[PDF] Agar tidak Bangkrut di Akhirat - Nor Kandir
Unduh PDF
Muqoddimah
﷽
Bangkrut, sebuah kata yang secara instan membangkitkan
gambaran kerugian total. Dalam konteks duniawi, bangkrut diartikan sebagai
kondisi ketika seseorang atau sebuah entitas bisnis kehilangan seluruh
kekayaan, tidak mampu lagi melunasi hutang, dan pada akhirnya jatuh ke dalam
kehinaan finansial. Kondisi ini seringkali menjadi akhir dari sebuah perjuangan
yang panjang, meninggalkan rasa putus asa dan penyesalan mendalam. Namun, jauh
di balik realitas duniawi, ada sebuah bentuk kebangkrutan yang jauh lebih
dahsyat dan memiliki konsekuensi abadi. Inilah kebangkrutan yang sungguh: bangkrut
di Akhirat.
Setiap hari, kita berinteraksi, berucap, dan bertindak.
Selama ini, kita seringkali terfokus pada akumulasi amal sholih, membangun
pundi-pundi pahala melalui Sholat, Puasa, Zakat, dan beragam ibadah lainnya.
Kita merasa bahwa dengan semakin banyaknya ibadah ritual yang kita kerjakan,
semakin aman pula posisi kita di hadapan Alloh ﷻ.
Pikiran kita terbiasa menganggap timbangan amal kita akan berat dengan
kebaikan, menjamin tempat kita di Jannah. Namun, ada satu celah yang sangat
rawan, satu lubang besar yang tanpa kita sadari bisa mengosongkan seluruh
kantung pahala kita: kezholiman.
Buku ini mencoba menyibak hakikat kebangkrutan di Hari
Kiamat, sebuah kebangkrutan yang tidak disebabkan oleh ketiadaan amal sholih,
melainkan oleh habisnya pahala untuk membayar hutang-hutang kezholiman yang
kita lakukan di dunia. Hutang ini bukan kepada Alloh ﷻ secara langsung, melainkan kepada sesama manusia.
Tujuan penulisan risalah ini adalah agar kita bisa menjadi
hamba-hamba Alloh yang tidak hanya fokus pada hubungan vertikal (dengan
Pencipta), tetapi juga pada hubungan horizontal (dengan makhluk-Nya), sehingga
kita tidak termasuk orang-orang yang merugi di Hari Kiamat.[]
Bab 1: Mengenal Hakikat Bangkrut
di Akhirat
Mengapa Seseorang Bisa Bangkrut di Akhirat?
Hakikat kebangkrutan di Akhirat bukanlah tentang datang
dengan tangan kosong tanpa membawa pahala. Justru, orang yang bangkrut adalah
mereka yang datang dengan tumpukan amal sholih yang menggunung, pahala Sholat, Puasa,
sedekah, dan ibadah lainnya yang luar biasa. Namun, semua kebaikan itu menjadi
tidak berharga karena adanya kezholiman yang dilakukan di dunia, baik terhadap
diri sendiri, kehormatan, harta, maupun jiwa orang lain.
Alloh ﷻ
sangat membenci kezholiman. Kebencian Alloh terhadap kezholiman begitu besar
sehingga Ia mengharomkan sifat tersebut atas diri-Nya dan menjadikannya diharomkan
bagi seluruh makhluk.
Dari Abu Dzarr Rodhiyallahu ‘Anhu dari Nabi ﷺ, dari apa yang diriwayatkan dari Robbnya ﷻ
bahwasanya Ia berfirman,
«يَا عِبَادِي، إِنِّي حَرَّمْتُ الظُّلْمَ عَلَى نَفْسِي، وَجَعَلْتُهُ
بَيْنَكُمْ مُحَرَّمًا، فَلَا تَظَالَمُوا»
“Wahai hamba-hamba-Ku, sungguh Aku mengharomkan kezholiman atas
diri-Ku dan Aku menjadikannya di antara kalian diharomkan, maka janganlah
kalian saling berzholim.” (HR. Muslim no. 2577)
Ayat-ayat Al-Qur’an juga secara tegas mengancam orang-orang
yang berbuat zholim. Alloh ﷻ
berfirman:
﴿وَمَنْ يَظْلِمْ مِنْكُمْ
نُذِقْهُ عَذَابًا كَبِيرًا﴾
“Siapa di antara kamu yang berbuat zholim, niscaya Kami rasakan
kepadanya adzab yang besar.” (QS. Al-Furqon: 19)
Kezholiman, sekecil apapun, tidak akan luput dari
perhitungan di Hari Kiamat. Hari itu adalah hari di mana setiap amal dan
perbuatan akan ditampakkan. Tidak ada yang tersembunyi, bahkan amal yang paling
kecil sekalipun. Alloh ﷻ
berfirman:
﴿يَا بُنَيَّ إِنَّهَا إِنْ
تَكُ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ فَتَكُنْ فِي صَخْرَةٍ أَوْ فِي السَّمَاوَاتِ
أَوْ فِي الْأَرْضِ يَأْتِ بِهَا اللَّهُ ۚ إِنَّ اللَّهَ لَطِيفٌ خَبِيرٌ﴾
“Hai anakku, sungguh jika ada (sesuatu perbuatan) seberat
biji sawi, dan berada dalam batu atau di langit atau di dalam bumi, niscaya
Alloh akan mendatangkannya (membalasinya). Sungguh Alloh Maha Halus lagi Maha
Mengetahui.” (QS. Luqman: 16)
Kezholiman kepada sesama manusia berbeda dengan dosa-dosa
yang berkaitan langsung dengan hak Alloh. Dosa kepada Alloh, seperti tidak Sholat
atau tidak Puasa, dapat diampuni jika kita bertaubat dengan taubat nasuha.
Namun, dosa yang berkaitan dengan hak manusia (haqqul adami), tidak akan
diampuni kecuali jika kita meminta maaf kepada orang yang dizholimi dan
mengembalikan haknya. Sungguh kezholiman itu, walaupun ringan, sungguh bagi
orang yang dizholimi ia adalah sesuatu yang berat.
Oleh karena itu, poin krusial yang harus kita pahami adalah:
kebaikan kita tidak akan utuh sampai kita menyelesaikan semua urusan kezholiman
kita kepada orang lain di dunia ini.
Kisah Nabi ﷺ
tentang Seorang yang Bangkrut
Puncak dari penjelasan mengenai bahaya kezholiman ini
tergambar dengan sangat jelas dalam sebuah Hadits shohih dari Rosul ﷺ. Hadits ini menjadi dalil utama dan landasan bagi seluruh
pembahasan dalam buku ini.
Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, sungguh Rosululloh
ﷺ bersabda,
«أَتَدْرُونَ مَا الْمُفْلِسُ؟» قَالُوا: الْمُفْلِسُ فِينَا مَنْ لَا
دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ، فَقَالَ: «إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي
يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ، وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا،
وَقَذَفَ هَذَا، وَأَكَلَ مَالَ هَذَا، وَسَفَكَ دَمَ هَذَا، وَضَرَبَ هَذَا، فَيُعْطَى
هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ
أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ، أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ، ثُمَّ طُرِحَ
فِي النَّارِ»
“Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut?” Para Shohabat
menjawab, “Orang yang bangkrut di antara kami adalah orang yang tidak memiliki
dirham dan tidak memiliki barang dagangan.” Beliau bersabda, “Sungguh orang
yang bangkrut di antara umatku adalah orang yang datang pada Hari Kiamat dengan
membawa pahala Sholat, Puasa, dan Zakat. Akan tetapi, ia datang sementara ia
telah mencela si A, menuduh (berzina) si B, memakan harta si C, menumpahkan
darah si D, dan memukul si E. Maka diberikanlah (pahala) dari kebaikannya
kepada si fulan dan kepada si allan. Apabila kebaikannya telah habis sebelum
terlunasi apa yang menjadi kewajibannya, diambillah dosa-dosa mereka (korban
kezholiman) lalu dilemparkan kepadanya, kemudian ia dilemparkan ke dalam Naar.”
