدِيقًا لِقَوْلِهِ.
Adapun orang yang telah disaksikan (jaminan Jannah) untuknya oleh Nabi ﷺ
secara pribadi, dan riwayat tentangnya itu shohih, maka mereka pun akan bersaksi
untuknya, sebagai bentuk ittiba’ (mengikuti) kepada Rosulullah ﷺ dan
membenarkan sabdanya.
[Adzab Kubur]
وَيَقُولُونَ إِنَّ عَذَابَ القَبْرِ حَقٌّ، يُعَذِّبُ
اللهُ مَنِ اسْتَحَقَّهُ إِنْ شَاءَ، وَإِنْ شَاءَ عَفَى عَنْهُ، لِقَوْلِهِ تَعَالَى:
﴿النَّارُ يُعْرَضُونَ عَلَيْهَا غُدُوًّا وَعَشِيًّا وَيَوْمَ تَقُومُ السَّاعَةُ
أَدْخِلُوا آلَ فِرْعَوْنَ أَشَدَّ العَذَابِ﴾
Mereka mengatakan bahwa adzab kubur itu haq. Allah akan mengadzab siapa
saja yang pantas mendapatkannya jika Dia berkehendak, dan jika Dia berkehendak
lain, Dia akan memaafkannya. Berdasarkan firman Alloh ﷻ: “Api diperlihatkan kepada
mereka pada waktu pagi dan petang. Dan pada hari ketika terjadi Kiamat,
(dikatakan kepada Malaikat), “Masukkanlah Fir’aun dan kaumnya ke dalam adzab
yang sangat keras.”
فَأَثْبَتَ لَهُمْ مَا بَقِيَتِ الدُّنْيَا عَذَابًا
بِالغُدُوِّ وَالعَشِيِّ دُونَ مَا بَيْنَهُمَا، حَتَّى إِذَا قَامَتِ القِيَامَةُ
عُذِّبُوا أَشَدَّ العَذَابِ، بِلَا تَخْفِيفٍ عَنْهُمْ كَمَا كَانَ فِي الدُّنْيَا
Maka Alloh menetapkan bagi mereka adzab setiap pagi dan petang selama
masih ada di dunia ini, dan tidak diadzab di antara waktu pagi dan petang itu.
Hingga ketika Kiamat tiba, mereka akan diadzab dengan adzab yang paling keras.
Tanpa adanya keringanan sedikit pun sebagaimana yang mereka dapatkan di dunia.
وَقَالَ: ﴿وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ
لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا﴾ يَعْنِي قَبْلَ فَنَاءِ الدُّنْيَا، لِقَوْلِهِ بَعْدَ
ذَلِكَ: ﴿وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ القِيَامَةِ أَعْمَى﴾
Dan Alloh ﷻ berfirman: “Siapa yang berpaling dari
peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit.”
Yaitu sebelum dunia ini hancur. Karena Dia berfirman setelahnya: “Kami
akan mengumpulkannya pada Hari Kiamat dalam keadaan buta.”
بَيَّنَ أَنَّ المَعِيشَةَ الضَّنْكَ قَبْلَ يَوْمِ
القِيَامَةِ، وَفِي مُعَايَنَتِنَا اليَهُودَ وَالنَّصَارَى وَالمُشْرِكِينَ فِي العَيْشِ
الرَّغَدِ وَالرَّفَاهِيَةِ فِي المَعِيشَةِ مَا يُعْلَمُ بِهِ أَنَّهُ لَمْ يُرِدْ
بِهِ ضِيقَ الرِّزْقِ فِي الحَيَاةِ الدُّنْيَا لِوُجُودِ مُشْرِكِينَ فِي سَعَةٍ مِنْ
أَرْزَاقِهِمْ، وَإِنَّمَا أَرَادَ بِهِ بَعْدَ المَوْتِ، قَبْلَ الحَشْرِ
Ayat ini menjelaskan bahwa al-ma’isyah adh-dhonka (kehidupan yang
sempit) adalah sebelum Hari Kiamat. Dan pada kenyataannya, Yahudi, Nashoro, dan
orang-orang musyrik itu menikmati kehidupan yang serba berkecukupan dan mewah.
Dari sini diketahui bahwa yang dimaksud dengan “sempitnya rizqi” bukan saat
mereka hidup di dunia ini. Karena pada kenyataannya ada saja orang-orang musyrik
yang rizqinya lapang. Maka yang dimaksudkan adalah setelah mati, sebelum Hari
Kiamat.
