[PDF] Tarjamah 40 Hadits Larangan Menyusahkan Muslim - Ibnu Hajar Al Asqolani (852 H)

Unduh PDF


 

Hadits ke-1: Mengagungkan Kehormatan Muslim

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rosululloh bersabda:

«الْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ؛ لَا يَظْلِمُهُ، وَلَا يَخْذُلُهُ، وَلَا يَحْقِرُهُ، بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ»

“Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim lainnya; dia tidak menzholiminya, tidak membiarkannya (dizholimi orang lain), dan tidak menghinanya. Cukuplah kejahatan bagi seseorang jika dia menghina saudaranya yang Muslim.” (HR. Muslim no. 2564)

Hadits ke-2: Bahaya Pemimpin yang Menipu Rakyat

Dari Ma’qil bin Yasar Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Aku mendengar Rosululloh bersabda:

«مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ الْجَنَّةَ»

“Tidak ada seorang hamba pun yang diberi amanah oleh Alloh untuk memimpin rakyat, lalu dia meninggal pada hari kematiannya dalam keadaan menipu rakyatnya, kecuali Alloh akan mengharomkan Surga baginya.” (HR. Al-Bukhori no. 7150 dan Muslim no. 142)

Hadits ke-3: Keutamaan Hakim yang Adil

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rosululloh bersabda:

«مَنْ وَلِيَ قَضَاءَ المُسْلِمِينَ [حَتَّى يَنَالَهُ] ثُمَّ غَلَبَ عَدْلُهُ جَوْرَهُ فَلَهُ الْجَنَّةُ، وَإِنْ غَلَبَ جَوْرُهُ عَدْلَهُ فَلَهُ النَّارُ»

“Siapa yang mengurusi peradilan kaum Muslimin hingga ia menguasainya, kemudian keadilannya mengalahkan kezholimannya, maka baginya Surga, dan jika kezholimannya mengalahkan keadilannya, maka baginya Neraka.” (HR. Abu Dawud no. 3575)

Hadits ke-4: Bahaya Memberikan Amanah kepada Orang yang Tidak Tepat

Dari Ibnu ‘Abbas Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rosululloh bersabda:

«مَنِ اسْتَعْمَلَ رَجُلًا مِنْ عِصَابَةٍ وَفِيهِمْ مَنْ هُوَ أَرْضَى لِلَّهِ مِنْهُ فَقَدْ خَانَ اللَّهَ وخانَ رَسُولَهُ وخانَ الْمُؤْمِنِينَ»

“Siapa yang mengangkat seorang laki-laki di antara sekelompok orang, padahal di antara mereka ada orang yang lebih diridhoi oleh Alloh, maka sungguh dia telah mengkhianati Alloh, dan Rosul-Nya, dan kaum Mukminin.” (HR. Al-Hakim no. 7023)

Hadits ke-5: Larangan Keras Mengangkat Pemimpin Karena Nepotisme

Dari Abu Bakr Ash-Shiddiq Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Rosululloh bersabda:

«مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ الْمُسْلِمِينَ شَيْئًا فَأَمَّرَ عَلَيْهِمْ أَحَدًا مُحَابَاةً فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ، لَا يَقْبَلُ اللَّهُ مِنْهُ صَرْفًا وَلَا عَدْلًا حَتَّى يُدْخِلَهُ جَهَنَّمَ»

“Siapa yang mengurusi sesuatu dari urusan kaum Muslimin, lalu dia mengangkat seseorang atas mereka karena nepotisme, maka baginya laknat (kutukan) Alloh, Alloh tidak menerima darinya shorf (ibadah) dan ‘adl (tebusan) sampai Dia memasukkannya ke Neraka Jahannam.” (HR. Al-Hakim no. 7024)

Hadits ke-6: Bahaya Lisan yang Menjerumuskan ke Neraka

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rosululloh bersabda:

«إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ، مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيهَا، يَزِلُّ بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ»

“Sesungguhnya seorang hamba mengucapkan satu kalimat, dia tidak menyadari (akibat) yang ada di dalamnya, lalu dia tergelincir (terjatuh) karenanya di Neraka lebih jauh daripada jarak antara timur dan barat.” (HR. Al-Bukhori no. 6477 dan Muslim no. 2988)

Hadits ke-7: Larangan Mengimami Sholat Bagi Orang yang Dibenci Jamaah

Dari Ibnu ‘Amr Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rosululloh bersabda:

«ثَلَاثَةٌ لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةً - فَذَكَرَ مِنْهُمْ - مَنْ تَقَدَّمَ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ»

“Ada tiga golongan yang Alloh tidak menerima sholatnya – di antaranya beliau menyebutkan – orang yang menjadi imam suatu kaum padahal mereka tidak menyukainya.” (HR. Abu Dawud no. 593)

Dalam riwayat Ibnu Hibban dari Ibnu Abbas dengan lafazh: “… imam kaum…”

Hadits ke-8: Sifat Buruk yang Mencegah Masuk Surga

Dari Abu Bakr Ash-Shiddiq Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Rosululloh bersabda:

«لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ سَيِّئُ الْمَلَكَةِ»

“Tidak akan masuk Surga orang yang buruk perilakunya terhadap hamba sahayanya.” (HR. Ahmad no. 209/1 dan At-Tirmidzi no. 1946)

Hadits ke-9: Akibat Berdebat di Jalan yang Batil

Dari Ibnu ‘Umar Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Aku mendengar Rosululloh bersabda:

«مَنْ خَاصَمَ فِي بَاطِلٍ وَهُوَ يَعْلَمُ، لَمْ يَزَلْ فِي سَخَطِ اللَّهِ حَتَّى يَنْزِعَ»

“Siapa yang berdebat dalam perkara batil sedangkan dia mengetahuinya, dia akan senantiasa berada dalam kemurkaan Alloh sampai dia meninggalkannya.” (HR. Abu Dawud no. 3597 dan Al-Hakim no. 2222)

Dalam lafazh lain:

«مَنْ أَعَانَ عَلَى خُصُومَةٍ بِظُلْمٍ فَقَدْ بَاءَ بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ»

“Siapa yang menolong dalam suatu perselisihan dengan kezholiman, maka sungguh dia telah kembali dengan kemurkaan dari Alloh.” (HR. Abu Dawud no. 3598)

Hadits ke-10: Ancaman bagi Orang yang Berdebat Tanpa Ilmu

Dari Abu Ad-Darda’ Rodhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi , dengan lafazh:

«أَيُّمَا رَجُلٍ شَدَّ غَضَبًا عَلَى مُسْلِمٍ فِي خُصُومَةٍ لَا عِلْمَ لَهُ بِهَا، فَقَدْ عَانَدَ اللَّهَ، وَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ»

“Seorang laki-laki mana pun yang sangat marah kepada seorang Muslim dalam perselisihan yang dia tidak memiliki ilmu tentangnya, maka sungguh dia telah menentang Alloh, dan baginya laknat (kutukan) Alloh.” (HR. Ath-Thobaroni)

Hadits ke-11: Menolong Orang Zholim

Dari Hadits Ibnu ‘Abbas Rodhiyallahu ‘Anhu, dengan lafazh dari Nabi :

«مَنْ أَعَانَ ظَالِمًا بِبَاطِلٍ لِيَدْحَضَ بِهِ حَقًّا فَقَدْ بَرِئَ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ»

“Siapa yang menolong orang zholim dengan kebatilan untuk menghilangkan kebenaran, maka sungguh dia telah berlepas diri dari Alloh dan Rosul-Nya.” (HR. Ath-Thobaroni no. 11/214)

 

Hadits ke-12: Akibat Memukul Tanpa Hak

Dari Abu Umamah Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rosululloh bersabda:

«مَنْ جَرَّدَ ظَهْرَ امْرِئٍ مُسْلِمٍ بِغَيْرِ حَقٍّ، لَقِيَ اللَّهَ وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ»

“Siapa yang memukul punggung seorang Muslim tanpa hak, maka dia akan bertemu Alloh dalam keadaan Alloh murka kepadanya.” (HR. Ath-Thobaroni no. 7536)

Hadits ke-13: Larangan Membawa Kabar Buruk (Namimah)

Dari Hudzaifah Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Rosululloh bersabda:

«لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ»

“Tidak akan masuk Surga orang yang suka mengadu domba.” (HR. Al-Bukhori no. 6056 dan Muslim no. 105)

Hadits ke-14: Keutamaan Membela Kehormatan Muslim

Dari Abu Ad-Darda’ Rodhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi , dia bersabda:

«مَنْ رَدَّ عَنْ عِرْضِ أَخِيهِ رَدَّ اللَّهُ عَنْ وَجْهِهِ النَّارَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ»

“Siapa yang membela kehormatan saudaranya, maka Alloh akan menghalangi Neraka dari wajahnya pada Hari Kiamat.” (HR. At-Tirmidzi no. 1931)

