[PDF] Tarjamah 40 Hadits Keutamaan Hari Jum'at - Ahmad An-Nu'aimi (998 H)
Pendahuluan Penulis
﷽
Segala puji
bagi Alloh ﷻ,
Dzat Yang Maha Mengangkat lagi Maha Tinggi (Ar-Roo fi’ Ar-Ro fii’), yang
mengangkat panji-panji bagi Ahli Ilmu di derajat yang paling tinggi.
Dia
menjadikan ulama sebagai pewaris para Nabi. Lalu para ulama menjelaskan
jalur-jalur petunjuk dengan sanad-sanad yang bersambung sebagai upaya agar
siapa yang terputus ijtihad-nya dapat sampai, dan karena kepedulian mereka.
Alloh ﷻ
mewajibkan bagi mereka rasa takut melalui firman-Nya Yang Mulia:
﴿إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَوا﴾
“Sungguh,
yang takut kepada Alloh ﷻ di antara hamba-hamba-Nya hanyalah para ulama.” (QS.
Faathir: 28)
Maka hal
itu menjadikan mereka mulia dengan keagungan. Alloh ﷻ memuji mereka dengan sesuatu
yang Dia berikan kepada mereka melalui firman-Nya, Dzat Yang Maha Agung
Keagungan-Nya:
﴿وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ
الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا
سَلَامًا ﴾
“Dan
hamba-hamba Dzat Yang Maha Rohman adalah orang-orang yang berjalan di atas bumi
dengan rendah hati, dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka
mengucapkan: ‘Salam’ (kebaikan).” (QS. Al-Furqoon: 63)
﴿أُولَبِكَ يُجْزَوْنَ
الْغُرْفَةَ بِمَا صَبَرُوا وَيُلَقَّوْنَ فِيهَا تَحِيَّةً وَسَلَامًا خَالِدِينَ
فِيهَا حَسُنَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا ﴾
“Mereka itu
akan dibalas dengan tempat yang tinggi (Jannah) karena kesabaran mereka, dan
mereka akan disambut di sana dengan penghormatan dan salam. Mereka kekal di
dalamnya. Jannah itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat tinggal.” (QS.
Al-Furqoon: 75-76)
Aku
memuji-Nya atas ni’mat-Nya yang berkesinambungan. Aku bersyukur kepada-Nya atas
karunia-Nya yang berlimpah, dengan pemuliaan dan pengagungan.
Aku
bersaksi dengan apa yang Alloh ﷻ saksikan untuk Diri-Nya:
﴿أَنَّهُ لَا
إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُوا الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ ﴾
“Bahwasanya
tidak ada ilah (sesembahan yang berhak diibadahi) selain Dia, para Malaikat dan
Ulul ‘Ilmi (orang-orang yang berilmu) yang menagakkan keadilan juga bersaksi.” (QS.
Ali ‘Imroon: 18)
Sungguh,
mereka telah menundukkan kepala dan mengangkat keuntungan diri-diri mereka
dengan keindahan perbedaan dalam kesepakatan mereka, dan mereka berdiri tegak
untuk berkhidmah kepada-Nya.
Aku
bersaksi bahwa junjungan kita, Muhammad ﷺ,
adalah hamba dan Rosul-Nya, yang paling tinggi kedudukannya di antara makhluk,
dan paling sempurna jaminannya, paling asal dan paling fasih perkataannya.
Seorang Nabi yang didahulukan sebagai Imam atas para Nabi. Beliau adalah
penutup bagi para Rosul.
Sholawat
dan salam atas keluarga dan para Shohabatnya, yang merupakan bintang-bintang petunjuk
bagi siapa pun yang mengikuti, dengan penyerahan diri dan kepasrahan.
Setelah
itu:
Sungguh,
keutamaan Hadits Syarif tidak dapat diingkari. Keindahannya tidak dapat
dihitung dan dibatasi. Ketinggian dalam meriwayatkannya adalah Sunnah yang mulia.
Menyibukkan diri dengan meneliti makna-maknanya adalah kemuliaan yang tinggi (maniifah).
(Tahdziib Al-Lughoh, 15/342)
Hadits,
setelah Al-Qur’anul ‘Azhim, adalah ilmu yang paling utama dan paling tinggi.
Hadits adalah ma’rifat (pengetahuan) yang paling mulia dan paling bersinar.
Sebab dengan Hadits, diketahui maksud Alloh ﷻ dari Firman-Nya. Dari Hadits,
nampaklah tujuan dari hukum-hukum-Nya. Sebab hukum-hukum Al-Qur’an semuanya
bersifat umum (kulliyyaat). Yang diketahui darinya hanyalah hal-hal yang
bersifat ringkas (ijmaaliyyaat). Seperti Firman Alloh ﷻ:
«أَقِيمُوا الصَّلَاةَ
وَءَاتُوا الزَّكَوةَ»
“Dirikanlah
Sholat dan tunaikanlah Zakat.” (QS. Al-Baqoroh: 43)
Sungguh,
As-Sunnah lah yang menjelaskan bagian-bagiannya (juz’iyyaat). Seperti
ukuran waktu Sholat, jumlah roka’atnya, kuantitas dan kualitasnya, Faroidh
(kewajiban)-nya, hai’aat (bentuk)-nya, Nawafil (Sholat Sunnah)-nya, adab-adabnya,
posisi-posisinya, dan sifat-sifatnya.
Sunnah lah
yang menjelaskan rincian-rinciannya (mufashsholaat)-nya. Seperti kadar
batas minimal harta Zakat, jenis-jenis harta yang wajib dizakati, waktu-waktu
penunaiannya, siapa yang wajib menunaikannya, bagian yang wajib dikeluarkan,
dan seterusnya. (Muwafaqoot, Asy-Shaathibi, 4/309; I’laam Al-Muwaqqi’iin,
Ibnu Al-Qoyyim, 2/220)
Sungguh,
hal itu adalah perkara yang paling penting di sisi Salaf dari kalangan ulama
yang mengamalkan dan para Imam yang kokoh. Hadits merupakan perkara paling
utama yang mereka tekuni dalam menjaga dasar-dasarnya dan menjelaskan
makna-maknanya di setiap waktu dan masa. Mereka bersungguh-sungguh dalam
menyempurnakan periwayatannya, dan mengerahkan segenap upaya dalam meneliti dan
memahami maknanya.
Al-Jaami’ush
Shohiih karya Imam
Abu Abdilloh Muhammad bin Ismaa’iil bin Ibrohiim bin Al-Mughiiroh bin Bardizbah
Al-Bukhori rodhiyallahu ‘anhu dan semoga Alloh ﷻ
menerangi kuburannya dengan lentera-lentera-Nya, dan menyejukkan ruhnya dengan taman-taman
kesucian-Nya, kitab itu adalah yang paling mulia, paling agung, dan paling
shohih.
Sungguh
terlintas di pikiranku, dan tergerak di dadaku, untuk menyusun dari apa yang
telah aku riwayatkan, hafal, dan ketahui. Yaitu dari bacaanku, apa yang aku
dengar, dan riwayat-riwayatku, sebanyak 40 Hadits Nabawi, atas yang
mengucapkannya Sholawat dan salam yang paling utama dan paling sempurna,
tentang keutamaan hari Jum’at yang bersinar, malamnya yang cemerlang, dan
siangnya yang berseri.
Hari Jum’at
adalah hari yang agung keutamaannya, mulia kedudukannya, dan disebutkan dalam
Al-Qur’an tanpa hari yang lain. Alloh ﷻ berfirman:
﴿يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ
مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ﴾
“Wahai
orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk melaksanakan Sholat pada hari
Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada dzikir kepada Alloh ﷻ.” (QS.
Al-Jumu’ah: 9)
Alloh ﷻ juga
bersumpah dengannya dalam Firman-Nya:
﴿ وَشَاهِدٍ وَمَشْهُورٍ
﴾
“Dan demi
yang menyaksikan dan yang disaksikan.” (QS. Al-Buruuj: 3)
Imam ‘Ali rodhiyallahu
‘anhu berkata: “Asy-Syaahid (yang menyaksikan) adalah hari Jum’at, dan
Al-Masyhuud (yang disaksikan) adalah hari ‘Arofah.” (HR. ‘Abdur Rozzaq dalam
At-Tafsiir (2/361), dan Ibnu Jariir (24/264), dan sanad Ibnu Jariir adalah
shohih)
Demikian
pula yang dikatakan oleh:
1.
Ibnu ‘Abbas rodhiyallahu ‘anhuma. (HR.
Ibnu Jariir (24/264) dan Al-Baihaqi (5631) dengan sanad shohih),
2.
Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu. (HR.
Ibnu Jariir (24/264) dengan sanad dho’if), Al-Hasan. (HR. Ibnu Jariir
(24/264) dengan sanad shohih),
3.
Qotaadah. (HR. ‘Abdur Rozzaq dalam
At-Tafsiir (2/361),
4.
Ibnu Jariir (24/264 dengan sanad shohih)
Aku
berusaha mengumpulkannya, demi mengikuti para Imam yang berbakti, dan para
ulama yang agung, yang terpilih, semoga Alloh ﷻ meridhoi mereka hingga hari
Keputusan.
Sebagian
mereka mengumpulkan 40 Hadits tentang Ushuluddin (Agama), sebagian yang lain tentang
furu’ (cabang-cabang fiqh), sebagian mereka tentang Jihad, sebagian mereka
tentang zuhud, sebagian mereka tentang adab-adab, sebagian mereka tentang khutbah.
Dan semuanya adalah maksud yang sholih, semoga Alloh ﷻ meridhoi orang-orang yang
bermaksud demikian. (Al-Arba’uun fi Mabaani Al-Islam wa Qowaa’idi Al-Ahkaam,
An-Nawawi, hlm. 43-44)
Maka orang
yang pertama yang kami ketahui - sebagaimana yang kami riwayatkan dari ulama
Robbani, sang penghidup Sunnah dan Diin, An-Nawawi rohimahulloh ta’ala -
yang menyusun dalam bidang ini adalah Abdulloh bin Al-Mubaarok (181 H), kemudian
Muhammad bin Aslam Ath-Thuusi Al-’Alim Ar-Robbani (242 H), kemudian Al-Hasan
bin Sufyaan An-Nasawi (303 H), Abu Bakar Al-Aajurri (360 H), Abu Bakar Muhammad
bin Ibrohim Al-Ashfahaani (466 H), Ad-Daaroquthni (306 H), Al-Haakim (405 H),
Abu Nu’aim (336 H), Abu ‘Abdir Rohman As-Sulami (412 H), Abu Sa’iid Al-Maaliini
(412 H), Abu ‘Utsman Ash-Shobuuni (449 H), Muhammad bin Abdulloh Al-Anshoori
(481 H), dan banyak lagi yang tak terhitung. Dari kalangan ulama terdahulu dan
ulama belakangan.
(Penulisan
dalam bab ini sangatlah banyak, sampai sebagian ulama menyusun lebih dari 1
kitab tentang Arba’inaat, di antaranya Ibnu ‘Asaakir, Ibnu Al-Mufadhdhal
Al-Maqdisi, Al-Muhibb Ath-Thobari, Adz-Dzahabi, Al-’Alaa’i, Ibnu Hajar, Yuusuf
bin Hasan bin ‘Abdul Haadi, dan selain mereka. Lihat: Al-Arba’uun,
An-Nawawi, hlm. 39-42; Al-Mu’iin ‘ala Ma’rifati Kutub Al-Arba’iin, Sahl
Al-’Awwaad)
Maka,
Hadits-Hadits itu ada yang: shohih, mu’dhol, mursal, musalsal. Juga ada yang
dho’if, matruk, hasan, musyaafah, mauquf, marfu’, munkar, tadlis, mutta-shil, munqothi’,
mudroj, mudabbaj, mu’talif wal mukhtalif, muttafiq wal muftariq, musnad,
mu’an’an, maudhu’, mubham, ghomidh, ghorib, ‘aziiz, dan aali.
