[PDF] Tarjamah Ushulus Sunnah - Pokok-Pokok Aqidah Ahlus Sunnah - Edisi 2 - Imam Ahmad bin Hanbal (241 H)


 

Pengantar Pentarjamah

Segala puji milik Alloh dan semoga shalawat dan salam tercurah untuk Rosululloh .

Amma ba’du:

Di antara kitab Aqidah yang layak dihafal dan dikaji mendalam adalah Ushulus Sunnah (Pokok-Pokok Aqidah Ahlus Sunnah) yang disusun oleh pemimpin Ahlus Sunnah Imam Ahmad bin Hanbal.

Kitab aslinya tidak memiliki sub judul dan nomor, dan sengaja pentarjamah memberi keduanya untuk memudahkan dalam menghafal dan mengkajinya.

Jika ada saran dan koreksi bisa dilayangkan ke pentarjamah 085730-219-208. BarokAllohu fikum.

Surabaya, Romadhon 1441 H

Pembukaan

قَالَ الشَّيْخُ الإِمَامُ أَبُو المُظَفَّرِ عَبْدُ المَلِكِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ مُحَمَّدٍ الهَمْدَانِيُّ: حَدَّثَنَا الشَّيْخُ أَبُو عَبْدِ اللهِ يَحْيَى بْنِ أَبِي الحَسَنِ بْنِ البَنَّا، قَالَ: أَخْبَرَنَا وَالِدِي أَبُو عَلِيِّ الحَسَنِ بْنِ عُمَرَ بْنِ البَنَّا، قَالَ: أَخْبَرَنَا أَبُو الحُسَيْنِ عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ اللهِ بْنِ بُشْرَانَ المُعَدَّلُ، قَالَ: أَخْبَرَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ السَّمَاكُ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو مُحَمَّدٍ الحَسَنُ بْنُ عَبْدِ الوَهَّابِ أَبُو العَنْبَرِ قِرَاءَةً مِنْ كِتَابِهِ فِي شَهْرِ رَبِيعِ الأَوَّلِ سَنَةَ ثَلَاثٍ وَتِسْعِينَ وَمِائَتَيْنِ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ سُلَيْمَانَ المِنْقَرِيُّ بِتِنِّيسَ، قَالَ: حَدَّثَنِي عَبْدُوسُ بْنُ مَالِكٍ العَطَّارُ، قَالَ: سَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ أَحْمَدَ بْنَ مُحَمَّدِ بْنِ حَنْبَلٍ يَقُولُ:

Syaikh Imam Abul Muzhoffar ‘Abdul Malik bin Ali bin Muhammad Al-Hamdani berkata: Syaikh Abu ‘Abdillah Yahya bin Abil Hasan bin Al-Banna berkata: Menceritakan kepada kami bapakku, Abu ‘Ali Hasan bin Ahmad bin Abdillah bin Al-Banna, ia berkata: Menceritakan kepada kami Abul Husain Ali bin Muhammad bin Abdillah bin Busyron Al-Mu’addal, ia berkata: Menceritakan kepada kami Utsman bin Ahmad bin As-Sammak, ia berkata: Menceritakan kepada kami Abu Muhammad Al-Hasan bin Abdul Wahhab bin Abu Al-‘Anbar ―dengan dibacakan kitabnya kepadanya― pada bulan Robiul Awwal tahun 293 H, ia berkata: Menceritakan kepada kami Abu Ja’far Muhammad bin Sulaiman Al-Minqori Al-Bashri di Tinnis, ia berkata: Menceritakan kepadaku ‘Abdus bin Malik Al-Aththor, dia berkata: Aku mendengar Abu ‘Abdillah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal berkata:

1. Berpegang Teguh Kepada Ajaran Shohabat

أُصُولُ السُّنَّةِ عِنْدَنَا: التَّمَسُّكُ بِمَا كَانَ عَلَيْهِ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، وَالِاقْتِدَاءُ بِهِمْ، وَتَرْكُ البِدَعِ، وَكُلُّ بِدْعَةٍ فَهِيَ ضَلَالَةٌ، وَتَرْكُ الخُصُومَاتِ وَالجُلُوسِ مَعَ أَصْحَابِ الأَهْوَاءِ، وَتَرْكُ المِرَاءِ وَالجِدَالِ وَالخُصُومَاتِ فِي الدِّينِ.

