[PDF] Amtsalul Qur'an - Perumpamaan dalam Al-Qur’an - Nor Kandir
Berikut
adalah rangkuman dari buku "Amtsalul Qur’an - Perumpamaan dalam
Al-Qur’an" karya Nor Kandir, ST., BA, yang mencakup pokok-pokok bahasan
dan perumpamaan utama.
Pendahuluan
Buku ini
adalah ringkasan dari modul mata kuliah Amtsalul Qur’an Magister Ilmu
Al-Quran Syifaul Qulub.
Bab 1: Dasar-Dasar Amtsalul Qur’an
1.1: Definisi, Kedudukan,
dan Urgensi Memahami Perumpamaan dalam Al-Qur’an
Alloh ﷻ
membuat perumpamaan (amtsal) dalam Al-Qur’an agar manusia berdzikir,
berpikir, dan bertakwa. Alloh ﷻ menyebut orang yang memahaminya sebagai Al-‘Âlimûn
(orang-orang yang berilmu).
وَتِلْكَ الْأَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ وَمَا يَعْقِلُهَا
إِلَّا الْعَالِمُوْنَ
"Sungguh,
perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia. Dan tidak ada yang
memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.” (QS. Al-’Ankabût: 43)
Imam
Asy-Syâfi’î (204 H) menganggap Amtsaalul Qur’an sebagai ilmu yang wajib
diketahui mujtahid. Al-Mâwardî (450 H) berkata ilmu ini adalah ilmu Al-Qur’an
yang paling agung. Secara bahasa, al-matsal adalah sesuatu yang
diserupakan dengannya sesuatu agar dapat dipahami. (Al-Kholîl bin Ahmad, 175
H)
SUBBab 1.2: Klasifikasi
Perumpamaan dalam Al-Qur’an
Perumpamaan
Jelas: Disebutkan
secara eksplisit dengan lafazh al-matsal atau yang semakna. Dalilnya:
مَثَلُهُمْ كَمَثَلِ الَّذِي اسْتَوْقَدَ نَارًا
“Perumpamaan mereka seperti
perumpamaan orang yang menyalakan api.” (QS. Al-Baqoroh: 17)
Perumpamaan
Lepas: Kalimat
lepas yang mengandung pelajaran kuat, yang kemudian tersebar luas menjadi
perumpamaan. Dalilnya:
لَن تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ
“Kamu sekali-kali tidak akan
memperoleh kebajikan yang sempurna sebelum kamu menginfakkan sebagian harta
yang kamu cintai.” (QS. Âli ‘Imrô: 92)
Perumpamaan
Tersembunyi: Makna
ayat yang menyerupai peribahasa ‘Arob tanpa lafazh penyerupaan yang jelas.
Contoh: Peribahasa “Sebaik-baik urusan adalah yang pertengahan” ditemukan dalam
firman Alloh ﷻ:
وَلَا تَجْعَلْ يَدَكَ مَغْلُولَةً إِلَى عُنُقِكَ وَلَا
تَبْسُطْهَا كُلَّ الْبَسْطِ
“Dan janganlah engkau jadikan
tanganmu terbelenggu pada lehermu dan jangan (pula) engkau mengulurkannya
secara berlebihan.” (QS. Al-Isrô’: 29)
Bab 2: Perumpamaan Kaum Munafiq dalam Surat Al-Baqoroh
Perumpamaan
dengan Api (QS. Al-Baqoroh: 17-18): Kondisi Munafiq yang menampakkan
iman (api yang menyala) diserupakan dengan orang yang menyalakan api di
kegelapan. Alloh ﷻ
menghilangkan cahaya (nûr) mereka (iman batin) dan membiarkan mereka
dalam kegelapan (dzulumât). Akibatnya, mereka tuli, bisu, dan buta dari
kebenaran sehingga tidak bisa kembali. Ibnu Al-Qoyyim (751 H) menjelaskan ini
adalah kerugian besar karena menukar petunjuk dengan kesesatan.
Perumpamaan
dengan Badai Hujan dan Kegelapan (QS. Al-Baqoroh: 19-20): Al-Qur’an
diserupakan dengan hujan lebat (Ash-Shoyyib) yang menghidupkan hati.
Ancaman Alloh ﷻ
adalah guruh (ro’d), dan petunjuk adalah kilat (barq). Munafiq
diserupakan dengan orang yang berjalan di tengah badai; mereka hanya berjalan
maju saat kilat (keuntungan duniawi) menyinari, tetapi berhenti (qâmû)
saat gelap (ujian/kesulitan).
Bab 3: Perumpamaan Kedermawanan dan Keikhlasan
Perumpamaan
Biji yang Menumbuhkan Tujuh Bulir (QS. Al-Baqoroh: 261): Infak fî
sabîlillah yang murni diserupakan dengan satu biji yang menumbuhkan tujuh
bulir, di setiap bulir ada seratus biji, yang berarti pahala dilipatgandakan
700 kali lipat atau lebih. Syaikh Ibnu ‘Utsaimîn (1421 H) menjelaskan
sabîlillah adalah syari’at Alloh ﷻ.