Ketahuilah
bahwa ‘Ilmu Hadits dan temanya adalah Rosululloh ﷺ, dari sisi bahwasanya beliau adalah Rosululloh ﷺ semata.
Ilmu Hadits
adalah ilmu yang dengannya diketahui perkataan dan perbuatan Rosululloh ﷺ.
Dan tujuannya
adalah meraih kebahagiaan dunia dan Akhiroh.
Adapun riwayat
Hadits adalah ilmu tentang menukil perkataan dan perbuatan Nabi ﷺ dengan pendengaran yang
bersambung (mutta-shil), serta menjaganya dan menuliskannya.
Dan apa
yang aku sebutkan dari 40 Hadits adalah setelah aku menghafal dasar-dasarnya (mabaani).
Aku mengetahui penelitian terhadap makna-maknanya, ushul-nya yang tinggi, sanad-sanadnya
yang mulia, para rijaal-nya (rowinya) yang merupakan tokoh yang terpercaya. Dan
juga apa yang dishohihkan dan dijelaskan tentang keadaan para rowi. Dan hanya
kepada Alloh ﷻ
aku bersandar, dan kepada-Nya aku menyerahkan urusan dan bersandar.
Hadits Ke-1: Sanksi Bagi Orang
yang Tidak Menghadiri Sholat Jum’at
Dari Ibnu
Mas’ud rodhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi ﷺ berkata kepada suatu kaum yang tertinggal dari Sholat Jum’at:
«لَقَدْ هَمَمْتُ
أَنْ أَمُرَ رَجُلًا يُصَلِّي بِالنَّاسِ، ثُمَّ أُحَرِّقَ عَلَى قَوْمٍ يَتَخَلَّفُونَ
عَنِ الْجُمُعَةِ بُيُوتَهُمْ»
“Sungguh
aku hampir saja memerintahkan seorang lelaki untuk mengimami orang-orang,
kemudian aku bakar rumah-rumah suatu kaum yang tertinggal dari Sholat Jum’at.”
(HR. Al-Haakim
berdasarkan syarat Asy-Syaikhoin)
Syarah:
HR. Al-Haakim
dalam Al-Mustadrak (1080), dan ia berkata: “Shohih berdasarkan syarat
Asy-Syaikhoin (Al-Bukhori dan Muslim), tetapi keduanya tidak meriwayatkannya
secara lengkap seperti ini. Keduanya hanya meriwayatkan dengan menyebutkan
Sholat Atamah (Isya’) dan Sholat-Sholat lainnya.” Adz-Dzahabi menyepakatinya,
dan ini tidak benar. Karena Hadits ini secara lengkap ada pada Muslim (652),
Ahmad (3816, 4007, 4295), dan selain keduanya.
Faedah
dalam riwayat ini adalah penegasan bahwa yang dimaksud adalah Sholat Jum’at.
Dalam riwayat lain disebutkan Sholat Isya’, dan dalam riwayat lain lagi
disebutkan Sholat secara mutlak. Dan semuanya shohih, serta tidak ada
pertentangan di antara riwayat-riwayat tersebut, sebagaimana yang dikatakan
oleh An-Nawawi dalam Syarh Muslim (5/154).
Hadits Ke-2: Keutamaan Mandi,
Bersuci, Memakai Wewangian, dan Bersegera untuk Jum’at
Dari
Salmaan rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda:
«لَا يَغْتَسِلُ
رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ، وَيَدَّهِنُ
مِنْ دُهْنِهِ، وَيَتَطَيَّبُ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ، ثُمَّ يَخْرُجُ فَلَا يُفَرِّقُ
بَيْنَ اثْنَيْنِ، ثُمَّ يُصَلِّي مَا كُتِبَ لَهُ، ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ
الإِمَامُ؛ إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ»
“Tidaklah
seorang lelaki mandi pada hari Jum’at dan bersuci semaksimal mungkin, dan
memakai minyak rambutnya, dan memakai wewangian rumahnya, kemudian ia keluar
dan tidak memisahkan (tempat duduk) antara 2 orang, kemudian ia Sholat (sunnah
mutlak) sebatas yang dimudahkan Allah baginya, kemudian ia diam ketika Imam
berbicara (berkhutbah), kecuali akan diampuni baginya dosa-dosa antara dia dan
Jum’at (yang akan datang).”
(HR. Al-Bukhori
no. 883, 910, An-Nasaa’i no. 1403, Ahmad no. 23710, Ad-Daarimi no. 1582, dan
selain mereka)
Syarah:
Faedah-faedah
dalam Hadits ini di antaranya:
1.
Dianjurkannya bersuci ini pada semua hari raya, dan itu adalah bagian dari
kesempurnaan ibadah yang disyari’atkan di dalamnya. Sementara Jum’at termasuk
hari raya pekanan.
2. Ulama
sepakat atas anjuran memakai wewangian pada hari Jum’at.
3.
Ath-Thobari berkata: “Di dalamnya terdapat penjelasan bahwasanya pahala yang
disifati oleh Nabi ﷺ
hanyalah bagi siapa yang menghadiri Jum’at dengan sifat yang beliau jelaskan,
dan ia diam mendengarkan khutbah Imamnya serta bacaannya dalam Sholatnya, bukan
bagi yang tidak diam.” (Syarh Shohiih Al-Bukhori, Ibnu Baththool, 2/483;
Fathul Baari, Ibnu Rojab, 8/113)
Hadits Ke-3: Jum’at adalah Hari
Raya, dan Perintah untuk Mandi
Dari Ibnu ‘Abbas
rodhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Nabi ﷺ
bersabda:
«إِنَّ هَذَا
يَومُ عِيدٍ جَعَلَهُ اللهُ لِلْمُسْلِمِينَ، فَمَنْ أَتَى الْجُمُعَةَ فَلْيَغْتَسِلْ»
“Sungguh,
ini adalah hari raya yang Alloh ﷻ jadikan bagi Muslim. Maka
siapa yang mendatangi Jum’at, hendaklah ia mandi.”
(HR.
Ibnu Maajah no. 1098, dan Ath-Thobaroani dalam Al-Ausath no. 7355)
Syarah:
Ulama
berbeda pendapat tentang mandi Jum’at. Sebagian Salaf berpendapat wajib,
sebagaimana yang diriwayatkan dari sebagian Shohabat, dan ini adalah pendapat
Ahli Zhohir. Al-Munzhir meriwayatkannya dari Malik, dan Al-Khoththobi
meriwayatkannya dari Al-Hasan Al-Bashri dan Malik. Mayoritas ulama dari Salaf
dan Kholaf serta ahli Fiqh di berbagai negeri berpendapat bahwa mandi Jum’at
adalah Sunnah yang dianjurkan, tidak wajib. Al-Qooshiy berkata: “Ini adalah
yang dikenal dari madz-hab Malik dan sahabatnya.” Mayoritas ulama menjawab
bahwa perintah dalam Hadits ini dibawa kepada anjuran, sebagai upaya
mengkompromikan Hadits-Hadits dalam bab ini.
Hadits Ke-4: Larangan
Mengkhususkan Puasa pada Hari Jum’at
Dari Abu
Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi ﷺ bersabda:
«لَا يَصُومَنَّ
أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ إِلَّا أَن يَصُومَ يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ»
“Janganlah
siapa pun di antara kalian berpuasa pada hari Jum’at, kecuali jika ia berpuasa
sehari sebelum atau sesudahnya.”
(HR.
Al-Bukhori no. 1985 dan Muslim no. 1144)
Syarah:
Faaidah: Waliulloh Ad-Dahlawi (1176 H)
berkata dalam Hujjatulloh Al-Baalighoh (2/82): “Rahasia di balik ini ada
2 hal: Pertama: Menutup pintu ta’ammuq (berlebihan). Sebab ketika
Pembuat Syari’at mengkhususkan Jum’at dengan ibadah-ibadah dan menjelaskan
keutamaannya, maka itu menjadi tempat yang mungkin bagi orang-orang yang
berlebihan untuk mengkhususkan puasa pada hari itu. Kedua: Mewujudkan makna ‘Ied
(hari raya). Sebab hari raya menunjukkan kegembiraan dan pemenuhan ladzzah
(kenikmatan). Dengan menjadikannya hari raya, kaum Muslimin membayangkan bahwa
hari itu adalah bagian dari perkumpulan yang mereka sukai secara tabiat, tanpa
adanya pemaksaan.”
Hadits Ke-5: Perintah Membatalkan
Puasa Sunnah Jika Mengkhususkan Hari Jum’at
Dari
Juwairiyah Ummu Mu’minin rodhiyallahu ‘anha, bahwasanya Nabi ﷺ masuk menemuinya pada hari Jum’at dan Juwairiyah sedang Puasa.
Lalu Nabi ﷺ
bertanya:
«أَصُمْتِ أَمْسِ؟»،
قَالَتْ: لاَ، قَالَ: «تُرِيدِينَ أَنْ تَصُومِي غَدًا؟» قَالَتْ: لاَ، قَالَ: «فَأَفْطِرِي»
“Apakah
engkau berpuasa kemarin?” Juwairiyah menjawab: “Tidak.” Nabi ﷺ bertanya lagi: “Apakah engkau ingin berpuasa besok?” Juwairiyah
menjawab: “Tidak.” Nabi ﷺ
bersabda: “Kalau begitu, berbukalah.”
(HR.
Al-Bukhori no. 1986)
Syarah:
HR. Al-Bukhori
no. 1986, Abu Dawud no. 2422, An-Nasaa’i dalam Al-Kubro no. 2767, Ahmad no.
26755-2656, dan selain mereka.
Faedah: Imam An-Nawawi (676 H) berkata
dalam Syarh Muslim (8/19): “Di dalamnya terdapat dalil yang jelas bagi
pendapat mayoritas ulama pengikut Asy-Syafi’i dan yang sepakat dengan mereka,
bahwasanya dimakruhkan mengkhususkan hari Jum’at dengan Puasa, kecuali jika
bertepatan dengan kebiasaannya. Apabila ia menyambungnya dengan sehari
sebelumnya atau sesudahnya, atau bertepatan dengan kebiasaannya, misalnya ia
bernadzar untuk berpuasa pada hari kesembuhan orang sakitnya selamanya, lalu
bertepatan dengan hari Jum’at, maka tidak dimakruhkan, berdasarkan
Hadits-Hadits ini. Adapun perkataan Malik dalam Al-Muwaththo’: ‘Aku
tidak pernah mendengar seorang pun dari Ahli Ilmu dan Fiqh serta yang diikuti
melarang Puasa pada hari Jum’at, dan Puasa hari Jum’at adalah baik, dan aku
telah melihat sebagian Ahli Ilmu berpuasa padanya, dan aku melihatnya berusaha
melakukannya’. Maka apa yang dikatakan Malik adalah apa yang ia lihat,
sedangkan orang lain melihat berbeda dari yang ia lihat. As-Sunnah didahulukan
atas apa yang ia lihat dan yang dilihat orang lain. Larangan Puasa pada hari
Jum’at telah tsaabit (kokoh), maka wajib berpegang pada pendapat tersebut. Dan
Malik ma’dzur (dimaafkan), karena Hadits itu tidak sampai kepadanya.”
