[PDF] Ringkasan Sifat Sholat Nabi - Edisi 2 | Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani
MUQODDIMAH
﷽
إِنَّ الحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ، وَنَسْتَعِينُهُ،
وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا،
مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ
أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، أَمَّا بَعْدُ:
Beberapa teman menyarankanku untuk meringkas
kitabku:
صِفَةُ صَلَاةِ النَّبِيِّ
ﷺ مِنَ التَّكْبِيرِ إِلَى التَّسْلِيمِ كَأَنَّكَ
تَرَاهَا
“Sifat Sholat Nabi ﷺ dari
Takbir hingga Salam, Seolah-Olah Anda Melihatnya”
dengan ulasan yang mudah untuk khalayak
umum.
Saran yang baik ini, di samping memang
keinginanku semenjak lama, mendorongku untuk mengambil sebagian kecil dari
waktuku yang padat dengan penelitian ilmiah. Aku pun mulai menelitinya sesuai
kemampuanku dan kesungguhanku sambil memohon kepada Allah Subhānahu wa
Ta’āla agar menjadikannya ikhlas mengharap Wajah-Nya dan bermanfaat bagi
saudara-saudaraku kaum Muslimin.
Kusertakan di buku ini beberapa faidah di
luar kitab aslinya yang kuanggap penting dan bermanfaat di tengah-tengah merangkum. Juga memberi
perhatian khusus menjelaskan beberapa kata sukar dan dzikir dalam footnote.
Aku memberi beberapa
judul dan subjudul yang disertai nomor.
Kujelaskan pula hukum di setiap pembahasan, apakah ia termasuk rukun
Sholat dan wajib Sholat. Apa yang kudiamkan maka ia berhukum sunnah, dan pada sebagian tempat mengandung kemungkinan wajib.
Rukun adalah
penyempurna sesuatu yang ia sendiri merupakan bagian darinya, dan ketiadaannya
menjadikannya batal. Ruku’ dalam Sholat misalnya, ia adalah rukun dan ketiadaannya menjadikan Sholat
batal.
Syarat
seperti rukun, hanya saja ia faktor luar yang masih berkaitan dengan sesuatu
tersebut, seperti wudhu untuk Sholat,
yang Sholat tidak
sah tanpanya.
Wajib adalah
apa yang diperintahkan oleh Al-Kitab dan As-Sunnah, dan tidak ada dalil
atas keberadaanya sebagai rukun atau syarat. Jika dikerjakan berpahala dan jika ditinggal berdosa,
kecuali karena uzur.
Wajib sama
dengan fardhu, sementara orang-orang yang membedakan antara keduanya, tidak memiliki dalil sama sekali.
Sunnah
adalah ibadah yang dikerjakan Nabi ﷺ, baik selalu atau sering, dan tidak
diperintahkan secara wajib. Diberi pahala orang yang melakukannya dan
tidak berdosa
orang yang meninggalkannya, dan tidak pula dicela.
Adapun Hadits yang disebutkan oleh sebagian
orang yang taklid yang disandarkan kepada Nabi ﷺ:
مَنْ تَرَكَ سُنَّتِي لَمْ تَنَلْهُ شَفَاعَتِي
“Siapa yang meninggalkan Sunnahku maka ia tidak akan
mendapatkan syafaatku.”
Ia
tidak ada asal-usulnya dari Nabi ﷺ. Maka tidak boleh menisbatkannya kepada beliau karena
dikhawatirkan masuk kategori berbohong atas nama Nabi ﷺ, di mana beliau bersabda:
«مَنْ قَالَ عَلَيَّ مَا لَمْ أَقُلْ فَلْيَتَبَوَّأْ
مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ»
“Siapa yang mengucapkan atas
namaku apa yang tidak aku ucapkan maka silahkan ia menyiapkan tempat duduknya di Neraka.” (HR. Bukhori no. 109)
Perlu diketahui bahwa aku
tidak mengikuti madzhab manapun dari madzhab empat yang banyak diikuti orang,
seperti metodeku di kitab aslinya. Yang kutempuh adalah metode Ahli Hadits,
yaitu hanya mengambil yang shohih dari Nabi ﷺ. Oleh karena itu madzhab mereka
lebih kuat dari madzhab selainnya, seperti yang diakui oleh setiap pengikut
madzhab yang objektif. Di antara mereka adalah Al-‘Allāmah Abul Hasanāt Al-Laknāwī
Al-Hanafī yang berkata, “Bagaimana tidak, mereka adalah para pewaris Nabi
sesugguhnya, wakil syariat yang jujur, semoga Allah mengumpulkan kita di
rombongan mereka dan mewafatkan kita di atas kecintaan kepada mereka dan
meneladani jejak hidup mereka.”
Semoga Allah merahmati Imam Ahmad bin
Hanbal yang berkata: “Agama Nabi Muhammad adalah Hadits-Hadits. Hadiah terbaik bagi pemuda adalah atsar (Hadits).
Kamu jangan membenci Hadits dan pengusungnya. Pendapat akal ibarat malam
sementara Hadits ibarat siang. Betapa banyak pemuda jahil dari jejak-jejak
petunjuk (Hadits), padahal matahari terbit bercahaya.”
Damaskus, 26 Shofar 1392 H
Muhammad Nāshiruddīn Al-Albīnī
1.
MENGHADAP KA’BAH
1. Apabila Anda —wahai Muslim— ingin
menunaikan Sholat, menghadaplah ke Ka’bah (Qiblat) di manapun Anda berada, baik
Sholat Fardhu maupun Sholat Sunnah, sebab ini termasuk rukun Sholat, di mana Sholat tidak sah
tanpa rukun ini.
2. Sholat Khouf di medan perang atau saat peperangan sedang berkecamuk, boleh
tidak menghadap Qiblat.
Begitu pula orang yang
tidak mampu melakukannya seperti orang sakit, sedang di kapal, mobil, pesawat,
jika khawatir waktu Sholat akan terluput darinya.
Begitu pula orang yang Sholat
Sunnah atau Witir sambil mengendarai binatang atau kendaraan lainnya,
tetapi disunnahkan menghadap Qiblat ketika takbirotul ihrom, jika
memungkinkan. Setelah itu, tidak mengapa ia menghadap sesuai arah kendaraannya.
3. Wajib
bagi yang melihat Ka’bah untuk menghadap langsung kepadanya, dan bagi yang
tidak melihatnya maka ia menghadap ke arahnya.
