[PDF] Biografi Abu Huroiroh Periwayat Hadits Terbanyak - Nor Kandir
Pendahuluan
Inilah sebuah siroh (biografi) ringkas Abu Huroiroh rodhiyallahu
‘anhu yang diringkas dari sumber-sumber paling penting: dari “Siyar A’lam
An-Nubala’” karya Al-Hafizh Adz-Dzahabi (748 H), “Al-Ishobah fi Tamyiz
Ash-Shohabah” karya Al-Hafizh Ibnu Hajar (852 H), “Al-Isti’ab fi Ma’rifah
Al-Ash-hab” karya Hafizh Al-Maghrib Ibnu Abdil Barr Al-Andalusi (463 H), “Ath-Thobaqot
Al-Kubro” karya Ibnu Sa’d (230 H), “Fadhoil Ash-Shohabah” karya
Ahmad bin Hanbal (241 H), “Fadhoil Ash-Shohabah” karya An-Nasa’i (303
H), dan sumber-sumber terpercaya lainnya.
Bab 1: Siapa Abu Huroiroh?
1.1
Nama dan Kun-yahnya
Beliau adalah Al-Imam, Al-Faqih, Al-Mujtahid, Al-Hafizh,
Al-Muqri’ (pembaca Al-Qur’an) Shohabat Rosululloh ﷺ, Al-Mujahid, Al-‘Abid (ahli ibadah), Az-Zahid (orang yang
zuhud), Abu Huroiroh Ad-Dausi, Al-Yamani, pemimpin para Hafizh yang tsiqoh
(terpercaya).
Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang nama beliau dalam
banyak ucapan, yang paling terkenal adalah: Abdurrohman bin Shokhr.
Dikatakan juga: Abdul ‘Amr bin Abdul Ghonm. Dan dikatakan juga: Abdul Syams.
Ibnu Ishaq (151 H) berkata: “Sebagian teman kami
menceritakan kepadaku dari Abu Huroiroh yang berkata: ‘Namaku di masa Jahiliyah
adalah Abdul Syams, lalu aku dinamakan Abdurrohman di masa Islam. Kun-yahku
(julukanku) dinamakan Abu Huroiroh (bapaknya kucing kecil) karena aku menemukan
seekor hirroh (kucing kecil), lalu aku meletakkannya di kantong lengan
bajuku. Kemudian dikatakan kepadaku: ‘Apa ini?’ Aku menjawab: ‘Hirroh (kucing
kecil).’ Dikatakan (kepadaku): ‘Maka kamu adalah Abu Huroiroh.’”
Dalam riwayat dari Abu Huroiroh, dia berkata: “Aku
menggembala kambing milik keluargaku. Aku mempunyai seekor huroiroh
(kucing kecil) yang biasa aku ajak bermain, maka mereka menjulukiku dengan nama
itu (Abu Huroiroh).”
Beliau adalah Shohabat yang mulia Abu Huroiroh Ad-Dausi
Al-Azdi Al-Yamami dari kabilah Daus bin Adnan bin Abdulloh bin Zohron. Beliau
dikenal dengan kasih sayangnya yang besar kepada hewan, dan kucing kecil itu
senantiasa menemaninya dan pergi bersamanya ke mana pun. Rosululloh ﷺ sendiri yang
memanggilnya Abu Huroiroh, sambil berkata kepadanya: “Ambillah wahai Abu
Huroiroh.”
Ibnu Abdil Barr (463 H) berkata: “Kun-yahnya (julukannya)
lebih mendominasi, sehingga beliau seperti orang yang tidak punya nama selain
itu.” Abu Huroiroh lebih suka dipanggil Abu Hirr (Bapaknya Kucing) karena Rosululloh
ﷺ menjulukinya
demikian, dan kata adz-dzakar (jantan) lebih baik daripada al-untsa
(betina).
Tentang banyaknya perbedaan pendapat dalam penamaan beliau,
Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqolani (852 H) berkata: “Al-Quthb Al-Halabi (735 H)
mengatakan: ‘Telah terkumpul dalam nama dan nama ayahnya 44 pendapat yang
disebutkan dalam ‘Al-Kuna’ karya Al-Hakim, ‘Al-Isti’ab’, dan ‘Tarikh
Ibni ‘Asakir (573 H).’ Kemudian Ibnu Hajar berkata: ‘Sisi banyaknya adalah
terkumpul pada namanya saja misalnya sepuluh pendapat, dan pada nama ayahnya
sekitar itu, kemudian digabungkan. Akan tetapi tidak semua itu dinukil. Maka
secara keseluruhan, apa yang dikatakan pada namanya saja adalah sekitar 20 pendapat.’”
1.2
Ibundanya
Ibu beliau adalah seorang Shohabiyah bernama: Maimunah
binti Shubaih rodhiyallahu ‘anha. Beliau masuk Islam dan termasuk
Shohabiyah.
Bab 2: Hijroh dan Pengorbanan Abu
Huroiroh
2.1
Islam dan Hijroh Abu Huroiroh ke Madinah
Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu masuk Islam dan
hijroh ke Madinah ketika beliau berumur 28 tahun bersama serombongan kaumnya
dari kabilah Daus Al-Yamaniyyah.
Mereka tiba di Madinah padahal Rosululloh ﷺ sudah berangkat ke
Khoibar. Maka Abu Huroiroh menyusul Nabi ﷺ dan menjumpai beliau di Khoibar pada awal tahun ketujuh
Hijriyah. Ibnu Abdil Barr (463 H) berkata: “Abu Huroiroh masuk Islam pada tahun
Khoibar, dan ikut menyaksikan Khoibar bersama Rosululloh ﷺ.”
Telah diriwayatkan juga bahwa Abu Huroiroh masuk Islam di
Daus (di negeri Yaman), sebelum Hijroh Nabi ﷺ ke Madinah, yaitu di tangan Ath-Thufail bin ‘Amr Ad-Dausi
rodhiyallahu ‘anhu. Namun, hijroh beliau ke Madinah memang terjadi pada
tahun ketujuh Hijriyah.
Abu Huroiroh berkata: “Aku tumbuh sebagai anak yatim, dan
aku berhijroh dalam keadaan miskin.”
2.2 Kisah Keislaman Ibunda Abu Huroiroh
Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu berkata: “Demi Alloh,
tidaklah Alloh menciptakan seorang Mu’min pun yang mendengar tentangku dan
tidak melihatku melainkan dia pasti mencintaiku.”
Aku (Abu Katsir Yazid bin Abdurrohman) bertanya: “Apa yang
membuatmu tahu akan hal itu, wahai Abu Huroiroh?”
Beliau menjawab: “Sesungguhnya ibuku adalah seorang wanita musyrikah,
dan aku senantiasa mengajaknya kepada Islam, namun ia menolakku. Suatu hari aku
mengajaknya, lalu ia mengucapkan sesuatu tentang Rosululloh ﷺ yang aku tidak sukai.
Aku pun mendatangi Rosululloh ﷺ
sambil menangis. Aku berkata: ‘Wahai Rosululloh, sungguh aku telah mengajak
ibuku kepada Islam, namun ia menolakku. Hari ini aku mengajaknya, lalu ia mengucapkan
sesuatu tentangmu yang aku tidak sukai. Mohon do’akan kepada Alloh agar memberi
petunjuk kepada ibu Abu Huroiroh.’ Maka Rosululloh ﷺ berdo’a:
اللَّهُمَّ اهْدِ أُمَّ أَبِي
هُرَيْرَةَ
“Ya Alloh, berilah petunjuk kepada ibu Abu Huroiroh.”
