[PDF] Tarjamah 40 Hadits Keutamaan Hari Jum'at - Ahmad An-Nu'aimi (998 H)


 

Pendahuluan Penulis

Segala puji bagi Alloh , Dzat Yang Maha Mengangkat lagi Maha Tinggi (Ar-Roo fi’ Ar-Ro fii’), yang mengangkat panji-panji bagi Ahli Ilmu di derajat yang paling tinggi.

Dia menjadikan ulama sebagai pewaris para Nabi. Lalu para ulama menjelaskan jalur-jalur petunjuk dengan sanad-sanad yang bersambung sebagai upaya agar siapa yang terputus ijtihad-nya dapat sampai, dan karena kepedulian mereka. Alloh mewajibkan bagi mereka rasa takut melalui firman-Nya Yang Mulia:

﴿إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَوا

“Sungguh, yang takut kepada Alloh di antara hamba-hamba-Nya hanyalah para ulama.” (QS. Faathir: 28)

Maka hal itu menjadikan mereka mulia dengan keagungan. Alloh memuji mereka dengan sesuatu yang Dia berikan kepada mereka melalui firman-Nya, Dzat Yang Maha Agung Keagungan-Nya:

﴿وَعِبَادُ الرَّحْمَنِ الَّذِينَ يَمْشُونَ عَلَى الْأَرْضِ هَوْنًا وَإِذَا خَاطَبَهُمُ الْجَاهِلُونَ قَالُوا سَلَامًا ﴾

“Dan hamba-hamba Dzat Yang Maha Rohman adalah orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati, dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan: ‘Salam’ (kebaikan).” (QS. Al-Furqoon: 63)

﴿أُولَبِكَ يُجْزَوْنَ الْغُرْفَةَ بِمَا صَبَرُوا وَيُلَقَّوْنَ فِيهَا تَحِيَّةً وَسَلَامًا خَالِدِينَ فِيهَا حَسُنَتْ مُسْتَقَرًّا وَمُقَامًا ﴾

“Mereka itu akan dibalas dengan tempat yang tinggi (Jannah) karena kesabaran mereka, dan mereka akan disambut di sana dengan penghormatan dan salam. Mereka kekal di dalamnya. Jannah itu sebaik-baik tempat menetap dan tempat tinggal.” (QS. Al-Furqoon: 75-76)

Aku memuji-Nya atas ni’mat-Nya yang berkesinambungan. Aku bersyukur kepada-Nya atas karunia-Nya yang berlimpah, dengan pemuliaan dan pengagungan.

Aku bersaksi dengan apa yang Alloh saksikan untuk Diri-Nya:

﴿أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُوا الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ ﴾

“Bahwasanya tidak ada ilah (sesembahan yang berhak diibadahi) selain Dia, para Malaikat dan Ulul ‘Ilmi (orang-orang yang berilmu) yang menagakkan keadilan juga bersaksi.” (QS. Ali ‘Imroon: 18)

Sungguh, mereka telah menundukkan kepala dan mengangkat keuntungan diri-diri mereka dengan keindahan perbedaan dalam kesepakatan mereka, dan mereka berdiri tegak untuk berkhidmah kepada-Nya.

Aku bersaksi bahwa junjungan kita, Muhammad , adalah hamba dan Rosul-Nya, yang paling tinggi kedudukannya di antara makhluk, dan paling sempurna jaminannya, paling asal dan paling fasih perkataannya. Seorang Nabi yang didahulukan sebagai Imam atas para Nabi. Beliau adalah penutup bagi para Rosul.

Sholawat dan salam atas keluarga dan para Shohabatnya, yang merupakan bintang-bintang petunjuk bagi siapa pun yang mengikuti, dengan penyerahan diri dan kepasrahan.

Setelah itu:

Sungguh, keutamaan Hadits Syarif tidak dapat diingkari. Keindahannya tidak dapat dihitung dan dibatasi. Ketinggian dalam meriwayatkannya adalah Sunnah yang mulia. Menyibukkan diri dengan meneliti makna-maknanya adalah kemuliaan yang tinggi (maniifah). (Tahdziib Al-Lughoh, 15/342)

Hadits, setelah Al-Qur’anul ‘Azhim, adalah ilmu yang paling utama dan paling tinggi. Hadits adalah ma’rifat (pengetahuan) yang paling mulia dan paling bersinar. Sebab dengan Hadits, diketahui maksud Alloh dari Firman-Nya. Dari Hadits, nampaklah tujuan dari hukum-hukum-Nya. Sebab hukum-hukum Al-Qur’an semuanya bersifat umum (kulliyyaat). Yang diketahui darinya hanyalah hal-hal yang bersifat ringkas (ijmaaliyyaat). Seperti Firman Alloh :

«أَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَءَاتُوا الزَّكَوةَ»

“Dirikanlah Sholat dan tunaikanlah Zakat.” (QS. Al-Baqoroh: 43)

Sungguh, As-Sunnah lah yang menjelaskan bagian-bagiannya (juz’iyyaat). Seperti ukuran waktu Sholat, jumlah roka’atnya, kuantitas dan kualitasnya, Faroidh (kewajiban)-nya, hai’aat (bentuk)-nya, Nawafil (Sholat Sunnah)-nya, adab-adabnya, posisi-posisinya, dan sifat-sifatnya.

Sunnah lah yang menjelaskan rincian-rinciannya (mufashsholaat)-nya. Seperti kadar batas minimal harta Zakat, jenis-jenis harta yang wajib dizakati, waktu-waktu penunaiannya, siapa yang wajib menunaikannya, bagian yang wajib dikeluarkan, dan seterusnya. (Muwafaqoot, Asy-Shaathibi, 4/309; I’laam Al-Muwaqqi’iin, Ibnu Al-Qoyyim, 2/220)

Sungguh, hal itu adalah perkara yang paling penting di sisi Salaf dari kalangan ulama yang mengamalkan dan para Imam yang kokoh. Hadits merupakan perkara paling utama yang mereka tekuni dalam menjaga dasar-dasarnya dan menjelaskan makna-maknanya di setiap waktu dan masa. Mereka bersungguh-sungguh dalam menyempurnakan periwayatannya, dan mengerahkan segenap upaya dalam meneliti dan memahami maknanya.

Al-Jaami’ush Shohiih karya Imam Abu Abdilloh Muhammad bin Ismaa’iil bin Ibrohiim bin Al-Mughiiroh bin Bardizbah Al-Bukhori rodhiyallahu ‘anhu dan semoga Alloh menerangi kuburannya dengan lentera-lentera-Nya, dan menyejukkan ruhnya dengan taman-taman kesucian-Nya, kitab itu adalah yang paling mulia, paling agung, dan paling shohih.

Sungguh terlintas di pikiranku, dan tergerak di dadaku, untuk menyusun dari apa yang telah aku riwayatkan, hafal, dan ketahui. Yaitu dari bacaanku, apa yang aku dengar, dan riwayat-riwayatku, sebanyak 40 Hadits Nabawi, atas yang mengucapkannya Sholawat dan salam yang paling utama dan paling sempurna, tentang keutamaan hari Jum’at yang bersinar, malamnya yang cemerlang, dan siangnya yang berseri.

Hari Jum’at adalah hari yang agung keutamaannya, mulia kedudukannya, dan disebutkan dalam Al-Qur’an tanpa hari yang lain. Alloh berfirman:

﴿يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِن يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ

“Wahai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk melaksanakan Sholat pada hari Jum’at, maka bersegeralah kamu kepada dzikir kepada Alloh .” (QS. Al-Jumu’ah: 9)

Alloh juga bersumpah dengannya dalam Firman-Nya:

﴿ وَشَاهِدٍ وَمَشْهُورٍ ﴾

“Dan demi yang menyaksikan dan yang disaksikan.” (QS. Al-Buruuj: 3)

Imam ‘Ali rodhiyallahu ‘anhu berkata: “Asy-Syaahid (yang menyaksikan) adalah hari Jum’at, dan Al-Masyhuud (yang disaksikan) adalah hari ‘Arofah.” (HR. ‘Abdur Rozzaq dalam At-Tafsiir (2/361), dan Ibnu Jariir (24/264), dan sanad Ibnu Jariir adalah shohih)

Demikian pula yang dikatakan oleh:

1.          Ibnu ‘Abbas rodhiyallahu ‘anhuma. (HR. Ibnu Jariir (24/264) dan Al-Baihaqi (5631) dengan sanad shohih),

2.          Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu. (HR. Ibnu Jariir (24/264) dengan sanad dho’if), Al-Hasan. (HR. Ibnu Jariir (24/264) dengan sanad shohih),

3.          Qotaadah. (HR. ‘Abdur Rozzaq dalam At-Tafsiir (2/361),

4.          Ibnu Jariir (24/264 dengan sanad shohih)

Aku berusaha mengumpulkannya, demi mengikuti para Imam yang berbakti, dan para ulama yang agung, yang terpilih, semoga Alloh meridhoi mereka hingga hari Keputusan.

Sebagian mereka mengumpulkan 40 Hadits tentang Ushuluddin (Agama), sebagian yang lain tentang furu’ (cabang-cabang fiqh), sebagian mereka tentang Jihad, sebagian mereka tentang zuhud, sebagian mereka tentang adab-adab, sebagian mereka tentang khutbah. Dan semuanya adalah maksud yang sholih, semoga Alloh meridhoi orang-orang yang bermaksud demikian. (Al-Arba’uun fi Mabaani Al-Islam wa Qowaa’idi Al-Ahkaam, An-Nawawi, hlm. 43-44)

Maka orang yang pertama yang kami ketahui - sebagaimana yang kami riwayatkan dari ulama Robbani, sang penghidup Sunnah dan Diin, An-Nawawi rohimahulloh ta’ala - yang menyusun dalam bidang ini adalah Abdulloh bin Al-Mubaarok (181 H), kemudian Muhammad bin Aslam Ath-Thuusi Al-’Alim Ar-Robbani (242 H), kemudian Al-Hasan bin Sufyaan An-Nasawi (303 H), Abu Bakar Al-Aajurri (360 H), Abu Bakar Muhammad bin Ibrohim Al-Ashfahaani (466 H), Ad-Daaroquthni (306 H), Al-Haakim (405 H), Abu Nu’aim (336 H), Abu ‘Abdir Rohman As-Sulami (412 H), Abu Sa’iid Al-Maaliini (412 H), Abu ‘Utsman Ash-Shobuuni (449 H), Muhammad bin Abdulloh Al-Anshoori (481 H), dan banyak lagi yang tak terhitung. Dari kalangan ulama terdahulu dan ulama belakangan.

(Penulisan dalam bab ini sangatlah banyak, sampai sebagian ulama menyusun lebih dari 1 kitab tentang Arba’inaat, di antaranya Ibnu ‘Asaakir, Ibnu Al-Mufadhdhal Al-Maqdisi, Al-Muhibb Ath-Thobari, Adz-Dzahabi, Al-’Alaa’i, Ibnu Hajar, Yuusuf bin Hasan bin ‘Abdul Haadi, dan selain mereka. Lihat: Al-Arba’uun, An-Nawawi, hlm. 39-42; Al-Mu’iin ‘ala Ma’rifati Kutub Al-Arba’iin, Sahl Al-’Awwaad)

Maka, Hadits-Hadits itu ada yang: shohih, mu’dhol, mursal, musalsal. Juga ada yang dho’if, matruk, hasan, musyaafah, mauquf, marfu’, munkar, tadlis, mutta-shil, munqothi’, mudroj, mudabbaj, mu’talif wal mukhtalif, muttafiq wal muftariq, musnad, mu’an’an, maudhu’, mubham, ghomidh, ghorib, ‘aziiz, dan aali.

