Donasi Pembangunan Jembatan

🌿 OPEN DONASI PEMBANGUNAN JEMBATAN PONDOK TAHFIDZ DARUL HIJRAH 🌿

Open Donasi Pembangunan Jembatan Menuju Pondok Tahfidz Darul Hijrah
BRI 7844-01-018208-53-4
an. Mushollah Darul Hijroh
Konfirmasi transfer wa:
www.wa.me/6283116572637 (Ustadz Abu Sarah Harahap)
www.wa.me/6285730219208 (Ustadz Nor Kandir)
Jazakumullahu Khoiron Katsiro 🌸

Cari Ebook

Mempersiapkan...

[PDF] Biografi Abu Huroiroh Periwayat Hadits Terbanyak - Nor Kandir

 

Pendahuluan

Inilah sebuah siroh (biografi) ringkas Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu yang diringkas dari sumber-sumber paling penting: dari “Siyar A’lam An-Nubala’” karya Al-Hafizh Adz-Dzahabi (748 H), “Al-Ishobah fi Tamyiz Ash-Shohabah” karya Al-Hafizh Ibnu Hajar (852 H), “Al-Isti’ab fi Ma’rifah Al-Ash-hab” karya Hafizh Al-Maghrib Ibnu Abdil Barr Al-Andalusi (463 H), “Ath-Thobaqot Al-Kubro” karya Ibnu Sa’d (230 H), “Fadhoil Ash-Shohabah” karya Ahmad bin Hanbal (241 H), “Fadhoil Ash-Shohabah” karya An-Nasa’i (303 H), dan sumber-sumber terpercaya lainnya.

Bab 1: Siapa Abu Huroiroh?

1.1 Nama dan Kun-yahnya

Beliau adalah Al-Imam, Al-Faqih, Al-Mujtahid, Al-Hafizh, Al-Muqri’ (pembaca Al-Qur’an) Shohabat Rosululloh , Al-Mujahid, Al-‘Abid (ahli ibadah), Az-Zahid (orang yang zuhud), Abu Huroiroh Ad-Dausi, Al-Yamani, pemimpin para Hafizh yang tsiqoh (terpercaya).

Para ahli sejarah berbeda pendapat tentang nama beliau dalam banyak ucapan, yang paling terkenal adalah: Abdurrohman bin Shokhr. Dikatakan juga: Abdul ‘Amr bin Abdul Ghonm. Dan dikatakan juga: Abdul Syams.

Ibnu Ishaq (151 H) berkata: “Sebagian teman kami menceritakan kepadaku dari Abu Huroiroh yang berkata: ‘Namaku di masa Jahiliyah adalah Abdul Syams, lalu aku dinamakan Abdurrohman di masa Islam. Kun-yahku (julukanku) dinamakan Abu Huroiroh (bapaknya kucing kecil) karena aku menemukan seekor hirroh (kucing kecil), lalu aku meletakkannya di kantong lengan bajuku. Kemudian dikatakan kepadaku: ‘Apa ini?’ Aku menjawab: ‘Hirroh (kucing kecil).’ Dikatakan (kepadaku): ‘Maka kamu adalah Abu Huroiroh.’”

Dalam riwayat dari Abu Huroiroh, dia berkata: “Aku menggembala kambing milik keluargaku. Aku mempunyai seekor huroiroh (kucing kecil) yang biasa aku ajak bermain, maka mereka menjulukiku dengan nama itu (Abu Huroiroh).”

Beliau adalah Shohabat yang mulia Abu Huroiroh Ad-Dausi Al-Azdi Al-Yamami dari kabilah Daus bin Adnan bin Abdulloh bin Zohron. Beliau dikenal dengan kasih sayangnya yang besar kepada hewan, dan kucing kecil itu senantiasa menemaninya dan pergi bersamanya ke mana pun. Rosululloh sendiri yang memanggilnya Abu Huroiroh, sambil berkata kepadanya: “Ambillah wahai Abu Huroiroh.”

Ibnu Abdil Barr (463 H) berkata: “Kun-yahnya (julukannya) lebih mendominasi, sehingga beliau seperti orang yang tidak punya nama selain itu.” Abu Huroiroh lebih suka dipanggil Abu Hirr (Bapaknya Kucing) karena Rosululloh menjulukinya demikian, dan kata adz-dzakar (jantan) lebih baik daripada al-untsa (betina).

Tentang banyaknya perbedaan pendapat dalam penamaan beliau, Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqolani (852 H) berkata: “Al-Quthb Al-Halabi (735 H) mengatakan: ‘Telah terkumpul dalam nama dan nama ayahnya 44 pendapat yang disebutkan dalam ‘Al-Kuna’ karya Al-Hakim, ‘Al-Isti’ab’, dan ‘Tarikh Ibni ‘Asakir (573 H).’ Kemudian Ibnu Hajar berkata: ‘Sisi banyaknya adalah terkumpul pada namanya saja misalnya sepuluh pendapat, dan pada nama ayahnya sekitar itu, kemudian digabungkan. Akan tetapi tidak semua itu dinukil. Maka secara keseluruhan, apa yang dikatakan pada namanya saja adalah sekitar 20 pendapat.’”

1.2 Ibundanya

Ibu beliau adalah seorang Shohabiyah bernama: Maimunah binti Shubaih rodhiyallahu ‘anha. Beliau masuk Islam dan termasuk Shohabiyah.

Bab 2: Hijroh dan Pengorbanan Abu Huroiroh

2.1 Islam dan Hijroh Abu Huroiroh ke Madinah

Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu masuk Islam dan hijroh ke Madinah ketika beliau berumur 28 tahun bersama serombongan kaumnya dari kabilah Daus Al-Yamaniyyah.

Mereka tiba di Madinah padahal Rosululloh sudah berangkat ke Khoibar. Maka Abu Huroiroh menyusul Nabi dan menjumpai beliau di Khoibar pada awal tahun ketujuh Hijriyah. Ibnu Abdil Barr (463 H) berkata: “Abu Huroiroh masuk Islam pada tahun Khoibar, dan ikut menyaksikan Khoibar bersama Rosululloh .”

Telah diriwayatkan juga bahwa Abu Huroiroh masuk Islam di Daus (di negeri Yaman), sebelum Hijroh Nabi ke Madinah, yaitu di tangan Ath-Thufail bin ‘Amr Ad-Dausi rodhiyallahu ‘anhu. Namun, hijroh beliau ke Madinah memang terjadi pada tahun ketujuh Hijriyah.

Abu Huroiroh berkata: “Aku tumbuh sebagai anak yatim, dan aku berhijroh dalam keadaan miskin.”

2.2 Kisah Keislaman Ibunda Abu Huroiroh

Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu berkata: “Demi Alloh, tidaklah Alloh menciptakan seorang Mu’min pun yang mendengar tentangku dan tidak melihatku melainkan dia pasti mencintaiku.”

Aku (Abu Katsir Yazid bin Abdurrohman) bertanya: “Apa yang membuatmu tahu akan hal itu, wahai Abu Huroiroh?”

Beliau menjawab: “Sesungguhnya ibuku adalah seorang wanita musyrikah, dan aku senantiasa mengajaknya kepada Islam, namun ia menolakku. Suatu hari aku mengajaknya, lalu ia mengucapkan sesuatu tentang Rosululloh yang aku tidak sukai. Aku pun mendatangi Rosululloh sambil menangis. Aku berkata: ‘Wahai Rosululloh, sungguh aku telah mengajak ibuku kepada Islam, namun ia menolakku. Hari ini aku mengajaknya, lalu ia mengucapkan sesuatu tentangmu yang aku tidak sukai. Mohon do’akan kepada Alloh agar memberi petunjuk kepada ibu Abu Huroiroh.’ Maka Rosululloh berdo’a:

اللَّهُمَّ اهْدِ أُمَّ أَبِي هُرَيْرَةَ

“Ya Alloh, berilah petunjuk kepada ibu Abu Huroiroh.