Hukum Sholat Tidak Menghadap Ka’bah Karena
Keliru
4. Apabila Sholat
tidak menghadap Qiblat karena mendung atau ada penyebab lainnya sesudah bersungguh-sungguh
berijtihad (berusaha), maka Sholatnya sah dan tidak perlu diulangi.
5. Apabila
datang orang yang dipercaya saat dia Sholat, lalu orang yang datang itu
memberitahukan kepadanya arah Qiblat maka wajib baginya untuk segera
menghadap ke arah yang ditunjukkan (tanpa harus membatalkan Sholat), dan Sholatnya
sah.
2.
BERDIRI
6. Wajib bagi orang yang hendak Sholat untuk
berdiri, dan ini adalah rukun, kecuali bagi:
a)
Orang yang
Sholat Khouf saat
perang berkecamuk dengan hebat, maka dibolehkan baginya Sholat di atas
kendaraannya.
b)
Orang yang
sakit yang tidak mampu berdiri, maka boleh baginya Sholat sambil duduk dan bila
tidak mampu diperbolehkan sambil berbaring.
c)
Orang yang
Sholat Sunnah dibolehkan Sholat di atas kendaraan atau sambil duduk jika
dia mau, adapun ruku’ dan sujudnya cukup dengan isyarat kepalanya (mengangguk), demikian
pula orang yang sakit, dan ia menjadikan sujudnya lebih rendah dari ruku’nya.
7. Tidak boleh bagi orang yang Sholat sambil
duduk meletakkan sesuatu yang agak tinggi di hadapannya sebagai tempat
sujud. Akan tetapi cukup menjadikan sujudnya lebih rendah dari ruku’nya —seperti
yang kami sebutkan tadi— apabila ia tidak mampu meletakkan dahinya secara
langsung ke lantai.
Sholat di Kapal atau Pesawat
8. Dibolehkan Sholat Fardhu di atas kapal, demikian pula di
pesawat.
9. Dibolehkan juga Sholat di kapal atau
pesawat sambil duduk bila khawatir akan jatuh.
10. Boleh juga saat berdiri bertumpu (memegang/bersandar) pada tiang
atau tongkat karena faktor usia
lanjut atau karena badan yang lemah.
Menggabung Berdiri dan Duduk
11. Dibolehkan Sholat Malam (Tahajjud)
sambil berdiri atau sambil duduk meski tanpa udzur, atau sambil melakukan
keduanya. Caranya: ia Sholat membaca dalam keadaan duduk, dan ketika menjelang
ruku’ ia berdiri lalu membaca ayat-ayat yang masih tersisa dalam keadaan
berdiri. Setelah itu ia ruku’ lalu sujud. Kemudian ia melakukan hal yang sama
pada roka’at yang kedua.
12. Apabila Sholat dalam keadaan duduk, maka
ia duduk bersila atau duduk dalam bentuk lain yang ia merasa nyaman.
Sholat Sambil Memakai Sandal
13. Boleh Sholat tanpa memakai sandal dan
boleh pula memakainya.
14. Tapi yang lebih utama jika sekali waktu Sholat
sambil memakai sandal dan sekali waktu tidak memakai sandal, sesuai yang lebih mudah dilakukan saat itu,
tidak membebani diri dengan harus memakainya dan tidak pula harus melepasnya. Jika kebetulan telanjang
kaki maka Sholat dengan kondisi seperti itu, dan bila kebetulan memakai sandal
maka Sholat sambil memakainya. Kecuali dalam kondisi tertentu.
15. Jika kedua sandal dilepas, tidak boleh diletakkan
di samping kanan, akan tetapi diletakkan di samping kiri jika tidak ada di samping kirinya
seseorang yang Sholat, jika ada maka hendaklah diletakkan di depan kakinya[1],
hal yang demikianlah yang sesuai dengan perintah dari Nabi ﷺ.
Sholat di Atas Mimbar
16. Dibolehkan bagi imam untuk Sholat di
tempat yang tinggi seperti mimbar dengan tujuan mengajar manusia. Imam berdiri
di atas mimbar lalu takbir, kemudian membaca dan ruku’, setelah itu turun sambil
mundur pelan-pelan sehingga memungkinkan untuk sujud di lantai di depan mimbar,
lalu kembali lagi ke atas mimbar dan melakukan hal yang serupa di roka’at
berikutnya.
Kewajiban Sholat Menghadap Sutroh (Pembatas) dan
Mendekat Kepadanya
17. Wajib[2] Sholat
menghadap sutroh, dan tidak ada bedanya baik di Masjid maupun tempat lain, di Masjid
yang besar atau yang kecil, berdasarkan kepada keumuman sabda Nabi ﷺ:
«لَا تُصَلِّ إِلَّا إِلَى سُتْرَةٍ، وَلَا
تَدَعْ أَحَدًا يَمُرُّ بَيْنَ يَدَيْكَ، فَإِنْ أَبَى فَلْتُقَاتِلْهُ فَإِنَّ مَعَهُ
القَرِينَ»
“Janganlah kamu
Sholat melainkan menghadap sutroh, dan jangan biarkan
seseorang lewat di hadapanmu.
Apabila ia
enggan maka halaulah (tolak dengan tangan) karena sesungguhnya ia bersama jin qorin (setan).” (HR. Ibnu Khuzaimah no. 800)
18. Wajib
mendekat ke pembatas karena Nabi ﷺ memerintahkan hal itu.
19. Jarak
antara tempat sujud Nabi ﷺ dengan sutroh
yang di depannya seukuran tempat lewat kambing. Maka
siapa yang mengamalkan hal itu berarti ia telah mengamalkan batas ukuran yang
diwajibkan.
Kadar Ketinggian Sutroh
20. Sutroh
wajib dibuat agak tinggi dari lantai sekitar sejengkal atau dua jengkal
berdasarkan sabda Nabi ﷺ:
«إِذَا وَضَعَ أَحَدُكُمْ بَيْنَ يَدَيْهِ
مِثْلَ مُؤْخِرَةِ الرَّحْلِ فَلْيُصَلِّ، وَلَا يُبَالِي مَنْ وَرَآءَ ذَلِكَ»
“Jika seorang diantara kamu meletakkan di depannya sesuatu setinggi
pelana unta (sebagai sutroh) maka sholatlah (menghadapnya), dan jangan ia pedulikan orang yang
lewat di balik sutroh itu.” (HR. Muslim no. 499)
21. Dan ia menghadap ke sutroh secara langsung,
karena hal itu yang termuat dalam konteks Hadits tentang perintah untuk Sholat
menghadap ke sutroh. Adapun bergeser dari posisi sutroh ke kanan atau ke kiri sehingga membuat
tidak lurus menghadap langsung kepadanya
maka hal ini tidak ada dalilnya.
