[PDF] Tarjamah Ushul Sittah - 6 Kaidah Pokok dalam Tauhid - Muhammad bin Abdul Wahhab - Edisi 3
Enam
Pokok Penting
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
بِسْمِ
اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ
Dengan menyebut nama
Allah Yang Mahaluas dan kekal rohmat-Nya dan Yang Maha rohmat atas semua
makhluk-Nya.
مِنْ
أَعْجَبِ العُجَابِ، وَأَكْبَرِ الآيَاتِ الدَّالَةِ عَلَى قُدْرَةِ المَلِكِ الغَلَّابِ
سِتَّةُ أُصُوْلٍ بَيَّنَهَا اللهُ تَعَالَى بَيَانًا وَاضِحًا لِلْعَوَامِّ فَوْقَ
مَا يَظُنُّ الظَّانُّوْنَ، ثُمَّ بَعْدَ هَذَا غَلِطَ فِيْهَا أَذْكِيَاءُ العَالَمِ
وَعُقَلَاءُ بَنِيْ آدَمَ إِلَّا أَقَلَّ القَلِيْل.
Termasuk perkara yang
sangat mengherankan dan sangat mengherankan dan tanda besar yang menunjukkan
kuasa Allah Raja yang Maha Mengalahkan, enam pokok yang telah dijelaskan Allah
dengan sangat gamblang untuk masyarakat awam, melebihi yang dikiri, lalu
ternyata setelah itu perkara ini menjadi tersamar atas orang-orang cerdas dan
orang-orang pintar, kecuali sedikit sekali (yang mengerti).
الأَصْلُ
الأَوَّلُ
Pokok Ke-1 [Tauhid dan Syirik]
إِخْلَاصُ
الدِّيْنِ لِلّٰهِ
تَعَالَى وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لهُ، وَبَيَانُ ضِدِّهِ الَّذِي
هُوَ الشِّرْكُ بِاللهِ، وَكَوْنُ أَكْثَرِ القُرْآنِ فِي بَيَانِ هَذَا الأَصْلِ مِنْ
وُجُوْهٍ شَتَّى بِكَلَامٍ يَفْهَمُهُ أَبْلَدُ العَامَّةِ، ثُمَّ صَارَ عَلَى أَكْثَرِ
الأُمَّةِ مَا صَارَ. أَظْهَرَ لَهُمُ الشَّيْطَانُ الإِخْلَاصَ فِي صُوْرَةِ تَنَقُّصِ
الصَّالِحِيْنَ وَالتَّقْصِيْرِ فِي حُقُوْقِهِمْ، وَأَظْهَرَ لَهُمُ الشِّرْكَ بِاللهِ
فِي صُوْرَةِ مَحَبَّةِ الصَّالِحِيْنَ وَاتِّبَاعِهِمْ.
Ikhlas (memurnikan)
agama hanya kepada Allah semata,
tanpa ada sekutu bagi-Nya, serta penjelasan kebalikannya, yaitu syirik kepada
Allah, sementara kebanyakan isi Al-Quran dalam menjelaskan pokok ini dengan
berbagai ungkapan adalah mudah dipahami oleh orang yang sangat awam sekalipun
di negerinya. Lalu terjadilah hal ini termasar bagi kebanyakan orang. Setan
menampakkan ikhlas kepada mereka dalam rupa merendahkan orang-orang sholih dan
meremehkan hak mereka, sementara syirik ditampakkan dalam rupa mencintai
orang-orang sholih dan pengikutnya.
الأَصْلُ
الثَّانِيُّ
Pokok Ke-2 [Persatuan dan Perpecahan]
أَمَرَ
اللهُ بِالِاجْتِمَاعِ فِي الدِّيْنِ وَنَهَى عَنِ التَّفَرُّقِ، فَبَيَّنَ
اللهُ هَذَا بَيَانًا شَافِيًا تَفْهَمُهُ العَوَامُّ، وَنَهَانَا أَنْ نَكُوْنَ كَالَّذِيْنَ
تَفَرَّقُوْا وَاخْتَلَفُوْا قَبْلَنَا فَهَلَكُوْا، وَذَكَرَ أَنَّهُ أَمَرَ المُسْلِمِيْنَ
بِالِاجْتِمَاعِ فِي الدِّيْنِ وَنَهَاهُمْ عَنِ التَّفَرُّقِ فِيْهِ، وَيَزِيْدُهُ
وُضُوْحًا مَا وَرَدَتْ بِهِ السُّنَّةُ مِنَ العَجَبِ العُجَابِ فِي ذَلِكَ، ثُمَّ
صَارَ الأَمْرُ إِلَى أَنَّ الِافْتِرَاقَ فِي أُصُوْلِ الدِّيْنِ وَفُرُوْعِهِ هُوَ
العِلْمُ وَالْفِقْهُ فِي الدِّيْنِ، وَصَارَ الأَمْرُ بِالِاجْتِمَاعِ لَا يَقُوْلُهُ
إِلَّا زِنْدِيْقٌ أَوْ مَجْنُوْنٌ.