Hadits ke-15: Ancaman bagi yang Berkata Dusta

Dari Ibnu ‘Umar Rodhiyallahu ‘Anhuma, dia berkata: Rosululloh bersabda:

«مَنْ قَالَ فِي مُؤْمِنٍ مَا لَيْسَ فِيهِ أَسْكَنَهُ اللَّهُ رَدْغَةَ الْخَبَالِ مِنَ النَّارِ»

“Siapa yang mengatakan tentang seorang Mukmin sesuatu yang tidak ada padanya, Alloh akan menempatkannya di rodghotal khobal (lumpur nanah dan darah) dari Neraka.” (HR. Abu Dawud no. 3597 dan Al-Hakim no. 3/32)

Hadits ke-16: Dosa Zholim dan Memutuskan Silaturahim

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Rosululloh bersabda:

«مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ لِصَاحِبِهِ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْبَغْيِ وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ»

“Tidak ada dosa yang lebih pantas untuk Alloh segerakan hukumannya bagi pelakunya di dunia, di samping apa yang Alloh simpan baginya di Akhirat, daripada kezholiman dan memutuskan silaturohim.” (HR. At-Tirmidzi no. 2511 dan Abu Dawud no. 4902)

Hadits ke-17: Hukum Mencela Muslim

Dari Tsabit bin Adh-Dhohhak Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Rosululloh bersabda:

«لَعْنُ الْمُؤْمِنِ كَقَتْلِهِ»

“Mencela seorang Mukmin adalah seperti membunuhnya.” (HR. Al-Bukhori no. 6652 dan Muslim no. 176)

Hadits ke-18: Keharoman Mencari-Cari Aib Muslim

Dari Ibnu ‘Umar Rodhiyallahu ‘Anhuma, dia berkata: Nabi naik mimbar lalu berseru dengan suara yang tinggi:

«يَا مَعْشَرَ مَنْ أَسْلَمَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ يُفْضِ الْإِيمَانُ إِلَى قَلْبِهِ، لَا تُؤْذُوا الْمُسْلِمِينَ وَلَا تُعَيِّرُوهُمْ وَلَا تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ تَتَبَّعَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ تَتَبَّعَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ وَلَوْ فِي جَوْفِ رَحْلِهِ»

“Wahai sekalian orang yang berislam dengan lisannya, padahal iman belum sampai ke hatinya, janganlah kalian menyakiti kaum Muslimin, janganlah kalian mencela mereka, dan janganlah kalian mencari-cari aib mereka. Karena sesungguhnya siapa yang mencari-cari aib saudaranya yang Muslim, maka Alloh akan mencari-cari aibnya, dan siapa yang aibnya dicari-cari oleh Alloh, maka Dia akan membongkarnya, meskipun di dalam kendaraannya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2032 dan Ibnu Hibban no. 5763)

Hadits ke-19: Kedudukan Malu dalam Iman

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rosululloh bersabda:

«الْحَيَاءُ مِنَ الإِيمَانِ، وَالإِيمَانُ فِي الْجَنَّةِ، وَالْبَذَاءُ مِنَ الْجَفَاءِ، وَالْجَفَاءُ فِي النَّارِ»

“Malu adalah bagian dari iman, dan iman itu di Surga. Sedangkan ucapan kotor adalah bagian dari kekasaran, dan kekasaran itu di Neraka.” (HR. At-Tirmidzi no. 2009 dan Ibnu Hibban no. 608)

Hadits ke-20: Menyakiti Muslim adalah Menyakiti Nabi dan Alloh

Dari Anas Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Rosululloh bersabda:

«مَنْ آذَى مُسْلِمًا فَقَدْ آذَانِي، وَمَنْ آذَانِي فَقَدْ آذَى اللَّهَ»

“Siapa yang menyakiti seorang Muslim, maka sungguh dia telah menyakitiku. Siapa yang menyakitiku, maka sungguh dia telah menyakiti Alloh.” (HR. Ath-Thobaroni)

Hadits ke-21: Orang yang Paling Buruk di Hari Kiamat

Dari ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘Anha, dia berkata: Rosululloh bersabda:

«إِنَّ شَرَّ النَّاسِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ وَدَعَهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ فُحْشِهِ»

“Sesungguhnya seburuk-buruk manusia kedudukannya pada Hari Kiamat adalah orang yang dijauhi oleh orang-orang karena menghindari kekotoran ucapannya.” (HR. Al-Bukhori no. 6054 dan Muslim no. 2591)

Hadits ke-22: Bahaya Menyebar Aib Sendiri

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rosululloh bersabda:

«كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرُونَ»

“Setiap umatku akan diampuni kecuali orang-orang yang berterang-terangan (dalam berbuat maksiat).” (HR. Al-Bukhori no. 6069)

Hadits ke-23: Kejujuran dan Kebohongan

Dari Abdulloh bin Mas’ud Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Rosululloh bersabda:

«عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ، فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ صِدِّيقًا، وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ كَذَّابًا»

“Hendaklah kalian berlaku jujur, karena kejujuran itu akan mengantarkan kepada kebaikan, dan kebaikan itu akan mengantarkan ke Surga. jauhilah oleh kalian kebohongan, karena kebohongan itu akan mengantarkan kepada keburukan, dan keburukan itu akan mengantarkan ke Neraka. sesungguhnya seorang hamba senantiasa jujur dan berusaha untuk jujur, sehingga dia dicatat sebagai Shiddiq (orang yang sangat jujur). sesungguhnya seorang hamba senantiasa berbohong dan berusaha untuk berbohong, sehingga dia dicatat sebagai kaddzab (pembohong besar).” (HR. Al-Bukhori no. 6094 dan Muslim no. 2607)

Hadits ke-24: Menyakiti Mukmin adalah Berbuat Bahtera

Dari Abdulloh bin Busr Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rosululloh bersabda:

«لَيْسَ مِنِّي ذُو حَسَدٍ وَلَا نَمِيمَةٍ»

“Bukan termasuk golonganku orang yang memiliki sifat hasad (iri) dan namimah (suka mengadu domba).” (HR. Ath-Thobaroni)

Kemudian beliau membaca:

﴿وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَنًا وَإِثْمًا مُّبِينًا

orang-orang yang menyakiti orang-orang Mukmin dan Mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 58)

Hadits ke-25: Larangan Menyakiti Tetangga

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Rosululloh bersabda:

«مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ»

“Siapa yang beriman kepada Alloh dan Hari Akhir, maka janganlah dia menyakiti tetangganya.” (HR. Al-Bukhori no. 6018 dan Muslim no. 47)

Hadits ke-26: Ancaman bagi Orang Bermuka Dua

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi , dia bersabda:

«تَجِدُونَ شَرَّ النَّاسِ ذَا الْوَجْهَيْنِ الَّذِي يَأْتِي هَؤُلَاءِ بِوَجْهٍ، وَهَؤُلَاءِ بِوَجْهٍ»

“Kalian akan mendapati seburuk-buruk manusia adalah orang yang bermuka dua, yang mendatangi sekelompok orang dengan satu wajah, dan mendatangi kelompok lain dengan wajah yang lain.” (HR. Al-Bukhori no. 3494 dan Muslim no. 2526)

Hadits ke-27: Lidah Api bagi Pembohong

Dari ‘Ammar bin Yasir Rodhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi , dia bersabda:

«مَنْ كَانَ لَهُ وَجْهَانِ فِي الدُّنْيَا، كَانَ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لِسَانَانِ مِن نَارٍ»

“Siapa yang memiliki dua wajah di dunia, maka dia akan memiliki dua lidah dari api pada Hari Kiamat.” (HR. Abu Dawud no. 4873 dan Ibnu Hibban no. 5756)

Hadits ke-28: Ancaman bagi Orang yang Bermuka Dua

Dan Ath-Thobaroni meriwayatkan dari Hadits Anas dari Nabi , bahwa beliau bersabda:

«مَنْ كَانَ ذَا لِسَانَيْنِ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لِسَانَيْنِ مِنْ نَارٍ»

“Siapa yang memiliki dua lidah, Alloh akan menjadikan baginya dua lidah dari api pada Hari Kiamat.” (HR. Ath-Thobaroni no. 8885)

Hadits ke-29: Hukuman Mengkafirkan Muslim

Dari Ibnu ‘Umar Rodhiyallahu ‘Anhuma, bahwa Rosululloh bersabda:

«إِذَا قَالَ الرَّجُلُ لِأَخِيهِ: يَا كَافِرُ، فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا إِنْ كَانَ كَافِرًا، وَإِلَّا رَجَعَتْ عَلَيْهِ»

“Jika seorang laki-laki berkata kepada saudaranya: ‘Wahai orang kafir!’ maka sungguh ucapan itu akan kembali kepada salah satu dari keduanya. Jika yang dikatakannya itu kafir, (maka ucapan itu benar), jika tidak, maka ucapan itu akan kembali kepadanya.” (HR. Al-Bukhori no. 6104 dan Muslim no. 60)

Hadits ke-30: Larangan Menyakiti Tetangga Sekalipun Kecil

Dari Ummu Salamah Rodhiyallahu ‘Anha, dia berkata: Rosululloh bersabda:

«لَا قَلِيلَ مِنْ أَذَى الْجَارِ»

“Tidak ada sedikit pun dari menyakiti tetangga (yang dianggap remeh).” (HR. Ath-Thobaroni, 23/258)

Lafazh selainnya:

«لَا قَلِيلَ مِنْ أَذَى الْمُسْلِمِ»

“Tidak ada sedikit pun dari menyakiti seorang Muslim (yang dianggap remeh).”