22. Boleh Sholat menghadap tongkat yang
ditancapkan ke tanah atau yang semisalnya, boleh pula menghadap pohon, tiang, atau isteri yang tiduran berselimut, boleh
pula menghadap hewan meskipun unta.
Haram Sholat Menghadap ke Kubur
23. Tidak boleh Sholat menghadap ke kubur,
larangan ini mutlak, baik kubur para Nabi maupun selain Nabi.
Haram Lewat di Depan Orang yang Sholat Termasuk
di Masjidil Harom
24. Tidak
boleh lewat di depan orang yang sedang Sholat jika di depannya ada sutroh,
dalam hal ini tidak ada perbedaan antara Masjidil Harom atau Masjid-Masjid lain,
semua sama dalam hal larangan berdasarkan keumuman sabda Nabi ﷺ:
«لَوْ يَعْلَمُ المَارُّ بَيْنَ يَدَيِ المُصَلِّي
مَاذَا عَلَيْهِ؛ لَكَانَ أَنْ يَقِفَ أَرْبَعِينَ خَيْرًا لَهُ مِنْ أَنْ يَمُرَّ
بَيْنَ يَدَيْهِ»
“Andaikan orang yang lewat di depan orang yang Sholat mengetahui
akibat perbuatannya, maka ia berdiri selama 40
adalah lebih baik baginya dari pada lewat di depan
orang yang sedang Sholat.” (HR.
Bukhori no. 510)
Maksudnya lewat di antara orang Sholat dengan tempat
sujudnya.
Kewajiban Orang Sholat Mencegah Orang Lewat di
Depannya Meskipun di Masjidil Harom
25. Tidak
boleh bagi orang yang Sholat menghadap sutroh membiarkan seseorang lewat
di depannya berdasarkan Hadits yang telah lalu: “Janganlah kamu membiarkan
seseorang lewat di depanmu,” dan sabda Nabi ﷺ:
«إِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ
إِلَى شَيْءٍ يَسْتُرُهُ مِنَ النَّاسِ، فَأَرَادَ أَحَدٌ أَنْ يَجْتَازَ بَيْنَ يَدَيْهِ؛
فَلْيَدْفَعْ فِي نَحْرِهِ، (وَلْيَدْرَأْ مَا اسْتَطَاعَ، وَفِي رِوَايَةٍ: فَلْيَمْنَعْهُ،
مَرَّتَيْنِ) فَإِنْ أَبَى فَلْيُقَاتِلْهُ، فَإِنَّمَا هُوَ شَيْطَانٌ»
“Jika seseorang diantara kamu Sholat menghadap sutroh yang menghalanginya
dari orang lain, lalu ada yang ingin lewat di depannya, maka hendaklah ia
mendorong leher orang yang ingin lewat itu semampunya,” dalam riwayat lain, “Cegahlah, cegahlah, dan jika ia enggan
maka pukullah karena ia adalah setan.” (HR. Bukhori no. 509 dan Ibnu Jarud no. 167 dalam Al-Muntaqō)
Melangkah ke Depan Untuk Mencegah Orang Lewat
26. Boleh
maju selangkah atau lebih untuk mencegah yang bukan mukallaf lewat di
depannya, seperti hewan atau anak kecil, agar tidak lewat di depannya.
Hal-Hal yang Memutuskan Sholat
27. Di
antara fungsi pembatas dalam Sholat adalah menjaga orang yang Sholat menghadapnya
dari kerusakan Sholat disebabkan yang lewat di depannya, berbeda dengan yang
tidak memakai pembatas, Sholatnya bisa terputus bila lewat di depannya: wanita baligh,
keledai, atau anjing hitam.
3.
NIAT
28. Bagi yang akan Sholat harus meniatkan Sholat
yang akan dilaksanakannya serta menentukan niat dengan hatinya, seperti Fardhu Zhuhur
dan Ashar, atau Sunnah Zhuhur dan Ashar. Niat ini merupakan syarat atau
rukun Sholat. Adapun melafazhkan niat dengan lisan maka ini merupakan bid’ah,
menyalahi Sunnah, dan tidak ada seorangpun yang menfatwakan hal itu di
antara para ulama yang ditokohkan oleh orang-orang yang suka taqlid (fanatik
buta).
4.
TAKBIR
29. Kemudian memulai Sholat dengan membaca.
“Allahu Akbar” (Allah Maha Besar). Takbir ini merupakan rukun, berdasarkan
sabda Nabi ﷺ:
«مِفْتَاحُ الصَّلَاةِ الطَّهُورِ، وَتَحْرِيمُهَا
التَّكْبِيرُ، وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ»
“Pembuka Sholat adalah bersuci, pengharamannya adalah takbir,
sedangkan penghalalannya adalah salam.” (HR.
Abu Dawud no. 61)
30. Tidak boleh mengeraskan suara saat
takbir di semua Sholat, kecuali jika menjadi imam.
31. Boleh bagi muadzin (baca: muadz-dzin) menyampaikan
(memperdengarkan) takbir imam kepada jama’ah jika kondisi menuntut demikian, seperti jika imam
sakit, suaranya lemah, atau karena banyaknya orang yang Sholat.
32. Ma’mum tidak boleh takbir kecuali jika
imam telah selesai takbir.
Mengangkat Kedua Tangan dan Tata Caranya
33. Mengangkat kedua tangan (saat takbīrotul ihrōm) boleh bersamaan dengan takbir, atau sebelumnya, bahkan boleh sesudah
takbir. Semua
ini ada landasannya yang sah dalam Sunnah Nabi ﷺ.
34. Mengangkat tangan dengan jari-jari
terbuka.
35. Mensejajarkan (ujung-ujung jari) kedua
telapak tangan dengan pundak/bahu, boleh
kadang-kadang mengangkat lebih tinggi lagi sampai
sejajar dengan cuping telinga.
Meletakkan Kedua Tangan dan Tata Caranya
36.
Kemudian meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri sesudah takbir, ini
merupakan Sunnah (ajaran) para Nabi-Nabi Alaihimus Shollātu was Salām
dan diperintahkan oleh Nabi ﷺ kepada para Sahabat beliau, sehingga tidak
boleh menjulurkannya.
37. Meletakkan tangan kanan di punggung
tangan kiri, di pergelangan, atau
lengan.
38. Kadang-kadang tangan kanan menggenggam
tangan kiri.
Tempat Meletakkan Tangan
39. Keduanya diletakkan di dada. Laki-laki
dan perempuan dalam hal ini sama.