Pokok-pokok Aqidah menurut kami (Ahlus Sunnah) adalah: (1) Berpegang teguh pada ajaran Shohabat Rosululloh dan mengikuti mereka, (2) Menjauhi bid’ah dan setiap bid’ah sesat, (3) Menjauhi mendebat para pengikut hawa nafsu dan duduk bersama mereka, serta meninggalkan berdebat dalam agama.

2. Sumber Aqidah adalah Hadits

وَالسُّنَّةُ عِنْدَنَا آثَارُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، وَالسُّنَّةُ تُفَسِّرُ القُرْآنَ، وَهِيَ دَلَائِلُ القُرْآنِ، وَلَيْسَ فِي السُّنَّةِ قِيَاسٌ، وَلَا تُضْرَبُ لَهَا الأَمْثَالُ، وَلَا تُدْرَكُ بِالعُقُولِ وَلَا الأَهْوَاءِ، إِنَّمَا هِيَ الِاتِّبَاعُ وَتَرْكُ الهَوَى.

(4) Aqidah menurut kami (Ahlus Sunnah) diambil dari Hadits-Hadits Rosululloh . (5) Sunnah berfungsi menafsirkan Al-Quran dan menunjukkan makna-makna Al-Quran. (6) Tidak ada analogi (qiyas) dalam Sunnah. (7) Sunnah tidak boleh dibantah dengan pemisalan dan tidak boleh dibantah dengan akal dan hawa nafsu. Akan tetapi Sunnah disikapi dengan ittiba (diikuti dan diterima) dan meninggalkan hawa nafsu.

وَمِنَ السُّنَّةِ اللَّازِمَةِ الَّتِي مَنْ تَرَكَ مِنْهَا خَصْلَةً - لَمْ يَقْبَلْهَا وَيُؤْمِنْ بِهَا - لَمْ يَكُنْ مِنْ أَهْلِهَا:

Termasuk Sunnah-Sunnah (Aqidah) yang jika ditinggalkan satu saja ―tidak diterima maupun tidak diimani― maka ia bukan termasuk Ahlus Sunnah adalah:

3. Beriman Kepada Takdir

الإِيمَانُ بِالقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ، وَالتَّصْدِيقُ بِالأَحَادِيثِ فِيهِ وَالإِيْمَانُ بِهَا، لَا يُقَالُ «لِمَ» وَلَا «كَيْفَ»، إِنَّمَا هُوَ التَّصْدِيقُ بِهَا وَالإِيمَانُ بِهَا.

(8) Beriman terhadap takdir yang baik maupun yang jelek, mempercayai semua Hadits tentangnya dan mengimaninya. Tidak dibantah dengan pertanyaan “kenapa” dan “bagaimana”, akan tetapi wajib dipercaya dan diimani.

وَمَنْ لَمْ يَعْرِفْ تَفْسِيرَ الحَدِيثِ وَيَبْلُغْهُ عَقْلُهُ؛ فَقَدْ كُفِيَ ذَلِكَ وَأُحْكِمَ لَهُ؛ فَعَلَيْهِ الإِيمَانُ بِهِ وَالتَّسْلِيمُ لَهُ، مِثْلُ حَدِيثِ الصَّادِقِ المَصْدُوقِ، وَمِثْلُ مَا كَانَ مِثْلَهُ فِي القَدَرِ، وَمِثْلُ أَحَادِيثِ الرُّؤْيَةِ كُلِّهَا، وَإِنْ نَأَتْ عَنِ الأَسْمَاعِ وَاسْتَوْحَشَ مِنْهَا المُسْتَمِعُ؛ فَإِنَّمَا عَلَيْهِ الإِيمَانُ بِهَا، وَأَنْ لَا يَرُدَّ مِنْهَا حَرْفًا وَاحِدًا وَغَيْرَهَا مِنَ الأَحَادِيثِ المَأْثُورَاتِ عَنِ الثِّقَاتِ.

(9) Siapa yang tidak mampu memahami tafsir sebuah Hadits (tentang takdir) dan akalnya tidak mampu menjangkaunya, maka Hadits itu sudah cukup dan ditetapkan. Wajib baginya mengimaninya dan menerimanya, seperti Hadits Shodiqul Masduq (tentang pencatatan takdir janin di rahim), semua Hadits tentang takdir, dan semua Hadits tentang ru’yah (melihat Alloh di Akhirat). Dia hanya diwajibkan mengimaninya dan tidak boleh menolak satu huruf pun dari kabar tersebut, begitu pula Hadits-Hadits lain yang diriwayatkan oleh para perowi terpercaya.