Hadits Ke-6: Larangan
Mengkhususkan Malam Jum’at untuk Qiyaam dan Siangnya untuk Puasa
Dari Abu
Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ,
beliau bersabda:
«لَا تَخُصُّوا
لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامِ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي، وَلَا تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ
بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْأَيَّام؛ فَإِنَّهُ يَوْمُ عِيدٍ، فَلَا تَجْعَلُوا يَوْمَ
عِيدِكُمْ يَوْمَ صِيَامِكُمْ، إِلَّا أَنْ تَصُومُوا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ»
“Janganlah
kalian mengkhususkan malam Jum’at dengan Qiyamul Lail (Sholat malam) di antara
malam-malam lainnya. Jangan pula mengkhususkan hari Jum’at dengan Puasa di
antara hari-hari lainnya, sebab hari itu adalah hari raya. Maka janganlah
kalian jadikan hari raya kalian sebagai hari Puasa kalian, kecuali jika kalian
berpuasa sehari sebelum atau sesudahnya.”
(HR.
Muslim no. 1144, dan Al-Haakim no. 1172)
Syarah:
Hadits ini
tersusun dari 2 Hadits.
Pertama: Diriwayatkan oleh Muslim no. 1144,
An-Nasaa’i dalam Al-Kubro no. 1595, Al-Haakim no. 1172, dan selain mereka,
dengan lafazh yang serupa. Hadits ini akan diulang pada Hadits ke-32.
Kedua: Diriwayatkan oleh Ahmad no. 8025,
Al-Haakim no. 1595, dan asalnya ada pada Al-Bukhori no. 1985, Muslim no. 1144,
dan selain mereka.
Faedah
dalam Hadits:
Larangan mengkhususkan malam Jum’at dengan Sholat yang lebih dari malam-malam
lainnya. Larangan ini adalah karohah (makruh) menurut mayoritas ulama,
atau untuk tahrim (harom) sebagaimana madz-hab Ibnu Hazm (456 H) dan
yang sepakat dengannya.
Hadits Ke-7: Hari Jum’at adalah
Pemimpin Hari-Hari
Dari Abu
Umaamah rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda:
«إِنَّ يَوْمَ
الْجُمُعَةِ سَيِّدُ الْأَيَّامِ، وَأَعْظَمُهَا عِنْدَ اللَّهِ؛ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ،
وَفِيهِ أُهْبِطَ، وَفِيهِ مَاتَ، وَفِيهِ سَاعَةٌ لَا يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى الْعَبْدُ
فِيهَا شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ مَا لَمْ يَسْأَلْ حَرَامًا، وَفِيهِ تَقُومُ السَّاعَةُ،
مَا مِنْ مَلَكٍ مُقَرَّبٍ وَلَا أَرْضٍ وَلَا جِبَالٍ وَلَا بَحْرٍ إِلَّا وَهُنَّ
يُشْفِقْنَ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ»
“Sungguh,
hari Jum’at adalah pemimpin hari-hari (Sayyidul Ayyaam), dan yang paling
agung di sisi Alloh ﷻ.
Di dalamnya Adam diciptakan, di dalamnya ia diturunkan (dari Jannah ke bumi),
di dalamnya ia wafat. Di dalamnya ada suatu saat dimana seorang hamba tidak
meminta sesuatu pun kepada Alloh ﷻ melainkan Dia akan
memberikannya, selama ia tidak meminta yang harom. Dan di dalamnya akan terjadi
Kiamat. Tidak ada Malaikat yang didekatkan, tidak ada bumi, tidak ada gunung,
dan tidak ada laut, kecuali mereka merasa takut dari hari Jum’at.”
(HR.
Ibnu Maajah no. 1084, dan Al-Baihaqi dalam Asy-Syu’ab no. 2712)
Syarah:
Perhatian: Terdapat kekeliruan dalam naskah
yang menyebutkan Abu Umaamah, yang benar adalah Abu Lubabah. Diriwayatkan oleh
Ibnu Maajah no. 1084, Ahmad no. 15548, Ath-Thobaroani (5/334/511), Al-Baihaqi
dalam Asy-Syu’ab no. 2712, dan Fadhoolilul Auqoot no. 250, dengan sanad hasan,
dan memiliki syawaahid (penguat).
Faedah: As-Sindi (1138 H) dalam Haasyiah
Ibnu Maajah (1/336) berkata: “Dikatakan bahwa hal-hal ini—yaitu yang
dijadikan alasan untuk menyebutkan keutamaan hari Jum’at—bukanlah penyebutan
keutamaan. Karena dikeluarkannya Adam, wafatnya, dan terjadinya Kiamat tidak
dianggap keutamaan. Namun, ada yang berpendapat sebaliknya, bahwa semuanya
adalah keutamaan, karena keluarnya Adam adalah sebab adanya keturunan dari para
Rosul, Nabi, dan Auliyaa’. Kiamat adalah sebab disegerakannya balasan bagi
orang-orang sholih. Wafatnya Adam adalah sebab ia meraih kemuliaan yang telah
Alloh ﷻ
siapkan baginya... Dan di dalamnya terdapat (faedah) bahwa semua makhluk
mengetahui hari-hari itu secara spesifik, dan mereka tahu bahwa Kiamat akan
terjadi pada hari Jum’at. Hanya saja, pengetahuan ini, dilihat dari sisi
Malaikat yang didekatkan, tidaklah lepas dari kekaburan. Yang lebih dekat
(kepada kebenaran) adalah rasa takut dan khosyyah (takut kepada Alloh ﷻ)
yang mendominasi membuat mereka lupa akan hal itu.”
Hadits Ke-8: Banyaknya Orang yang
Dibebaskan dari Naar pada Malam dan Hari Jum’at
Dari Anas rodhiyallahu
‘anhu, ia berkata: Rosululloh ﷺ
bersabda:
«إِنَّ لَيْلَةَ
الْجُمُعَةِ وَيَوْمَ الْجُمُعَةِ أَرْبَعَةٌ وَعِشْرُونَ سَاعَةً، لَيْسَ فِيهَا سَاعَةٌ
إِلَّا وَاللَّهُ فِيهَا سِتَّ مِائَةِ عَتِيقٍ مِنَ النَّارِ»
“Sungguh,
malam Jum’at dan hari Jum’at adalah 24 jam. Tidak ada satu jam pun di dalamnya
melainkan Alloh ﷻ
membebaskan 600 orang dari Naar pada jam itu.”
(HR.
Al-Bukhori)
Syarah:
Hadits ini
diatribusikan kepada Al-Bukhori secara mutlak, padahal beliau meriwayatkannya
dalam At-Taarikh Al-Kabiir (1/50), dan juga diriwayatkan oleh Abu Ya’la
(3434-3435, 3484), Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no. 2780, dan selain
mereka. Al-Baihaqi dan Ibnu Al-Jauzi (597 H) dalam Al-’Ilal Al-Mutanaahiyah
no. 791, mendho’ifkannya.
Hadits Ke-9: Anjuran Waktu Dikabulkannya
Do’a
Dari Abu
Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rosululloh ﷺ menyebut hari Jum’at, lalu bersabda:
«فِيهَا سَاعَةٌ
لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا، إِلَّا أَعْطَاهُ
إِيَّاهُ، وَهِي سَاعَةٌ»
“Di
dalamnya terdapat suatu saat yang jika seorang hamba Muslim kebetulan
mendapatkannya lalu ia meminta sesuatu kepada Alloh ﷻ, niscaya Dia akan
memberikannya kepadanya. Dan saat itu adalah saat yang singkat.”
(HR.
Al-Bukhori no. 935, 5294, 6400, dan Muslim no. 852)
Syarah:
HR. Al-Bukhori
no. 935, 5294, 6400, Muslim no. 852, Abu Dawud no. 1046, At-Tirmidzi no. 491,
An-Nasaa’i no. 1431, Ibnu Maajah no. 1137, Ahmad no. 7151, dan selain mereka.
Faedah: Ulama berbeda pendapat tentang
penentuan waktu tersebut dengan perbedaan yang sangat banyak. Ibnu Al-Muniir
(683 H) berkata: “Faedah dari disamarkannya saat ini dan Lailatul Qodr adalah
untuk mendorong orang yang berdo’a agar memperbanyak Sholat dan do’a. Kalau
saja dijelaskan, niscaya orang-orang akan bersandar pada waktu itu saja dan
meninggalkan waktu-waktu selainnya. Maka mengherankan jika ada orang yang mencoba menerka waktu itu.” (Syarh
Shohiih Al-Bukhori, Ibnu Baththool, 2/520; Al-Istidzkaar, Ibnu Abdil Barr,
37/2; Syarh Muslim, An-Nawawi, 6/401; Fathul Baari, Ibnu Hajar, 2/422)
Hadits Ke-10: Pahala Bersegera
Menuju Jum’at
Dari Abu
Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda:
«مَنِ اغْتَسَلَ
يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَرَاحَ مِنَ السَّاعَةِ الْأُولَى؛ فَكَأَنَّمَا قَدَّمَ بَدَنَةً،
وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ؛ فَكَأَنَّمَا قَدَّمَ بَقَرَةً، وَمَنْ
رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ؛ فَكَأَنَّمَا قَدَّمَ كَبْشًا أَقْرَنَ، وَمَنْ
رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ؛ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً، وَمَنْ رَاحَ
فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ، فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً، فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ؛
حَضَرَتِ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ»
“Siapa yang
mandi pada hari Jum’at dan berangkat pada saat yang pertama, maka seolah-olah
ia telah mempersembahkan seekor unta. Siapa yang berangkat pada saat yang
kedua, maka seolah-olah ia telah mempersembahkan seekor sapi. Siapa yang
berangkat pada saat yang ketiga, maka seolah-olah ia telah mempersembahkan
seekor kambing kibas yang bertanduk. Siapa yang berangkat pada saat yang
keempat, maka seolah-olah ia telah mendekatkan seekor ayam. Siapa yang
berangkat pada saat yang kelima, maka seolah-olah ia telah mendekatkan sebutir
telur. Jika Imam telah keluar (untuk khutbah), maka para Malaikat hadir untuk
mendengarkan khutbah.”
(HR.
Al-Bukhori no. 881, 929, dan Muslim no. 850)
Syarah:
HR.
Al-Bukhori no. 881, 929, Muslim no. 850, Abu Dawud no. 351, At-Tirmidzi no.
499, An-Nasaa’i no. 1388, Ibnu Maajah no. 1092, Ahmad no. 9962, dan selain
mereka.
Hakikat
kata berangkat adalah setelah tergelincir matahari, tetapi yang dimaksud
di sini adalah berangkat di awal siang. Ada juga yang mengatakan rowaah adalah
berangkat, baik di awal siang, akhir siang, atau di malam hari.
Mayoritas
ulama berpendapat yang dimaksud dengan saa’aat (saat) di sini adalah
dari awal siang. Yang paling jelas adalah dari terbit fajar.