Aku pun keluar dalam keadaan gembira dengan do’a Nabi Alloh ﷺ. Ketika aku sampai
dan berada di pintu, ternyata pintu itu tertutup. Ibuku mendengar suara langkah
kakiku. Dia berkata: ‘Tetap di tempatmu wahai Abu Huroiroh!’ Aku mendengar
suara gemericik air. Kemudian dia mandi, mengenakan pakaian luarnya, dan
bergegas tanpa mengenakan khimar (penutup kepala). Lalu dia membuka pintu,
kemudian berkata: ‘Wahai Abu Huroiroh, aku bersaksi bahwa tiada ilah
(sesembahan) yang berhak diibadahi selain Alloh, dan aku bersaksi bahwa Muhammad
adalah hamba dan Rosul-Nya.’ Abu Huroiroh berkata: ‘Aku pun kembali kepada
Rosululloh ﷺ, aku mendatangi
beliau sambil menangis karena gembira.’ Aku berkata: ‘Wahai Rosululloh,
bergembiralah! Sungguh Alloh telah mengabulkan do’amu dan memberi petunjuk
kepada ibu Abu Huroiroh.’ Maka beliau memuji Alloh dan menyanjung-Nya serta
mengucapkan kebaikan. Aku berkata: ‘Wahai Rosululloh, do’akan kepada Alloh agar
menjadikan aku dan ibuku dicintai oleh hamba-hamba-Nya yang Mu’min, dan
menjadikan kami mencintai mereka.’ Maka Rosululloh ﷺ berdo’a:
اللَّهُمَّ حَبِّبْ عُبَيْدَكَ
هَذَا - يَعْنِي أَبَا هُرَيْرَةَ - وَأُمَّهُ إِلَى عِبَادِكَ الْمُؤْمِنِينَ، وَحَبِّبْ
إِلَيْهِمُ الْمُؤْمِنِينَ
“Ya Alloh, jadikanlah hamba-Mu yang kecil ini - yaitu Abu Huroiroh
- dan ibunya dicintai oleh hamba-hamba-Mu yang Mu’min, dan jadikanlah pula mencintai
mereka.”
Maka tidaklah Alloh menciptakan seorang Mu’min pun yang
mendengar tentangku dan tidak melihatku melainkan dia pasti mencintaiku.” (HR.
Muslim no. 2491 dan Ahmad no. 8259)
2.3 Perjalanan Menuju Jannah
Ibnu Sa’d (230 H) meriwayatkan dalam Ath-Thobaqot
(4/242) dengan sanad shohih dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dia
berkata: “Ketika aku tiba di hadapan Nabi ﷺ, aku mengucapkan di tengah perjalanan:
يَا لَيْلَةً مِنْ طُولِهَا وَعَنَائِهَا
عَلَى أَنَّهَا مِنْ دَارَةِ الْكُفْرِ
نَجَتْ
‘Alangkah panjang dan melelahkannya malam itu. Meskipun
begitu, sungguh malam itu telah selamat dari lingkungan kekufuran.’
2.4
Kisah Budak yang Dimerdekakan
Abu Huroiroh berkata: “Seorang budak milikku melarikan diri di tengah perjalanan. Ketika
aku tiba di hadapan Nabi ﷺ
dan berbai’at kepada beliau, saat itu aku sedang berada di sisi beliau,
tiba-tiba budak itu muncul.” Lalu Rosululloh ﷺ bersabda kepadaku:
يَا أَبَا هُرَيْرَةَ هَذَا غُلَامُكَ
“Wahai
Abu Huroiroh, ini budakmu.” Aku berkata: “Dia kumerdekakan di jalan Alloh.”
Maka aku pun memerdekakannya. (HR. Al-Bukhori, redaksi dalam riwayat
Al-Bukhori no. 314)
Bab 3: Ketekunan dan Keutamaan Abu
Huroiroh
3.1
Kesabarannya dalam Menuntut Ilmu
Ibnu Abdil Barr (463 H) berkata: “Abu Huroiroh masuk Islam
pada tahun Khoibar, dan ikut menyaksikan Khoibar bersama Rosululloh ﷺ. Kemudian dia
melazimi (mendampingi) beliau dan senantiasa hadir (bersama beliau) karena
sangat bersemangat dalam menuntut ilmu, dengan berpuas diri hanya dengan perut
yang kenyang. Tangan beliau (Abu Huroiroh) selalu bersama tangan Rosululloh ﷺ. Beliau berkeliling
bersama beliau ke mana pun beliau pergi. Beliau adalah di antara Shohabat
Rosululloh ﷺ yang paling kuat
hafalannya. Beliau menghadiri apa yang tidak dihadiri oleh para Muhajirin dan
Anshor lainnya, karena para Muhajirin disibukkan dengan perniagaan, dan para
Anshor disibukkan dengan urusan kebutuhan mereka. Rosululloh ﷺ telah bersaksi bahwa
beliau sangat bersemangat dalam menuntut ilmu dan Hadits.”
Ibnu Sa’d (230 H) mengeluarkan dalam Ath-Thobaqot
Al-Kubro (1/359) dari jalur Al-Walid bin Robah bahwa Abu Huroiroh berkata: “Aku
datang sementara Rosululloh ﷺ
sedang berada di Khoibar. Saat itu umurku sudah melebihi 30 tahun. Aku tinggal bersama beliau
sampai beliau wafat. Aku berkeliling bersama beliau di rumah-rumah istri
beliau, melayani beliau, ikut berperang bersama beliau, dan berhaji bersama
beliau. Maka aku adalah orang yang paling tahu tentang Hadits beliau. Demi
Alloh, sungguh kaum (Shohabat lain) telah lebih dahulu membersamai beliau,
sehingga mereka mengetahui kelazimanku (kedekatanku) kepada beliau, lalu mereka
bertanya kepadaku tentang Hadits-Hadits beliau. Di antara mereka adalah: Umar (24
H), Utsman (35 H), Ali (40 H), Tholhah (36 H), dan Az-Zubair (36 H). Demi
Alloh, tidaklah tersembunyi bagiku setiap Hadits yang ada di Madinah.”
Abu Huroiroh pernah kelaparan dan sangat membutuhkan, dan
beliau melazimi Masjid bersama para fakir miskin Ahlush-Shuffah. Ash-Shuffah
adalah tempat beratap di Masjid yang menjadi tempat tinggal bagi para Shohabat
yang asing dan miskin, serta siapa pun yang tidak memiliki rumah. Abu Huroiroh rodhiyallahu
‘anhu adalah pimpinan mereka.
Al-Bukhori (256 H) meriwayatkan (no. 3708) dari Abu Huroiroh
rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Sungguh orang-orang dahulu berkata: ‘Abu
Huroiroh sungguh telah banyak (meriwayatkan Hadits)!’ Dan sungguh aku melazimi
Rosululloh ﷺ untuk mengenyangkan
perutku, sehingga aku tidak makan roti halus (yang diayak) dan tidak mengenakan
pakaian yang bagus, dan tidak dilayani oleh si Fulan dan si Fulanah. Sungguh
aku sampai menempelkan perutku ke kerikil karena lapar. Dan sungguh aku meminta
seseorang untuk membacakan satu ayat Al-Qur’an (di Masjid) padahal aku sudah
hafal ayat itu, hanya agar dia berbalik bersamaku lalu memberiku makan. Orang
yang paling baik kepada orang miskin adalah Ja’far bin Abi Tholib (8 H). Dia
pulang bersama membawaku lalu memberiku makan apa saja yang ada di rumahnya,
bahkan terkadang dia mengeluarkan guci yang tidak ada isinya, lalu kami
membelahnya dan menjilati apa yang ada di dalamnya.”
