[PDF] Tarjamah 40 Hadits Larangan Menyusahkan Muslim - Ibnu Hajar Al Asqolani (852 H)
Unduh PDF
﷽
Hadits ke-1: Mengagungkan
Kehormatan Muslim
Dari Abu
Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rosululloh ﷺ
bersabda:
«الْمُسْلِمُ
أَخُو الْمُسْلِمِ؛ لَا يَظْلِمُهُ، وَلَا يَخْذُلُهُ، وَلَا يَحْقِرُهُ، بِحَسْبِ
امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ»
“Seorang Muslim
adalah saudara bagi Muslim lainnya; dia tidak menzholiminya, tidak
membiarkannya (dizholimi orang lain), dan tidak menghinanya. Cukuplah kejahatan
bagi seseorang jika dia menghina saudaranya yang Muslim.” (HR. Muslim no.
2564)
Hadits ke-2: Bahaya Pemimpin yang
Menipu Rakyat
Dari Ma’qil
bin Yasar Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Aku mendengar Rosululloh ﷺ
bersabda:
«مَا مِنْ عَبْدٍ يَسْتَرْعِيهِ اللَّهُ رَعِيَّةً
يَمُوتُ يَوْمَ يَمُوتُ وَهُوَ غَاشٌّ لِرَعِيَّتِهِ إِلَّا حَرَّمَ اللَّهُ عَلَيْهِ
الْجَنَّةَ»
“Tidak ada
seorang hamba pun yang diberi amanah oleh Alloh untuk memimpin rakyat, lalu dia
meninggal pada hari kematiannya dalam keadaan menipu rakyatnya, kecuali Alloh
akan mengharomkan Surga baginya.” (HR. Al-Bukhori no. 7150 dan Muslim no.
142)
Hadits ke-3: Keutamaan Hakim yang
Adil
Dari Abu
Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rosululloh ﷺ
bersabda:
«مَنْ وَلِيَ قَضَاءَ المُسْلِمِينَ [حَتَّى يَنَالَهُ]
ثُمَّ غَلَبَ عَدْلُهُ جَوْرَهُ فَلَهُ الْجَنَّةُ، وَإِنْ غَلَبَ جَوْرُهُ عَدْلَهُ
فَلَهُ النَّارُ»
“Siapa yang
mengurusi peradilan kaum Muslimin hingga ia menguasainya, kemudian keadilannya
mengalahkan kezholimannya, maka baginya Surga, dan jika kezholimannya
mengalahkan keadilannya, maka baginya Neraka.” (HR. Abu Dawud no. 3575)
Hadits ke-4: Bahaya Memberikan
Amanah kepada Orang yang Tidak Tepat
Dari Ibnu
‘Abbas Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rosululloh ﷺ
bersabda:
«مَنِ اسْتَعْمَلَ رَجُلًا مِنْ عِصَابَةٍ وَفِيهِمْ
مَنْ هُوَ أَرْضَى لِلَّهِ مِنْهُ فَقَدْ خَانَ اللَّهَ وخانَ رَسُولَهُ وخانَ الْمُؤْمِنِينَ»
“Siapa yang
mengangkat seorang laki-laki di antara sekelompok orang, padahal di antara
mereka ada orang yang lebih diridhoi oleh Alloh, maka sungguh dia telah
mengkhianati Alloh, dan Rosul-Nya, dan kaum Mukminin.” (HR. Al-Hakim no.
7023)
Hadits ke-5: Larangan Keras
Mengangkat Pemimpin Karena Nepotisme
Dari Abu
Bakr Ash-Shiddiq Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Rosululloh ﷺ
bersabda:
«مَنْ وَلِيَ مِنْ أَمْرِ الْمُسْلِمِينَ شَيْئًا
فَأَمَّرَ عَلَيْهِمْ أَحَدًا مُحَابَاةً فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللَّهِ، لَا يَقْبَلُ
اللَّهُ مِنْهُ صَرْفًا وَلَا عَدْلًا حَتَّى يُدْخِلَهُ جَهَنَّمَ»
“Siapa yang
mengurusi sesuatu dari urusan kaum Muslimin, lalu dia mengangkat seseorang atas
mereka karena nepotisme, maka baginya laknat (kutukan) Alloh, Alloh tidak
menerima darinya shorf (ibadah) dan ‘adl (tebusan) sampai Dia
memasukkannya ke Neraka Jahannam.” (HR. Al-Hakim no. 7024)
Hadits ke-6: Bahaya Lisan yang
Menjerumuskan ke Neraka
Dari Abu
Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rosululloh ﷺ
bersabda:
«إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالْكَلِمَةِ،
مَا يَتَبَيَّنُ مَا فِيهَا، يَزِلُّ بِهَا فِي النَّارِ أَبْعَدَ مَا بَيْنَ الْمَشْرِقِ
وَالْمَغْرِبِ»
“Sesungguhnya
seorang hamba mengucapkan satu kalimat, dia tidak menyadari (akibat) yang ada
di dalamnya, lalu dia tergelincir (terjatuh) karenanya di Neraka lebih jauh
daripada jarak antara timur dan barat.” (HR. Al-Bukhori no. 6477 dan Muslim
no. 2988)
Hadits ke-7: Larangan Mengimami
Sholat Bagi Orang yang Dibenci Jamaah
Dari Ibnu
‘Amr Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rosululloh ﷺ
bersabda:
«ثَلَاثَةٌ لَا يَقْبَلُ اللَّهُ صَلَاةً - فَذَكَرَ
مِنْهُمْ - مَنْ تَقَدَّمَ قَوْمًا وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ»
“Ada tiga
golongan yang Alloh tidak menerima sholatnya – di antaranya beliau menyebutkan
– orang yang menjadi imam suatu kaum padahal mereka tidak menyukainya.” (HR.
Abu Dawud no. 593)
Dalam
riwayat Ibnu Hibban dari Ibnu Abbas dengan lafazh: “… imam kaum…”
Hadits ke-8: Sifat Buruk yang
Mencegah Masuk Surga
Dari Abu
Bakr Ash-Shiddiq Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Rosululloh ﷺ
bersabda:
«لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ سَيِّئُ الْمَلَكَةِ»
“Tidak akan
masuk Surga orang yang buruk perilakunya terhadap hamba sahayanya.” (HR. Ahmad
no. 209/1 dan At-Tirmidzi no. 1946)
Hadits ke-9: Akibat Berdebat di
Jalan yang Batil
Dari Ibnu
‘Umar Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Aku mendengar Rosululloh ﷺ
bersabda:
«مَنْ خَاصَمَ فِي بَاطِلٍ وَهُوَ يَعْلَمُ، لَمْ
يَزَلْ فِي سَخَطِ اللَّهِ حَتَّى يَنْزِعَ»
“Siapa yang
berdebat dalam perkara batil sedangkan dia mengetahuinya, dia akan senantiasa
berada dalam kemurkaan Alloh sampai dia meninggalkannya.” (HR. Abu Dawud no.
3597 dan Al-Hakim no. 2222)
Dalam
lafazh lain:
«مَنْ أَعَانَ عَلَى خُصُومَةٍ بِظُلْمٍ فَقَدْ
بَاءَ بِغَضَبٍ مِنَ اللَّهِ»
“Siapa yang
menolong dalam suatu perselisihan dengan kezholiman, maka sungguh dia telah
kembali dengan kemurkaan dari Alloh.” (HR. Abu Dawud no. 3598)
Hadits ke-10: Ancaman bagi Orang
yang Berdebat Tanpa Ilmu
Dari Abu
Ad-Darda’ Rodhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi ﷺ,
dengan lafazh:
«أَيُّمَا رَجُلٍ شَدَّ غَضَبًا عَلَى مُسْلِمٍ
فِي خُصُومَةٍ لَا عِلْمَ لَهُ بِهَا، فَقَدْ عَانَدَ اللَّهَ، وَعَلَيْهِ لَعْنَةُ
اللَّهِ»
“Seorang
laki-laki mana pun yang sangat marah kepada seorang Muslim dalam perselisihan
yang dia tidak memiliki ilmu tentangnya, maka sungguh dia telah menentang
Alloh, dan baginya laknat (kutukan) Alloh.” (HR. Ath-Thobaroni)
Hadits ke-11: Menolong Orang Zholim
Dari Hadits
Ibnu ‘Abbas Rodhiyallahu ‘Anhu, dengan lafazh dari Nabi ﷺ:
«مَنْ أَعَانَ ظَالِمًا بِبَاطِلٍ لِيَدْحَضَ
بِهِ حَقًّا فَقَدْ بَرِئَ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ»
“Siapa yang
menolong orang zholim dengan kebatilan untuk menghilangkan kebenaran, maka
sungguh dia telah berlepas diri dari Alloh dan Rosul-Nya.” (HR. Ath-Thobaroni
no. 11/214)
Hadits ke-12: Akibat Memukul Tanpa
Hak
Dari Abu
Umamah Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rosululloh ﷺ
bersabda:
«مَنْ جَرَّدَ ظَهْرَ امْرِئٍ مُسْلِمٍ بِغَيْرِ حَقٍّ، لَقِيَ
اللَّهَ وَهُوَ عَلَيْهِ غَضْبَانُ»
“Siapa yang
memukul punggung seorang Muslim tanpa hak, maka dia akan bertemu Alloh dalam
keadaan Alloh murka kepadanya.” (HR. Ath-Thobaroni no. 7536)
Hadits ke-13: Larangan Membawa
Kabar Buruk (Namimah)
Dari
Hudzaifah Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Rosululloh ﷺ
bersabda:
«لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ نَمَّامٌ»
“Tidak akan
masuk Surga orang yang suka mengadu domba.” (HR. Al-Bukhori no. 6056 dan Muslim
no. 105)
Hadits ke-14: Keutamaan Membela
Kehormatan Muslim
Dari Abu
Ad-Darda’ Rodhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi ﷺ, dia
bersabda:
«مَنْ رَدَّ عَنْ عِرْضِ أَخِيهِ رَدَّ اللَّهُ
عَنْ وَجْهِهِ النَّارَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ»
“Siapa yang
membela kehormatan saudaranya, maka Alloh akan menghalangi Neraka dari wajahnya
pada Hari Kiamat.” (HR. At-Tirmidzi no. 1931)
Hadits ke-15: Ancaman bagi yang Berkata
Dusta
Dari Ibnu
‘Umar Rodhiyallahu ‘Anhuma, dia berkata: Rosululloh ﷺ
bersabda:
«مَنْ قَالَ فِي مُؤْمِنٍ مَا لَيْسَ فِيهِ أَسْكَنَهُ
اللَّهُ رَدْغَةَ الْخَبَالِ مِنَ النَّارِ»
“Siapa yang
mengatakan tentang seorang Mukmin sesuatu yang tidak ada padanya, Alloh akan
menempatkannya di rodghotal khobal (lumpur nanah dan darah) dari Neraka.”