[Pertanyaan Munkar dan Nakir]
وَيُؤْمِنُونَ بِمَسْالةِ مُنْكَرٍ وَنَكِيرٍ عَلَى
مَا ثَبَتَ بِهِ الخَبَرُ عَنْ رَسُولِ اللهِ ﷺ، مَعَ قَوْلِ اللهِ تَعَالَى: ﴿يُثَبِّتُ
اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا بِالقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الآخِرَةِ
وَيُضِلُّ اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ﴾ وَمَا وَرَدَ
تَفْسِيرُهُ عَنِ النَّبِيِّ.
Mereka beriman kepada adanya pertanyaan oleh malaikat Munkar dan Nakir,
sesuai dengan berita yang telah shohih dari Rosulullah ﷺ dan didukung oleh firman
Allah: “Allah meneguhkan orang-orang beriman dengan ucapan yang teguh di
kehidupan dunia dan Akhiroh. Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki dan
Allah berbuat sekehendak-Nya.” Berikut tafsirnya
dari Nabi ﷺ
tentangnya (yakni Akhirot bermakna Barzakh).
[Meninggalkan Perdebatan dalam Agama]
وَيَرَوْنَ تَرْكَ الخُصُومَاتِ وَالمِرَاءِ فِي القُرْآنِ
وَغَيْرِهِ، لِقَوْلِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ: ﴿مَا يُجَادِلُ فِي آيَاتِ اللَّهِ إِلَّا
الَّذِينَ كَفَرُوا﴾ يَعْنِي يُجَادِلُ فِيهَا تَكْذِيبًا بِهَا وَاللهُ أَعْلَمُ.
Mereka berpandangan untuk meninggalkan perdebatan dan pertengkaran dalam
urusan Al-Qur’an dan selainnya, berdasarkan firman Allah: “Tidak ada yang
mendebat ayat-ayat Allah kecuali orang-orang kafir.” yakni mendebat untuk mendustakannya. Allahu a’lam.
[Khilafah Ar-Rosyidin]
وَيُثْبِتُونَ خِلَافَةَ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ بَعْدَ رَسُولِ اللهِ ﷺ، بِاخْتِيَارِ الصَّحَابَةِ إِيَّاهُ، ثُمَّ خِلَافَةَ
عُمَرَ بَعْدَ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ بِاسْتِخْلَافِ أَبِي بَكْرٍ إِيَّاهُ،
ثُمَّ خِلَافَةَ عُثْمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ بِاجْتِمَاعِ أَهْلِ الشُّورَى وَسَائِرِ
المُسْلِمِينَ عَلَيْهِ عَنْ أَمْرِ عُمَرَ ثُمَّ خِلَافَةَ عَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ
رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ بَيْعَةِ مَنْ بَايَعَ مِنَ البَدْرِيِّينَ عَمَّارِ بْنِ
يَاسِرٍ وَسَهْلِ بْنِ حُنَيْفٍ وَمَنْ تَبِعَهُمَا مِنْ سَائِرِ الصَّحَابَةِ مَعَ
سَابِقِهِ وَفَضْلِهِ.
Mereka menetapkan keabsahan khilafah Abu Bakr Rodhiyallahu ‘Anhu
setelah Rosulullah ﷺ wafat melalui pilihan para Shohabat. Kemudian khilafah ‘Umar Rodhiyallahu
‘Anhu setelah Abu Bakr melalui penunjukan oleh Abu Bakr. Kemudian khilafah ‘Utsman
Rodhiyallahu ‘Anhu melalui kesepakatan ahlus syuro (dewan musyawarah)
atas perintah ‘Umar. Kemudian khilafah ‘Ali bin Abi Tholib Rodhiyallahu ‘Anhu
melalui baiat dari para Shohabat senior peserta Perang Badr seperti Ammar bin
Yasir, Sahl bin Hunaif, beserta seluruh Shohabat yang mengikuti keduanya,
disamping keutaman Ali dalam terdahulu masuk Islam dan keutamaan lainnya.
[Tingkatan Keutamaan Shohabat]
وَيَقُولُونَ بِتَفْضِيلِ الصَّحَابَةِ رَضِيَ اللهُ
عَنْهُمْ، لِقَوْلِهِ: ﴿لَقَدْ رَضِيَ اللَّهُ عَنِ المُؤْمِنِينَ إِذْ يُبَايِعُونَكَ
تَحْتَ الشَّجَرَةِ﴾
Dan mereka mengatakan keutamaan Shohabat Rodhiyallahu ‘Anhum.
Berdasarkan firman Alloh ﷻ: “Sungguh, Alloh telah ridho kepada
orang-orang Mu’min ketika mereka berjanji setia kepadamu (Muhammad) di bawah
pohon.”