40. Tidak meletakkan tangan kanan di atas
pinggang.
Khusyu’ dan Melihat ke Tempat Sujud
41.
Hendaklah khusyu’ dalam Sholat dan menjauhi segala sesuatu yang dapat
melalaikan dari khusyu’ seperti perhiasan dan lukisan, tidak Sholat saat
berhadapan dengan hidangan makanan yang diinginkannya, demikian juga saat
menahan berak dan kencing.
42. Memandang ke tempat sujud saat berdiri.
43. Tidak menoleh ke kanan dan ke kiri,
karena menoleh adalah perampokan yang dilakukan oleh setan dari Sholat seseorang.
44. Tidak boleh mengarahkan pandangan ke atas.
Do’a Istiftah (Pembukaan)
45.
Kemudian membuka bacaan dengan sebagian do’a-do’a yang sah dari Nabi ﷺ yang
jumlahnya banyak, yang masyhur diantaranya ialah:
«سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ، وَتَبَارَكَ
اسْمُكَ، وَتَعَالَى جَدُّكَ، وَلاَ إِلَـهَ غَيْرُكَ»
(Subhānakallōhumma wa
bihamdik, wa tabārokasmuk, wa ta’ālā jadduk, wa lā ilāha ghoiruk)
“Maha Suci Engkau ya
Allah, aku memuji-Mu, Maha Berkah nama-Mu, Maha Tinggi kekayaan dan kebesaran-Mu,
tiada Ilah yang berhak disembah selain Engkau.” (HR. Abu Dawud no. 775)
Perintah ini shahih dari Nabi, maka
sepatutnya diperhatikan untuk diamalkan.
5.
QIROAH (BACAAN)
46. Kemudian membaca ta’awwudz, dan bagi yang meninggalkannya mendapat dosa.[3]
47. Termasuk Sunnah jika
sewaktu-waktu membaca:
«أَعُوذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ،
مِنْ هَمْزِهِ، وَنَفْخِهِ، وَنَفْثِهِ»
“Aku berlindung kepada Allah dari setan yang terkutuk, dari
godaannya, sihirnya, dan syairnya.” (HR. Ahmad no. 22179)
48. Dan sewaktu-waktu membaca:
«أَعُوذُ بِاللَّهِ السَّمِيعِ العَلِيمِ
مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ، مِنْ هَمْزِهِ، وَنَفْخِهِ، وَنَفْثِهِ»
“Aku berlindung kepada Allah yang Maha Mendengar dan Maha Mengetahui
dari setan yang terkutuk, dari godaannya, sihirnya, dan syairnya.” (HR. Abu Dawud no. 775)
49. Kemudian membaca basmalah di semua Sholat
secara sirr (lirih):
«بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ»
Membaca Al-Fatihah
50. Kemudian membaca surat Al-Fatihah
sepenuhnya, basmalah temasuk ayat darinya. Ini adalah rukun Sholat dimana Sholat
tak sah jika tidak membaca Al-Fatihah, sehingga wajib bagi orang-orang
‘Ajam (non
Arab) untuk menghafalnya.
51. Bagi yang tidak hafal, boleh membaca:
«سُبْحَانَ اللَّهِ، وَالحَمْدُ لِلَّهِ،
وَلَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، اللَّهُ أَكْبَرُ، وَلَا حَوْلَ وَلَا قُوَّةَ إِلَّا
بِاللَّهِ»
“Subhānallōh, wal hamdulillāh, walā ilāha illallōh, Allōhu akbar, walā haulā
walā quwwata illā billāh.”
“Mahasuci Allah, segala puji bagi Allah, tidak ada yang berhak disembah
selain Allah, Allah Mahabesar,
serta tidak ada daya menjauhi dosa dan kekuatan
melaksanakan ketaatan melainkan dengan
pertolongan Allah.”
52. Di dalam membaca Al-Fatihah, disunnahkan
berhenti pada setiap ayat. Cara membacanya: Bismillahir-rohmānir-rohīm
lalu berhenti, kemudian dilanjutkan: Alhamdulillāhi robbil ‘ālamīn lalu
berhenti, kemudian dilanjutkan: Arrohmānir-rohīm lalu berhenti, kemudian dilanjutkan: Māliki
yaumid dīn lalu berhenti, dan demikian seterusnya. Demikianlah cara membaca
Nabi ﷺ hingga selesai. Beliau berhenti di akhir
setiap ayat dan tidak menyambungnya dengan ayat sesudahnya meskipun maknanya berkaitan.
53. Boleh membaca (مَالِكِ) dengan panjang, dan boleh
pula (مَلِكِ) dengan pendek.
Bacaan Ma’mum
54. Wajib
bagi ma’mum membaca Al-Fatihah di belakang imam yang membaca sirr
(lirih) atau saat imam membaca keras tapi ma’mum tidak mendengar bacaan imam. Demikian
pula ma’mum boleh membaca Al-Fatihah saat imam berhenti sebentar untuk memberi
kesempatan bagi ma’mum yang ingin membacanya. Meskipun
kami menganggap bahwa berhentinya imam di tempat ini tidak tsabit (tidak ada dalilnya)
dari Sunnah.[4]
Bacaan Sesudah Al-Fatihah
55. Disunnahkan sesudah membaca
Al-Fatihah, membaca surat lain atau beberapa ayat pada dua roka’at pertama. Hal
ini berlaku pula pada Sholat Jenazah.
56. Kadang-kadang bacaan sesudah Al-Fatihah
dipanjangkan, dan kadang pula diringkas jika adanya faktor-faktor tertentu
seperti safar (bepergian), batuk, sakit, atau karena tangisan anak kecil.
57. Panjang pendeknya bacaan berbeda-beda
sesuai dengan Sholat yang dilaksanakan. Bacaan pada Sholat Shubuh lebih panjang
daripada bacaan Sholat Fardhu yang lain, setelah itu bacaan pada Sholat Zhuhur, lalu Sholat Ashar, lalu Sholat Isya, sedangkan Sholat Maghrib umumnya
diperpendek.
58. Adapun bacaan pada Sholat Lail lebih panjang dari
semua itu.
59. Disunnahkan membaca lebih panjang
pada roka’at pertama dari roka’at yang kedua.
60. Memendekkan dua roka’at terakhir
kira-kira setengah dari dua roka’at yang pertama.
61. Membaca Al-Fatihah pada semua roka’at.
62. Disunnahkan pula menambahkan setelah Al-Fatihah dengan
surat-surat lain pada dua roka’at yang terakhir.