Aku pun keluar dalam keadaan gembira dengan do’a Nabi Alloh . Ketika aku sampai dan berada di pintu, ternyata pintu itu tertutup. Ibuku mendengar suara langkah kakiku. Dia berkata: ‘Tetap di tempatmu wahai Abu Huroiroh!’ Aku mendengar suara gemericik air. Kemudian dia mandi, mengenakan pakaian luarnya, dan bergegas tanpa mengenakan khimar (penutup kepala). Lalu dia membuka pintu, kemudian berkata: ‘Wahai Abu Huroiroh, aku bersaksi bahwa tiada ilah (sesembahan) yang berhak diibadahi selain Alloh, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rosul-Nya.’ Abu Huroiroh berkata: ‘Aku pun kembali kepada Rosululloh , aku mendatangi beliau sambil menangis karena gembira.’ Aku berkata: ‘Wahai Rosululloh, bergembiralah! Sungguh Alloh telah mengabulkan do’amu dan memberi petunjuk kepada ibu Abu Huroiroh.’ Maka beliau memuji Alloh dan menyanjung-Nya serta mengucapkan kebaikan. Aku berkata: ‘Wahai Rosululloh, do’akan kepada Alloh agar menjadikan aku dan ibuku dicintai oleh hamba-hamba-Nya yang Mu’min, dan menjadikan kami mencintai mereka.’ Maka Rosululloh berdo’a:

اللَّهُمَّ حَبِّبْ عُبَيْدَكَ هَذَا - يَعْنِي أَبَا هُرَيْرَةَ - وَأُمَّهُ إِلَى عِبَادِكَ الْمُؤْمِنِينَ، وَحَبِّبْ إِلَيْهِمُ الْمُؤْمِنِينَ

“Ya Alloh, jadikanlah hamba-Mu yang kecil ini - yaitu Abu Huroiroh - dan ibunya dicintai oleh hamba-hamba-Mu yang Mu’min, dan jadikanlah pula mencintai mereka.”

Maka tidaklah Alloh menciptakan seorang Mu’min pun yang mendengar tentangku dan tidak melihatku melainkan dia pasti mencintaiku.” (HR. Muslim no. 2491 dan Ahmad no. 8259)

2.3 Perjalanan Menuju Jannah

Ibnu Sa’d (230 H) meriwayatkan dalam Ath-Thobaqot (4/242) dengan sanad shohih dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Ketika aku tiba di hadapan Nabi , aku mengucapkan di tengah perjalanan:

يَا لَيْلَةً مِنْ طُولِهَا وَعَنَائِهَا

عَلَى أَنَّهَا مِنْ دَارَةِ الْكُفْرِ نَجَتْ

‘Alangkah panjang dan melelahkannya malam itu. Meskipun begitu, sungguh malam itu telah selamat dari lingkungan kekufuran.’

2.4 Kisah Budak yang Dimerdekakan

Abu Huroiroh berkata: “Seorang budak milikku melarikan diri di tengah perjalanan. Ketika aku tiba di hadapan Nabi dan berbai’at kepada beliau, saat itu aku sedang berada di sisi beliau, tiba-tiba budak itu muncul.” Lalu Rosululloh bersabda kepadaku:

يَا أَبَا هُرَيْرَةَ هَذَا غُلَامُكَ

Wahai Abu Huroiroh, ini budakmu.” Aku berkata: “Dia kumerdekakan di jalan Alloh.” Maka aku pun memerdekakannya. (HR. Al-Bukhori, redaksi dalam riwayat Al-Bukhori no. 314)

Bab 3: Ketekunan dan Keutamaan Abu Huroiroh

3.1 Kesabarannya dalam Menuntut Ilmu

Ibnu Abdil Barr (463 H) berkata: “Abu Huroiroh masuk Islam pada tahun Khoibar, dan ikut menyaksikan Khoibar bersama Rosululloh . Kemudian dia melazimi (mendampingi) beliau dan senantiasa hadir (bersama beliau) karena sangat bersemangat dalam menuntut ilmu, dengan berpuas diri hanya dengan perut yang kenyang. Tangan beliau (Abu Huroiroh) selalu bersama tangan Rosululloh . Beliau berkeliling bersama beliau ke mana pun beliau pergi. Beliau adalah di antara Shohabat Rosululloh yang paling kuat hafalannya. Beliau menghadiri apa yang tidak dihadiri oleh para Muhajirin dan Anshor lainnya, karena para Muhajirin disibukkan dengan perniagaan, dan para Anshor disibukkan dengan urusan kebutuhan mereka. Rosululloh telah bersaksi bahwa beliau sangat bersemangat dalam menuntut ilmu dan Hadits.”

Ibnu Sa’d (230 H) mengeluarkan dalam Ath-Thobaqot Al-Kubro (1/359) dari jalur Al-Walid bin Robah bahwa Abu Huroiroh berkata: “Aku datang sementara Rosululloh sedang berada di Khoibar. Saat itu umurku sudah melebihi 30 tahun. Aku tinggal bersama beliau sampai beliau wafat. Aku berkeliling bersama beliau di rumah-rumah istri beliau, melayani beliau, ikut berperang bersama beliau, dan berhaji bersama beliau. Maka aku adalah orang yang paling tahu tentang Hadits beliau. Demi Alloh, sungguh kaum (Shohabat lain) telah lebih dahulu membersamai beliau, sehingga mereka mengetahui kelazimanku (kedekatanku) kepada beliau, lalu mereka bertanya kepadaku tentang Hadits-Hadits beliau. Di antara mereka adalah: Umar (24 H), Utsman (35 H), Ali (40 H), Tholhah (36 H), dan Az-Zubair (36 H). Demi Alloh, tidaklah tersembunyi bagiku setiap Hadits yang ada di Madinah.”

Abu Huroiroh pernah kelaparan dan sangat membutuhkan, dan beliau melazimi Masjid bersama para fakir miskin Ahlush-Shuffah. Ash-Shuffah adalah tempat beratap di Masjid yang menjadi tempat tinggal bagi para Shohabat yang asing dan miskin, serta siapa pun yang tidak memiliki rumah. Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu adalah pimpinan mereka.

Al-Bukhori (256 H) meriwayatkan (no. 3708) dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Sungguh orang-orang dahulu berkata: ‘Abu Huroiroh sungguh telah banyak (meriwayatkan Hadits)!’ Dan sungguh aku melazimi Rosululloh untuk mengenyangkan perutku, sehingga aku tidak makan roti halus (yang diayak) dan tidak mengenakan pakaian yang bagus, dan tidak dilayani oleh si Fulan dan si Fulanah. Sungguh aku sampai menempelkan perutku ke kerikil karena lapar. Dan sungguh aku meminta seseorang untuk membacakan satu ayat Al-Qur’an (di Masjid) padahal aku sudah hafal ayat itu, hanya agar dia berbalik bersamaku lalu memberiku makan. Orang yang paling baik kepada orang miskin adalah Ja’far bin Abi Tholib (8 H). Dia pulang bersama membawaku lalu memberiku makan apa saja yang ada di rumahnya, bahkan terkadang dia mengeluarkan guci yang tidak ada isinya, lalu kami membelahnya dan menjilati apa yang ada di dalamnya.”

