[PDF] Tarjamah Sifat Sholat Nabi - Dr. Abdullah bin Abdurrohman Al-Jibrin

Unduh PDF


Muqoddimah

Segala puji bagi Alloh yang telah mengutus para Rosul, menurunkan kitab-kitab, menetapkan syariat-syariat, dan mensunnahkan hukum-hukum, serta menjelaskan bagi para hamba-Nya apa yang halal dan yang harom. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain Alloh semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rosul-Nya , semoga sholawat tercurah kepada beliau, keluarganya, dan para Shohabatnya.

Wa ba’du (adapun setelahnya):

Sungguh, saya telah mengumpulkan beberapa kalimat mengenai sifat Sholat Nabi sesuai dengan apa yang telah sampai ilmunya kepada saya. Saya telah bersungguh-sungguh dalam menyaring dan memilih (riwayat-riwayat) disertai dengan ringkas dan padat. Maka, saya sebutkan mulai dari masuk ke dalam Sholat hingga selesai. Saya berpaling dari masalah-masalah yang diperselisihkan, karena perselisihan dapat menimbulkan kebingungan bagi orang awam dan menjatuhkan mereka ke dalam keraguan.

Kemudian saya sebutkan wirid-wirid dan dzikir setelah Sholat secara ringkas, begitu pula beberapa Sholat nawafil (sunnah). Sebagian ikhwan (saudara) telah menyalinnya dan meminta izin untuk menyebarkannya, maka saya pun mengizinkannya dengan harapan semoga Alloh memberikan manfaat melaluinya. Meskipun, kitab-kitab yang membahas hal ini sudah banyak dan tersedia, walhamdulillah robbil ‘alamin.

Semoga sholawat dan salam yang melimpah tercurah kepada Muhammad, Nabi yang terpercaya, serta kepada seluruh keluarga dan Shohabatnya.


 

 

Sebagian Syarat Sholat

[1] Wajib bagi seorang Muslim jika hendak Sholat untuk suci dari hadats besar dan kecil. Hadats besar dihilangkan dengan mandi (ghusl), dan hadats kecil dihilangkan dengan wudhu. Maka, hendaklah ia menyempurnakan wudhunya, yaitu berwudhu sebagaimana wudhu Nabi .

Sutroh

[2] Disyariatkan bagi orang yang Sholat untuk menjadikan baginya sutroh (pembatas) untuk Sholat menghadap kepadanya, baik ia seorang Imam maupun Sholat sendirian (munfarid).

Meluruskan Shof

[3] Kemudian – jika ia seorang Imam – ia menoleh ke kanan seraya berkata: (istawuu) “Luruskanlah shof.” Kemudian ke kiri seraya berkata: (istawuu) “Luruskanlah shof.”

Menghadap Qiblat dan Niat

[4] Kemudian, ia menghadap kiblat dengan seluruh badannya, dan berniat di dalam hatinya untuk Sholat yang ia kehendaki, dan tidak melafazkan niat. Ia tidak perlu mengucapkan, “Saya Sholat karena Alloh, Sholat ini dan itu,” karena melafazkan niat adalah bid’ah.

Takbirotul Ihrom

[5] Kemudian ia bertakbir, yaitu takbirotul ihrom, dengan mengucapkan: “Allohu Akbar”, sambil mengangkat kedua tangannya dengan jari-jari yang dirapatkan dan diluruskan, menghadap kiblat, setinggi pundaknya atau sejajar dengan kedua telinganya. Nabi mengeraskan suara takbirnya hingga terdengar oleh orang di belakang beliau. Beliau terkadang mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan takbir, terkadang setelah takbir, dan terkadang sebelumnya.

Kemudian jika ia seorang Imam, maka orang-orang di belakangnya mengucapkan “Allohu Akbar.”

Memandang ke Tempat Sujud

[6] Dalam keadaan berdiri, pandangannya diarahkan ke tempat sujudnya.

Istiftah

[7] Kemudian ia diam sejenak untuk (membaca doa) istiftah. Di antara doa istiftah yang diriwayatkan dari beliau adalah:

اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ، اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنَ الدَّنَسِ، اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ

(Allohumma baa’id baynii wa bayna khothooyaaya kamaa baa’adta baynal masyriqi wal maghribi, Allohumma naqqinii min khothooyaaya kamaa yunaqqots tsaubul abyadhu minad danasi, Allohummaghsilnii min khothooyaaya bil maa-i wats tsalji wal barodi)

“Ya Alloh, jauhkanlah antara aku dan kesalahan-kesalahanku sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Alloh, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku sebagaimana kain putih dibersihkan dari noda. Ya Alloh, cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan air, salju, dan embun.”