63. Tidak boleh imam memanjangkan bacaan
melebihi dari apa yang disebutkan di dalam Sunnah, karena yang demikian
bisa memberatkan ma’mum yang tidak mampu, seperti orang tua, orang sakit, wanita yang
mempunyai anak kecil, dan orang yang mempunyai kesibukan.
Mengeraskan dan Melirihkan Bacaan
64. Bacaan dikeraskan pada Sholat Shubuh, Jum’at, dua Sholat
Ied, Sholat Istisqa, Khusuf dan dua roka’at pertama dari Sholat Maghrib dan Isya.
Dilirihkan pada Sholat Zhuhur, Ashar, roka’at
ketiga dari Sholat Maghrib, serta dua roka’at terakhir dari Sholat Isya.
65. Boleh bagi imam mengeraskan bacaan ayat pada
Sholat-Sholat sirr (untuk mengajari ma’mum surat apa yang dibaca).
66. Adapun Witir dan Sholat Lail bacaannya
kadang tidak dikeraskan dan kadang dikeraskan.
Membaca Al-Qur’an dengan Tartil
67. Disunnahkan membaca Al-Qur’an
secara tartil (sesuai dengan hukum tajwid) tidak terlalu dipanjangkan
dan tidak pula terburu-buru, bahkan dibaca secara jelas huruf per huruf. Disunnahkan pula menghiasi
Al-Qur’an dengan suara serta melagukannya sesuai batas-batas hukum yang ditetapkan oleh ulama
ilmu tajwid. Tidak boleh melagukan Al-Qur’an seperti perbuatan ahli bid’ah dan
tidak boleh pula seperti nada-nada musik.
68. Disyari’atkan bagi ma’mum untuk
membetulkan bacaan imam jika keliru.
6.
RUKU’
69. Bila membaca telah selesai, diam sejenak sekadar menarik nafas dan
melepaskannya.
70. Kemudian mengangkat kedua tangan seperti
yang telah dijelaskan terdahulu pada takbirotul ihrom.
71. Disertai takbir (yakni ucapan Allahu Akbar), dan ini wajib.
72. Lalu ruku’ sekadar persendian dan setiap anggota badan menempati tempatnya. Ruku’ adalah rukun.
Cara Ruku’
73. Meletakkan kedua tangan di atas kedua lutut dengan menekannya, lalu
merenggangkan jari-jari seolah-olah menggenggam kedua lutut. Semua itu hukumnya
wajib.
74. Meluruskan dan menghamparkan punggung, hingga seolah-olah jika air dituang di atasnya tidak tumpah. Ini wajib.
75. Tidak merendahkan kepala dan tidak pula
mengangkatnya tapi sejajar dengan punggung.
76. Menjauhkan kedua siku dari lambung.
77. Mengucapkan saat ruku’:
«سُبْحَانَ رَبِّيَ العَظِيمِ»
(Subhāna robbiyal
adzīm)
“Mahasuci Robb-ku yang
Mahaagung” sebanyak 3 kali atau lebih. (HR. Muslim no. 772)[5]
Menyamakan Lamanya Rukun
78.
Termasuk Sunnah adalah menyamakan lamanya rukun-rukun. Antara ruku’,
berdiri sesudah ruku’ (i’tidal), sujud, dan duduk di antara dua sujud,
dijadikan kira-kira sama.
79. Tidak boleh membaca Al-Qur’an saat ruku’
dan sujud.
I’tidal (Lurus Berdiri) Sesudah Ruku’
80. Lalu mengangkat punggung dari ruku’, dan ini rukun.
81. Saat i’tidal mengucapkan:
«سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ»
(Sami’allōhu liman
hamidah)
“Allah mendengar siapa
yang memuji-Nya,” (HR. Bukhori
no. 689). Ini wajib.
82. Mengangkat kedua tangan saat i’tidal
seperti dijelaskan terdahulu.
83. Lalu berdiri dengan tegak dan tenang
sampai seluruh tulang menempati posisinya. Ini rukun.
84. Mengucapkan saat berdiri:
«رَبَّنَا وَلَكَ الحَمْدُ»
(Robbanā walakal hamdu)
“Wahai Robb kami,
hanya milik-Mu segala pujian.” (HR. Bukhori no. 732)
Hukumnya adalah wajib
bagi setiap orang yang Sholat meskipun sebagai imam, karena ini adalah wirid
saat berdiri, sedang tasmi’ (ucapan Sami’allōhu liman hamidah)
adalah wirid i’tidal (saat bangkit dari ruku’ sampai tegak).[6]
85. Berdiri
i’tidal dan ruku’ lamanya disamakan, seperti yang dijelaskan sebelumnya.
7.
SUJUD
86. Lalu
mengucapkan “Allahu Akbar” dan ini wajib.
87. Kadang-kadang sambil mengangkat kedua
tangan.
Turun dengan Kedua Tangan
88. Lalu
turun untuk sujud, dengan kedua tangan diletakkan terlebih dahulu sebelum kedua
lutut, demikianlah yang diperintahkan oleh Nabi ﷺ serta shohih dari perbuatan
beliau. Beliau melarang untuk menyerupai cara
berlututnya unta yang turun dengan kedua lututnya yang terdapat di kaki depan.[7]
89. Apabila sujud —dan ini adalah rukun—
bertumpu pada kedua telapak tangan serta melebarkannya.
90. Merapatkan jari-jari.
91. Lalu menghadapkan ke Qiblat.
92. Merapatkan kedua tangan sejajar dengan
bahu.
93. Kadang-kadang meletakkan keduanya sejajar
dengan telinga.
94. Mengangkat kedua lengan dari lantai dan
tidak meletakkannya seperti cara anjing. Hukumnya adalah wajib.
95. Menempelkan hidung dan dahi ke lantai,
ini termasuk rukun.
96. Menempelkan kedua lutut ke lantai.
97. Demikian pula ujung-ujung jari kaki.
98. Menegakkan kedua kaki, dan semua ini
adalah wajib.
99. Menghadapkan ujung-ujung jari ke Qiblat.
100. Merapatkan kedua mata kaki.
Tegak Ketika Sujud
101. Wajib
tegak (i’tidal) ketika sujud, yaitu bertumpu dengan seimbang pada semua anggota
sujud yang terdiri dari: [1] dahi termasuk hidung, [2-3] dua telapak tangan, [4-5]
dua lutut, dan [6-7] ujung-ujung jari kedua kaki.
102. Siapa
sujud seperti itu berarti telah thuma’ninah, sedangkan thuma’ninah
ketika sujud termasuk
rukun.