Hadits ke-31: Berkata Kotor Menodai Sesuatu

Dari ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘Anha, dia berkata: Rosululloh bersabda:

«مَا كَانَ الْفُحْشُ فِي شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ»

“Tidaklah kekotoran (dalam ucapan) itu ada pada sesuatu, kecuali akan menodainya.” (HR. Muslim no. 2594)

Hadits ke-32: Kepemimpinan di Tangan yang Tidak Berhak

Dari Abu Ayyub Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Rosululloh bersabda:

«لَا تَبْكُوا عَلَى الدِّينِ إِذَا وَلِيَهُ أَهْلُهُ، وَلَكِنْ وَابْكُوا عَلَى الدِّينِ إِذَا وَلِيَهُ غَيْرُ أَهْلِهِ»

“Janganlah kalian menangisi agama jika ia dipimpin oleh ahlinya, tetapi menangislah atas agama jika ia dipimpin oleh orang yang bukan ahlinya.” (HR. Ath-Thobaroni, 4/158)

Hadits ke-33: Jangan Remehkan Seorang Muslim

Dari Abu Bakr Ash-Shiddiq Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Rosululloh bersabda:

«لَا تَحْقِرَنْ أَحَدًا مِنَ الْمُسْلِمِينَ، فَإِنَّ صَغِيرَ الْمُسْلِمِينَ عِنْدَ اللَّهِ كَبِيرٌ»

“Janganlah sekali-kali engkau meremehkan seorang Muslim, karena sesungguhnya orang yang kecil di antara kaum Muslimin itu besar di sisi Alloh.” (HR. Abu Manshur Ad-Dailami no. 7813)

Hadits ke-34: Ilmu dan Kaum Muda vs. Kaum Tua

Dari Ibnu Mas’ud Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Rosululloh bersabda:

«لَا تَزَالُ أُمَّتِي بِخَيْرٍ مَا أَخَذُوا الْعِلْمَ عَنْ أَكَابِرِهِمْ»

“Umatku akan senantiasa dalam kebaikan selama mereka mengambil ilmu dari para pembesar mereka.” (HR. Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah)

Hadits ke-35: Jaminan Surga

Dari Sahl bin Sa’d Rodhiyallahu ‘Anhu, dari Rosululloh , dia bersabda:

«مَنْ يَضْمَنْ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ»

“Siapa yang menjamin untukku apa yang ada di antara dua rahangnya (lidahnya) dan apa yang ada di antara dua kakinya (kemaluannya), maka aku jamin Surga baginya.” (HR. Al-Bukhori no. 6474)

Hadits ke-36: Larangan Marah

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu: Bahwa seorang laki-laki berkata kepada Nabi : “Berilah aku nasihat.” Beliau bersabda:

«لَا تَغْضَبْ»

“Janganlah engkau marah.” Beliau mengulanginya beberapa kali, lalu beliau bersabda: “Janganlah engkau marah.” (HR. Al-Bukhori no. 6117)

Hadits ke-37: Larangan Meminta-minta Tanpa Kebutuhan

Dari Hubsyi bin Junadah Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Aku mendengar Rosululloh bersabda:

«مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ»

“Siapa yang meminta-minta tanpa adanya kefakiran, maka seolah-olah dia memakan bara api.” (HR. Ath-Thobaroni)

Hadits ke-38: Akibat Meminta-minta Tanpa Kebutuhan

Dari Sahl bin Al-Hanzholiyyah Rodhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi , dia bersabda:

«مَنْ سَأَلَ وَعِنْدَهُ مَا يُغْنِيهِ فَإِنَّمَا يَسْتَكْثِرُ مِنَ النَّارِ»

“Siapa yang meminta-minta padahal dia memiliki sesuatu yang mencukupinya, maka sesungguhnya dia memperbanyak bara api Neraka.” (HR. Abu Dawud no. 1629)

Hadits ke-39: Hukuman Meminta-minta

Dari Abu Kabsyah Al-Anmari Rodhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi , dia bersabda:

«مَا فَتَحَ عَبْدٌ عَلَى نَفْسِهِ بَابَ مَسْأَلَةٍ إِلَّا فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْهِ بَابَ فَقْرٍ»

“Tidaklah seorang hamba membuka pintu meminta-minta untuk dirinya, melainkan Alloh akan membuka baginya pintu kefakiran.” (HR. At-Tirmidzi no. 2325)

Hadits ke-40: Larangan Berlebihan dalam Meminta

Dari Mu’awiyah Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rosululloh bersabda:

«لَا تُلْحِفُوا فِي الْمَسْأَلَةِ، فَوَاللَّهِ، لَا يَسْأَلُنِي أَحَدٌ مِنْكُمْ شَيْئًا، فَتُخْرِجَ مَسْأَلَتُهُ مِنِّي شَيْئًا، وَأَنَا لَهُ كَارِهُ، فَيُبَارَكَ اللَّهُ تَعَالَى لَهُ فِيمَا أَعْطَيْتُهُ»

“Janganlah kalian berlebihan dalam meminta, demi Alloh, tidaklah salah seorang dari kalian meminta sesuatu kepadaku, lalu permintaannya itu mengeluarkan sesuatu dariku, sedangkan aku tidak menyukainya, maka Alloh Ta’ala tidak akan memberkahinya dalam apa yang aku berikan kepadanya.” (HR. Muslim no. 1038)

Selesai 40 Hadits, yang dikomentari (ditulis) oleh Ahmad bin Ali bin Hajar pada hari Kamis, tanggal 10 dari bulan Rojab tahun 851 H, sambil memuji Alloh dan bersholawat kepada Muhammad, keluarga, dan para Shohabatnya.

Disalin dari naskah yang ditulis dari tulisan tangannya pada hari Rabu, tanggal 7 Rojab Al-Fard tahun 906 H, di rumah penulisnya di Makkah Al-Musyarrofah, yang faqir kepada kelembutan dan pertolongan Alloh Ta’ala: Abdul Aziz bin Umroh bin Muhammad bin Fahd Al-Hasyimi Al-Makki Asy-Syafi’i, semoga Alloh berbuat baik kepada mereka, Aamiin.

Dan segala puji bagi Alloh, dan semoga sholawat dan salam tercurah kepada Sayyidina Muhammad , keluarga, dan para Shohabatnya.

Segala puji bagi Alloh, telah didengar dariku oleh putraku Muhammad Abul Fadhl Muhibbuddin yang dipanggil Jarulloh, pada hari Ahad, tanggal 17 Sya’ban tahun 906 H, di majelis Darun Nadwah dari Masjidil Harom, dan aku memberitahunya tentang ijazahku (izin meriwayatkan) untuknya dari penulisnya, Syaikhul Islam Ibnu Hajar, dan aku memberinya ijazah untuk apa yang boleh aku riwayatkan dariku.

Ini dikatakan dan ditulis oleh Muhammad yang dipanggil Abdul Aziz bin Umroh bin Muhammad bin Fahd Al-Hasyimi Al-Makki, semoga Alloh berbuat baik kepada mereka, dan segala puji bagi Alloh, dan semoga sholawat dan salam tercurah kepada Sayyidina Muhammad , keluarga, dan para Shohabatnya.