Terkadang beliau membuka (Sholat) dengan ucapan:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ تَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلَا إِلَهَ غَيْرُكَ

(Subhaanaka Allohumma wa bihamdika tabaarokasmuka wa ta’aalaa jadduka wa laa Ilaaha ghoiruka)

“Maha Suci Engkau ya Alloh, dan dengan memuji-Mu, Maha Berkah nama-Mu dan Maha Tinggi keagungan-Mu, dan tidak ada ilah (yang berhak diibadahi) selain Engkau.”

Terkadang beliau membuka (Sholat) dengan ucapan:

اللَّهُمَّ رَبَّ جَبْرَائِيلَ وَمِيكَائِيلَ وَإِسْرَافِيلَ، فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ، عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ، أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ، اهْدِنِي لِمَا اخْتُلِفَ فِيهِ مِنَ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ، إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

(Allahumma Robba Jabro-iil, wa Mika-iil, wa Isrofiil, Faathiros-Samaawaati wal-Ardhi, ‘Aalimal-Ghoibi wasy-Syahaadah, Anta tahkumu baina ‘ibaadika fiimaa kaanuu fiihi yakhtalifuun. Ihdinii limakhtulifa fiihi minal-Haqqi bi-idznik, innaka tahdii man tasyaa-u ilaa shiroothin mustaqiim)

“Ya Alloh, Robb Jibril, Mikail, dan Isrofil; Pencipta langit dan bumi; Yang Mengetahui yang ghoib dan yang nyata. Engkaulah yang menghakimi di antara hamba-hamba-Mu tentang apa yang mereka perselisihkan. Tunjukilah aku kepada kebenaran dalam apa yang diperselisihkan itu dengan izin-Mu. Sesungguhnya Engkau memberi petunjuk kepada siapa yang Engkau kehendaki ke jalan yang lurus.”

Juga membaca bacaan-bacaan lainnya yang telah tetap dari beliau . Yang lebih utama adalah membaca ini sesekali dan yang itu di kali lain dari doa-doa istiftah yang telah tetap dari beliau .

Ta’awwudz

[8] Kemudian ia berlindung kepada Alloh Ta’ala dari setan yang terkutuk, dengan mengucapkan:

أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ

(A’uudzu billaahi minasy syaithoonir rojiim, min hamzihi wa nafkhihi wa naftsih)

“Aku berlindung kepada Alloh dari setan yang terkutuk, dari kegilaannya, kesombongannya, dan syairnya (yang tercela).”

Atau mengucapkan:

أَعُوذُ بِاللَّهِ السَّمِيعِ الْعَلِيمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ

(A’uudzubillaahis samii’il ‘aliim minasy syaithoonir rojiim...)

“Aku berlindung kepada Alloh Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk....”

Basmalah

[9] Kemudian ia membaca basmalah dengan mengucapkan:

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمـَنِ الرَّحِيمِ

(Bismillaahir rohmaanir rohiim)

Nabi membacanya secara lirih (sirr). Tidak ada riwayat yang tetap bahwa beliau mengeraskan (jahr) bacaan basmalah secara terus-menerus; akan tetapi terkadang beliau memperdengarkannya kepada ma’mum ketika beliau membacanya dalam Sholat sirriyyah (yang bacaannya lirih), yakni beliau sedikit mengangkat suaranya sehingga tidak terdengar kecuali oleh orang yang dekat dengannya.

Al-Fatihah

[10] Kemudian ia membaca Al-Fatihah, yaitu:

﴿الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ (2) الرَّحْمَـٰنِ الرَّحِيمِ (3) مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ (4) إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ (5) اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ (6) صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ﴾

Nabi berhenti di setiap akhir ayat, dan tidak menyambungkannya dengan ayat setelahnya.

Aamiin

[11] Setelah Al-Fatihah, beliau mengeraskan bacaan ta’min (Aamiin) pada Sholat jahriyyah (yang bacaannya keras) dengan mengucapkan: (Aamiin). Orang-orang di belakang beliau pun ikut mengeraskannya hingga Masjid bergemuruh.

Kemudian ia diam sejenak setelah selesai (membaca) Al-Fatihah dan tidak berlama-lama.