Al-Bukhori (256 H) meriwayatkan (no. 6452) dari Abu Huroiroh
rodhiyallahu ‘anhu, bahwasanya dia pernah berkata: “Demi Alloh yang
tiada ilah (sesembahan) yang berhak diibadahi selain Dia, sungguh aku pernah
menempelkan hatiku ke tanah karena lapar. Dan sungguh aku pernah mengikatkan
batu di perutku karena lapar. Suatu hari aku pernah duduk di jalan yang biasa orang-orang lalui untuk
keluar (dari Masjid). Lalu Abu Bakr (13 H) melintas, maka aku bertanya
kepadanya tentang satu ayat dari Kitabulloh, aku tidak bertanya kepadanya
melainkan agar dia memberiku makan. Namun dia berlalu dan tidak melakukannya.
Kemudian Umar (24 H) melintasiku, maka aku bertanya kepadanya tentang satu ayat
dari Kitabulloh, aku tidak bertanya kepadanya melainkan agar dia memberiku
makan. Namun dia berlalu dan tidak melakukannya. Kemudian Abul Qosim ﷺ melintasiku, lalu
beliau tersenyum ketika melihatku, dan beliau mengetahui apa yang ada di dalam
hatiku dan di wajahku. Kemudian beliau bersabda:
يَا أَبَا هِرٍّ
“Wahai Abu Hirr.” Aku menjawab:
لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
“Aku sambut panggilanmu wahai Rosululloh.” Beliau bersabda:
الْحَقْ
“Ikutilah aku.” Beliau pun berjalan, maka aku mengikuti
beliau. Beliau masuk (rumah), lalu meminta idzin (bagiku), maka beliau
mengidziniku. Beliau masuk, lalu mendapati susu dalam sebuah wadah. Beliau bersabda:
مِنْ أَيْنَ هَذَا اللَّبَنُ؟
“Dari mana susu ini?” Mereka menjawab: “Si Fulan atau si Fulanah yang
menghadiahkannya kepadamu.” Beliau bersabda:
أَبَا هِرٍّ
“Wahai Abu Hirr.” Aku menjawab:
لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
“Aku sambut panggilanmu wahai Rosululloh.” Beliau bersabda:
الْحَقْ إِلَى أَهْلِ الصُّفَّةِ
فَادْعُهُمْ لِي
“Pergilah
menuju Ahlush-Shuffah dan panggil mereka untukku.”
Ahlush-Shuffah adalah tamu-tamu Islam, mereka tidak memiliki
keluarga, tidak memiliki harta, dan tidak bergantung kepada siapa pun. Jika
datang kepada beliau shodaqoh,
beliau mengirimkannya kepada mereka dan tidak mengambil sedikit pun darinya.
Dan jika datang kepada beliau hadiah, beliau mengirimkannya kepada mereka dan
mengambil sebagiannya serta mengajak mereka ikut menikmati hadiah itu.
Undangan
itu membuatku sedih. Aku berkata (dalam hati): ‘Ada apa dengan susu ini
pada Ahlush-Shuffah? Sungguh aku lebih berhak mendapatkan satu tegukan susu ini
agar aku menjadi kuat dengannya. Jika (Ahlush-Shuffah) datang, beliau akan
menyuruhku, maka akulah yang akan memberikannya kepada mereka. Seberapa banyak
susu ini akan sampai kepadaku?’
Namun, tidak mungkin aku tidak menaati Alloh dan Rosul-Nya ﷺ. Aku pun mendatangi
mereka. Aku memanggil mereka, lalu mereka datang. Mereka meminta idzin, maka
beliau mengidzinikan mereka. Mereka pun mengambil tempat duduk mereka di dalam
rumah. Beliau bersabda:
يَا أَبَا هِرٍّ
“Wahai Abu Hirr.” Aku menjawab:
لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
“Aku sambut panggilanmu wahai Rosululloh.” Beliau bersabda:
خُذْ فَأَعْطِهِمْ
“Ambillah lalu berikan kepada mereka.” Abu Huroiroh berkata:
“Maka aku mengambil wadah itu, lalu aku memberikannya kepada seorang laki-laki,
dia minum hingga puas, kemudian mengembalikan wadah itu kepadaku. Aku
memberikannya kepada laki-laki lain, dia minum hingga puas, kemudian
mengembalikan wadah itu kepadaku. Dia minum hingga puas, kemudian mengembalikan
wadah itu kepadaku. Hingga aku sampai kepada Nabi ﷺ, sementara semua kaum (Ahlush-Shuffah) telah puas minum. Beliau
mengambil wadah itu, lalu meletakkannya di atas tangan beliau. Beliau melihat
ke arahku, lalu tersenyum. Beliau bersabda:
أَبَا هِرٍّ
“Wahai Abu Hirr.” Aku menjawab:
لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ
“Aku sambut panggilanmu wahai Rosululloh.” Beliau bersabda:
بَقِيتُ أَنَا وَأَنْتَ
“Tinggal aku dan kamu.” Aku menjawab: “Engkau benar wahai Rosululloh.”
Beliau bersabda:
اقْعُدْ فَاشْرَبْ
“Duduklah lalu minumlah.” Aku pun duduk lalu minum. Beliau bersabda:
اشْرَبْ
“Minumlah lagi.” Aku minum. Beliau senantiasa berkata:
اشْرَبْ
“Minumlah
lagi!” sampai aku
berkata:
لَا وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ،
مَا أَجِدُ لَهُ مَسْلَكًا
“Tidak, demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku
tidak mendapatkan jalan lagi (untuk masuk)).” Beliau bersabda:
فَأَرِنِي
“Berikan wadah itu padaku.” Aku pun memberikan wadah itu
kepada beliau. Beliau memuji Alloh dan membaca basmalah, lalu meminum sisanya.”
(HR. Al-Bukhori no. 6452)
Ibnu Sa’d (230 H) meriwayatkan dalam Ath-Thobaqot
(4/243) dengan sanad shohih dari Abu Huroiroh, dia berkata: “Aku dahulu menjadi
buruh Ibnu ‘Affan (Utsman, 35 H) dan Ibnu Ghozwan (yaitu Busroh binti Ghozwan)
dengan upah makanan untuk perutku dan pengeras kaki untuk kakiku. Aku menuntun
mereka jika mereka berkendara, dan melayani mereka jika mereka beristirahat.”
Ibnu Sirin (110 H) berkata: Abu Huroiroh berkata: “Sungguh
aku pernah melihat diriku pingsan di antara qubur (Nabi ﷺ) dan mimbar karena
kelaparan, sampai mereka mengatakan: ‘Gila!’ Padahal aku tidak gila, tidak lain
aku pingsan karena lapar!”
3.2
Pelayanannya kepada Nabi dan Ahlul Bait Beliau
Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu adalah orang yang
diutamakan dalam melayani Nabi ﷺ
dan Ahlul Bait beliau. Ahmad bin Hanbal (241 H) meriwayatkan dalam Fadhoil
Ash-Shohabah (no. 1401) dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dia
berkata: “Rosululloh ﷺ
pernah sholat Isya, dan Al-Hasan (50 H) dan Al-Husain (61 H) meloncat ke
punggung beliau. Setelah beliau selesai sholat, Abu Huroiroh berkata: ‘Wahai
Rosululloh, apakah aku perlu mengembalikan mereka berdua kepada ibu mereka?’
Rosululloh ﷺ bersabda:
“Jangan”, lalu kilat menyambar. Mereka berdua senantiasa berada dalam cahayanya
sampai mereka berdua masuk menemui ibu mereka.”
Al-Bukhori (256 H) meriwayatkan dalam Shohihnya (no.
5884) dan Muslim (261 H) dalam Shohihnya (no. 2421) dari Abu Huroiroh rodhiyallahu
‘anhu, dia berkata: “Aku keluar bersama Rosululloh ﷺ di sebagian waktu
siang. Beliau tidak berbicara kepadaku, dan aku tidak berbicara kepada beliau.