103. Mengucapkan ketika sujud:
«سُبْحَانَ رَبِّيَ الأَعْلَى»
(Subhāna robbiyal a’lā)
“Mahasuci Robb-ku yang
Maha Tinggi,” sebanyak 3 kali atau lebih. (HR. Muslim no. 772)[8]
104.
Disukai untuk memperbanyak do’a saat sujud, karena saat itu do’a banyak
dikabulkan.
105.
Menjadikan sujud sama panjang dengan ruku’ seperti
diterangkan terdahulu.
106. Boleh sujud langsung di lantai, boleh pula dengan alas seperti kain,
permadani, tikar, dan sebagainya.
107. Tidak boleh membaca Al-Qur’an saat
sujud.
Iftirosy dan Iq’a Ketika Duduk Antara Dua Sujud
108. Kemudian mengangkat kepala sambil
takbir, dan hukumnya adalah wajib.
109. Kadang-kadang sambil mengangkat kedua
tangan.
110. Lalu duduk dengan tenang sehingga semua
tulang kembali ke tempatnya masing-masing, dan ini adalah rukun.
111. Melipat (iftirosy) kaki kiri dan mendudukinya.
Hukumnya wajib.
112. Menegakkan kaki kanan.
113. Menghadapkan jari-jari kaki ke Qiblat.
114. Boleh iq’a sewaktu-waktu, yaitu
duduk di atas kedua tumit.
115. Mengucapkan pada waktu duduk:
«اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي، وَارْحَمْنِي، وَاجْبُرْنِي، وَارْفَعْنِي، وَعَافِنِي،
وَارْزُقْنِي»
(Allōhummaghfirlī,
warhamnī, wajburnī, warfa’nī, wa’āfinī, warzuqnī)
“Ya Allah, ampunilah
aku, sayangilah aku, tolonglah aku, angkatlah derajatku, sehatkanlah aku, dan
berilah aku rizqi.” (HR. Al-Hakim
no. 1004)
116. Dapat pula mengucapkan:
«رَبِّ اغْفِرْ لِي، رَبِّ اغْفِرْ لِي»
(Robbighfirlī, Robbighfirlī)
“Ya Allah, ampunilah
aku. Ya Allah, ampunilah aku.” (HR.
Abu Dawud no. 874)
117.
Memperpanjang duduk sampai mendekati lama sujud.
Sujud Kedua
118.
Kemudian takbir, dan hukumnya wajib.
119.
Kadang-kadang mengangkat kedua tangannya saat takbir.
120. Lalu sujud yang kedua, ini termasuk
rukun juga.
121. Melakukan pada sujud ini apa-apa yang
dilakukan pada sujud pertama.
Duduk Istirahat
122. Setelah mengangkat kepala dari sujud
kedua, dan ingin bangkit ke roka’at kedua wajib bertakbir.
123. Kadang-kadang sambil mengangkat kedua
tangannya.
124. Duduk sebentar di atas kaki kiri
seperti duduk iftirosy sebelum bangkit berdiri, sekadar
tulang-tulang
menempati tempatnya.
Roka’at Kedua
125. Kemudian bangkit roka’at kedua —ini
termasuk rukun— sambil menekan ke lantai dengan kedua tangan yang terkepal, seperti tukang tepung (mengepal kedua tangannya).
126. Melakukan pada roka’at kedua seperti
apa yang dilakukan pada roka’at pertama.
127. Akan tetapi tidak membaca pada roka’at
kedua ini do’a istiftah (iftitah).
128. Memendekkan roka’at kedua dari roka’at
pertama.
Duduk Tasyahhud
129. Setelah selesai dari roka’at kedua, duduk untuk tasyahhud,
hukumnya wajib.
130. Duduk iftirosy seperti diterangkan pada duduk di antara dua sujud.
131. Tapi tidak boleh iq’a di tempat
ini.
132. Meletakkan tangan kanan sampai siku di
atas paha dan lutut kanan, tidak diletakkan jauh darinya.
133. Membentangkan tangan kiri di atas paha
dan lutut kiri.
134. Tidak boleh duduk sambil bertumpu pada
tangan, khususnya tangan yang kiri.
Menggerakkan Telunjuk dan Memandangnya
135.
Menggenggam semua jari tangan kanan, dan sewaktu-waktu meletakkan ibu jari di
atas jari tengah.
136. Kadang-kadang membuat lingkaran ibu
jari dengan jari tengah.
137. Mengisyaratkan jari telunjuk ke Qiblat.
138. Dan pandangan tertuju kepada telunjuk.
139. Menggerakkan[9]
telunjuk sambil berdo’a dari awal tasyahhud sampai akhir.
140. Tidak boleh mengisyaratkan (menunjuk) dengan jari tangan
kiri.
141. Melakukan semua ini di semua tasyahhud.
Ucapan Tasyahhud dan Do’a Sesudahnya
142. Tasyahhud adalah wajib, jika
lupa harus sujud sahwi.
143. Membaca tasyahhud dengan sirr
(tidak dikeraskan).
144. Dan lafadznya:
«التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ، السَّلاَمُ عَلَي النَّبِيِّ
وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ، السَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ»
(Attahiyyātu lillāh,
wash-sholawātu, wath-thoyyibāt. Assalāmu ‘alan nabiyyi[10] warohmatullōhi wa
barokātuh. Assalāmu ‘alainā wa’alā ‘ibādillāhish shōlihīn)
“Segala penghormatan,
sholawat, dan kebaikan milik Allah. Keselamatan, rohmat Allah, dan berkah-Nya
atas Nabi. Keselamatan atas kita dan atas hamba-hamba Allah yang sholih.” (HR.
Bukhori no. 831 dan Muslim no. 402)[11]
145. Sesudah itu bersholawat kepada Nabi
Muhammad ﷺ dengan mengucapkan:
«اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى
إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ. اللَّهُمَّ بَارِكْ
عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ، وَعَلَى
آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ»
(Allōhumma sholli ‘alā
Muhammad wa ‘alā āli Muhammad, kamā shollaita ‘alā Ibrōhim, wa ‘alā āli
Ibrōhīm, innaka hamīdum majīd. Allōhumma bārik ‘alā Muhammad wa ‘alā āli
Muhammad, kamā bārokta ‘alā Ibrōhim, wa ‘alā āli Ibrōhīm, innaka hamīdum majīd)
“Ya Allah berilah sholawat
atas Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau memberi sholawat kepada
Ibrohim dan keluarga Ibrohim, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia.