وَأَنْ لَا يُخَاصِمَ أَحَدًا، وَلَا يُنَاظِرَهُ، وَلَا يَتَعَلَّمَ الجِدَالَ؛ فَإِنَّ الكَلَامَ فِي القَدَرِ وَالرُّؤْيَةِ وَالقُرْآنِ وَغَيْرِهَا مِنَ السُّنَنِ مَكْرُوهٌ وَمَنْهِيٌّ عَنْهُ، لَا يَكُونُ صَاحِبُهُ - وَإِنْ أَصَابَ بِكَلَامِهِ السُّنَّةَ - مِنْ أَهْلِ السُّنَّةِ حَتَّى يَدَعَ الجِدَالَ، وَيُسَلِّمَ وَيُؤْمِنَ بِالآثَارِ.

(10) Tidak boleh mendebat siapapun (tentang takdir dan lainnya) dan tidak boleh pula belajar ilmu debat. Sebab berdebat dalam masalah takdir, ru’yah, dan Al-Quran serta Aqidah-Aqidah lainnya adalah harom dan terlarang. Orang yang melakukan itu bukan termasuk Ahlus Sunnah, meskipun beberapa ucapannya sesuai dengan Sunnah, kecuali ia meninggalkan debat, dan ia pasrah dan beriman kepada Hadits-Hadits tersebut.

4. Al-Quran Adalah Firman Alloh Bukan Makhluk

وَالقُرْآنُ كَلَامُ اللَّهِ وَلَيْسَ بِمَخْلُوقٍ، وَلَا يَضْعُفُ أَنْ يَقُولَ: لَيْسَ بِمَخْلُوقٍ، فَإِنَّ كَلَامَ اللَّهِ لَيْسَ بِبَائِنٍ مِنْهُ، وَلَيْسَ مِنْهُ شَيْءٌ مَخْلُوقٌ، وَإِيَّاكَ وَمُنَاظَرَةَ مَنْ أَحْدَثَ فِيهِ، وَمَنْ قَالَ بِاللَّفْظِ وَغَيْرِهِ، وَمَنْ وَقَفَ فِيهِ، فَقَالَ: «لَا أَدْرِي مَخْلُوقٌ أَوْ لَيْسَ بِمَخْلُوقٍ، وَإِنَّمَا هُوَ كَلَامُ اللَّهِ»؛ فَهَذَا صَاحِبُ بِدْعَةٍ مِثْلُ مَنْ قَالَ: «هُوَ مَخْلُوقٌ»، وَإِنَّمَا هُوَ كَلَامُ اللَّهِ لَيْسَ بِمَخْلُوقٍ. 

(11) Al-Quran adalah Kalamullah (ucapan Alloh) bukan makhluk. (12) Tidak boleh kamu lemah mengatakan ia bukan makhluk, karena Kalamullah bagian dari-Nya, dan tidak ada apapun yang berasal dari bagian-Nya adalah makhluk. (13) Hindarilah mendebat orang yang melakukan penyimpangan dalam perkara ini dan orang yang mengatakan “Lafazhku dari membaca Al-Quran adalah makhluk”, begitu pula orang yang ragu-ragu hingga mengatakan “Aku tidak tahu ia mahluk atau bukan makhluk, yang jelas ia Kalamullah,” orang ini adalah pengikut bid’ah, mirip orang yang mengatakan Al-Quran makhluk. Sungguh Al-Quran hanyalah Kalamullah, bukan makhluk.

5. Beriman Melihat Alloh di Akhiroh

وَالإِيمَانُ بِالرُّؤْيَةِ يَوْمَ القِيَامَةِ كَمَا رُوِيَ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ مِنَ الأَحَادِيثِ الصِّحَاحِ، وَأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَدْ رَأَى رَبَّهُ، وَأَنَّهُ مَأْثُورٌ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ صَحِيحٌ، رَوَاهُ قَتَادَةُ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، وَرَوَاهُ الحَكَمُ بْنُ أَبَانَ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسِ، وَرَوَاهُ عَلِيُّ بْنُ زَيْدٍ عَنْ يُوسُفَ بْنِ مِهْرَانَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، وَالحَدِيثُ عِنْدَنَا عَلَى ظَاهِرِهِ كَمَا جَاءَ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ، وَالكَلَامُ فِيهِ بِدْعَةٌ، وَلَكِنْ نُؤْمِنُ بِهِ كَمَا جَاءَ عَلَى ظَاهِرِهِ، وَلَا نُنَاظِرُ فِيهِ أَحَدًا.