Hingga beliau mendatangi pasar Bani Qoinuqo’, kemudian beliau berbalik hingga
mendatangi kemah Fathimah (11 H). Beliau bersabda:
أَيْنَ لُكَعُ
“Di mana anak kecil itu?” - tiga kali –
ادْعُ الْحَسَنَ بْنَ عَلِيٍّ
“Panggilkan Al-Hasan bin Ali.” Kami mengira bahwa ibunya
menahannya karena ingin memandikannya dan memakaikan kalung. Tidak lama
kemudian Al-Hasan datang sambil berlari-lari, hingga masing-masing (Al-Hasan
dan Nabi ﷺ) saling berpelukan.
Rosululloh ﷺ berdo’a:
اللَّهُمَّ إِنِّي أُحِبُّهُ،
فَأَحِبَّهُ وَأَحْبِبْ مَنْ يُحِبُّهُ
“Ya Alloh, sungguh aku mencintainya, maka cintailah dia dan
cintailah siapa yang mencintainya.”
Al-Bukhori menambahkan dalam riwayatnya: Abu Huroiroh
berkata: “Maka tidak ada seorang pun yang lebih aku cintai selain Al-Hasan bin
Ali. Setelah Rosululloh ﷺ
mengucapkan apa yang beliau ucapkan.”
Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu juga meriwayatkan
Hadits-Hadits yang didengar dari Nabi ﷺ tentang keutamaan Ahlul Bait. Termasuk yang diriwayatkan oleh
Muslim (261 H) dalam Shohihnya (no. 2405) dari Abu Sholih dari Abu
Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu bahwa Rosululloh ﷺ bersabda pada hari Khoibar:
لَأُعْطِيَنَّ هَذِهِ الرَّايَةَ
رَجُلًا يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ، يَفْتَحُ اللَّهُ عَلَى يَدَيْهِ
“Sungguh aku akan memberikan bendera ini kepada seorang
laki-laki yang mencintai Alloh dan Rosul-Nya, Alloh akan memberikan kemenangan
melalui kedua tangannya.” Umar bin Al-Khoththob rodhiyallahu ‘anhu
berkata: “Tidak pernah aku menginginkan kepemimpinan kecuali pada hari itu. Aku
pun menjulurkan leherku berharap agar aku yang dipanggil.” Abu Huroiroh
berkata: “Maka Rosululloh ﷺ
memanggil Ali bin Abi Tholib (40 H), lalu memberikannya bendera itu kepadanya.”
Beliau bersabda:
امْشِ، وَلَا تَلْتَفِتْ، حَتَّى
يَفْتَحَ اللَّهُ عَلَيْكَ
“Berjalanlah, dan jangan menoleh sampai Alloh memberikan
kemenangan kepadamu.”
Maka Ali berjalan sebentar kemudian berhenti dan tidak
menoleh, lalu dia berseru: ‘Wahai Rosululloh, atas dasar apa aku memerangi
manusia?’” Beliau bersabda:
قَاتِلْهُمْ حَتَّى يَشْهَدُوا
أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، فَإِذَا فَعَلُوا
ذَلِكَ فَقَدْ مَنَعُوا مِنْكَ دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ، إِلَّا بِحَقِّهَا وَحِسَابُهُمْ
عَلَى اللَّهِ
“Perangi mereka sampai mereka bersaksi bahwa tiada ilah
(sesembahan) yang berhak diibadahi selain Alloh dan bahwa Muhammad adalah Rosul
Alloh. Apabila mereka melakukan itu, maka mereka telah melindungi darah dan
harta mereka darimu, kecuali dengan haknya, dan perhitungan mereka adalah
urusan Alloh.”
At-Tirmidzi (279 H) meriwayatkan (no. 3764) dan dishohihkan
oleh Al-Albani (1420 H) dari Abu Huroiroh, dia berkata: “Tidak ada seorang pun
yang memakai sandal, menaiki pelana, atau mengendarai unta setelah Rosululloh ﷺ yang lebih utama dari
Ja’far bin Abi Tholib rodhiyallahu ‘anhu.”
Abu Huroiroh juga mengingkari Bani Umayyah ketika mereka
melarang penguburan Al-Hasan bin Ali (50 H) di samping Nabi ﷺ. Abdurrozzaq Ash-Shon’ani
(211 H) meriwayatkan (no. 6369) dan sanadnya dihasankan oleh Al-Albani (1420 H)
dalam kitab Ahkamul Janaiz hal. 101 dari Abu Hazim, dia berkata: “Ketika
Al-Hasan wafat, dan Sa’id bin Al-‘Ash Al-Umawi adalah amir (gubernur) di
Madinah, mereka mensholatkannya. Kemudian Abu Huroiroh berdiri seraya berkata: ‘Apakah
kalian pelit kepada cucu Nabi kalian ﷺ sebidang tanah untuk dia dimakamkan di dalamnya?’
Kemudian beliau berkata: ‘Aku mendengar Rosululloh ﷺ bersabda:
مَنْ أَحَبَّهُمَا فَقَدْ أَحَبَّنِي،
وَمَنْ أَبْغَضَهُمَا فَقَدْ أَبْغَضَنِي
“Siapa yang mencintai keduanya, maka sungguh dia telah mencintaiku.
Dan siapa yang membenci keduanya, maka sungguh dia telah membenciku.’”
3.3 Kekuatan Hafalannya
Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari
Nabi ﷺ ilmu yang sangat
banyak, baik, lagi diberkahi. Tidak ada yang menandinginya dalam jumlah Hadits
yang diriwayatkan. Beliau juga meriwayatkan dari: Abu Bakr (13 H), Umar (24 H),
Ubai bin Ka’b (19 H), Usamah bin Zaid (54 H), ‘Aisyah (58 H), Al-Fadhl (13 H),
dan Busroh bin Abi Busroh rodhiyallahu ‘anhum.
Telah meriwayatkan Hadits dari beliau: banyak sekali manusia
dari kalangan Shohabat dan Tabi’in. Al-Bukhori (256 H) berkata: “Telah
meriwayatkan dari beliau lebih dari
800 orang.”
Hafalan Abu Huroiroh yang luar biasa adalah termasuk
Mukjizat Kenabian.
Muhammad bin Al-Mutsanna Az-Zamin (252 H) berkata: “Abu Bakr
Al-Hanafi menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdulloh bin Abi Yahya
menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Sa’id bin Abi Hind dari
Abu Huroiroh, dia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda kepadaku:
أَلَا تَسْأَلُنِي مِنْ هَذِهِ
الْغَنَائِمِ الَّتِي يَسْأَلُنِي أَصْحَابُكَ؟!
“Mengapa kamu tidak meminta kepadaku dari ghonimah-ghonimah
ini sebagaimana Shohabatmu memintanya kepadaku?!” Aku menjawab:
أَسْأَلُكَ أَنْ تُعَلِّمَنِي
مِمَّا عَلَّمَكَ اللَّهُ
“Aku meminta kepadamu agar engkau mengajarkan kepadaku dari
apa yang Alloh ajarkan kepadamu.” Maka beliau melepaskan namiroh (sejenis kain
bergaris) yang ada di punggung beliau, lalu membentangkannya di antara aku dan
beliau, seakan-akan aku melihat semut merayap di atasnya. Lalu beliau
menceritakan Hadits kepadaku, hingga ketika aku sudah mencakup semua Hadits
beliau, beliau bersabda:
اجْمَعْهَا، فَصُرَّهَا إِلَيْكَ
“Kumpulkanlah, lalu dekapkan ke dadamu.” Maka aku bangun di pagi
hari, tidak ada satu huruf pun yang aku lupakan dari apa yang beliau ceritakan
kepadaku.”