Hadits ini
menganjurkan mandi untuk Jum’at dan bersegera mendatanginya. Hadits ini juga
menganjurkan duduk mendengarkan khutbah sejak Imam naik mimbar hingga mu’adzdzin
adzan. (Lihat: Ma’aalim As-Sunan, Al-Khoththobi, 1/109; Syarh Shohiih
Al-Bukhori, Ibnu Baththool, 2/479; Syarh Muslim, An-Nawawi, 6/136; Fathul
Baari, Ibnu Rojab, 8/95)
Hadits Ke-11: Kedekatan dengan
Alloh ﷻ di Jannah Berdasarkan Kecepatan Menuju Jum’at
Dari Ibnu ‘Abbas
rodhiyallahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ,
beliau bersabda:
«إِنَّ أَهْلَ
الْجَنَّةِ يَرَوْنَ رَبَّهُمْ تَعَالَى وَعَزَّوَجَلَّ فِي كُلِّ يَوْمٍ جُمُعَةٍ
فِي رِمَالِ الْكَافُورِ، وَأَقْرَبُهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا أَسْرَعُهُمْ إِلَيْهِ يَوْمَ
الْجُمُعَةِ، وَأَبْكَرُهُمْ غُدُوا»
“Sungguh,
penduduk Jannah akan melihat Robb mereka Ta’ala wa ‘Azza wajall setiap
hari Jum’at di bukit-bukit Kaafur. Dan yang paling dekat tempat duduknya
dari-Nya adalah yang paling cepat datang kepada-Nya pada hari Jum’at, dan yang
paling awal di pagi hari.”
(HR.
Ibnu Maajah no. 1094, dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no. 2735)
Syarah:
Hadits ini
adalah kekeliruan dari penulis rohimahulloh. Karena diriwayatkan oleh
Ibnu Maajah no. 1094, Ath-Thobaroani (10/100/3/78), dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul
Iman no. 2735, dan selain mereka, dengan lafazh yang serupa, dari Hadits Ibnu
Mas’ud rodhiyallahu ‘anhu, bukan dari Hadits Ibnu ‘Abbas.
Diriwayatkan
oleh At-Tirmidzi no. 2549, dan selainnya, dari Hadits Abu Huroiroh rodhiyallahu
‘anhu, dengan lafazh serupa, dan At-Tirmidzi berkata: “Hadits ghoriib, kami
tidak mengetahuinya kecuali dari jalur ini.”
Adapun
Hadits Ibnu ‘Abbas, diriwayatkan oleh Al-Aajurri dalam Asy-Syarii’ah
(2/1022), dan Ibnu Baththoh dalam Al-Ibaanah Al-Kubro (7/41) dengan
sanad dho’if. Kami tidak menemukan penshohihan At-Tirmidzi untuk Hadits ini,
sehingga yang jelas ini adalah kekeliruan dari penulis.
Hadits Ke-12: Anjuran Bersegera
Menuju Jum’at dan Catatan Malaikat
Dari Abu
Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda:
«إِذَا كَانَ
يَوْمُ الْجُمُعَةِ، كَانَ عَلَى كُلِّ بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ مَلَائِكَةٌ
يَكْتُبُونَ الْأَوَّلَ فَالْأَوَّلَ، فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ؛ طَوَوُا الصُّحُفَ،
وَجَاءُوا يَسْمَعُونَ الذِّكْرَ»
“Apabila
hari Jum’at tiba, di setiap pintu Masjid ada para Malaikat yang mencatat orang
yang datang pertama kemudian yang berikutnya. Apabila Imam telah keluar (untuk
khutbah), maka mereka melipat lembaran-lembaran itu dan datang untuk
mendengarkan dzikr (khutbah).”
(HR. Al-Bukhori
no. 3211 dalam Shohiih-nya, dan disebutkan oleh At-Tirmidzi no. 499, dan Ibnu
Hibban no. 2774 dari jalur-jalur yang diteliti)
Syarah:
HR.
Al-Bukhori no. 3211, Muslim no. 850, Abu Dawud no. 351, Ibnu Maajah no. 1092,
Ahmad no. 7258. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 499, Ibnu Hibban dalam
Shohiih-nya no. 2774, dan selain mereka, dengan lafazh serupa.
Di antara
faedah Hadits ini:
1.
Penyebutan Malaa’ikah secara nakiroh (umum) menunjukkan jumlahnya yang
banyak.
2.
Keutamaan orang yang bersegera ke Masjid, dan tingkatan manusia dalam keutamaan
adalah sesuai dengan amalan mereka.
3. Dorongan
mendengarkan khutbah, dan hal itu wajib menurut mayoritas ulama.
4. Yang
dimaksud dengan melipat lembaran adalah melipat lembaran pahala yang berkaitan
dengan bersegera menuju Jum’at, bukan yang lain. Adapun mendengarkan khutbah
dan mendapatkan Sholat, maka itu pasti dicatat oleh 2 malaikat pencatat. (Lihat:
Syarh Ibnu Baththool, 2/513; Asy-Syaafi, Ibnul Atsiir, 2/179; Fathul Baari,
Ibnu Hajar, 2/368)
Hadits Ke-13: Hari yang
Dijanjikan, Hari yang Disaksikan, dan Hari yang Menyaksikan
Diriwayatkan
oleh Humaid (bin Zanjuwaih, 251 H) dalam Fadhooilil A’maal, dan
disebutkan oleh Al-’Allaamah dalam Amalil Yaumi wal Lailah (Amalan Siang
dan Malam), keduanya berkata: Rosululloh ﷺ
bersabda:
«الْيَوْمُ الْمَوْعُودُ
يَوْمُ الْقِيَامَةِ، وَالْمَشْهُودُ يَوْمُ عَرَفَةَ، وَالشَّاهِدُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ؛
مَا طَلَعَتِ الشَّمْسُ وَلَا غَرَبَتْ عَلَى أَفْضَلَ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ»
“Yaumul Mau’uud
(hari yang dijanjikan) adalah Hari Kiamat. Al-Masyhuud (hari yang disaksikan)
adalah Hari ‘Arofah. Dan Asy-Syaahid (hari yang menyaksikan) adalah Hari Jum’at.
Tidaklah matahari terbit dan tidak pula terbenam di atas hari yang lebih utama
daripada hari Jum’at.”
(HR.
At-Tirmidzi no. 3339, dan Ahmad no. 7972, 7973)
Syarah:
Sepertinya
kitab Humaid bin Zanjuwaih termasuk yang hilang, dan kami tidak menemukan
Amalul Yaumi wal Lailah karya siapa. Kemungkinan itu adalah karya Ibnu
Adh-Dhoniif sebagaimana disebutkan dalam Hadits ke-15. Diriwayatkan oleh
At-Tirmidzi no. 3339, dan Ahmad no. 7972, 7973, dan selainnya, dari Hadits Abu
Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dan didho’ifkan oleh At-Tirmidzi dan
selainnya.
Hadits Ke-14: Keutamaan Berangkat
ke Jum’at dan Keutamaan Shodaqoh
Dari Anas
bin Malik rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda:
«إِذَا رَاحَ
مِنَّا سَبْعُونَ إِلَى الْجُمُعَةِ؛ كَانُوا كَسَبْعِينَ مُوسَى الَّذِينَ وَفَدُوا
إِلَى رَبِّهِمْ أَوْ أَفْضَلَ، وَالصَّدَقَةُ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ تُضَاعَفُ عَلَى
غَيْرِهَا مِنَ الْأَيَّامِ»
“Apabila 70
orang dari kita berangkat menuju Jum’at, maka mereka adalah seperti 70 orang
(dari kaum) Musa yang datang menghadap Robb mereka, atau lebih utama. Dan
Shodaqoh pada hari Jum’at dilipatgandakan melebihi hari-hari lainnya.”
(HR.
Ath-Thobaroani dalam Al-Ausath no. 5802, dan Al-Baihaqi dalam Ma’rifatus Sunan
wal Aatsaar no. 6671)
Syarah:
Maksud dari
70 orang Musa adalah yang disebutkan Alloh ﷻ dalam Firman-Nya:
﴿وَٱخْتَارَ مُوسَىٰ قَوْمَهُۥ سَبْعِينَ رَجُلًا لِّمِيقَٰتِنَآ ﴾
“Musa memilih 70 orang dari
kaumnya untuk menemui Kami.” (QS. Al-A’rof: 155)
Hadits ini tersusun dari 2 Hadits.
Pertama: Diriwayatkan oleh Ath-Thobaroani
dalam Al-Ausath no. 5802, dengan sanad yang sangat dho’if, dari Hadits
Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu, yaitu bagian pertama saja.
Kedua: Diriwayatkan oleh Asy-Syafi’i (204
H) dalam Al-Umm (1/239), dan dari jalurnya Al-Baihaqi dalam Ma’rifatus
Sunan wal Aatsaar no. 6671, ia berkata: “Telah sampai kepada kami dari
Abdulloh bin Abi Aufa, bahwa Rosululloh ﷺ bersabda: ‘Perbanyaklah Sholawat
kepadaku pada hari Jum’at, karena Sholawat kalian disampaikan dan aku dengar.’
Beliau bersabda: ‘Dan Shodaqoh dilipatgandakan pada hari itu...’”
Juga
diriwayatkan oleh Abu ‘Ubaid dalam Al-Amwaal no. 1046, Ibnu Abi Syaibah
no. 5513, Abu Nu’aim (430 H) dalam Al-Hilyah (2/21) sebagai perkataan
Ka’ab Al-Ahbaar (32 H). Kami tidak menemukan Hadits ini pada Abu Dawud, maupun
At-Tirmidzi. Wallohul Muwaffiq.
Hadits Ke-15: Pahala Membaca Surah
Al-Ikhlash dan Al-Mu’awwidzatain Setelah Jum’at
Dari Asmaa’
binti Abi Bakar Ash-Shiddiq rodhiyallahu ‘anha dan ayahnya, ia berkata:
Rosululloh ﷺ
bersabda:
«مَن صَلَّى الْجُمُعَةَ
وَقَرَأَ بَعْدَهَا ﴿ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ﴾ وَالْمُعَوَّذَتَيْنِ سَبْعًا سَبْعًا؛
حُفِظَ مِنْ مَجْلِسِهِ ذَلِكَ إِلَى مِثْلِهِ»
“Siapa yang
Sholat Jum’at lalu membaca setelahnya Al-Ikhlash dan Al-Mu’awwidzatain
(Al-Falaq dan An-Naas) masing-masing 7 kali, maka ia akan dijaga dari
majelisnya itu sampai Jum’at berikutnya.”
(HR. Abu
‘Ubaid dan Ibnu Adh-Dhoniif dalam Fadhooilil Yaumi wal Lailah)
Syarah:
HR. Abu ‘Ubaid
(bin Sallaam) dalam Fadhooilul Qur’an (hlm. 272), Ibnu Abi Syaibah
(5575, 29602), Ibnu Adh-Dhoriis (294 H) dalam Fadhooilul Qur’an no. 290,
Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no. 29602, dan Fadhooilul Auqoot
no. 280, secara mauquf (perkataan Shohabat) kepada Asmaa’ rodhiyallahu
‘anha, bukan marfu’ (perkataan Nabi).
Hadits ini
juga diriwayatkan dari sejumlah Shohabat rodhiyallahu ‘anhum,
sebagaimana akan disebutkan. Kami belum menemukan kitab Ibnu Adh-Dhoniif ini,
perlu diteliti.
Hadits Ke-16: Penegasan Pahala
Membaca Surah Al-Ikhlash dan Al-Mu’awwidzatain
Dari Anas
bin Malik rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda:
«مَن قَرَأَ إِذَا
سَلَّمَ الإِمَامُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ قَبْلَ أَن يُثْنِي رِجْلَيْهِ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ
وَ﴿ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ﴾ وَ ﴿ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ ﴾ وَ ﴿ قُلْ أَعُوذُ
بِرَبِّ النَّاسِ ﴾ سَبْعًا سَبْعًا؛ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِن ذَنبِهِ وَمَا
تَأَخَّرَ، وَأُعْطِيَ مِنَ الْأَجْرِ بِعَدَدِ كُلِّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ»
“Siapa yang
membaca setelah Imam salam pada hari Jum’at sebelum ia melipat kedua kakinya,
Al-Fatihah, Al-Ikhlash, Al-Falaq, dan An-Naas, masing-masing 7 kali, niscaya
akan diampuni baginya dosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan datang. Dan ia
diberi pahala sebanyak bilangan setiap orang yang beriman kepada Alloh ﷻ dan
Rosul-Nya.”