***

 

Hadits ke-41: Keharoman Darah, Harta, dan Kehormatan Muslim

Dari Abu Bakroh Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rosululloh bersabda:

«إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ عَلَيْكُمْ حَرَامٌ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ هَذَا»

“Sesungguhnya darah kalian, harta kalian, dan kehormatan kalian adalah harom atas kalian, sebagaimana keharoman hari kalian ini, di bulan kalian ini, di negeri kalian ini.” (HR. Al-Bukhori no. 4406 dan Muslim no. 1679)

Hadits ke-42: Seluruh Muslim Dihormati

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Rosululloh bersabda:

«كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ، دَمُهُ، وَمَالُهُ، وَعِرْضُهُ»

“Setiap Muslim atas Muslim lainnya adalah harom, darahnya, hartanya, dan kehormatannya.” (HR. Muslim no. 2564)

Hadits ke-43: Hukum Mencela dan Memerangi Muslim

Dari Abdulloh bin Mas’ud Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Rosululloh bersabda:

«سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقُ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ»

“Mencela seorang Muslim adalah kefasikan, dan memeranginya adalah kekufuran.” (HR. Al-Bukhori no. 48 dan Muslim no. 64)

Hadits ke-44: Ancaman bagi Pengumpat dan Pencela

Dari Anas bin Malik Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Rosululloh bersabda:

«لَمَّا عُرِجَ بِي مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ أَطْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ يَخْمُشُونَ وُجُوهَهُمْ وَصُدُورَهُمْ، فَقُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ يَا جِبْرِيلُ، قَالَ: هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ لُحُومَ النَّاسِ، وَيَقَعُونَ فِي أَعْرَاضِهِمْ»

“Ketika aku di-Mi’roj-kan (dinaikkan ke langit), aku melewati sekelompok kaum yang memiliki kuku dari tembaga, mereka mencakar-cakar wajah dan dada mereka. Maka aku bertanya: ‘Siapakah mereka wahai Jibril?’ Dia menjawab: ‘Mereka adalah orang-orang yang memakan daging manusia (mengumpat), dan mencela kehormatan mereka.’” (HR. Abu Dawud no. 4878)

Hadits ke-45: Hukuman bagi yang Memulai Perkelahian Lisan

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rosululloh bersabda:

«الْمُسْتَبَّانِ مَا قَالَا فَعَلَى الْبَادِي، مَا لَمْ يَعْتَدِ الْمَظْلُومُ»

“Dua orang yang saling mencela, maka apa yang mereka ucapkan dosanya menjadi tanggungan orang yang memulai, selama orang yang dizholimi tidak melampaui batas.” (HR. Muslim no. 2587)

Hadits ke-46: Siapa yang Dinamakan Orang Bangkrut

Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rosululloh bersabda:

«أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ؟» قَالُوا: الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ، فَقَالَ: «إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ، وَصِيَامٍ، وَزَكَاةٍ، وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا، وَقَذَفَ هَذَا، وَأَكَلَ مَالَ هَذَا، وَسَفَكَ دَمَ هَذَا، وَضَرَبَ هَذَا، فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ، ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ»

“Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut?” Mereka menjawab: “Orang yang bangkrut di antara kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak memiliki harta benda.” Maka beliau bersabda: “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah orang yang datang pada Hari Kiamat dengan membawa Sholat, Puasa, dan Zakat. dia datang dalam keadaan telah mencela si A, menuduh si B, memakan harta si C, menumpahkan darah si D, dan memukul si E. Maka si A diberi sebagian dari kebaikannya, dan si B diberi sebagian dari kebaikannya, (dan seterusnya). Jika kebaikannya habis sebelum tuntas, maka diambil dosa-dosa mereka dan dilemparkan kepadanya, kemudian dia dilemparkan ke dalam Neraka.”” (HR. Muslim no. 2581)

Hadits ke-47: Hakikat Seorang Muslim

Dari Abdulloh bin ‘Amr Rodhiyallahu ‘Anhuma, dari Nabi , dia bersabda:

«الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ»

“Muslim (sejati) adalah orang yang kaum Muslimin lainnya selamat dari lisan dan tangannya.” (HR. Al-Bukhori no. 10)

Hadits ke-48: Mencela Mukmin adalah Menuju Kehancuran

Dari Abdulloh bin ‘Amr Rodhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi , dia bersabda:

«سِبَابُ الْمُؤْمِنِ كَالْمُشْرِفِ عَلَى هَلَكَةٍ»

“Mencela Mukmin adalah seperti berada di ambang kehancuran.” (HR. Al-Bazzar no. 246)

Hadits ke-49: Sifat-sifat yang Tidak Dimiliki Mukmin

Dari Abdulloh bin Mas’ud Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Rosululloh bersabda:

«لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلَا اللَّعَّانِ وَلَا الْفَاحِشِ وَلَا الْبَذِيءِ»

“Mukmin bukanlah seorang yang suka mencela, bukan orang yang suka melaknat, bukan orang yang berkata kotor, dan bukan orang yang berperangai buruk.” (HR. At-Tirmidzi no. 1977)

Hadits ke-50: Akhlak Mulia Nabi

Dari Anas Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata:

لَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللَّهِ فَاحِشًا، وَلَا لَعَّانًا، وَلَا سَبَّابًا

“Rosululloh bukanlah orang yang berkata kotor, bukan orang yang suka melaknat, dan bukan orang yang suka mencela.” (HR. Al-Bukhori no. 6046)

Selesai, dengan segala puji bagi Alloh.

 

 

Muqoddimah Peneliti

Alhamdulillah (segala puji bagi Alloh), kami memuji-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya, dan memohon ampun kepada-Nya. Kami berlindung kepada Alloh dari kejahatan diri kami dan dari keburukan amal perbuatan kami. Siapa yang diberi petunjuk oleh Alloh, maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan siapa yang disesatkan oleh Alloh, maka tidak ada yang dapat memberinya petunjuk. aku bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Alloh semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rosul-Nya.

Amma ba’du, ini adalah bagian yang berharga, berisi 40 Hadits yang dikumpulkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqolani Rodhiyallahu ‘Anhu tentang keharoman mencela seorang Muslim, merusak kehormatannya, mencari-cari kesalahannya, dan mengikuti aurot (aib)nya.

Sesungguhnya Alloh Ta’ala menjaga kehormatan seorang Muslim, dan menguatkan dalam menjaganya, dan sangat mengharomkannya, serta melarang merusaknya, merusak kehormatannya, menyebarkan ucapan buruk tentangnya, menyebarkan tuduhan kepadanya, dan menyakitinya tanpa haq (kebenaran)

Alloh Ta’ala berfirman:

﴿وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَنًا وَإِثْمًا مُّبِينًا

orang-orang yang menyakiti orang-orang Mukmin dan Mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 58)

Al-Baghowi berkata dalam tafsirnya (3/664): (orang-orang yang menyakiti orang-orang Mukmin dan Mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat) maknanya: tanpa mereka melakukan sesuatu yang menyebabkan disakiti.

Mujahid berkata: Mereka mencela orang-orang Mukmin dan menuduh mereka tanpa melakukan kejahatan, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.

Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya (6/480): “Firman-Nya: (orang-orang yang menyakiti orang-orang Mukmin dan Mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat), yaitu mereka menisbatkan (menghubungkan) kepada mereka sesuatu yang tidak mereka lakukan dan tidak mereka perbuat. Maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata, dan inilah kebohongan yang nyata, yaitu menceritakan atau menukil (mengutip) sesuatu yang tidak dilakukan oleh orang-orang Mukmin dan Mukminat dengan tujuan mencela dan merendahkan mereka.”

Dan Alloh berfirman:

﴿وَمَن يَكْسِبْ خَطِيئَةً أَوْ إِثْمًا ثُمَّ يَرْمِ بِهِ بَرِيئًا فَقَدِ احْتَمَلَ بُهْتَنًا وَإِثْمًا مُّبِينًا

“Siapa berbuat kesalahan atau dosa, kemudian dia menuduhnya kepada orang yang tidak bersalah, maka sungguh, dia telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. An-Nisa: 112)

Asy-Syaikh As-Sa’di berkata dalam tafsirnya (200): “(Siapa berbuat kesalahan) yaitu dosa besar, أَوْ إِثْمًا (atau dosa) yaitu dosa yang lebih kecil dari itu, ثُمَّ يَرْمِ بِهِ (kemudian dia menuduhnya) yaitu menuduh dosanya kepada بَرِيئًا (orang yang tidak bersalah) dari dosa itu, meskipun dia adalah pendosa. فَقَدِ احْتَمَلَ بُهْتَنَا وَإِثْمًا مُّبِينًا (maka sungguh, dia telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata), yaitu dia telah memikul di punggungnya kebohongan terhadap orang yang tidak bersalah dan dosa yang jelas dan nyata. Ini menunjukkan bahwa perbuatan tersebut termasuk dosa-dosa besar dan dosa yang membinasakan.

Karena dia telah mengumpulkan beberapa kerusakan: (1) mendapatkan kesalahan dan dosa. (2) Kemudian menuduh orang yang tidak melakukannya dengan perbuatannya. (3) Kemudian kebohongan yang sangat keji dengan membersihkan dirinya sendiri dan menuduh orang yang tidak bersalah. (4) Kemudian apa yang terjadi setelah itu dari hukuman dunia, yang seharusnya dikenakan kepadanya malah dikenakan kepada orang lain yang tidak berhak menerimanya. (5) Kemudian apa yang terjadi setelah itu juga – dari ucapan manusia terhadap orang yang tidak bersalah dan kerusakan-kerusakan lainnya yang kami memohon kepada Alloh agar diselamatkan darinya, dan dari setiap keburukan.”