(HR. Muslim no. 2581)
Hadits yang agung ini secara gamblang menjelaskan skenario
terburuk yang bisa menimpa seorang Muslim di Akhirat. Rosul ﷺ
mengubah makna bangkrut yang kita pahami di dunia menjadi sesuatu yang jauh lebih
menakutkan, yaitu hilangnya semua pahala karena perbuatan zholim kepada orang
lain. Hadits ini merinci bentuk-bentuk kezholiman yang paling umum terjadi:
Mencela dan menuduh (syatam,
qadzf): Ini
adalah kezholiman yang berkaitan dengan lisan dan kehormatan. Mencela (syatam)
adalah perkataan buruk yang menyakiti hati. Menuduh (qodzf) adalah
menuduh seseorang berbuat keji, seperti zina, tanpa bukti. Dua perbuatan ini
sangat dilarang dalam Islam. Alloh ﷻ
berfirman:
﴿وَلَا تَلْمِزُوا أَنْفُسَكُمْ
وَلَا تَنَابَزُوا بِالْأَلْقَابِ ۖ بِئْسَ
الِاسْمُ الْفُسُوقُ بَعْدَ الْإِيمَانِ﴾
“...dan janganlah kalian saling mencela satu sama lain, dan
janganlah kalian saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.
Seburuk-buruknya panggilan adalah (panggilan) yang buruk setelah keimanan.” (QS.
Al-Hujurot: 11)
Memakan harta orang lain secara bathil (akala mala hadza):
Ini mencakup segala bentuk pencurian, korupsi, penipuan, riba, dan segala cara
lain untuk mengambil harta orang lain tanpa hak. Konsekuensinya sangat berat.
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً
عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ﴾
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.” (QS. An-Nisa’:
29)
Menumpahkan darah dan menyakiti fisik (safaka dama hadza,
dhoroba hadza): Ini adalah kezholiman fisik. Pembunuhan, pemukulan, atau
segala bentuk kekerasan fisik kepada orang lain akan dipertanggungjawabkan di
Hari Kiamat. Alloh ﷻ berfirman:
﴿وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا
مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ
وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا﴾
“Siapa yang membunuh seorang Mu’min dengan sengaja, maka
balasannya adalah Naar Jahannam, ia kekal di dalamnya, Alloh murka kepadanya,
dan melaknatnya, serta menyediakan baginya adzab yang besar.” (QS. An-Nisa’:
93)
Hadits ini menunjukkan mekanisme yang luar biasa adil di
Hari Kiamat. Tidak ada lagi materi yang bisa digunakan untuk melunasi hutang.
Yang ada hanyalah pahala dan dosa. Pahala orang yang berbuat zholim akan
diambil dan diberikan kepada orang yang dizholimi. Jika pahalanya habis, maka
dosa korban akan ditimpakan kepadanya, hingga akhirnya ia dilemparkan ke dalam Naar.
Pentingnya Mengambil Pelajaran dari Hadits Tersebut
Kisah orang yang bangkrut ini mengandung pelajaran yang
sangat berharga dan menjadi alarm bagi setiap Muslim. Ia mengajarkan kepada
kita bahwa amal ibadah ritual seperti Sholat, Puasa, dan Zakat, betapa pun
banyaknya, tidak menjamin keselamatan di Akhirat jika tidak disertai dengan
akhlak yang baik dan sikap yang adil terhadap sesama.
Seorang Muslim yang cerdas dan beriman sejati tidak hanya
fokus pada hubungan vertikal (dengan Alloh), tetapi juga hubungan horizontal
(dengan sesama manusia). Keimanan yang shohih seharusnya tercermin dalam
perilaku dan interaksi sehari-hari. Rosul ﷺ
bersabda:
Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata, “Rosululloh
ﷺ ditanya tentang hal yang paling banyak memasukkan ke Jannah,
maka beliau bersabda,
«تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُقِ»
‘Taqwa kepada Alloh dan akhlak yang baik.’” (HR. At-Tirmidzi
no. 2004)
Pelajaran penting lainnya adalah bahwa kita harus mencintai
untuk orang lain apa yang kita cintai untuk diri kita sendiri.
Dari Anas Rodhiyallahu ‘Anhu dari Nabi ﷺ, beliau bersabda,
«لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حَتَّى يُحِبَّ لِأَخِيهِ مَا يُحِبُّ لِنَفْسِهِ»
“Tidaklah beriman sempurna salah seorang dari kalian sehingga ia mencintai untuk
saudaranya apa yang ia cintai untuk dirinya sendiri.” (HR. Al-Bukhori no. 13
dan Muslim no. 45)
Jika kita tidak suka kehormatan kita dicela, harta kita
dicuri, atau badan kita disakiti, maka kita juga harus memastikan diri kita
tidak melakukan hal yang sama kepada orang lain. Bahkan, para ulama Salaf telah
memperingatkan akan bahaya kezholiman ini.
Kezholiman tidak hanya merugikan orang lain, tetapi juga
mencabut keberkahan amal kita dan membahayakan keimanan kita sendiri. Hadits
tentang orang yang bangkrut adalah teguran keras bahwa kita tidak hanya akan
dihisab atas Sholat dan Puasa, tetapi juga atas setiap perkataan dan perbuatan
kita kepada orang lain.[]
Bab 2: Bangkrut karena Menzholimi
Diri Sendiri
Di dalam Hadits tentang orang yang bangkrut, disebutkan
bahwa ia datang dengan tumpukan pahala Sholat, Puasa, dan Zakat. Pahala ini
adalah hasil dari amal ibadah yang seharusnya menyelamatkan dirinya dari Naar.
Namun, ia menjadi bangkrut karena kezholiman kepada sesama. Sebelum kita
membahas kezholiman kepada orang lain, kita perlu melihat lebih dekat
kezholiman yang paling mendasar dan seringkali tidak kita sadari: kezholiman
terhadap diri sendiri. Kezholiman ini bisa sangat berbahaya, karena ia
berpotensi menghapus seluruh amal sholih kita, bahkan sebelum kita sempat
menggunakannya untuk membayar kezholiman kepada orang lain.
Kezholiman terhadap diri sendiri adalah ketika kita
menempatkan diri kita pada posisi yang tidak seharusnya, yaitu menjauh dari
Alloh ﷻ. Kezholiman ini datang dalam berbagai
bentuk, mulai dari yang paling besar dan tidak terampuni hingga yang kecil
namun merusak.
Bangkrut karena Syirik dan Bid’ah
Bentuk kezholiman yang paling besar dan paling berbahaya
adalah syirik. Syirik adalah menyamakan sesuatu dengan Alloh ﷻ
dalam hal-hal yang menjadi kekhususan Alloh, seperti ibadah, doa, dan ketaatan
mutlak. Syirik merupakan kezholiman yang tidak akan diampuni oleh Alloh jika
pelakunya meninggal dunia dalam keadaan belum bertaubat darinya.
﴿إِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌ﴾
“Sungguh
syirik itu adalah kezholiman yang besar.” (QS. Luqman: 13)
Mengapa syirik disebut sebagai kezholiman yang paling besar?
Karena ia menempatkan ibadah yang seharusnya hanya ditujukan kepada Alloh
kepada selain-Nya. Ini adalah pelanggaran hak Alloh yang paling fatal. Seorang
hamba yang Sholat, Puasa, dan berZakat, namun di sisi lain melakukan syirik,
maka seluruh amal sholihnya akan gugur dan tidak bernilai sama sekali.
﴿وَلَقَدْ أُوحِيَ إِلَيْكَ وَإِلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكَ
لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُونَنَّ مِنَ الْخَاسِرِينَ﴾
“Sungguh telah diwahyukan kepadamu dan kepada (Nabi-Nabi)
sebelummu, ‘Jika kamu berbuat syirik, niscaya akan gugur (hapus) seluruh
amalmu, dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.’” (QS. Az-Zumar:
65)
Ayat ini menegaskan bahwa bahkan seorang Nabi sekalipun,
jika berbuat syirik, seluruh amal ibadahnya akan hilang. Maka, bagaimana dengan
kita yang merupakan manusia biasa? Ancaman ini harus menjadi pengingat yang
sangat kuat bagi kita untuk menjauhi segala bentuk syirik, baik yang besar
(seperti menyembah berhala) maupun yang kecil (seperti riya dalam beribadah).
Seorang
Salaf berkata:
اَلشِّرْكُ
الْأَصْغَرُ هُوَ الرِّيَاءُ
“Syirik yang kecil adalah riya.”