(Kami
meriwayatkannya dari Ibnu As-Sunni (364 H))
Syarah:
Kami tidak
menemukan Hadits ini dalam Amalul Yaumi wal Lailah karya Ibnu As-Sunni,
maka kemungkinan ia meriwayatkannya dari jalurnya bukan di dalam kitabnya. Ibnu
Hajar (852 H) dalam Al-Khishool Al-Mukaffiroh lidz Dzunuub (hlm. 15)
menisbatkannya kepada Abu ‘Abdir Rohman As-Sulami (412 H) dan Abu Sa’ad
Al-Qusyairi, dan mendho’ifkannya. Kami tidak menemukan sanadnya.
Hadits Ke-17: Jum’at adalah Haji
bagi Orang Miskin
Dari Ibnu ‘Abbas
rodhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda:
«الْجُمُعَةُ
حَجُّ الْمَسَاكِينِ، الْجُمُعَةُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِن حَجَّ التَّطَوُّعِ»
“Jum’at
adalah Haji bagi orang-orang miskin. Jum’at lebih aku cintai daripada Haji
sunnah.”
(HR.
Humaid (bin Zanjuwaih, 251 H) dan Al-Haarits (bin Abi Usaamah, 282 H) dalam
Musnad-nya)
Syarah:
Kami tidak
menemukan Hadits ini di dalam kitab keduanya yang ada saat ini. Hadits ini
diriwayatkan oleh Ibnu Al-A’robi (340 H) dalam Mu’jam-nya no. 2378, dan
Al-Qudhoo’i (454 H) dalam Musnad Asy-Syihab no. 79. Ibnu Rojab
Al-Hanbali (795 H) mendho’ifkannya dalam Fathul Baari (8/102).
Hadits Ke-18: Keutamaan Wafat pada
Hari Jum’at dan Do’a Nabi Ya’qub ‘Alaihis Salaam
Dari Ibnu ‘Umar
rodhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda:
«مَا مِنْ مُسْلِمٍ
يَمُوتُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ إِلَّا وَقَاهُ اللَّهُ فِتْنَةَ
الْقَبْرِ»
“Tidak ada
seorang Muslim pun yang meninggal pada hari Jum’at atau malam Jum’at, melainkan
Alloh ﷻ
akan menjaganya dari fitnah kubur.”
Sungguh
Nabi Ya’qub ‘alaihi wa ‘ala Nabiyyinash sholaatu was salaam menunda do’a
untuk anak-anaknya ketika mereka berkata:
﴿قَالُوا يَاأَبَانَا
اسْتَغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا إِنَّا كُنَّا خَاطِئِينَ قَالَ سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّي ﴾
“Mereka
berkata: ‘Wahai ayah kami! Mohonkanlah ampun bagi kami atas dosa-dosa kami.
Sungguh, kami adalah orang-orang yang bersalah.’ (Ya’qub) berkata: ‘Aku akan
memohonkan ampun bagi kalian kepada Robbku.’” (QS. Yuusuf: 97-98)
Yaitu
sampai datang hari Jum’at.
(HR.
At-Tirmidzi no. 1074, Al-Baihaqi (458 H), dan Ibnu Abi Ad-Dunya (281 H))
Syarah:
Penulis
menjadikannya dari Musnad Ibnu ‘Umar, padahal itu adalah kekeliruan. Hadits ini
berasal dari Hadits Abdulloh bin ‘Amr bin Al-’Aash rodhiyallahu ‘anhuma,
bukan Abdulloh bin ‘Umar. Hadits ini diulang pada Hadits ke-28.
Bagian
pertama diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 1074, Ahmad no. 6582, 6646, 7050,
Ath-Thobaroani (13/67/164), Al-Baihaqi dalam Itsbaat ‘Adzaabil Qobr no.
155, dari jalur-jalur dari Abdulloh bin ‘Amr bin Al-’Aash rodhiyallahu
‘anhuma, bukan Abdulloh bin ‘Umar. Didho’ifkan oleh At-Tirmidzi dan
Ath-Thohaawi (321 H) dalam Syarh Musykilil Aatsaar (1/250), dan Hadits
ini memiliki banyak jalur yang bisa membuatnya hasan secara keseluruhan.
Bagian
kedua tentang do’a Nabi Ya’qub ‘alaihis salaam diriwayatkan oleh Ibnu
Jariir (310 H) dalam At-Tafsiir (13/348), dengan sanad dho’if dari
Hadits Ibnu ‘Abbas rodhiyallahu ‘anhuma secara marfuu’, bukan dari
Hadits Ibnu ‘Umar. Ada yang mengatakan ia menunda do’a itu hingga Sholat malam,
atau hingga waktu Sahur (sebelum Shubuh). (Lihat: Tafsiir Al-Maawardi, 3/80;
Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 4/287)
Kami tidak
berhasil menemukan Hadits ini dalam kitab-kitab Ibnu Abi Ad-Dunya rohimahulloh.
Hadits Ke-19: Ziarah Kubur Kedua
Orang Tua pada Hari Jum’at
Dari Abu
Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda:
«مَنْ زَارَ قَبْرَ
أَبَوَيْهِ أَوْ أَحَدِهِمَا يَوْمَ الْجُمُعَةِ؛ غُفِرَ لَهُ، وَكُتِبَ بَارًّا»
“Siapa yang
menziarahi kubur kedua orang tuanya atau salah satunya pada hari Jum’at,
niscaya akan diampuni baginya dan dicatat sebagai anak yang berbakti.”
(HR. Ath-Thobaroani
(360 H) dalam Al-Ausath no. 6114)
Syarah:
HR. Ath-Thobaroani
dalam Al-Ausath no. 6114 dan Ash-Shoghiir no. 955, dan Qowaamus
Sunnah (535 H) dalam At-Targhiib wat Tarhiib no. 451, dan selain mereka,
dengan sanad dho’if.
Hadits ini
memiliki Syaahid (penguat) dari Hadits ‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha yang
diriwayatkan oleh Ibnul Jauzi dalam Al-Maudhuu’aat (3/239), dan ia
berkata: “Hadits ini dengan sanad ini baathil (rusak), tidak ada asalnya.”
Hadits Ke-20: Amalan Diperlihatkan
pada Hari Jum’at
Dari ‘Abdul
‘Aziiz, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda:
«تُعْرَضُ الْأَعْمَال
يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى، وَتُعْرَضُ عَلَى
الْأَنْبِيَاء وَالْآبَاءِ وَالْأُمَّهَاتِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَيَفْرَحُونَ بِحَسَنَاتِهِمْ،
وَتَزْدَادُ وُجُوهُهُمْ نُورًا وَإِسْرَاقًا»
“Amalan-amalan
diperlihatkan kepada Alloh ﷻ pada hari Senin dan hari Kamis. Dan diperlihatkan kepada para
Nabi, para ayah, dan para ibu pada hari Jum’at. Lalu mereka gembira dengan
kebaikan-kebaikan (anak cucu mereka), dan wajah mereka bertambah cahaya dan
bersinar.”
(HR.
Al-Hakiim At-Tirmidzi (320 H) dalam Nawaadirul Ushul no. 924)
Syarah:
Terdapat
kekeliruan dalam naskah yang menyebutkan ‘Abdul ‘Aziiz, yang benar adalah ‘Abdul
Ghofuur bin ‘Abdul ‘Aziiz, dari ayahnya, dari kakeknya.
Lafazh Wa
tazdaadu (dan bertambah) diambil dari sumber takhrij (Nawaadirul
Ushul). Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Hakiim At-Tirmidzi (320 H) dalam Nawaadirul
Ushul no. 924, dan sanadnya sangat dho’if.
Hadits Ke-21: Hari Jum’at adalah
Hari Terbaik, dan Perintah Memperbanyak Sholawat
Dari Aus
bin Aus rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda:
«إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ
أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنَ الصَّلَاةِ فِيهِ؛ فَإِنَّ
صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ»
“Sungguh,
termasuk hari terbaik kalian adalah hari Jum’at. Maka perbanyaklah Sholawat kepadaku
pada hari itu. Karena sesungguhnya Sholawat kalian diperlihatkan kepadaku.”
Para
Shohabat bertanya: “Wahai Rosululloh, bagaimana Sholawat kami diperlihatkan
kepadamu, padahal engkau telah hancur?” Yakni: “Mereka berkata: ‘Engkau telah
menjadi tulang belulang yang usang’.”
Beliau
bersabda:
«إِنَّ اللَّهَ
حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ»
“Sungguh,
Alloh ﷻ
mengharomkan bumi untuk memakan jasad para Nabi.”
(HR. Abu
Dawud no. 1047, dan Al-Haakim (405 H), dan beliau menshohihkannya, dan Ibnu
Maajah no. 1085)
Syarah:
HR. Abu
Dawud no. 1047, 1531, An-Nasaa’i no. 1374, Ibnu Maajah no. 1085, 1636, Ahmad
no. 16162, dan selain mereka. Dishohihkan oleh Ibnu Hajar dalam Nataa’ijul
Afkaar (4/17).
Di dalam
Hadits ini terdapat (faedah) bahwa Sholawat atas Nabi ﷺ adalah sebab diperlihatkannya nama orang yang bersholawat dan
disebutnya nama itu di sisi beliau ﷺ.
Di dalamnya juga terdapat (faedah) bahwa Nabi Alloh ﷻ hidup dan diberi rizqi,
sebagaimana dikatakan Ibnu Al-Qoyyim (751 H) dalam Jalaa’ul Afhaam (hlm.
86, 453).
Hadits Ke-22: Anjuran Memperbanyak
Sholawat pada Malam dan Hari Jum’at
Dari Abu
Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda:
«أَكْثِرُوا مِنَ
الصَّلَاةِ عَلَيَّ فِي اللَّيْلَةِ الْغَرَّاءِ وَالْيَوْمِ الْأَزْهَرِ؛ فَإِنَّ
صَلَاتَكُمْ تُعْرَضُ عَلَيَّ حَيْثُ كُنْتُمْ»
“Perbanyaklah
Sholawat kepadaku pada malam yang cerah dan hari yang terang. Karena
sesungguhnya Sholawat kalian diperlihatkan kepadaku di mana pun kalian berada.”
(HR.
Ath-Thobaroani dalam Al-Ausath no. 241)
Syarah:
HR. Ath-Thobaroani
dalam Al-Ausath no. 241, dengan lafazh: “Perbanyaklah Sholawat kepadaku
pada malam yang berseri dan hari yang berseri, karena sesungguhnya Sholawat
kalian diperlihatkan kepadaku.” Didho’ifkan oleh Al-Haitsami (807 H) dalam Majma’uz
Zawaa’id (2/169). Diriwayatkan oleh Asy-Syafi’i (204 H) dalam Al-Umm
(1/239) - dan dari jalurnya Al-Baihaqi dalam Ma’rifatus Sunan wal Aatsaar
no. 6672 - dengan jalur balaagh (penyampaian Hadits tanpa sanad) dengan
lafazh yang serupa.
Hadits Ke-23: Keutamaan Sholawat
1000 Kali pada Hari Jum’at
Dari ‘Ali
bin Abi Thoolib rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda:
«مَنْ صَلَّى
عَلَيَّ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَلْفَ مَرَّةٍ لَمْ يَمُتْ حَتَّى يَرَى مَقْعَدَهُ
مِنَ الْجَنَّةِ، وَجَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَى وَجْهِهِ نُورٌ»
“Siapa yang
bersholawat kepadaku pada hari Jum’at 1000 kali, ia tidak akan meninggal dunia
sampai ia melihat tempat duduknya di Jannah. Dan ia akan datang pada Hari
Kiamat dalam keadaan ada cahaya di wajahnya.”