(HR. Abu Dawud no. 3597 dan Al-Hakim no. 3/32)
Hadits ke-16: Dosa Zholim dan
Memutuskan Silaturahim
Dari Abu
Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Rosululloh ﷺ
bersabda:
«مَا مِنْ ذَنْبٍ أَجْدَرُ أَنْ يُعَجِّلَ اللَّهُ
لِصَاحِبِهِ الْعُقُوبَةَ فِي الدُّنْيَا مَعَ مَا يَدَّخِرُ لَهُ فِي الْآخِرَةِ مِنَ
الْبَغْيِ وَقَطِيعَةِ الرَّحِمِ»
“Tidak ada
dosa yang lebih pantas untuk Alloh segerakan hukumannya bagi pelakunya di
dunia, di samping apa yang Alloh simpan baginya di Akhirat, daripada kezholiman
dan memutuskan silaturohim.” (HR. At-Tirmidzi no. 2511 dan Abu Dawud no.
4902)
Hadits ke-17: Hukum Mencela Muslim
Dari Tsabit
bin Adh-Dhohhak Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Rosululloh ﷺ
bersabda:
«لَعْنُ الْمُؤْمِنِ كَقَتْلِهِ»
“Mencela
seorang Mukmin adalah seperti membunuhnya.” (HR. Al-Bukhori no. 6652 dan Muslim
no. 176)
Hadits ke-18: Keharoman
Mencari-Cari Aib Muslim
Dari Ibnu
‘Umar Rodhiyallahu ‘Anhuma, dia berkata: Nabi ﷺ naik
mimbar lalu berseru dengan suara yang tinggi:
«يَا مَعْشَرَ مَنْ أَسْلَمَ بِلِسَانِهِ وَلَمْ
يُفْضِ الْإِيمَانُ إِلَى قَلْبِهِ، لَا تُؤْذُوا الْمُسْلِمِينَ وَلَا تُعَيِّرُوهُمْ
وَلَا تَتَّبِعُوا عَوْرَاتِهِمْ، فَإِنَّهُ مَنْ تَتَبَّعَ عَوْرَةَ أَخِيهِ الْمُسْلِمِ
تَتَبَّعَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ، وَمَنْ تَتَبَّعَ اللَّهُ عَوْرَتَهُ يَفْضَحْهُ وَلَوْ
فِي جَوْفِ رَحْلِهِ»
“Wahai
sekalian orang yang berislam dengan lisannya, padahal iman belum sampai ke
hatinya, janganlah kalian menyakiti kaum Muslimin, janganlah kalian mencela
mereka, dan janganlah kalian mencari-cari aib mereka. Karena sesungguhnya siapa
yang mencari-cari aib saudaranya yang Muslim, maka Alloh akan mencari-cari
aibnya, dan siapa yang aibnya dicari-cari oleh Alloh, maka Dia akan
membongkarnya, meskipun di dalam kendaraannya.” (HR. At-Tirmidzi no. 2032
dan Ibnu Hibban no. 5763)
Hadits ke-19: Kedudukan Malu dalam
Iman
Dari Abu
Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rosululloh ﷺ
bersabda:
«الْحَيَاءُ مِنَ الإِيمَانِ، وَالإِيمَانُ فِي
الْجَنَّةِ، وَالْبَذَاءُ مِنَ الْجَفَاءِ، وَالْجَفَاءُ فِي النَّارِ»
“Malu
adalah bagian dari iman, dan iman itu di Surga. Sedangkan ucapan kotor adalah
bagian dari kekasaran, dan kekasaran itu di Neraka.” (HR. At-Tirmidzi no.
2009 dan Ibnu Hibban no. 608)
Hadits ke-20: Menyakiti Muslim
adalah Menyakiti Nabi dan Alloh
Dari Anas Rodhiyallahu
‘Anhu, dia berkata: Rosululloh ﷺ
bersabda:
«مَنْ آذَى مُسْلِمًا فَقَدْ آذَانِي، وَمَنْ
آذَانِي فَقَدْ آذَى اللَّهَ»
“Siapa yang
menyakiti seorang Muslim, maka sungguh dia telah menyakitiku. Siapa yang
menyakitiku, maka sungguh dia telah menyakiti Alloh.” (HR. Ath-Thobaroni)
Hadits ke-21: Orang yang Paling
Buruk di Hari Kiamat
Dari
‘Aisyah Rodhiyallahu ‘Anha, dia berkata: Rosululloh ﷺ
bersabda:
«إِنَّ شَرَّ النَّاسِ مَنْزِلَةً يَوْمَ الْقِيَامَةِ
مَنْ وَدَعَهُ النَّاسُ اتِّقَاءَ فُحْشِهِ»
“Sesungguhnya
seburuk-buruk manusia kedudukannya pada Hari Kiamat adalah orang yang dijauhi
oleh orang-orang karena menghindari kekotoran ucapannya.” (HR. Al-Bukhori
no. 6054 dan Muslim no. 2591)
Hadits ke-22: Bahaya Menyebar Aib
Sendiri
Dari Abu
Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rosululloh ﷺ
bersabda:
«كُلُّ أُمَّتِي مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرُونَ»
“Setiap
umatku akan diampuni kecuali orang-orang yang berterang-terangan (dalam berbuat
maksiat).” (HR. Al-Bukhori no. 6069)
Hadits ke-23: Kejujuran dan
Kebohongan
Dari
Abdulloh bin Mas’ud Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Rosululloh ﷺ
bersabda:
«عَلَيْكُمْ بِالصِّدْقِ، فَإِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي
إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَإِيَّاكُمْ وَالْكَذِبَ،
فَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ،
وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَصْدُقُ وَيَتَحَرَّى الصِّدْقَ حَتَّى يُكْتَبَ صِدِّيقًا، وَإِنَّ
الْعَبْدَ لَيَكْذِبُ وَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ كَذَّابًا»
“Hendaklah
kalian berlaku jujur, karena kejujuran itu akan mengantarkan kepada kebaikan,
dan kebaikan itu akan mengantarkan ke Surga. jauhilah
oleh kalian kebohongan, karena kebohongan itu akan mengantarkan kepada
keburukan, dan keburukan itu akan mengantarkan ke Neraka. sesungguhnya seorang hamba senantiasa
jujur dan berusaha untuk jujur, sehingga dia dicatat sebagai Shiddiq (orang
yang sangat jujur). sesungguhnya
seorang hamba senantiasa berbohong dan berusaha untuk berbohong, sehingga dia
dicatat sebagai kaddzab (pembohong besar).” (HR. Al-Bukhori no. 6094
dan Muslim no. 2607)
Hadits ke-24: Menyakiti Mukmin
adalah Berbuat Bahtera
Dari
Abdulloh bin Busr Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rosululloh ﷺ
bersabda:
«لَيْسَ مِنِّي ذُو حَسَدٍ وَلَا نَمِيمَةٍ»
“Bukan termasuk
golonganku orang yang memiliki sifat hasad (iri) dan namimah (suka mengadu
domba).” (HR. Ath-Thobaroni)
Kemudian
beliau membaca:
﴿وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ
مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَنًا وَإِثْمًا مُّبِينًا﴾
“orang-orang yang menyakiti orang-orang
Mukmin dan Mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya
mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.” (QS. Al-Ahzab: 58)
Hadits ke-25: Larangan Menyakiti Tetangga
Dari Abu
Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Rosululloh ﷺ
bersabda:
«مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ
فَلَا يُؤْذِ جَارَهُ»
“Siapa yang
beriman kepada Alloh dan Hari Akhir, maka janganlah dia menyakiti tetangganya.”