Al-Bukhori (256 H) meriwayatkan (no. 6452) dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, bahwasanya dia pernah berkata: “Demi Alloh yang tiada ilah (sesembahan) yang berhak diibadahi selain Dia, sungguh aku pernah menempelkan hatiku ke tanah karena lapar. Dan sungguh aku pernah mengikatkan batu di perutku karena lapar. Suatu hari aku pernah duduk di jalan yang biasa orang-orang lalui untuk keluar (dari Masjid). Lalu Abu Bakr (13 H) melintas, maka aku bertanya kepadanya tentang satu ayat dari Kitabulloh, aku tidak bertanya kepadanya melainkan agar dia memberiku makan. Namun dia berlalu dan tidak melakukannya. Kemudian Umar (24 H) melintasiku, maka aku bertanya kepadanya tentang satu ayat dari Kitabulloh, aku tidak bertanya kepadanya melainkan agar dia memberiku makan. Namun dia berlalu dan tidak melakukannya. Kemudian Abul Qosim melintasiku, lalu beliau tersenyum ketika melihatku, dan beliau mengetahui apa yang ada di dalam hatiku dan di wajahku. Kemudian beliau bersabda:

يَا أَبَا هِرٍّ

“Wahai Abu Hirr.” Aku menjawab:

لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ

“Aku sambut panggilanmu wahai Rosululloh.” Beliau bersabda:

الْحَقْ

“Ikutilah aku.” Beliau pun berjalan, maka aku mengikuti beliau. Beliau masuk (rumah), lalu meminta idzin (bagiku), maka beliau mengidziniku. Beliau masuk, lalu mendapati susu dalam sebuah wadah. Beliau bersabda:

مِنْ أَيْنَ هَذَا اللَّبَنُ؟

“Dari mana susu ini?” Mereka menjawab: “Si Fulan atau si Fulanah yang menghadiahkannya kepadamu.” Beliau bersabda:

أَبَا هِرٍّ

“Wahai Abu Hirr.” Aku menjawab:

لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ

“Aku sambut panggilanmu wahai Rosululloh.” Beliau bersabda:

الْحَقْ إِلَى أَهْلِ الصُّفَّةِ فَادْعُهُمْ لِي

Pergilah menuju Ahlush-Shuffah dan panggil mereka untukku.”

Ahlush-Shuffah adalah tamu-tamu Islam, mereka tidak memiliki keluarga, tidak memiliki harta, dan tidak bergantung kepada siapa pun. Jika datang kepada beliau shodaqoh, beliau mengirimkannya kepada mereka dan tidak mengambil sedikit pun darinya. Dan jika datang kepada beliau hadiah, beliau mengirimkannya kepada mereka dan mengambil sebagiannya serta mengajak mereka ikut menikmati hadiah itu.

Undangan itu membuatku sedih. Aku berkata (dalam hati): ‘Ada apa dengan susu ini pada Ahlush-Shuffah? Sungguh aku lebih berhak mendapatkan satu tegukan susu ini agar aku menjadi kuat dengannya. Jika (Ahlush-Shuffah) datang, beliau akan menyuruhku, maka akulah yang akan memberikannya kepada mereka. Seberapa banyak susu ini akan sampai kepadaku?’

Namun, tidak mungkin aku tidak menaati Alloh dan Rosul-Nya . Aku pun mendatangi mereka. Aku memanggil mereka, lalu mereka datang. Mereka meminta idzin, maka beliau mengidzinikan mereka. Mereka pun mengambil tempat duduk mereka di dalam rumah. Beliau bersabda:

يَا أَبَا هِرٍّ

“Wahai Abu Hirr.” Aku menjawab:

لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ

“Aku sambut panggilanmu wahai Rosululloh.” Beliau bersabda:

خُذْ فَأَعْطِهِمْ

“Ambillah lalu berikan kepada mereka.” Abu Huroiroh berkata: “Maka aku mengambil wadah itu, lalu aku memberikannya kepada seorang laki-laki, dia minum hingga puas, kemudian mengembalikan wadah itu kepadaku. Aku memberikannya kepada laki-laki lain, dia minum hingga puas, kemudian mengembalikan wadah itu kepadaku. Dia minum hingga puas, kemudian mengembalikan wadah itu kepadaku. Hingga aku sampai kepada Nabi , sementara semua kaum (Ahlush-Shuffah) telah puas minum. Beliau mengambil wadah itu, lalu meletakkannya di atas tangan beliau. Beliau melihat ke arahku, lalu tersenyum. Beliau bersabda:

أَبَا هِرٍّ

“Wahai Abu Hirr.” Aku menjawab:

لَبَّيْكَ يَا رَسُولَ اللَّهِ

“Aku sambut panggilanmu wahai Rosululloh.” Beliau bersabda:

بَقِيتُ أَنَا وَأَنْتَ

“Tinggal aku dan kamu.” Aku menjawab: “Engkau benar wahai Rosululloh.” Beliau bersabda:

اقْعُدْ فَاشْرَبْ

“Duduklah lalu minumlah.” Aku pun duduk lalu minum. Beliau bersabda:

اشْرَبْ

“Minumlah lagi.” Aku minum. Beliau senantiasa berkata:

اشْرَبْ

“Minumlah lagi!” sampai aku berkata:

لَا وَالَّذِي بَعَثَكَ بِالْحَقِّ، مَا أَجِدُ لَهُ مَسْلَكًا

“Tidak, demi Dzat yang mengutusmu dengan kebenaran, aku tidak mendapatkan jalan lagi (untuk masuk)).” Beliau bersabda:

فَأَرِنِي

“Berikan wadah itu padaku.” Aku pun memberikan wadah itu kepada beliau. Beliau memuji Alloh dan membaca basmalah, lalu meminum sisanya.” (HR. Al-Bukhori no. 6452)

Ibnu Sa’d (230 H) meriwayatkan dalam Ath-Thobaqot (4/243) dengan sanad shohih dari Abu Huroiroh, dia berkata: “Aku dahulu menjadi buruh Ibnu ‘Affan (Utsman, 35 H) dan Ibnu Ghozwan (yaitu Busroh binti Ghozwan) dengan upah makanan untuk perutku dan pengeras kaki untuk kakiku. Aku menuntun mereka jika mereka berkendara, dan melayani mereka jika mereka beristirahat.”

Ibnu Sirin (110 H) berkata: Abu Huroiroh berkata: “Sungguh aku pernah melihat diriku pingsan di antara qubur (Nabi ) dan mimbar karena kelaparan, sampai mereka mengatakan: ‘Gila!’ Padahal aku tidak gila, tidak lain aku pingsan karena lapar!”

3.2 Pelayanannya kepada Nabi dan Ahlul Bait Beliau

Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu adalah orang yang diutamakan dalam melayani Nabi dan Ahlul Bait beliau. Ahmad bin Hanbal (241 H) meriwayatkan dalam Fadhoil Ash-Shohabah (no. 1401) dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Rosululloh pernah sholat Isya, dan Al-Hasan (50 H) dan Al-Husain (61 H) meloncat ke punggung beliau. Setelah beliau selesai sholat, Abu Huroiroh berkata: ‘Wahai Rosululloh, apakah aku perlu mengembalikan mereka berdua kepada ibu mereka?’ Rosululloh bersabda: “Jangan”, lalu kilat menyambar. Mereka berdua senantiasa berada dalam cahayanya sampai mereka berdua masuk menemui ibu mereka.”