Ketahuilah bahwa ‘Ilmu Hadits dan temanya adalah Rosululloh , dari sisi bahwasanya beliau adalah Rosululloh semata.

Ilmu Hadits adalah ilmu yang dengannya diketahui perkataan dan perbuatan Rosululloh .

Dan tujuannya adalah meraih kebahagiaan dunia dan Akhiroh.

Adapun riwayat Hadits adalah ilmu tentang menukil perkataan dan perbuatan Nabi dengan pendengaran yang bersambung (mutta-shil), serta menjaganya dan menuliskannya.

Dan apa yang aku sebutkan dari 40 Hadits adalah setelah aku menghafal dasar-dasarnya (mabaani). Aku mengetahui penelitian terhadap makna-maknanya, ushul-nya yang tinggi, sanad-sanadnya yang mulia, para rijaal-nya (rowinya) yang merupakan tokoh yang terpercaya. Dan juga apa yang dishohihkan dan dijelaskan tentang keadaan para rowi. Dan hanya kepada Alloh aku bersandar, dan kepada-Nya aku menyerahkan urusan dan bersandar.

Hadits Ke-1: Sanksi Bagi Orang yang Tidak Menghadiri Sholat Jum’at

Dari Ibnu Mas’ud rodhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi berkata kepada suatu kaum yang tertinggal dari Sholat Jum’at:

«لَقَدْ هَمَمْتُ أَنْ أَمُرَ رَجُلًا يُصَلِّي بِالنَّاسِ، ثُمَّ أُحَرِّقَ عَلَى قَوْمٍ يَتَخَلَّفُونَ عَنِ الْجُمُعَةِ بُيُوتَهُمْ»

“Sungguh aku hampir saja memerintahkan seorang lelaki untuk mengimami orang-orang, kemudian aku bakar rumah-rumah suatu kaum yang tertinggal dari Sholat Jum’at.”

(HR. Al-Haakim berdasarkan syarat Asy-Syaikhoin)

Syarah:

HR. Al-Haakim dalam Al-Mustadrak (1080), dan ia berkata: “Shohih berdasarkan syarat Asy-Syaikhoin (Al-Bukhori dan Muslim), tetapi keduanya tidak meriwayatkannya secara lengkap seperti ini. Keduanya hanya meriwayatkan dengan menyebutkan Sholat Atamah (Isya’) dan Sholat-Sholat lainnya.” Adz-Dzahabi menyepakatinya, dan ini tidak benar. Karena Hadits ini secara lengkap ada pada Muslim (652), Ahmad (3816, 4007, 4295), dan selain keduanya.

Faedah dalam riwayat ini adalah penegasan bahwa yang dimaksud adalah Sholat Jum’at. Dalam riwayat lain disebutkan Sholat Isya’, dan dalam riwayat lain lagi disebutkan Sholat secara mutlak. Dan semuanya shohih, serta tidak ada pertentangan di antara riwayat-riwayat tersebut, sebagaimana yang dikatakan oleh An-Nawawi dalam Syarh Muslim (5/154).

Hadits Ke-2: Keutamaan Mandi, Bersuci, Memakai Wewangian, dan Bersegera untuk Jum’at

Dari Salmaan rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh bersabda:

«لَا يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ، وَيَدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ، وَيَتَطَيَّبُ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ، ثُمَّ يَخْرُجُ فَلَا يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ، ثُمَّ يُصَلِّي مَا كُتِبَ لَهُ، ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ الإِمَامُ؛ إِلَّا غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ»

“Tidaklah seorang lelaki mandi pada hari Jum’at dan bersuci semaksimal mungkin, dan memakai minyak rambutnya, dan memakai wewangian rumahnya, kemudian ia keluar dan tidak memisahkan (tempat duduk) antara 2 orang, kemudian ia Sholat (sunnah mutlak) sebatas yang dimudahkan Allah baginya, kemudian ia diam ketika Imam berbicara (berkhutbah), kecuali akan diampuni baginya dosa-dosa antara dia dan Jum’at (yang akan datang).”

(HR. Al-Bukhori no. 883, 910, An-Nasaa’i no. 1403, Ahmad no. 23710, Ad-Daarimi no. 1582, dan selain mereka)

Syarah:

Faedah-faedah dalam Hadits ini di antaranya:

1. Dianjurkannya bersuci ini pada semua hari raya, dan itu adalah bagian dari kesempurnaan ibadah yang disyari’atkan di dalamnya. Sementara Jum’at termasuk hari raya pekanan.

2. Ulama sepakat atas anjuran memakai wewangian pada hari Jum’at.

3. Ath-Thobari berkata: “Di dalamnya terdapat penjelasan bahwasanya pahala yang disifati oleh Nabi hanyalah bagi siapa yang menghadiri Jum’at dengan sifat yang beliau jelaskan, dan ia diam mendengarkan khutbah Imamnya serta bacaannya dalam Sholatnya, bukan bagi yang tidak diam.” (Syarh Shohiih Al-Bukhori, Ibnu Baththool, 2/483; Fathul Baari, Ibnu Rojab, 8/113)

Hadits Ke-3: Jum’at adalah Hari Raya, dan Perintah untuk Mandi

Dari Ibnu ‘Abbas rodhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Nabi bersabda:

«إِنَّ هَذَا يَومُ عِيدٍ جَعَلَهُ اللهُ لِلْمُسْلِمِينَ، فَمَنْ أَتَى الْجُمُعَةَ فَلْيَغْتَسِلْ»

“Sungguh, ini adalah hari raya yang Alloh jadikan bagi Muslim. Maka siapa yang mendatangi Jum’at, hendaklah ia mandi.”

(HR. Ibnu Maajah no. 1098, dan Ath-Thobaroani dalam Al-Ausath no. 7355)

Syarah:

Ulama berbeda pendapat tentang mandi Jum’at. Sebagian Salaf berpendapat wajib, sebagaimana yang diriwayatkan dari sebagian Shohabat, dan ini adalah pendapat Ahli Zhohir. Al-Munzhir meriwayatkannya dari Malik, dan Al-Khoththobi meriwayatkannya dari Al-Hasan Al-Bashri dan Malik. Mayoritas ulama dari Salaf dan Kholaf serta ahli Fiqh di berbagai negeri berpendapat bahwa mandi Jum’at adalah Sunnah yang dianjurkan, tidak wajib. Al-Qooshiy berkata: “Ini adalah yang dikenal dari madz-hab Malik dan sahabatnya.” Mayoritas ulama menjawab bahwa perintah dalam Hadits ini dibawa kepada anjuran, sebagai upaya mengkompromikan Hadits-Hadits dalam bab ini.

Hadits Ke-4: Larangan Mengkhususkan Puasa pada Hari Jum’at

Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi bersabda:

«لَا يَصُومَنَّ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ إِلَّا أَن يَصُومَ يَوْمًا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ»

“Janganlah siapa pun di antara kalian berpuasa pada hari Jum’at, kecuali jika ia berpuasa sehari sebelum atau sesudahnya.”

(HR. Al-Bukhori no. 1985 dan Muslim no. 1144)

Syarah:

Faaidah: Waliulloh Ad-Dahlawi (1176 H) berkata dalam Hujjatulloh Al-Baalighoh (2/82): “Rahasia di balik ini ada 2 hal: Pertama: Menutup pintu ta’ammuq (berlebihan). Sebab ketika Pembuat Syari’at mengkhususkan Jum’at dengan ibadah-ibadah dan menjelaskan keutamaannya, maka itu menjadi tempat yang mungkin bagi orang-orang yang berlebihan untuk mengkhususkan puasa pada hari itu. Kedua: Mewujudkan makna ‘Ied (hari raya). Sebab hari raya menunjukkan kegembiraan dan pemenuhan ladzzah (kenikmatan). Dengan menjadikannya hari raya, kaum Muslimin membayangkan bahwa hari itu adalah bagian dari perkumpulan yang mereka sukai secara tabiat, tanpa adanya pemaksaan.”

Hadits Ke-5: Perintah Membatalkan Puasa Sunnah Jika Mengkhususkan Hari Jum’at

Dari Juwairiyah Ummu Mu’minin rodhiyallahu ‘anha, bahwasanya Nabi masuk menemuinya pada hari Jum’at dan Juwairiyah sedang Puasa. Lalu Nabi bertanya:

«أَصُمْتِ أَمْسِ؟»، قَالَتْ: لاَ، قَالَ: «تُرِيدِينَ أَنْ تَصُومِي غَدًا؟» قَالَتْ: لاَ، قَالَ: «فَأَفْطِرِي»

“Apakah engkau berpuasa kemarin?” Juwairiyah menjawab: “Tidak.” Nabi bertanya lagi: “Apakah engkau ingin berpuasa besok?” Juwairiyah menjawab: “Tidak.” Nabi bersabda: “Kalau begitu, berbukalah.”

(HR. Al-Bukhori no. 1986)

Syarah:

HR. Al-Bukhori no. 1986, Abu Dawud no. 2422, An-Nasaa’i dalam Al-Kubro no. 2767, Ahmad no. 26755-2656, dan selain mereka.

Faedah: Imam An-Nawawi (676 H) berkata dalam Syarh Muslim (8/19): “Di dalamnya terdapat dalil yang jelas bagi pendapat mayoritas ulama pengikut Asy-Syafi’i dan yang sepakat dengan mereka, bahwasanya dimakruhkan mengkhususkan hari Jum’at dengan Puasa, kecuali jika bertepatan dengan kebiasaannya. Apabila ia menyambungnya dengan sehari sebelumnya atau sesudahnya, atau bertepatan dengan kebiasaannya, misalnya ia bernadzar untuk berpuasa pada hari kesembuhan orang sakitnya selamanya, lalu bertepatan dengan hari Jum’at, maka tidak dimakruhkan, berdasarkan Hadits-Hadits ini. Adapun perkataan Malik dalam Al-Muwaththo’: ‘Aku tidak pernah mendengar seorang pun dari Ahli Ilmu dan Fiqh serta yang diikuti melarang Puasa pada hari Jum’at, dan Puasa hari Jum’at adalah baik, dan aku telah melihat sebagian Ahli Ilmu berpuasa padanya, dan aku melihatnya berusaha melakukannya’. Maka apa yang dikatakan Malik adalah apa yang ia lihat, sedangkan orang lain melihat berbeda dari yang ia lihat. As-Sunnah didahulukan atas apa yang ia lihat dan yang dilihat orang lain. Larangan Puasa pada hari Jum’at telah tsaabit (kokoh), maka wajib berpegang pada pendapat tersebut. Dan Malik ma’dzur (dimaafkan), karena Hadits itu tidak sampai kepadanya.”