(HR. Al-Bukhori no. 6018 dan Muslim no. 47)
Hadits ke-26: Ancaman bagi Orang
Bermuka Dua
Dari Abu
Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi ﷺ, dia
bersabda:
«تَجِدُونَ شَرَّ النَّاسِ ذَا الْوَجْهَيْنِ
الَّذِي يَأْتِي هَؤُلَاءِ بِوَجْهٍ، وَهَؤُلَاءِ بِوَجْهٍ»
“Kalian
akan mendapati seburuk-buruk manusia adalah orang yang bermuka dua, yang
mendatangi sekelompok orang dengan satu wajah, dan mendatangi kelompok lain
dengan wajah yang lain.” (HR. Al-Bukhori no. 3494 dan Muslim no. 2526)
Hadits ke-27: Lidah Api bagi
Pembohong
Dari ‘Ammar
bin Yasir Rodhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi ﷺ, dia
bersabda:
«مَنْ كَانَ لَهُ وَجْهَانِ فِي الدُّنْيَا، كَانَ
لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لِسَانَانِ مِن نَارٍ»
“Siapa yang
memiliki dua wajah di dunia, maka dia akan memiliki dua lidah dari api pada
Hari Kiamat.” (HR. Abu Dawud no. 4873 dan Ibnu Hibban no. 5756)
Hadits ke-28: Ancaman bagi Orang
yang Bermuka Dua
Dan Ath-Thobaroni
meriwayatkan dari Hadits Anas dari Nabi ﷺ,
bahwa beliau bersabda:
«مَنْ كَانَ ذَا لِسَانَيْنِ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ
يَوْمَ الْقِيَامَةِ لِسَانَيْنِ مِنْ نَارٍ»
“Siapa yang
memiliki dua lidah, Alloh akan menjadikan baginya dua lidah dari api pada Hari
Kiamat.” (HR. Ath-Thobaroni no. 8885)
Hadits ke-29: Hukuman Mengkafirkan
Muslim
Dari Ibnu
‘Umar Rodhiyallahu ‘Anhuma, bahwa Rosululloh ﷺ
bersabda:
«إِذَا قَالَ الرَّجُلُ لِأَخِيهِ: يَا كَافِرُ،
فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا إِنْ كَانَ كَافِرًا، وَإِلَّا رَجَعَتْ عَلَيْهِ»
“Jika
seorang laki-laki berkata kepada saudaranya: ‘Wahai orang kafir!’ maka sungguh
ucapan itu akan kembali kepada salah satu dari keduanya. Jika yang dikatakannya
itu kafir, (maka ucapan itu benar), jika tidak, maka ucapan itu akan kembali
kepadanya.” (HR. Al-Bukhori no. 6104 dan Muslim no. 60)
Hadits ke-30: Larangan Menyakiti
Tetangga Sekalipun Kecil
Dari Ummu
Salamah Rodhiyallahu ‘Anha, dia berkata: Rosululloh ﷺ
bersabda:
«لَا قَلِيلَ مِنْ أَذَى الْجَارِ»
“Tidak ada
sedikit pun dari menyakiti tetangga (yang dianggap remeh).” (HR. Ath-Thobaroni,
23/258)
Lafazh selainnya:
«لَا قَلِيلَ مِنْ أَذَى الْمُسْلِمِ»
“Tidak ada
sedikit pun dari menyakiti seorang Muslim (yang dianggap remeh).”
Hadits ke-31: Berkata Kotor
Menodai Sesuatu
Dari
‘Aisyah Rodhiyallahu ‘Anha, dia berkata: Rosululloh ﷺ
bersabda:
«مَا كَانَ الْفُحْشُ فِي شَيْءٍ إِلَّا شَانَهُ»
“Tidaklah
kekotoran (dalam ucapan) itu ada pada sesuatu, kecuali akan menodainya.” (HR.
Muslim no. 2594)
Hadits ke-32: Kepemimpinan di
Tangan yang Tidak Berhak
Dari Abu
Ayyub Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Rosululloh ﷺ
bersabda:
«لَا تَبْكُوا عَلَى الدِّينِ إِذَا وَلِيَهُ
أَهْلُهُ، وَلَكِنْ وَابْكُوا عَلَى الدِّينِ إِذَا وَلِيَهُ غَيْرُ أَهْلِهِ»
“Janganlah
kalian menangisi agama jika ia dipimpin oleh ahlinya, tetapi menangislah atas agama
jika ia dipimpin oleh orang yang bukan ahlinya.” (HR. Ath-Thobaroni, 4/158)
Hadits ke-33: Jangan Remehkan
Seorang Muslim
Dari Abu
Bakr Ash-Shiddiq Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Rosululloh ﷺ
bersabda:
«لَا تَحْقِرَنْ أَحَدًا مِنَ الْمُسْلِمِينَ،
فَإِنَّ صَغِيرَ الْمُسْلِمِينَ عِنْدَ اللَّهِ كَبِيرٌ»
“Janganlah
sekali-kali engkau meremehkan seorang Muslim, karena sesungguhnya orang yang
kecil di antara kaum Muslimin itu besar di sisi Alloh.” (HR. Abu Manshur
Ad-Dailami no. 7813)
Hadits ke-34: Ilmu dan Kaum Muda
vs. Kaum Tua
Dari Ibnu
Mas’ud Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Rosululloh ﷺ
bersabda:
«لَا تَزَالُ أُمَّتِي بِخَيْرٍ مَا أَخَذُوا
الْعِلْمَ عَنْ أَكَابِرِهِمْ»
“Umatku
akan senantiasa dalam kebaikan selama mereka mengambil ilmu dari para pembesar
mereka.” (HR. Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah)
Hadits ke-35: Jaminan Surga
Dari Sahl
bin Sa’d Rodhiyallahu ‘Anhu, dari Rosululloh ﷺ, dia
bersabda:
«مَنْ يَضْمَنْ لِي مَا بَيْنَ لَحْيَيْهِ وَمَا
بَيْنَ رِجْلَيْهِ أَضْمَنْ لَهُ الْجَنَّةَ»
“Siapa yang
menjamin untukku apa yang ada di antara dua rahangnya (lidahnya) dan apa yang
ada di antara dua kakinya (kemaluannya), maka aku jamin Surga baginya.” (HR.
Al-Bukhori no. 6474)
Hadits ke-36: Larangan Marah
Dari Abu
Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu: Bahwa seorang laki-laki berkata kepada Nabi
ﷺ:
“Berilah aku nasihat.” Beliau bersabda:
«لَا تَغْضَبْ»
“Janganlah
engkau marah.” Beliau mengulanginya beberapa kali, lalu beliau bersabda:
“Janganlah engkau marah.” (HR. Al-Bukhori no. 6117)
Hadits ke-37: Larangan
Meminta-minta Tanpa Kebutuhan
Dari Hubsyi
bin Junadah Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Aku mendengar Rosululloh ﷺ
bersabda:
«مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ فَكَأَنَّمَا
يَأْكُلُ الْجَمْرَ»
“Siapa yang
meminta-minta tanpa adanya kefakiran, maka seolah-olah dia memakan bara api.” (HR.
Ath-Thobaroni)
Hadits ke-38: Akibat Meminta-minta
Tanpa Kebutuhan
Dari Sahl
bin Al-Hanzholiyyah Rodhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi ﷺ,
dia bersabda:
«مَنْ سَأَلَ وَعِنْدَهُ مَا يُغْنِيهِ فَإِنَّمَا
يَسْتَكْثِرُ مِنَ النَّارِ»
“Siapa yang
meminta-minta padahal dia memiliki sesuatu yang mencukupinya, maka sesungguhnya
dia memperbanyak bara api Neraka.” (HR. Abu Dawud no. 1629)
Hadits ke-39: Hukuman
Meminta-minta
Dari Abu
Kabsyah Al-Anmari Rodhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi ﷺ, dia
bersabda:
«مَا فَتَحَ عَبْدٌ عَلَى نَفْسِهِ بَابَ مَسْأَلَةٍ
إِلَّا فَتَحَ اللَّهُ عَلَيْهِ بَابَ فَقْرٍ»
“Tidaklah
seorang hamba membuka pintu meminta-minta untuk dirinya, melainkan Alloh akan
membuka baginya pintu kefakiran.” (HR. At-Tirmidzi no. 2325)
Hadits ke-40: Larangan Berlebihan
dalam Meminta
Dari
Mu’awiyah Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rosululloh ﷺ
bersabda:
«لَا تُلْحِفُوا فِي الْمَسْأَلَةِ، فَوَاللَّهِ،
لَا يَسْأَلُنِي أَحَدٌ مِنْكُمْ شَيْئًا، فَتُخْرِجَ مَسْأَلَتُهُ مِنِّي شَيْئًا،
وَأَنَا لَهُ كَارِهُ، فَيُبَارَكَ اللَّهُ تَعَالَى لَهُ فِيمَا أَعْطَيْتُهُ»
“Janganlah
kalian berlebihan dalam meminta, demi Alloh, tidaklah salah seorang dari kalian
meminta sesuatu kepadaku, lalu permintaannya itu mengeluarkan sesuatu dariku,
sedangkan aku tidak menyukainya, maka Alloh Ta’ala tidak akan
memberkahinya dalam apa yang aku berikan kepadanya.” (HR. Muslim no. 1038)
Selesai 40
Hadits, yang dikomentari (ditulis) oleh Ahmad bin Ali bin Hajar pada hari
Kamis, tanggal 10 dari bulan Rojab tahun 851 H, sambil memuji Alloh dan
bersholawat kepada Muhammad, keluarga, dan para Shohabatnya.
Disalin
dari naskah yang ditulis dari tulisan tangannya pada hari Rabu, tanggal 7 Rojab
Al-Fard tahun 906 H, di rumah penulisnya di Makkah Al-Musyarrofah, yang faqir
kepada kelembutan dan pertolongan Alloh Ta’ala: Abdul Aziz bin Umroh bin
Muhammad bin Fahd Al-Hasyimi Al-Makki Asy-Syafi’i, semoga Alloh berbuat baik
kepada mereka, Aamiin.
Dan segala
puji bagi Alloh, dan semoga sholawat dan salam tercurah kepada Sayyidina
Muhammad ﷺ,
keluarga, dan para Shohabatnya.
Segala puji
bagi Alloh, telah didengar dariku oleh putraku Muhammad Abul Fadhl Muhibbuddin
yang dipanggil Jarulloh, pada hari Ahad, tanggal 17 Sya’ban tahun 906 H, di
majelis Darun Nadwah dari Masjidil Harom, dan aku memberitahunya tentang
ijazahku (izin meriwayatkan) untuknya dari penulisnya, Syaikhul Islam Ibnu
Hajar, dan aku memberinya ijazah untuk apa yang boleh aku riwayatkan dariku.