Riya, yaitu beribadah agar dilihat atau dipuji orang lain,
adalah syirik kecil yang dapat membinasakan amal. Sebuah ibadah yang seharusnya
murni untuk Alloh, menjadi tercemari oleh niat yang tidak shohih.
Selain syirik, kezholiman lain yang dapat menghapus amal
adalah bid’ah. Bid’ah adalah perbuatan atau keyakinan dalam agama yang
tidak pernah diajarkan oleh Rosul ﷺ dan para Shohabat.
Bid’ah adalah sesuatu yang dibuat-buat, yang dianggap sebagai ibadah padahal
tidak ada landasan syar’inya. Bahaya bid’ah terletak pada anggapan bahwa ia
adalah jalan menuju kebaikan, padahal ia adalah kesesatan.
Dari Aisyah Rodhiyallahu ‘Anha, ia berkata,
Rosululloh ﷺ bersabda,
«مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ»
“Siapa yang mengada-adakan (sesuatu yang baru) dalam urusan kami
(agama) ini, yang tidak ada (dasar)nya darinya, maka ia tertolak.” (HR. Muslim
no. 1718)
Hadits ini secara eksplisit menyatakan bahwa setiap amalan
yang tidak memiliki dasar dari syariat akan ditolak oleh Alloh. Berapapun niat
baiknya, jika tidak sesuai dengan Sunnah Nabi ﷺ,
maka ia tidak akan diterima. Seorang yang giat beribadah, namun ibadahnya
dipenuhi bid’ah, ibarat orang yang giat memotong kayu dengan gergaji tumpul; ia
lelah, namun tidak menghasilkan apa-apa.
Setiap orang yang membuat Sunnah yang baik, maka ia
mendapatkan pahala seperti pahala orang yang mengamalkannya. setiap orang yang membuat Sunnah yang
buruk (bid’ah), maka ia mendapatkan dosa seperti dosa orang yang
mengamalkannya.
Penting untuk dipahami bahwa bid’ah adalah kezholiman
terhadap diri sendiri, karena kita menghabiskan waktu, tenaga, dan niat baik
untuk melakukan amalan yang sia-sia, yang pada akhirnya hanya akan menambah
kerugian di Hari Kiamat.
Bangkrut karena Kemunafikan
Selain syirik dan bid’ah, ada jenis dosa lain yang juga
dapat menghapus amal dan menjerumuskan kita ke dalam kebangkrutan: dosa-dosa
besar dan dosa-dosa yang kita anggap remeh. Seringkali, seseorang yang
rajin beribadah merasa dirinya aman dari siksa Alloh, padahal di saat yang sama
ia lalai dari dosa-dosa yang ia anggap kecil. Padahal, dosa-dosa kecil yang
terus menerus dilakukan akan menjadi dosa besar.
Rosul ﷺ mengingatkan kita tentang bahaya
meremehkan dosa-dosa kecil. Aisyah
Rodhiyallahu ‘Anha, ia berkata, Rosululloh ﷺ
bersabda kepadaku,
«إِيَّاكِ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ، فَإِنَّ لَهَا مِنَ اللَّهِ طَالِبًا»
“Wahai Aisyah, jauhilah olehmu dosa-dosa yang dianggap remeh,
karena sungguh ia memiliki penuntut (balasan) dari Alloh.” (HSR. Ibnu Majah no. 4243)
Dosa-dosa kecil ini, yang disebut muhaqirot, dapat
menumpuk dan menjadi penyebab kebinasaan. Rosul ﷺ
memberikan sebuah perumpamaan yang sangat mudah dipahami:
Dari Sahl bin Sa’d Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata,
Rosululloh ﷺ bersabda,
«إِيَّاكُمْ وَمُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ، فَإِنَّمَا
مَثَلُ مُحَقَّرَاتِ الذُّنُوبِ كَقَوْمٍ نَزَلُوا بِبَطْنِ وَادٍ، فَجَاءَ ذَا بِعُودٍ،
وَجَاءَ ذَا بِعُودٍ، حَتَّى جَمَعُوا مَا أَنْضَجُوا بِهِ خُبْزَهُمْ، وَإِنَّ مُحَقَّرَاتِ
الذُّنُوبِ مَتَى يُؤْخَذُ بِهَا صَاحِبُهَا تُهْلِكْهُ»
“Jauhilah oleh kalian dosa-dosa yang dianggap remeh, karena sungguh
perumpamaan dosa-dosa yang dianggap remeh itu adalah seperti sekelompok orang
yang singgah di sebuah lembah. Lalu, datanglah seseorang dengan membawa
sebatang ranting, dan datanglah yang lain dengan sebatang ranting, hingga
mereka mengumpulkan sesuatu yang dapat mereka gunakan untuk memasak roti
mereka. Sungguh dosa-dosa yang dianggap remeh, jika pelakunya disiksa
dengannya, maka ia akan membinasakannya.” (HHR. Ahmad no. 22806)
Perumpamaan ini menggambarkan bahwa dosa-dosa kecil, yang
awalnya terlihat tidak berarti, dapat menumpuk dan pada akhirnya membinasakan.
Setiap kebohongan kecil, setiap pandangan yang harom, dan setiap perkataan
sia-sia, jika terus dilakukan, akan menjadi tumpukan dosa yang membakar habis
pahala kita.
Salah satu bentuk kezholiman terhadap diri sendiri yang
sangat berbahaya adalah melakukan maksiat secara sembunyi-sembunyi. Seseorang
mungkin terlihat sholih di hadapan manusia, namun ia berani bermaksiat saat
sendirian. Ini adalah kehancuran yang nyata, karena ibadah yang ia tampakkan tidak
mampu menutupi dosa yang ia sembunyikan.
Dari Tsauban Rodhiyallahu ‘Anhu dari Nabi ﷺ, beliau bersabda,
«لَأَعْلَمَنَّ أَقْوَامًا مِنْ أُمَّتِي يَأْتُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
بِحَسَنَاتٍ أَمْثَالِ جِبَالِ تِهَامَةَ بِيضًا، فَيَجْعَلُهَا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ
هَبَاءً مَنْثُورًا»، فَقَالَ ثَوْبَانُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، صِفْهُمْ لَنَا، جَلِّهِمْ
لَنَا، لَا نَكُونُ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَا نَعْلَمُ، قَالَ: «أَمَا إِنَّهُمْ إِخْوَانُكُمْ
وَمِنْ جِلْدَتِكُمْ، وَيَأْخُذُونَ مِنَ اللَّيْلِ كَمَا تَأْخُذُونَ، وَلَكِنَّهُمْ
إِذَا خَلَوْا بِمَحَارِمِ اللَّهِ انْتَهَكُوهَا»
“Sungguh aku benar-benar mengetahui suatu kaum dari umatku yang
datang pada Hari Kiamat dengan membawa kebaikan-kebaikan sebesar gunung-gunung
Tihamah yang putih, lalu Alloh ﷻ
menjadikannya debu yang berterbangan.” Tsauban berkata, “Wahai Rosululloh,
sebutkan sifat-sifat mereka kepada kami, jelaskanlah kepada kami, agar kami
tidak termasuk dari mereka padahal kami tidak mengetahuinya.” Beliau bersabda, “Adapun
mereka, sungguh mereka adalah saudara-saudara kalian, dan dari kulit kalian,
mereka melakukan Sholat malam sebagaimana kalian melakukannya, akan tetapi
mereka adalah orang-orang yang jika sendirian dengan hal-hal yang diharomkan
Alloh, mereka melakukannya.” (HR. Ibnu Majah no. 4245)
Hadits ini adalah peringatan yang sangat mengerikan. Ia
menggambarkan orang yang datang dengan pahala sebesar gunung, namun semua itu
hancur karena maksiat yang mereka lakukan saat sendirian. Mengapa? Karena
mereka tidak mengagungkan Alloh dalam kesendirian mereka, sehingga Alloh pun
tidak menerima amal mereka.
Orang yang riya dalam amalannya seakan-akan berkata kepada
manusia, ‘Aku lebih baik dari kalian,’ dan inilah rahasia orang yang riya. Jika
ia ingin beribadah kepada Alloh, ia menampakkan ibadahnya, dan jika ia
sendirian dengan hal-hal yang harom, ia melanggarnya. Maka ia beribadah kepada
Alloh Ta’ala dan riya kepada manusia.