Membaca Surat

[13] Kemudian ia membaca apa yang mudah dari Al-Qur’an setelah Al-Fatihah. Beliau seringnya membaca satu surat penuh di setiap rokaat. Terkadang beliau membaca satu surat dalam dua rokaat, dan terkadang membaca sebagian dari surat. Beliau berhenti di setiap akhir ayat dan tidak menyambungkannya dengan ayat setelahnya.

Jahr dan Sirr

[14] Beliau membaca dengan suara keras (jahr) pada Sholat Fajar (Subuh), dan pada dua rokaat pertama Sholat Maghrib dan Isya. beliau membaca dengan suara lirih (sirr) pada Sholat Zhuhur dan Ashar.

[15] Apabila selesai dari membaca (surat), beliau diam sekadar untuk mengembalikan napasnya sebelum beliau ruku’.

Ruku’

[16] Kemudian beliau ruku’ sambil bertakbir, mengangkat kedua tangannya setinggi pundak atau ujung telinganya. Orang-orang yang Sholat di belakangnya mengikutinya dengan bertakbir dan ruku’ seraya mengangkat tangan. Ini berlaku baik ia seorang Imam, ma’mum, ataupun Sholat sendiri. Inilah yang ditunjukkan oleh Sunnah, dan tidak perlu mempedulikan orang yang mengingkari mengangkat tangan (saat ruku’) padahal hal ini sangat masyhur.

Ketika ruku’, beliau membungkukkan punggungnya dan meluruskannya sejajar dengan kepala beliau, hingga jika diletakkan bejana di atasnya niscaya akan tetap diam. Beliau meletakkan kedua tangannya di atas kedua lututnya, bertumpu padanya, dengan merenggangkan jari-jarinya. Beliau menjauhkan kedua tangannya dari kedua sisi lambungnya. Terkadang beliau memanjangkan ruku’. Beliau mengingkari orang yang melakukan rukun (Sholat) dengan ringan (cepat), dan melarang dari mematuk seperti patukan burung gagak.

Dalam ruku’, memerintahkan untuk mengagungkan Robb, dan mensyariatkan tasbih dengan ucapan:

سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيمِ

(Subhaana robbiyal ‘azhiim)

“Maha Suci Robb-ku Yang Maha Agung” sebanyak tiga kali, atau lebih dari itu. Terkadang beliau mengucapkan:

سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيمِ وَبِحَمْدِهِ

“Subhaana robbiyal ‘azhiimi wa bihamdih”

“Maha Suci Robb-ku Yang Maha Agung dan dengan memuji-Nya” sebanyak tiga kali.

Beliau juga pernah mengucapkan:

سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّ الْمَلَائِكَةِ وَالرُّوحِ

(Subbuuhun qudduusun robbul malaa-ikati war ruuh)

“Maha Suci, Maha Qudus, Robb para malaikat dan Ar-Ruh (Jibril).”

Beliau juga mengucapkan dzikir-dzikir dan doa-doa lain dalam ruku’ selain ini.

Beliau melarang membaca Al-Qur’an saat ruku’ dan sujud.

I’tidal

[17] Kemudian beliau mengangkat kepalanya dari ruku’ sambil mengangkat kedua tangannya setinggi pundak atau ujung telinganya, seraya mengucapkan:

سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ

(Sami’alloohu liman hamidah)

“Alloh Maha Mendengar orang yang memuji-Nya.”

Ini jika beliau menjadi Imam atau Sholat sendiri.

Kemudian setelah berdiri tegak sempurna, beliau mengucapkan:

رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ

(Robbanaa wa lakal hamdu)

“Wahai Robb kami, dan bagi-Mu lah segala puji.”

Terkadang, beliau mengucapkan:

رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ مِلْءَ السَّمَاوَاتِ وَمِلْءَ الْأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ

(Robbanaa wa lakal hamdu mil-as samaawaati wa mil-al ardhi wa mil-a maa syi’ta min syai-in ba’du)

“Wahai Robb kami, bagi-Mu lah segala puji sepenuh langit dan sepenuh bumi dan sepenuh apa yang Engkau kehendaki setelah itu.”

terkadang beliau menambahkan dengan ucapan:

أَهْلَ الثَّنَاءِ وَالْمَجْدِ، أَحَقُّ مَا قَالَ الْعَبْدُ وَكُلُّنَا لَكَ عَبْدٌ، لَامَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلَامُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلَايَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