Ini
dikatakan dan ditulis oleh Muhammad yang dipanggil Abdul Aziz bin Umroh bin
Muhammad bin Fahd Al-Hasyimi Al-Makki, semoga Alloh berbuat baik kepada mereka,
dan segala puji bagi Alloh, dan semoga sholawat dan salam tercurah kepada
Sayyidina Muhammad ﷺ, keluarga, dan para Shohabatnya.
***
Hadits ke-41: Keharoman Darah,
Harta, dan Kehormatan Muslim
Dari Abu
Bakroh Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rosululloh ﷺ
bersabda:
«إِنَّ دِمَاءَكُمْ وَأَمْوَالَكُمْ وَأَعْرَاضَكُمْ
عَلَيْكُمْ حَرَامٌ، كَحُرْمَةِ يَوْمِكُمْ هَذَا، فِي شَهْرِكُمْ هَذَا، فِي بَلَدِكُمْ
هَذَا»
“Sesungguhnya
darah kalian, harta kalian, dan kehormatan kalian adalah harom atas kalian,
sebagaimana keharoman hari kalian ini, di bulan kalian ini, di negeri kalian
ini.” (HR. Al-Bukhori no. 4406 dan Muslim no. 1679)
Hadits ke-42: Seluruh Muslim
Dihormati
Dari Abu
Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Rosululloh ﷺ
bersabda:
«كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ،
دَمُهُ، وَمَالُهُ، وَعِرْضُهُ»
“Setiap Muslim
atas Muslim lainnya adalah harom, darahnya, hartanya, dan kehormatannya.” (HR.
Muslim no. 2564)
Hadits ke-43: Hukum Mencela dan
Memerangi Muslim
Dari
Abdulloh bin Mas’ud Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Rosululloh ﷺ
bersabda:
«سِبَابُ الْمُسْلِمِ فُسُوقُ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ»
“Mencela
seorang Muslim adalah kefasikan, dan memeranginya adalah kekufuran.” (HR. Al-Bukhori
no. 48 dan Muslim no. 64)
Hadits ke-44: Ancaman bagi
Pengumpat dan Pencela
Dari Anas
bin Malik Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Rosululloh ﷺ
bersabda:
«لَمَّا عُرِجَ بِي مَرَرْتُ بِقَوْمٍ لَهُمْ
أَطْفَارٌ مِنْ نُحَاسٍ يَخْمُشُونَ وُجُوهَهُمْ وَصُدُورَهُمْ، فَقُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ
يَا جِبْرِيلُ، قَالَ: هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يَأْكُلُونَ لُحُومَ النَّاسِ، وَيَقَعُونَ
فِي أَعْرَاضِهِمْ»
“Ketika aku
di-Mi’roj-kan (dinaikkan ke langit), aku melewati sekelompok kaum yang memiliki
kuku dari tembaga, mereka mencakar-cakar wajah dan dada mereka. Maka aku
bertanya: ‘Siapakah mereka wahai Jibril?’ Dia menjawab: ‘Mereka adalah
orang-orang yang memakan daging manusia (mengumpat), dan mencela kehormatan
mereka.’” (HR. Abu Dawud no. 4878)
Hadits ke-45: Hukuman bagi yang
Memulai Perkelahian Lisan
Dari Abu
Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rosululloh ﷺ
bersabda:
«الْمُسْتَبَّانِ مَا قَالَا فَعَلَى الْبَادِي،
مَا لَمْ يَعْتَدِ الْمَظْلُومُ»
“Dua orang
yang saling mencela, maka apa yang mereka ucapkan dosanya menjadi tanggungan
orang yang memulai, selama orang yang dizholimi tidak melampaui batas.” (HR.
Muslim no. 2587)
Hadits ke-46: Siapa yang Dinamakan
Orang Bangkrut
Dari Abu
Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rosululloh ﷺ
bersabda:
«أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ؟» قَالُوا: الْمُفْلِسُ
فِينَا مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ، فَقَالَ: «إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي
يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ، وَصِيَامٍ، وَزَكَاةٍ، وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ
هَذَا، وَقَذَفَ هَذَا، وَأَكَلَ مَالَ هَذَا، وَسَفَكَ دَمَ هَذَا، وَضَرَبَ هَذَا،
فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ
قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ، ثُمَّ
طُرِحَ فِي النَّارِ»
“Tahukah
kalian siapakah orang yang bangkrut?” Mereka menjawab: “Orang yang bangkrut di
antara kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak memiliki harta
benda.” Maka beliau bersabda: “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku
adalah orang yang datang pada Hari Kiamat dengan membawa Sholat, Puasa, dan
Zakat. dia datang dalam keadaan
telah mencela si A, menuduh si B, memakan harta si C, menumpahkan darah si D,
dan memukul si E. Maka si A diberi sebagian dari kebaikannya, dan si B diberi
sebagian dari kebaikannya, (dan seterusnya). Jika kebaikannya habis sebelum tuntas,
maka diambil dosa-dosa mereka dan dilemparkan kepadanya, kemudian dia
dilemparkan ke dalam Neraka.”” (HR. Muslim no. 2581)
Hadits ke-47: Hakikat Seorang Muslim
Dari
Abdulloh bin ‘Amr Rodhiyallahu ‘Anhuma, dari Nabi ﷺ,
dia bersabda:
«الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ
لِسَانِهِ وَيَدِهِ»
“Muslim
(sejati) adalah orang yang kaum Muslimin lainnya selamat dari lisan dan
tangannya.” (HR. Al-Bukhori no. 10)
Hadits ke-48: Mencela Mukmin
adalah Menuju Kehancuran
Dari
Abdulloh bin ‘Amr Rodhiyallahu ‘Anhu, dari Nabi ﷺ, dia
bersabda:
«سِبَابُ الْمُؤْمِنِ كَالْمُشْرِفِ عَلَى هَلَكَةٍ»
“Mencela
Mukmin adalah seperti berada di ambang kehancuran.” (HR. Al-Bazzar no. 246)
Hadits ke-49: Sifat-sifat yang
Tidak Dimiliki Mukmin
Dari
Abdulloh bin Mas’ud Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata: Rosululloh ﷺ
bersabda:
«لَيْسَ الْمُؤْمِنُ بِالطَّعَّانِ وَلَا اللَّعَّانِ
وَلَا الْفَاحِشِ وَلَا الْبَذِيءِ»
“Mukmin
bukanlah seorang yang suka mencela, bukan orang yang suka melaknat, bukan orang
yang berkata kotor, dan bukan orang yang berperangai buruk.” (HR. At-Tirmidzi
no. 1977)
Hadits ke-50: Akhlak Mulia Nabi
Dari Anas Rodhiyallahu
‘Anhu, dia berkata:
لَمْ يَكُنْ رَسُولُ اللَّهِ فَاحِشًا، وَلَا لَعَّانًا،
وَلَا سَبَّابًا
“Rosululloh
ﷺ
bukanlah orang yang berkata kotor, bukan orang yang suka melaknat, dan bukan
orang yang suka mencela.” (HR. Al-Bukhori no. 6046)
Selesai,
dengan segala puji bagi Alloh.
Muqoddimah Peneliti
Alhamdulillah (segala puji bagi Alloh), kami memuji-Nya,
memohon pertolongan kepada-Nya, dan memohon ampun kepada-Nya. Kami berlindung
kepada Alloh dari kejahatan diri kami dan dari keburukan amal perbuatan kami.
Siapa yang diberi petunjuk oleh Alloh, maka tidak ada yang dapat
menyesatkannya, dan siapa yang disesatkan oleh Alloh, maka tidak ada yang dapat
memberinya petunjuk. aku bersaksi
bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Alloh semata, tidak ada
sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad ﷺ
adalah hamba dan Rosul-Nya.
Amma ba’du, ini adalah bagian yang berharga, berisi
40 Hadits yang dikumpulkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqolani Rodhiyallahu
‘Anhu tentang keharoman mencela seorang Muslim, merusak kehormatannya,
mencari-cari kesalahannya, dan mengikuti aurot (aib)nya.
Sesungguhnya Alloh Ta’ala menjaga kehormatan seorang
Muslim, dan menguatkan dalam menjaganya, dan sangat mengharomkannya, serta
melarang merusaknya, merusak kehormatannya, menyebarkan ucapan buruk
tentangnya, menyebarkan tuduhan kepadanya, dan menyakitinya tanpa haq
(kebenaran)
Alloh Ta’ala berfirman:
﴿وَالَّذِينَ يُؤْذُونَ الْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ بِغَيْرِ
مَا اكْتَسَبُوا فَقَدِ احْتَمَلُوا بُهْتَنًا وَإِثْمًا مُّبِينًا﴾
“orang-orang
yang menyakiti orang-orang Mukmin dan Mukminat tanpa kesalahan yang mereka
perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang
nyata.” (QS. Al-Ahzab: 58)
Al-Baghowi berkata dalam tafsirnya (3/664): (orang-orang yang menyakiti orang-orang
Mukmin dan Mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat) maknanya: tanpa
mereka melakukan sesuatu yang menyebabkan disakiti.
Mujahid berkata: Mereka mencela orang-orang Mukmin dan
menuduh mereka tanpa melakukan kejahatan, maka sesungguhnya mereka telah
memikul kebohongan dan dosa yang nyata.
Ibnu Katsir berkata dalam tafsirnya (6/480): “Firman-Nya: (orang-orang yang menyakiti orang-orang
Mukmin dan Mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat), yaitu mereka
menisbatkan (menghubungkan) kepada mereka sesuatu yang tidak mereka lakukan dan
tidak mereka perbuat. Maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan
dosa yang nyata, dan inilah kebohongan yang nyata, yaitu menceritakan atau
menukil (mengutip) sesuatu yang tidak dilakukan oleh orang-orang Mukmin dan
Mukminat dengan tujuan mencela dan merendahkan mereka.”