Dosa yang dilakukan dalam kesendirian adalah kezholiman
terhadap diri sendiri, karena ia menunjukkan kelemahan iman dan kurangnya rasa
takut kepada Alloh.
Hadits-hadits ini kami masukkan dalam bab kemunafikan (yakni
kemunafikan i’tiqod alias kafim: menampakkan Islam tapi menyembunyikan
kekufuran), karena dosa besar meskipun dikerjakan di sendirian tidaklah
menggugurkan pahala, menurut pendapat yang kuat. Ini dijelaskan oleh Syaikh Bin Baz dan Syaikh Al-Albani.
Karena hadits Tsauban dan Aisyah di atas tentang orang munafik (kafir), bukan
Muslim.
Adapun
Muslim, dosa (terkait hak Alloh) yang dikerjakan secara sembunyi lalu dibawa
mati tanpa taubat, justru ada kemungkinan diampuni Allah, seperti dalam hadits
Ibnu Umar dan Abu Huroiroh.
Dari Abu
Huroiroh, Rosul ﷺ bersabda:
«كُلُّ أُمَّتِي
مُعَافًى إِلَّا الْمُجَاهِرِينَ، وَإِنَّ مِنَ الْمُجَاهَرَةِ أَنْ يَعْمَلَ الرَّجُلُ
بِاللَّيْلِ عَمَلًا، ثُمَّ يُصْبِحُ وَقَدْ سَتَرَهُ اللَّهُ فَيَقُولُ: يَا فُلَانُ
عَمِلْتُ الْبَارِحَةَ كَذَا وَكَذَا، وَقَدْ بَاتَ يَسْتُرُهُ رَبُّهُ، فَيُصْبِحُ
يَكْشِفُ سِتْرَ اللَّهِ عَنْهُ»
“Seluruh umatku akan diampuni (yakni tanpa taubat jika
Alloh menghendaki), kecuali orang-orang yang terang-terangan (dalam berbuat
dosa). Sungguh di antara sikap terang-terangan itu ialah seorang laki-laki
berbuat dosa di malam hari, lalu ketika pagi hari Allah telah menutupinya,
namun ia berkata: ‘Wahai fulan, tadi malam aku melakukan ini dan itu.’ Padahal
Robb-nya telah menutupinya, namun di pagi hari ia membuka tutupan Alloh
terhadap dirinya.” (HR. Al-Bukhori no. 6069 dan Muslim no. 2990)
Dari Ibnu
Umar, Nabi ﷺ bersabda:
«إِنَّ اللَّهَ
يُدْنِي الْمُؤْمِنَ فَيَضَعُ عَلَيْهِ كَنَفَهُ وَيَسْتُرُهُ فَيَقُولُ أَتَعْرِفُ
ذَنْبَ كَذَا أَتَعْرِفُ ذَنْبَ كَذَا فَيَقُولُ نَعَمْ أَيْ رَبِّ حَتَّى إِذَا قَرَّرَهُ
بِذُنُوبِهِ وَرَأَى فِي نَفْسِهِ أَنَّهُ هَلَكَ قَالَ سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِي الدُّنْيَا
وَأَنَا أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ فَيُعْطَى كِتَابَ حَسَنَاتِهِ، وَأَمَّا الْكَافِرُ
وَالْمُنَافِقُونَ فَيَقُولُ الأَشْهَادُ هَؤُلاَءِ الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى رَبِّهِمْ
أَلاَ لَعْنَةُ اللَّهِ عَلَى الظَّالِمِينَ»
“Sesungguhnya
Alloh akan mendekatkan seorang Mu’min, lalu meletakkan perlindungan-Nya di
atasnya dan menutupinya. Kemudian Alloh berfirman: ‘Apakah engkau mengenal dosa
ini? Apakah engkau mengenal dosa itu?’ Hamba itu menjawab: ‘Iya, wahai Robb-ku.’
Sehingga ketika Alloh telah membuatnya mengakui dosa-dosanya dan dia melihat
bahwa dirinya akan binasa, Alloh berfirman: ‘Aku telah menutupinya
(dosa-dosamu) di dunia, dan pada hari ini Aku mengampuninya untukmu.’ Lalu
diberikanlah kepadanya kitab catatan kebaikannya. Adapun orang kafir dan
munafik, maka para saksi akan berkata: ‘Merekalah orang-orang yang telah
berdusta atas Robb mereka. Ingatlah, laknat Allah (ditimpakan) atas orang-orang
yang zholim.” (HR. Al-Bukhori no. 2441, 6000, 7514 dan Muslim no. 2768)
Sebelum kita mengoreksi hubungan kita dengan orang lain, kita
harus memastikan bahwa kita tidak menzholimi diri sendiri. Syirik, bid’ah, dan
dosa-dosa besar dari hak Allah. Dengan menyadari hal ini, kita bisa lebih
waspada dalam menjaga diri dari kebangkrutan yang hakiki.[]
Bab 3: Bangkrut karena Menzholimi Orang
Lain
Jika kezholiman terhadap diri sendiri seperti syirik dan bid’ah
dapat menghapus amal sholih kita secara total, maka kezholiman kepada orang
lain adalah pintu utama yang menghabiskan pahala kita sedikit demi sedikit. Di
Hari Kiamat kelak, setiap orang yang pernah kita zholimi akan datang menuntut
haknya, dan satu-satunya mata uang untuk melunasinya adalah pahala. Inilah
esensi kebangkrutan yang dijelaskan oleh Rosul ﷺ.
Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, sungguh
Rosululloh ﷺ bersabda, “Tahukah kalian siapakah orang yang bangkrut?” Para
Shohabat menjawab,
«إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ
بِصَلَاةٍ وَصِيَامٍ وَزَكَاةٍ، وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ هَذَا، وَقَذَفَ هَذَا، وَأَكَلَ
مَالَ هَذَا، وَسَفَكَ دَمَ هَذَا، وَضَرَبَ هَذَا، فَيُعْطَى هَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ
وَهَذَا مِنْ حَسَنَاتِهِ، فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يُقْضَى مَا عَلَيْهِ،
أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ، ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ»
“Orang yang bangkrut di antara kami adalah orang yang tidak
memiliki dirham dan tidak memiliki barang dagangan.” Beliau bersabda, “Sungguh
orang yang bangkrut di antara umatku adalah orang yang datang pada Hari Kiamat
dengan membawa pahala Sholat, Puasa, dan Zakat. Akan tetapi, ia datang sementara
ia telah mencela si ini, menuduh (berzina) si ini, memakan harta si ini,
menumpahkan darah si ini, dan memukul si ini. Maka diberikanlah (pahala) dari
kebaikannya kepada si ini dan kepada si ini. Apabila kebaikannya telah habis
sebelum terlunasi apa yang menjadi kewajibannya, diambillah dosa-dosa mereka
(korban kezholiman) lalu dilemparkan kepadanya, kemudian ia dilemparkan ke
dalam Naar.” (HR. Muslim no. 2581)
Hadits ini menjadi fondasi bagi pembahasan kita, sebab ia
secara gamblang mengkategorikan jenis-jenis kezholiman yang paling berbahaya:
lisan (syatam dan qadzf), harta (akala mal), dan jiwa (safaka
dam dan dhoroba).
Zholim Terhadap Kehormatan: Menjatuhkan Derajat dan
Martabat Saudara Muslim
Kehormatan seorang Muslim adalah sesuatu yang sangat berharga.
Rosul ﷺ mengingatkan kita bahwa kehormatan seorang Muslim lebih mulia
di sisi Alloh daripada Ka’bah itu sendiri. Menjatuhkan kehormatan orang lain
dengan lisan adalah kezholiman yang amat besar, dan ini adalah salah satu poin
yang disebutkan dalam Hadits tentang orang yang bangkrut.
Dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, sungguh
Rosululloh ﷺ bersabda,
«كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ، دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ»
“Setiap Muslim atas Muslim lainnya harom (untuk diganggu), yaitu
darahnya, hartanya, dan kehormatannya.” (HR. Muslim no. 2564)
Hadits ini menegaskan tiga hal yang tidak boleh dilanggar
oleh seorang Muslim: darah (jiwa), harta, dan irdh (kehormatan).
Kehormatan adalah martabat diri, nama baik, dan harga diri. Menjatuhkan
kehormatan orang lain dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti ghibah
(menggunjing), namimah (mengadu domba), memfitnah, atau mencela.