(Ahlats tsanaa-i wal majdi, ahaqqu maa qoolal ‘abdu wa kullunaa laka ‘abdun, laa maani’a limaa a’thoita, wa laa mu’thiya limaa mana’ta, wa laa yanfa’u dzal jaddi minkal jaddu)

“Wahai Dzat yang berhak atas sanjungan dan kemuliaan, inilah ucapan yang paling berhak diucapkan oleh seorang hamba, dan kami semua adalah hamba-Mu. Tidak ada yang dapat menghalangi apa yang Engkau berikan, dan tidak ada yang dapat memberi apa yang Engkau halangi, dan tidak bermanfaat kekayaan dari seseorang di hadapan-Mu.”

Tidak disyariatkan bagi para ma’mum untuk mengucapkan: “Sami’alloohu liman hamidah”, melainkan mereka cukup membaca tahmid (yaitu Robbanaa wa lakal hamdu). Hal itu diucapkan setelah berdiri tegak sempurna. Sungguh, Rosululloh bersabda: “Apabila ia (Imam) mengucapkan: Sami’alloohu liman hamidah, maka ucapkanlah: Robbanaa wa lakal hamdu.”

Tidak ada dalil bagi orang yang mengatakan bahwa ma’mum juga mengucapkan Sami’alloohu liman hamidah. Kemudian beliau meletakkan tangan kanannya di atas telapak tangan kiri, pergelangan, atau lengan bawahnya, sebagaimana yang beliau lakukan ketika berdiri sebelum ruku’.

Beliau memanjangkan rukun ini hingga ada yang berkata: “Sungguh, beliau telah lupa.” Beliau mengingkari orang yang meringankannya (melakukannya dengan cepat), memerintahkan untuk thuma’ninah (tenang) di dalamnya, dan meninggalkan ketergesa-gesaan.

Beliau melarang para ma’mum untuk bangkit sebelum beliau, dan mengancam orang yang mengangkat kepalanya sebelum Imam bahwa Alloh akan mengubah wajahnya menjadi wajah keledai.

Sujud

[18] Kemudian beliau bertakbir dan turun untuk sujud. Tidak ada riwayat yang tetap dari beliau bahwa beliau mengangkat kedua tangannya ketika turun untuk sujud. Bahkan Ibnu ‘Umar Rodhiyallahu ‘Anhuma berkata: “(Beliau) tidak melakukan hal itu (mengangkat tangan) pada saat sujud.” Kemungkinan beliau melakukannya sekali atau dua kali untuk menjelaskan bolehnya mengangkat tangan (dalam kondisi ini).

Ketika turun untuk sujud, beliau mendahulukan kedua lututnya sebelum kedua tangannya. Beliau sujud di atas tujuh anggota badan, yaitu: wajahnya (dahi dan hidung), kedua tangannya, kedua lututnya, dan ujung-ujung kedua telapak kakinya. Beliau menempelkan dahi dan hidungnya ke tanah, mengangkat kedua lengan bawahnya dari tanah, merenggangkan kedua sisi lambungnya dari kedua lengan atasnya, mengangkat perutnya dari kedua pahanya, dan kedua pahanya dari kedua betisnya. Beliau menegakkan kedua telapak kakinya, bertumpu padanya, menjadikan jari-jari kakinya menghadap ke arah kiblat, dan bagian dalam telapak kakinya berada di bawah (menempel pada tanah).

Beliau bertumpu pada kedua telapak tangannya, membentangkannya, merapatkan jari-jarinya, dan menghadapkannya ke arah kiblat. Beliau meletakkannya di tanah sejajar dengan pundaknya, atau sejajar dengan dahi, atau sejajar dengan ujung telinganya, semua ini adalah bagian dari Sunnah.

Beliau melarang orang yang Sholat membentangkan kedua lengannya seperti bentangan anjing. Dalam sujudnya beliau mengucapkan:

سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى

(Subhaana robbiyal a’laa)

“Maha Suci Robb-ku Yang Maha Tinggi” sebanyak tiga kali atau lebih.

Dianjurkan untuk (menambah) mengucapkan:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ، اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي

(Subhaanakallohumma robbanaa wa bihamdika, Allohummaghfir lii)

“Maha Suci Engkau ya Alloh, Robb kami, dan dengan memuji-Mu, ya Alloh ampunilah aku.”