Al-Bukhori (256 H) meriwayatkan dalam Shohihnya (no. 5884) dan Muslim (261 H) dalam Shohihnya (no. 2421) dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Aku keluar bersama Rosululloh di sebagian waktu siang. Beliau tidak berbicara kepadaku, dan aku tidak berbicara kepada beliau. Hingga beliau mendatangi pasar Bani Qoinuqo’, kemudian beliau berbalik hingga mendatangi kemah Fathimah (11 H). Beliau bersabda:

أَيْنَ لُكَعُ

“Di mana anak kecil itu?” - tiga kali –

ادْعُ الْحَسَنَ بْنَ عَلِيٍّ

“Panggilkan Al-Hasan bin Ali.” Kami mengira bahwa ibunya menahannya karena ingin memandikannya dan memakaikan kalung. Tidak lama kemudian Al-Hasan datang sambil berlari-lari, hingga masing-masing (Al-Hasan dan Nabi ) saling berpelukan. Rosululloh berdo’a:

اللَّهُمَّ إِنِّي أُحِبُّهُ، فَأَحِبَّهُ وَأَحْبِبْ مَنْ يُحِبُّهُ

“Ya Alloh, sungguh aku mencintainya, maka cintailah dia dan cintailah siapa yang mencintainya.”

Al-Bukhori menambahkan dalam riwayatnya: Abu Huroiroh berkata: “Maka tidak ada seorang pun yang lebih aku cintai selain Al-Hasan bin Ali. Setelah Rosululloh mengucapkan apa yang beliau ucapkan.”

Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu juga meriwayatkan Hadits-Hadits yang didengar dari Nabi tentang keutamaan Ahlul Bait. Termasuk yang diriwayatkan oleh Muslim (261 H) dalam Shohihnya (no. 2405) dari Abu Sholih dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu bahwa Rosululloh bersabda pada hari Khoibar:

لَأُعْطِيَنَّ هَذِهِ الرَّايَةَ رَجُلًا يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ، يَفْتَحُ اللَّهُ عَلَى يَدَيْهِ

“Sungguh aku akan memberikan bendera ini kepada seorang laki-laki yang mencintai Alloh dan Rosul-Nya, Alloh akan memberikan kemenangan melalui kedua tangannya.” Umar bin Al-Khoththob rodhiyallahu ‘anhu berkata: “Tidak pernah aku menginginkan kepemimpinan kecuali pada hari itu. Aku pun menjulurkan leherku berharap agar aku yang dipanggil.” Abu Huroiroh berkata: “Maka Rosululloh memanggil Ali bin Abi Tholib (40 H), lalu memberikannya bendera itu kepadanya.” Beliau bersabda:

امْشِ، وَلَا تَلْتَفِتْ، حَتَّى يَفْتَحَ اللَّهُ عَلَيْكَ

“Berjalanlah, dan jangan menoleh sampai Alloh memberikan kemenangan kepadamu.”

Maka Ali berjalan sebentar kemudian berhenti dan tidak menoleh, lalu dia berseru: ‘Wahai Rosululloh, atas dasar apa aku memerangi manusia?’” Beliau bersabda:

قَاتِلْهُمْ حَتَّى يَشْهَدُوا أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ، فَإِذَا فَعَلُوا ذَلِكَ فَقَدْ مَنَعُوا مِنْكَ دِمَاءَهُمْ وَأَمْوَالَهُمْ، إِلَّا بِحَقِّهَا وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللَّهِ

“Perangi mereka sampai mereka bersaksi bahwa tiada ilah (sesembahan) yang berhak diibadahi selain Alloh dan bahwa Muhammad adalah Rosul Alloh. Apabila mereka melakukan itu, maka mereka telah melindungi darah dan harta mereka darimu, kecuali dengan haknya, dan perhitungan mereka adalah urusan Alloh.”

At-Tirmidzi (279 H) meriwayatkan (no. 3764) dan dishohihkan oleh Al-Albani (1420 H) dari Abu Huroiroh, dia berkata: “Tidak ada seorang pun yang memakai sandal, menaiki pelana, atau mengendarai unta setelah Rosululloh yang lebih utama dari Ja’far bin Abi Tholib rodhiyallahu ‘anhu.”

Abu Huroiroh juga mengingkari Bani Umayyah ketika mereka melarang penguburan Al-Hasan bin Ali (50 H) di samping Nabi . Abdurrozzaq Ash-Shon’ani (211 H) meriwayatkan (no. 6369) dan sanadnya dihasankan oleh Al-Albani (1420 H) dalam kitab Ahkamul Janaiz hal. 101 dari Abu Hazim, dia berkata: “Ketika Al-Hasan wafat, dan Sa’id bin Al-‘Ash Al-Umawi adalah amir (gubernur) di Madinah, mereka mensholatkannya. Kemudian Abu Huroiroh berdiri seraya berkata: ‘Apakah kalian pelit kepada cucu Nabi kalian sebidang tanah untuk dia dimakamkan di dalamnya?’ Kemudian beliau berkata: ‘Aku mendengar Rosululloh bersabda:

مَنْ أَحَبَّهُمَا فَقَدْ أَحَبَّنِي، وَمَنْ أَبْغَضَهُمَا فَقَدْ أَبْغَضَنِي

“Siapa yang mencintai keduanya, maka sungguh dia telah mencintaiku. Dan siapa yang membenci keduanya, maka sungguh dia telah membenciku.

3.3 Kekuatan Hafalannya

Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu meriwayatkan dari Nabi ilmu yang sangat banyak, baik, lagi diberkahi. Tidak ada yang menandinginya dalam jumlah Hadits yang diriwayatkan. Beliau juga meriwayatkan dari: Abu Bakr (13 H), Umar (24 H), Ubai bin Ka’b (19 H), Usamah bin Zaid (54 H), ‘Aisyah (58 H), Al-Fadhl (13 H), dan Busroh bin Abi Busroh rodhiyallahu ‘anhum.

Telah meriwayatkan Hadits dari beliau: banyak sekali manusia dari kalangan Shohabat dan Tabi’in. Al-Bukhori (256 H) berkata: “Telah meriwayatkan dari beliau lebih dari 800 orang.”

Hafalan Abu Huroiroh yang luar biasa adalah termasuk Mukjizat Kenabian.

Muhammad bin Al-Mutsanna Az-Zamin (252 H) berkata: “Abu Bakr Al-Hanafi menceritakan kepada kami, dia berkata: Abdulloh bin Abi Yahya menceritakan kepada kami, dia berkata: Aku mendengar Sa’id bin Abi Hind dari Abu Huroiroh, dia berkata: Rosululloh bersabda kepadaku:

أَلَا تَسْأَلُنِي مِنْ هَذِهِ الْغَنَائِمِ الَّتِي يَسْأَلُنِي أَصْحَابُكَ؟!

“Mengapa kamu tidak meminta kepadaku dari ghonimah-ghonimah ini sebagaimana Shohabatmu memintanya kepadaku?!” Aku menjawab:

أَسْأَلُكَ أَنْ تُعَلِّمَنِي مِمَّا عَلَّمَكَ اللَّهُ

“Aku meminta kepadamu agar engkau mengajarkan kepadaku dari apa yang Alloh ajarkan kepadamu.” Maka beliau melepaskan namiroh (sejenis kain bergaris) yang ada di punggung beliau, lalu membentangkannya di antara aku dan beliau, seakan-akan aku melihat semut merayap di atasnya. Lalu beliau menceritakan Hadits kepadaku, hingga ketika aku sudah mencakup semua Hadits beliau, beliau bersabda:

اجْمَعْهَا، فَصُرَّهَا إِلَيْكَ

“Kumpulkanlah, lalu dekapkan ke dadamu.” Maka aku bangun di pagi hari, tidak ada satu huruf pun yang aku lupakan dari apa yang beliau ceritakan kepadaku.”