Alloh ﷻ
berfirman tentang bahaya ghibah:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا
فَكَرِهْتُمُوهُ﴾
“Wahai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari
prasangka, sungguh sebagian prasangka itu adalah dosa. janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain dan
janganlah sebagian kalian menggunjing sebagian yang lain. Apakah salah seorang
di antara kalian suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah
kalian merasa jijik kepadanya.” (QS. Al-Hujurot: 12)
Ayat ini menyandingkan ghibah dengan perbuatan memakan
daging saudara yang sudah mati, perumpamaan yang sangat menjijikkan untuk
menunjukkan betapa buruknya perbuatan tersebut di sisi Alloh. Ghibah adalah
kezholiman yang sangat besar karena ia merusak hubungan persaudaraan dan
mencemari nama baik seseorang tanpa sepengetahuannya.
Selain ghibah, menuduh tanpa bukti adalah kezholiman yang lebih keji. Namimah adalah
menyebarkan berita bohong tentang seseorang dengan tujuan merusak nama baiknya.
Tidak ada seorang pun yang kehormatannya dicela melainkan suatu
saat ia akan dicela juga, karena Alloh akan menampakkan celaan itu pada
dirinya.
Dari Abdulloh bin Mas’ud Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata,
Rosululloh ﷺ bersabda,
«لَا يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَتَّاتٌ»
“Tidak akan masuk Jannah seorang qottat.” (HR. Muslim
no. 105)
Qottat adalah orang yang berjalan di antara manusia untuk
menyampaikan perkataan yang dapat merusak hubungan. Perbuatan ini merupakan
dosa besar yang dapat menyebabkan pelakunya tidak masuk Jannah. Hal ini
menunjukkan betapa seriusnya namimah dalam pandangan Alloh.
Kedua penyakit lisan ini sangat berbahaya karena menjadi
penyebab utama hilangnya pahala. Seseorang yang rajin beribadah, tetapi
lisannya tidak terjaga dari ghibah dan namimah, maka pahala ibadahnya akan
habis untuk membayar dosa-dosa ini di Hari Kiamat, sebagaimana yang dijelaskan
dalam Hadits orang yang bangkrut.
Siapa yang suka berbicara tanpa perbuatan, maka ia termasuk
orang-orang munafiq. Ini
menunjukkan bahwa ada keselarasan antara hati, lisan, dan perbuatan. Jika
seseorang lisannya berani berbuat dosa, maka itu menunjukkan ada masalah dalam
hatinya. Oleh karena itu, menjaga lisan adalah langkah penting untuk menjaga
amal ibadah kita.
Kezholiman terhadap kehormatan ini akan dituntut di Hari
Kiamat. Pahala orang yang mencela akan diberikan kepada orang yang dicela, dan
jika pahalanya habis, dosa orang yang dicela akan ditimpakan kepadanya. Ini
adalah konsekuensi yang mengerikan dari sebuah perbuatan yang seringkali
dianggap remeh.
Zholim Terhadap Harta: Mengambil Hak Orang Lain
dengan Cara Bathil
Jenis kezholiman kedua yang disebutkan dalam Hadits orang
yang bangkrut adalah memakan harta orang lain secara bathil. Harta
adalah ujian bagi setiap manusia. Banyak orang yang rela melakukan apa saja,
termasuk berbuat zholim, demi mengumpulkan harta.
Alloh ﷻ
berfirman:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً
عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ﴾
“Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.” (QS. An-Nisa’:
29)
Ayat ini adalah larangan tegas terhadap segala bentuk cara
memperoleh harta yang tidak dibenarkan oleh syariat. Ini mencakup:
Pencurian dan perampokan: Mengambil harta orang lain
secara paksa.
Korupsi dan suap: Menggunakan kekuasaan untuk
mengambil harta yang bukan haknya.
Riba: Mengambil keuntungan dari pinjaman.
Penipuan: Mengambil harta orang lain dengan cara
licik.
Mengurangi timbangan: Berbuat curang dalam jual beli.
Rosul ﷺ memperingatkan akan dahsyatnya dosa
memakan harta orang lain secara bathil.
Dari Abdulloh bin Umar Rodhiyallahu ‘Anhuma dari Nabi
ﷺ, beliau bersabda,
«مَنْ أَخَذَ شِبْرًا مِنَ الْأَرْضِ بِغَيْرِ حَقِّهِ، طُوِّقَهُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ مِنْ سَبْعِ أَرَضِينَ»
“Siapa yang mengambil sejengkal tanah dari orang lain tanpa
haknya, maka ia akan dikalungkan tujuh lapis bumi di Hari Kiamat.” (HR.
Al-Bukhari no. 2453 dan Muslim no. 1612)
Hadits ini menunjukkan betapa besar hukuman bagi orang yang
menzholimi harta orang lain. Bahkan untuk urusan sepetak tanah kecil, Alloh
akan memberikan hukuman yang sangat berat.
Wajib bagi seseorang untuk mengembalikan kezholiman (hak)
manusia walaupun ia adalah orang yang zholim, dan tidak boleh baginya
menahannya. Hal ini
menegaskan bahwa tidak ada alasan bagi seorang Muslim untuk menahan harta orang
lain yang bukan haknya. Mengembalikan harta tersebut adalah keharusan, bahkan
jika kita sendiri adalah orang yang dizholimi. Jika kita tidak mengembalikannya
di dunia, maka kita akan membayarnya dengan pahala di Akhirat, yang pada
akhirnya akan menyebabkan kita bangkrut.
Zholim Terhadap Jiwa: Pembunuhan dan Tindakan
Kekerasan Lainnya
Kezholiman yang paling fatal dan memiliki konsekuensi
terbesar adalah kezholiman terhadap jiwa. Ini adalah perbuatan menumpahkan
darah atau menyakiti fisik orang lain. Dalam Hadits tentang orang yang
bangkrut, disebutkan orang yang menumpahkan darah (safaka dam) dan
memukul (dhoroba).
Alloh ﷻ
berfirman:
﴿وَمَنْ يَقْتُلْ مُؤْمِنًا
مُتَعَمِّدًا فَجَزَاؤُهُ جَهَنَّمُ خَالِدًا فِيهَا وَغَضِبَ اللَّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ
وَأَعَدَّ لَهُ عَذَابًا عَظِيمًا﴾
“Siapa yang membunuh seorang Mu’min dengan sengaja, maka
balasannya adalah Naar Jahannam, ia kekal di dalamnya, Alloh murka kepadanya,
dan melaknatnya, serta menyediakan baginya adzab yang besar.” (QS. An-Nisa’:
93)
Ayat ini menunjukkan betapa besar dosa membunuh. Hukuman
yang menanti adalah kekekalan di Naar (jika ia menghalalkan membunuh) dan murka serta laknat dari
Alloh. Ini adalah kezholiman yang tidak dapat digantikan dengan apapun, kecuali
dengan qishosh atau dimaafkan oleh keluarga korban di dunia.
Kezholiman terhadap jiwa tidak hanya mencakup pembunuhan,
tetapi juga segala bentuk kekerasan fisik.
Dari Anas Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata, Rosululloh ﷺ bersabda,
«وَلَا يَحِلُّ لِمُسْلِمٍ أَنْ يُرَوِّعَ مُسْلِمًا»
“Tidak halal bagi seorang Muslim untuk menakut-nakuti Muslim
lainnya.” (HR. Abu Dawud no. 5004)
Menyakiti fisik, bahkan hanya sekedar menakut-nakuti, adalah
perbuatan yang dilarang. Segala perbuatan ini akan dipertanggungjawabkan di
Akhirat. Maka, perkara darah di sisi Alloh adalah perkara yang besar, tidak
boleh menumpahkan darah kecuali dengan haknya.
Dalam konteks hadits orang yang bangkrut, kezholiman
terhadap jiwa akan dibalas dengan pahala di Hari Kiamat. Jika seseorang memukul
atau menyakiti orang lain di dunia, ia akan datang di Hari Kiamat dan korban
akan mengambil pahalanya. Jika pahalanya habis, maka dosa-dosa korban akan
ditimpakan kepadanya. Ini adalah kebangkrutan yang tidak dapat dihindari,
kecuali dengan memohon maaf dan bertaubat di dunia.