Dan Alloh berfirman:
﴿وَمَن يَكْسِبْ خَطِيئَةً أَوْ إِثْمًا ثُمَّ يَرْمِ بِهِ
بَرِيئًا فَقَدِ احْتَمَلَ بُهْتَنًا وَإِثْمًا مُّبِينًا﴾
“Siapa berbuat kesalahan atau dosa, kemudian dia menuduhnya
kepada orang yang tidak bersalah, maka sungguh, dia telah memikul kebohongan
dan dosa yang nyata.” (QS. An-Nisa: 112)
Asy-Syaikh As-Sa’di berkata dalam tafsirnya (200): “(Siapa
berbuat kesalahan) yaitu dosa besar, أَوْ إِثْمًا
(atau dosa) yaitu dosa yang lebih kecil dari itu, ثُمَّ يَرْمِ بِهِ
(kemudian dia menuduhnya) yaitu menuduh dosanya kepada بَرِيئًا
(orang yang tidak bersalah) dari dosa itu, meskipun dia adalah pendosa. فَقَدِ احْتَمَلَ بُهْتَنَا وَإِثْمًا مُّبِينًا (maka sungguh, dia
telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata), yaitu dia telah memikul di
punggungnya kebohongan terhadap orang yang tidak bersalah dan dosa yang jelas
dan nyata. Ini menunjukkan bahwa perbuatan tersebut termasuk dosa-dosa besar
dan dosa yang membinasakan.
Karena dia telah mengumpulkan beberapa kerusakan: (1)
mendapatkan kesalahan dan dosa. (2) Kemudian menuduh orang yang tidak
melakukannya dengan perbuatannya. (3) Kemudian kebohongan yang sangat keji
dengan membersihkan dirinya sendiri dan menuduh orang yang tidak bersalah. (4)
Kemudian apa yang terjadi setelah itu dari hukuman dunia, yang seharusnya
dikenakan kepadanya malah dikenakan kepada orang lain yang tidak berhak
menerimanya. (5) Kemudian apa yang terjadi setelah itu juga – dari ucapan
manusia terhadap orang yang tidak bersalah dan kerusakan-kerusakan lainnya yang
kami memohon kepada Alloh agar diselamatkan darinya, dan dari setiap
keburukan.”
Dan Alloh berfirman:
﴿يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِّنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ
ۖ وَلَا
تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ
أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابُ رَّحِيمٌ﴾
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari
prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka adalah dosa, dan janganlah kalian
mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah sebagian kalian menggunjing
sebagian yang lain. Apakah kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah
mati? Tentu kalian merasa jijik kepadanya. bertaqwalah
kepada Alloh, sesungguhnya Alloh Maha Penerima tobat, Maha Penyayang.” (QS.
Al-Hujurot: 12)
Ibnu Al-Qoyyim berkata dalam kitabnya `I’lamul Muwaqqi’in`
(1/130-131): “Ini adalah salah satu analogi representatif terbaik, karena Alloh
menyerupakan merobek kehormatan saudara dengan merobek dagingnya. karena orang yang menggunjing merobek
kehormatan saudaranya ketika dia tidak ada, maka dia (orang yang menggunjing)
seperti orang yang memotong-motong daging saudaranya ketika ruhnya tidak ada
(karena kematian). karena orang
yang menggunjing tidak mampu membela dirinya (orang yang digunjing) karena
ketidakhadirannya (ketika dicela), maka dia seperti orang mati yang dagingnya
dipotong-potong, dan dia tidak bisa membela dirinya sendiri.
karena
persaudaraan menuntut kasih sayang, saling terhubung, dan saling menolong, maka
orang yang menggunjing melakukan kebalikan dari tuntutan itu, yaitu mencela,
mencacat, dan menusuk (kehormatan). Ini seperti memotong-motong daging
saudaranya.
persaudaraan
menuntut untuk menjaga, melindungi, dan membela kehormatannya. karena orang yang menggunjing menikmati
kehormatan saudaranya, bersenang-senang dengan menggunjing dan mencelanya,
menikmati hal itu, maka dia diumpamakan seperti pemakan daging saudaranya
setelah dipotong-potong.
karena orang
yang menggunjing menyukai hal itu, dan mengaguminya, maka dia diumpamakan
seperti orang yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati. kecintaannya terhadap hal itu adalah
kadar tambahan dari sekadar memakannya, sebagaimana memakannya adalah kadar
tambahan dari merobeknya.
Maka renungkanlah perumpamaan dan tamsil (analogi)
ini, dan betapa indahnya letaknya, serta kesesuaian hal yang dapat dipikirkan
(akal) dengan hal yang dapat dirasakan (indra).
renungkanlah
pemberitaan-Nya tentang mereka (orang-orang beriman) bahwa mereka membenci
makan daging saudara yang sudah mati, dan Dia mensifati mereka dengan hal itu
di akhir ayat, dan mengingkari mereka di awal ayat bahwa salah seorang dari
mereka menyukai hal itu.
Maka sebagaimana hal ini dibenci dalam tabiat (sifat)
mereka, bagaimana mereka menyukai sesuatu yang serupa dan sejenis dengannya?!
Maka Dia (Alloh) berdalih kepada mereka dengan apa yang
mereka benci, atas apa yang mereka sukai, dan menyerupakan bagi mereka apa yang
mereka sukai dengan sesuatu yang paling mereka benci, dan mereka paling jijik
darinya.
Oleh karena itu, akal, fitroh (sifat asal), dan hikmah
(kebijaksanaan) mewajibkan bahwa mereka menjadi orang yang paling jijik
terhadap sesuatu yang serupa dan sejenis dengannya. hanya kepada Alloh lah pertolongan.
jika merusak
kehormatan seorang Muslim adalah kebohongan yang agung dan dosa yang nyata,
lalu bagaimana dengan merusak kehormatan para ulama, mencela mereka, dan
merendahkan kedudukan mereka?
Tidak diragukan lagi bahwa hal itu adalah kejahatan yang
lebih besar, dan dosa yang lebih berat, karena para ulama berhak untuk dicintai
dan dihormati, dan diperlakukan dengan pengagungan dan pemuliaan, dan diakui
keutamaan dan kebesaran mereka. Alloh Ta’ala menjadikan mereka sebagai
pelindung agama, mereka menyingkirkan penyimpangan orang-orang yang berlebihan,
klaim batil orang-orang yang salah, dan taqwil orang-orang yang bodoh.
Mereka adalah pewaris para Nabi dan Rosul, mereka mengajari
orang-orang yang bodoh, memberikan pencerahan kepada orang-orang yang sesat,
dan membimbing orang-orang yang lalai.
Jika bukan karena mereka, syariat akan lenyap, benderanya
akan terbalik, rambu-rambunya akan terhapus, dan hukum-hukumnya akan
terbengkalai. Maka mencela mereka sama dengan mencela agama, dan mencela mereka
akan mengarah pada mencela ilmu yang mereka bawa dari warisan kenabian.
Dari Abdulloh bin Umroh Rodhiyallahu ‘Anhu, dia
berkata: Seorang laki-laki berkata dalam perang Tabuk di sebuah majelis: “Kami
tidak pernah melihat seperti ahli-ahli Qur’an kami ini, (yang) paling rakus
perutnya, paling dusta lisannya, dan paling pengecut saat bertemu (musuh).”
Maka seorang laki-laki di majelis itu berkata: “Kamu dusta, bahkan
kamu munafik, aku akan memberitahu Rosululloh ﷺ.”
Maka sampailah hal itu kepada Nabi ﷺ, dan turunlah
Al-Qur’an.
Abdulloh bin Umroh Rodhiyallahu ‘Anhu berkata: Aku
melihat dia (laki-laki munafik itu) bergantung pada tali pelana unta Rosululloh ﷺ sambil tersandung batu, dan dia berkata: “Wahai
Rosululloh, sesungguhnya kami hanya sedang berbincang-bincang dan
bermain-main.” Rosululloh ﷺ berkata:
﴿أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ
(65) لَا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ﴾
“Apakah dengan Alloh,
ayat-ayat-Nya, dan Rosul-Nya kalian mengolok-olok? Jangan kalian meminta maaf,
sungguh kalian telah kafir setelah kalian beriman.” (HR. At-Thobari dalam tafsirnya
no. 11/543 dan Ibnu Abi Hatim dalam tafsirnya no. 6/1829)
Asy-Syaikh As-Sa’di berkata dalam tafsirnya (342): “وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ عَمَّا قَالُوهُ (jika kamu tanyakan kepada mereka
tentang apa yang mereka katakan) yaitu celaan terhadap kaum Muslimin dan agama
mereka.”
Dari Ibnu ‘Abbas Rodhiyallahu ‘Anhu, dia berkata:
“Siapa yang menyakiti seorang faqih (ahli fiqih), maka sungguh dia telah
menyakiti Rosululloh ﷺ, dan siapa yang menyakiti Rosululloh ﷺ, maka sungguh dia telah menyakiti Alloh” (Al-Faqih wal
Mutafaqqih no. 124)
Sungguh, kaum Salaf (pendahulu) sangat keras dalam
mengingkari orang yang mencela ulama, atau menjelek-jelekkan mereka, atau
menyindir mereka, atau berbicara panjang lebar untuk mencela mereka.