(14) Beriman terhadap ru’yatullah (melihat Alloh) di hari Kiamat (Surga), sebagaimana dalam riwayat shohih dari Nabi . (15) Juga beriman bahwa Nabi pernah melihat Robbnya, dan riwayat ini shohih dari Rosululloh , yaitu diriwayatkan Qotadah dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, dan diriwayatkan dari Al-Hakam bin Aban dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, dan diriwayatkan Ali bin Zaid dari Yusuf bin Mihron dari Ibnu Abbas. (16) Hadits ini menurut kami (Ahlus Sunnah) dipahami zohirnya sebagaimana datangnya dari Nabi . Membicarakan Hadits ini adalah bid’ah. Adapun kami, mengimaninya sesuai zohirnya dan tidak mendiskusikannya dengan siapapun.

6. Beriman Terhadap Mizan (Timbangan Amal)

وَالإِيمَانُ بِالمِيزَانِ كَمَا جَاءَ: «يُوزَنُ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ فَلَا يُوزَنُ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ»، وَتُوزَنُ أَعْمَالُ العِبَادِ كَمَا جَاءَ فِي الأَثَرِ، وَالإِيمَانُ بِهِ وَالتَّصْدِيقُ بِهِ، وَالإِعْرَاضُ عَمَّنْ رَدَّ ذَلِكَ، وَتَرْكُ مُجَادَلَتِهِ.

(17) Beriman terhadap Mizan (timbangan amal) seperti dalam Hadits: “Ada hamba yang ditimbang pada hari Kiamat dan beratnya lebih ringan dari sayap nyamuk.” Amal-amal hamba juga ditimbang seperti dalam beberapa Hadits. (18) Wajib mengimaninya dan mempercayainya, serta meninggalkan siapa saja yang menentangnya dan tidak perlu mendiskusikannya.

7. Alloh Berbicara Kepada Hamba-Nya di Akhirat

وَأَنَّ اللَّهَ يُكَلِّمُ العِبَادَ يَوْمَ القِيَامَةِ لَيْسَ بَيْنَهُمْ وَبَيْنَهُ تُرْجُمَانٌ، وَالإِيمَانُ بِهِ وَالتَّصْدِيقُ بِهِ.

(19) (Beriman bahwa) Alloh akan berbicara kepada manusia pada hari Kiamat tanpa pentarjamah. Wajib mengimaninya dan mempercayainya.

8. Beriman Terhadap Telaga Nabi

وَالإِيمَانُ بِالحَوْضِ، وَأَنَّ لِرَسُولِ اللَّهِ ﷺ حَوْضًا يَوْمَ القِيَامَةِ تَرِدُ عَلَيْهِ أُمَّتُهُ، عَرْضُهُ مِثْلُ طُولِهِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ، آنِيَتُهُ كَعَدَدِ نُجُومِ السَّمَاءِ، عَلَى مَا صَحَّتْ بِهِ الأَخْبَارُ مِنْ غَيْرِ وَجْهٍ.

(20) Beriman terhadap Telaga (Haudh). Rosululloh memiliki Telaga para hari Kiamat yang dikunjungi umatnya, lebarnya seperti panjangnya yaitu perjalanan sebulan. Gayungnya sebanyak bintang di langit. Hadits-Hadits tentangnya shohih dan memiliki beberapa jalur periwayatan.

9. Beriman Terhadap Siksa Kubur

وَالإِيمَانُ بِعَذَابِ القَبْرِ، وَأَنَّ هَذِهِ الأُمَّةَ تُفْتَنُ فِي قُبُورِهَا، وَتُسْأَلُ عَنِ الإِيمَانِ وَالإِسْلَامِ، وَمَنْ رَبُّهُ؟ وَمَنْ نَبِيُّهُ؟ وَيَأْتِيهِ مُنْكَرٌ وَنَكِيرٌ، كَيْفَ شَاءَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَكَيْفَ أَرَادَ، وَالإِيمَانُ بِهِ وَالتَّصْدِيقُ بِهِ.