Ini
merupakan peringatan keras bagi kita semua. Kezholiman kepada orang lain
adalah perbuatan yang sangat membahayakan, sebab ia akan menghabiskan pahala
yang kita kumpulkan dengan susah payah. Mulai dari kehormatan, harta, hingga
jiwa, setiap hak yang kita langgar akan menjadi hutang yang harus kita bayar di
Akhirat. Ini adalah alasan mengapa kita harus sangat berhati-hati dalam setiap
interaksi dan perbuatan kita.[]
Bab 4: Konsekuensi Kebangkrutan di
Hari Kiamat
Kita telah melihat bahwa kezholiman adalah sebab utama
kebangkrutan di Akhirat. Dari kezholiman kepada diri sendiri seperti syirik dan
bid’ah, hingga kezholiman kepada sesama dalam bentuk mencemarkan kehormatan,
mengambil harta, dan menyakiti jiwa. Semua ini adalah perbuatan yang
menggerogoti amal sholih kita dari dalam, hingga akhirnya tidak menyisakan
apa-apa di Hari Kiamat. Bab ini akan menguraikan secara rinci konsekuensi dari
perbuatan-perbuatan tersebut, dari mulai habisnya pahala hingga siksaan yang
menanti.
Hari Kiamat adalah hari pembalasan yang sempurna. Alloh ﷻ berfirman:
﴿وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا
تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا ۖ وَإِنْ
كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا ۗ وَكَفَىٰ بِنَا حَاسِبِينَ﴾
“Kami akan
memasang timbangan yang tepat pada Hari Kiamat, maka tiadalah dirugikan
seseorang barang sedikit pun. jika
(amalan itu) hanya seberat biji sawi pun, pasti Kami mendatangkannya. cukuplah Kami menjadi Pembuat
perhitungan.” (QS. Al-Anbiya’: 47)
Ayat ini menegaskan bahwa tidak ada kezholiman yang akan
luput dari perhitungan. Sekecil apa pun perbuatan, baik maupun buruk, akan
ditimbang. Konsekuensi dari kezholiman adalah terancamnya keselamatan kita di
Hari Kiamat, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Hadits orang yang
bangkrut.
Habisnya Pahala untuk Membayar KedzalimanMekanisme
pembalasan kezholiman di Akhirat adalah sesuatu yang sangat adil dan
menakutkan. Di dunia, seseorang bisa melunasi hutang dengan uang, atau dengan
mengembalikan barang yang ia curi. Namun di Akhirat, tidak ada lagi uang atau
harta. Mata uang yang berlaku hanyalah pahala dan dosa.
Alloh ﷻ
akan memberikan pahala amal sholih yang telah kita kumpulkan kepada orang-orang
yang pernah kita zholimi. Ini adalah mekanisme qishosh (pembalasan) yang paling
adil. Setiap perbuatan zholim, sekecil apapun, akan dibayar tuntas. Jika kita
mencela seseorang, pahala Sholat kita akan diberikan kepadanya. Jika kita
mencuri harta orang lain, pahala Puasa kita akan diberikan kepadanya. Setiap
dosa kezholiman memiliki balasan yang setimpal.
Maka jika ada kezholiman-kezholiman atasnya terhadap para
hamba, maka akan diputuskan darinya, dan tidak dibiarkan sama sekali hingga
diputuskan darinya bagi manusia. ini
adalah Hari Keadilan, di mana tidak ada seorang pun yang dizholimi di dalamnya.
Kezholiman adalah kegelapan-kegelapan di Hari Kiamat. Maka siapa
yang berbuat zholim, ia berada dalam kegelapan. Siapa yang menegakkan keadilan,
ia berada dalam cahaya.
Hadits dari Abu Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu tentang
orang yang bangkrut juga menyebutkan bahwa ...diberikanlah (pahala) dari
kebaikannya kepada si ini dan kepada si itu. Apabila kebaikannya telah
habis sebelum terlunasi apa yang menjadi kewajibannya, diambillah dosa-dosa
mereka (korban kezholiman) lalu dilemparkan kepadanya, kemudian ia dilemparkan
ke dalam Naar. Ini adalah tahap kedua dari kebangkrutan yang hakiki. Tidak
hanya pahala kita habis, tetapi kita juga harus menanggung dosa orang lain.
Seseorang tidak dikatakan jujur hingga ia jujur dalam
perkataan dan perbuatan. ia tidak
jujur dalam perkataan sampai perkataannya tidak bertentangan dengan
perbuatannya.
Ini menunjukkan bahwa ketidakjujuran dan perbuatan zholim
adalah dua sisi dari mata uang yang sama. Keduanya akan menghancurkan keimanan
dan pahala kita.
Tidak Adanya Lagi Kesempatan untuk Memperbaiki Diri
Salah satu konsekuensi paling mengerikan dari kezholiman di
Akhirat adalah hilangnya kesempatan untuk bertaubat dan meminta maaf. Di dunia,
pintu taubat masih terbuka. Jika kita menzholimi seseorang, kita bisa meminta
maaf, mengembalikan haknya, dan berjanji untuk tidak mengulanginya. Alloh ﷻ berfirman:
﴿وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ﴾
“bertaubatlah
kalian semua kepada Alloh, wahai orang-orang yang beriman, agar kalian
beruntung.” (QS. An-Nur: 31)
Namun, ketika nyawa sudah di tenggorokan, atau ketika Hari
Kiamat tiba, kesempatan itu sirna. Alloh ﷻ
berfirman:
﴿وَلَيْسَتِ التَّوْبَةُ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السَّيِّئَاتِ
حَتَّىٰ إِذَا حَضَرَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ إِنِّي تُبْتُ الْآنَ﴾
“tidaklah
taubat itu diterima oleh Alloh dari orang-orang yang mengerjakan kejahatan
(sehingga) apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, (barulah) ia
mengucapkan, ‘Sungguh saya bertaubat sekarang.’” (QS. An-Nisa’: 18)
Momen kematian adalah batas antara kesempatan dan penyesalan
abadi. Di Hari Kiamat, orang yang pernah kita zholimi tidak akan peduli dengan
penyesalan kita. Mereka tidak akan menerima permintaan maaf. Yang mereka
inginkan hanyalah hak mereka yang telah kita rampas.
Tidak ada yang bisa meloloskan diri dari hisab kezholiman.
Bahkan jika seseorang sudah memenuhi syarat untuk masuk Jannah, jika ia masih
memiliki kezholiman terhadap orang lain, ia harus menyelesaikan masalah itu
terlebih dahulu. Ini menunjukkan bahwa kezholiman adalah satu-satunya dosa yang
tidak bisa ditutupi dengan amal sholih kita, melainkan harus dilunasi dengan
pahala kita.
Kezholiman ada dua: kezholiman seorang hamba terhadap
dirinya sendiri, yaitu syirik, dan kezholiman seorang hamba terhadap selainnya,
dan ia adalah yang paling besar hukumannya di Akhirat.
Ini menunjukkan bahwa meskipun syirik adalah dosa paling
besar, kezholiman kepada orang lain memiliki konsekuensi yang sangat berat,
karena ia tidak akan diampuni oleh Alloh sampai diselesaikan dengan orang yang dizholimi.
di Akhirat, tidak ada lagi
kesempatan untuk menyelesaikannya.
Siksa dan Adzab di Akhirat
Ketika pahala seorang hamba habis dan ia masih memiliki
hutang kezholiman, ia akan memasuki fase kebangkrutan yang paling menakutkan:
menanggung dosa-dosa orang lain. Dalam Hadits orang yang bangkrut, disebutkan ...diambillah
dosa-dosa mereka (korban kezholiman) lalu dilemparkan kepadanya, kemudian ia
dilemparkan ke dalam Naar.
Naar adalah tempat yang dipersiapkan oleh Alloh untuk para
pendosa, terutama mereka yang berbuat kezholiman. Alloh ﷻ
berfirman:
﴿فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ ظَلَمُوا مِنْ عَذَابِ يَوْمٍ أَلِيمٍ﴾
“Maka celakalah bagi orang-orang yang berbuat zholim, dari
siksaan di Hari yang pedih.” (QS. Az-Zukhruf: 65)
Siksa yang menanti di Naar sangatlah dahsyat. Alloh ﷻ menggambarkan adzab itu dengan sangat
jelas dalam Al-Qur’an:
﴿إِنَّ الَّذِينَ كَفَرُوا بِآيَاتِنَا سَوْفَ نُصْلِيهِمْ
نَارًا كُلَّمَا نَضِجَتْ جُلُودُهُمْ بَدَّلْنَاهُمْ جُلُودًا غَيْرَهَا لِيَذُوقُوا
الْعَذَابَ﴾
“Sungguh orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak
akan Kami masukkan mereka ke dalam Naar. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami
ganti kulit mereka dengan kulit yang lain, supaya mereka merasakan adzab.” (QS.