Abdulloh bin Al-Mubarok berkata:
مَنِ
اسْتَخَفَّ بِالْعُلَمَاءِ ذَهَبَتْ آخِرَتُهُ، وَمَنِ اسْتَخَفَّ بِالْأُمَرَاءِ ذَهَبَتْ
دُنْيَاهُ، وَمَنِ اسْتَخَفَّ بِالْإِخْوَانِ ذَهَبَتْ مُرُوعَتُهُ
“Siapa yang meremehkan ulama, maka Akhiratnya akan hilang, dan
siapa yang meremehkan pemimpin, maka dunianya akan hilang, dan siapa yang
meremehkan saudara-saudara (sesama Muslim), maka muru’ah-nya
(kehormatannya) akan hilang” (Adabush Shuhbah karya As-Sullami no. 52,
Tarikh Dimasyq no. 32/444)
Al-Hafizh Abu Al-‘Abbas Al-Hasan bin Sufyan Asy-Syaibani
berkata kepada Al-Hafizh Abu Bakar Ahmad bin Ali Ar-Rozi, ketika dia (Ar-Rozi)
memasukkan sesuatu yang bukan dari haditsnya untuk mengujinya, dia (Al-Hasan)
berkata kepadanya: “Apa apaan ini? Aku telah menanggungmu padahal aku berumur
90 tahun, maka bertaqwalah kepada Alloh dalam urusan para Syaikh (guru), karena
bisa saja ada doa yang dikabulkan yang membinasakanmu.”
Ibnu Khuzaimah berkata: “Hentikan, jangan menyakiti Syaikh (guru) itu.” Maka Abu
Bakar berkata: “Aku hanya ingin memastikan
bahwa Abu Al-‘Abbas (Al-Hasan bin Sufyan) masih mengetahui hadits miliknya.” (Tarikh Dimasyq no. 13/102,
Al-Muntazhim no. 13/161, Siyar A’lamin Nubala’ no. 14/159)
Malik bin Dinar Rodhiyallahu ‘Anhu berkata:
كَفَى
بِالْمَرْءِ خِيَانَةً أَنْ يَكُونَ أَمِينًا لِلْخَوَنَةِ، وَكَفَى بِالْمَرْءِ شَرًّا
أَنْ لَا يَكُونَ صَالِحًا، وَهُوَ يَقَعُ فِي الصَّالِحِينَ
“Cukuplah bagi seseorang dianggap berkhianat jika dia menjadi
orang kepercayaan bagi para pengkhianat, dan cukuplah bagi seseorang dianggap
jahat jika dia tidak menjadi orang yang sholih, padahal dia (senang) mencela
orang-orang sholih” (Syu’abul Iman karya Al-Baihaqi no. 6358, Tarikh Dimasyq
no. 56/430, Al-Fawaid wal Akhbar karya Ibnu Hamkan no. 95, dan kalimat pertama
adalah miliknya)
Abu Hatim Ar-Rozi berkata:
عَلَامَةُ
أَهْلِ الْبِدَعِ الْوَقِيعَةُ فِي أَهْلِ الْأَثَرِ
“Ciri-ciri ahli bid’ah adalah mencela ahli Atsar (yaitu para
ulama Hadits).” (Ushulul
I’tiqad no. 1/197, Al-‘Uluw karya Adz-Dzahabi no. 506)
Abu Hatim juga berkata:
مِنْ
عَلَامَاتِ الْحُمْقِ الَّتِي يَجِبُ لِلْعَاقِلِ تَفَقَّدُهَا مِمَّنْ خَفِيَ عَلَيْهِ
أَمْرُهُ: سُرْعَةُ الْجَوَابِ، وَتَرْكُ التَّثَبُّتِ، وَالْإِفْرَاطُ فِي الضَّحِكِ،
وَكَثْرَةُ الالْتِفَاتِ، وَالْوَقِيعَةُ فِي الْأَخْيَارِ، وَالِاخْتِلَاطُ بِالْأَشْرَارِ
“Di antara ciri-ciri kebodohan —yang wajib diperhatikan oleh
orang berakal ketika ia ingin menilai seseorang yang masih samar keadaannya—
adalah: cepat menjawab, meninggalkan tabayyun (memastikan), berlebihan
dalam tertawa, banyak menoleh, mencela orang-orang baik, dan bergaul dengan
orang-orang jahat.” (Roudhotul ‘Uqola’ no. 119)
Al-Imam Ahmad berkata:
لُحُومُ
الْعُلَمَاءِ مَسْمُومَةٌ، مَنْ شَمَّهَا مَرِضَ، وَمَنْ أَكَلَهَا مَاتَ
“Daging para ulama itu beracun, siapa yang menciumnya akan
sakit, dan siapa yang memakannya akan mati.” (Al-Mu’id fi Adabil Mufid wal Mustafid karya Al-‘Almawi,
hal. 60)
Al-Hafizh Ibnu ‘Asakir berkata dalam muqoddimah kitab `Tabyin
Kadzibil Muftari` (hal. 29): “Ketahuilah, wahai saudaraku – semoga Alloh
memberikan taufik kepada kita dan engkau untuk keridhoan-Nya, dan menjadikan
kita termasuk orang-orang yang takut dan bertaqwa kepada-Nya dengan
sebenar-benar taqwa – bahwa daging para ulama itu beracun, dan kebiasaan Alloh
dalam menyingkap aib orang-orang yang merendahkan mereka itu sudah diketahui.
Karena mencela mereka dengan sesuatu yang mereka tidak bersalah darinya adalah
perkara yang besar, dan merusak kehormatan mereka dengan kebohongan dan tuduhan
palsu adalah tempat berpijak yang buruk, dan menyelisihi orang yang telah
dipilih Alloh dari kalangan mereka untuk meninggikan ilmu adalah akhlak yang
tercela.”
Dia (Ibnu ‘Asakir) juga berkata di tempat lain (no. 443):
“Makhlad – yaitu Ibnu Al-Husain – berkata: Salah satu teman kami berkata
kepadaku: Suatu hari aku menyebutkan seseorang kepada Al-Hasan bin Dzakwan
dengan sesuatu (yang tidak baik), maka dia berkata:
مَهْ!
لَا تَذْكُرِ الْعُلَمَاءَ بِشَيْءٍ فَيُمِيتَ اللَّهُ قَلْبَكَ
“Hentikan!
Jangan sebutkan para ulama dengan sesuatu (yang tidak baik) karena Alloh akan
mematikan hatimu.”
Syihabuddin Ahmad bin Al-Adzro’i Asy-Syafi’i berkata:
الْوَقِيعَةُ
فِي أَهْلِ الْعِلْمِ وَلَا سِيَّمَا أَكَابِرَهُمْ - مِنْ كَبَائِرِ الذُّنُوبِ
“Mencela ahli ilmu, terutama para pembesar mereka – adalah
termasuk dosa-dosa besar.”
(Ar-Roddul Wafir hal. 197)
Al-Imam Ath-Thohawi berkata dalam ‘Aqidahnya:
وَعُلَمَاءُ
السَّلَفِ مِنَ السَّابِقِينَ، وَمَنْ بَعْدَهُمْ مِنَ التَّابِعِينَ - أَهْلِ الْخَيْرِ
وَالْأَثَرِ، وَأَهْلِ الْفِقْهِ وَالنَّظَرِ - لَا يُذْكَرُونَ إِلَّا بِالْجَمِيلِ،
وَمَنْ ذَكَرَهُمْ بِسُوءٍ فَهُوَ عَلَى غَيْرِ السَّبِيلِ
“para ulama Salaf
dari kalangan pendahulu, dan orang-orang setelah mereka dari kalangan Tabi’in –
ahli kebaikan dan Atsar (Hadits), dan ahli fiqih serta pandangan – tidak boleh
disebut kecuali dengan kebaikan, dan siapa yang menyebut mereka dengan
keburukan, maka dia berada di jalan yang salah.” (Syarhul ‘Aqidah Ath-Thohawiyyah
hal. 491)
Qutaibah bin Sa’id berkata:
إِذَا
رَأَيْتَ الرَّجُلَ يُحِبُّ أَهْلَ الحَدِيثِ مِثْلَ: يَحْيَى بْنِ سَعِيدٍ، وَعَبْدِ
الرَّحْمَنِ بْنِ مَهْدِيٍّ، وَأَحْمَدَ بْنِ مُحَمَّدِ بْنِ حَنْبَلٍ، وَإِسْحَاقَ
بْنِ رَاهَوَيْهِ - وَذَكَرَ قَوْمًا آخَرِينَ - فَإِنَّهُ عَلَى السُّنَّةِ، وَمَنْ
خَالَفَ هَؤُلَاءِ فَاعْلَمْ أَنَّهُ مُبْتَدِعُ
“Jika kamu melihat seseorang mencintai ahli Hadits, seperti
Yahya bin Sa’id, Abdur
Rohman bin Mahdi, Ahmad bin Muhammad bin Hanbal, dan Ishaq bin Rohawaih – dan dia menyebutkan
beberapa orang lainnya – maka sesungguhnya dia berada di atas Sunnah, dan siapa
yang menyelisihi mereka, maka ketahuilah bahwa dia adalah ahli bid’ah.” (Syarh Ushulil I’tiqad
no. 1/74)
Ibrohim bin Ahmad Ad-Dauroqi berkata:
مَنْ
سَمِعْتُمُوهُ يَذْكُرُ أَحْمَدَ بْنَ حَنْبَلٍ بِسُوءٍ فَاتَّهِمُوهُ عَلَى الإِسْلَامِ
“Siapa yang kalian dengar menyebut Ahmad bin Hanbal dengan
keburukan, maka tuduhlah dia (buruk) dalam keislamannya.”
Sufyan bin Wak’i berkata:
أَحْمَدُ
عِنْدَنَا مِحْنَةٌ، مَنْ عَابَ أَحْمَدَ فَهُوَ عِنْدَنَا فَاسِقٌ
“Ahmad (bin Hanbal) di sisi kami adalah ujian, siapa yang
mencela Ahmad, maka dia di sisi kami adalah fasik (melanggar syariat).”
Abu Al-Hasan Ath-Thorkhobani Al-Hamdani berkata:
أَحْمَدُ
بْنُ حَنْبَلٍ مِحْنَةٌ بِهِ يُعْرَفُ الْمُسْلِمُ مِنَ الزِّنْدِيقِ
“Ahmad bin Hanbal adalah ujian, dengannya seorang Muslim dapat
diketahui dari seorang Zindiq (munafik/kafir yang berpura-pura Islam).”