Juga mengucapkan:

سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّ الْمَلَائِكَةِ وَالرُّوحِ

(Subbuuhun qudduusun robbul malaa-ikati war ruuh)

“Maha Suci, Maha Qudus, Robb para malaikat dan Ar-Ruh (Jibril).”

Nabi mendorong untuk memperbanyak doa dalam sujud. Beliau melarang membaca Al-Qur’an saat ruku’ dan sujud, melarang tergesa-gesa di dalamnya, dan memerintahkan untuk thuma’ninah (tenang).

Duduk di Antara Dua Sujud

[19] Kemudian beliau mengangkat kepalanya sambil bertakbir dan duduk di antara dua sujud. Beliau terkadang mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan takbir ini. Beliau membentangkan kaki kirinya dan duduk di atasnya, serta menegakkan kaki kanannya. Beliau meletakkan kedua tangannya di atas kedua pahanya dengan jari-jari yang terbentang.

Terkadang beliau melakukan iq’a, yaitu duduk tegak di atas kedua tumit dan ujung telapak kakinya. Tidak ada riwayat yang tetap dari beliau bahwa beliau berisyarat dengan jari telunjuk pada duduk ini. Kemungkinan beliau melakukannya sekali untuk menunjukkan kebolehannya.

Beliau mengucapkan:

رَبِّ اغْفِرْ لِي، وَارْحَمْنِي، وَارْفَعْنِي، وَاهْدِنِي، وَعَافِنِي، وَارْزُقْنِي

(Robbighfir lii, warhamnii, warfa’nii, wahdinii, wa ‘aafinii, warzuqnii)

“Wahai Robb-ku, ampunilah aku, rohmatilah aku, tinggikanlah derajatku, berilah aku petunjuk, berilah aku kesehatan, dan berilah aku rezeki.”

Terkadang beliau mengucapkan:

رَبِّ اغْفِرْ لِي، رَبِّ اغْفِرْ لِي

(Robbighfir lii, Robbighfir lii)

“Wahai Robb-ku, ampunilah aku. Wahai Robb-ku, ampunilah aku.”

Beliau memanjangkan rukun ini hingga ada yang berkata: “Sungguh, beliau telah lupa,” dan beliau melarang untuk meringankannya (melakukannya dengan cepat).

[20] Kemudian beliau sujud untuk kedua kalinya sambil bertakbir, dan beliau melakukan pada sujud kedua ini seperti yang beliau lakukan pada sujud pertama. Dengan ini, sempurnalah  rokaat pertama.

[21] Kemudian beliau bangkit sambil bertakbir, dengan bertumpu pada kedua lututnya, bukan pada tanah (tangan). Beliau mengerjakan rokaat kedua seperti rokaat pertama, tanpa takbirotul ihrom, doa istiftah, dan ta’awwudz.

Duduk Istirahat

[22] Tidak ada riwayat yang tetap dari Nabi mengenai jilsatul istirohah (duduk istirahat) setelah rokaat pertama atau setelah rokaat ketiga, kecuali di akhir hayat beliau, dan itupun masih mengandung kemungkinan (penafsiran lain).

[23] Kemudian beliau melakukan pada rokaat kedua seperti yang beliau lakukan pada rokaat pertama, hanya saja rokaat kedua lebih pendek.

Tasyahhud Awwal

[24] Kemudian beliau duduk setelah rokaat kedua untuk Tasyahhud Awwal – yaitu jika Sholat tersebut memiliki dua tasyahhud: seperti Zhuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya. Beliau duduk dengan cara iftirosy (membentangkan kaki kiri dan mendudukinya) sebagaimana duduk di antara dua sujud.

Kemudian beliau membaca Tasyahhud Awwal, yaitu:

التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ، وَالصَّلَوَاتُ، وَالطَّيِّبَاتُ، السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

(Attahiyyaatu lillaah, washolawaatu, wath thoyyibaat. Assalaamu ‘alaika ayyuhan nabiyyu wa rohmatulloohi wa barokaatuh. Assalaamu ‘alainaa wa ‘alaa ‘ibaadillaahish shoolihiin. Asyhadu an laa ilaaha illallooh, wa asyhadu anna muhammadan ‘abduhu wa rosuuluh)

“Segala penghormatan, Sholat, dan kebaikan hanyalah milik Alloh. Semoga keselamatan tercurah atasmu wahai Nabi, beserta rohmat Alloh dan keberkahan-Nya. Semoga keselamatan tercurah atas kami dan atas hamba-hamba Alloh yang sholih. Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain Alloh, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rosul-Nya.”