Kisah beliau membentangkan kainnya dan do’a Nabi ﷺ agar beliau
dikaruniai hafalan adalah riwayat yang tsabit (valid), dan telah diriwayatkan
dari banyak jalur dari Abu Huroiroh.
Abu Sholih Az-Zayyat (101 H) berkata: “Abu Huroiroh adalah
di antara Shohabat yang paling kuat hafalannya.”
Hammad bin Zaid (179 H) meriwayatkan, dia berkata: ‘Amr bin ‘Ubaid
Al-Anshori menceritakan kepadaku, dia berkata: Abu Az-Zu’aiziah, juru tulis
Marwan (bin Al-Hakam, w. 65 H), menceritakan kepadaku: “Marwan mengutus
seseorang kepada Abu Huroiroh, lalu Marwan mulai bertanya kepadanya, dan dia
mendudukkanku di belakang ranjang, sementara aku menulis. Setelah berlalu
setahun penuh, Marwan memanggilnya lagi, lalu mendudukkannya dari balik hijab,
kemudian Marwan mulai bertanya kepadanya tentang Hadits-Hadits yang ada di
dalam tulisan itu. Maka Abu Huroiroh tidak menambah, tidak mengurangi, tidak
mendahulukan, dan tidak mengakhirkan sedikit pun!”
Al-Hafizh Adz-Dzahabi (748 H) mengomentari kisah ini: “Beginilah
seharusnya hafalan!”
Abdulloh bin Syaqiq (108 H) meriwayatkan bahwa Abu Huroiroh
berkata: “Aku tidak mengetahui seorang pun di antara Shohabat Rosululloh ﷺ yang lebih hafal
terhadap Hadits beliau melebihi diriku.”
Hanya saja, Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu pernah
berkata tentang dirinya: “Tidak ada seorang pun di antara Shohabat Rosululloh
yang lebih banyak Hadits darinya melebihi diriku, kecuali apa yang ada pada
Abdulloh bin ‘Amr bin Al-‘Ash (65 H), karena dia menulis sementara aku tidak
menulis.” Dia diidzinikan oleh Nabi ﷺ
untuk menulis Hadits.
3.4 Jumlah Hadits yang Diriwayatkannya
Al-Hafizh Adz-Dzahabi (748 H) berkata: “Jumlah Hadits Abu
Huroiroh yang disepakati oleh Al-Bukhori (256 H) dan Muslim (261 H) adalah 326
Hadits. Al-Bukhori bersendirian meriwayatkan 93 Hadits. Dan Muslim bersendirian meriwayatkan 98 Hadits.
Berdasarkan perkataan Al-Hafizh Adz-Dzahabi (748 H), maka
total Hadits Abu Huroiroh di dalam Shohih Al-Bukhori dan
Muslim adalah 517 Hadits. Dan semua Hadits shohih beliau tanpa pengulangan
adalah sekitar 1.000 Hadits - Wallohu a’lam - sebagaimana yang diteliti dalam
kitab “Ahadits Abi Huroiroh” yang sebagian siroh ini adalah bagian dari
kitab yang disebutkan itu.
Adz-Dzahabi (748 H) menyebutkan dalam biografinya tentang
Abu Huroiroh dalam kitab “Siyar A’lam An-Nubala’” bahwa Hadits-Hadits
Abu Huroiroh dalam Musnad Baqi bin Mukhollad (273 H) mencapai 5.374
Hadits. Syu’aib Al-Arna’uth
(1438 H) menghitung jumlah Hadits beliau dalam tahqiq (penelitian) beliau
terhadap Musnad Ahmad (241 H) sebanyak 3.870 Hadits.
Sebagian besar Hadits shohih yang tsabit (valid) dari Abu
Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu tidak diriwayatkan oleh beliau sendirian,
melainkan diriwayatkan juga oleh Shohabat yang mulia lainnya. Jumlah Hadits
yang tsabit (valid) shohih dan hasan yang diriwayatkan oleh Abu Huroiroh rodhiyallahu
‘anhu secara sendirian adalah sekitar 110 Hadits saja. Dan sebagian
besarnya adalah dalam masalah targhib wa tarhib (anjuran dan ancaman),
akhlak, dan kisah-kisah.
3.5 Kedudukan Haditsnya
Al-Hafizh Adz-Dzahabi (748 H) berkata: “Kaum Muslimin sejak
dahulu dan sekarang berhujjah (berpegangan) dengan Hadits Abu Huroiroh, karena
kekuatan hafalannya, kemuliaannya, ketelitiannya, dan fiqihnya. Cukuplah hal
itu (dibuktikan) bahwa orang sekelas Ibnu ‘Abbas (68 H) beradab kepada beliau
dan berkata: “Berilah fatwa wahai Abu Huroiroh.”
Adz-Dzahabi (748 H) juga berkata: “Abu Huroiroh kuat
hafalannya, kami tidak mengetahui bahwa beliau keliru dalam Hadits.”
Hadits-Hadits yang paling shohih adalah yang datang melalui
jalur: Az-Zuhri (124 H), dari Sa’id bin Al-Musayyib (94 H), dari Abu
Huroiroh. Dan yang datang melalui jalur: Abu Az-Zinad (130 H), dari Al-A’roj
(117 H), dari Abu Huroiroh. Dan yang datang melalui jalur: Ibnu ‘Aun (150
H) dan Ayyub (131 H), dari Muhammad bin Sirin (110 H), dari Abu Huroiroh.
Di mana ada orang seperti Abu Huroiroh dalam hafalannya, dan luasnya ilmunya?!
3.6 Abu Huroiroh dan Isroiliyyat
Abu Huroiroh meriwayatkan dari Ka’b Al-Ahbar (32 H) sebagian
kisah Bani Isroil sebagaimana Nabi ﷺ
telah mengidzinkan kaum Muslimin dalam hal itu, dengan sabda beliau:
حَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ
وَلَا حَرَجَ
“Ceritakanlah (kisah) dari Bani Isroil, dan tidak ada keberatan.”
(HR. Al-Bukhori no. 3461 dari Hadits Abdulloh bin ‘Amr bin Al-‘Ash rodhiyallahu ‘anhuma)
Al-Bukhori (256 H) juga meriwayatkan (no. 4485) dari Abu
Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Dahulu Ahlul Kitab membaca
Taurot dengan bahasa
Ibroniyyah, dan menafsirkannya dengan bahasa Arob bagi kaum Muslimin.” Maka
Rosululloh ﷺ bersabda:
لَا تُصَدِّقُوا أَهْلَ الْكِتَابِ
وَلَا تُكَذِّبُوهُمْ، وَقُولُوا: قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا
وَمَا أُنْزِلَ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ
وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ
بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
“Jangan kalian membenarkan Ahlul Kitab dan jangan pula
mendustakan mereka. Dan katakanlah: ‘Katakanlah (hai orang-orang Mu’min): Kami
beriman kepada Alloh dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang
diturunkan kepada Ibrohim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub, dan anak cucunya, dan apa
yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada Nabi-Nabi
dari Robb mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, dan
kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.’” (QS. Al-Baqoroh: 136)
Dapat diketahui bahwa riwayat Shohabat rodhiyallahu ‘anhum
dari Ka’b Al-Ahbar (32 H) sangatlah sedikit. Abu Huroiroh hanya duduk bersama
Ka’b Al-Ahbar dua atau tiga kali. Sungguh aneh orang-orang yang mencela Hadits
Abu Huroiroh dengan alasan beliau meriwayatkan dari Ka’b Al-Ahbar, seolah-olah
beliau senantiasa melazimi dan memperbanyak duduk bersamanya!!
Telah diriwayatkan juga bahwa Abu Huroiroh pernah mendebat
Ka’b Al-Ahbar ketika riwayat Isroiliyyat-nya bertentangan dengan Hadits Nabi.