Hadits Ke-6: Larangan Mengkhususkan Malam Jum’at untuk Qiyaam dan Siangnya untuk Puasa

Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dari Nabi , beliau bersabda:

«لَا تَخُصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامِ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي، وَلَا تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْأَيَّام؛ فَإِنَّهُ يَوْمُ عِيدٍ، فَلَا تَجْعَلُوا يَوْمَ عِيدِكُمْ يَوْمَ صِيَامِكُمْ، إِلَّا أَنْ تَصُومُوا قَبْلَهُ أَوْ بَعْدَهُ»

“Janganlah kalian mengkhususkan malam Jum’at dengan Qiyamul Lail (Sholat malam) di antara malam-malam lainnya. Jangan pula mengkhususkan hari Jum’at dengan Puasa di antara hari-hari lainnya, sebab hari itu adalah hari raya. Maka janganlah kalian jadikan hari raya kalian sebagai hari Puasa kalian, kecuali jika kalian berpuasa sehari sebelum atau sesudahnya.”

(HR. Muslim no. 1144, dan Al-Haakim no. 1172)

Syarah:

Hadits ini tersusun dari 2 Hadits.

Pertama: Diriwayatkan oleh Muslim no. 1144, An-Nasaa’i dalam Al-Kubro no. 1595, Al-Haakim no. 1172, dan selain mereka, dengan lafazh yang serupa. Hadits ini akan diulang pada Hadits ke-32.

Kedua: Diriwayatkan oleh Ahmad no. 8025, Al-Haakim no. 1595, dan asalnya ada pada Al-Bukhori no. 1985, Muslim no. 1144, dan selain mereka.

Faedah dalam Hadits: Larangan mengkhususkan malam Jum’at dengan Sholat yang lebih dari malam-malam lainnya. Larangan ini adalah karohah (makruh) menurut mayoritas ulama, atau untuk tahrim (harom) sebagaimana madz-hab Ibnu Hazm (456 H) dan yang sepakat dengannya.

Hadits Ke-7: Hari Jum’at adalah Pemimpin Hari-Hari

Dari Abu Umaamah rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh bersabda:

«إِنَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ سَيِّدُ الْأَيَّامِ، وَأَعْظَمُهَا عِنْدَ اللَّهِ؛ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ، وَفِيهِ أُهْبِطَ، وَفِيهِ مَاتَ، وَفِيهِ سَاعَةٌ لَا يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى الْعَبْدُ فِيهَا شَيْئًا إِلَّا أَعْطَاهُ مَا لَمْ يَسْأَلْ حَرَامًا، وَفِيهِ تَقُومُ السَّاعَةُ، مَا مِنْ مَلَكٍ مُقَرَّبٍ وَلَا أَرْضٍ وَلَا جِبَالٍ وَلَا بَحْرٍ إِلَّا وَهُنَّ يُشْفِقْنَ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ»

“Sungguh, hari Jum’at adalah pemimpin hari-hari (Sayyidul Ayyaam), dan yang paling agung di sisi Alloh . Di dalamnya Adam diciptakan, di dalamnya ia diturunkan (dari Jannah ke bumi), di dalamnya ia wafat. Di dalamnya ada suatu saat dimana seorang hamba tidak meminta sesuatu pun kepada Alloh melainkan Dia akan memberikannya, selama ia tidak meminta yang harom. Dan di dalamnya akan terjadi Kiamat. Tidak ada Malaikat yang didekatkan, tidak ada bumi, tidak ada gunung, dan tidak ada laut, kecuali mereka merasa takut dari hari Jum’at.”

(HR. Ibnu Maajah no. 1084, dan Al-Baihaqi dalam Asy-Syu’ab no. 2712)

Syarah:

Perhatian: Terdapat kekeliruan dalam naskah yang menyebutkan Abu Umaamah, yang benar adalah Abu Lubabah. Diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 1084, Ahmad no. 15548, Ath-Thobaroani (5/334/511), Al-Baihaqi dalam Asy-Syu’ab no. 2712, dan Fadhoolilul Auqoot no. 250, dengan sanad hasan, dan memiliki syawaahid (penguat).

Faedah: As-Sindi (1138 H) dalam Haasyiah Ibnu Maajah (1/336) berkata: “Dikatakan bahwa hal-hal ini—yaitu yang dijadikan alasan untuk menyebutkan keutamaan hari Jum’at—bukanlah penyebutan keutamaan. Karena dikeluarkannya Adam, wafatnya, dan terjadinya Kiamat tidak dianggap keutamaan. Namun, ada yang berpendapat sebaliknya, bahwa semuanya adalah keutamaan, karena keluarnya Adam adalah sebab adanya keturunan dari para Rosul, Nabi, dan Auliyaa’. Kiamat adalah sebab disegerakannya balasan bagi orang-orang sholih. Wafatnya Adam adalah sebab ia meraih kemuliaan yang telah Alloh siapkan baginya... Dan di dalamnya terdapat (faedah) bahwa semua makhluk mengetahui hari-hari itu secara spesifik, dan mereka tahu bahwa Kiamat akan terjadi pada hari Jum’at. Hanya saja, pengetahuan ini, dilihat dari sisi Malaikat yang didekatkan, tidaklah lepas dari kekaburan. Yang lebih dekat (kepada kebenaran) adalah rasa takut dan khosyyah (takut kepada Alloh ) yang mendominasi membuat mereka lupa akan hal itu.”

Hadits Ke-8: Banyaknya Orang yang Dibebaskan dari Naar pada Malam dan Hari Jum’at

Dari Anas rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh bersabda:

«إِنَّ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ وَيَوْمَ الْجُمُعَةِ أَرْبَعَةٌ وَعِشْرُونَ سَاعَةً، لَيْسَ فِيهَا سَاعَةٌ إِلَّا وَاللَّهُ فِيهَا سِتَّ مِائَةِ عَتِيقٍ مِنَ النَّارِ»

“Sungguh, malam Jum’at dan hari Jum’at adalah 24 jam. Tidak ada satu jam pun di dalamnya melainkan Alloh membebaskan 600 orang dari Naar pada jam itu.”

(HR. Al-Bukhori)

Syarah:

Hadits ini diatribusikan kepada Al-Bukhori secara mutlak, padahal beliau meriwayatkannya dalam At-Taarikh Al-Kabiir (1/50), dan juga diriwayatkan oleh Abu Ya’la (3434-3435, 3484), Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no. 2780, dan selain mereka. Al-Baihaqi dan Ibnu Al-Jauzi (597 H) dalam Al-’Ilal Al-Mutanaahiyah no. 791, mendho’ifkannya.

Hadits Ke-9: Anjuran Waktu Dikabulkannya Do’a

Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rosululloh menyebut hari Jum’at, lalu bersabda:

«فِيهَا سَاعَةٌ لَا يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ تَعَالَى شَيْئًا، إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ، وَهِي سَاعَةٌ»

“Di dalamnya terdapat suatu saat yang jika seorang hamba Muslim kebetulan mendapatkannya lalu ia meminta sesuatu kepada Alloh , niscaya Dia akan memberikannya kepadanya. Dan saat itu adalah saat yang singkat.”

(HR. Al-Bukhori no. 935, 5294, 6400, dan Muslim no. 852)

Syarah:

HR. Al-Bukhori no. 935, 5294, 6400, Muslim no. 852, Abu Dawud no. 1046, At-Tirmidzi no. 491, An-Nasaa’i no. 1431, Ibnu Maajah no. 1137, Ahmad no. 7151, dan selain mereka.

Faedah: Ulama berbeda pendapat tentang penentuan waktu tersebut dengan perbedaan yang sangat banyak. Ibnu Al-Muniir (683 H) berkata: “Faedah dari disamarkannya saat ini dan Lailatul Qodr adalah untuk mendorong orang yang berdo’a agar memperbanyak Sholat dan do’a. Kalau saja dijelaskan, niscaya orang-orang akan bersandar pada waktu itu saja dan meninggalkan waktu-waktu selainnya. Maka mengherankan jika ada  orang yang mencoba menerka waktu itu.” (Syarh Shohiih Al-Bukhori, Ibnu Baththool, 2/520; Al-Istidzkaar, Ibnu Abdil Barr, 37/2; Syarh Muslim, An-Nawawi, 6/401; Fathul Baari, Ibnu Hajar, 2/422)

Hadits Ke-10: Pahala Bersegera Menuju Jum’at

Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh bersabda:

«مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَرَاحَ مِنَ السَّاعَةِ الْأُولَى؛ فَكَأَنَّمَا قَدَّمَ بَدَنَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ؛ فَكَأَنَّمَا قَدَّمَ بَقَرَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ؛ فَكَأَنَّمَا قَدَّمَ كَبْشًا أَقْرَنَ، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ؛ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً، وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ، فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً، فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ؛ حَضَرَتِ الْمَلَائِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ»

“Siapa yang mandi pada hari Jum’at dan berangkat pada saat yang pertama, maka seolah-olah ia telah mempersembahkan seekor unta. Siapa yang berangkat pada saat yang kedua, maka seolah-olah ia telah mempersembahkan seekor sapi. Siapa yang berangkat pada saat yang ketiga, maka seolah-olah ia telah mempersembahkan seekor kambing kibas yang bertanduk. Siapa yang berangkat pada saat yang keempat, maka seolah-olah ia telah mendekatkan seekor ayam. Siapa yang berangkat pada saat yang kelima, maka seolah-olah ia telah mendekatkan sebutir telur. Jika Imam telah keluar (untuk khutbah), maka para Malaikat hadir untuk mendengarkan khutbah.”

(HR. Al-Bukhori no. 881, 929, dan Muslim no. 850)

Syarah:

HR. Al-Bukhori no. 881, 929, Muslim no. 850, Abu Dawud no. 351, At-Tirmidzi no. 499, An-Nasaa’i no. 1388, Ibnu Maajah no. 1092, Ahmad no. 9962, dan selain mereka.

Hakikat kata berangkat adalah setelah tergelincir matahari, tetapi yang dimaksud di sini adalah berangkat di awal siang. Ada juga yang mengatakan rowaah adalah berangkat, baik di awal siang, akhir siang, atau di malam hari.

Mayoritas ulama berpendapat yang dimaksud dengan saa’aat (saat) di sini adalah dari awal siang. Yang paling jelas adalah dari terbit fajar.

Hadits ini menganjurkan mandi untuk Jum’at dan bersegera mendatanginya. Hadits ini juga menganjurkan duduk mendengarkan khutbah sejak Imam naik mimbar hingga mu’adzdzin adzan. (Lihat: Ma’aalim As-Sunan, Al-Khoththobi, 1/109; Syarh Shohiih Al-Bukhori, Ibnu Baththool, 2/479; Syarh Muslim, An-Nawawi, 6/136; Fathul Baari, Ibnu Rojab, 8/95)

Hadits Ke-11: Kedekatan dengan Alloh di Jannah Berdasarkan Kecepatan Menuju Jum’at

Dari Ibnu ‘Abbas rodhiyallahu ‘anhu, dari Nabi , beliau bersabda:

«إِنَّ أَهْلَ الْجَنَّةِ يَرَوْنَ رَبَّهُمْ تَعَالَى وَعَزَّوَجَلَّ فِي كُلِّ يَوْمٍ جُمُعَةٍ فِي رِمَالِ الْكَافُورِ، وَأَقْرَبُهُمْ مِنْهُ مَجْلِسًا أَسْرَعُهُمْ إِلَيْهِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، وَأَبْكَرُهُمْ غُدُوا»

“Sungguh, penduduk Jannah akan melihat Robb mereka Ta’ala wa ‘Azza wajall setiap hari Jum’at di bukit-bukit Kaafur. Dan yang paling dekat tempat duduknya dari-Nya adalah yang paling cepat datang kepada-Nya pada hari Jum’at, dan yang paling awal di pagi hari.”