(21) Beriman terhadap siksa kubur, dan bahwa umat ini akan diuji di dalam kuburnya dengan ditanya tentang iman dan Islam: Siapa Robbmu? Siapa Nabimu? Dan ia akan didatangi Munkar dan Nakir, bagaimananya terserah Alloh. Wajib mengimaninya dan mempercayainya.

10. Beriman Terhadap Syafaat Nabi

وَالإِيمَانُ بِشَفَاعَةِ النَّبِيِّ ﷺ، وَبِقَوْمٍ يَخْرُجُونَ مِنَ النَّارِ بَعْدَمَا احْتَرَقُوا وَصَارُوا فَحْمًا، فَيُؤْمَرُ بِهِمْ إِلَى نَهْرٍ عَلَى بَابِ الجَنَّةِ كَمَا جَاءَ فِي الأَثَرِ، كَيْفَ شَاءَ اللَّهُ وَكَمَا شَاءَ، إِنَّمَا هُوَ الإِيمَانُ بِهِ وَالتَّصْدِيقُ بِهِ.

(22) Beriman terhadap syafaaat Nabi dan terhadap kaum yang dikeluarkan dari Neraka setelah terbakar hingga hangus. Lalu mereka disuruh (mandi) di sebuah sungai di samping pintu Surga, sebagaimana termaktub dalam Hadits, bagaimananya dan seperti apa terserah Alloh. Kita hanya wajib mengimaninya dan mempercayainya.

11. Beriman Munculnya Dajjal

وَالإِيمَانُ أَنَّ المَسِيحَ الدَّجَّالَ خَارِجٌ، مَكْتُوبٌ بَيْنَ عَيْنَيْهِ كَافِرٌ، وَالأَحَادِيثُ الَّتِي جَاءَتْ فِيهِ، وَالإِيمَانُ بِأَنَّ ذَلِكَ كَائِنٌ، وَأَنَّ عِيسَى ابْنَ مَرْيَمَ يَنْزِلُ فَيَقْتُلُهُ بِبَابِ لُدٍّ.

(23) Beriman bahwa Al-Masih Ad-Dajjal akan keluar dan tertulis di dahinya kafir, dan (mengimani pula) Hadits-Hadits lain tentangnya, dan beriman bahwa hal itu pasti terjadi, dan (24) Isa putra Maryam akan turun lalu membunuhnya di pintu Lud.

12. Iman Mencakup Ucapan dan Perbuatan

وَالإِيمَانُ قَوْلٌ وَعَمَلٌ، يَزِيدُ وَيَنْقُصُ، كَمَا جَاءَ فِي الخَبَرِ: «أَكْمَلُ المُؤْمِنِينَ إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا».

(25) Iman adalah ucapan dan perbuatan yang bisa bertambah dan berkurang, seperti dalam Hadits: “Orang beriman yang paling sempurna imannya adalah yang paling mulia akhlaknya.” 

وَمَنْ تَرَكَ الصَّلَاةَ فَقَدْ كَفَرَ، وَلَيْسَ مِنَ الأَعْمَالِ شَيْءٌ تَرْكُهُ كُفْرٌ إِلَّا الصَّلَاةَ، مَنْ تَرَكَهَا فَهُوَ كَافِرٌ، وَقَدْ أَحَلَّ اللَّهُ قَتْلَهُ.

(26) Siapa yang meninggalkan Sholat maka ia kafir. Tidak ada amalan yang jika ditinggalkan menyebabkan kafir selain Sholat. Siapa yang meninggalkannya maka ia kafir dan Alloh membolehkan ia dibunuh.

13. Yang Terbaik dari Umat Ini

وَخَيْرُ هَذِهِ الأُمَّةِ بَعْدَ نَبِيِّهَا: أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ، ثُمَّ عُمَرُ بْنُ الخَطَّابِ، ثُمَّ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ، نُقَدِّمُ هَؤُلَاءِ الثَّلَاثَةَ كَمَا قَدَّمَهُمْ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ لَمْ يَخْتَلِفُوا فِي ذَلِكَ، ثُمَّ بَعْدَ هَؤُلَاءِ الثَّلَاثَةِ أَصْحَابُ الشُّورَى الخَمْسُ: عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ، وَطَلْحَةُ، وَالزُّبَيْرُ، وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ، وَسَعْدٌ، كُلُّهُمْ يَصْلُحُ لِلْخِلَافَةِ وَكُلُّهُمْ إِمَامٌ. وَنَذْهَبُ فِي ذَلِكَ إِلَى حَدِيثِ ابْنِ عُمَرَ: كُنَّا نَعُدُّ وَرَسُولُ اللَّهِ ﷺ حَيٌّ، وَأَصْحَابُهُ مُتَوَافِرُونَ: أَبُو بَكْرٍ، ثُمَّ عُمَرُ، ثُمَّ عُثْمَانُ، ثُمَّ نَسْكُتُ.