Allah memerintahkan
bersatu dalam beragama, dan melarang berkelompok-kelompok. Allah menjelaskan hal ini dengan penjelasan yang
memuaskan yang mudah dipahami orang awam. Allah melarang kita menjadi seperti
orang-orang yang berkelompok-kelompok dan berselisih dari orang-orang sebelum
kita yang binasa. Allah memerintahkan Muslimin bersatu dalam beragama dan
melarang mereka berkelompok-kelompok dan menambah penjelasannya dalam
As-Sunnah. Lalu mengherankan sekali, ‘berselisih dalam beragama dan
cabangnya’ dianggap ilmu dan fiqih, sementara menyuarakan ‘bersatu dalam
beragama’ dianggap zindiq atau orang gila.
الأَصْلُ
الثَّالِثُ
Pokok Ke-3 [Taat Pemerintah]
أَنَّ
مِنْ تَمَامِ الِاجْتِمَاعِ السَّمْعَ وَالطَّاعَةَ لِمَنْ تَأَمَّرَ عَلَيْنَا
وَلَوْ كَانَ عَبْدًا حَبَشِيًّا، فَبَيَّنَ النَبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ
وَسَلَّمَ هَذَا بَيَانًا شَائِعًا ذَائِعًا بِكُلِّ وَجْهٍ مِنْ أَنْوَاعِ البَيَانِ
شَرْعًا وَقَدَرًا، ثُمَّ صَارَ هَذَا الأَصْلُ لَا يُعْرَفُ عِنْدَ أَكْثَرِ مَنْ
يَدَّعِي العِلْمَ، فَكَيْفَ العَمَلُ بِهْ؟
Termasuk penyempurna
persatuan adalah mentaati penguasa, meskipun ia budak dari Etiopia. Nabi ﷺ telah menjelaskan hal ini dengan penjelasan yang sangat jelas
dengan berbagai ragam ungkapan syar’i maupun qodari. Lalu pokok ini menjadi
tidak dikenal oleh orang yang mengaku berilmu, lantas bagaimana bisa diamalkan?
الأَصْلُ
الرَّابِعُ
Pokok Ke-4 [Ilmu dan Ulama]
بَيَانُ
العِلْمِ وَالعُلَمَاءِ، وَالفِقْهِ وَالفُقَهَاءِ، وَبَيَانُ
مَنْ تَشَبَّهَ بِهِمْ وَلَيْسَ مِنْهُمْ، وَقَدْ بَيَّنَ اللهُ تَعَالَى هَذَا الأَصْلَ
فِيْ أَوَّلِ سُوْرَةِ البَقَرَةِ مِنْ قَوْلِهِ: ﴿يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ اذْكُرُواْ
نِعْمَتِيَ الَّتِي أَنْعَمْتُ عَلَيْكُمْ ...﴾ [الآية: 40] إِلَى قَوْلِهِ قَبْلَ
ذِكْرِ إِبْرَاهِيْمَ عَلَيْهِ السَّلَامُ : ﴿يَا بَنِي إِسْرَائِيلَ ...﴾ [الآية:
47] الآية.