وَقَوْلِهِ: ﴿وَالسَّابِقُونَ الأَوَّلُونَ مِنَ
المُهَاجِرِينَ وَالأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمْ﴾ [التوبة: 100]
Dan firman-Nya: “Orang-orang yang paling dahulu (beriman) dari kalangan
Muhajirin dan Anshor dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Alloh ridho
kepada mereka.”
وَمَنْ أَثْبَتَ اللهُ رِضَاهُ عَنْهُ لَمْ يَكُنْ
مِنْهُمْ بَعْدَ ذَلِكَ مَا يُوجِبُ سَخَطَ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَلَمْ يُوجِبْ ذَلِكَ
لِلتَّابِعِينَ إِلَّا بِشَرْطِ الإِحْسَانِ، فَمَنْ كَانَ مِنَ التَّابِعِينَ مِنْ
بَعْدِهِمْ يَتَنَقَّصُهُمْ لَمْ يَأْتِ بِالإِحْسَانِ، فَلَا مَدْخَلَ لَهُ فِي ذَلِكَ
Siapa saja yang Alloh telah tetapkan keridhoan-Nya kepada mereka, maka
tidak akan ada dari mereka setelah itu sesuatu yang menyebabkan murka Alloh ‘Azza
wa Jalla. Alloh tidak mewajibkan keridhoan itu bagi para Tabi’in kecuali
dengan syarat al-ihsan (berbuat baik). Siapa saja di antara para Tabi’in
setelah mereka (Shohabat) yang mencela mereka (Shohabat), maka dia tidak datang
dengan ihsan. Dia tidak memiliki tempat di dalam ayat itu.
[Pendapat Mereka Tentang Siapa yang Membenci Shohabat]
وَمَنْ غَاظَهُ مَكَانُهُمْ مِنَ اللهِ فَهُوَ مَخُوفٌ
عَلَيْهِ مَا لَا شَيْءَ أَعْظَمُ مِنْهُ، لِقَوْلِهِ عَزَّ وَجَلَّ: ﴿مُحَمَّدٌ
رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ﴾ إِلَى قَوْلِهِ ﴿وَمَثَلُهُمْ فِي الإِنْجِيلِ
كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ
الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الكُفَّارَ﴾ فَأَخْبَرَ أَنَّهُ جَعَلَهُمْ غَيْظًا
لِلْكَافِرِينَ
Siapa saja yang jengkel karena kedudukan mereka di sisi Alloh, maka dia
berada dalam puncak ketakutan yang tidak ada yang lebih besar darinya.
Berdasarkan firman Alloh ‘Azza wa Jalla: “Muhammad itu utusan Alloh dan
orang-orang yang bersamanya... [sampai ayat] ...Dan perumpamaan mereka dalam
Injil adalah seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya, lalu tunas itu
menjadikan tanaman itu kuat, lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas
batangnya; ia menyenangkan hati penanamnya dan membuat jengkel orang-orang kafir.”
Maka Alloh mengabarkan bahwa Dia
menjadikan mereka sebagai kejengkelan bagi orang-orang Kafir.
[Kepemimpinan Shohabat]
وَقَالُوا بِخِلَافَتِهِمْ، لِقَوْلِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ:
﴿وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ﴾ فَخَاطَبَ
بِقَوْلِهِ مِنْكُمْ مَنْ وُلِدَ الآنَ وَهُوَ مَعَ النَّبِيِّ ﷺ عَلَى دِينِهِ، فَقَالَ
بَعْدَ ذَلِكَ: ﴿لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ
مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ
مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا﴾
Mereka (Aimmah Hadits) mengatakan tentang kekhilafahan mereka,
berdasarkan firman Alloh ‘Azza wa Jalla: “Alloh telah menjanjikan kepada
orang-orang di antara kamu yang beriman dan beramal sholih…” Dengan firman-Nya “minkum” (di antara
kamu) Dia menyapa siapa saja yang lahir saat itu dan dia bersama Nabi ﷺ di
atas agamanya. Kemudian Alloh berfirman setelah itu: “...Dia benar-benar akan
menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan
orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh, Dia benar-benar akan
meneguhkan bagi mereka agama yang telah Dia ridhoi untuk mereka, dan Dia
benar-benar akan mengubah (keadaan) mereka, setelah berada dalam ketakutan
menjadi aman sentosa. Mereka (tetap) menyembah-Ku dengan tidak
mempersekutukan-Ku dengan sesuatu pun.”
فَمَكَّنَ اللهُ بِأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ
الدِّينَ، وَعَدَ اللهُ آمِنِينَ يَغْزُونَ وَلَا يُغْزَوْنَ، وَيُخِيفُونَ العَدُوَّ
وَلَا يُخِيفُهُمُ العَدُوُّ
Maka Alloh mengokohkan agama melalui Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Utsman. Alloh
menjanjikan mereka dalam keadaan aman, mereka menyerang dan tidak diserang,
mereka menakut-nakuti musuh dan musuh tidak menakut-nakuti mereka.