(27) Yang terbaik dari umat ini setelah Nabinya adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq lalu Umar bin Khoth-thob lalu Utsman bin Affan. Kami mendahulukan mereka bertiga seperti yang dilakukan para Shohabat Rosululloh dan mereka tidak berselisih tentangnya. (28) Kemudian setelah tiga orang ini adalah tim musyawarah (di zaman Umar), yaitu Ali bin Abi Tholib, Tholhah, Az-Zubair, Abdurrohman bin Auf, dan Sa’ad. Mereka semua layak menjadi kholifah dan mereka semua adalah pemimpin (tokoh). Kami berpendapat seperti itu merujuk kepada Hadits Ibnu Umar: “Kami dahulu mengurutkan keutamaan saat Rosululloh dan para Shohabat masih hidup: Abu Bakar lalu Umar lalu Utsman lalu kami diam.”

ثُمَّ مِنْ بَعْدِ أَصْحَابِ الشُّورَى أَهْلُ بَدْرٍ مِنَ المُهَاجِرِينَ، ثُمَّ أَهْلُ بَدْرٍ مِنَ الأَنْصَارِ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ عَلَى قَدْرِ الهِجْرَةِ وَالسَّابِقَةِ أَوَّلًا فَأَوَّلًا.

(29) Kemudian setelah tim musyawarah adalah pasukan Badar dari Muhajirin lalu pasukan Badar dari Anshor yang merupkan Shohabat Rosululloh (pilihan), di mana keutamaan mereka sesuai keterdahuluan hijroh dan masuk Islam.

ثُمَّ أَفْضَلُ النَّاسِ بَعْدَ هَؤُلَاءِ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ: القَرْنُ الَّذِي بُعِثَ فِيهِمْ. كُلُّ مَنْ صَحِبَهُ سَنَةً أَوْ شَهْرًا أَوْ يَوْمًا أَوْ سَاعَةً أَوْ رَآهُ، فَهُوَ مِنْ أَصْحَابِهِ. لَهُ مِنَ الصُّحْبَةِ عَلَى قَدْرِ مَا صَحِبَهُ، وَكَانَتْ سَابِقَتُهُ مَعَهُ، وَسَمِعَ مِنْهُ، وَنَظَرَ إِلَيْهِ نَظْرَةً. فَأَدْنَاهُمْ صُحْبَةً هُوَ أَفْضَلُ مِنَ القَرْنِ الَّذِينَ لَمْ يَرَوْهُ، وَلَوْ لَقُوا اللَّهَ بِجَمِيعِ الأَعْمَالِ.

(30) Kemudian manusia terbaik setelah mereka para Shohabat Rosululloh adalah generasi yang Rosululloh diutus kepada mereka. (31) Setiap orang yang bersahabat dengan Nabi baik setahun, sebulan, sehari, bahkan sesaat pun atau pernah melihatnya, maka ia termasuk Shohabatnya. Derajat persahabatannya sesuai kadar lama bersama, keterdahuluan masuk Islam, mendengar darinya, dan melihatnya. (32) Orang yang paling rendah kadar perShohabatannya adalah lebih utama daripada generasi yang tidak melihat Nabi meskipun bertemu Alloh membawa semua jenis amal sholih.

كَانَ هَؤُلَاءِ الَّذِينَ صَحِبُوا النَّبِيَّ ﷺ وَرَأَوْهُ وَسَمِعُوا مِنْهُ وَمَنْ رَآهُ بِعَيْنِهِ وَآمَنَ بِهِ وَلَوْ سَاعَةً: أَفْضَلَ لِصُحْبَتِهِ مِنَ التَّابِعِينَ وَلَوْ عَمِلُوا كُلَّ أَعْمَالِ الخَيْرِ.

(33) Orang-orang yang berShohabat dengan Nabi ini, melihatnya, mendengar darinya, dan siapapun yang melihat dengan kedua matanya dan beriman kepadanya meski sesaat adalah lebih utama disebabkan perShohabatan ini daripada Tabiin meskipun pernah mengerjakaan semua amal kebaikan.