Penjelasan tentang
ilmu dan Ulama (ahli ilmu), serta fiqih dan fuqaha (ahli fiqih), dan penjelasan tentang siapa yang menyerupai
mereka padahal bukan golongan mereka (bukan Ulama). Allah telah menjelaskan pokok
ini dalam surat Al-Baqoroh:
“Wahai Bani Isroil,
ingatlah nikmat-Ku yang Aku berikan kepada kalian, dan sempurnakanlah
perjanjian dengan-Ku, niscaya Aku akan penuhi janji kepada kalian, dan
hendaknya hanya kepada-Ku kalian takut.” (QS. Al-Baqoroh: 40)
“Dan berimanlah kamu
kepada apa (Al-Qur'an) yang telah Aku turunkan yang membenarkan apa (Taurat)
yang ada pada kamu, dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir
kepadanya. Janganlah kamu jual ayat-ayat-Ku dengan harga murah, dan bertakwalah
hanya kepada-Ku.” (41)
“Dan janganlah kamu
campuradukkan kebenaran dengan kebatilan dan (janganlah) kamu sembunyikan
kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya.” (42)
“Dan laksanakanlah sholat,
tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang rukuk.” (43)
“Mengapa kamu menyuruh
orang lain (mengerjakan) kebajikan, sedangkan kamu melupakan dirimu sendiri,
padahal kamu membaca Kitab (Taurat)? Tidakkah kamu mengerti?” (44)
“Dan mohonlah
pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan sholat. Dan (sholat) itu sungguh
berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk,” (45)
“(yaitu) mereka yang
yakin, bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali
kepada-Nya.” (46)
“Wahai Bani Isroil!
Ingatlah nikmat-Ku yang telah Aku berikan kepadamu, dan Aku telah melebihkan
kamu dari semua umat yang lain di alam ini (pada masa itu).” (QS. Al-Baqoroh: 47)
وَيَزِيْدُهُ
وُضُوْحًا مَا صَرَّحَتْ بِهِ السُّنَّةُ فِيْ هَذَا مِنَ الكَلَامِ الكَثِيْرِ البَيِّنِ
الوَاضِحِ لِلْعَامِّيِّ البَلِيْدِ، ثُمَّ صَارَ هَذَا أَغْرَبَ الأَشْيَاءِ، وَصَارَ
العِلْمُ وَالْفِقْهُ هُوَ البِدَعُ وَالضَّلَالَاتِ، وَخِيَارُ مَا عِنْدَهُمْ لَبْسُ
الحَقِّ بِالْبَاطِلِ، وَصَارَ العِلْمُ الَّذِيْ فَرَضَهُ اللهُ تَعَالَى عَلَى الخَلْقِ
وَمَدَحَهُ لَا يَتَفَوَّهُ بِهِ إِلَّا زِنْدِيْقٌ أَوْ مَجْنُوْنٌ، وَصَارَ مَنْ
أَنْكَرَهُ وَعَادَاهُ وَصَنَّفَ فِي التَّحْذِيْرِ مِنْهُ وَالنَّهْيِ عَنْهُ هُوَ
الفَقِيْهُ العَالِمُ.
Keterangan itu semakin
diperjelas dengan Sunnah (Nabi) dalam penjelasan yang banyak, jelas, gamblang,
bagi orang awam yang sederhana pemikirannya. Kemudian (dengan berjalannya
waktu) hal ini menjadi sesuatu yang sangat aneh, ilmu dan fiqih dianggap bid’ah
dan kesesatan. Yang terbaik di antara mereka adalah mencampuradukkan kebenaran
dengan kebatilan. Ilmu yang Allah wajibkan kepada makhluk dan Allah memujinya, dianggap
tidak diucapkan kecuali oleh orang yang zindiq atau gila. Maka jadilah orang
yang mengingkari, memusuhi, menulis tahdzir (peringatan menjauhi ilmu) dan
melarang darinya, dianggap sebagai orang yang faqih dan berilmu.