(HR. Ibnu Maajah no. 1094, dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no. 2735)

Syarah:

Hadits ini adalah kekeliruan dari penulis rohimahulloh. Karena diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 1094, Ath-Thobaroani (10/100/3/78), dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no. 2735, dan selain mereka, dengan lafazh yang serupa, dari Hadits Ibnu Mas’ud rodhiyallahu ‘anhu, bukan dari Hadits Ibnu ‘Abbas.

Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 2549, dan selainnya, dari Hadits Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dengan lafazh serupa, dan At-Tirmidzi berkata: “Hadits ghoriib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari jalur ini.”

Adapun Hadits Ibnu ‘Abbas, diriwayatkan oleh Al-Aajurri dalam Asy-Syarii’ah (2/1022), dan Ibnu Baththoh dalam Al-Ibaanah Al-Kubro (7/41) dengan sanad dho’if. Kami tidak menemukan penshohihan At-Tirmidzi untuk Hadits ini, sehingga yang jelas ini adalah kekeliruan dari penulis.

Hadits Ke-12: Anjuran Bersegera Menuju Jum’at dan Catatan Malaikat

Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh bersabda:

«إِذَا كَانَ يَوْمُ الْجُمُعَةِ، كَانَ عَلَى كُلِّ بَابٍ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسْجِدِ مَلَائِكَةٌ يَكْتُبُونَ الْأَوَّلَ فَالْأَوَّلَ، فَإِذَا خَرَجَ الْإِمَامُ؛ طَوَوُا الصُّحُفَ، وَجَاءُوا يَسْمَعُونَ الذِّكْرَ»

“Apabila hari Jum’at tiba, di setiap pintu Masjid ada para Malaikat yang mencatat orang yang datang pertama kemudian yang berikutnya. Apabila Imam telah keluar (untuk khutbah), maka mereka melipat lembaran-lembaran itu dan datang untuk mendengarkan dzikr (khutbah).”

(HR. Al-Bukhori no. 3211 dalam Shohiih-nya, dan disebutkan oleh At-Tirmidzi no. 499, dan Ibnu Hibban no. 2774 dari jalur-jalur yang diteliti)

Syarah:

HR. Al-Bukhori no. 3211, Muslim no. 850, Abu Dawud no. 351, Ibnu Maajah no. 1092, Ahmad no. 7258. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 499, Ibnu Hibban dalam Shohiih-nya no. 2774, dan selain mereka, dengan lafazh serupa.

Di antara faedah Hadits ini:

1. Penyebutan Malaa’ikah secara nakiroh (umum) menunjukkan jumlahnya yang banyak.

2. Keutamaan orang yang bersegera ke Masjid, dan tingkatan manusia dalam keutamaan adalah sesuai dengan amalan mereka.

3. Dorongan mendengarkan khutbah, dan hal itu wajib menurut mayoritas ulama.

4. Yang dimaksud dengan melipat lembaran adalah melipat lembaran pahala yang berkaitan dengan bersegera menuju Jum’at, bukan yang lain. Adapun mendengarkan khutbah dan mendapatkan Sholat, maka itu pasti dicatat oleh 2 malaikat pencatat. (Lihat: Syarh Ibnu Baththool, 2/513; Asy-Syaafi, Ibnul Atsiir, 2/179; Fathul Baari, Ibnu Hajar, 2/368)

Hadits Ke-13: Hari yang Dijanjikan, Hari yang Disaksikan, dan Hari yang Menyaksikan

Diriwayatkan oleh Humaid (bin Zanjuwaih, 251 H) dalam Fadhooilil A’maal, dan disebutkan oleh Al-’Allaamah dalam Amalil Yaumi wal Lailah (Amalan Siang dan Malam), keduanya berkata: Rosululloh bersabda:

«الْيَوْمُ الْمَوْعُودُ يَوْمُ الْقِيَامَةِ، وَالْمَشْهُودُ يَوْمُ عَرَفَةَ، وَالشَّاهِدُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ؛ مَا طَلَعَتِ الشَّمْسُ وَلَا غَرَبَتْ عَلَى أَفْضَلَ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ»

“Yaumul Mau’uud (hari yang dijanjikan) adalah Hari Kiamat. Al-Masyhuud (hari yang disaksikan) adalah Hari ‘Arofah. Dan Asy-Syaahid (hari yang menyaksikan) adalah Hari Jum’at. Tidaklah matahari terbit dan tidak pula terbenam di atas hari yang lebih utama daripada hari Jum’at.”

(HR. At-Tirmidzi no. 3339, dan Ahmad no. 7972, 7973)

Syarah:

Sepertinya kitab Humaid bin Zanjuwaih termasuk yang hilang, dan kami tidak menemukan Amalul Yaumi wal Lailah karya siapa. Kemungkinan itu adalah karya Ibnu Adh-Dhoniif sebagaimana disebutkan dalam Hadits ke-15. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 3339, dan Ahmad no. 7972, 7973, dan selainnya, dari Hadits Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dan didho’ifkan oleh At-Tirmidzi dan selainnya.

Hadits Ke-14: Keutamaan Berangkat ke Jum’at dan Keutamaan Shodaqoh

Dari Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh bersabda:

«إِذَا رَاحَ مِنَّا سَبْعُونَ إِلَى الْجُمُعَةِ؛ كَانُوا كَسَبْعِينَ مُوسَى الَّذِينَ وَفَدُوا إِلَى رَبِّهِمْ أَوْ أَفْضَلَ، وَالصَّدَقَةُ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ تُضَاعَفُ عَلَى غَيْرِهَا مِنَ الْأَيَّامِ»

“Apabila 70 orang dari kita berangkat menuju Jum’at, maka mereka adalah seperti 70 orang (dari kaum) Musa yang datang menghadap Robb mereka, atau lebih utama. Dan Shodaqoh pada hari Jum’at dilipatgandakan melebihi hari-hari lainnya.”

(HR. Ath-Thobaroani dalam Al-Ausath no. 5802, dan Al-Baihaqi dalam Ma’rifatus Sunan wal Aatsaar no. 6671)

Syarah:

Maksud dari 70 orang Musa adalah yang disebutkan Alloh dalam Firman-Nya:

﴿وَٱخْتَارَ مُوسَىٰ قَوْمَهُۥ سَبْعِينَ رَجُلًا لِّمِيقَٰتِنَآ ﴾

“Musa memilih 70 orang dari kaumnya untuk menemui Kami.” (QS. Al-A’rof: 155)

 Hadits ini tersusun dari 2 Hadits.

Pertama: Diriwayatkan oleh Ath-Thobaroani dalam Al-Ausath no. 5802, dengan sanad yang sangat dho’if, dari Hadits Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu, yaitu bagian pertama saja.

Kedua: Diriwayatkan oleh Asy-Syafi’i (204 H) dalam Al-Umm (1/239), dan dari jalurnya Al-Baihaqi dalam Ma’rifatus Sunan wal Aatsaar no. 6671, ia berkata: “Telah sampai kepada kami dari Abdulloh bin Abi Aufa, bahwa Rosululloh bersabda: ‘Perbanyaklah Sholawat kepadaku pada hari Jum’at, karena Sholawat kalian disampaikan dan aku dengar.’ Beliau bersabda: ‘Dan Shodaqoh dilipatgandakan pada hari itu...’

Juga diriwayatkan oleh Abu ‘Ubaid dalam Al-Amwaal no. 1046, Ibnu Abi Syaibah no. 5513, Abu Nu’aim (430 H) dalam Al-Hilyah (2/21) sebagai perkataan Ka’ab Al-Ahbaar (32 H). Kami tidak menemukan Hadits ini pada Abu Dawud, maupun At-Tirmidzi. Wallohul Muwaffiq.

Hadits Ke-15: Pahala Membaca Surah Al-Ikhlash dan Al-Mu’awwidzatain Setelah Jum’at

Dari Asmaa’ binti Abi Bakar Ash-Shiddiq rodhiyallahu ‘anha dan ayahnya, ia berkata: Rosululloh bersabda:

«مَن صَلَّى الْجُمُعَةَ وَقَرَأَ بَعْدَهَا ﴿ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ﴾ وَالْمُعَوَّذَتَيْنِ سَبْعًا سَبْعًا؛ حُفِظَ مِنْ مَجْلِسِهِ ذَلِكَ إِلَى مِثْلِهِ»

“Siapa yang Sholat Jum’at lalu membaca setelahnya Al-Ikhlash dan Al-Mu’awwidzatain (Al-Falaq dan An-Naas) masing-masing 7 kali, maka ia akan dijaga dari majelisnya itu sampai Jum’at berikutnya.”

(HR. Abu ‘Ubaid dan Ibnu Adh-Dhoniif dalam Fadhooilil Yaumi wal Lailah)

Syarah:

HR. Abu ‘Ubaid (bin Sallaam) dalam Fadhooilul Qur’an (hlm. 272), Ibnu Abi Syaibah (5575, 29602), Ibnu Adh-Dhoriis (294 H) dalam Fadhooilul Qur’an no. 290, Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no. 29602, dan Fadhooilul Auqoot no. 280, secara mauquf (perkataan Shohabat) kepada Asmaa’ rodhiyallahu ‘anha, bukan marfu’ (perkataan Nabi).

Hadits ini juga diriwayatkan dari sejumlah Shohabat rodhiyallahu ‘anhum, sebagaimana akan disebutkan. Kami belum menemukan kitab Ibnu Adh-Dhoniif ini, perlu diteliti.

Hadits Ke-16: Penegasan Pahala Membaca Surah Al-Ikhlash dan Al-Mu’awwidzatain

Dari Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh bersabda:

«مَن قَرَأَ إِذَا سَلَّمَ الإِمَامُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ قَبْلَ أَن يُثْنِي رِجْلَيْهِ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وَ﴿ قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ ﴾ وَ ﴿ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ الْفَلَقِ ﴾ وَ ﴿ قُلْ أَعُوذُ بِرَبِّ النَّاسِ ﴾ سَبْعًا سَبْعًا؛ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِن ذَنبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ، وَأُعْطِيَ مِنَ الْأَجْرِ بِعَدَدِ كُلِّ مَنْ آمَنَ بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ»

“Siapa yang membaca setelah Imam salam pada hari Jum’at sebelum ia melipat kedua kakinya, Al-Fatihah, Al-Ikhlash, Al-Falaq, dan An-Naas, masing-masing 7 kali, niscaya akan diampuni baginya dosa-dosanya yang telah lalu dan yang akan datang. Dan ia diberi pahala sebanyak bilangan setiap orang yang beriman kepada Alloh dan Rosul-Nya.”

(Kami meriwayatkannya dari Ibnu As-Sunni (364 H))

Syarah:

Kami tidak menemukan Hadits ini dalam Amalul Yaumi wal Lailah karya Ibnu As-Sunni, maka kemungkinan ia meriwayatkannya dari jalurnya bukan di dalam kitabnya. Ibnu Hajar (852 H) dalam Al-Khishool Al-Mukaffiroh lidz Dzunuub (hlm. 15) menisbatkannya kepada Abu ‘Abdir Rohman As-Sulami (412 H) dan Abu Sa’ad Al-Qusyairi, dan mendho’ifkannya. Kami tidak menemukan sanadnya.