وَقَالَ عَزَّ وَجَلَّ لِلَّذِينَ تَخَلَّفُوا عَنْ
نَبِيِّهِ فِي الغَزْوَةِ الَّتِي نَدَبَهُمُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ بِقَوْلِهِ: ﴿فَإِنْ
رَجَعَكَ اللَّهُ إِلَى طَائِفَةٍ مِنْهُمْ فَاسْتَأْذَنُوكَ لِلْخُرُوجِ فَقُلْ لَنْ
تَخْرُجُوا مَعِيَ أَبَدًا وَلَنْ تُقَاتِلُوا مَعِيَ عَدُوًّا إِنَّكُمْ رَضِيتُمْ
بِالقُعُودِ أَوَّلَ مَرَّةٍ فَاقْعُدُوا مَعَ الخَالِفِينَ﴾
Alloh ‘Azza wa Jalla berfirman kepada mereka yang tidak ikut
serta bersama Nabi ﷺ dalam perang yang Alloh ‘Azza wa Jalla perintahkan. Dia
berfirman: “Maka jika Alloh mengembalikanmu kepada segolongan dari mereka, lalu
mereka meminta idzin kepadamu untuk ikut keluar (perang), maka katakanlah, ‘Kamu
tidak akan keluar bersamaku selama-lamanya dan kamu tidak akan memerangi musuh
bersamaku. Sesungguhnya kamu telah rela (tidak ikut) duduk bersama yang tidak
ikut pada kali pertama, karena itu duduklah (tinggallah) bersama orang-orang
yang tidak ikut.’”
فَلَمَّا لَقُوا النَّبِيَّ ﷺ يَسْالونَهُ الإِذْنَ
فِي الخُرُوجِ لِلْعَدُوِّ فَلَمْ يَأْذَنْ لَهُمْ، أَنْزَلَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ:
﴿سَيَقُولُ المُخَلَّفُونَ إِذَا انْطَلَقْتُمْ إِلَى مَغَانِمَ لِتَأْخُذُوهَا
ذَرُونَا نَتَّبِعْكُمْ يُرِيدُونَ أَنْ يُبَدِّلُوا كَلَامَ اللَّهِ قُلْ لَنْ تَتَّبِعُونَا
كَذَلِكُمْ قَالَ اللَّهُ مِنْ قَبْلُ فَسَيَقُولُونَ بَلْ تَحْسُدُونَنَا بَلْ كَانُوا
لَا يَفْقَهُونَ إِلَّا قَلِيلًا﴾
Ketika mereka menemui Nabi ﷺ, mereka meminta idzin untuk
keluar menghadapi musuh. Namun beliau tidak mengidzininya. Maka Alloh ‘Azza
wa Jalla menurunkan: “Orang-orang yang ditinggalkan (tidak ikut ke
Hudaibiyyah) akan berkata apabila kamu berangkat untuk mengambil harta
rampasan, ‘Biarkanlah kami mengikuti kamu.’ Mereka hendak mengubah janji Alloh.
Katakanlah, ‘Kamu sekali-kali tidak boleh mengikuti kami. Demikianlah kata
Alloh sejak semula.’ Lalu mereka akan mengatakan, ‘Bahkan kamu dengki kepada
kami.’ Padahal mereka tidak mengerti kecuali sedikit sekali yang mengerti.”
وَقَالَ لَهُمْ: ﴿قُلْ لِلْمُخَلَّفِينَ مِنَ الأَعْرَابِ
سَتُدْعَوْنَ إِلَى قَوْمٍ أُولِي بَأْسٍ شَدِيدٍ تُقَاتِلُونَهُمْ أَوْ يُسْلِمُونَ
فَإِنْ تُطِيعُوا يُؤْتِكُمُ اللَّهُ أَجْرًا حَسَنًا وَإِنْ تَتَوَلَّوْا كَمَا تَوَلَّيْتُمْ
مِنْ قَبْلُ يُعَذِّبْكُمْ عَذَابًا اليمًا﴾
Dia berfirman kepada mereka: Katakanlah kepada orang-orang Arob Badui
yang ditinggalkan, “Kamu akan diajak (berperang) melawan suatu kaum yang
mempunyai kekuatan dan keberanian yang hebat. Kamu perangi mereka, atau mereka
menyerah. Jika kamu patuhi (ajakan itu) Alloh akan memberimu pahala yang baik.
Tetapi jika kamu berpaling seperti saat kamu berpaling dahulu, niscaya Dia
mengadzabmu dengan adzab yang pedih.”