الأَصْلُ
الخَامِسُ
Pokok Ke-5 [Wali]
بَيَانُ
اللهِ سُبْحَانَهُ لِأَوْلِيَاءِ اللهِ وَتَفْرِيْقُهُ
بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ المُتَشَبِّهِيْنَ بِهِمْ مِنْ أَعْدَاءِ اللهِ وَالْمُنَافِقِيْنَ
وَالْفُجَّارِ، وَيَكْفِيْ فِيْ هَذَا آيَةٌ فِيْ آلِ عُمْرَانَ وَهِيَ قَوْلُهُ:
﴿قُلْ إِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللهُ ...﴾ [الآية:
31] الآية، وَآيَةٌ فِيْ المَائِدَةِ وَهِيَ قَوْلُهُ: ﴿يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ
مَنْ يَرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهِ فَسَوْفَ يَأْتِيْ اللهُ بِقَوْمٍ يُحِبُّهُمْ
وَيُحِبُّوْنَهُ ...﴾ [الآية: 54] الآية، وَآيَةٌ فِيْ يُوْنُسَ وَهِيَ قَوْلُهُ:
﴿أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللهِ لاَ خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُوْنَ * الَّذِيْنَ
آمَنُوْا وَكَانُوْا يَتَّقُوْنَ﴾ [الآيتان: 62-63]
Penjelasan Allah
Subhaanahu (Yang Maha Suci) tentang Wali-Wali Allah dan pembedaan antara mereka (Wali Allah) dengan
pihak-pihak yang menyerupai mereka dari kalangan musuh-musuh Allah kaum
munafikin dan kaum fajir (yang banyak berbuat dosa). Cukuplah dalam hal ini
ayat dalam surat Ali Imron:
“Katakanlah: Jika
kalian mencintai Allah, maka ikutilah aku (Muhammad), niscaya Allah mencintai
kalian.” (QS. Ali Imron: 31)
Dan ayat dalam surat Al-Maidah:
“Wahai orang-orang
yang beriman, barangsiapa yang murtad (keluar dari Islam) di antara kalian,
Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan mereka
mencintai Allah.” (QS Al-Maidah:
54)
Dan ayat dalam Surat
Yunus:
“Ingatlah,
sesungguhnya para Wali Allah itu tidak ada perasaan takut pada mereka dan
merekapun tidak bersedih. Mereka adalah orang yang beriman dan bertaqwa.” (QS. Yunus: 62-63)
ثُمَّ
صَارَ الأَمْرُ عِنْدَ أَكْثَرِ مَنْ يَدَّعِي العِلْمَ وَأَنَّهُ مِنْ هُدَاةِ الخَلْقِ
وَحُفَّاظِ الشَّرْعِ، إِلَى أَنَّ الأَوْلِيَاءَ لَا بُدَّ فِيْهِمْ مِنْ تَرْكِ اتِّبَاعِ
الرُّسُلِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ فَلَيْسَ مِنْهُمْ، وَلَابُدَّ مِنْ تَرْكِ الجِهَادِ،
فَلَيْسَ مِنْهُمْ، وَلَابُدَّ مِنْ تَرْكِ الإِيمَانِ وَالتَّقْوَى، فَمَنْ تَعَهَّدَ
بِالإِيمَانِ وَالتَّقْوَى فَلَيْسَ مِنْهُمْ، يَا رَبَّنَا نَسْأَلُكَ العَفْوَ وَالْعَافِيَةَ
إِنَّكَ سَمِيْعُ الدُّعَاءِ.
Kemudian kebanyakan orang
yang mengaku berilmu dan mengaku pemberi petunjuk kepada makhluk dan penjaga syariat
bahwa para Wali haruslah orang yang meninggalkan ittiba’ (meneladani Rosul),
dan siapa yang mengikuti Rosul bukanlah mereka (Wali Allah). Wali Allah
haruslah meninggalkan jihad, barangsiapa yang berjihad bukanlah Wali Allah.
Wali Allah haruslah meninggalkan iman dan taqwa, barangsiapa yang berpegang
teguh dengan iman dan taqwa bukanlah Wali Allah. Wahai Rob kami, kami memohon
kepada-Mu ampunan dan kesehatan, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar doa.