Hadits Ke-17: Jum’at adalah Haji bagi Orang Miskin

Dari Ibnu ‘Abbas rodhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rosululloh bersabda:

«الْجُمُعَةُ حَجُّ الْمَسَاكِينِ، الْجُمُعَةُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِن حَجَّ التَّطَوُّعِ»

“Jum’at adalah Haji bagi orang-orang miskin. Jum’at lebih aku cintai daripada Haji sunnah.”

(HR. Humaid (bin Zanjuwaih, 251 H) dan Al-Haarits (bin Abi Usaamah, 282 H) dalam Musnad-nya)

Syarah:

Kami tidak menemukan Hadits ini di dalam kitab keduanya yang ada saat ini. Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Al-A’robi (340 H) dalam Mu’jam-nya no. 2378, dan Al-Qudhoo’i (454 H) dalam Musnad Asy-Syihab no. 79. Ibnu Rojab Al-Hanbali (795 H) mendho’ifkannya dalam Fathul Baari (8/102).

Hadits Ke-18: Keutamaan Wafat pada Hari Jum’at dan Do’a Nabi Ya’qub ‘Alaihis Salaam

Dari Ibnu ‘Umar rodhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rosululloh bersabda:

«مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ إِلَّا وَقَاهُ اللَّهُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ»

“Tidak ada seorang Muslim pun yang meninggal pada hari Jum’at atau malam Jum’at, melainkan Alloh akan menjaganya dari fitnah kubur.”

Sungguh Nabi Ya’qub ‘alaihi wa ‘ala Nabiyyinash sholaatu was salaam menunda do’a untuk anak-anaknya ketika mereka berkata:

﴿قَالُوا يَاأَبَانَا اسْتَغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا إِنَّا كُنَّا خَاطِئِينَ ۝ قَالَ سَوْفَ أَسْتَغْفِرُ لَكُمْ رَبِّي ﴾

“Mereka berkata: ‘Wahai ayah kami! Mohonkanlah ampun bagi kami atas dosa-dosa kami. Sungguh, kami adalah orang-orang yang bersalah.’ (Ya’qub) berkata: ‘Aku akan memohonkan ampun bagi kalian kepada Robbku.’” (QS. Yuusuf: 97-98)

Yaitu sampai datang hari Jum’at.

(HR. At-Tirmidzi no. 1074, Al-Baihaqi (458 H), dan Ibnu Abi Ad-Dunya (281 H))

Syarah:

Penulis menjadikannya dari Musnad Ibnu ‘Umar, padahal itu adalah kekeliruan. Hadits ini berasal dari Hadits Abdulloh bin ‘Amr bin Al-’Aash rodhiyallahu ‘anhuma, bukan Abdulloh bin ‘Umar. Hadits ini diulang pada Hadits ke-28.

Bagian pertama diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 1074, Ahmad no. 6582, 6646, 7050, Ath-Thobaroani (13/67/164), Al-Baihaqi dalam Itsbaat ‘Adzaabil Qobr no. 155, dari jalur-jalur dari Abdulloh bin ‘Amr bin Al-’Aash rodhiyallahu ‘anhuma, bukan Abdulloh bin ‘Umar. Didho’ifkan oleh At-Tirmidzi dan Ath-Thohaawi (321 H) dalam Syarh Musykilil Aatsaar (1/250), dan Hadits ini memiliki banyak jalur yang bisa membuatnya hasan secara keseluruhan.

Bagian kedua tentang do’a Nabi Ya’qub ‘alaihis salaam diriwayatkan oleh Ibnu Jariir (310 H) dalam At-Tafsiir (13/348), dengan sanad dho’if dari Hadits Ibnu ‘Abbas rodhiyallahu ‘anhuma secara marfuu’, bukan dari Hadits Ibnu ‘Umar. Ada yang mengatakan ia menunda do’a itu hingga Sholat malam, atau hingga waktu Sahur (sebelum Shubuh). (Lihat: Tafsiir Al-Maawardi, 3/80; Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 4/287)

Kami tidak berhasil menemukan Hadits ini dalam kitab-kitab Ibnu Abi Ad-Dunya rohimahulloh.

Hadits Ke-19: Ziarah Kubur Kedua Orang Tua pada Hari Jum’at

Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh bersabda:

«مَنْ زَارَ قَبْرَ أَبَوَيْهِ أَوْ أَحَدِهِمَا يَوْمَ الْجُمُعَةِ؛ غُفِرَ لَهُ، وَكُتِبَ بَارًّا»

“Siapa yang menziarahi kubur kedua orang tuanya atau salah satunya pada hari Jum’at, niscaya akan diampuni baginya dan dicatat sebagai anak yang berbakti.”

(HR. Ath-Thobaroani (360 H) dalam Al-Ausath no. 6114)

Syarah:

HR. Ath-Thobaroani dalam Al-Ausath no. 6114 dan Ash-Shoghiir no. 955, dan Qowaamus Sunnah (535 H) dalam At-Targhiib wat Tarhiib no. 451, dan selain mereka, dengan sanad dho’if.

Hadits ini memiliki Syaahid (penguat) dari Hadits ‘Aisyah rodhiyallahu ‘anha yang diriwayatkan oleh Ibnul Jauzi dalam Al-Maudhuu’aat (3/239), dan ia berkata: “Hadits ini dengan sanad ini baathil (rusak), tidak ada asalnya.”

Hadits Ke-20: Amalan Diperlihatkan pada Hari Jum’at

Dari ‘Abdul ‘Aziiz, dari ayahnya, dari kakeknya, ia berkata: Rosululloh bersabda:

«تُعْرَضُ الْأَعْمَال يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَيَوْمَ الْخَمِيسِ عَلَى اللَّهِ تَعَالَى، وَتُعْرَضُ عَلَى الْأَنْبِيَاء وَالْآبَاءِ وَالْأُمَّهَاتِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَيَفْرَحُونَ بِحَسَنَاتِهِمْ، وَتَزْدَادُ وُجُوهُهُمْ نُورًا وَإِسْرَاقًا»

“Amalan-amalan diperlihatkan kepada Alloh pada hari Senin dan hari Kamis. Dan diperlihatkan kepada para Nabi, para ayah, dan para ibu pada hari Jum’at. Lalu mereka gembira dengan kebaikan-kebaikan (anak cucu mereka), dan wajah mereka bertambah cahaya dan bersinar.”

(HR. Al-Hakiim At-Tirmidzi (320 H) dalam Nawaadirul Ushul no. 924)

Syarah:

Terdapat kekeliruan dalam naskah yang menyebutkan ‘Abdul ‘Aziiz, yang benar adalah ‘Abdul Ghofuur bin ‘Abdul ‘Aziiz, dari ayahnya, dari kakeknya.

Lafazh Wa tazdaadu (dan bertambah) diambil dari sumber takhrij (Nawaadirul Ushul). Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Hakiim At-Tirmidzi (320 H) dalam Nawaadirul Ushul no. 924, dan sanadnya sangat dho’if.

Hadits Ke-21: Hari Jum’at adalah Hari Terbaik, dan Perintah Memperbanyak Sholawat

Dari Aus bin Aus rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh bersabda:

«إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ، فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنَ الصَّلَاةِ فِيهِ؛ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ»

“Sungguh, termasuk hari terbaik kalian adalah hari Jum’at. Maka perbanyaklah Sholawat kepadaku pada hari itu. Karena sesungguhnya Sholawat kalian diperlihatkan kepadaku.”

Para Shohabat bertanya: “Wahai Rosululloh, bagaimana Sholawat kami diperlihatkan kepadamu, padahal engkau telah hancur?” Yakni: “Mereka berkata: ‘Engkau telah menjadi tulang belulang yang usang’.”

Beliau bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ حَرَّمَ عَلَى الْأَرْضِ أَجْسَادَ الْأَنْبِيَاءِ»

“Sungguh, Alloh mengharomkan bumi untuk memakan jasad para Nabi.”

(HR. Abu Dawud no. 1047, dan Al-Haakim (405 H), dan beliau menshohihkannya, dan Ibnu Maajah no. 1085)

Syarah:

HR. Abu Dawud no. 1047, 1531, An-Nasaa’i no. 1374, Ibnu Maajah no. 1085, 1636, Ahmad no. 16162, dan selain mereka. Dishohihkan oleh Ibnu Hajar dalam Nataa’ijul Afkaar (4/17).

Di dalam Hadits ini terdapat (faedah) bahwa Sholawat atas Nabi adalah sebab diperlihatkannya nama orang yang bersholawat dan disebutnya nama itu di sisi beliau . Di dalamnya juga terdapat (faedah) bahwa Nabi Alloh hidup dan diberi rizqi, sebagaimana dikatakan Ibnu Al-Qoyyim (751 H) dalam Jalaa’ul Afhaam (hlm. 86, 453).

Hadits Ke-22: Anjuran Memperbanyak Sholawat pada Malam dan Hari Jum’at

Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh bersabda:

«أَكْثِرُوا مِنَ الصَّلَاةِ عَلَيَّ فِي اللَّيْلَةِ الْغَرَّاءِ وَالْيَوْمِ الْأَزْهَرِ؛ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ تُعْرَضُ عَلَيَّ حَيْثُ كُنْتُمْ»

“Perbanyaklah Sholawat kepadaku pada malam yang cerah dan hari yang terang. Karena sesungguhnya Sholawat kalian diperlihatkan kepadaku di mana pun kalian berada.”

(HR. Ath-Thobaroani dalam Al-Ausath no. 241)

Syarah:

HR. Ath-Thobaroani dalam Al-Ausath no. 241, dengan lafazh: “Perbanyaklah Sholawat kepadaku pada malam yang berseri dan hari yang berseri, karena sesungguhnya Sholawat kalian diperlihatkan kepadaku.” Didho’ifkan oleh Al-Haitsami (807 H) dalam Majma’uz Zawaa’id (2/169). Diriwayatkan oleh Asy-Syafi’i (204 H) dalam Al-Umm (1/239) - dan dari jalurnya Al-Baihaqi dalam Ma’rifatus Sunan wal Aatsaar no. 6672 - dengan jalur balaagh (penyampaian Hadits tanpa sanad) dengan lafazh yang serupa.

Hadits Ke-23: Keutamaan Sholawat 1000 Kali pada Hari Jum’at

Dari ‘Ali bin Abi Thoolib rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh bersabda:

«مَنْ صَلَّى عَلَيَّ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ أَلْفَ مَرَّةٍ لَمْ يَمُتْ حَتَّى يَرَى مَقْعَدَهُ مِنَ الْجَنَّةِ، وَجَاءَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَعَلَى وَجْهِهِ نُورٌ»

“Siapa yang bersholawat kepadaku pada hari Jum’at 1000 kali, ia tidak akan meninggal dunia sampai ia melihat tempat duduknya di Jannah. Dan ia akan datang pada Hari Kiamat dalam keadaan ada cahaya di wajahnya.”