وَالَّذِينَ كَانُوا فِي عَهْدِ رَسُولِ اللهِ ﷺ أَحْيَاءً
خُوطِبُوا بِذَلِكَ لَمَّا تَخَلَّفُوا عَنْهُ، وَبَقِيَ مِنْهُمْ فِي خِلَافَةِ أَبِي
بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ مَا أَوْجَبَ لَهُمْ بِطَاعَتِهِمْ
إِيَّاهُمُ الأَجْرَ وَبِتَرْكِ طَاعَتِهِمُ العَذَابَ الاليمَ، إِيذَانًا مِنَ اللهِ
عَزَّ وَجَلَّ بِخِلَافَتِهِمْ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ
Dan mereka yang masih hidup di zaman Rosulullah ﷺ diseru dengan ayat tersebut
ketika mereka tidak ikut serta bersama beliau. Dan yang masih hidup di antara
mereka pada masa kekhilafahan Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Utsman Rodhiyallahu
‘Anhum, Alloh wajibkan bagi mereka pahala karena ketaatan mereka kepada
para Khulafa’ itu. Dan jika mereka tidak menaatinya, mereka akan mendapatkan
adzab yang pedih. Ini adalah pemberitahuan dari Alloh ‘Azza wa Jalla
tentang kekhilafahan mereka Rodhiyallahu ‘Anhum.
وَلَا جَعَلَ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِأَحَدٍ مِنْهُمْ،
فَإِذَا أُثْبِتَتْ خِلَافَةُ وَاحِدٍ مِنْهُمْ انْتَظَمَ مِنْهَا خِلَافَةُ الأَرْبَعَةِ
Dia tidak menjadikan kebencian pada hati kita kepada seorang pun dari
mereka. Apabila satu kekholifahan dari mereka ditetapkan maka kekholifahan
lainnya berurutan.
[Sholat Jumat di Belakang Setiap Penguasa Muslim]
وَيَرَوْنَ الصَّلَاةَ -الجُمُعَةَ وَغَيْرَهَا- خَلْفَ
كُلِّ إِمَامٍ مُسْلِمٍ بَرًّا كَانَ أَوْ فَاجِرًا، فَإِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ فَرَضَ
الجُمُعَةَ وَأَمَرَ بِإِتْيَانِهَا فَرْضًا مُطْلَقًا، مَعَ عِلْمِهِ تَعَالَى بِأَنَّ
القَائِمِينَ يَكُونُ مِنْهُمُ الفَاجِرُ وَالفَاسِقُ، وَلَمْ يَسْتَثْنِ وَقْتًا دُونَ
وَقْتٍ، وَلَا أَمْرًا بِالنِّدَاءِ لِلْجُمُعَةِ دُونَ أَمْرٍ.
Mereka berpandangan Sholat—Jumat dan lainnya—di belakang setiap penguasa
Muslim, baik yang sholih maupun yang fajir (jahat). Karena Alloh ‘Azza wa
Jalla telah mewajibkan Jumat dan memerintahkan untuk melaksanakannya secara
mutlak. Dia Maha Mengetahui bahwa para pemimpin Sholat itu ada yang fajir dan
fasiq. Dia tidak mengecualikan waktu tertentu atau perintah tertentu dalam menyeru
Sholat Jumat.
[Jihad Bersama Para Pemimpin Walaupun Mereka Zholim]
وَيَرَوْنَ جِهَادَ الكُفَّارِ مَعَهُمْ، وَإِنْ كَانُوا
جَوَرَةً، وَيَرَوْنَ الدُّعَاءَ لَهُمْ بِالصَّلَاحِ وَالعَطْفِ إِلَى العَدْلِ، وَلَا
يَرَوْنَ الخُرُوجَ بِالسَّيْفِ عَلَيْهِمْ، وَلَا قِتَالَ الفِتْنَةِ، وَيَرَوْنَ
قِتَالَ الفِئَةِ البَاغِيَةِ مَعَ الإِمَامِ العَادِلِ، إِذَا كَانَ وَوُجِدَ عَلَى
شَرْطِهِمْ فِي ذَلِكَ.
Mereka berpandangan jihad melawan orang-orang Kafir bersama mereka
(pemimpin), meskipun mereka zholim. Mereka berpandangan untuk mendoakan mereka
agar menjadi baik dan berpihak kepada keadilan. Mereka tidak berpandangan untuk
keluar dengan pedang melawan mereka dan tidak berpandangan turut serta dalam perang
fitnah (saudara). Mereka berpandangan untuk memerangi kelompok yang memberontak
bersama penguasa yang adil, jika ada dan berada pada syarat yang mereka
tentukan dalam hal tersebut.