An-Nisa’: 56)
Meskipun ayat ini berbicara tentang orang kafir, namun para
ulama menjelaskan bahwa adzab ini juga bisa menimpa orang-orang yang beriman
yang melakukan dosa-dosa besar, termasuk kezholiman.
Ini adalah kondisi yang paling memilukan. Seseorang yang
telah mengumpulkan pahala dengan susah payah, akhirnya mendapati lembaran
amalnya kosong, hanya tersisa dosa-dosa kezholiman yang ia lakukan di dunia.
Dosa-dosa yang ia tanggung tidak hanya dari dirinya sendiri, tetapi juga dari
orang-orang yang ia zholimi.[]
Bab 5: Kiat
Menghindari Kebangkrutan
Setelah memahami hakikat kebangkrutan yang sungguh di
Akhirat, lengkap dengan penyebab dan konsekuensinya yang mengerikan, pertanyaan
berikutnya adalah: apa yang harus kita lakukan?
Taubat
Nasuha: Berjanji Tidak Mengulangi Dosa
Langkah
pertama dan terpenting untuk menghindari kebangkrutan di Akhirat adalah dengan
bertaubat. Taubat nasuha adalah taubat yang murni, jujur, dan sungguh-sungguh,
yang memenuhi tiga syarat utama:
1. Meninggalkan
perbuatan dosa yang telah dilakukan.
2. Menyesali
perbuatan dosa tersebut.
3. Bertekad kuat
untuk tidak mengulangi dosa yang sama di masa depan.
Taubat
nasuha adalah pintu ampunan bagi segala dosa yang berkaitan dengan hak Alloh ﷻ. Sebagaimana firman Alloh:
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا تُوبُوا إِلَى اللَّهِ تَوْبَةً
نَصُوحًا عَسَىٰ رَبُّكُمْ أَنْ يُكَفِّرَ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَيُدْخِلَكُمْ
جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ﴾
“Wahai
orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Alloh dengan taubat nasuha
(semurni-murninya taubat). Mudah-mudahan Robb kalian akan menghapus
kesalahan-kesalahan kalian dan memasukkan kalian ke dalam Jannah-Jannah yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai.” (QS. At-Tahrim: 8)
Ayat ini
memberikan harapan besar bagi kita semua. Walau dosa kita menggunung, taubat
yang tulus dapat menghapusnya. Rosul ﷺ juga
menekankan luasnya rahmat Alloh dalam Hadits Qudsi:
Dari Anas Rodhiyallahu
‘Anhu, ia berkata, aku mendengar Rosululloh ﷺ
bersabda, “Alloh berfirman,
«يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ مَا دَعَوْتَنِي وَرَجَوْتَنِي
غَفَرْتُ لَكَ عَلَى مَا كَانَ مِنْكَ وَلَا أُبَالِي، يَا ابْنَ آدَمَ، لَوْ بَلَغَتْ
ذُنُوبُكَ عَنَانَ السَّمَاءِ ثُمَّ اسْتَغْفَرْتَنِي غَفَرْتُ لَكَ، وَلَا أُبَالِي،
يَا ابْنَ آدَمَ، إِنَّكَ لَوْ أَتَيْتَنِي بِقُرَابِ الْأَرْضِ خَطَايَا ثُمَّ لَقِيتَنِي
لَا تُشْرِكُ بِي شَيْئًا لَأَتَيْتُكَ بِقُرَابِهَا مَغْفِرَةً»
‘Wahai
anak Adam, sungguh engkau, selama engkau berdoa kepada-Ku dan mengharap-Ku, Aku
akan mengampuni dosa-dosamu, dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, jika
dosa-dosamu sampai ke langit, kemudian engkau memohon ampunan kepada-Ku,
niscaya Aku akan mengampunimu, dan Aku tidak peduli. Wahai anak Adam, sungguh
jika engkau datang kepada-Ku dengan dosa sepenuh bumi, kemudian engkau
menemui-Ku dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu pun, niscaya Aku
akan datang kepadamu dengan ampunan sepenuh bumi (bagi siapa yang Aku
kehendaki).’” (HR. At-Tirmidzi no. 3540)
Hadits ini
adalah kabar gembira yang luar biasa. Ia menunjukkan bahwa dosa-dosa yang
berkaitan dengan hak Alloh akan diampuni dengan taubat dan istighfar yang
tulus. Namun, perlu diingat, taubat ini hanya berlaku untuk dosa-dosa antara
kita dengan Alloh.
Taubat dari
setiap dosa adalah wajib. Jika maksiat itu antara dia dan Alloh Ta’ala,
dan tidak berkaitan dengan hak Adam, maka taubatnya memiliki tiga syarat. jika ia berkaitan dengan hak Adam, maka
taubatnya memiliki empat syarat: tiga syarat (yang pertama) dan melepaskan diri
dari hak orang yang bersangkutan.”
Memohon
Maaf dan Mengembalikan Hak Orang Lain
Taubat
untuk dosa-dosa yang berkaitan dengan hak manusia memiliki syarat tambahan:
menyelesaikan masalah dengan orang yang dizholimi. Ini adalah langkah paling
krusial untuk menghindari kebangkrutan. Kita tidak bisa hanya memohon ampun
kepada Alloh jika kita pernah mencuri, menipu, atau menyakiti orang lain. Kita
harus menemui mereka, meminta maaf, dan mengembalikan hak mereka.
Dari Abu
Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, sungguh Rosululloh ﷺ
bersabda,
«مَنْ كَانَتْ لَهُ مَظْلَمَةٌ لِأَخِيهِ مِنْ
عِرْضِهِ أَوْ شَيْءٍ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهُ الْيَوْمَ قَبْلَ أَنْ لَا يَكُونَ
دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ، إِنْ كَانَ لَهُ عَمَلٌ صَالِحٌ أُخِذَ مِنْهُ بِقَدْرِ مَظْلَمَتِهِ،
وَإِنْ لَمْ تَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ صَاحِبِهِ فَحُمِلَ عَلَيْهِ»
“Siapa
yang memiliki kezholiman terhadap saudaranya, baik dalam hal kehormatan atau
sesuatu (lainnya), maka hendaklah ia meminta untuk dihalalkan (dimaafkan)
darinya pada hari ini, sebelum tidak ada lagi dinar dan dirham. Jika ia
memiliki amal sholih, akan diambil darinya sesuai dengan kezholimannya. jika ia tidak memiliki kebaikan, akan
diambil dari kejelekan (dosa) orang yang dizholimi lalu ditimpakan kepadanya.” (HR.
Al-Bukhari no. 2449)
Hadits ini
adalah landasan terkuat untuk memahami urgensi menyelesaikan urusan dengan
sesama di dunia. Momen terberat adalah ketika kita harus mengikis ego dan
keberanian untuk meminta maaf. Namun, kebanggaan yang kita rasakan di dunia ini
tidak sebanding dengan kehinaan yang akan kita rasakan di Hari Kiamat.
Rosul ﷺ
juga memperingatkan tentang hutang yang tidak dibayar, bahkan bagi seorang yang
mati syahid:
Dari
Abdulloh bin Amr Rodhiyallahu ‘Anhuma, sungguh Rosululloh ﷺ
bersabda,
«يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلَّا الدَّيْنَ»
“Semua
dosa orang yang mati syahid akan diampuni, kecuali hutang.” (HR. Muslim no.
1886)
Jika
seorang syahid yang mati di jalan Alloh, yang seharusnya dosanya sudah
diampuni, masih harus mempertanggungjawabkan hutangnya, bagaimana dengan kita?
Ini adalah bukti betapa seriusnya haqqul adami di sisi Alloh. Oleh
karena itu, kita harus segera mengembalikan setiap hak, setiap hutang, setiap
harta, dan setiap irdh yang pernah kita zholimi.
jika kezholiman
itu antara sesama hamba, maka tidak akan diterima taubatnya hingga ia
melepaskan diri darinya. Sungguh taubat hanya diterima untuk dosa yang antara
dia dan Alloh Ta’ala saja.