(HR. Ibnu Syaahiin (385 H) dalam Fadhooilul A’maal no. 19)

Syarah:

Ini kekeliruan dari penulis. Karena ini adalah Hadits Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu, bukan Hadits ‘Ali bin Abi Thoolib. Ini juga kekeliruan Penulis yang menisbatkannya kepada Muslim, padahal Muslim dan para penulis Al-Kutub At-Tis’ah (9 kitab Hadits induk) tidak ada yang meriwayatkannya. Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Syaahiin dalam Fadhooilul A’maal no. 19, Ibnu Sam’uun (387 H) dalam Al-Amaali no. 56, Qowaamus Sunnah (535 H) dalam At-Targhiib wat Tarhiib no. 910, dan selain mereka, dari Hadits Anas rodhiyallahu ‘anhu. Didho’ifkan oleh As-Sakhoowi (902 H) dalam Al-Qoulul Badii’ (hlm. 197).

Hadits Ke-24: Do’a Nabi Saat Memasuki Masjid pada Hari Jum’at

Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh apabila masuk ke Masjid pada hari Jum’at, beliau memegang 2 kayu penyangga pintu (yakni 2 kayu di kedua sisi pintu), kemudian beliau berdo’a:

«اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي أَوْجَهَ مَنْ تَوَجَّهَ إِلَيْكَ، وَأَقْرَبَ مَنْ تَقَرَّبَ إِلَيْكَ، وَأَفْضَلَ مَنْ سَأَلَكَ وَرَغِبَ إِلَيْكَ»

“Ya Alloh! Jadikanlah aku orang yang paling mulia di antara siapa yang menghadap kepada-Mu, paling dekat di antara siapa yang mendekat kepada-Mu, dan paling utama di antara siapa yang meminta dan berharap kepada-Mu.”

(HR. Ibnu As-Sunni (364 H) dan Abu Nu’aim (430 H))

Syarah:

HR. Ibnu As-Sunni (364 H) dalam Amalul Yaumi wal Lailah no. 374. Ibnu Hajar (852 H) dalam Nataa’ijul Afkaar (5/60) menisbatkannya kepada Abu Nu’aim (430 H) dalam Adz-Dzikr juga, dan mendho’ifkannya. Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah (3/87), dengan sanadnya dari Jaabir bin Zaid.

Hadits Ke-25: Keutamaan Membaca Surah Al-Kahfi pada Hari Jum’at

Dari Kholid bin Ma’daan rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh bersabda:

«مَنْ قَرَأَ سُورَةَ الْكَهْفِ يَوْمَ الْجُمُعَةِ؛ سَطَعَ لَهُ نُورٌ مِنْ تَحْتِ قَدَمَيْهِ إِلَى عَنَانِ السَّمَاءِ يُضِيءُ لَهُ إِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَغُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَ الْجُمُعَتَيْنِ»

“Siapa yang membaca Surah Al-Kahfi pada hari Jum’at, niscaya akan memancar baginya cahaya dari bawah kedua kakinya sampai ke langit, menyinari baginya hingga Hari Kiamat. Dan diampuni baginya dosa-dosa di antara 2 Jum’at.”

(HR. Al-Haakim no. 3392, dan Al-Baihaqi no. 5996)

Syarah:

Hadits ini tidak berasal dari Musnad Kholid bin Ma’daan, sebab ia adalah seorang Taabi’i (104 H) yang terkenal, bukan Shohabat. Diriwayatkan oleh Al-Haakim no. 3392, dan Al-Baihaqi no. 5996, dan selain keduanya, dengan lafazh serupa, dari Hadits Abu Sa’iid Al-Khudri rodhiyallahu ‘anhu. Dishohihkan oleh Al-Haakim, dan dinilai cacat oleh Adz-Dzahabi (748 H), dan memiliki syawaahid (penguat).

Hadits Ke-26: Adab-Adab Jum’at dan Pengampunan Dosa

Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh bersabda:

«مَنْ تَوَضَّأَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ، ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ، فَاسْتَمَعَ وَأَنْصَتَ؛ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الْأُخْرَى»

“Siapa yang berwudhu pada hari Jum’at lalu menyempurnakan wudhu-nya. Kemudian ia mendatangi Jum’at itu, lalu ia mendengarkan dan diam, niscaya diampuni baginya dosa-dosa di antara ia dan Jum’at berikutnya.”

(HR. Muslim no. 857)

Syarah:

HR. Muslim no. 857, Abu Dawud no. 1050, At-Tirmidzi no. 498, Ibnu Maajah no. 1090, Ahmad no. 9484, dan selain mereka, dengan lafazh serupa.

Di antara faedah Hadits ini:

1. Dianjurkannya menyempurnakan wudhu’. Makna menyempurnakannya adalah melakukannya 3 kali, menggosok anggota wudhu, memanjangkan gurroh (cahaya di wajah) dan tahjiil (cahaya di tangan dan kaki), mendahulukan bagian kanan, dan melaksanakan Sunnah-Sunnahnya.

2. Di dalamnya terdapat (dalil) bahwa mandi tidak wajib.

3. Perkataan beliau maka ia mendengarkan dan diam, keduanya adalah 2 hal yang berbeda namun bisa berkumpul.

4. Di dalamnya terdapat (dalil) kewajiban diam saat khutbah. Dan berbicara setelah khutbah dan sebelum takbiratul ihram Sholat tidak mengapa.

5. Yang dimaksud dengan maa bainal Jumu’atain (di antara 2 Jum’at) adalah dari Sholat Jum’at dan khutbahnya hingga waktu yang sama pada Jum’at berikutnya. (Lihat: Syarh Muslim, An-Nawawi, 6/146)

Hadits Ke-27: Alloh Membanggakan Hamba-Nya pada Hari ‘Arofah dan Jum’at

Dari Al-Hasan bin ‘Ali rodhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rosululloh bersabda:

«إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُبَاهِي مَلَائِكَتَهُ بِعِبَادِهِ يَوْمَ عَرَفَةَ، فَيَقُولُ: عِبَادِي جَاءُونِي شُعْثًا غُبْرًا، يَتَعَرَّضُونَ لِرَحْمَتِي، أُشْهِدُكُمْ أَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لِمُحْسِنِهِمْ، وَشَفَعْتُ مُحْسِنَهُمْ فِي مُسِيئِهِمْ، وَإِنْ كَانَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ يُبَاهِي اللَّهُ تَعَالَى بِهِمْ كَذَلِكَ»

“Sungguh, Alloh membanggakan para Malaikat-Nya dengan hamba-hamba-Nya pada hari ‘Arofah. Lalu Dia berfirman: ‘Hamba-hamba-Ku mendatangi-Ku dalam keadaan kusut (yaitu rambutnya kusut tidak disisir) dan berdebu. Mereka memohon rohmat-Ku. Aku bersaksi kepada kalian bahwa Aku telah mengampuni orang-orang yang berbuat baik di antara mereka, dan Aku jadikan orang yang berbuat baik itu memberi syafa’at bagi orang yang berbuat buruk di antara mereka.’ Dan jika itu adalah hari Jum’at, Alloh juga membanggakan mereka dengan cara yang sama.”

(HR. Ibnu Sa’d (230 H) dalam Ath-Thobaqoot (1/289), dari jalur Ibnu ‘Asaakir (571 H) dalam Taarikh-nya (13/248))

Syarah:

Asy’ats adalah orang yang rambutnya kusut, tidak disisir dan tidak diminyaki. Lihat: Ghoriibul Hadiits, Al-Harbi, 2/588; Syarh Muslim, An-Nawawi, 16/174.

Diriwayatkan oleh Ibnu Sa’d dalam Ath-Thobaqoot - Mutammimush Shohaabah (1/289), dan dari jalurnya Ibnu ‘Asaakir dalam Taarikh-nya (13/248), secara mauquf (perkataan Shohabat) kepada Al-Hasan rodhiyallahu ‘anhu. Penulis keliru dalam me-marfu’kannya (menisbatkannya kepada Nabi ).

Hadits tentang mubaahaah (kebanggaan) pada hari ‘Arofah memiliki syawaahid (penguat) yang tsaabit (kokoh). Wallohul Muwaffiq.

Faedah: Ulama berbeda pendapat mana yang lebih utama, hari ‘Arofah atau hari Jum’at? Pendapat yang benar adalah hari Jum’at adalah hari terbaik dalam sepekan, dan hari ‘Arofah serta hari Nahr (Idul Adha) adalah hari terbaik dalam setahun. (Lihat: Zaadul Ma’aad, Ibnul Qoyyim, 1/60)

Hadits Ke-28: Keutamaan Wafat pada Hari Jum’at dan Ditutupnya Naar

Dari Ibnu ‘Umar rodhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rosululloh bersabda:

«مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ إِلَّا وَقَاهُ اللَّهُ تَعَالَى فِتْنَةَ الْقَبْرِ، وَإِنَّ جَهَنَّمَ لَا تُسْجَرُ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ، وَيُغْلَقُ أَبْوَابُهَا»

“Tidak ada seorang Muslim pun yang meninggal pada hari Jum’at atau malam Jum’at, melainkan Alloh akan menjaganya dari fitnah kubur. Dan sungguh, Jahannam tidak dinyalakan pada hari Jum’at dan pintu-pintunya ditutup.”

(HR. Al-Baihaqi no. 5688)

Syarah:

Hadits ini adalah gabungan dari 2 Hadits, Penulis keliru menjadikannya 1 Hadits, dan keliru menjadikannya dari Musnad Ibnu ‘Umar.

Pertama: Telah berlalu takhrij-nya pada Hadits ke-18, yaitu dari Hadits Abdulloh bin ‘Amr bin Al-’Aash rodhiyallahu ‘anhuma.

Kedua: Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 1083, Al-Baihaqi no. 5688, dan selain keduanya, dengan sanad dho’if, dari Hadits Abu Qotaadah (54 H), dari Nabi , bahwasanya beliau membenci Sholat di tengah hari kecuali pada hari Jum’at, dan beliau bersabda: “Sungguh, Jahannam dinyalakan kecuali pada hari Jum’at.” Didho’ifkan oleh Abu Dawud dan selainnya.

Hadits Ke-29: Adab-Adab Hari Jum’at dan Pahala yang Agung

Dari Aus bin Aus Ats-Tsaqofi rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku mendengar Rosululloh bersabda:

«مَنْ غَسَّلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَاغْتَسَلَ، ثُمَّ بَكَّرَ وَابْتَكَرَ، وَمَشَى وَلَمْ يَرْكَبْ، وَدَنَا مِنَ الْإِمَامِ، وَاسْتَمَعَ وَلَمْ يَلْغُ؛ كَانَ لَهُ بِكُلِّ خُطْوَةٍ عَمَلُ سَنَةٍ أَجْرُ صِيَامِهَا وَقِيَامِهَا»

“Siapa yang mencuci (kepala dan tubuh) pada hari Jum’at dan mandi. Kemudian ia berangkat awal dan mendahului. Dan ia berjalan kaki dan tidak berkendara. Dan ia mendekat kepada Imam, lalu mendengarkan dan tidak berbuat laghwun (sia-sia). Niscaya baginya pada setiap langkah kaki adalah amalan setahun, yaitu pahala Puasa dan Qiyamul Lail-nya setahun.”