[Negeri Islam]
وَيَرَوْنَ الدَّارَ دَارَ الإِسْلَامِ لَا دَارَ الكُفْرِ
كَمَا رَأَتْهُ المُعْتَزِلَةُ، مَا دَامَ النِّدَاءُ بِالصَّلَاةِ وَالإِقَامَةِ ظَاهِرَيْنِ
وَأَهْلُهَا مُمَكَّنِينَ مِنْهَا آمِنِينَ
Mereka berpandangan bahwa suatu negeri adalah Darul Islam (negeri Islam)
bukan Darul Kufur (negeri Kufur) sebagaimana yang dilihat oleh Al-Mu’tazilah,
selama seruan untuk Sholat dan iqomah nampak dan penduduknya diberikan keluasan
atasnya dalam keadaan aman.
[Amal Perbuatan Hamba Tidak Menjadikan Mereka Masuk
Jannah Kecuali Karena Karunia Alloh]
وَيَرَوْنَ أَنَّ أَحَدًا لَا تَخْلُصُ لَهُ الجَنَّةُ،
وَإِنْ عَمِلَ أَيَّ عَمَلٍ، إِلَّا بِفَضْلِ اللهِ وَرَحْمَتِهِ الَّتِي يَخُصُّ بِهِمَا
مَنْ يَشَاءُ
Mereka berpandangan bahwa tidak seorang pun yang akan masuk Jannah
dengan amal perbuatannya, meskipun dia melakukan amal apa pun, kecuali dengan
karunia dan rohmat Alloh yang Dia khususkan untuk siapa saja yang Dia
kehendaki.
فَإِنَّ عَمَلَهُ لِلْخَيْرِ وَتَنَاوُلَهُ الطَّاعَاتِ
إِنَّمَا عَنْ فَضْلِ اللهِ الَّذِي لَوْ لَمْ يَتَفَضَّلْ بِهِ عَلَيْهِ لَمْ يَكُنْ
لِأَحَدٍ عَلَى اللهِ حُجَّةٌ وَلَا عُذْرٌ، كَمَا قَالَ اللهُ: ﴿وَلَوْلَا فَضْلُ
اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ مَا زَكَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ أَبَدًا وَلَكِنَّ
اللَّهَ يُزَكِّي مَنْ يَشَاءُ﴾
Karena amal baiknya dan amal ketaatannya itu sesungguhnya adalah dari
karunia Alloh. Seandainya Alloh tidak mengaruniakannya, tidak akan ada alasan
dan udzur bagi siapa pun di hadapan Alloh. Sebagaimana firman Alloh: “Sekiranya
bukan karena karunia Alloh dan rohmat-Nya kepadamu, niscaya tidak ada seorang
pun di antara kamu yang bersih (dari dosa) selama-lamanya. Tetapi Alloh
membersihkan siapa yang Dia kehendaki.”
﴿وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ
الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا﴾
“Sekiranya bukan karena karunia Alloh dan rohmat-Nya kepadamu,
tentu kamu mengikuti syaithon, kecuali sebagian kecil saja (yang tidak).”
وَقَالَ: ﴿يَخْتَصُّ بِرَحْمَتِهِ مَنْ يَشَاءُ﴾
“Dia mengkhususkan rahmat-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki.”
[Ketentuan Ajal]
وَيَقُولُونَ إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ أَجَّلَ لِكُلِّ
حَيٍّ مَخْلُوقٍ أَجَلًا هُوَ بَالِغُهُ فَإِذَا جَاءَ أَجَلُهُمْ لَا يَسْتَأْخِرُونَ
سَاعَةً وَلَا يَسْتَقْدِمُونَ وَإِنْ مَاتَ أَوْ قُتِلَ فَهُوَ عِنْدَ انْتِهَاءِ
أَجَلِهِ المُسَمَّى لَهُ كَمَا قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ ﴿قُلْ لَوْ كُنْتُمْ
فِي بُيُوتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِينَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ القَتْلُ إِلَى مَضَاجِعِهِمْ﴾
Mereka mengatakan bahwa Alloh ‘Azza wa Jalla telah menentukan
bagi setiap makhluk yang hidup sebuah ajal yang akan dia capai. Ketika ajal
mereka datang, mereka tidak akan bisa menunda atau mempercepatnya sesaat pun.
Dan jika dia meninggal atau terbunuh, itu adalah akhir dari ajal yang telah
ditetapkan baginya. Sebagaimana Alloh ‘Azza wa Jalla berfirman: Katakanlah
(Muhammad), “Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah
ditetapkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh.”