(HR. Ibnu
Syaahiin (385 H) dalam Fadhooilul A’maal no. 19)
Syarah:
Ini kekeliruan
dari penulis. Karena ini adalah Hadits Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu,
bukan Hadits ‘Ali bin Abi Thoolib. Ini juga kekeliruan Penulis yang
menisbatkannya kepada Muslim, padahal Muslim dan para penulis Al-Kutub
At-Tis’ah (9 kitab Hadits induk) tidak ada yang meriwayatkannya. Hadits ini
diriwayatkan oleh Ibnu Syaahiin dalam Fadhooilul A’maal no. 19, Ibnu Sam’uun
(387 H) dalam Al-Amaali no. 56, Qowaamus Sunnah (535 H) dalam At-Targhiib
wat Tarhiib no. 910, dan selain mereka, dari Hadits Anas rodhiyallahu
‘anhu. Didho’ifkan oleh As-Sakhoowi (902 H) dalam Al-Qoulul Badii’
(hlm. 197).
Hadits Ke-24: Do’a Nabi ﷺ Saat
Memasuki Masjid pada Hari Jum’at
Dari Abu
Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh ﷺ apabila masuk ke Masjid pada hari Jum’at, beliau memegang 2
kayu penyangga pintu (yakni 2 kayu di kedua sisi pintu), kemudian beliau berdo’a:
«اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي أَوْجَهَ مَنْ تَوَجَّهَ إِلَيْكَ، وَأَقْرَبَ
مَنْ تَقَرَّبَ إِلَيْكَ، وَأَفْضَلَ مَنْ سَأَلَكَ وَرَغِبَ إِلَيْكَ»
“Ya Alloh!
Jadikanlah aku orang yang paling mulia di antara siapa yang menghadap
kepada-Mu, paling dekat di antara siapa yang mendekat kepada-Mu, dan paling
utama di antara siapa yang meminta dan berharap kepada-Mu.”
(HR.
Ibnu As-Sunni (364 H) dan Abu Nu’aim (430 H))
Syarah:
HR. Ibnu
As-Sunni (364 H) dalam Amalul Yaumi wal Lailah no. 374. Ibnu Hajar (852
H) dalam Nataa’ijul Afkaar (5/60) menisbatkannya kepada Abu Nu’aim (430
H) dalam Adz-Dzikr juga, dan mendho’ifkannya. Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim
dalam Al-Hilyah (3/87), dengan sanadnya dari Jaabir bin Zaid.
Hadits Ke-25: Keutamaan Membaca
Surah Al-Kahfi pada Hari Jum’at
Dari Kholid
bin Ma’daan rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda:
«مَنْ قَرَأَ
سُورَةَ الْكَهْفِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ؛ سَطَعَ لَهُ نُورٌ مِنْ تَحْتِ قَدَمَيْهِ إِلَى
عَنَانِ السَّمَاءِ يُضِيءُ لَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَغُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَ
الْجُمُعَتَيْنِ»
“Siapa yang
membaca Surah Al-Kahfi pada hari Jum’at, niscaya akan memancar baginya cahaya
dari bawah kedua kakinya sampai ke langit, menyinari baginya hingga Hari
Kiamat. Dan diampuni baginya dosa-dosa di antara 2 Jum’at.”
(HR.
Al-Haakim no. 3392, dan Al-Baihaqi no. 5996)
Syarah:
Hadits ini
tidak berasal dari Musnad Kholid bin Ma’daan, sebab ia adalah seorang Taabi’i
(104 H) yang terkenal, bukan Shohabat. Diriwayatkan oleh Al-Haakim no. 3392,
dan Al-Baihaqi no. 5996, dan selain keduanya, dengan lafazh serupa, dari Hadits
Abu Sa’iid Al-Khudri rodhiyallahu ‘anhu. Dishohihkan oleh Al-Haakim, dan
dinilai cacat oleh Adz-Dzahabi (748 H), dan memiliki syawaahid
(penguat).
Hadits Ke-26: Adab-Adab Jum’at dan
Pengampunan Dosa
Dari Abu
Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda:
«مَنْ تَوَضَّأَ
يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ، ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ، فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ؛
غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى»
“Siapa yang
berwudhu pada hari Jum’at lalu menyempurnakan wudhu-nya. Kemudian ia mendatangi
Jum’at itu, lalu ia mendengarkan dan diam, niscaya diampuni baginya dosa-dosa
di antara ia dan Jum’at berikutnya.”
(HR.
Muslim no. 857)
Syarah:
HR. Muslim
no. 857, Abu Dawud no. 1050, At-Tirmidzi no. 498, Ibnu Maajah no. 1090, Ahmad
no. 9484, dan selain mereka, dengan lafazh serupa.
Di antara
faedah Hadits ini:
1.
Dianjurkannya menyempurnakan wudhu’. Makna menyempurnakannya adalah
melakukannya 3 kali, menggosok anggota wudhu, memanjangkan gurroh
(cahaya di wajah) dan tahjiil (cahaya di tangan dan kaki), mendahulukan
bagian kanan, dan melaksanakan Sunnah-Sunnahnya.
2. Di
dalamnya terdapat (dalil) bahwa mandi tidak wajib.
3.
Perkataan beliau maka ia mendengarkan dan diam, keduanya adalah 2 hal
yang berbeda namun bisa berkumpul.
4. Di
dalamnya terdapat (dalil) kewajiban diam saat khutbah. Dan berbicara setelah khutbah
dan sebelum takbiratul ihram Sholat tidak mengapa.
5. Yang
dimaksud dengan maa bainal Jumu’atain (di antara 2 Jum’at) adalah dari
Sholat Jum’at dan khutbahnya hingga waktu yang sama pada Jum’at berikutnya. (Lihat:
Syarh Muslim, An-Nawawi, 6/146)
Hadits Ke-27: Alloh ﷻ Membanggakan Hamba-Nya pada Hari ‘Arofah dan Jum’at
Dari
Al-Hasan bin ‘Ali rodhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda:
«إِنَّ اللَّهَ
تَعَالَى يُبَاهِي مَلَائِكَتَهُ بِعِبَادِهِ يَوْمَ عَرَفَةَ، فَيَقُولُ: عِبَادِي
جَاءُونِي شُعْثًا غُبْرًا، يَتَعَرَّضُونَ لِرَحْمَتِي، أُشْهِدُكُمْ أَنِّي قَدْ
غَفَرْتُ لِمُحْسِنِهِمْ، وَشَفَعْتُ مُحْسِنَهُمْ فِي مُسِيئِهِمْ، وَإِنْ كَانَ يَوْمَ
الْجُمُعَةِ يُبَاهِي اللَّهُ تَعَالَى بِهِمْ كَذَلِكَ»
“Sungguh,
Alloh ﷻ
membanggakan para Malaikat-Nya dengan hamba-hamba-Nya pada hari ‘Arofah. Lalu
Dia berfirman: ‘Hamba-hamba-Ku mendatangi-Ku dalam keadaan kusut (yaitu
rambutnya kusut tidak disisir) dan berdebu. Mereka memohon rohmat-Ku. Aku
bersaksi kepada kalian bahwa Aku telah mengampuni orang-orang yang berbuat baik
di antara mereka, dan Aku jadikan orang yang berbuat baik itu memberi syafa’at
bagi orang yang berbuat buruk di antara mereka.’ Dan jika itu adalah hari Jum’at,
Alloh ﷻ
juga membanggakan mereka dengan cara yang sama.”
(HR.
Ibnu Sa’d (230 H) dalam Ath-Thobaqoot (1/289), dari jalur Ibnu ‘Asaakir (571 H)
dalam Taarikh-nya (13/248))
Syarah:
Asy’ats adalah orang yang rambutnya kusut,
tidak disisir dan tidak diminyaki. Lihat: Ghoriibul Hadiits, Al-Harbi, 2/588;
Syarh Muslim, An-Nawawi, 16/174.
Diriwayatkan
oleh Ibnu Sa’d dalam Ath-Thobaqoot - Mutammimush Shohaabah
(1/289), dan dari jalurnya Ibnu ‘Asaakir dalam Taarikh-nya (13/248),
secara mauquf (perkataan Shohabat) kepada Al-Hasan rodhiyallahu ‘anhu.
Penulis keliru dalam me-marfu’kannya (menisbatkannya kepada Nabi ﷺ).
Hadits
tentang mubaahaah (kebanggaan) pada hari ‘Arofah memiliki syawaahid (penguat)
yang tsaabit (kokoh). Wallohul Muwaffiq.
Faedah: Ulama berbeda pendapat mana yang
lebih utama, hari ‘Arofah atau hari Jum’at? Pendapat yang benar adalah hari Jum’at
adalah hari terbaik dalam sepekan, dan hari ‘Arofah serta hari Nahr (Idul Adha)
adalah hari terbaik dalam setahun. (Lihat: Zaadul Ma’aad, Ibnul Qoyyim, 1/60)
Hadits Ke-28: Keutamaan Wafat pada
Hari Jum’at dan Ditutupnya Naar
Dari Ibnu ‘Umar
rodhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda:
«مَا مِنْ مُسْلِمٍ
يَمُوتُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ إِلَّا وَقَاهُ اللَّهُ تَعَالَى
فِتْنَةَ الْقَبْرِ، وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَا تُسْجَرُ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ، وَيُغْلَقُ
أَبْوَابُهَا»
“Tidak ada
seorang Muslim pun yang meninggal pada hari Jum’at atau malam Jum’at, melainkan
Alloh ﷻ
akan menjaganya dari fitnah kubur. Dan sungguh, Jahannam tidak dinyalakan pada
hari Jum’at dan pintu-pintunya ditutup.”
(HR.
Al-Baihaqi no. 5688)
Syarah:
Hadits ini
adalah gabungan dari 2 Hadits, Penulis keliru menjadikannya 1 Hadits, dan
keliru menjadikannya dari Musnad Ibnu ‘Umar.
Pertama: Telah berlalu takhrij-nya
pada Hadits ke-18, yaitu dari Hadits Abdulloh bin ‘Amr bin Al-’Aash rodhiyallahu
‘anhuma.
Kedua:
Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 1083, Al-Baihaqi no. 5688, dan selain keduanya,
dengan sanad dho’if, dari Hadits Abu Qotaadah (54 H), dari Nabi ﷺ, bahwasanya beliau membenci Sholat di tengah hari kecuali pada
hari Jum’at, dan beliau bersabda: “Sungguh, Jahannam dinyalakan kecuali pada
hari Jum’at.” Didho’ifkan oleh Abu Dawud dan selainnya.
Hadits Ke-29: Adab-Adab Hari Jum’at
dan Pahala yang Agung
Dari Aus
bin Aus Ats-Tsaqofi rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku mendengar
Rosululloh ﷺ
bersabda:
«مَنْ غَسَّلَ
يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاغْتَسَلَ، ثُمَّ بَكَّرَ وَابْتَكَرَ، وَمَشَى وَلَمْ يَرْكَبْ،
وَدَنَا مِنَ الْإِمَامِ، وَاسْتَمَعَ وَلَمْ يَلْغُ؛ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ
عَمَلُ سَنَةٍ أَجْرُ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا»
“Siapa yang
mencuci (kepala dan tubuh) pada hari Jum’at dan mandi. Kemudian ia berangkat
awal dan mendahului. Dan ia berjalan kaki dan tidak berkendara. Dan ia mendekat
kepada Imam, lalu mendengarkan dan tidak berbuat laghwun (sia-sia).