Kisah beliau membentangkan kainnya dan do’a Nabi agar beliau dikaruniai hafalan adalah riwayat yang tsabit (valid), dan telah diriwayatkan dari banyak jalur dari Abu Huroiroh.

Abu Sholih Az-Zayyat (101 H) berkata: “Abu Huroiroh adalah di antara Shohabat yang paling kuat hafalannya.”

Hammad bin Zaid (179 H) meriwayatkan, dia berkata: ‘Amr bin ‘Ubaid Al-Anshori menceritakan kepadaku, dia berkata: Abu Az-Zu’aiziah, juru tulis Marwan (bin Al-Hakam, w. 65 H), menceritakan kepadaku: “Marwan mengutus seseorang kepada Abu Huroiroh, lalu Marwan mulai bertanya kepadanya, dan dia mendudukkanku di belakang ranjang, sementara aku menulis. Setelah berlalu setahun penuh, Marwan memanggilnya lagi, lalu mendudukkannya dari balik hijab, kemudian Marwan mulai bertanya kepadanya tentang Hadits-Hadits yang ada di dalam tulisan itu. Maka Abu Huroiroh tidak menambah, tidak mengurangi, tidak mendahulukan, dan tidak mengakhirkan sedikit pun!”

Al-Hafizh Adz-Dzahabi (748 H) mengomentari kisah ini: “Beginilah seharusnya hafalan!”

Abdulloh bin Syaqiq (108 H) meriwayatkan bahwa Abu Huroiroh berkata: “Aku tidak mengetahui seorang pun di antara Shohabat Rosululloh yang lebih hafal terhadap Hadits beliau melebihi diriku.”

Hanya saja, Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu pernah berkata tentang dirinya: “Tidak ada seorang pun di antara Shohabat Rosululloh yang lebih banyak Hadits darinya melebihi diriku, kecuali apa yang ada pada Abdulloh bin ‘Amr bin Al-‘Ash (65 H), karena dia menulis sementara aku tidak menulis.” Dia diidzinikan oleh Nabi untuk menulis Hadits.

3.4 Jumlah Hadits yang Diriwayatkannya

Al-Hafizh Adz-Dzahabi (748 H) berkata: “Jumlah Hadits Abu Huroiroh yang disepakati oleh Al-Bukhori (256 H) dan Muslim (261 H) adalah 326 Hadits. Al-Bukhori bersendirian meriwayatkan 93 Hadits. Dan Muslim bersendirian meriwayatkan 98 Hadits.

Berdasarkan perkataan Al-Hafizh Adz-Dzahabi (748 H), maka total Hadits Abu Huroiroh di dalam Shohih Al-Bukhori dan Muslim adalah 517 Hadits. Dan semua Hadits shohih beliau tanpa pengulangan adalah sekitar 1.000 Hadits - Wallohu a’lam - sebagaimana yang diteliti dalam kitab “Ahadits Abi Huroiroh” yang sebagian siroh ini adalah bagian dari kitab yang disebutkan itu.

Adz-Dzahabi (748 H) menyebutkan dalam biografinya tentang Abu Huroiroh dalam kitab “Siyar A’lam An-Nubala’” bahwa Hadits-Hadits Abu Huroiroh dalam Musnad Baqi bin Mukhollad (273 H) mencapai 5.374 Hadits. Syu’aib Al-Arna’uth (1438 H) menghitung jumlah Hadits beliau dalam tahqiq (penelitian) beliau terhadap Musnad Ahmad (241 H) sebanyak 3.870 Hadits.

Sebagian besar Hadits shohih yang tsabit (valid) dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu tidak diriwayatkan oleh beliau sendirian, melainkan diriwayatkan juga oleh Shohabat yang mulia lainnya. Jumlah Hadits yang tsabit (valid) shohih dan hasan yang diriwayatkan oleh Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu secara sendirian adalah sekitar 110 Hadits saja. Dan sebagian besarnya adalah dalam masalah targhib wa tarhib (anjuran dan ancaman), akhlak, dan kisah-kisah.

3.5 Kedudukan Haditsnya

Al-Hafizh Adz-Dzahabi (748 H) berkata: “Kaum Muslimin sejak dahulu dan sekarang berhujjah (berpegangan) dengan Hadits Abu Huroiroh, karena kekuatan hafalannya, kemuliaannya, ketelitiannya, dan fiqihnya. Cukuplah hal itu (dibuktikan) bahwa orang sekelas Ibnu ‘Abbas (68 H) beradab kepada beliau dan berkata: “Berilah fatwa wahai Abu Huroiroh.”

Adz-Dzahabi (748 H) juga berkata: “Abu Huroiroh kuat hafalannya, kami tidak mengetahui bahwa beliau keliru dalam Hadits.”

Hadits-Hadits yang paling shohih adalah yang datang melalui jalur: Az-Zuhri (124 H), dari Sa’id bin Al-Musayyib (94 H), dari Abu Huroiroh. Dan yang datang melalui jalur: Abu Az-Zinad (130 H), dari Al-A’roj (117 H), dari Abu Huroiroh. Dan yang datang melalui jalur: Ibnu ‘Aun (150 H) dan Ayyub (131 H), dari Muhammad bin Sirin (110 H), dari Abu Huroiroh. Di mana ada orang seperti Abu Huroiroh dalam hafalannya, dan luasnya ilmunya?!

3.6 Abu Huroiroh dan Isroiliyyat

Abu Huroiroh meriwayatkan dari Ka’b Al-Ahbar (32 H) sebagian kisah Bani Isroil sebagaimana Nabi telah mengidzinkan kaum Muslimin dalam hal itu, dengan sabda beliau:

حَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَا حَرَجَ

“Ceritakanlah (kisah) dari Bani Isroil, dan tidak ada keberatan.” (HR. Al-Bukhori no. 3461 dari Hadits Abdulloh bin ‘Amr bin Al-Ash rodhiyallahu ‘anhuma)

Al-Bukhori (256 H) juga meriwayatkan (no. 4485) dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Dahulu Ahlul Kitab membaca Taurot dengan bahasa Ibroniyyah, dan menafsirkannya dengan bahasa Arob bagi kaum Muslimin.” Maka Rosululloh bersabda:

لَا تُصَدِّقُوا أَهْلَ الْكِتَابِ وَلَا تُكَذِّبُوهُمْ، وَقُولُوا: قُولُوا آمَنَّا بِاللَّهِ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْنَا وَمَا أُنْزِلَ إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ وَيَعْقُوبَ وَالْأَسْبَاطِ وَمَا أُوتِيَ مُوسَى وَعِيسَى وَمَا أُوتِيَ النَّبِيُّونَ مِنْ رَبِّهِمْ لَا نُفَرِّقُ بَيْنَ أَحَدٍ مِنْهُمْ وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ

“Jangan kalian membenarkan Ahlul Kitab dan jangan pula mendustakan mereka. Dan katakanlah: ‘Katakanlah (hai orang-orang Mu’min): Kami beriman kepada Alloh dan apa yang diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrohim, Isma’il, Ishaq, Ya’qub, dan anak cucunya, dan apa yang diberikan kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada Nabi-Nabi dari Robb mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun di antara mereka, dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya.’” (QS. Al-Baqoroh: 136)

Dapat diketahui bahwa riwayat Shohabat rodhiyallahu ‘anhum dari Ka’b Al-Ahbar (32 H) sangatlah sedikit. Abu Huroiroh hanya duduk bersama Ka’b Al-Ahbar dua atau tiga kali. Sungguh aneh orang-orang yang mencela Hadits Abu Huroiroh dengan alasan beliau meriwayatkan dari Ka’b Al-Ahbar, seolah-olah beliau senantiasa melazimi dan memperbanyak duduk bersamanya!!