Dan Alloh berfirman:

﴿يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابُ رَّحِيمٌ

“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa, dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Apakah kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kalian merasa jijik kepadanya. bertaqwalah kepada Alloh, sesungguhnya Alloh Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.” (QS. Al-Hujurot: 12)

Ibnu Al-Qoyyim berkata dalam kitabnya `I’lamul Muwaqqi’in` (1/130-131): “Ini adalah salah satu analogi representatif terbaik, karena Alloh menyerupakan merobek kehormatan saudara dengan merobek dagingnya. karena orang yang menggunjing merobek kehormatan saudaranya ketika dia tidak ada, maka dia (orang yang menggunjing) seperti orang yang memotong-motong daging saudaranya ketika ruhnya tidak ada (karena kematian). karena orang yang menggunjing tidak mampu membela dirinya (orang yang digunjing) karena ketidakhadirannya (ketika dicela), maka dia seperti orang mati yang dagingnya dipotong-potong, dan dia tidak bisa membela dirinya sendiri.

karena persaudaraan menuntut kasih sayang, saling terhubung, dan saling menolong, maka orang yang menggunjing melakukan kebalikan dari tuntutan itu, yaitu mencela, mencacat, dan menusuk (kehormatan). Ini seperti memotong-motong daging saudaranya.

persaudaraan menuntut untuk menjaga, melindungi, dan membela kehormatannya. karena orang yang menggunjing menikmati kehormatan saudaranya, bersenang-senang dengan menggunjing dan mencelanya, menikmati hal itu, maka dia diumpamakan seperti pemakan daging saudaranya setelah dipotong-potong.

karena orang yang menggunjing menyukai hal itu, dan mengaguminya, maka dia diumpamakan seperti orang yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati. kecintaannya terhadap hal itu adalah kadar tambahan dari sekadar memakannya, sebagaimana memakannya adalah kadar tambahan dari merobeknya.

Maka renungkanlah perumpamaan dan tamsil (analogi) ini, dan betapa indahnya letaknya, serta kesesuaian hal yang dapat dipikirkan (akal) dengan hal yang dapat dirasakan (indra).

renungkanlah pemberitaan-Nya tentang mereka (orang-orang beriman) bahwa mereka membenci makan daging saudara yang sudah mati, dan Dia mensifati mereka dengan hal itu di akhir ayat, dan mengingkari mereka di awal ayat bahwa salah seorang dari mereka menyukai hal itu.

Maka sebagaimana hal ini dibenci dalam tabiat (sifat) mereka, bagaimana mereka menyukai sesuatu yang serupa dan sejenis dengannya?!

Maka Dia (Alloh) berdalih kepada mereka dengan apa yang mereka benci, atas apa yang mereka sukai, dan menyerupakan bagi mereka apa yang mereka sukai dengan sesuatu yang paling mereka benci, dan mereka paling jijik darinya.

Oleh karena itu, akal, fitroh (sifat asal), dan hikmah (kebijaksanaan) mewajibkan bahwa mereka menjadi orang yang paling jijik terhadap sesuatu yang serupa dan sejenis dengannya. hanya kepada Alloh lah pertolongan.

jika merusak kehormatan seorang Muslim adalah kebohongan yang agung dan dosa yang nyata, lalu bagaimana dengan merusak kehormatan para ulama, mencela mereka, dan merendahkan kedudukan mereka?

Tidak diragukan lagi bahwa hal itu adalah kejahatan yang lebih besar, dan dosa yang lebih berat, karena para ulama berhak untuk dicintai dan dihormati, dan diperlakukan dengan pengagungan dan pemuliaan, dan diakui keutamaan dan kebesaran mereka. Alloh Ta’ala menjadikan mereka sebagai pelindung agama, mereka menyingkirkan penyimpangan orang-orang yang berlebihan, klaim batil orang-orang yang salah, dan taqwil orang-orang yang bodoh.

Mereka adalah pewaris para Nabi dan Rosul, mereka mengajari orang-orang yang bodoh, memberikan pencerahan kepada orang-orang yang sesat, dan membimbing orang-orang yang lalai.

Jika bukan karena mereka, syariat akan lenyap, benderanya akan terbalik, rambu-rambunya akan terhapus, dan hukum-hukumnya akan terbengkalai. Maka mencela mereka sama dengan mencela agama, dan mencela mereka akan mengarah pada mencela ilmu yang mereka bawa dari warisan kenabian.

Dari Abdulloh bin Umroh Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Seorang laki-laki berkata dalam perang Tabuk di sebuah majelis: “Kami tidak pernah melihat seperti ahli-ahli Qur’an kami ini, (yang) paling rakus perutnya, paling dusta lisannya, dan paling pengecut saat bertemu (musuh).”

Maka seorang laki-laki di majelis itu berkata: “Kamu dusta, bahkan kamu munafik, aku akan memberitahu Rosululloh .” Maka sampailah hal itu kepada Nabi , dan turunlah Al-Qur’an.

Abdulloh bin Umroh Rodhiyallahu ‘Anhu berkata: Aku melihat dia (laki-laki munafik itu) bergantung pada tali pelana unta Rosululloh sambil tersandung batu, dan dia berkata: “Wahai Rosululloh, sesungguhnya kami hanya sedang berbincang-bincang dan bermain-main.” Rosululloh berkata:

﴿أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ (65) لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ

 Apakah dengan Alloh, ayat-ayat-Nya, dan Rosul-Nya kalian mengolok-olok? Jangan kalian meminta maaf, sungguh kalian telah kafir setelah kalian beriman.” (HR. At-Thobari dalam tafsirnya no. 11/543 dan Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya no. 6/1829)

Asy-Syaikh As-Sa’di berkata dalam tafsirnya (342): “وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ عَمَّا قَالُوهُ (jika kamu tanyakan kepada mereka tentang apa yang mereka katakan) yaitu celaan terhadap kaum Muslimin dan agama mereka.”

Dari Ibnu ‘Abbas Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: “Siapa yang menyakiti seorang faqih (ahli fiqih), maka sungguh dia telah menyakiti Rosululloh , dan siapa yang menyakiti Rosululloh , maka sungguh dia telah menyakiti Alloh” (Al-Faqih wal Mutafaqqih no. 124)

Sungguh, kaum Salaf (pendahulu) sangat keras dalam mengingkari orang yang mencela ulama, atau menjelek-jelekkan mereka, atau menyindir mereka, atau berbicara panjang lebar untuk mencela mereka.

Abdulloh bin Al-Mubarok berkata:

مَنِ اسْتَخَفَّ بِالْعُلَمَاءِ ذَهَبَتْ آخِرَتُهُ، وَمَنِ اسْتَخَفَّ بِالْأُمَرَاءِ ذَهَبَتْ دُنْيَاهُ، وَمَنِ اسْتَخَفَّ بِالْإِخْوَانِ ذَهَبَتْ مُرُوعَتُهُ

“Siapa yang meremehkan ulama, maka Akhiratnya akan hilang, dan siapa yang meremehkan pemimpin, maka dunianya akan hilang, dan siapa yang meremehkan saudara-saudara (sesama Muslim), maka muru’ah-nya (kehormatannya) akan hilang” (Adabush Shuhbah karya As-Sullami no. 52, Tarikh Dimasyq no. 32/444)

Al-Hafizh Abu Al-‘Abbas Al-Hasan bin Sufyan Asy-Syaibani berkata kepada Al-Hafizh Abu Bakar Ahmad bin Ali Ar-Rozi, ketika dia (Ar-Rozi) memasukkan sesuatu yang bukan dari haditsnya untuk mengujinya, dia (Al-Hasan) berkata kepadanya: “Apa apaan ini? Aku telah menanggungmu padahal aku berumur 90 tahun, maka bertaqwalah kepada Alloh dalam urusan para Syaikh (guru), karena bisa saja ada doa yang dikabulkan yang membinasakanmu.”