الأَصْلُ
السَّادِسُ
Pokok Ke-6 [Syubhat Meninggalkan Quran dan Sunnah]
رَدُّ
الشُّبْهَةِ الَّتِي وَضَعَهَا الشَّيْطَانُ فِيْ تَرْكِ القُرْآنِ وَالسُّنَّةِ وَاتِّبَاعِ
الآرَاءِ وَالأَهْوَاءِ المُتَفَرِّقَةِ المُخْتَلِفَةِ، وَهِيَ أَيُ الشُّبْهَةِ الَّتِي
وَضَعَهَا الشَّيْطَانُ هِيَ: أَنَّ القُرْآنَ وَالسُّنَّةَ لَا يَعْرِفُهُمَا إِلَّا
المُجْتَهِدُ المُطْلَقُ، وَالْمُجْتَهِدُ هُوَ المَوْصُوْفُ بِكَذَا وَكَذَا أَوْصَافًا
لَعَلَّهَا لَا تُوْجَدُ تَامَّةً فِي أَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ، فَإِنْ لَمْ يَكُنِ الإِنْسَانُ
كَذَلِكَ فَلْيُعْرِضْ عَنْهُمَا فَرْضًا حَتْمًا لَا شَكَّ وَلَا إِشْكَالَ فِيْهِ،
وَمَنْ طَلَبَ الهُدَى مِنْهُمَا فَهُوَ إِمَّا زِنْدِيْقٌ، وَإِمَّا مَجْنُوْنٌ لِأَجْلِ
صُعُوْبَتِهِمَا، سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ، وَالْأَمْرُ بِرَدِّ هَذِهِ الشُّبْهَةِ
المَلْعُوْنَةِ مِنْ وُجُوْهٍ شَتَّى بَلَغَتْ إِلَى أَمْرِ الضَّرُوْرِيَّاتِ العَامَّةِ،
وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَ
Bantahan terhadap syubhat
yang diletakkan setan untuk meninggalkan Al-Quran dan As-Sunnah, agar mengikuti
pemikiran dan hawa nafsu yang saling berpecah-belah, yaitu bahwa Al-Quran
dan As-Sunnah tidaklah bisa diketahui kecuali oleh mujtahid mutlak. Katanya
mujtahid itu harus memiliki sifat-sifat begini dan begini, disebutkan
sifat-sifat itu yang mungkin tidak bisa didapatkan secara sempurna pada Abu Bakar
dan Umar. Siapa yang tidak bisa mencapai tingkatan tersebut, maka wajib bagi
dia menjauh dari kedua Al-Qur’an dan Sunnah, tanpa ragu dan tanpa bertanya.
Orang yang mengharapkan petunjuk dari keduanya (Al-Quran dan Sunnah) dianggap
sebagai zindiq atau gila, dengan alasan sulitnya memahami keduanya, Subhanalloh
wa bihamdih. Padahal untuk membantah syubhat yang terlaknak ini dengan
berbagai bentuk (dalam Quran dan As-Sunnah) telah sampai pada tingkat diketahui
oleh orang awam. Akan tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
﴿لَقَدْ حَقَّ
القَوْلُ عَلَى أَكْثَرِهِمْ فَهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ * إِنَّا جَعَلْنَا فِيْ أَعْنَاقِهِمْ
أَغْلَالًا فَهِيَ إِلَى الأَذْقَانِ فَهُمْ مُّقْمَحُوْنَ * وَجَعَلْنَا مِنْ بَيْنِ
أَيْدِيْهِمْ سَدًّا وَمِنْ خَلْفِهِمْ سَدًّا فَأَغْشَيْنَاهُمْ فَهُمْ لَا يُبْصِرُوْنَ
* وَسَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنذَرْتَهُمْ أَمْ لَمْ تُنْذِرْهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ
* إِنَّمَا تُنْذِرُ مَنِ اتَّبَعَ الذِّكْرَ وَخَشِيَ الرَّحْمَنَ بِالْغَيْبِ فَبَشِّرْهُ
بِمَغْفِرَةٍ وَأَجْرٍ كَرِيْمٍ﴾ [الآيات: 7-11]
“Sungguh, pasti
berlaku perkataan (hukuman) terhadap kebanyakan mereka, karena mereka tidak
beriman. (8) Sungguh, Kami telah memasang belenggu di leher mereka, lalu tangan
mereka (diangkat) ke dagu, karena itu mereka tertengadah. (9) Dan Kami jadikan
di hadapan mereka sekat (dinding) dan di belakang mereka juga sekat, dan Kami
tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat. (10) Dan sama saja
bagi mereka, apakah engkau memberi peringatan kepada mereka atau engkau tidak
memberi peringatan kepada mereka, mereka tidak akan beriman juga. (11)
Sesungguhnya engkau hanya memberi peringatan kepada orang-orang yang mau
mengikuti peringatan dan yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pengasih, walaupun
mereka tidak melihat-Nya. Maka berilah mereka kabar gembira dengan ampunan dan
pahala yang mulia.” (QS. Yasin:
7-11)
آخِرُهُ،
وَالحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ العَالَمِيْنَ، وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ
وَآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.
Ini akhir risalah. Segala
puji milik Allah Rob seluruh alam. Semoga sholawat dan salam yang banyak atas
Nabi kita Muhammad, keluarganya, para Shohabatnya hingga hari Kiamat.
تَمَّتْ
بِحَمْدِ اللهِ

جزاكم الله خيرا كثيرا