Telah diriwayatkan juga bahwa Abu Huroiroh pernah mendebat Ka’b Al-Ahbar ketika riwayat Isroiliyyat-nya bertentangan dengan Hadits Nabi. Imam Malik (179 H) meriwayatkan dalam Al-Muwaththo’ (no. 16) dengan sanad shohih dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Aku keluar menuju Ath-Thur (gunung Thur) lalu aku bertemu Ka’b Al-Ahbar, maka aku duduk bersamanya. Dia menceritakan kepadaku tentang Taurot, dan aku menceritakan kepadanya tentang Rosululloh . Termasuk yang aku ceritakan kepadanya adalah, aku berkata: Rosululloh bersabda:

خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ، يَوْمُ الْجُمُعَةِ، فِيهِ خُلِقَ آدَمُ، وَفِيهِ أُهْبِطَ مِنَ الْجَنَّةِ، وَفِيهِ تُيبَ عَلَيْهِ، وَفِيهِ مَاتَ

“Sebaik-baik hari di mana matahari terbit padanya adalah hari Jum’at. Pada hari itu Adam diciptakan, pada hari itu dia diturunkan dari Jannah, pada hari itu pula taubatnya diterima, dan pada hari itu pula dia wafat.

وَفِيهِ تَقُومُ السَّاعَةُ

“Dan pada hari itu pula Kiamat akan terjadi.

وَمَا مِنْ دَابَّةٍ إِلَّا وَهِيَ مُصِيخَةٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، مِنْ حِينِ تُصْبِحُ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ شَفَقًا مِنَ السَّاعَةِ إِلَّا الْجِنَّ وَالْإِنْسَ

“Dan tidak ada satu pun makhluk melata melainkan dia memasang telinga pada hari Jum’at, dari sejak pagi hingga matahari terbit, karena takut akan datangnya Kiamat, kecuali jin dan manusia.”

وَفِيهِ سَاعَةٌ لَا يُصَادِفُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ وَهُوَ يُصَلِّي، يَسْأَلُ اللَّهَ شَيْئًا، إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ

“Dan di dalamnya ada satu waktu, yang tidaklah seorang hamba Muslim mendapatinya dalam keadaan dia sedang sholat, memohon kepada Alloh sesuatu, melainkan Alloh akan mengabulkannya.” Ka’b berkata: “Hal itu terjadi satu hari dalam setiap tahun.” Maka aku berkata: “Bahkan itu terjadi pada setiap hari Jum’at.” Lalu Ka’b membaca Taurot dan berkata: “Benarlah Rosululloh !”

3.7 Hafalan Al-Qur’an dan Pengajaran Beliau

Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu tidak hanya seorang penghafal Hadits Nabi, tetapi beliau juga seorang penghafal Al-Qur’an. Beliau adalah salah satu Qori’ (pembaca Al-Qur’an) yang terkenal yang menghafal Al-Qur’an dan mengajarkannya kepada para Tabi’in. Imam Abu ‘Amr Ad-Dani (444 H) berkata: “Abu Huroiroh menyetorkan (bacaan) Al-Qur’an kepada Ubai bin Ka’b (19 H).”

Adz-Dzahabi (748 H) menyebutkan dalam kitabnya Thobaqot Al-Qurro’ bahwa Abu Huroiroh membaca Al-Qur’an di hadapan Ubai bin Ka’b. Dan di antara Tabi’in yang mengambil (bacaan) Al-Qur’an dari beliau adalah: Al-A’roj (117 H), dan Abu Ja’far Al-Madani Yazid bin Al-Qo’qo’ (130 H), salah satu dari Qori’ yang sepuluh yang terkenal, dan sekelompok Qori.’”

Adz-Dzahabi (748 H) berkata: “Abu Huroiroh adalah tokoh utama dalam (ilmu) Al-Qur’an, Sunnah, dan Fiqih.”

Bab 4: Akhlak dan Ibadah Abu Huroiroh

4.1 Ke’adilan dan Amanah Abu Huroiroh

Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu adalah di antara Shohabat yang ahli ibadah. Beliau adalah orang yang banyak sholat, puasa, membaca Al-Qur’an, dan berdzikir kepada Alloh pada malam hari dan siang hari. Abu Utsman An-Nahdi (100 H) berkata: “Aku menjadi tamu Abu Huroiroh selama 7 hari. Maka beliau, istrinya, dan pelayannya bergantian menghidupkan malam menjadi tiga bagian. Yang ini sholat, lalu membangunkan yang ini, dan yang ini sholat, lalu membangunkan yang ini.”

Aku (Abu Utsman) bertanya: “Wahai Abu Huroiroh, bagaimana puasamu?” Beliau menjawab: “Aku berpuasa 3 hari dari awal setiap bulan.”

Syurohbil (112 H) meriwayatkan: “Abu Huroiroh berpuasa pada hari Senin dan Kamis.”

Ikrimah (105 H) berkata: “Abu Huroiroh bertasbih setiap hari 12.000 tasbih, beliau berkata: ‘Aku bertasbih sejumlah diyatku (tebusan kesalahan).’”

Diriwayatkan juga dari beliau bahwa beliau berkata: “Sungguh aku beristighfar kepada Alloh dan bertaubat kepada-Nya setiap hari 12.000 kali, dan itu adalah sebanding dengan dosaku!”

Diriwayatkan bahwa beliau mempunyai benang yang berisi 1.000 ikatan, beliau tidak tidur sampai beliau bertasbih dengannya.

Ibnu Sa’d (230 H) meriwayatkan (4/251) dengan sanad hasan dari Abu Huroiroh, dia berkata: “Tidak ada rasa sakit yang lebih aku cintai selain demam, karena demam memberikan setiap persendian bagiannya dari rasa sakit, dan sungguh Alloh memberikan setiap persendian bagiannya dari pahala.”

Abu Huroiroh adalah orang yang terpercaya di sisi Amirul Mu’minin Umar bin Al-Khoththob rodhiyallahu ‘anhuma. Sehingga Umar pernah mengangkatnya sebagai Gubernur di Bahroin. Beliau juga pernah menjabat sebagai Amir (Gubernur) Madinah Al-Munawwaroh.

4.2 Contoh Pengamalan Ilmunya

Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu adalah seorang yang mengamalkan ilmunya. Sampai-sampai beliau meriwayatkan dari Nabi bahwa beliau bersabda:

لَا يَصْبِرُ عَلَى لَأْوَاءِ الْمَدِينَةِ وَشِدَّتِهَا أَحَدٌ مِنْ أُمَّتِي، إِلَّا كُنْتُ لَهُ شَفِيعًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَوْ شَهِيدًا

“Tidaklah seorang pun dari umatku bersabar atas kesulitan dan kepayahan (tinggal) di Madinah, melainkan aku akan menjadi pemberi syafa’at atau saksi baginya pada hari Kiamat.” (HR. Muslim no. 1378)

Maka beliau terus menetap di Madinah An-Nabawiyyah hingga beliau wafat di sana.

Al-Bukhori (256 H) meriwayatkan (no. 1178) dan Muslim (261 H) (no. 721) dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Kekasihku Abul Qosim berwasiat kepadaku dengan tiga hal, aku tidak akan meninggalkannya sampai aku mati: Puasa tiga hari setiap bulan, Sholat Dhuha, dan tidak tidur kecuali melakukan sholat witir.”