Perumpamaan
Kebun di Tanah Tinggi (QS. Al-Baqoroh: 265): Infak orang ikhlash
diserupakan dengan kebun di dataran tinggi (robwah) yang subur. Niat
murni (ibtighoo’ mardhootillah) dan kemantapan jiwa (tatsbîtan min
anfusihim) adalah syarat utama diterimanya amal. Baik hujan lebat (wâbil
/ infak banyak) maupun embun (tholl / infak sedikit) sama-sama
menghasilkan buah berlipat ganda, asalkan niatnya ikhlash.
Perumpamaan
Batu Licin (QS. Al-Baqoroh: 264): Shodaqoh yang dirusak dengan man
(mengungkit-ungkit) dan adzâ (menyakiti) diserupakan dengan amal orang
riyâ’ (pamer) dan kâfir. Amal mereka diserupakan dengan debu di atas batu licin
(shofwân) yang keras. Debu itu (amal zhohir) akan hanyut saat ditimpa
hujan lebat (wâbil / di Hari Kiamat), dan tidak meninggalkan sisa pahala
sedikit pun.
Perumpamaan
Kebun yang Terbakar Angin Panas (QS. Al-Baqoroh: 266): Perumpamaan ini
bagi hamba yang beramal sholih dengan ikhlash, tetapi kemudian melakukan
maksiat yang merusak pahalanya. Kebun yang sempurna (amal sholih) hancur oleh
angin puting beliung mengandung api (i’shôr fîhi nâr / maksiat yang
menghapus pahala), tepat saat pemiliknya (orang tua dan anak cucu lemah) paling
membutuhkan hasilnya (di Akhiroh).
Bab 4: Perumpamaan Keagungan Alloh
Perumpamaan
‘Îsâ dan Âdam (QS. Âli ‘Imrôn: 59-60): Bantahan Alloh ﷻ
kepada Nasroni yang mengklaim ‘Îsâ diciptakan tanpa ayah sebagai bukti
keilahiannya. Alloh ﷻ
membuat perumpamaan dengan Âdam, yang lebih ajaib karena diciptakan tanpa ayah
dan ibu, untuk menunjukkan kemahaan Kuasa Alloh ﷻ. Ini adalah pengajaran untuk
membantah lawan dengan perumpamaan yang lebih kuat (asyaddul ghorôbah).
Perumpamaan
Harta Orang Kâfir (QS. Âli ‘Imrôn: 116-117): Harta dan anak kâfir tidak
akan menolak adzâb Alloh ﷻ. Infak orang kâfir diserupakan dengan angin yang sangat dingin
(shirr) yang merusak tanaman (harts). Infak mereka sia-sia di
Akhiroh karena kekufuran dan syirik mereka, yang merupakan kezholiman diri
sendiri (zhulmun nafs), bukan kezholiman Alloh ﷻ.
Bab 5: Perumpamaan Keadaan Hati dalam Hidayah
Perumpamaan
Orang Hidup dan Mati (QS. Al-An’âm: 122): Mu’min diserupakan dengan
orang yang dahulunya mati (hati mati karena kufur), lalu dihidupkan dengan iman
dan diberi cahaya (nûr) petunjuk. Kâfir diserupakan dengan orang yang
berada fî-dzulumât (di dalam kegelapan-kegelapan) kufur dan kesesatan,
sehingga ia tidak dapat keluar darinya.
Perumpamaan
Orang yang Berbalik kepada Syirik (QS. Al-An’âm: 71): Orang yang murtad
kembali kepada syirik setelah mendapat petunjuk Alloh ﷻ diserupakan dengan orang yang
disesatkan Syaithon, menjadikannya bingung (hairôn) di padang pasir.
Keadaan bingung dan tidak tahu arah ini menggambarkan kerugian akibat penolakan.
Perumpamaan
Lapang dan Sempitnya Dada (QS. Al-An’âm: 125): Lapangnya dada (syaîhu-sh-shodr)
untuk menerima Islâm adalah kehendak Alloh ﷻ, dihiasi dengan Tauhîd dan nûr
iman. Sempitnya dada (dhîqu-sh-shodr) karena kesesatan diserupakan
dengan orang yang mendaki ke langit, merasakan sesak nafas karena tekanan udara
berkurang. Perumpamaan mendaki ke langit ini menegaskan mukjizat Al-Qur’an.
Bab 6: Perumpamaan Tanah Subur dan Tanah Tandus
Perumpamaan
Tanah yang Baik dan Tanah yang Buruk (QS. Al-A’rôf: 57-58): Hujan (mâ’)
diserupakan dengan Al-Qur’an. Hati Mu’min adalah al-baladu-th-thoyyibu
(negeri/tanah yang baik) yang menumbuhkan tanaman subur dan mudah dengan idzin
Robbnya. Hati kâfir adalah negeri yang khobuts (buruk) yang sulit
menerima kebenaran dan hanya menumbuhkan tanaman dengan susah payah (nakidan).