Ya Allah berilah berkah atas Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau
memberi berkah kepada Ibrohim dan keluarga Ibrohim, sesungguhnya Engkau Maha
Terpuji dan Maha Mulia.” (HR.
Bukhori no. 3370 dan Muslim no. 406)
146. Anda juga
boleh meringkasnya jika mau:
«اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ، كَمَا صَلَّيْتَ وبَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ
إِبْرَاهِيمَ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ»
(Allōhumma sholli ‘alā
Muhammad wa ‘alā āli Muhammad, wa bārik ‘alā Muhammad wa ‘alā āli Muhammad,
kamā shollaita wa bārokta ‘alā Ibrōhīm wa ‘alā āli Ibrōhīm, innaka hamīdum
majīd)
“Ya Allah, berilah
sholawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, berilah berkah kepada Muhammad
dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau memberi sholawat dan berkah kepada
Ibrohim dan kepada keluarga Ibrohim, sungguh Engkau Maha Terpuji lagi Maha Mulia.” (HR. Ath-Thobroni no. 2585 dalam Al-Ausath)
147. Kemudian memilih do’a shohih yang paling
disenangi, dan digunakan untuk berdo’a
kepada Allah.
Roka’at Ketiga dan Keempat
148. Kemudian takbir, dan hukumnya wajib.
Disunnahkan bertakbir dalam
keadaan duduk.
149. Kadang-kadang mengangkat kedua tangan.
150. Kemudian bangkit ke roka’at ketiga, ini
adalah rukun seperti sebelumnya.
151. Seperti itu pula yang dilakukan bila
ingin bangkit ke roka’at keempat.
152. Akan tetapi sebelum bangkit berdiri,
duduk sebentar di atas kaki yang kiri (duduk iftirosy) sampai semua tulang menempati tempatnya.
153. Kemudian berdiri sambil bertumpu pada
kedua tangan sebagaimana yang dilakukan ketika berdiri ke roka’at kedua.
154. Kemudian membaca pada roka’at ketiga
dan keempat surat Al-Fatihah, dan
hukumnya wajib.
155. Kadang kadang boleh ditambahi dengan membaca satu ayat atau lebih.
Qunut Nazilah dan Tempatnya
156. Disunnahkan untuk Qunut dan berdo’a untuk
kaum Muslimin
atas suatu musibah
yang menimpa mereka.
157. Tempatnya adalah setelah mengucapkan “Robbanā lakal hamdu”.
158. Tidak ada ketetapan bacaan Qunut, disesuaikan dengan musibah yang sedang terjadi.
159. Mengangkat kedua tangan ketika berdo’a.
160. Mengeraskan do’a tersebut apabila
sebagai imam.
161. Orang yang di belakangnya
mengaminkannya.
162. Apabila telah selesai membaca, bertakbir untuk sujud.
Qunut Witir: Tempat dan Lafazhnya
163. Adapun
Qunut di Sholat Witir boleh dikerjakan kadang-kadang.
164. Tempatnya sebelum ruku’, hal ini
berbeda dengan Qunut Nazilah.
165. Mengucapkan do’a berikut:
«اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ،
وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ، وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ، وَبَارِكْ لِي فِيمَا
أَعْطَيْتَ، وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ، فَإِنَّكَ تَقْضِي وَلَا يُقْضَى عَلَيْكَ،
وَإِنَّهُ لَا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلَا يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ، تَبَارَكْتَ
رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ، لَا مَنْجَا مِنْكَ إِلَّا إِلَيْكَ»
(Allōhummahdinī fīman
hadaīt, wa ‘āfinī fīman ‘āfaīt, wa tawallanī fīman tawallaīt, wa bārik lī fīmā
a’thoīt, wa qinī syarro mā qodhoīt, fainnaka taqdhī wa lā yuqdhō ‘alaīk, fa
innahū lā yadzillu man wālaīt, wa lā ya’izzu man ‘ādaīt, tabārokta robbanā wa ta’ālaīt,
lā manjā minka illā ilaīk)
“Ya Allah bimbinglah
aku bersama orang-orang yang Engkau bimbing. Sehatkanlah aku bersama
orang-orang yang Engkau beri kesehatan. Jagalah aku bersama orang-orang yang
Engkau jaga. Berkahilah apa saja yang Engkau berikan kepadaku. Jagalah aku dari
keburukan apa yang Engkau takdirkan. Engkau mentakdirkan dan tidak ada yang bisa
menolaknya dari-Mu. Tidak akan terhina siapa yang Engkau muliakan. Tidak akan
mulia siapa yang Engkau musuhi. Engkau Mahaberkah wahai Robb kami dan Mahatinggi.
Tidak ada tempat berlindung dari siksa-Mu kecuali mendekat kepada-Mu.” (HR. Abu Dawud no. 1425)
166. Do’a
ini termasuk do’a yang diajarkan oleh Rosululloh ﷺ dan tidak boleh ditambah-tambah
kecuali bersholawat kepada beliau, hal ini boleh karena telah shohih dari beberapa
Sahabat.
167. Kemudian ruku’ dan bersujud dua kali
seperti terdahulu.
Tasyahhud Akhir dan Duduk Tawarruk
168. Kemudian duduk untuk tasyahhud akhir. Tasyahhud
awal dan akhir adalah wajib.
169. Melakukan pada tasyahhud akhir apa yang
dilakukan pada tasyahhud awal.
170. Bedanya, cara duduknya adalah tawarruk, yaitu meletakkan pangkal
paha kiri ke lantai dan mengeluarkan kedua kaki dari satu arah, dan meletakkan kaki kiri di bawah betis kanan.
171. Menegakkan telapak kaki kanan.
172. Kadang-kadang boleh juga dijulurkan.
173. Menempelkan telapak tangan kiri ke lutut dan bersandar padanya.
Kewajiban Sholawat Atas Nabi ﷺ dan Berlindung dari Empat Perkara
174. Wajib
pada tasyahhud akhir bersholawat kepada Nabi ﷺ dengan lafazh yang telah kami sebutkan pada tasyahhud
awal.
175. Kemudian berlindung kepada Allah dari
empat perkara, dan mengucapkan:
«اللهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ،
وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ»
(Allōhumma innī a’ūdzu
bika min adzābi Jahannam, wa min ‘adzābil qobri, wa min fitnatil mahyā wal
mamāt, wa min syarri fitnatil masīhid dajjāl)
“Ya Allah aku
berlindung kepada-Mu dari adzab Jahannam, dari adzab kubur, dari ujian
kehidupan dan kematian, dan dari keburukan ujian Al-Masih Ad-Dajjal.” (HR. Muslim no. 588)[12]
Berdo’a Sebelum Salam
176.