[Ar-Rozzaq adalah Alloh]
وَإِنَّ اللهَ تَعَالَى يَرْزُقُ كُلَّ حَيٍّ مَخْلُوقٍ
رِزْقَ الغِذَاءِ الَّذِي بِهِ قِوَامُ الحَيَاةِ، وَهُوَ يَضْمَنُهُ اللهُ لِمَنْ
أَبْقَاهُ مِنْ خَلْقِهِ، وَهُوَ الَّذِي رَزَقَهُ مِنْ حَلَالٍ أَوْ مِنْ حَرَامٍ،
وَكَذَلِكَ رِزْقُ الزِّينَةِ الفَاضِلُ عَمَّا يَحْيَا بِهِ.
Alloh Ta’ala memberikan rizqi kepada setiap makhluk yang hidup,
yaitu rizqi makanan yang menjadi penopang kehidupan. Dia menjaminnya bagi siapa
saja dari makhluk-Nya yang Dia biarkan hidup. Dia adalah yang memberikan rizqi
dari yang halal maupun yang harom. Demikian pula rizqi perhiasan (tambahan)
yang lebih dari kadar yang dibutuhkannya.
[Alloh Pencipta Syaithon dan Bisikannya]
وَيُؤْمِنُونَ بِأَنَّ اللهَ تَعَالَى خَلَقَ الشَّيَاطِينَ
تُوَسْوِسُ لِلْآدَمِيِّينَ وَيَخْدَعُونَهُمْ وَيُغْرُونَهُمْ، وَأَنَّ الشَّيْطَانَ
يَتَخَبَّطُ الإِنْسَانَ
Mereka beriman bahwa Alloh Ta’ala menciptakan syaithon yang
membisikkan bisikan kepada anak-cucu Adam dan menipu mereka, serta mendorong manusia
(kepada kejelekan). Syaithon itu dapat menjatuhkan (atau merasuki) manusia.
[Sihir dan Tukang Sihir]
وَأَنَّ فِي الدُّنْيَا سِحْرًا وَسَحَرَةً، وَأَنَّ
السِّحْرَ وَاسْتِعْمَالَهُ كُفْرٌ مِنْ فَاعِلِهِ، مُعْتَقِدًا لَهُ، نَافِعًا ضَارًّا
بِغَيْرِ إِذْنِ اللهِ.
Di dunia ini ada sihir dan tukang sihir. Sihir serta penggunaannya
adalah kekufuran bagi pelakunya, jika meyakini bahwa sihir itu bermanfaat dan
membahayakan tanpa idzin dari Alloh.
[Menjauhi Bid’ah]
وَيَرَوْنَ مُجَانَبَةَ البِدْعَةِ وَالآثَامِ، وَالفَخْرِ،
وَالتَّكَبُّرِ، وَالعُجْبِ، وَالخِيَانَةِ، وَالدَّغَلِ، وَالسِّعَايَةِ، وَيَرَوْنَ
كَفَّ الأَذَى وَتَرْكَ الغِيبَةِ إِلَّا لِمَنْ أَظْهَرَ بِدْعَةً وَهُوَ يَدْعُو
إِلَيْهَا، فَالقَوْلُ فِيهِ لَيْسَ بِغِيبَةٍ عِنْدَهُمْ.
Mereka berpandangan untuk menjauhi bid’ah, dosa-dosa, kesombongan,
takabbur, ‘ujub (berbangga diri), khianat, kecurangan, dan adu domba. Mereka
berpandangan untuk menahan diri dari menyakiti dan meninggalkan ghibah, kecuali
bagi siapa saja yang menampakkan bid’ah dan mengajak kepadanya. Maka
membicarakan dia bukanlah ghibah menurut mereka.
[Menuntut Ilmu]
وَيَرَوْنَ تَعَلُّمَ العِلْمِ وَطَلَبَهُ مِنْ مَظَانِّهِ،
وَالجِدَّ فِي تَعَلُّمِ القُرْآنِ وَعُلُومِهِ وَتَفْسِيرِهِ، وَسَمَاعِ سُنَنِ الرَّسُولِ
ﷺ وَجَمْعِهَا وَالتَّفَقُّهَ فِيهَا، وَطَلَبَ آثَارِ الصَّحَابَةِ.
Mereka berpandangan untuk menuntut ilmu dan mencarinya dari sumbernya,
dan bersungguh-sungguh dalam mempelajari Al-Qur’an dan ilmu-ilmunya serta
tafsirnya, mendengarkan Sunnah Rosul ﷺ dan mengumpulkannya serta
mendalaminya, dan mencari atsar para Shohabat.