Imam Malik (179 H) meriwayatkan dalam Al-Muwaththo’ (no. 16) dengan
sanad shohih dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Aku
keluar menuju Ath-Thur (gunung Thur) lalu aku bertemu Ka’b Al-Ahbar, maka aku
duduk bersamanya. Dia menceritakan kepadaku tentang Taurot, dan aku
menceritakan kepadanya tentang Rosululloh ﷺ. Termasuk yang aku ceritakan kepadanya adalah, aku berkata:
Rosululloh ﷺ bersabda:
خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ
الشَّمْسُ، يَوْمُ الْجُمُعَةِ، فِيهِ خُلِقَ آدَمُ، وَفِيهِ أُهْبِطَ مِنَ الْجَنَّةِ،
وَفِيهِ تُيبَ عَلَيْهِ، وَفِيهِ مَاتَ
“Sebaik-baik hari di mana matahari terbit padanya adalah
hari Jum’at. Pada hari itu Adam diciptakan, pada hari itu dia diturunkan dari
Jannah, pada hari itu pula taubatnya diterima, dan pada hari itu pula dia
wafat.”
وَفِيهِ تَقُومُ السَّاعَةُ
“Dan pada hari itu pula Kiamat akan terjadi.”
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ إِلَّا وَهِيَ
مُصِيخَةٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، مِنْ حِينِ تُصْبِحُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ شَفَقًا
مِنَ السَّاعَةِ إِلَّا الْجِنَّ وَالْإِنْسَ
“Dan tidak ada satu pun makhluk melata melainkan dia memasang
telinga pada hari Jum’at, dari sejak pagi hingga matahari terbit, karena takut
akan datangnya Kiamat, kecuali
jin dan manusia.”
وَفِيهِ سَاعَةٌ لَا يُصَادِفُهَا
عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ يُصَلِّي، يَسْأَلُ اللَّهَ شَيْئًا، إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ
“Dan di dalamnya ada satu waktu, yang tidaklah seorang hamba
Muslim mendapatinya dalam keadaan dia sedang sholat, memohon kepada Alloh
sesuatu, melainkan Alloh akan mengabulkannya.” Ka’b berkata: “Hal itu terjadi
satu hari dalam setiap tahun.” Maka aku berkata: “Bahkan itu terjadi pada
setiap hari Jum’at.” Lalu Ka’b membaca Taurot dan berkata: “Benarlah Rosululloh
ﷺ!”
3.7 Hafalan Al-Qur’an dan Pengajaran Beliau
Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu tidak hanya seorang
penghafal Hadits Nabi, tetapi beliau juga seorang penghafal Al-Qur’an. Beliau
adalah salah satu Qori’ (pembaca Al-Qur’an) yang terkenal yang menghafal Al-Qur’an
dan mengajarkannya kepada para Tabi’in. Imam Abu ‘Amr Ad-Dani (444 H) berkata: “Abu
Huroiroh menyetorkan (bacaan) Al-Qur’an kepada Ubai bin Ka’b (19 H).”
Adz-Dzahabi (748 H) menyebutkan dalam kitabnya Thobaqot
Al-Qurro’ bahwa Abu Huroiroh membaca Al-Qur’an di hadapan Ubai bin Ka’b.
Dan di antara Tabi’in yang mengambil (bacaan) Al-Qur’an dari beliau adalah:
Al-A’roj (117 H), dan Abu Ja’far Al-Madani Yazid bin Al-Qo’qo’ (130 H), salah
satu dari Qori’ yang sepuluh yang terkenal, dan sekelompok Qori.’”
Adz-Dzahabi (748 H) berkata: “Abu Huroiroh adalah tokoh
utama dalam (ilmu) Al-Qur’an, Sunnah, dan Fiqih.”
Bab 4: Akhlak dan Ibadah Abu
Huroiroh
4.1
Ke’adilan dan Amanah Abu Huroiroh
Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu adalah di antara
Shohabat yang ahli ibadah. Beliau adalah orang yang banyak sholat, puasa,
membaca Al-Qur’an, dan berdzikir kepada Alloh pada malam hari dan siang hari.
Abu Utsman An-Nahdi (100 H) berkata: “Aku menjadi tamu Abu Huroiroh selama 7 hari. Maka beliau,
istrinya, dan pelayannya bergantian menghidupkan malam menjadi tiga bagian.
Yang ini sholat, lalu membangunkan yang ini, dan yang ini sholat, lalu
membangunkan yang ini.”
Aku (Abu Utsman) bertanya: “Wahai Abu Huroiroh, bagaimana
puasamu?” Beliau menjawab: “Aku berpuasa 3 hari dari awal setiap bulan.”
Syurohbil (112 H) meriwayatkan: “Abu Huroiroh berpuasa pada
hari Senin dan Kamis.”
Ikrimah (105 H) berkata: “Abu Huroiroh bertasbih setiap hari
12.000 tasbih, beliau berkata: ‘Aku bertasbih sejumlah diyatku (tebusan
kesalahan).’”
Diriwayatkan juga dari beliau bahwa beliau berkata: “Sungguh
aku beristighfar kepada Alloh dan bertaubat kepada-Nya setiap hari 12.000 kali,
dan itu adalah sebanding dengan dosaku!”
Diriwayatkan bahwa beliau mempunyai benang yang berisi 1.000
ikatan, beliau tidak tidur sampai beliau bertasbih dengannya.
Ibnu Sa’d (230 H) meriwayatkan (4/251) dengan sanad hasan
dari Abu Huroiroh, dia berkata: “Tidak ada rasa sakit yang lebih aku cintai
selain demam, karena demam memberikan setiap persendian bagiannya dari rasa
sakit, dan sungguh Alloh memberikan setiap persendian bagiannya dari pahala.”
Abu Huroiroh adalah orang yang terpercaya di sisi Amirul Mu’minin
Umar bin Al-Khoththob rodhiyallahu ‘anhuma. Sehingga Umar pernah
mengangkatnya sebagai Gubernur di Bahroin. Beliau juga pernah menjabat sebagai
Amir (Gubernur) Madinah Al-Munawwaroh.
4.2
Contoh Pengamalan Ilmunya
Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu adalah seorang yang
mengamalkan ilmunya. Sampai-sampai beliau meriwayatkan dari Nabi ﷺ bahwa beliau bersabda:
لَا يَصْبِرُ عَلَى لَأْوَاءِ
الْمَدِينَةِ وَشِدَّتِهَا أَحَدٌ مِنْ أُمَّتِي، إِلَّا كُنْتُ لَهُ شَفِيعًا يَوْمَ
الْقِيَامَةِ أَوْ شَهِيدًا
“Tidaklah seorang pun dari umatku bersabar atas kesulitan
dan kepayahan (tinggal) di Madinah, melainkan aku akan menjadi pemberi syafa’at
atau saksi baginya pada hari Kiamat.” (HR. Muslim no. 1378)
Maka beliau terus menetap di Madinah An-Nabawiyyah hingga
beliau wafat di sana.
Al-Bukhori (256 H) meriwayatkan (no. 1178) dan Muslim (261
H) (no. 721) dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Kekasihku
Abul Qosim ﷺ berwasiat kepadaku
dengan tiga hal, aku tidak akan meninggalkannya sampai aku mati: Puasa tiga
hari setiap bulan, Sholat Dhuha, dan tidak tidur kecuali melakukan sholat witir.”
Al-Bukhori (256 H) meriwayatkan (no. 5971) dan Muslim (261
H) (no. 2548) dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Seorang
laki-laki datang kepada Rosululloh ﷺ,
lalu berkata: ‘Siapa orang yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?’”