Beliau membentangkan telapak tangan kirinya di atas lutut kirinya, dan menggenggam semua jari tangan kanannya, lalu berisyarat dengan jari telunjuknya ketika menyebut nama Alloh Ta’ala atau ketika syahadatain.

Terkadang beliau menggenggam jari kelingking dan jari manis, lalu membentuk lingkaran dengan jari tengah dan ibu jari, kemudian mengangkat jari telunjuk.

Beliau melarang dari iq’a-nya anjing, yaitu seseorang menempelkan pantatnya ke tanah dan menegakkan kedua betisnya, serta meletakkan kedua tangannya di tanah sebagaimana anjing duduk (iq’a). Ini berbeda dengan duduk iq’a yang boleh dilakukan di antara dua sujud.

Beliau meringankan Tasyahhud ini dengan sangat ringan, seolah-olah beliau duduk di atas rodhf, yaitu bebatuan yang panas.

[25] Kemudian beliau bangkit sambil bertakbir dan mengangkat kedua tangannya untuk rokaat ketiga. Beliau bertumpu pada kedua lututnya saat bangkit, bukan pada tanah (tangan).

[26] Kemudian beliau membaca Al-Fatihah saja, dan tidak membaca apa pun setelahnya, karena tidak ada riwayat yang tetap dari Nabi bahwa beliau membaca sesuatu setelah Al-Fatihah pada dua rokaat terakhir.

Kemudian beliau Sholat pada rokaat keempat, dan melakukan di dalamnya seperti yang beliau lakukan pada rokaat ketiga. Beliau meringankan keduanya – yaitu rokaat ketiga dan keempat – dibandingkan dua rokaat pertama.

Tasyahhud Akhir

[27] Setelah rokaat keempat dari Sholat Zhuhur, Ashar, dan Isya; atau rokaat ketiga dari Sholat Maghrib; atau rokaat kedua seperti pada Sholat Shubuh, Jumat, dan dua Hari Raya; beliau duduk untuk Tasyahhud Akhir.

Beliau membaca Tasyahhud Awal di dalamnya, kemudian bersholawat kepada Nabi dengan mengucapkan:

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ، وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

(Allohumma sholli ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa shollaita ‘alaa ibroohiim wa ‘alaa aali ibroohiim, innaka hamiidum majiid. Wa baarik ‘alaa muhammad, wa ‘alaa aali muhammad, kamaa baarokta ‘alaa ibroohiim wa ‘alaa aali ibroohiim, innaka hamiidum majiid)

“Ya Alloh, berilah sholawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi sholawat kepada Ibrohim dan keluarga Ibrohim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia. Berkatilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberkati Ibrohim dan keluarga Ibrohim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.”

Terkadang beliau duduk pada tasyahhud ini dengan cara tawarruk, yaitu meletakkan pinggul kirinya ke tanah, dan mengeluarkan kedua kakinya dari satu arah. Beliau menjadikan kaki kirinya di bawah paha dan betis (kanan)nya, dan menegakkan kaki kanannya. Terkadang beliau juga membentangkan (kaki kanan)nya. Beliau meletakkan telapak tangan kirinya di lututnya dan bertumpu padanya.

Berlindung dari 4 Hal

[28] Kemudian apabila beliau selesai dari Tasyahhud Akhir, beliau berlindung kepada Alloh dari empat perkara, dengan mengucapkan:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ

(Allohumma innii a’uudzu bika min ‘adzaabi jahannam, wa min ‘adzaabil qobri, wa min fitnatil mahyaa wal mamaati, wa min syarri fitnatil masiihid dajjaal)

“Ya Alloh, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari azab Jahannam, dari azab kubur, dari fitnah kehidupan dan kematian, dan dari keburukan fitnah Al-Masih Ad-Dajjal.”

Berdoa Sebelum Salam

[29] Kemudian beliau berdoa untuk dirinya sendiri sebelum salam. Di antara doa yang disyariatkan oleh adalah:

اللَّهُمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا، وَلَايَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ، فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ، وَارْحَمْنِي إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

(Allohumma innii zholamtu nafsii zhulman katsiiroo, wa laa yaghfirudz dzunuuba illaa anta, faghfir lii maghfirotan min ‘indika, warhamnii innaka antal ghofuurur rohiim)

“Ya Alloh, sesungguhnya aku telah menzholimi diriku sendiri dengan kezholiman yang banyak, dan tidak ada yang mengampuni dosa-dosa kecuali Engkau. Maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu, dan rohmatilah aku, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Di antara doa beliau :

اللَّهُمَّ حَاسِبْنِي حِسَابًا يَسِيرًا

(Allohumma haasibnii hisaaban yasiiroo)

“Ya Alloh, hisablah aku dengan hisab yang mudah.”