(HR. Abu Dawud no. 345, dan At-Tirmidzi no. 496, dan beliau menghasankannya)

Syarah:

Ada yang mengatakan bakkara (berangkat awal) artinya ke Sholat Jum’at atau ke Masjid. Dan ibtakara (mendahului) artinya mendapatkan awal khutbah. Atau 2 kata itu adalah satu makna sebagai penegasan. Atau bakkara artinya berangkat pada saat yang pertama, dan ibtakara artinya melakukan perbuatan orang yang datang awal, seperti Sholat, membaca Al-Qur’an, dan semua jenis ketaatan. An-Nawawi (676 H) berkata dalam Al-Iijaaz fi Syarh Sunan Abi Dawud (hlm. 31): At-Tirmidzi (279 H) dalam Jaami’nya (2/368) meriwayatkan dari Wakii’ (197 H) yang berkata: “Ia mandi dan memandikan istrinya.” Diriwayatkan dari Ibnul Mubaarok (181 H) bahwa ia berkata tentang Hadits ini: “Man ghassala wa ightasala artinya mencuci kepalanya dan mandi.” Asy-Syaukaani (1250 H) dalam Nailul Authoor (1/296) berkata: “Hadits ini menunjukkan disyari’atkannya mandi pada hari Jum’at, dan disyari’atkannya berangkat awal, berjalan kaki, mendekat kepada Imam, mendengarkan, dan meninggalkan laghwun (perbuatan sia-sia). Dan bahwasanya gabungan semua perkara ini adalah sebab untuk mendapatkan pahala yang besar itu.”

Hadits Ke-30: Hari Jum’at adalah Hari Raya

Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rosululloh bersabda dalam salah satu Jum’at:

«مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِينَ! إِنَّ هَذَا يَوْمٌ جَعَلَهُ اللَّهُ لَكُمْ عِيدًا، فَاغْتَسِلُوا، وَعَلَيْكُمْ بِالسَّوَاكِ»

“Wahai sekalian Muslim! Sungguh, hari ini adalah hari raya (‘Iedun) yang Alloh jadikan bagi kalian. Maka mandilah! Dan wajib atas kalian untuk bersiwaak.”

(HR. Ath-Thobaroani (360 H) dalam Al-Ausath no. 3433)

Syarah:

HR. Ath-Thobaroani dalam Al-Ausath no. 3433 dan Ash-Shoghiir no. 358, Ibnu Al-Muqri’ (381 H) dalam Mu’jam-nya no. 390, Al-Baihaqi no. 1427, 5960, dan selain mereka. Al-Haitsami (807 H) dalam Al-Majma’ (2/168) berkata: “Para rowinya terpercaya.” Kami katakan: Hadits ini cacat dengan irsaal (Hadits Mursal), tetapi memiliki banyak syawaahid (penguat).

Hadits Ke-31: Larangan Mengkhususkan Puasa pada Hari Jum’at

Dari Junaadah bin Abi Umayyah Al-Azdi, ia berkata: Aku masuk menemui Rosululloh bersama beberapa orang dari Azd pada hari Jum’at. Lalu beliau mengundang kami untuk makan hidangan di hadapan beliau. Kami berkata: “Kami sedang Puasa.”

Beliau bertanya: “Apakah kalian berpuasa kemarin?”

Kami menjawab: “Tidak.”

Beliau bertanya lagi: “Apakah kalian akan berpuasa besok?”

Kami menjawab: “Tidak.”

Beliau bersabda: “Kalau begitu, berbukalah! Janganlah kalian berpuasa pada hari Jum’at secara sendirian.”

(HR. Al-Haakim (405 H) dalam Mustadrak-nya no. 6557)

Syarah:

HR. Al-Haakim dalam Al-Mustadrak no. 6557. Diriwayatkan juga oleh Ibnu Abi ‘Aashim (287 H) dalam Al-Ahaadzi wal Matsaani no. 2297, Ath-Thohaawi (321 H) dalam Syarh Ma’aaniil Aatsaar no. 3313, Ath-Thobaroani (360 H) (2/281/2173-2176). Dishohihkan oleh Al-Haakim berdasarkan syarat Muslim, dan Adz-Dzahabi mendiamkannya.

Hadits Ke-32: Penegasan Larangan Mengkhususkan Malam Jum’at dengan Qiyam dan Siangnya dengan Puasa

Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, dari Nabi , beliau bersabda:

«لَا تَخُصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي، وَلَا تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْأَيَّامِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ»

“Janganlah kalian mengkhususkan malam Jum’at dengan Qiyamul Lail di antara malam-malam lainnya. Dan jangan pula mengkhususkan hari Jum’at dengan Puasa di antara hari-hari lainnya, kecuali jika ia bertepatan dengan Puasa yang biasa dilakukan oleh salah seorang dari kalian.”

(HR. Muslim no. 1144)

Syarah:

 (Telah berlalu takhrij-nya pada Hadits ke-6, dan Hadits ini terulang)

Hadits Ke-33: Mu’min Melihat Alloh Pada Hari Jum’at di Jannah

Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Rosululloh bersabda:

«إِنَّ أَهْلَ الْجَنَّةِ إِذَا دَخَلُوا نُزَلُوا بِفَضْلِ أَعْمَالِهِمْ، فَيُؤْذَنُ لَهُمْ بِمِقْدَارِ يَوْمِ الْجُمُعَةِ مِنْ أَيَّامِ الدُّنْيَا، فَيَزُورُونَ اللَّهَ، وَيُوضَعُ لَهُمْ مَنَابِرُ مِنْ نُورٍ، وَمَنَابِرُ مِنْ لُؤْلُةٍ، وَمَنَابِرُ مِنْ يَاقُوتِ، وَمَنَابِرُ مِنْ ذَهَبٍ، وَمَنَابِرُ مِنْ فِضَّةٍ، وَيَجْلِسُ أَدْنَى مَنْ فِيهِمْ عَلَى كُثْبَانِ الْمِسْكِ وَالْكَافُورِ، فَيَقُولُ اللَّهُ تَعَالَى: أَنَا رَبُّكُمْ، قَدْ صَدَقْتُكُمْ وَعْدِي، فَاسْأَلُونِي أُعْطِكُمْ، فَيَقُولُونَ: رَبَّنَا نَسْأَلُكَ رِضَاكَ، فَيَقُولُ: قَدْ رَضِيتُ عَلَيْكُمْ، وَلَكُمْ عَلَيَّ مَا تَمَنَّيْتُمْ، وَلَدَيَّ مَزِيدٌ؛ فَهُمْ يُحِبُّونَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ لِمَا يُعْطِيهِمْ رَبُّهُمْ مِنَ الْخَيْرِ»

“Sungguh, penduduk Jannah apabila mereka masuk, mereka akan ditempatkan sesuai dengan keutamaan amalan mereka. Lalu mereka diizinkan (berkumpul) selama waktu sehari Jum’at di hari-hari dunia, lalu mereka akan menziarahi Alloh . Dipasang bagi mereka mimbar-mimbar dari cahaya, mimbar-mimbar dari mutiara, mimbar-mimbar dari batu Yaaquut, mimbar-mimbar dari emas, dan mimbar-mimbar dari perak. Dan orang yang paling rendah di antara mereka akan duduk di atas bukit-bukit Misk dan Kaafuur. Lalu Alloh berfirman: ‘Aku adalah Robb kalian. Sungguh Aku telah menepati janji-Ku kepada kalian. Maka mintalah kepada-Ku, niscaya Aku akan memberikannya kepada kalian.’ Lalu mereka berkata: ‘Wahai Robb kami, kami meminta kepada-Mu Ridho-Mu.’ Lalu Dia berfirman: ‘Aku telah ridho kepada kalian. Dan bagi kalian di sisi-Ku apa yang kalian inginkan, dan di sisi-Ku ada tambahan.’ Maka mereka mencintai hari Jum’at karena kebaikan yang Robb mereka berikan kepada mereka.”

Dan dalam riwayat lain: “Mereka tinggal di sana selama waktu kepulangan orang-orang dari Jum’at. Kemudian mereka kembali ke kamar-kamar mereka dalam keadaan telah bertambah indah dan tampan.”

(HR. At-Tirmidzi no. 6557, Ibnu Maajah no. 4336, dan Ad-Daaroquthni dalam Ar-Ru’yah no. 59-65)

Syarah:

Penulis tidak menyebutkan nama rowi. Kemungkinan yang dimaksud adalah Ad-Daaroquthni rohimahulloh, tetapi kami tidak menemukannya dalam kitabnya dari Hadits Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu, melainkan dari Hadits Anas dan selainnya. Diriwayatkan oleh Ad-Daaroquthni dalam Ar-Ru’yah no. 59-65, dari Hadits Anas dengan lafazh serupa. Dan no. 165-166, dari Hadits Ibnu Mas’ud secara ringkas. Kami tidak menemukannya di sisinya dari Hadits Abu Huroiroh. Diriwayatkan oleh At-Tirmidzi no. 6557, Ibnu Maajah no. 4336, Ibnu Abi ‘Aashim dalam As-Sunnah no. 585, Ibnu Hibban dalam At-Taqaasiim wal Anwaa’ no. 5212, Al-Aajurri dalam Asy-Syarii’ah no. 599, dan selain mereka, dari Hadits Abu Huroiroh... dengan lafazh serupa, dan sanadnya dho’if. Didho’ifkan oleh At-Tirmidzi dan selainnya.

Hadits Ke-34: Keutamaan Istighfar pada Pagi Hari Jum’at

Dari Ibnu ‘Abbas rodhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rosululloh bersabda:

«مَنْ قَالَ قَبْلَ صَلَاةِ الْغَدَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ: أَسْتَغْفِرُ اللَّهَ الَّذِي لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيَّ الْقَيُّومَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ؛ غَفَرَ اللَّهُ لَهُ ذُنُوبَهُ وَإِنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ الْبَحْرِ»

“Siapa yang membaca sebelum Sholat Shubuh pada hari Jum’at: ‘Astaghfirulloohal ladzii laa ilaaha illaa Huwal Hayyul Qoyyuumu wa atuubu ilaih (Aku memohon ampun kepada Alloh , Dzat yang tidak ada ilah yang berhak disembah selain Dia, Yang Maha Hidup, Yang Berdiri Sendiri, dan aku bertaubat kepada-Nya)’, Alloh akan mengampuni dosa-dosanya meskipun sebanyak buih di lautan.”

(HR. Ibnu As-Sunni dalam kitabnya no. 6557)

Syarah:

Kekeliruan dari Penulis. Karena ini adalah Hadits Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu, bukan Hadits Ibnu ‘Abbas. Diriwayatkan oleh Ibnu As-Sunni dalam Amalul Yaumi wal Lailah no. 6557, Ibnu Al-A’robi dalam Mu’jam-nya no. 1202, Ath-Thobaroani dalam Al-Ausath no. 7717, Abu Nu’aim dalam Al-Hilyah (5/33). Didho’ifkan dengan sangat oleh Al-Haitsami (807 H) dalam Al-Majma’ (2/168), dan juga Ibnu Hajar dalam Nataa’ijul Afkaar (1/375).