Ibnu Khuzaimah berkata: “Hentikan, jangan menyakiti Syaikh (guru) itu.” Maka Abu Bakar berkata: “Aku hanya ingin memastikan bahwa Abu Al-‘Abbas (Al-Hasan bin Sufyan) masih mengetahui hadits miliknya.(Tarikh Dimasyq no. 13/102, Al-Muntazhim no. 13/161, Siyar A’lamin Nubala’ no. 14/159)

Malik bin Dinar Rodhiyallahu ‘Anhu berkata:

كَفَى بِالْمَرْءِ خِيَانَةً أَنْ يَكُونَ أَمِينًا لِلْخَوَنَةِ، وَكَفَى بِالْمَرْءِ شَرًّا أَنْ لَا يَكُونَ صَالِحًا، وَهُوَ يَقَعُ فِي الصَّالِحِينَ

“Cukuplah bagi seseorang dianggap berkhianat jika dia menjadi orang kepercayaan bagi para pengkhianat, dan cukuplah bagi seseorang dianggap jahat jika dia tidak menjadi orang yang sholih, padahal dia (senang) mencela orang-orang sholih” (Syu’abul Iman karya Al-Baihaqi no. 6358, Tarikh Dimasyq no. 56/430, Al-Fawaid wal Akhbar karya Ibnu Hamkan no. 95, dan kalimat pertama adalah miliknya)

Abu Hatim Ar-Rozi berkata:

عَلَامَةُ أَهْلِ الْبِدَعِ الْوَقِيعَةُ فِي أَهْلِ الْأَثَرِ

“Ciri-ciri ahli bid’ah adalah mencela ahli Atsar (yaitu para ulama Hadits).(Ushulul I’tiqad no. 1/197, Al-‘Uluw karya Adz-Dzahabi no. 506)

Abu Hatim juga berkata:

مِنْ عَلَامَاتِ الْحُمْقِ الَّتِي يَجِبُ لِلْعَاقِلِ تَفَقَّدُهَا مِمَّنْ خَفِيَ عَلَيْهِ أَمْرُهُ: سُرْعَةُ الْجَوَابِ، وَتَرْكُ التَّثَبُّتِ، وَالْإِفْرَاطُ فِي الضَّحِكِ، وَكَثْرَةُ الالْتِفَاتِ، وَالْوَقِيعَةُ فِي الْأَخْيَارِ، وَالِاخْتِلَاطُ بِالْأَشْرَارِ

“Di antara ciri-ciri kebodohan —yang wajib diperhatikan oleh orang berakal ketika ia ingin menilai seseorang yang masih samar keadaannya— adalah: cepat menjawab, meninggalkan tabayyun (memastikan), berlebihan dalam tertawa, banyak menoleh, mencela orang-orang baik, dan bergaul dengan orang-orang jahat.(Roudhotul ‘Uqola’ no. 119)

Al-Imam Ahmad berkata:

لُحُومُ الْعُلَمَاءِ مَسْمُومَةٌ، مَنْ شَمَّهَا مَرِضَ، وَمَنْ أَكَلَهَا مَاتَ

“Daging para ulama itu beracun, siapa yang menciumnya akan sakit, dan siapa yang memakannya akan mati.(Al-Mu’id fi Adabil Mufid wal Mustafid karya Al-‘Almawi, hal. 60)

Al-Hafizh Ibnu ‘Asakir berkata dalam muqoddimah kitab `Tabyin Kadzibil Muftari` (hal. 29): “Ketahuilah, wahai saudaraku – semoga Alloh memberikan taufik kepada kita dan engkau untuk keridhoan-Nya, dan menjadikan kita termasuk orang-orang yang takut dan bertaqwa kepada-Nya dengan sebenar-benar taqwa – bahwa daging para ulama itu beracun, dan kebiasaan Alloh dalam menyingkap aib orang-orang yang merendahkan mereka itu sudah diketahui. Karena mencela mereka dengan sesuatu yang mereka tidak bersalah darinya adalah perkara yang besar, dan merusak kehormatan mereka dengan kebohongan dan tuduhan palsu adalah tempat berpijak yang buruk, dan menyelisihi orang yang telah dipilih Alloh dari kalangan mereka untuk meninggikan ilmu adalah akhlak yang tercela.”

Dia (Ibnu ‘Asakir) juga berkata di tempat lain (no. 443): “Makhlad – yaitu Ibnu Al-Husain – berkata: Salah satu teman kami berkata kepadaku: Suatu hari aku menyebutkan seseorang kepada Al-Hasan bin Dzakwan dengan sesuatu (yang tidak baik), maka dia berkata:

مَهْ! لَا تَذْكُرِ الْعُلَمَاءَ بِشَيْءٍ فَيُمِيتَ اللَّهُ قَلْبَكَ

Hentikan! Jangan sebutkan para ulama dengan sesuatu (yang tidak baik) karena Alloh akan mematikan hatimu.”

Syihabuddin Ahmad bin Al-Adzro’i Asy-Syafi’i berkata:

الْوَقِيعَةُ فِي أَهْلِ الْعِلْمِ وَلَا سِيَّمَا أَكَابِرَهُمْ - مِنْ كَبَائِرِ الذُّنُوبِ

“Mencela ahli ilmu, terutama para pembesar mereka – adalah termasuk dosa-dosa besar.(Ar-Roddul Wafir hal. 197)

Al-Imam Ath-Thohawi berkata dalam ‘Aqidahnya:

وَعُلَمَاءُ السَّلَفِ مِنَ السَّابِقِينَ، وَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنَ التَّابِعِينَ - أَهْلِ الْخَيْرِ وَالْأَثَرِ، وَأَهْلِ الْفِقْهِ وَالنَّظَرِ - لَا يُذْكَرُونَ إِلَّا بِالْجَمِيلِ، وَمَنْ ذَكَرَهُمْ بِسُوءٍ فَهُوَ عَلَى غَيْرِ السَّبِيلِ

para ulama Salaf dari kalangan pendahulu, dan orang-orang setelah mereka dari kalangan Tabi’in – ahli kebaikan dan Atsar (Hadits), dan ahli fiqih serta pandangan – tidak boleh disebut kecuali dengan kebaikan, dan siapa yang menyebut mereka dengan keburukan, maka dia berada di jalan yang salah.(Syarhul ‘Aqidah Ath-Thohawiyyah hal. 491)

Qutaibah bin Sa’id berkata:

إِذَا رَأَيْتَ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَهْلَ الحَدِيثِ مِثْلَ: يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ، وَعَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ مَهْدِيٍّ، وَأَحْمَدَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ حَنْبَلٍ، وَإِسْحَاقَ بْنِ رَاهَوَيْهِ - وَذَكَرَ قَوْمًا آخَرِينَ - فَإِنَّهُ عَلَى السُّنَّةِ، وَمَنْ خَالَفَ هَؤُلَاءِ فَاعْلَمْ أَنَّهُ مُبْتَدِعُ

“Jika kamu melihat seseorang mencintai ahli Hadits, seperti Yahya bin Sa’id, Abdur Rohman bin Mahdi, Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, dan Ishaq bin Rohawaih – dan dia menyebutkan beberapa orang lainnya – maka sesungguhnya dia berada di atas Sunnah, dan siapa yang menyelisihi mereka, maka ketahuilah bahwa dia adalah ahli bid’ah.(Syarh Ushulil I’tiqad no. 1/74)

Ibrohim bin Ahmad Ad-Dauroqi berkata:

مَنْ سَمِعْتُمُوهُ يَذْكُرُ أَحْمَدَ بْنَ حَنْبَلٍ بِسُوءٍ فَاتَّهِمُوهُ عَلَى الإِسْلَامِ

“Siapa yang kalian dengar menyebut Ahmad bin Hanbal dengan keburukan, maka tuduhlah dia (buruk) dalam keislamannya.”

Sufyan bin Wak’i berkata:

أَحْمَدُ عِنْدَنَا مِحْنَةٌ، مَنْ عَابَ أَحْمَدَ فَهُوَ عِنْدَنَا فَاسِقٌ

“Ahmad (bin Hanbal) di sisi kami adalah ujian, siapa yang mencela Ahmad, maka dia di sisi kami adalah fasik (melanggar syariat).”

Abu Al-Hasan Ath-Thorkhobani Al-Hamdani berkata:

أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ مِحْنَةٌ بِهِ يُعْرَفُ الْمُسْلِمُ مِنَ الزِّنْدِيقِ

“Ahmad bin Hanbal adalah ujian, dengannya seorang Muslim dapat diketahui dari seorang Zindiq (munafik/kafir yang berpura-pura Islam).”

Mardawaih Ash-Shoi’ berkata:

إِذَا جَاءَنِي مَنْ لَا أَعْرِفُهُ مِنْ أَصْحَابِ الحَدِيثِ، أَجْرَيْتُ ذِكْرَ أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، فَإِنْ رَأَيْتُهُ يُسَارِعُ فِيهِ أَمِنْتُهُ، وَإِنْ رَأَيْتُهُ يَسْكُتُ اتَّهَمْتُهُ

“Jika datang kepadaku seseorang yang tidak aku kenal dari ahli Hadits, aku akan menyebut nama Ahmad bin Hanbal, jika aku melihat dia bersegera (memujinya) maka aku akan merasa aman dengannya, dan jika aku melihat dia diam, aku akan mencurigainya.”

Lihatlah atsar-atsar (ucapan) ini dalam: Tarikh Baghdad no. 6/90, Tarikh Dimasyq no. 5/322, Manaqib Al-Imam Ahmad karya Ibnul Jauzi no. 657.