Beliau bersabda:
أُمُّكَ
“Ibumu.” Dia berkata: “Kemudian siapa?” Beliau bersabda:
ثُمَّ أُمُّكَ
“Kemudian ibumu.” Dia berkata: “Kemudian siapa?” Beliau bersabda:
ثُمَّ أُمُّكَ
“Kemudian ibumu.” Dia berkata: “Kemudian siapa?” Beliau bersabda:
ثُمَّ أَبُوكَ
“Kemudian ayahmu.”
Maka Abu Huroiroh senantiasa berbuat baik kepada ibunya dan
bersungguh-sungguh dalam berbakti kepadanya.
Kisah lainnya, Ibnu Sa’d (230 H) meriwayatkan (4/245) dari
Abu Huroiroh, dia berkata: “Suatu hari aku keluar dari rumahku menuju Masjid,
tidak ada yang membuatku keluar selain lapar. Aku mendapati beberapa orang dari
Shohabat Rosululloh ﷺ,
lalu mereka berkata: ‘Wahai Abu Huroiroh, apa yang membuatmu keluar pada saat
ini?’ Aku menjawab: ‘Tidak ada yang membuatku keluar selain lapar.’ Mereka
berkata: ‘Demi Alloh, kami juga tidak ada yang membuat kami keluar selain lapar.’
Maka kami berdiri lalu masuk menemui Rosululloh ﷺ. Beliau bersabda:
مَا جَاءَ بِكُمْ هَذِهِ السَّاعَةَ؟
‘Apa
yang membuat kalian datang pada saat ini?’ Kami menjawab: ‘Wahai Rosululloh, kami datang karena lapar.’
Beliau berkata: ‘Maka Rosululloh ﷺ
meminta satu piring yang berisi kurma, lalu beliau memberikan kepada setiap
laki-laki di antara kami dua buah kurma.’ Beliau bersabda:
كُلُوا هَاتَيْنِ التَّمْرَتَيْنِ
وَاشْرَبُوا عَلَيْهِمَا مِنَ الْمَاءِ فَإِنَّهُمَا سَتَجْزِيَانِكُمْ يَوْمَكُمْ
هَذَا
‘Makanlah
dua buah kurma ini dan minumlah air sesudahnya, karena keduanya akan mencukupi
kalian di hari kalian ini.’
Abu Huroiroh berkata: ‘Aku makan satu buah kurma dan aku letakkan satu buah
kurma lagi di kantongku.’ Maka Rosululloh ﷺ bersabda:
يَا أَبَا هُرَيْرَةَ لِمَ رَفَعْتَ
هَذِهِ التَّمْرَةَ؟
‘Wahai
Abu Huroiroh, mengapa kamu menyimpan kurma ini?’ Aku menjawab: ‘Aku menyimpannya untuk
ibuku.’ Beliau bersabda:
كُلْهَا فَإِنَّا سَنُعْطِيكَ
لَهَا تَمْرَتَيْنِ
‘Makanlah kurma itu, karena kami akan memberimu dua buah kurma
sebagai gantinya.’ Maka aku memakannya, lalu beliau memberiku dua buah kurma
sebagai gantinya.”
4.3
Sifat Fisik dan Akhlaknya
Ibnu Sirin (110 H) berkata: “Abu Huroiroh berkulit putih,
lembut, dan janggutnya kemerahan.”
Abdul Rohman bin Labinah Ath-Tho’ifi (seorang Tabi’in)
berkata: “Abu Huroiroh adalah laki-laki berkulit sawo matang (adam),
kedua bahunya lebar, gigi depannya renggang, dan memiliki dua kepang rambut.”
Tidak ada pertentangan antara sifat putih yang disebutkan oleh
Ibnu Sirin dan sifat sawo matang yang disebutkan oleh Ibnu Labinah. Adz-Dzahabi
(748 H) berkata dalam Siyar A’lam An-Nubala’ (2/168): “Orang Arob jika
mengatakan: ‘Si Fulan abyadh (putih)’, maka yang mereka maksud adalah
orang yang berwarna kulit gandum dengan penampilan kehitaman. Jika dia berwarna
seperti penduduk India, mereka mengatakan: ‘Asmar (cokelat) dan adam (sawo matang).’ Dan
jika dia berkulit hitam seperti penduduk Tikrur (di Afrika Barat), mereka
mengatakan: ‘Aswad (hitam).’ Demikian pula setiap orang yang didominasi oleh
warna hitam, mereka mengatakan: ‘Aswad (hitam)’, atau ‘Syadidu Al-Udumah (sawo
matang pekat).’”
Abu Huroiroh adalah orang yang baik akhlaknya, dermawan, dan
sangat tawadhu’ (rendah hati). Abdulloh bin Robah (101 H) berkata: “Kami safar
bersama Abu Huroiroh, dan beliau sering kali mengundang kami untuk makan di
tempat peristirahatan beliau.”
Abu Rofi’ (100 H) berkata: “Kadang kala Marwan (65 H)
mengangkat Abu Huroiroh sebagai penggantinya di Madinah (sebagai amir
sementara). Beliau menaiki keledai dengan pelana yang kasar, dan di kepalanya
terdapat khulbah (ikat kepala) dari sabut kurma. Beliau berjalan, lalu
bertemu dengan seorang laki-laki, kemudian beliau berkata: ‘Minggir! Telah
datang Al-Amir (sang pemimpin).’ Dan kadang kala beliau mendatangi anak-anak
kecil yang sedang bermain di malam hari dengan permainan orang Arob, lalu
mereka tidak menyadari apa-apa hingga beliau menjatuhkan dirinya di antara
mereka.”
Abu Huroiroh jika meminta makanan dari keluarganya, beliau
berkata: “Apakah kalian punya sesuatu?” Jika mereka menjawab: “Tidak,” beliau
berkata: “Kalau begitu aku berpuasa.”
4.4
Ketakutannya yang Sangat Besar kepada Alloh
Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu sangat takut kepada
Alloh. Sesungguhnya ilmu itu adalah khosyyah (rasa takut yang disertai
pengagungan). Alloh ﷻ
berfirman:
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ
عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ
“Sesungguhnya yang paling takut kepada Alloh di antara
hamba-hamba-Nya hanyalah para ulama). (QS. Fathir: 28)
Maimun bin Maisaroh (132 H) berkata: “Abu Huroiroh mempunyai
dua teriakan (ucapan peringatan) di setiap hari: di awal siang dan di akhir
siang. Beliau berkata: ‘Malam telah berlalu dan siang telah datang, dan Neraka diperlihatkan kepada Fir’aun dan pengikutnya.’
Tidaklah seorang pun mendengarnya melainkan dia memohon perlindungan kepada
Alloh dari Naar.”
Ibnu Al-Mubarok (181 H) meriwayatkan dari Wuhaib bin Al-Ward
dari Salam bin Basyir bahwa Abu Huroiroh menangis ketika sakit. Lalu ditanyakan
kepadanya: “Apa yang membuatmu menangis?” Beliau menjawab: “Aku tidak menangisi
dunia kalian ini, akan tetapi aku menangisi jauhnya perjalananku, dan
sedikitnya bekal perjalananku. Dan sungguh aku berada di jalan menanjak, dan
tempat turunnya adalah menuju Jannah atau Naar. Maka aku tidak tahu yang mana
di antara keduanya yang akan membawaku?”