Hadits Ke-35: Keutamaan Mengucapkan Subhaanalloh wa Bihamdihi 100 Kali Setelah Jum’at

Dari Ibnu ‘Abbas rodhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rosululloh bersabda:

«مَنْ قَالَ بَعْدَمَا تُقْضَى الْجُمُعَةُ: سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ مِائَةَ مَرَّةٍ؛ غُفِرَ لَهُ»

“Siapa yang mengucapkan setelah Sholat Jum’at selesai: ‘Subhaanalloh wa Bihamdihi (Maha Suci Alloh dan dengan memuji-Nya)’ 100 kali, niscaya akan diampuni baginya.”

(HR. Ibnu As-Sunni no. 377)

Syarah:

HR. Ibnu As-Sunni dalam Amalul Yaumi wal Lailah no. 377, dan dari jalurnya Ad-Dailami (509 H) dalam Musnad-nya, sebagaimana dalam Al-Ajwibah Al-Mardhiyyah (1/290). Sambungannya: “Alloh mengampuni baginya 1000 dosa, dan bagi kedua orang tuanya 24.000 dosa.” Didho’ifkan oleh As-Sakhoowi (902 H) dalam Al-Ajwibah Al-Mardhiyyah (1/290).

Hadits Ke-36: Orang-Orang yang Wajib Sholat Jum’at

Dari Ibnu ‘Abbas rodhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rosululloh bersabda:

«الْجُمُعَةُ حَقٌّ وَاجِبٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ فِي جَمَاعَةٍ إِلَّا أَرْبَعَةً: مَمْلُوكٌ، أَوِ امْرَأَةٌ، أَوْ صَبِيٌّ، أَوْ مَرِيضٌ»

“Jum’at adalah kewajiban atas setiap Muslim dalam jama’ah, kecuali 4 (golongan): seorang budak, seorang wanita, seorang anak kecil, atau orang sakit.”

(HR. Abu Dawud no. 1067, Ath-Thobaroani (8/321), dan Al-Baihaqi no. 5578)

Syarah:

Penulis keliru menjadikannya dari Hadits Ibnu ‘Abbas, padahal itu adalah Hadits Thoriq bin Syihaab secara mursal. Nama rowinya keliru bagi Penulis. Diriwayatkan oleh Abu Dawud no. 1067, Ath-Thobaroani (8/321), Al-Baihaqi no. 5578, 5632, dan selain mereka, dan Hadits ini mursal sebagaimana dikatakan Abu Dawud dan selainnya. Al-Khoththobi (388 H) dalam Ma’aalim As-Sunan (1/243) berkata: “Para ahli Fiqh sepakat bahwa wanita tidak wajib Jum’at atas mereka. Adapun budak, mereka berbeda pendapat. Al-Hasan (Al-Bashri) dan Qotaadah mewajibkan Jum’at atas budak yang telah diizinkan (untuk bepergian). Demikian pula kata Al-Auzaa’i (157 H). Dan aku kira Madz-hab Dawud (Adz-Zhohiri, 270 H) adalah mewajibkan Jum’at atasnya.” Di dalam Hadits ini terdapat dalil bahwa Sholat Jum’at adalah Fardhu ‘Ain.

Hadits Ke-37: Peringatan Keras dari Meninggalkan Sholat Jum’at

Dari Abu Huroiroh rodhiyallahu ‘anhu dan Ibnu ‘Umar rodhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya keduanya mendengar Rosululloh bersabda di atas mimbar beliau:

«لَيَنْتَهِيَنَّ أَقْوَامٌ عَنْ دَعَتِهِمُ الْجُمُعَاتِ، أَوْ لَيَخْتِمَنَّ اللَّهُ عَلَى قُلُوبِهِمْ»

“Sungguh, hendaklah suatu kaum menghentikan kebiasaan mereka meninggalkan Jum’at, atau niscaya Alloh akan mengunci mati hati mereka.”

(HR. Muslim no. 865)

Syarah:

Dalam sumber takhrij (periwayatan): “Wa’d’ahum”, dan maksudnya adalah meninggalkan. Diriwayatkan oleh Muslim no. 865, An-Nasaa’i dalam Al-Kubro no. 1670-1671, Ahmad no. 2132, 3099, 5560, dan selain mereka. Di antara faedah Hadits ini:

1. Isyarat untuk memperingatkan dari meninggalkan Jum’at karena meremehkan, padahal ia meyakini kewajibannya.

2. Di dalamnya terdapat (dalil) bahwa Jum’at adalah Fardhu ‘Ain.

3. Penguncian pada hati adalah seperti pencetakan padanya. Ini adalah ancaman yang sangat keras, karena siapa yang hatinya dikunci dan dicetak, ia tidak akan mengenal kebaikan dan tidak akan mengingkari kemungkaran. Lihat: Al-Istidzkaar, Ibnu Abdil Barr, 2/55; Al-Ifshooh, Ibnu Hubairoh, 8/201; Syarh Muslim, An-Nawawi, 6/152.

Hadits Ke-38: Anjuran Taubat, Beramal Sholih, dan Peringatan Keras dari Meremehkan Jum’at

Dari Jaabir bin Abdilloh rodhiyallahu ‘anhuma, ia berkata: Rosululloh berkhutbah kepada kami, lalu bersabda:

«أَيُّهَا النَّاسُ! تُوبُوا إِلَى رَبِّكُمْ قَبْلَ أَنْ تَمُوتُوا، وَبَادِرُوا إِلَيْهِ بِالْأَعْمَالِ الصَّالِحَةِ قَبْلَ أَن تَشْتَغِلُوا، وَتَحَبَّبُوا إِلَيْهِ بِالصَّدَقَةِ فِي السِّرِّ وَالْعَلَانِيَةِ تُجْبَرُوا وَتُنْصَرُوا وَتُرْزَقُوا، وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ كَتَبَ عَلَيْكُمُ الْجُمُعَةَ فِي يَوْمِي هَذَا، فِي شَهْرِي هَذَا، فِي مَقَامِي هَذَا، فَمَنْ تَرَكَهَا تَهَاوُنًا بِهَا وَاسْتِخْفَافًا بِحَقِّهَا وَلَهُ إِمَامٌ عَادِلٌ أَوْ جَائِرٌ فَلَا جَمَعَ اللَّهُ لَهُ شَمْلَهُ، أَلَا فَلَا صَلَاةَ لَهُ، أَلَا فَلَا زَكَاةَ لَهُ، أَلَا فَلَا صَوْمَ لَهُ إِلَّا أَن يَتُوبَ، فَمَنْ تَابَ تَابَ اللَّهُ عَلَيْهِ»

“Wahai sekalian manusia! Bertaubatlah kepada Robb kalian sebelum kalian meninggal dunia. Dan bersegeralah kepada-Nya dengan amalan-amalan sholih sebelum kalian sibuk. Dan carilah kecintaan dari-Nya dengan shodaqoh secara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan, niscaya kalian akan dijaga, ditolong, dan diberi rizqi. Dan ketahuilah, sungguh Alloh telah mewajibkan Jum’at atas kalian pada hari-Ku ini, pada bulan-Ku ini, di tempat-Ku ini. Maka siapa yang meninggalkannya karena meremehkan dan menganggap ringan haknya, padahal ia memiliki Imam yang adil atau zholim, niscaya Alloh tidak akan menyatukan urusannya. Ketahuilah, tidak ada Sholat baginya. Ketahuilah, tidak ada Zakat baginya. Ketahuilah, tidak ada Puasa baginya, kecuali ia bertaubat. Maka siapa yang bertaubat, Alloh akan menerima taubatnya.”

(HR. Ibnu Maajah no. 1081, dan Al-Baihaqi no. 5570)

Syarah:

HR. Ibnu Maajah no. 1081, dan ‘Abdul bin Humaid (249 H) - sebagaimana dalam Al-Muntakhab min Musnadihi no. 1136, Ath-Thobaroani dalam Al-Ausath no. 1261, Al-Baihaqi no. 5570, dan selain mereka. Didho’ifkan oleh Al-‘Uqaili (322 H) dalam Adh-Dhu’afaa’ (3/322), dan selainnya.

Hadits Ke-39: Waktu Dikabulkannya Do’a

Dari Maimuunah (binti Sa’ad) rodhiyallahu ‘anha, ia berkata: “Wahai Rosululloh! Berilah kami fatwa tentang Sholat Jum’at.”

Beliau bersabda:

«فِيهَا سَاعَةٌ لَا يَدْعُو الْعَبْدُ فِيهَا رَبَّهُ إِلَّا اسْتَجَابَ لَهُ»

“Di dalamnya ada suatu saat yang seorang hamba tidak berdo’a kepada Robbnya pada saat itu melainkan Dia akan mengabulkan do’anya.”

Aku bertanya: “Saat apakah itu, wahai Rosululloh?”

Beliau bersabda: “Itu adalah ketika Imam berdiri (untuk Khutbah).”

(HR. Ath-Thobaroani no. 66)

Syarah:

HR. Ath-Thobaroani (25/37/66). Al-Haitsami (807 H) dalam Majma’uz Zawaa’id (2/167) berkata: “Diriwayatkan oleh Ath-Thobaroani dalam Al-Kabiir, dan pada sanadnya terdapat rowi yang tidak dikenal.”

Hadits Ke-40: Anjuran Memperbanyak Sholawat

Dari Abu Umaamah rodhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rosululloh bersabda:

«أَكْثِرُوا مِنَ الصَّلَاةِ عَلَيَّ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ، فَمَنْ كَانَ أَكْثَرَكُمْ عَلَيَّ صَلَاةً؛ كَانَ أَقْرَبَكُمْ مِنِّي مَنْزِلَةً»

“Perbanyaklah Sholawat kepadaku pada hari Jum’at. Maka siapa yang paling banyak sholawatnya kepadaku, ia adalah yang paling dekat kedudukannya denganku.”

(HR. Al-Baihaqi no. 5995)

Syarah:

Kami tidak menemukan Hadits ini pada At-Tirmidzi. Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Baihaqi no. 5995, dan beliau mendho’ifkannya.

Sabda Rosululloh benar. Sholawat atas beliau dan atas keluarga serta para Shohabatnya semua, dan atas semua para Nabi dan Rosul. Segala puji bagi Alloh , Robb semesta alam.

Inilah akhir dari apa yang dihimpun dan ditulis oleh hamba yang paling lemah dan faqir, Syamsuddin Ahmad Al-Khotib Al-Imaam (Semoga Alloh senantiasa berbuat baik kepadanya), dari 40 Hadits yang dishohihkan (Al-Ahaadiitsil Arba’iin Al-Mushahhahah) yang dinukil dari Sayyidul Mursaliin , dan semoga Alloh menambah karunia dan kemuliaan baginya.

Aku telah menjadikannya sebagai mahkota bagi sebagian besar Khutbah yang aku namakan “Al-Ilhaamaatur Robbaniyyah fiil Khuthobis Sulthooniyyah (Ilham-Ilham Robbani dalam Khutbah-Khutbah Sulthon).” Dan aku membacanya pada hari Jum’at di Masjid yang mengumpulkan semua jenis kebaikan, yang dibangun oleh Sulthon Al-Mujaahid Al-Muroobith fii Sabiilillah Al-Malik Ad-Dayyaan Al-Marhum Sulthon Sulaiman Khoon (Sulaiman Al-Qoonuuni, 974 H), semoga Rohmat dan Ampunan Alloh atasnya selama masih ada matahari dan bulan. Dan itu terjadi pada bulan Romadhon yang agung, tahun 985 H.

***


Unduh PDF

Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url