Muhammad bin Harun Al-Makhromi yang dikenal dengan sebutan Al-Fallas berkata:

إِذَا رَأَيْتَ الرَّجُلَ يَقَعُ فِي أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ فَاعْلَمْ أَنَّهُ مُبْتَدِعٌ ضَالٌّ

“Jika kamu melihat seseorang mencela Ahmad bin Hanbal, maka ketahuilah bahwa dia adalah ahli bid’ah yang sesat.(Tarikh Dimasyq no. 5/294, Al-Jarh wat Ta’dil no. 1/309, Manaqib Al-Imam Ahmad no. 656)

Nu’aim bin Hammad berkata:

إِذَا رَأَيْتَ العِرَاقِيَّ يَتَكَلَّمُ فِي أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، فَاتَّهِمْهُ فِي دِينِهِ، وَإِذَا رَأَيْتَ الخُرَاسَانِيَّ يَتَكَلَّمُ فِي إِسْحَاقَ بْنِ رَاهَوَيْهِ، فَاتَّهِمْهُ فِي دِينِهِ

“Jika kamu melihat orang Irak berbicara (mencela) tentang Ahmad bin Hanbal, maka curigailah agamanya, dan jika kamu melihat orang Khurosan berbicara (mencela) tentang Ishaq bin Rohawaih, maka curigailah agamanya.(Manaqib Al-Imam Ahmad no. 656)

Ahmad bin Hanbal Rodhiyallahu ‘Anhu berkata:

إِذَا رَأَيْتَ الرَّجُلَ يُبْغِضُ مَالِكًا فَاعْلَمْ أَنَّهُ مُبْتَدِعُ

“Jika kamu melihat seseorang membenci Malik (bin Anas), maka ketahuilah bahwa dia adalah ahli bid’ah.(Tartibul Madarik no. 2/38, Al-I’tishom no. 2/631)

As-Sakhowi berkata dalam kitabnya `Fathul Mughits` (4/350): “Maka jarh (mencela perowi Hadits) dan ta’dil (menilai perowi Hadits dapat dipercaya) adalah bahaya, karena jika kamu menilai dapat dipercaya tanpa memastikan, kamu seperti orang yang menetapkan hukum yang tidak tetap, maka kamu dikhawatirkan akan masuk ke dalam golongan orang yang meriwayatkan Hadits, sedangkan dia mengira bahwa itu adalah dusta. jika kamu mencela tanpa berhati-hati, kamu telah lancang mencela seorang Muslim yang tidak bersalah dari hal itu, dan kamu telah memberinya cap yang buruk, yang aibnya akan terus melekat padanya selamanya.

khususnya dalam jarh (mencela perowi), yaitu bahaya dengan fathah (huruf) kho dan ha, dari perkataan mereka: dia membahayakan dirinya sendiri, yaitu dia berada di ambang kehancurannya. Karena di dalamnya terdapat hak Alloh dan Rosul-Nya, dan juga hak manusia, dan terkadang hal itu menimpanya – jika itu didasari hawa nafsu, dan menjauhi kebenaran – yaitu bahaya di dunia sebelum Akhirat, dan kebencian di antara manusia, dan permusuhan.”

Seperti yang terjadi pada Abu Syamah, meskipun dia adalah seorang ulama yang kokoh dalam ilmu, qori’ (ahli qiro’ah), muhaddits (ahli Hadits), ahli nahwu (tata bahasa Arab), menulis tulisan yang bagus dan teliti, disertai dengan tawadhu’ (rendah hati) dan ketundukan, dan berbagai macam karangan – dia banyak mencela para ulama, orang-orang sholih, dan para pembesar, mencela mereka, merendahkan mereka, dan menyebutkan keburukan-keburukan mereka, dan dia merasa dirinya agung, maka dia menjadi jatuh di mata banyak orang yang mengetahui hal itu darinya, dan mereka membicarakannya, dan hal itu menyebabkan dia diuji dengan masuknya dua orang mulia ke rumahnya dalam rupa dua orang yang meminta fatwa, lalu mereka memukulnya dengan pukulan yang sangat keras sampai kesabarannya habis, dan tidak ada seorang pun yang menolongnya.”

atsar (ucapan) dalam makna ini lebih banyak dari yang bisa dihitung.

telah muncul sekelompok orang, dan kepala-kepala telah matang (berani), dan ular-ular telah keluar dari sarangnya, dari kalangan orang-orang yang tidak memiliki ilmu, yang masih muda usia dan umur, di berbagai kota dan daerah. Mereka tidak diberi bagian dari ilmu, dan tidak pula bagian dari pemahaman. Mereka menjadikan situs-situs jejaring sosial dan internet sebagai tempat untuk menyebarkan kebohongan, dan mempromosikan kedustaan dan kefajiran, yang membuat dada menjadi sesak. Mereka tidak menjaga kehormatan ulama, dan tidak menghormati mereka. Mereka mengoyak-ngoyak daging mereka, dan merusak kehormatan mereka, dan mencari-cari aurot (aib) mereka, dan memburu kesalahan-kesalahan mereka, tanpa ada yang menghalangi mereka, dan tidak ada yang mencegah mereka. hanya Alloh lah tempat memohon pertolongan.

Orang-orang ini telah membuka pintu fitnah, dan menyalakan api fitnah. Perbuatan ini menyebabkan orang-orang awam berani mencela ulama, dan orang-orang bodoh mencela ahli fiqih. mereka (kelompok sesat) memudahkan bagi setiap orang yang datang dan pergi, dan pandai mencela dan memaki, dari kelompok-kelompok hizbiyyah (golongan) yang menyimpang, jalan untuk mencela mereka. Bahkan mereka berbicara tentang para Syaikh terbaik dari kalangan ahli ilmu dan keutamaan, dan menunjukkan kerendahan mereka, serta terang-terangan menyebutkan keburukan-keburukan mereka, sehingga kehormatan mereka menjadi tempat berpijak yang dibolehkan bagi setiap orang yang menyeru, dan tempat yang dibiarkan bagi setiap orang yang merusak. di sisi Alloh lah janji (pertemuan), dan hanya Alloh lah tempat memohon pertolongan, dan hanya kepada-Nya lah kami bertawakkal, dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Alloh.

أَمَا وَاللَّهِ إِنَّ الظُّلْمَ لُؤْمٌ وَمَا زَالَ الْمُسِيءُ هُوَ الظُّلُومُ

إِلَى دَيَّانِ يَوْمِ الدِّينِ نَمْضِي وَعِنْدَ اللَّهِ تَجْتَمِعُ الْخُصُومُ

سَتَعْلَمُ فِي الْحِسَابِ إِذَا الْتَقَيْنَا غَدًا عِنْدَ الْإِلَهِ مَنِ الْمَلُومُ

“Demi Alloh, sesungguhnya kezholiman adalah kerendahan, dan orang yang berbuat buruk akan selalu menjadi orang yang zholim. Kita akan pergi kepada Hakim pada Hari Kiamat, dan di sisi Alloh lah para musuh akan berkumpul. Engkau akan tahu saat dihisab, jika kita bertemu besok di sisi Ilah, siapa yang disalahkan.

ini adalah salah satu alasan yang mendorongku untuk menyebarkan bagian (kitab) yang ringan ini, agar menjadi pengingat bagi mereka, dan semoga mereka berhenti (dari perbuatan itu).

Aku telah membacanya, menyalinnya, dan memulai mentahqiqnya (menelitinya) pada tanggal 15 Robiul Awwal 1439 H di Madinah An-Nabawiyyah, dan aku hampir menyelesaikannya. Kemudian aku berhenti, sampai datang kesempatan yang bagus ini, maka aku meninjaunya kembali, dan bersemangat untuk menyebarkannya.

telah tetap penisbatan (hubungan) bagian ini kepada Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqolani secara pasti, dan ada beberapa sisi yang menunjukkan hal itu:

Pertama: Karena dinisbatkan kepadanya; sebagaimana yang terdapat pada judul manuskrip.

Kedua: Karena dinukil dari tulisannya; sebagaimana yang tertulis di pinggir halaman terakhir dari naskah asli: “telah selesai dicocokkan dengan aslinya.”

Ketiga: Karena cucunya, Abu Al-Mahasin Yusuf bin Syahin meriwayatkannya darinya, dan membacakannya kepadanya; sebagaimana yang terdapat pada naskah yang dicetak yang aku beri kode (ط), di mana di dalamnya tertulis:

“Al-Arba’un (kitab 40 hadits) tentang Mencegah Pelaku Kejahatan dari Mencela Muslim, sanadnya dihapus, dinisbatkan kepada para imam yang mentakhrijnya dalam kitab-kitab mereka. Ditakhrij oleh kakek dari ibuku, Syaikhul Islam dan para penghafal Hadits, Abul Fadhl Ibnu Hajar Al-‘Asqolani Asy-Syafi’i Rodhiyallahu ‘Anhu: diriwayatkan oleh cucunya Abul Mahasin Yusuf bin Syahin darinya dengan cara dibacakan….”