Memperbanyak
Amal Sholih dan Memohon Ampunan Alloh
Setelah
bertaubat dari dosa-dosa kita dan menyelesaikan urusan dengan sesama, langkah
berikutnya adalah memperbanyak amal sholih. Amal sholih bukan hanya untuk
menambah pahala, tetapi juga sebagai penghapus dosa dan pembuka pintu rahmat
Alloh.
Alloh ﷻ berfirman:
﴿وَأَقِمِ الصَّلَاةَ طَرَفَيِ النَّهَارِ وَزُلَفًا مِنَ
اللَّيْلِ ۚ إِنَّ الْحَسَنَاتِ يُذْهِبْنَ السَّيِّئَاتِ
ۚ ذَٰلِكَ ذِكْرَىٰ لِلذَّاكِرِينَ﴾
“dirikanlah Sholat itu pada kedua tepi
siang (pagi dan sore) dan pada bagian permulaan dari malam. Sungguh
perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapus (dosa) perbuatan-perbuatan yang
buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.” (QS. Hud: 114)
Ayat ini
adalah janji dari Alloh bahwa amal kebaikan dapat menghapus dosa-dosa. Sholat, Puasa,
sedekah, dan amalan lainnya memiliki kekuatan untuk membersihkan kita dari
kotoran dosa.
Rosul ﷺ
juga mengajarkan kita tentang kekuatan amal sholih:
Dari Mu’adz
bin Jabal Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata, Rosululloh ﷺ
bersabda,
«اتَّقِ اللَّهَ حَيْثُمَا كُنْتَ، وَأَتْبِعِ
السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا، وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ»
“Bertaqwalah
kepada Alloh di mana pun kamu berada, dan ikutilah perbuatan buruk dengan
perbuatan baik, niscaya ia akan menghapusnya, dan bergaullah dengan manusia
dengan akhlak yang baik.” (HR. At-Tirmidzi no. 1987)
Hadits ini
adalah resep sempurna untuk hidup seorang Muslim: taqwa kepada Alloh,
memperbanyak kebaikan setelah keburukan, dan berakhlak mulia kepada sesama.
Selain amal
sholih, kita juga harus senantiasa memohon ampunan kepada Alloh. Istighfar
adalah salah satu ibadah yang paling mudah dan paling mulia.
Dari
Al-Aghor Al-Muzani Rodhiyallahu ‘Anhu, sungguh Rosululloh ﷺ
bersabda,
«إِنِّي لَأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ فِي الْيَوْمِ
مِائَةَ مَرَّةٍ»
“Sungguh
aku memohon ampun kepada Alloh dalam sehari seratus kali.” (HR. Muslim no.
2702)
Jika Rosul ﷺ
yang ma’shum (terjaga dari dosa) saja memohon ampun seratus kali sehari,
maka bagaimana dengan kita? Istighfar harus menjadi bagian dari rutinitas
harian kita, baik setelah Sholat, di waktu sahur, atau kapan pun kita ingat.
Maka penyebab terbesar untuk menghapus dosa adalah memperbanyak istighfar.
Evaluasi
Diri Setiap Hari
Semua kiat
di atas tidak akan efektif tanpa adanya muhasabah, yaitu introspeksi
atau evaluasi diri. Muhasabah adalah kegiatan merenungkan setiap perbuatan,
perkataan, dan niat kita, untuk mengidentifikasi kesalahan dan segera
memperbaikinya. Ini adalah bentuk kewaspadaan agar kita tidak lalai.
﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ
نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ لِغَدٍ ۖ وَاتَّقُوا
اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ﴾
“Wahai
orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Alloh dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (Akhirat). bertaqwalah kepada Alloh, sungguh Alloh
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hasyr: 18)
Ayat ini
memerintahkan kita untuk senantiasa mengevaluasi diri kita. Hari esok yang
dimaksud adalah Hari Kiamat. Kita harus bertanya pada diri sendiri setiap hari:
“Apakah perbuatanku hari ini akan menjadi bekal kebaikan ataukah akan menjadi
hutang kezholiman di Hari Kiamat?”
Dari Abu
Huroiroh Rodhiyallahu ‘Anhu, ia berkata, Rosululloh ﷺ
bersabda,
«كُلُّ النَّاسِ يَغْدُو فَبَائِعٌ نَفْسَهُ فَمُعْتِقُهَا
أَوْ مُوبِقُهَا»
“Setiap
manusia berpagi-pagi (menjalani hari), lalu ada yang menjual dirinya, maka ada yang
memerdekakannya atau membinasakannya.” (HR. Muslim no. 260)
Hadits ini
menunjukkan bahwa setiap hari adalah kesempatan. Kita bisa menggunakan hari itu
untuk memerdekakan diri kita dari Naar dengan beramal sholih, atau membinasakan
diri kita dengan kezholiman. Muhasabah adalah alat untuk memastikan kita berada
di jalur yang benar.
Umar bin
Al-Khoththob Rodhiyallahu ‘Anhu (w. 23 H) berkata:
حَاسِبُوا أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُحَاسَبُوا، وَزِنُوا
أَنْفُسَكُمْ قَبْلَ أَنْ تُوزَنُوا
“Hisablah (evaluasi)
diri kalian sebelum kalian dihisab, dan timbanglah diri kalian sebelum kalian
ditimbang.” (HR. Ahmad no. 633 dalam Az-Zuhd)
Umar bin
Al-Khoththob adalah salah satu Shohabat yang paling dikenal dengan ketegasannya
dalam muhasabah. Ia mengajarkan bahwa jika kita tidak mengevaluasi diri kita di
dunia, maka kita akan dihisab dengan sangat detail di Akhirat.
Muhasabah
adalah praktik harian. Di malam hari, sebelum tidur, kita bisa mengingat
kembali apa yang telah kita ucapkan, lakukan, dan pikirkan. Jika ada kezholiman
yang kita lakukan, segera rencanakan untuk memperbaikinya keesokan harinya. Ini
akan mencegah penumpukan dosa dan hutang yang tak terlunasi.[]
Penutup
Kita telah
merenungi hakikat kebangkrutan yang sungguh, yang jauh lebih menakutkan daripada
kebangkrutan materi di dunia. Kita telah belajar bahwa seorang hamba bisa
datang di Hari Kiamat dengan tumpukan pahala, namun ia tetap bangkrut karena
kezholiman yang ia lakukan terhadap sesama.
Pahala Sholat,
Puasa, Zakat, dan ibadah lainnya adalah bekal kita. Namun, kehormatan, harta,
dan jiwa saudara-saudara kita adalah hutang yang harus kita bayar. Di Hari
Kiamat, tidak ada lagi uang atau harta. Yang ada hanyalah qishosh dengan pahala
dan dosa. Jika pahala habis, dosa orang lain akan menimpa kita.
Buku ini
bukanlah untuk menakut-nakuti, melainkan untuk memberikan peringatan dan
motivasi. Peringatan agar kita tidak meremehkan dosa-dosa, terutama kezholiman
kepada sesama. Motivasi agar kita menjadi hamba-hamba Alloh yang tidak hanya
rajin beribadah, tetapi juga berakhlak mulia.
Marilah
kita jadikan Hadits tentang orang yang bangkrut sebagai pengingat dalam setiap
aspek kehidupan kita. Setiap kali kita ingin mencela, memfitnah, atau berbuat
curang, ingatlah bahwa ada harga yang sangat mahal yang harus kita bayar di
Akhirat: pahala yang kita kumpulkan dengan susah payah.
Pintu
taubat masih terbuka. Kesempatan untuk meminta maaf masih ada. Waktu untuk
memperbaiki diri masih tersedia. Jangan tunda. Jangan tunggu hingga hari di
mana tidak ada lagi dinar dan dirham. Selesaikanlah segala urusanmu di dunia
ini, agar kau bisa datang di Hari Kiamat dengan pahala yang utuh dan hati yang
tenang.
Semoga
Alloh ﷻ menjadikan kita semua
hamba-hamba-Nya yang beriman, bertaqwa, dan berakhlak mulia, yang selamat dari
kebangkrutan di Akhirat, dan dimasukkan ke dalam Jannah-Nya yang penuh nikmat.
Aamiin.
***