Mardawaih Ash-Shoi’ berkata:
إِذَا
جَاءَنِي مَنْ لَا أَعْرِفُهُ مِنْ أَصْحَابِ الحَدِيثِ، أَجْرَيْتُ ذِكْرَ أَحْمَدَ
بْنِ حَنْبَلٍ، فَإِنْ رَأَيْتُهُ يُسَارِعُ فِيهِ أَمِنْتُهُ، وَإِنْ رَأَيْتُهُ يَسْكُتُ
اتَّهَمْتُهُ
“Jika datang kepadaku seseorang yang tidak aku kenal dari ahli
Hadits, aku akan menyebut nama Ahmad bin Hanbal, jika aku melihat dia bersegera
(memujinya) maka aku akan merasa aman dengannya, dan jika aku melihat dia diam,
aku akan mencurigainya.”
Lihatlah atsar-atsar (ucapan) ini dalam: Tarikh Baghdad no.
6/90, Tarikh Dimasyq no. 5/322, Manaqib Al-Imam Ahmad karya Ibnul Jauzi no. 657.
Muhammad bin Harun Al-Makhromi yang dikenal dengan sebutan
Al-Fallas berkata:
إِذَا
رَأَيْتَ الرَّجُلَ يَقَعُ فِي أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ فَاعْلَمْ أَنَّهُ مُبْتَدِعٌ
ضَالٌّ
“Jika kamu melihat seseorang mencela Ahmad bin Hanbal, maka
ketahuilah bahwa dia adalah ahli bid’ah yang sesat.” (Tarikh Dimasyq no. 5/294, Al-Jarh
wat Ta’dil no. 1/309, Manaqib Al-Imam Ahmad no. 656)
Nu’aim bin Hammad berkata:
إِذَا
رَأَيْتَ العِرَاقِيَّ يَتَكَلَّمُ فِي أَحْمَدَ بْنِ حَنْبَلٍ، فَاتَّهِمْهُ فِي دِينِهِ،
وَإِذَا رَأَيْتَ الخُرَاسَانِيَّ يَتَكَلَّمُ فِي إِسْحَاقَ بْنِ رَاهَوَيْهِ، فَاتَّهِمْهُ
فِي دِينِهِ
“Jika kamu melihat orang Irak berbicara (mencela) tentang Ahmad
bin Hanbal, maka curigailah agamanya, dan jika kamu melihat orang Khurosan
berbicara (mencela) tentang Ishaq bin Rohawaih, maka curigailah agamanya.” (Manaqib Al-Imam Ahmad no. 656)
Ahmad bin Hanbal Rodhiyallahu ‘Anhu berkata:
إِذَا
رَأَيْتَ الرَّجُلَ يُبْغِضُ مَالِكًا فَاعْلَمْ أَنَّهُ مُبْتَدِعُ
“Jika kamu melihat seseorang membenci Malik (bin Anas), maka
ketahuilah bahwa dia adalah ahli bid’ah.” (Tartibul Madarik no. 2/38, Al-I’tishom no. 2/631)
As-Sakhowi berkata dalam kitabnya `Fathul Mughits` (4/350):
“Maka jarh (mencela perowi Hadits) dan ta’dil (menilai perowi
Hadits dapat dipercaya) adalah bahaya, karena jika kamu menilai dapat dipercaya
tanpa memastikan, kamu seperti orang yang menetapkan hukum yang tidak tetap,
maka kamu dikhawatirkan akan masuk ke dalam golongan orang yang meriwayatkan
Hadits, sedangkan dia mengira bahwa itu adalah dusta. jika kamu mencela tanpa berhati-hati, kamu telah lancang
mencela seorang Muslim yang tidak bersalah dari hal itu, dan kamu telah
memberinya cap yang buruk, yang aibnya akan terus melekat padanya selamanya.
khususnya
dalam jarh (mencela perowi), yaitu bahaya dengan fathah (huruf) kho
dan ha, dari perkataan mereka: dia membahayakan dirinya sendiri, yaitu
dia berada di ambang kehancurannya. Karena di dalamnya terdapat hak Alloh dan
Rosul-Nya, dan juga hak manusia, dan terkadang hal itu menimpanya – jika itu
didasari hawa nafsu, dan menjauhi kebenaran – yaitu bahaya di dunia sebelum
Akhirat, dan kebencian di antara manusia, dan permusuhan.”
Seperti yang terjadi pada Abu Syamah, meskipun dia adalah
seorang ulama yang kokoh dalam ilmu, qori’ (ahli qiro’ah), muhaddits (ahli
Hadits), ahli nahwu (tata bahasa Arab), menulis tulisan yang bagus dan teliti,
disertai dengan tawadhu’ (rendah hati) dan ketundukan, dan berbagai macam
karangan – dia banyak mencela para ulama, orang-orang sholih, dan para
pembesar, mencela mereka, merendahkan mereka, dan menyebutkan
keburukan-keburukan mereka, dan dia merasa dirinya agung, maka dia menjadi
jatuh di mata banyak orang yang mengetahui hal itu darinya, dan mereka
membicarakannya, dan hal itu menyebabkan dia diuji dengan masuknya dua orang
mulia ke rumahnya dalam rupa dua orang yang meminta fatwa, lalu mereka
memukulnya dengan pukulan yang sangat keras sampai kesabarannya habis, dan
tidak ada seorang pun yang menolongnya.”
atsar (ucapan)
dalam makna ini lebih banyak dari yang bisa dihitung.
telah muncul
sekelompok orang, dan kepala-kepala telah matang (berani), dan ular-ular telah
keluar dari sarangnya, dari kalangan orang-orang yang tidak memiliki ilmu, yang
masih muda usia dan umur, di berbagai kota dan daerah. Mereka tidak diberi
bagian dari ilmu, dan tidak pula bagian dari pemahaman. Mereka menjadikan
situs-situs jejaring sosial dan internet sebagai tempat untuk menyebarkan
kebohongan, dan mempromosikan kedustaan dan kefajiran, yang membuat dada
menjadi sesak. Mereka tidak menjaga kehormatan ulama, dan tidak menghormati
mereka. Mereka mengoyak-ngoyak daging mereka, dan merusak kehormatan mereka,
dan mencari-cari aurot (aib) mereka, dan memburu kesalahan-kesalahan mereka,
tanpa ada yang menghalangi mereka, dan tidak ada yang mencegah mereka. hanya Alloh lah tempat memohon
pertolongan.
Orang-orang ini telah membuka pintu fitnah, dan menyalakan
api fitnah. Perbuatan ini menyebabkan orang-orang awam berani mencela ulama,
dan orang-orang bodoh mencela ahli fiqih. mereka
(kelompok sesat) memudahkan bagi setiap orang yang datang dan pergi, dan pandai
mencela dan memaki, dari kelompok-kelompok hizbiyyah (golongan) yang
menyimpang, jalan untuk mencela mereka. Bahkan mereka berbicara tentang para Syaikh
terbaik dari kalangan ahli ilmu dan keutamaan, dan menunjukkan kerendahan
mereka, serta terang-terangan menyebutkan keburukan-keburukan mereka, sehingga
kehormatan mereka menjadi tempat berpijak yang dibolehkan bagi setiap orang
yang menyeru, dan tempat yang dibiarkan bagi setiap orang yang merusak. di sisi Alloh lah janji (pertemuan),
dan hanya Alloh lah tempat memohon pertolongan, dan hanya kepada-Nya lah kami
bertawakkal, dan tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Alloh.
أَمَا
وَاللَّهِ إِنَّ الظُّلْمَ لُؤْمٌ وَمَا زَالَ الْمُسِيءُ هُوَ الظُّلُومُ
إِلَى
دَيَّانِ يَوْمِ الدِّينِ نَمْضِي وَعِنْدَ اللَّهِ تَجْتَمِعُ الْخُصُومُ
سَتَعْلَمُ
فِي الْحِسَابِ إِذَا الْتَقَيْنَا غَدًا عِنْدَ الْإِلَهِ مَنِ الْمَلُومُ
“Demi Alloh, sesungguhnya kezholiman adalah kerendahan, dan
orang yang berbuat buruk akan selalu menjadi orang yang zholim. Kita akan pergi
kepada Hakim pada Hari Kiamat, dan di sisi Alloh lah para musuh akan berkumpul.
Engkau akan tahu saat dihisab, jika kita bertemu besok di sisi Ilah, siapa yang
disalahkan.”
ini adalah
salah satu alasan yang mendorongku untuk menyebarkan bagian (kitab) yang ringan
ini, agar menjadi pengingat bagi mereka, dan semoga mereka berhenti (dari
perbuatan itu).
Aku telah membacanya, menyalinnya, dan memulai mentahqiqnya
(menelitinya) pada tanggal 15 Robiul
Awwal 1439 H di Madinah An-Nabawiyyah, dan aku hampir menyelesaikannya.
Kemudian aku berhenti, sampai datang kesempatan yang bagus ini, maka aku
meninjaunya kembali, dan bersemangat untuk menyebarkannya.
telah tetap
penisbatan (hubungan) bagian ini kepada Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqolani
secara pasti, dan ada beberapa sisi yang menunjukkan hal itu:
Pertama: Karena dinisbatkan kepadanya; sebagaimana
yang terdapat pada judul manuskrip.
Kedua: Karena dinukil dari tulisannya; sebagaimana
yang tertulis di pinggir halaman terakhir dari naskah asli: “telah selesai
dicocokkan dengan aslinya.”