Kemudian berdo’a untuk dirinya dengan do’a yang mudah baginya dari do’a-do’a shohih
dalam Al-Kitab dan Sunnah, dan do’a ini sangat banyak dan baik. Apabila dia tidak hafal do’a-do’a tersebut maka diperbolehkan
berdo’a dengan apa yang mudah baginya dan bermanfaat bagi agama dan dunianya.
Salam dan Macam-Macamnya
177. Kemudian mengucapkan salam ke arah kanan sampai
terlihat pipinya yang kanan, hal ini adalah rukun.
178. Dan ke arah kiri sampai terlihat pipinya yang kiri, meskipun pada Sholat Jenazah.
179. Imam mengeraskan suaranya ketika salam
kecuali pada Sholat Jenazah.
180. Beberapa cara salam:
a)
Ke kanan mengucapkan assalāmu ‘alaikum wa rohmatullōhi wa barokātuh,
dan ke kiri mengucapkan assalāmu ‘alaikum wa rohmatullōh.
b)
Sama dengan di atas tanpa wa barokātuh.
c)
Ke kanan mengucapkan assalāmu ‘alaikum wa rohmatullōh, dan ke kiri
mengucapkan assalāmu ‘alaikum.
d)
Mengucapkan salam sekali ke depan dengan sedikit miring ke arah kanan.
***
PENUTUP
Saudaraku Muslim, ini
ringkasan Sifat Sholat Nabi yang bisa kurangkum buat Anda, mudah-mudah
bisa mempermudah Anda dalam memahaminya, tergambar di benak Anda seolah-oleh
Anda melihatnya dengan mata sendiri.
Jika Sholat Anda mirip
dengan apa yang disampaikan dalam buku ini dari Sifat Sholat Nabi
ﷺ, mudah-mudahan
Allah menerimanya, karena Anda telah mengamalkan sabda Nabi ﷺ:
«صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي»
“Sholatlah seperti
kalian melihatku sholat.” (HR.
Bukhori no. 6008)
Setelah itu, Anda jangan
lupa menghadirkan qolbu (jantung) dan khusyu’, karena hal ini adalah puncak
terbesar dari tujuan seorang hamba berdiri di hadapan Allah. Mewujudkan pada
diri kekhusyu’an dan mencontoh sifat Sholat Nabi ﷺ seperti yang dijelaskan dalam
buku ini, akan membuahkan hasil seperti yang disinggung Allah dalam firman-Nya:
﴿إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ﴾
“Sesungguhnya Sholat
mencegah maksiat dan kemungkaran.” (QS. Al-Ankabut: 45)
Terakhir, aku memohon
kepada Allah agar menerima Sholat kita dan seluruh amal kita, dan menyimpannya
untuk kita pahalanya hingga hari kita bertemu Allah:
﴿يَوْمَ لَا يَنْفَعُ مَالٌ وَلَا بَنُونَ * إِلَّا مَنْ أَتَى اللَّهَ بِقَلْبٍ
سَلِيمٍ﴾
“Hari di mana harta
dan anak tidak bermanfaat kecuali siapa yang datang kepada Allah membawa qolbu
yang selamat (dari kesyirikan dan kebid’ahan).” (QS. Asy-Syu’aro: 88-89)
Segala puji milik Allah
Robb seluruh alam.
***
[1] Termasuk kesalahan adalah
meletakkan sandal di depan tempat sujudnya sehingga seolah-olah ia Sholat menghadap
sandal-sandalnya.
[2] Demikian
pendapat penulis dan Al-Bukhori condong pada pendapat ini. Adapun menurut 4
madzhab, mereka sepakat: suthroh adalah sunnah dan ini dipilih Bin
Baz—pentarjamah
[3] Demikian pendapat penulis dan ini pendapat Zhohiriyah. Adapun 4
madzhab, sepakat ta’awwudz hukumnya sunnah, bahkan Malikiyah tidak
menganjurkannya pada Sholat Fardhu.—pentarjamah
[4] Kusebutkan hadits yang dijadikan dalil oleh mereka serta bantahannya dalam Silsilah
Ahādīts Dho’īfah no. 546-547, cetakan Maktabah Al-Ma’ārif Riyādh.
[5] Ada beberapa bacaan yang
bisa dibaca pada rukun ini. Ada yang panjang, sedang, dan pendek. Silahkan merujuk
ke Sifat Sholat Nabi (hal. 132) cet. Maktabah Al-Ma’arif.
[6] Tidak dianjurkan
menyedekapkan tangan pada kondisi berdiri ini, karena tidak adanya hadits
pendukungnya. Silahkan merujuk ke Sifat Sholat Nabi untuk perinciannya.
[7] Demikian tarjih dari beliau. Ini merupakan pendapat Malikiyyah.
Adapun Hanabilah berpendapat lutut lalu dua tangan saat sujud, dan ini dipilih
Ibnul Qoyyim dan Ibnu Utsaimin.
[8] Ada beberapa bacaan lain
yang bisa Anda lihat di Sifat Sholat Nabi (hal. 145).
[9] Demikian pendapat penulis. Adapun 4 madzhab
sepakat tidak dianjutkan tahrik (menggetarkan telunjuk) dan sebagian
menilainya makruh seperti Khotib Syirbini dari Syafiiyah.—pentarjamah
[10] Ini yang diperintahkan
setelah wafatnya Nabi Shollallōhu ‘Alaihi wa Sallam. Penggantian assalāmu
’alaika ayyuhannabiyyu dengan assalāmu ‘alannabiyyi adalah shohih
dari tasyahhud Ibnu Mas’ud, Aisyah, Ibnu Az-Zubair, dan Ibnu Abbas Rodhiyallōhu
‘Anhum. Siapa yang ingin perinciannya bisa merujuk ke Sifat Sholat Nabi
hal. 161, cetakan Maktabah Al-Ma’arif Riyadh.
[11] Dalam kitabku di atas disebutkan lafazh-lafazh lain yang shohih, dan apa
yang kucantumkan di atas adalah yang paling shohih.
[12] Ujian kehidupan adalah
ujian yang dihadapi manusia selama hidupnya berupa ujian dunia dan syahwat.
Ujian kematian adalah fitnah kubur dan pertanyaan Munkar Nakir. Ujian Dajjal
adalah kemampuan luar biasa yang dilakukannya untuk menyesatkan banyak manusia,
dan mereka pun mengikutinya atas pengakuannya sebagai tuhan.
.jpg)
Jazakumullah khoiron