Al-Bukhori (256 H) meriwayatkan (no. 5971) dan Muslim (261 H) (no. 2548) dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Seorang laki-laki datang kepada Rosululloh , lalu berkata: ‘Siapa orang yang paling berhak aku perlakukan dengan baik?’” Beliau bersabda:

أُمُّكَ

“Ibumu.” Dia berkata: “Kemudian siapa?” Beliau bersabda:

ثُمَّ أُمُّكَ

“Kemudian ibumu.” Dia berkata: “Kemudian siapa?” Beliau bersabda:

ثُمَّ أُمُّكَ

“Kemudian ibumu.” Dia berkata: “Kemudian siapa?” Beliau bersabda:

ثُمَّ أَبُوكَ

“Kemudian ayahmu.”

Maka Abu Huroiroh senantiasa berbuat baik kepada ibunya dan bersungguh-sungguh dalam berbakti kepadanya.

Kisah lainnya, Ibnu Sa’d (230 H) meriwayatkan (4/245) dari Abu Huroiroh, dia berkata: “Suatu hari aku keluar dari rumahku menuju Masjid, tidak ada yang membuatku keluar selain lapar. Aku mendapati beberapa orang dari Shohabat Rosululloh , lalu mereka berkata: ‘Wahai Abu Huroiroh, apa yang membuatmu keluar pada saat ini?’ Aku menjawab: ‘Tidak ada yang membuatku keluar selain lapar.’ Mereka berkata: ‘Demi Alloh, kami juga tidak ada yang membuat kami keluar selain lapar.’ Maka kami berdiri lalu masuk menemui Rosululloh . Beliau bersabda:

مَا جَاءَ بِكُمْ هَذِهِ السَّاعَةَ؟

Apa yang membuat kalian datang pada saat ini? Kami menjawab: ‘Wahai Rosululloh, kami datang karena lapar.’ Beliau berkata: ‘Maka Rosululloh meminta satu piring yang berisi kurma, lalu beliau memberikan kepada setiap laki-laki di antara kami dua buah kurma.’ Beliau bersabda:

كُلُوا هَاتَيْنِ التَّمْرَتَيْنِ وَاشْرَبُوا عَلَيْهِمَا مِنَ الْمَاءِ فَإِنَّهُمَا سَتَجْزِيَانِكُمْ يَوْمَكُمْ هَذَا

Makanlah dua buah kurma ini dan minumlah air sesudahnya, karena keduanya akan mencukupi kalian di hari kalian ini. Abu Huroiroh berkata: ‘Aku makan satu buah kurma dan aku letakkan satu buah kurma lagi di kantongku.’ Maka Rosululloh bersabda:

يَا أَبَا هُرَيْرَةَ لِمَ رَفَعْتَ هَذِهِ التَّمْرَةَ؟

Wahai Abu Huroiroh, mengapa kamu menyimpan kurma ini? Aku menjawab: ‘Aku menyimpannya untuk ibuku.’ Beliau bersabda:

كُلْهَا فَإِنَّا سَنُعْطِيكَ لَهَا تَمْرَتَيْنِ

‘Makanlah kurma itu, karena kami akan memberimu dua buah kurma sebagai gantinya.’ Maka aku memakannya, lalu beliau memberiku dua buah kurma sebagai gantinya.”

4.3 Sifat Fisik dan Akhlaknya

Ibnu Sirin (110 H) berkata: “Abu Huroiroh berkulit putih, lembut, dan janggutnya kemerahan.”

Abdul Rohman bin Labinah Ath-Tho’ifi (seorang Tabi’in) berkata: “Abu Huroiroh adalah laki-laki berkulit sawo matang (adam), kedua bahunya lebar, gigi depannya renggang, dan memiliki dua kepang rambut.”

Tidak ada pertentangan antara sifat putih yang disebutkan oleh Ibnu Sirin dan sifat sawo matang yang disebutkan oleh Ibnu Labinah. Adz-Dzahabi (748 H) berkata dalam Siyar A’lam An-Nubala’ (2/168): “Orang Arob jika mengatakan: ‘Si Fulan abyadh (putih)’, maka yang mereka maksud adalah orang yang berwarna kulit gandum dengan penampilan kehitaman. Jika dia berwarna seperti penduduk India, mereka mengatakan: ‘Asmar (cokelat) dan adam (sawo matang).’ Dan jika dia berkulit hitam seperti penduduk Tikrur (di Afrika Barat), mereka mengatakan: ‘Aswad (hitam).’ Demikian pula setiap orang yang didominasi oleh warna hitam, mereka mengatakan: ‘Aswad (hitam)’, atau ‘Syadidu Al-Udumah (sawo matang pekat).’”

Abu Huroiroh adalah orang yang baik akhlaknya, dermawan, dan sangat tawadhu’ (rendah hati). Abdulloh bin Robah (101 H) berkata: “Kami safar bersama Abu Huroiroh, dan beliau sering kali mengundang kami untuk makan di tempat peristirahatan beliau.”

Abu Rofi’ (100 H) berkata: “Kadang kala Marwan (65 H) mengangkat Abu Huroiroh sebagai penggantinya di Madinah (sebagai amir sementara). Beliau menaiki keledai dengan pelana yang kasar, dan di kepalanya terdapat khulbah (ikat kepala) dari sabut kurma. Beliau berjalan, lalu bertemu dengan seorang laki-laki, kemudian beliau berkata: ‘Minggir! Telah datang Al-Amir (sang pemimpin).’ Dan kadang kala beliau mendatangi anak-anak kecil yang sedang bermain di malam hari dengan permainan orang Arob, lalu mereka tidak menyadari apa-apa hingga beliau menjatuhkan dirinya di antara mereka.”

Abu Huroiroh jika meminta makanan dari keluarganya, beliau berkata: “Apakah kalian punya sesuatu?” Jika mereka menjawab: “Tidak,” beliau berkata: “Kalau begitu aku berpuasa.”

4.4 Ketakutannya yang Sangat Besar kepada Alloh

Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu sangat takut kepada Alloh. Sesungguhnya ilmu itu adalah khosyyah (rasa takut yang disertai pengagungan). Alloh berfirman:

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

“Sesungguhnya yang paling takut kepada Alloh di antara hamba-hamba-Nya hanyalah para ulama). (QS. Fathir: 28)

Maimun bin Maisaroh (132 H) berkata: “Abu Huroiroh mempunyai dua teriakan (ucapan peringatan) di setiap hari: di awal siang dan di akhir siang. Beliau berkata: ‘Malam telah berlalu dan siang telah datang, dan Neraka diperlihatkan kepada Fir’aun dan pengikutnya.’ Tidaklah seorang pun mendengarnya melainkan dia memohon perlindungan kepada Alloh dari Naar.”

Ibnu Al-Mubarok (181 H) meriwayatkan dari Wuhaib bin Al-Ward dari Salam bin Basyir bahwa Abu Huroiroh menangis ketika sakit. Lalu ditanyakan kepadanya: “Apa yang membuatmu menangis?” Beliau menjawab: “Aku tidak menangisi dunia kalian ini, akan tetapi aku menangisi jauhnya perjalananku, dan sedikitnya bekal perjalananku. Dan sungguh aku berada di jalan menanjak, dan tempat turunnya adalah menuju Jannah atau Naar. Maka aku tidak tahu yang mana di antara keduanya yang akan membawaku?”