[Menahan Diri dari Mencela Shohabat]
وَالكَفَّ عَنِ الوَقِيعَةِ فِيهِمْ، وَتَأَوُّلِ القَبِيحِ
عَلَيْهِمْ، وَيَكِلُونَهُمْ فِيمَا جَرَى بَيْنَهُمْ عَلَى التَّأْوِيلِ إِلَى اللهِ
عَزَّ وَجَلَّ.
Ahli Hadits diam dari mencela mereka, serta diam dari menganggap buruk
apa yang mereka lakukan. Ahli Hadits menyerahkan urusan perselisihan yang
terjadi di antara mereka berdasarkan penafsiran kepada Alloh ‘Azza wa Jalla.
[Melazimi Jama’ah]
مَعَ لُزُومِ الجَمَاعَةِ، وَالتَّعَفُّفِ فِي المَأْكَلِ
وَالمَشْرَبِ وَالمَلْبَسِ، وَالسَّعْيِ فِي عَمَلِ الخَيْرِ، وَالأَمْرِ بِالمَعْرُوفِ
وَالنَّهْيِ عَنِ المُنْكَرِ، وَالإِعْرَاضِ عَنِ الجَاهِلِينَ حَتَّى يُعَلِّمُوهُمْ
وَيُبَيِّنُوا لَهُمُ الحَقَّ، ثُمَّ الإِنْكَارِ وَالعُقُوبَةِ مِنْ بَعْدِ البَيَانِ
وَإِقَامَةِ العُذْرِ بَيْنَهُمْ وَمِنْهُمْ.
Mereka juga melazimi jama’ah, menjaga diri dalam hal makanan, minuman,
dan pakaian. Mereka berusaha melakukan amal sholih, amar ma’ruf nahi munkar,
dan berpaling dari orang-orang yang jahil, bahkan mereka (Ahli Hadits)
mengajari dan menjelaskan kebenaran kepada mereka. Setelah penjelasan dan
penegakan udzur di antara dan dari mereka, barulah mengingkari dan memberikan
hukuman.
[Wajibnya Melazimi Madz-hab Ahli Hadits, Firqoh yang
Selamat]
هَذَا أَصْلُ الدِّينِ وَالمَذْهَبِ، اعْتِقَادُ أَئِمَّةِ
أَهْلِ الحَدِيثِ، الَّذِينَ لَمْ تَشِنْهُمْ بِدْعَةٌ، وَلَمْ تُلَبِّسْهُمْ فِتْنَةٌ،
وَلَمْ يَخْفُوا إِلَى مَكْرُوهٍ فِي دِينٍ، وَلَا تَفَرَّقُوا عَنْهُ.
Ini adalah pokok agama dan madz-hab, yaitu keyakinan para imam Ahli
Hadits, yang tidak dinodai oleh bid’ah, tidak dicampuri oleh fitnah, dan tidak
bersembunyi di balik sesuatu yang dibenci dalam agama, serta tidak berpecah
darinya.
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللهَ تَعَالَى أَوْجَبَ فِي كِتَابِهِ
مَحَبَّتَهُ وَمَغْفِرَتَهُ لِمُتَّبِعِي رَسُولِهِ ﷺ فِي كِتَابِهِ، وَجَعَلَهُمُ
الفِرْقَةَ النَّاجِيَةَ وَالجَمَاعَةَ المُتَّبَعَةَ، فَقَالَ عَزَّ وَجَلَّ لِمَنِ
ادَّعَى أَنَّهُ يُحِبُّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ: ﴿قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللَّهَ
فَاتَّبِعُونِي يُحْبِبْكُمُ اللَّهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ﴾
Ketahuilah bahwa Alloh Ta’ala telah mewajibkan di dalam Kitab-Nya
cinta dan ampunan-Nya bagi para pengikut Rosul-Nya ﷺ. Dia menjadikan mereka firqoh
najiyah (golongan yang selamat) dan jama’ah muttaba’ah (kelompok
yang diikuti). Maka ‘Azza wa Jalla berfirman kepada siapa saja yang mengaku
bahwa dia mencintai Alloh ‘Azza wa Jalla: Katakanlah, “Jika kamu
mencintai Alloh, ikutilah aku, niscaya Alloh mencintaimu dan mengampuni
dosa-dosamu.”
نَفَعَنَا اللهُ وَإِيَّاكُمْ بِالعِلْمِ، وَعَصَمَنَا
بِالتَّقْوَى مِنَ الزَّيْغِ وَالضَّلَالَةِ بِمَنِّهِ وَرَحْمَتِهِ.
Semoga Alloh memberikan manfaat kepada kita dan kamu dengan ilmu, dan
melindungi kita dengan ketaqwaan dari kesesatan dan kesesatan, dengan karunia
dan rohmat-Nya.
***