Niscaya baginya pada setiap langkah kaki adalah amalan setahun, yaitu pahala
Puasa dan Qiyamul Lail-nya setahun.”
(HR. Abu
Dawud no. 345, dan At-Tirmidzi no. 496, dan beliau menghasankannya)
Syarah:
Ada yang
mengatakan bakkara (berangkat awal) artinya ke Sholat Jum’at atau ke
Masjid. Dan ibtakara (mendahului) artinya mendapatkan awal khutbah. Atau
2 kata itu adalah satu makna sebagai penegasan. Atau bakkara artinya
berangkat pada saat yang pertama, dan ibtakara artinya melakukan
perbuatan orang yang datang awal, seperti Sholat, membaca Al-Qur’an, dan semua
jenis ketaatan. An-Nawawi (676 H) berkata dalam Al-Iijaaz fi Syarh Sunan Abi
Dawud (hlm. 31): At-Tirmidzi (279 H) dalam Jaami’nya (2/368) meriwayatkan
dari Wakii’ (197 H) yang berkata: “Ia mandi dan memandikan istrinya.”
Diriwayatkan dari Ibnul Mubaarok (181 H) bahwa ia berkata tentang Hadits ini: “Man
ghassala wa ightasala artinya mencuci kepalanya dan mandi.” Asy-Syaukaani
(1250 H) dalam Nailul Authoor (1/296) berkata: “Hadits ini menunjukkan
disyari’atkannya mandi pada hari Jum’at, dan disyari’atkannya berangkat awal,
berjalan kaki, mendekat kepada Imam, mendengarkan, dan meninggalkan laghwun
(perbuatan sia-sia). Dan bahwasanya gabungan semua perkara ini adalah sebab
untuk mendapatkan pahala yang besar itu.”
Hadits Ke-30: Hari Jum’at adalah
Hari Raya
Dari Abu
Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rosululloh ﷺ bersabda dalam salah satu Jum’at:
«مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِينَ!
إِنَّ هَذَا يَوْمٌ جَعَلَهُ اللَّهُ لَكُمْ عِيدًا، فَاغْتَسِلُوا، وَعَلَيْكُمْ بِالسَّوَاكِ»
“Wahai
sekalian Muslim! Sungguh, hari ini adalah hari raya (‘Iedun) yang Alloh ﷻ
jadikan bagi kalian. Maka mandilah! Dan wajib atas kalian untuk bersiwaak.”
(HR.
Ath-Thobaroani (360 H) dalam Al-Ausath no. 3433)
Syarah:
HR. Ath-Thobaroani
dalam Al-Ausath no. 3433 dan Ash-Shoghiir no. 358, Ibnu Al-Muqri’
(381 H) dalam Mu’jam-nya no. 390, Al-Baihaqi no. 1427, 5960, dan selain
mereka. Al-Haitsami (807 H) dalam Al-Majma’ (2/168) berkata: “Para rowinya
terpercaya.” Kami katakan: Hadits ini cacat dengan irsaal (Hadits
Mursal), tetapi memiliki banyak syawaahid (penguat).
Hadits Ke-31: Larangan
Mengkhususkan Puasa pada Hari Jum’at
Dari
Junaadah bin Abi Umayyah Al-Azdi, ia berkata: Aku masuk menemui Rosululloh ﷺ bersama beberapa orang dari Azd pada hari Jum’at. Lalu beliau
mengundang kami untuk makan hidangan di hadapan beliau. Kami berkata: “Kami
sedang Puasa.”
Beliau
bertanya: “Apakah kalian berpuasa kemarin?”
Kami
menjawab: “Tidak.”
Beliau
bertanya lagi: “Apakah kalian akan berpuasa besok?”
Kami
menjawab: “Tidak.”
Beliau
bersabda: “Kalau begitu, berbukalah! Janganlah kalian berpuasa pada hari Jum’at
secara sendirian.”
(HR.
Al-Haakim (405 H) dalam
Mustadrak-nya no. 6557)
Syarah:
HR. Al-Haakim
dalam Al-Mustadrak no. 6557. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Abi ‘Aashim
(287 H) dalam Al-Ahaadzi wal Matsaani no. 2297, Ath-Thohaawi (321 H)
dalam Syarh Ma’aaniil Aatsaar no. 3313, Ath-Thobaroani (360 H)
(2/281/2173-2176). Dishohihkan oleh Al-Haakim berdasarkan syarat Muslim, dan
Adz-Dzahabi mendiamkannya.
Hadits Ke-32: Penegasan Larangan
Mengkhususkan Malam Jum’at dengan Qiyam dan Siangnya dengan Puasa
Dari Abu
Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ,
beliau bersabda:
«لَا تَخُصُّوا
لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي، وَلَا تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ
بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْأَيَّامِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ»
“Janganlah
kalian mengkhususkan malam Jum’at dengan Qiyamul Lail di antara malam-malam lainnya.
Dan jangan pula mengkhususkan hari Jum’at dengan Puasa di antara hari-hari
lainnya, kecuali jika ia bertepatan dengan Puasa yang biasa dilakukan oleh
salah seorang dari kalian.”
(HR.
Muslim no. 1144)
Syarah:
(Telah berlalu takhrij-nya pada Hadits
ke-6, dan Hadits ini terulang)
Hadits Ke-33: Mu’min Melihat Alloh
Pada Hari Jum’at di Jannah
Dari Abu
Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rosululloh ﷺ bersabda:
«إِنَّ أَهْلَ
الْجَنَّةِ إِذَا دَخَلُوا نُزَلُوا بِفَضْلِ أَعْمَالِهِمْ، فَيُؤْذَنُ لَهُمْ بِمِقْدَارِ
يَوْمِ الْجُمُعَةِ مِنْ أَيَّامِ الدُّنْيَا، فَيَزُورُونَ اللَّهَ، وَيُوضَعُ لَهُمْ
مَنَابِرُ مِنْ نُورٍ، وَمَنَابِرُ مِنْ لُؤْلُةٍ، وَمَنَابِرُ مِنْ يَاقُوتِ، وَمَنَابِرُ
مِنْ ذَهَبٍ، وَمَنَابِرُ مِنْ فِضَّةٍ، وَيَجْلِسُ أَدْنَى مَنْ فِيهِمْ عَلَى كُثْبَانِ
الْمِسْكِ وَالْكَافُورِ، فَيَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: أَنَا رَبُّكُمْ، قَدْ صَدَقْتُكُمْ
وَعْدِي، فَاسْأَلُونِي أُعْطِكُمْ، فَيَقُولُونَ: رَبَّنَا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ، فَيَقُولُ:
قَدْ رَضِيتُ عَلَيْكُمْ، وَلَكُمْ عَلَيَّ مَا تَمَنَّيْتُمْ، وَلَدَيَّ مَزِيدٌ؛
فَهُمْ يُحِبُّونَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ لِمَا يُعْطِيهِمْ رَبُّهُمْ مِنَ الْخَيْرِ»
“Sungguh,
penduduk Jannah apabila mereka masuk, mereka akan ditempatkan sesuai dengan
keutamaan amalan mereka. Lalu mereka diizinkan (berkumpul) selama waktu sehari
Jum’at di hari-hari dunia, lalu mereka akan menziarahi Alloh ﷻ.
Dipasang bagi mereka mimbar-mimbar dari cahaya, mimbar-mimbar dari mutiara,
mimbar-mimbar dari batu Yaaquut, mimbar-mimbar dari emas, dan mimbar-mimbar
dari perak. Dan orang yang paling rendah di antara mereka akan duduk di atas
bukit-bukit Misk dan Kaafuur. Lalu Alloh ﷻ berfirman: ‘Aku adalah Robb
kalian. Sungguh Aku telah menepati janji-Ku kepada kalian. Maka mintalah
kepada-Ku, niscaya Aku akan memberikannya kepada kalian.’ Lalu mereka berkata: ‘Wahai
Robb kami, kami meminta kepada-Mu Ridho-Mu.’ Lalu Dia berfirman: ‘Aku telah
ridho kepada kalian. Dan bagi kalian di sisi-Ku apa yang kalian inginkan, dan
di sisi-Ku ada tambahan.’ Maka mereka mencintai hari Jum’at karena kebaikan
yang Robb mereka berikan kepada mereka.”
Dan dalam
riwayat lain: “Mereka tinggal di sana selama waktu kepulangan orang-orang dari
Jum’at. Kemudian mereka kembali ke kamar-kamar mereka dalam keadaan telah
bertambah indah dan tampan.”
(HR.
At-Tirmidzi no. 6557, Ibnu Maajah no. 4336, dan Ad-Daaroquthni dalam Ar-Ru’yah
no. 59-65)
Syarah:
Penulis
tidak menyebutkan nama rowi. Kemungkinan yang dimaksud adalah Ad-Daaroquthni rohimahulloh,
tetapi kami tidak menemukannya dalam kitabnya dari Hadits Abu Huroiroh rodhiyallahu
‘anhu, melainkan dari Hadits Anas dan selainnya. Diriwayatkan oleh Ad-Daaroquthni
dalam Ar-Ru’yah no. 59-65, dari Hadits Anas dengan lafazh serupa. Dan
no. 165-166, dari Hadits Ibnu Mas’ud secara ringkas. Kami tidak menemukannya di
sisinya dari Hadits Abu Huroiroh. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 6557, Ibnu
Maajah no. 4336, Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah no. 585, Ibnu Hibban
dalam At-Taqaasiim wal Anwaa’ no. 5212, Al-Aajurri dalam Asy-Syarii’ah
no. 599, dan selain mereka, dari Hadits Abu Huroiroh... dengan lafazh serupa,
dan sanadnya dho’if. Didho’ifkan oleh At-Tirmidzi dan selainnya.
Hadits Ke-34: Keutamaan Istighfar
pada Pagi Hari Jum’at
Dari Ibnu ‘Abbas
rodhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda:
«مَنْ قَالَ قَبْلَ
صَلَاةِ الْغَدَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ: أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الَّذِي لَا إِلَهَ
إِلَّا هُوَ الْحَيَّ الْقَيُّومَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ؛ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ ذُنُوبَهُ
وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ»
“Siapa yang
membaca sebelum Sholat Shubuh pada hari Jum’at: ‘Astaghfirulloohal ladzii
laa ilaaha illaa Huwal Hayyul Qoyyuumu wa atuubu ilaih (Aku memohon ampun
kepada Alloh ﷻ,
Dzat yang tidak ada ilah yang berhak disembah selain Dia, Yang Maha Hidup, Yang
Berdiri Sendiri, dan aku bertaubat kepada-Nya)’, Alloh ﷻ akan mengampuni dosa-dosanya
meskipun sebanyak buih di lautan.”
(HR. Ibnu
As-Sunni dalam kitabnya no. 6557)
Syarah:
Kekeliruan
dari Penulis. Karena ini adalah Hadits Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu,
bukan Hadits Ibnu ‘Abbas. Diriwayatkan oleh Ibnu As-Sunni dalam Amalul Yaumi
wal Lailah no. 6557, Ibnu Al-A’robi dalam Mu’jam-nya no. 1202,
Ath-Thobaroani dalam Al-Ausath no. 7717, Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah
(5/33). Didho’ifkan dengan sangat oleh Al-Haitsami (807 H) dalam Al-Majma’
(2/168), dan juga Ibnu Hajar dalam Nataa’ijul Afkaar (1/375).