Ibnu Sa’d (230 H) meriwayatkan (4/251) dari Abu Salamah bin Abdurrohman (94 H) bahwa dia menemui Abu Huroiroh ketika beliau sakit, lalu dia berdo’a: “Ya Alloh, sembuhkanlah Abu Huroiroh.” Maka Abu Huroiroh berkata: “Ya Alloh, jangan kembalikan aku.” Dia (Abu Salamah) mengulanginya dua kali. Maka Abu Huroiroh berkata kepadanya: “Wahai Abu Salamah, jika kamu mampu untuk mati, maka matilah. Demi Dzat yang jiwa Abu Huroiroh berada di tangan-Nya, sungguh sebentar lagi akan datang suatu masa kepada para ulama, di mana kematian lebih dicintai oleh salah seorang dari mereka daripada emas merah.” Atau: “Sungguh sebentar lagi akan datang suatu masa kepada manusia, di mana seorang laki-laki mendatangi qubur seorang Muslim, lalu dia berkata: ‘Andai saja aku yang menjadi penghuni qubur ini.’”

4.5 Sikapnya terhadap Fitnah dan Penguasa

Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu adalah termasuk orang yang mengasingkan diri dari fitnah yang terjadi di antara para Shohabat rodhiyallahu ‘anhum setelah terbunuhnya Utsman (35 H). Beliau tidak ikut menyaksikan pertempuran Al-Jamal dan tidak pula Shiffin. Kebanyakan Shohabat rodhiyallahu ‘anhum memang mengasingkan diri dari fitnah itu.

Al-Khollal (311 H) meriwayatkan dalam Kitab As-Sunnah (2/466) dengan sanad shohih dari Muhammad bin Sirin (110 H) yang berkata: “Fitnah telah berkecamuk, padahal jumlah Shohabat Rosululloh ada 10.000 orang. Tetapi tidak ada 100 orang pun yang terlibat, bahkan mereka (yang terlibat) tidak mencapai 30 orang.”

Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu adalah orang yang senantiasa menyuruh kepada kebaikan dan melarang dari kemungkaran. Beliau tidak diam terhadap kemungkaran yang beliau lihat dari para penguasa. Muslim (261 H) meriwayatkan dari Abu Zur’ah (159 H) yang berkata: “Aku masuk bersama Abu Huroiroh ke rumah Marwan (bin Al-Hakam, W. 65 H), lalu beliau melihat adanya patung-patung di dalamnya. Maka beliau berkata: ‘Aku mendengar Rosululloh bersabda: Alloh ‘Azza wa Jalla berfirman:

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّنْ ذَهَبَ يَخْلُقُ خَلْقًا كَخَلْقِي؟ فَلْيَخْلُقُوا ذَرَّةً، أَوْ لِيَخْلُقُوا حَبَّةً أَوْ لِيَخْلُقُوا شَعِيرَةً

“Siapa yang lebih zholim daripada orang yang pergi menciptakan ciptaan seperti ciptaan-Ku? Maka hendaklah mereka menciptakan seekor dzarroh (semut kecil), atau hendaklah mereka menciptakan sebiji gandum, atau hendaklah mereka menciptakan sebiji jelai).”

Al-Bukhori (256 H) meriwayatkan dalam Shohihnya dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dia berkata: “Aku telah menghafal dari Rosululloh dua kantong (wadah) ilmu. Adapun salah satunya, maka telah aku sebarkan. Adapun yang lainnya, andai aku menyebarkannya, niscaya tenggorokan ini akan dipotong.”

Al-Hafizh Ibnu Hajar (852 H) dalam Fathul Bari (1/216) berkata: “Para ulama menafsirkan kantong (wadah) yang belum disebarkan sebagai Hadits-Hadits yang menjelaskan nama-nama para penguasa yang jahat, keadaan mereka, dan masa mereka. Abu Huroiroh dahulu mengisyaratkan sebagiannya dan tidak menyatakannya secara terang-terangan karena khawatir akan keselamatan dirinya dari mereka.”

Bab 5: Wafat Abu Huroiroh

Beliau wafat rodhiyallahu ‘anhu pada tahun lima puluh tujuh Hijriyah (57 H). Dikatakan juga tahun 58 H, dan 59 H. Beliau wafat pada usia 78 tahun. Beliau membersamai Rosululloh selama 4 tahun. Dan beliau hidup setelah wafatnya Nabi selama 47 tahun sebagai pendakwah kepada Alloh, pengajar Al-Qur’an dan Sunnah, pengamal ilmunya, bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Alloh dengan dzikir, sholat, puasa, membaca Al-Qur’an, dan mengajar. Semoga Alloh merohmati beliau dan meridhoi beliau, dan membalas beliau dengan kebaikan dari kaum Muslimin atas apa yang beliau hafalkan dari Sunnah Nabi mereka .

Imam Malik (179 H) meriwayatkan dari Al-Maqburi (125 H) yang berkata: “Abu Huroiroh berkata ketika sakit yang menyebabkan beliau wafat:

اللَّهُمَّ إِنِّي أُحِبُّ لِقَاءَكَ، فَأَحِبَّ لِقَائِي

“Ya Alloh, sungguh aku mencintai perjumpaan dengan-Mu, maka cintailah perjumpaan dengan diriku.’”

Ibnu Sa’d (230 H) meriwayatkan (4/252) dari Sa’id (bin Al-Musayyib, W. 94 H) yang berkata: “Ketika maut menghampiri Abu Huroiroh, beliau berkata: ‘Jangan kalian pasang tenda di atas quburku dan jangan kalian ikuti aku dengan api (obor atau dupa). Apabila kalian menggotongku, maka percepatlah. Jika aku adalah orang yang sholih, kalian akan membawaku menuju Robb-ku. Dan jika aku bukan orang yang sholih, maka itu hanyalah sesuatu yang kalian buang dari pundak kalian.’”

Beliau juga mewasiatkan sebelum wafatnya agar rumahnya di Dzul Hulaifah disedekahkan kepada para budak yang telah beliau merdekakan (mawālī).

Ibnu Sa’d (230 H) meriwayatkan (4/253) dari Nafi’ (117 H) yang berkata: “Aku bersama Abdulloh bin Umar (73 H) dalam janazah Abu Huroiroh. Beliau berjalan di depannya dan banyak memohonkan rohmat bagi beliau sambil berkata: ‘Beliau termasuk orang yang menjaga Hadits Rosululloh untuk kaum Muslimin.’”

Wafatnya Abu Huroiroh terjadi di Wadi Al-Aqiq. Kemudian beliau dibawa ke Madinah, lalu disholaati oleh Al-Walid bin ‘Utbah (Amir Madinah saat itu) setelah sholat Ashar. Beliau diiringi oleh Abdulloh bin Umar (73 H) dan Abu Sa’id Al-Khudri (74 H). Beliau dimakamkan di Al-Baqi.’

Di akhir kata, aku memohon kepada Alloh agar memberi manfaat kepada kita dengan Kitab-Nya dan Sunnah Rosul-Nya, dan agar mengajarkan kita hikmah dan tafsir, dan agar memahamkan kita dalam Ad-Diin, dan agar menjadikan kita termasuk orang-orang yang berpegang teguh pada Kitab-Nya dan berpegang teguh pada Sunnah Rosul-Nya , dan agar Dia memberikan taufiq kepada kita untuk mengikuti jalan orang-orang Mu’min dari kalangan Muhajirin dan Anshor, dan seluruh keluarga serta Shohabat, dan siapa saja yang mengikuti mereka dengan kebaikan sampai hari kembali (Kiamat). Alloh berfirman:

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

“Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Anshor), mereka berdo’a: ‘Ya Robb kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami yang telah mendahului kami dalam keimanan, dan janganlah Engkau jadikan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Robb kami, sungguh Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Hasyr: 10)

Buku ini saya tarjamah dan tata ulang dari beberapa penelitian penulis. Semoga Alloh menerima ini dari kami.

Allohu a’lam.[]


Unduh PDF dan Word

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url