Ketiga: Karena cucunya, Abu Al-Mahasin Yusuf bin
Syahin meriwayatkannya darinya, dan membacakannya kepadanya; sebagaimana yang
terdapat pada naskah yang dicetak yang aku beri kode (ط),
di mana di dalamnya tertulis:
“Al-Arba’un (kitab 40 hadits) tentang Mencegah Pelaku
Kejahatan dari Mencela Muslim, sanadnya dihapus, dinisbatkan kepada para
imam yang mentakhrijnya dalam kitab-kitab mereka. Ditakhrij oleh kakek dari
ibuku, Syaikhul Islam dan para penghafal Hadits, Abul Fadhl Ibnu Hajar
Al-‘Asqolani Asy-Syafi’i Rodhiyallahu ‘Anhu: diriwayatkan oleh cucunya
Abul Mahasin Yusuf bin Syahin darinya dengan cara dibacakan….”
Keempat: Karena muridnya, As-Sakhowi, telah
menyebutkannya dalam biografi gurunya Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam kitabnya `Al-Jawahir
wad Duror fi Tarjamah Syaikhil Islam Ibnu Hajar` (2/645) di antara karangan-karangannya.
Dia (As-Sakhowi) berkata setelah menyebutkan muqoddimah
bagian ini: “Aku berkata: Ketika pemilik biografi ini memperlihatkan bagian ini
kepada kami, aku berkata kepadanya: Terlintas dalam pikiranku untuk menyusun
Hadits-haditsnya dengan sanad yang ditunjukkan, dan aku akan pergi untuk
membacakannya di hadapannya. Maka dia berkata: ‘Ini tidak bermanfaat bagi
tujuan (kitab) ini,’ semoga Alloh mengampuninya dan kami.”
Dia (As-Sakhowi)
menyebutkan sebab penulisan bagian ini, dan menetapkan tanggalnya, dia berkata
di tempat lain (2/665): “Mencegah Pelaku Kejahatan dalam Membela Kehormatan
Muslim.
itu adalah 40
Hadits, yang dikerjakan ketika As-Sufuthi menjabat sebagai qodhi (hakim); dan
selesai pada hari Kamis, tanggal 10 Rajab tahun 851, di rumahnya dekat Masjid
Al-Maqsiyi, di gerbang Al-Bahr.”
Cucunya Ibnu Syahin mengisyaratkan hal ini dan berkata: “Aku
berkata: Dia mengarang 40 Hadits ini ketika kezholiman wali (pemimpin)
As-Sufuthi semakin bertambah dan dia mempersempit orang-orang yang mengurus
wakaf, sebagaimana yang diisyaratkan oleh Al-Hafizh As-Sakhowi dalam biografi
wali yang disebutkan.”
As-Sakhowi juga berkata (2/645): “dia mengerjakannya saat itu pada bulan Rojab tahun 851 sebuah
bagian yang dia beri nama: `Rod’ul Mujrim ‘an Sabbl Muslim` (Mencegah
Pelaku Kejahatan dari Mencela Muslim).”
Bagian ini sebelumnya telah diterbitkan dengan tahqiq
(penelitian) Abu Ishaq Al-Huwaini, oleh penerbit Muassasah Al-Kutub
Ats-Tsaqofiyyah – Libanon, edisi pertama, tahun 1406 H / 1986 M.
ada beberapa
catatan pada tahqiqnya, di antaranya:
Pertama: Dia bergantung pada satu naskah saja.
Kedua: Terjadi kesalahan penulisan (tashif)
pada beberapa kata.
Ketiga: Terjadi beberapa kesalahan dan kekurangan
pada matan (isi) Hadits-hadits dan dia tidak memperbaikinya atau melengkapinya,
dan yang jelas dia tidak mencocokkannya dengan sumber aslinya.
Keempat: Dia memperpanjang takhrij (pencarian sumber)
Hadits-hadits, yang tidak ada gunanya seperti kebiasaannya dalam mentakhrij
Hadits-hadits – meskipun Hadits itu ada dalam Ash-Shohihain (kitab Shohih
Al-Bukhori dan Shohih Muslim), sampai dia menggandakan ukuran risalah (kitab)
tersebut.
Aku telah menggunakan dalam mentahqiq bagian ini sebuah
naskah manuskrip yang sumbernya: Universitas Al-Imam Muhammad bin Su’ud Al-Islamiyyah.
aslinya adalah Maktabah
Khoiruddin Az-Zirikli; dan terdiri dari lima lembar, dan disalin oleh muridnya
Abdul ‘Aziz bin Umroh bin Muhammad bin Fahd Al-Hasyimi Al-Makki Asy-Syafi’i
pada tahun 920 H, dan Al-Hafizh Ibnu Hajar telah memberinya ijazah (izin untuk
meriwayatkan) dalam bagian ini.
itu adalah
naskah yang berharga yang dicocokkan dengan naskah yang ditulis dengan tulisan
penulisnya, di mana di akhir lembar tertulis:
“Disalin dari naskah yang ditulis dari tulisannya pada hari
Rabu, tanggal 7 Rojab Al-Fard tahun 906, di rumah penulisnya dari Makkah
Al-Musyarrofah, yang faqir (membutuhkan) kepada kelembutan dan pertolongan
Alloh Ta’ala: Abdul ‘Aziz bin Umroh bin Muhammad bin Fahd Al-Hasyimi
Al-Makki Asy-Syafi’i, semoga Alloh berbuat baik kepada mereka, Aamiin, dan
segala puji bagi Alloh, dan semoga sholawat dan salam tercurah kepada Sayyidina
Muhammad ﷺ, keluarganya, dan para Shohabatnya.”
“Didengarkan dariku oleh putraku Muhammad Abul Fadhl
Muhibbuddin yang dipanggil Jarulloh, pada hari Ahad, tanggal 17 Sya’ban tahun
906, di majelis Darun Nadwah dari Masjidil Harom, dan aku memberitahunya
tentang ijazahku untuknya dari penulisnya, Syaikhul Islam Ibnu Hajar, dan aku
memberinya ijazah untuk apa yang boleh aku riwayatkan.”
“Ini dikatakan dan ditulis oleh Muhammad yang dipanggil
Abdul ‘Aziz bin Umroh bin Muhammad bin Fahd Al-Hasyimi Al-Makki, semoga Alloh
berbuat baik kepada mereka, dan segala puji bagi Alloh, dan semoga sholawat dan
salam tercurah kepada Sayyidina Muhammad ﷺ,
keluarganya, dan para Shohabatnya.”
ketika
Muhammad Hifni Al-Mahdi Asy-Syafi’i Al-Mishri Al-Azhari melihat bagian ini, dia
memberikan sedikit komentar di pinggirnya, dan itu terjadi pada sore hari Ahad,
24 Jumada Al-Ula 1422.
Dia berkata di pinggir halaman 15: “Dengan nama Alloh, Yang
Maha Pengasih, Maha Penyayang, di awal dan di akhir, dan sholawat dan salam
atas pemilik keutamaan dan kemuliaan, baik yang batin maupun yang lahir. Amma
ba’du, Muhammad Hifni Al-Mahdi Asy-Syafi’i Al-Mishri Al-Azhari berkata: Aku
telah melihat bagian yang dikarang oleh ulama terkenal Ahmad bin Ali bin Hajar
Al-‘Asqolani yang berisi 40 Hadits tentang mencegah pelaku kejahatan dari
mencela Muslim, maka aku menemukan padanya tanda-tanda cahaya hidayah, oleh
karena itu aku suka untuk mengabdikannya dengan menulis apa yang mungkin
bermanfaat bagi orang yang kurang paham sepertiku, sambil berharap dari Alloh
penerimaan, sesungguhnya Dia adalah Yang Paling Dermawan yang dimintai, dan Dia
adalah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.”
Kemudian dia berkata: “Ditulis oleh Muhammad Hifni Al-Mahdi
sambil bersholawat kepada Sayyidina Al-Mushthofa ﷺ,
keluarganya, para Shohabatnya, para istrinya, dan keturunannya selama wangi
kasturi masih tercium. Aku telah selesai mencocokkan kitab ini setelah sore
hari Ahad 24 Jumada Al-Ula 1422, dan ditulis padanya apa yang mudah-mudahan
dapat memberi manfaat bagi orang yang miskin sepertiku dari karunia dan
kemurahan-Nya.”
Aku telah mencocokkan naskah ini, yang aku anggap sebagai
naskah asli, dengan naskah yang dicetak, dan aku beri kode “ط”, dan aku
tetapkan perbedaan di antara keduanya dalam catatan kaki kecuali yang tidak ada
gunanya, dan aku mengingatkan akan kesalahan-kesalahan yang terjadi pada naskah
yang dicetak, sebagaimana aku mencocokkan matan Hadits-hadits dengan sumber
aslinya, dan aku melengkapi kekurangan yang terjadi padanya.
telah luput
dari Al-Hafizh Ibnu Hajar Hadits-hadits yang lebih jelas dalam menunjukkan
larangan mencela seorang Muslim, maka aku berpendapat untuk menambahkan
beberapa Hadits ini ke dalam bagian ini sehingga jumlah seluruh Haditsnya
menjadi 50 Hadits, mencontohi Al-Hafizh Ibnu Rojab Al-Hanbali dalam kitabnya `Jami’ul
‘Ulum wal Hikam` dalam melengkapi `Al-Arba’in` karya An-Nawawi.
Akhir kata, aku memohon kepada Alloh Ta’ala agar
menjadikan amalku murni untuk Wajah-Nya Yang Mulia, dan tidak menjadikannya
untuk seorang pun dari makhluk-Nya, dan segala puji bagi Alloh Robb semesta
alam, dan semoga sholawat tercurah kepada Nabi-Nya yang mulia, dan kepada
keluarga dan para Shohabatnya, serta orang-orang yang mengikuti petunjuknya
hingga Hari Kiamat.
Ditulis oleh: Abdul Majid bin ‘Amr Jum’ah.
Pagi hari Sabtu, tanggal 29 dari bulan Alloh, Al-Muharrom,
tahun 1440 H dari Hijroh Al-Mushthofa ﷺ.
***