Beliau juga memohon Surga kepada Alloh dan berlindung kepada-Nya dari Neraka. Serta doa-doa lainnya yang telah tetap dari beliau .

Salam

[30] Beliau mengakhiri Sholatnya dengan Taslim (salam). Beliau menoleh ke kanan seraya mengucapkan:

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ

(Assalaamu ‘alaikum wa rohmatulloh)

“Semoga keselamatan dan rohmat Alloh tercurah atas kalian”, hingga terlihat putihnya pipi kanan beliau.

Begitu pula (beliau menoleh) ke arah kirinya seperti itu. Adapun tambahan:

وَبَرَكَاتُهُ

(wa barokaatuh)

“dan keberkahan-Nya”, diriwayatkan dari beliau dalam satu Hadits, dan barangkali beliau mengucapkannya sekali untuk menjelaskan kebolehannya.

Istighfar 3 Kali

[31] Setelah salam, beliau beristighfar kepada Alloh tiga kali. Kemudian mengucapkan:

اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ، وَمِنْكَ السَّلَامُ، تَبَارَكْتَ يَاذَا الْجَلَالِ وَالْإِكْرَامِ

(Allohumma antas salaam, wa minkas salaam, tabaarokta yaa dzal jalaali wal ikroom)

“Ya Alloh, Engkaulah As-Salam (Maha Sejahtera), dan dari-Mu lah keselamatan, Maha Berkah Engkau wahai Dzat Pemilik Keagungan dan Kemuliaan.”

Ini diucapkan sebelum beliau berbalik menghadap para jamaah jika beliau adalah seorang Imam. Beliau tetap menghadap kiblat selama waktu yang dibutuhkan untuk mengucapkan dzikir tersebut.

[32] Kemudian beliau berbalik menghadap para jamaah. Paling sering, berbalik dari arah kanannya, dan terkadang beliau berbalik dari arah kirinya.

[33] Nabi telah mensyariatkan bagi umatnya dzikir setelah Sholat, di antaranya adalah:

لَاإِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ، لَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، وَلَا نَعْبُدُ إِلَّا إِيَّاهُ، لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ، وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ، لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ، اللَّهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

(Laa ilaaha illalloohu wahdahu laa syariika lah, lahul mulku wa lahul hamdu, wa huwa ‘alaa kulli syai-in qodiir. Laa hawla wa laa quwwata illaa billaah, laa ilaaha illallooh, wa laa na’budu illaa iyyaah, lahun ni’matu wa lahul fadhlu, wa lahuts tsanaa-ul hasan. Laa ilaaha illalloohu mukhlishiina lahud diin wa law karihal kaafiruun. Allohumma laa maani’a limaa a’thoita wa laa mu’thiya limaa mana’ta, wa laa yanfa’u dzal jaddi minkal jaddu)

“Tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain Alloh semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya lah segala kerajaan dan bagi-Nya lah segala puji, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan (pertolongan) Alloh. Tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain Alloh, dan kami tidak beribadah kecuali hanya kepada-Nya. Milik-Nya lah segala nikmat, milik-Nya lah segala karunia, dan milik-Nya lah segala sanjungan yang baik. Tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain Alloh, dengan mengikhlaskan agama (ibadah) hanya untuk-Nya, meskipun orang-orang kafir membencinya. Ya Alloh, tidak ada yang dapat menghalangi apa yang Engkau berikan, dan tidak ada yang dapat memberi apa yang Engkau halangi, dan tidak bermanfaat kekayaan dari seseorang di hadapan-Mu.”