Bab 7: Perumpamaan Kontras Antara Kâfir dan Mu’min
Perumpamaan
Buta dan Tuli vs. Melihat dan Mendengar (QS. Hûd: 24): Golongan kâfir
diserupakan dengan orang buta (al-a’mâ) dari melihat kebenaran dan tuli
(al-ashomm) dari mendengar seruan Alloh ﷻ. Golongan Mu’min diserupakan
dengan orang yang melihat dan mendengar kebenaran dengan mata hati mereka.
Perumpamaan
Seruan Kebenaran (QS. Ar-Ro’d: 14): Hanya Alloh ﷻ yang berhak menerima da’watu
al-haqq (seruan kebenaran/do’a). Penyembah selain Alloh ﷻ
(berhala) diserupakan dengan orang yang mengulurkan kedua telapak tangannya ke
arah air untuk minum, tetapi air itu tidak akan pernah sampai ke mulutnya. Do’a
mereka sia-sia (fî dholâl).
Bab 8: Perumpamaan Kebenaran dan Kebatilan dalam
Perbandingan
Perumpamaan
Air dan Logam yang Mengandung Busa (QS. Ar-Ro’d: 17): Haqq
(kebenaran/Iman) diserupakan dengan air yang bermanfaat atau logam murni yang
tersisa. Bâthil (kebatilan) diserupakan dengan buih (zabad) yang
mengambang, tampak banyak tetapi cepat hilang dan tidak bermanfaat.
Perumpamaan
Kalimat Thoyyibah (QS. Ibrôhîm: 24-25): Kalimat Thoyyibah (mayoritas mufassir:
Syahâdatu An Lâ Ilâha Illalloh) diserupakan dengan pohon yang baik (syajarotin
thoyyibah). Akarnya teguh (ashluhâ tsâbitun) melambangkan keyakinan
Tauhîd yang kuat, dan cabangnya menjulang ke langit melambangkan amal sholih
yang diterima Alloh ﷻ.
Amal sholih (cabang) tidak diterima tanpa Tauhîd yang murni (akar yang teguh).
Perumpamaan
Kalimat Buruk (QS. Ibrôhîm: 26): Kalimat khobîtsah (syirik dan
kebatilan) diserupakan dengan pohon yang buruk yang akarnya telah dicabut dari
permukaan bumi dan tidak memiliki keteguhan (qorâr). Ini menunjukkan
ucapan dan amal kâfir tidak memiliki akar Tauhîd yang teguh, sehingga hampa dan
mudah dicabut.
Bab 9: Perumpamaan Amal Kâfir dan Larangan Tamtsîl
Perumpamaan
Amal Kâfir dengan Debu (QS. Ibrôhîm: 18): Amal kâfir diserupakan dengan româd
(debu/abu) sisa pembakaran (ketiadaan asal keimanan). Debu itu diterbangkan
oleh angin badai kencang pada Hari Kiamat (penghancuran) sehingga mereka tidak
kuasa sedikit pun atas apa yang mereka usahakan. Amal mereka tidak memiliki
nilai karena tidak didasari keimanan.
Perumpamaan
Orang yang Terlepas dari Ayat Alloh (QS. Al-A’rôf: 175-176): Perumpamaan
ini untuk ‘ulama yang diberi ilmu (âyât) tetapi melepaskan diri dari
konsekuensinya karena cenderung kepada dunia dan hawa nafsu. Orang itu
diserupakan dengan anjing yang menjulurkan lidahnya karena kehausan yang tidak
dapat disembuhkan, melambangkan kerakusan terhadap dunia, baik saat dinasihati
maupun dibiarkan.
Larangan
Membuat Perumpamaan Bagi Alloh (QS. An-Na?l: 74): Larangan tegas untuk
menyamakan (tamtsîl) Alloh ﷻ dengan makhluk-Nya, karena
Alloh ﷻ
Maha Suci dan tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya.
Bab 10: Perumpamaan Perbandingan Dua Golongan
Perumpamaan
Budak dan Orang Merdeka (QS. An-Nahl: 75): Perumpamaan ini membandingkan
budak yang tak berdaya (melambangkan berhala/sesembahan kâfir) dengan orang
merdeka yang diberi rezeki baik dan berinfak (melambangkan Alloh ﷻ). Tujuannya
adalah nafyu al-masâwât (penafian persamaan) antara Alloh ﷻ
dengan sesembahan kâfir.
Perumpamaan
Orang Bisu dan Orang Berakal (QS. An-Nahl: 76): Lelaki pertama yang abkam
(bisu) dan menjadi beban (kallun) bagi walinya melambangkan berhala atau
sesembahan kâfir. Lelaki kedua yang menyuruh berbuat adil dan berada di atas
jalan yang lurus melambangkan Alloh ﷻ yang memiliki sifat sempurna.
***