Ibnu Sa’d (230 H) meriwayatkan (4/251) dari Abu Salamah bin
Abdurrohman (94 H) bahwa dia menemui Abu Huroiroh ketika beliau sakit, lalu dia
berdo’a: “Ya Alloh, sembuhkanlah Abu Huroiroh.” Maka Abu Huroiroh berkata: “Ya
Alloh, jangan kembalikan aku.” Dia (Abu Salamah) mengulanginya dua kali. Maka
Abu Huroiroh berkata kepadanya: “Wahai Abu Salamah, jika kamu mampu untuk mati,
maka matilah. Demi Dzat yang jiwa Abu Huroiroh berada di tangan-Nya, sungguh
sebentar lagi akan datang suatu masa kepada para ulama, di mana kematian lebih
dicintai oleh salah seorang dari mereka daripada emas merah.” Atau: “Sungguh
sebentar lagi akan datang suatu masa kepada manusia, di mana seorang laki-laki
mendatangi qubur seorang Muslim, lalu dia berkata: ‘Andai saja aku yang menjadi
penghuni qubur ini.’”
4.5 Sikapnya terhadap Fitnah dan Penguasa
Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu adalah termasuk orang
yang mengasingkan diri dari fitnah yang terjadi di antara para Shohabat rodhiyallahu
‘anhum setelah terbunuhnya Utsman (35 H). Beliau tidak ikut menyaksikan
pertempuran Al-Jamal dan tidak pula Shiffin. Kebanyakan Shohabat rodhiyallahu
‘anhum memang mengasingkan diri dari fitnah itu.
Al-Khollal (311 H) meriwayatkan dalam Kitab As-Sunnah
(2/466) dengan sanad shohih dari Muhammad bin Sirin (110 H) yang berkata: “Fitnah
telah berkecamuk, padahal jumlah Shohabat Rosululloh ﷺ ada 10.000 orang. Tetapi tidak ada 100
orang pun yang terlibat,
bahkan mereka (yang terlibat) tidak
mencapai 30 orang.”
Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu adalah orang yang
senantiasa menyuruh kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran. Beliau tidak
diam terhadap kemungkaran yang beliau lihat dari para penguasa. Muslim (261 H)
meriwayatkan dari Abu Zur’ah (159 H) yang berkata: “Aku masuk bersama Abu
Huroiroh ke rumah Marwan (bin Al-Hakam, W. 65 H), lalu beliau melihat adanya
patung-patung di dalamnya. Maka beliau berkata: ‘Aku mendengar Rosululloh ﷺ bersabda: Alloh ‘Azza
wa Jalla berfirman:
وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ
يَخْلُقُ خَلْقًا كَخَلْقِي؟ فَلْيَخْلُقُوا ذَرَّةً، أَوْ لِيَخْلُقُوا حَبَّةً أَوْ
لِيَخْلُقُوا شَعِيرَةً
“Siapa yang lebih zholim daripada orang yang pergi
menciptakan ciptaan seperti ciptaan-Ku? Maka hendaklah mereka menciptakan
seekor dzarroh (semut kecil), atau hendaklah mereka menciptakan sebiji
gandum, atau hendaklah mereka menciptakan sebiji jelai).”
Al-Bukhori (256 H) meriwayatkan dalam Shohihnya dari
Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Aku telah menghafal dari
Rosululloh ﷺ dua kantong (wadah)
ilmu. Adapun salah satunya, maka telah aku sebarkan. Adapun yang lainnya, andai
aku menyebarkannya, niscaya tenggorokan ini akan dipotong.”
Al-Hafizh Ibnu Hajar (852 H) dalam Fathul Bari
(1/216) berkata: “Para ulama menafsirkan kantong (wadah) yang belum disebarkan
sebagai Hadits-Hadits yang menjelaskan nama-nama para penguasa yang jahat,
keadaan mereka, dan masa mereka. Abu Huroiroh dahulu mengisyaratkan sebagiannya
dan tidak menyatakannya secara terang-terangan karena khawatir akan keselamatan
dirinya dari mereka.”
Bab 5: Wafat Abu
Huroiroh
Beliau wafat rodhiyallahu ‘anhu pada tahun lima puluh
tujuh Hijriyah (57 H). Dikatakan juga tahun 58 H, dan 59 H. Beliau wafat pada
usia 78 tahun. Beliau
membersamai Rosululloh ﷺ
selama 4 tahun. Dan beliau hidup setelah wafatnya Nabi ﷺ selama 47 tahun
sebagai pendakwah kepada Alloh, pengajar Al-Qur’an dan Sunnah, pengamal
ilmunya, bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Alloh dengan dzikir, sholat,
puasa, membaca Al-Qur’an, dan mengajar. Semoga Alloh merohmati beliau dan
meridhoi beliau, dan membalas beliau dengan kebaikan dari kaum Muslimin atas
apa yang beliau hafalkan dari Sunnah Nabi mereka ﷺ.
Imam Malik (179 H) meriwayatkan dari Al-Maqburi (125 H) yang
berkata: “Abu Huroiroh berkata ketika sakit yang menyebabkan beliau wafat:
اللَّهُمَّ إِنِّي أُحِبُّ لِقَاءَكَ،
فَأَحِبَّ لِقَائِي
“Ya Alloh, sungguh aku mencintai perjumpaan dengan-Mu, maka
cintailah perjumpaan dengan diriku.’”
Ibnu Sa’d (230 H) meriwayatkan (4/252) dari Sa’id (bin
Al-Musayyib, W. 94 H) yang berkata: “Ketika maut menghampiri Abu Huroiroh,
beliau berkata: ‘Jangan kalian pasang tenda di atas quburku dan jangan kalian
ikuti aku dengan api (obor atau dupa). Apabila kalian menggotongku, maka
percepatlah. Jika aku adalah orang yang sholih, kalian akan membawaku menuju
Robb-ku. Dan jika aku bukan orang yang sholih, maka itu hanyalah sesuatu yang
kalian buang dari pundak kalian.’”
Beliau juga mewasiatkan sebelum wafatnya agar rumahnya di
Dzul Hulaifah disedekahkan kepada para budak yang telah beliau merdekakan (mawālī).
Ibnu Sa’d (230 H) meriwayatkan (4/253) dari Nafi’ (117 H)
yang berkata: “Aku bersama Abdulloh bin Umar (73 H) dalam janazah Abu Huroiroh.
Beliau berjalan di depannya dan banyak memohonkan rohmat bagi beliau sambil
berkata: ‘Beliau termasuk orang yang menjaga Hadits Rosululloh ﷺ untuk kaum Muslimin.’”
Wafatnya Abu Huroiroh terjadi di Wadi Al-‘Aqiq. Kemudian beliau dibawa ke
Madinah, lalu disholaati oleh Al-Walid bin ‘Utbah (Amir Madinah saat itu)
setelah sholat Ashar. Beliau diiringi oleh Abdulloh bin Umar (73 H) dan Abu Sa’id
Al-Khudri (74 H). Beliau dimakamkan di Al-Baqi.’
Di akhir kata, aku memohon kepada Alloh agar memberi manfaat
kepada kita dengan Kitab-Nya dan Sunnah Rosul-Nya, dan agar mengajarkan kita
hikmah dan tafsir, dan agar memahamkan kita dalam Ad-Diin, dan agar menjadikan
kita termasuk orang-orang yang berpegang teguh pada Kitab-Nya dan berpegang
teguh pada Sunnah Rosul-Nya ﷺ,
dan agar Dia memberikan taufiq kepada kita untuk mengikuti jalan orang-orang Mu’min
dari kalangan Muhajirin dan Anshor, dan seluruh keluarga serta Shohabat, dan
siapa saja yang mengikuti mereka dengan kebaikan sampai hari kembali (Kiamat).
Alloh berfirman:
وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ
يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ
وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ
رَحِيمٌ
“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan
Anshor), mereka berdo’a: ‘Ya Robb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara
kami yang telah mendahului kami dalam keimanan, dan janganlah Engkau jadikan
kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Robb kami,
sungguh Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.’” (QS. Al-Hasyr: 10)
Buku ini
saya tarjamah dan tata ulang dari beberapa penelitian penulis. Semoga Alloh
menerima ini dari kami.
Allohu
a’lam.[]