Kemudian mengucapkan: “Subhaanalloh” (Maha Suci Alloh) 33 kali, “Alhamdulillah” (Segala puji bagi Alloh) 33 kali, “Allohu Akbar” (Alloh Maha Besar) 33 kali, lalu sebagai penyempurna 100, ia mengucapkan:

لَاإِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ

(Laa ilaaha illalloohu wahdahu laa syariika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘alaa kulli syai-in qodiir)

“Tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain Alloh semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya lah segala kerajaan dan bagi-Nya lah segala puji, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Kemudian membaca Ayat Kursi (Al-Baqoroh: 255), yaitu firman Alloh Ta’ala:

﴿اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ ۚ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ ۚ لَّهُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ ۗ مَن ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِندَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ ۚ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ أَيْدِيهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْ ۖ وَلَا يُحِيطُونَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهِ إِلَّا بِمَا شَاءَ ۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ ۖ وَلَا يَئُودُهُ حِفْظُهُمَا ۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيمُ﴾

Kemudian membaca surat Al-Ikhlas, Al-Falaq, An-Nas.

Ayat-ayat ini dibaca setelah setiap Sholat. Dianjurkan untuk mengulanginya tiga kali setelah Sholat Fajar (Subuh) dan Sholat Maghrib.

Anjuran Rowatib

[34] Nabi telah mensyariatkan bagi umatnya Sholat-Sholat nawafil (sunnah) sebelum dan sesudah Sholat fardhu pada umumnya. Di antaranya adalah Sholat Rowatib. Beliau bersabda: “Siapa Sholat 12 rokaat pada siang dan malamnya secara sukarela, maka Alloh akan membangunkan untuknya sebuah rumah di Surga.”

Sholat tersebut adalah sebagai berikut:

1. Dua rokaat sebelum Sholat Fajar (Subuh).

2. Empat rokaat sebelum Sholat Zhuhur dan dua rokaat sesudahnya.

3. Dua rokaat setelah Sholat Maghrib.

4. Dua rokaat setelah Sholat Isya.

Dianjurkan untuk Sholat empat rokaat sebelum Ashar, dua rokaat sebelum Sholat Maghrib, dan dua rokaat sebelum Sholat Isya. Sungguh, telah shohih dari Nabi apa yang menunjukkan hal tersebut.

Beliau mendorong untuk senantiasa mengerjakan Sholat sunnah semampunya, seperti Sholat Malam, Sholat Dhuha, Sholat Tarowih di bulan Romadhon, dan lain-lain yang telah shohih dari beliau .

[35] Wanita melakukan dalam Sholatnya sebagaimana yang dilakukan oleh laki-laki dalam segala hal. Tidak ada yang dikecualikan dari hal itu kecuali beberapa masalah: seperti masalah batasan pakaian, dan masalah bacaan. Laki-laki mengeraskan bacaan (jahr) pada Sholat jahriyyah, adapun wanita maka ia melirihkan bacaannya (sirr).

Penutup

Inilah yang dimudahkan untuk dikumpulkan dari Sifat Sholat Nabi dari Takbir Hingga Taslim, sebagaimana yang telah tetap dari beliau . Sungguh, beliau telah bersabda: “Sholatlah kalian sebagaimana kalian melihatku Sholat.” Beliau juga mengabarkan bahwa Sholat adalah penyejuk mata beliau dan dengannya beliau menenangkan jiwanya. Maka, wajib atas seorang Muslim untuk menjaga Sholat sebagaimana yang telah diajarkan, agar Sholat itu menjadi cahaya dan keselamatan baginya di Hari Kiamat dengan izin Alloh.

Wallohu a’lam, dan semoga sholawat dan salam dari Alloh tercurah kepada Muhammad, serta kepada keluarga dan para Shohabatnya.

***


 

Lampiran: Daftar Rukun, Wajib, Sunnah Sholat

Berikut 14 Rukun Sholat:

1. Berdiri

2. Takbirotul ihrom

3. Al-Fatihah

4. Rukuk

5. Bangkit darinya

6. I’tidal

7. Sujud

8. Bagkit darinya

9. Duduk di antara dua sujud

10. Thuma’ninah, yaitu tenang pada 4 tempat: rukuk, i’tidal, sujud, duduk di antara dua sujud.

11. Tasyahhud akhir (tahiyyat + sholawat)

12. Duduknya

13. Salam sekali

14. Urut.

Adapun Wajib Sholat ada 8, yaitu:

1. Takbir intiqol (perpindahan)

2. Subhanaarobbiyal ‘adzhiim

3. Sami’allahu liman hadimah

4. Robbanaa lakal hamd

5. Subhaanarobbiyal a’laa

6. Robbighfir lii

7. Tasyahhud awwal

8. Duduknya.

Selebihnya adalah sunnah-sunnah Sholat, yang tidak mempengaruhi keabsahan Sholat.[]

 


Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url