Hadits Ke-35: Keutamaan
Mengucapkan Subhaanalloh wa Bihamdihi 100 Kali Setelah Jum’at
Dari Ibnu ‘Abbas
rodhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda:
«مَنْ قَالَ بَعْدَمَا
تُقْضَى الْجُمُعَةُ: سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ مِائَةَ مَرَّةٍ؛ غُفِرَ لَهُ»
“Siapa yang
mengucapkan setelah Sholat Jum’at selesai: ‘Subhaanalloh wa Bihamdihi (Maha
Suci Alloh dan dengan memuji-Nya)’ 100 kali, niscaya akan diampuni baginya.”
(HR.
Ibnu As-Sunni no. 377)
Syarah:
HR. Ibnu
As-Sunni dalam Amalul Yaumi wal Lailah no. 377, dan dari jalurnya
Ad-Dailami (509 H) dalam Musnad-nya, sebagaimana dalam Al-Ajwibah
Al-Mardhiyyah (1/290). Sambungannya: “Alloh ﷻ mengampuni baginya 1000 dosa,
dan bagi kedua orang tuanya 24.000 dosa.” Didho’ifkan oleh As-Sakhoowi (902 H)
dalam Al-Ajwibah Al-Mardhiyyah (1/290).
Hadits Ke-36: Orang-Orang yang
Wajib Sholat Jum’at
Dari Ibnu ‘Abbas
rodhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda:
«الْجُمُعَةُ
حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلَّا أَرْبَعَةً: مَمْلُوكٌ، أَوِ
امْرَأَةٌ، أَوْ صَبِيٌّ، أَوْ مَرِيضٌ»
“Jum’at
adalah kewajiban atas setiap Muslim dalam jama’ah, kecuali 4 (golongan):
seorang budak, seorang wanita, seorang anak kecil, atau orang sakit.”
(HR. Abu
Dawud no. 1067, Ath-Thobaroani (8/321), dan Al-Baihaqi no. 5578)
Syarah:
Penulis
keliru menjadikannya dari Hadits Ibnu ‘Abbas, padahal itu adalah Hadits Thoriq
bin Syihaab secara mursal. Nama rowinya keliru bagi Penulis.
Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 1067, Ath-Thobaroani (8/321), Al-Baihaqi no.
5578, 5632, dan selain mereka, dan Hadits ini mursal sebagaimana dikatakan Abu
Dawud dan selainnya. Al-Khoththobi (388 H) dalam Ma’aalim As-Sunan
(1/243) berkata: “Para ahli Fiqh sepakat bahwa wanita tidak wajib Jum’at atas
mereka. Adapun budak, mereka berbeda pendapat. Al-Hasan (Al-Bashri) dan
Qotaadah mewajibkan Jum’at atas budak yang telah diizinkan (untuk bepergian).
Demikian pula kata Al-Auzaa’i (157 H). Dan aku kira Madz-hab Dawud
(Adz-Zhohiri, 270 H) adalah mewajibkan Jum’at atasnya.” Di dalam Hadits ini
terdapat dalil bahwa Sholat Jum’at adalah Fardhu ‘Ain.
Hadits Ke-37: Peringatan Keras
dari Meninggalkan Sholat Jum’at
Dari Abu
Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu dan Ibnu ‘Umar rodhiyallahu ‘anhuma,
bahwasanya keduanya mendengar Rosululloh ﷺ
bersabda di atas mimbar beliau:
«لَيَنْتَهِيَنَّ
أَقْوَامٌ عَنْ دَعَتِهِمُ الْجُمُعَاتِ، أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ»
“Sungguh,
hendaklah suatu kaum menghentikan kebiasaan mereka meninggalkan Jum’at, atau
niscaya Alloh ﷻ
akan mengunci mati hati mereka.”
(HR.
Muslim no. 865)
Syarah:
Dalam
sumber takhrij (periwayatan): “Wa’d’ahum”, dan maksudnya adalah
meninggalkan. Diriwayatkan oleh Muslim no. 865, An-Nasaa’i dalam Al-Kubro no.
1670-1671, Ahmad no. 2132, 3099, 5560, dan selain mereka. Di antara faedah
Hadits ini:
1. Isyarat
untuk memperingatkan dari meninggalkan Jum’at karena meremehkan, padahal ia
meyakini kewajibannya.
2. Di
dalamnya terdapat (dalil) bahwa Jum’at adalah Fardhu ‘Ain.
3.
Penguncian pada hati adalah seperti pencetakan padanya. Ini adalah ancaman yang
sangat keras, karena siapa yang hatinya dikunci dan dicetak, ia tidak akan
mengenal kebaikan dan tidak akan mengingkari kemungkaran. Lihat: Al-Istidzkaar,
Ibnu Abdil Barr, 2/55; Al-Ifshooh, Ibnu Hubairoh, 8/201; Syarh Muslim,
An-Nawawi, 6/152.
Hadits Ke-38: Anjuran Taubat,
Beramal Sholih, dan Peringatan Keras dari Meremehkan Jum’at
Dari Jaabir
bin Abdilloh rodhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rosululloh ﷺ berkhutbah kepada kami, lalu bersabda:
«أَيُّهَا النَّاسُ!
تُوبُوا إِلَى رَبِّكُمْ قَبْلَ أَنْ تَمُوتُوا، وَبَادِرُوا إِلَيْهِ بِالْأَعْمَالِ
الصَّالِحَةِ قَبْلَ أَن تَشْتَغِلُوا، وَتَحَبَّبُوا إِلَيْهِ بِالصَّدَقَةِ فِي السِّرِّ
وَالْعَلَانِيَةِ تُجْبَرُوا وَتُنْصَرُوا وَتُرْزَقُوا، وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ
كَتَبَ عَلَيْكُمُ الْجُمُعَةَ فِي يَوْمِي هَذَا، فِي شَهْرِي هَذَا، فِي مَقَامِي
هَذَا، فَمَنْ تَرَكَهَا تَهَاوُنًا بِهَا وَاسْتِخْفَافًا بِحَقِّهَا وَلَهُ إِمَامٌ
عَادِلٌ أَوْ جَائِرٌ فَلَا جَمَعَ اللَّهُ لَهُ شَمْلَهُ، أَلَا فَلَا صَلَاةَ لَهُ،
أَلَا فَلَا زَكَاةَ لَهُ، أَلَا فَلَا صَوْمَ لَهُ إِلَّا أَن يَتُوبَ، فَمَنْ تَابَ
تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ»
“Wahai
sekalian manusia! Bertaubatlah kepada Robb kalian sebelum kalian meninggal
dunia. Dan bersegeralah kepada-Nya dengan amalan-amalan sholih sebelum kalian
sibuk. Dan carilah kecintaan dari-Nya dengan shodaqoh secara sembunyi-sembunyi
dan terang-terangan, niscaya kalian akan dijaga, ditolong, dan diberi rizqi.
Dan ketahuilah, sungguh Alloh ﷻ telah mewajibkan Jum’at atas kalian pada hari-Ku ini, pada
bulan-Ku ini, di tempat-Ku ini. Maka siapa yang meninggalkannya karena
meremehkan dan menganggap ringan haknya, padahal ia memiliki Imam yang adil
atau zholim, niscaya Alloh ﷻ tidak akan menyatukan urusannya. Ketahuilah, tidak ada Sholat
baginya. Ketahuilah, tidak ada Zakat baginya. Ketahuilah, tidak ada Puasa
baginya, kecuali ia bertaubat. Maka siapa yang bertaubat, Alloh ﷻ akan
menerima taubatnya.”
(HR.
Ibnu Maajah no. 1081, dan Al-Baihaqi no. 5570)
Syarah:
HR. Ibnu
Maajah no. 1081, dan ‘Abdul bin Humaid (249 H) - sebagaimana dalam Al-Muntakhab
min Musnadihi no. 1136, Ath-Thobaroani dalam Al-Ausath no. 1261,
Al-Baihaqi no. 5570, dan selain mereka. Didho’ifkan oleh Al-‘Uqaili (322 H)
dalam Adh-Dhu’afaa’ (3/322), dan selainnya.
Hadits Ke-39: Waktu Dikabulkannya
Do’a
Dari
Maimuunah (binti Sa’ad) rodhiyallahu ‘anha, ia berkata: “Wahai
Rosululloh! Berilah kami fatwa tentang Sholat Jum’at.”
Beliau
bersabda:
«فِيهَا سَاعَةٌ
لَا يَدْعُو الْعَبْدُ فِيهَا رَبَّهُ إِلَّا اسْتَجَابَ لَهُ»
“Di dalamnya
ada suatu saat yang seorang hamba tidak berdo’a kepada Robbnya pada saat itu
melainkan Dia akan mengabulkan do’anya.”
Aku
bertanya: “Saat apakah itu, wahai Rosululloh?”
Beliau
bersabda: “Itu adalah ketika Imam berdiri (untuk Khutbah).”
(HR. Ath-Thobaroani
no. 66)
Syarah:
HR. Ath-Thobaroani
(25/37/66). Al-Haitsami (807 H) dalam Majma’uz Zawaa’id (2/167) berkata:
“Diriwayatkan oleh Ath-Thobaroani dalam Al-Kabiir, dan pada sanadnya
terdapat rowi yang tidak dikenal.”
Hadits Ke-40: Anjuran Memperbanyak
Sholawat
Dari Abu
Umaamah rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh ﷺ bersabda:
«أَكْثِرُوا مِنَ
الصَّلَاةِ عَلَيَّ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ، فَمَنْ كَانَ أَكْثَرَكُمْ عَلَيَّ صَلَاةً؛
كَانَ أَقْرَبَكُمْ مِنِّي مَنْزِلَةً»
“Perbanyaklah
Sholawat kepadaku pada hari Jum’at. Maka siapa yang paling banyak sholawatnya
kepadaku, ia adalah yang paling dekat kedudukannya denganku.”
(HR.
Al-Baihaqi no. 5995)
Syarah:
Kami tidak
menemukan Hadits ini pada At-Tirmidzi. Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Baihaqi
no. 5995, dan beliau mendho’ifkannya.
Sabda Rosululloh
ﷺ benar. Sholawat atas beliau
dan atas keluarga serta para Shohabatnya semua, dan atas semua para Nabi dan
Rosul. Segala puji bagi Alloh ﷻ, Robb semesta alam.
Inilah
akhir dari apa yang dihimpun dan ditulis oleh hamba yang paling lemah dan
faqir, Syamsuddin Ahmad Al-Khotib Al-Imaam (Semoga Alloh ﷻ
senantiasa berbuat baik kepadanya), dari 40 Hadits yang dishohihkan (Al-Ahaadiitsil Arba’iin
Al-Mushahhahah) yang dinukil dari Sayyidul Mursaliin ﷺ, dan semoga Alloh ﷻ menambah karunia dan
kemuliaan baginya.
Aku telah
menjadikannya sebagai mahkota bagi sebagian besar Khutbah yang aku namakan “Al-Ilhaamaatur
Robbaniyyah fiil Khuthobis Sulthooniyyah (Ilham-Ilham Robbani dalam
Khutbah-Khutbah Sulthon).” Dan aku membacanya pada hari Jum’at di Masjid yang
mengumpulkan semua jenis kebaikan, yang dibangun oleh Sulthon Al-Mujaahid
Al-Muroobith fii Sabiilillah Al-Malik Ad-Dayyaan Al-Marhum Sulthon Sulaiman Khoon
(Sulaiman Al-Qoonuuni, 974 H), semoga Rohmat dan Ampunan Alloh ﷻ
atasnya selama masih ada matahari dan bulan. Dan itu terjadi pada bulan
Romadhon yang agung, tahun 985 H.
***