Keempat: Karena muridnya, As-Sakhowi, telah menyebutkannya dalam biografi gurunya Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitabnya `Al-Jawahir wad Duror fi Tarjamah Syaikhil Islam Ibnu Hajar` (2/645) di antara karangan-karangannya.

Dia (As-Sakhowi) berkata setelah menyebutkan muqoddimah bagian ini: “Aku berkata: Ketika pemilik biografi ini memperlihatkan bagian ini kepada kami, aku berkata kepadanya: Terlintas dalam pikiranku untuk menyusun Hadits-haditsnya dengan sanad yang ditunjukkan, dan aku akan pergi untuk membacakannya di hadapannya. Maka dia berkata: ‘Ini tidak bermanfaat bagi tujuan (kitab) ini,’ semoga Alloh mengampuninya dan kami.”

Dia (As-Sakhowi) menyebutkan sebab penulisan bagian ini, dan menetapkan tanggalnya, dia berkata di tempat lain (2/665): “Mencegah Pelaku Kejahatan dalam Membela Kehormatan Muslim.

itu adalah 40 Hadits, yang dikerjakan ketika As-Sufuthi menjabat sebagai qodhi (hakim); dan selesai pada hari Kamis, tanggal 10 Rajab tahun 851, di rumahnya dekat Masjid Al-Maqsiyi, di gerbang Al-Bahr.”

Cucunya Ibnu Syahin mengisyaratkan hal ini dan berkata: “Aku berkata: Dia mengarang 40 Hadits ini ketika kezholiman wali (pemimpin) As-Sufuthi semakin bertambah dan dia mempersempit orang-orang yang mengurus wakaf, sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Hafizh As-Sakhowi dalam biografi wali yang disebutkan.”

As-Sakhowi juga berkata (2/645): “dia mengerjakannya saat itu pada bulan Rojab tahun 851 sebuah bagian yang dia beri nama: `Rod’ul Mujrim ‘an Sabbl Muslim` (Mencegah Pelaku Kejahatan dari Mencela Muslim).”

Bagian ini sebelumnya telah diterbitkan dengan tahqiq (penelitian) Abu Ishaq Al-Huwaini, oleh penerbit Muassasah Al-Kutub Ats-Tsaqofiyyah – Libanon, edisi pertama, tahun 1406 H / 1986 M.

ada beberapa catatan pada tahqiqnya, di antaranya:

Pertama: Dia bergantung pada satu naskah saja.

Kedua: Terjadi kesalahan penulisan (tashif) pada beberapa kata.

Ketiga: Terjadi beberapa kesalahan dan kekurangan pada matan (isi) Hadits-hadits dan dia tidak memperbaikinya atau melengkapinya, dan yang jelas dia tidak mencocokkannya dengan sumber aslinya.

Keempat: Dia memperpanjang takhrij (pencarian sumber) Hadits-hadits, yang tidak ada gunanya seperti kebiasaannya dalam mentakhrij Hadits-hadits – meskipun Hadits itu ada dalam Ash-Shohihain (kitab Shohih Al-Bukhori dan Shohih Muslim), sampai dia menggandakan ukuran risalah (kitab) tersebut.

Aku telah menggunakan dalam mentahqiq bagian ini sebuah naskah manuskrip yang sumbernya: Universitas Al-Imam Muhammad bin Su’ud Al-Islamiyyah. aslinya adalah Maktabah Khoiruddin Az-Zirikli; dan terdiri dari lima lembar, dan disalin oleh muridnya Abdul ‘Aziz bin Umroh bin Muhammad bin Fahd Al-Hasyimi Al-Makki Asy-Syafi’i pada tahun 920 H, dan Al-Hafizh Ibnu Hajar telah memberinya ijazah (izin untuk meriwayatkan) dalam bagian ini.

itu adalah naskah yang berharga yang dicocokkan dengan naskah yang ditulis dengan tulisan penulisnya, di mana di akhir lembar tertulis:

“Disalin dari naskah yang ditulis dari tulisannya pada hari Rabu, tanggal 7 Rojab Al-Fard tahun 906, di rumah penulisnya dari Makkah Al-Musyarrofah, yang faqir (membutuhkan) kepada kelembutan dan pertolongan Alloh Ta’ala: Abdul ‘Aziz bin Umroh bin Muhammad bin Fahd Al-Hasyimi Al-Makki Asy-Syafi’i, semoga Alloh berbuat baik kepada mereka, Aamiin, dan segala puji bagi Alloh, dan semoga sholawat dan salam tercurah kepada Sayyidina Muhammad , keluarganya, dan para Shohabatnya.”

“Didengarkan dariku oleh putraku Muhammad Abul Fadhl Muhibbuddin yang dipanggil Jarulloh, pada hari Ahad, tanggal 17 Sya’ban tahun 906, di majelis Darun Nadwah dari Masjidil Harom, dan aku memberitahunya tentang ijazahku untuknya dari penulisnya, Syaikhul Islam Ibnu Hajar, dan aku memberinya ijazah untuk apa yang boleh aku riwayatkan.”

“Ini dikatakan dan ditulis oleh Muhammad yang dipanggil Abdul ‘Aziz bin Umroh bin Muhammad bin Fahd Al-Hasyimi Al-Makki, semoga Alloh berbuat baik kepada mereka, dan segala puji bagi Alloh, dan semoga sholawat dan salam tercurah kepada Sayyidina Muhammad , keluarganya, dan para Shohabatnya.”

ketika Muhammad Hifni Al-Mahdi Asy-Syafi’i Al-Mishri Al-Azhari melihat bagian ini, dia memberikan sedikit komentar di pinggirnya, dan itu terjadi pada sore hari Ahad, 24 Jumada Al-Ula 1422.

Dia berkata di pinggir halaman 15: “Dengan nama Alloh, Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang, di awal dan di akhir, dan sholawat dan salam atas pemilik keutamaan dan kemuliaan, baik yang batin maupun yang lahir. Amma ba’du, Muhammad Hifni Al-Mahdi Asy-Syafi’i Al-Mishri Al-Azhari berkata: Aku telah melihat bagian yang dikarang oleh ulama terkenal Ahmad bin Ali bin Hajar Al-‘Asqolani yang berisi 40 Hadits tentang mencegah pelaku kejahatan dari mencela Muslim, maka aku menemukan padanya tanda-tanda cahaya hidayah, oleh karena itu aku suka untuk mengabdikannya dengan menulis apa yang mungkin bermanfaat bagi orang yang kurang paham sepertiku, sambil berharap dari Alloh penerimaan, sesungguhnya Dia adalah Yang Paling Dermawan yang dimintai, dan Dia adalah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”

Kemudian dia berkata: “Ditulis oleh Muhammad Hifni Al-Mahdi sambil bersholawat kepada Sayyidina Al-Mushthofa , keluarganya, para Shohabatnya, para istrinya, dan keturunannya selama wangi kasturi masih tercium. Aku telah selesai mencocokkan kitab ini setelah sore hari Ahad 24 Jumada Al-Ula 1422, dan ditulis padanya apa yang mudah-mudahan dapat memberi manfaat bagi orang yang miskin sepertiku dari karunia dan kemurahan-Nya.”

Aku telah mencocokkan naskah ini, yang aku anggap sebagai naskah asli, dengan naskah yang dicetak, dan aku beri kode “ط, dan aku tetapkan perbedaan di antara keduanya dalam catatan kaki kecuali yang tidak ada gunanya, dan aku mengingatkan akan kesalahan-kesalahan yang terjadi pada naskah yang dicetak, sebagaimana aku mencocokkan matan Hadits-hadits dengan sumber aslinya, dan aku melengkapi kekurangan yang terjadi padanya.

telah luput dari Al-Hafizh Ibnu Hajar Hadits-hadits yang lebih jelas dalam menunjukkan larangan mencela seorang Muslim, maka aku berpendapat untuk menambahkan beberapa Hadits ini ke dalam bagian ini sehingga jumlah seluruh Haditsnya menjadi 50 Hadits, mencontohi Al-Hafizh Ibnu Rojab Al-Hanbali dalam kitabnya `Jami’ul ‘Ulum wal Hikam` dalam melengkapi `Al-Arba’in` karya An-Nawawi.

Akhir kata, aku memohon kepada Alloh Ta’ala agar menjadikan amalku murni untuk Wajah-Nya Yang Mulia, dan tidak menjadikannya untuk seorang pun dari makhluk-Nya, dan segala puji bagi Alloh Robb semesta alam, dan semoga sholawat tercurah kepada Nabi-Nya yang mulia, dan kepada keluarga dan para Shohabatnya, serta orang-orang yang mengikuti petunjuknya hingga Hari Kiamat.

Ditulis oleh: Abdul Majid bin ‘Amr Jum’ah.

Pagi hari Sabtu, tanggal 29 dari bulan Alloh, Al-Muharrom, tahun 1440 H dari Hijroh Al-Mushthofa .

***


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url