14. Wajib Mendengar dan Taat Kepada Pemimpin Meskipun Zolim

وَالسَّمْعُ وَالطَّاعَةُ لِلْأَئِمَّةِ وَأَمِيرِ المُؤْمِنِينَ البَرِّ وَالفَاجِرِ، وَمَنْ وَلِيَ الخِلَافَةَ فَاجْتَمَعَ النَّاسُ عَلَيْهِ وَرَضُوا بِهِ، وَمَنْ غَلَبَهُمْ بِالسَّيْفِ حَتَّى صَارَ خَلِيفَةً وَسُمِّيَ أَمِيرَ المُؤْمِنِينَ.

(34) Wajib mendengar dan taat kepada para imam dan Amirul Mu’minin, sholih maupun zolim, dan kepada siapa saja yang memegang kepemimpinan di mana manusia berkumpul padanya dan meridhoinya, dan kepada siapa yang menang kudeta dengan senjata hingga menjadi kholifah dan dipanggil Amirul Mu’minin.

وَالغَزْوُ مَاضٍ مَعَ الأَمِيرِ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ البَرِّ وَالفَاجِرِ، لَا يُتْرَكُ.

(35) Berperang bersama pemimpin yang sholih dan zolim berlaku hingga hari Kiamat, dan tidak boleh ditinggalkan.

وَقِسْمَةُ الفَيْءِ وَإِقَامَةُ الحُدُودِ إِلَى الأَئِمَّةِ مَاضٍ، لَيْسَ لِأَحَدٍ أَنْ يَطْعَنَ عَلَيْهِمْ وَلَا يُنَازِعَهُمْ.

(36) Pembagian fai (ghonimah yang diperoleh tanpa peperangan) dan penerapan had (hukuman) menjadi hak pemimpin dan selalu diberlakukan. Tidak boleh seorang pun memprotesnya dan menentangnya.

وَدَفْعُ الصَّدَقَاتِ إِلَيْهِمْ جَائِزَةٌ نَافِذَةٌ، مَنْ دَفَعَهَا إِلَيْهِمْ أَجْزَأَتْ عَنْهُ بَرًّا كَانَ أَوْ فَاجِرًا.

(37) Pembayaran zakat kepada mereka adalah diperbolehkan dan sah. Siapa yang menyerahkan zakat mereka kepada penguasa (untuk didistribusikan) maka telah sah, baik pemimpin baik maupun zolim.

وَصَلَاةُ الجُمُعَةِ خَلْفَهُ وَخَلْفَ مَنْ وَلَّاهُ جَائِزَةٌ بَاقِيَةٌ تَامَّةٌ رَكْعَتَيْنِ، مَنَ أَعَادَهُمَا فَهُوَ مُبْتَدِعٌ، تَارِكٌ لِلْآثَارِ، مُخَالِفٌ لِلسُّنَّةِ، لَيْسَ لَهُ مِنْ فَضْلِ الجُمُعَةِ شَيْءٌ إِذَا لَمْ يَرَ الصَّلَاةَ خَلْفَ الأَئِمَّةِ مَنْ كَانُوا بَرِّهِمْ وَفَاجِرِهِمْ؛ فَالسُّنَّةُ أَنَّ يُصَلِّيَ مَعَهُمْ رَكْعَتَيْنِ، وَيَدِينُ بِأَنَّهَا تَامَّةٌ، وَلَا يَكُنْ فِي صَدْرِكَ مِنْ ذَلِكَ شَكٌّ.

(38) Sholat (Jumat) bermakmum kepadanya dan kepada siapa yang ditunjuk olehnya adalah boleh dan sempurna dua roka’at. Siapa yang mengulangnya (karena menganggap tidak sah) maka ia seorang ahli bid’ah, meninggalkan petunjuk dan menyelisihi Sunnah. Tidak mendapatkan pahala Jumat sedikitpun siapa yang memandang tidak sah bermakmum kepada pemimpin tersebut, yang sholih maupun yang zolim. Sebab, yang sesuai Sunnah adalah Sholat bersama mereka dua roka’at dan meyakini telah sempurna, tanpa ada keaguan sedikitpun di hatimu.

وَمَنْ خَرَجَ عَلَى إِمَامِ المُسْلِمِينَ - وَقَدْ كَانَ النَّاسُ اجْتَمَعُوا عَلَيْهِ وَأَقَرُّوا لَهُ بِالخِلَافَةِ بِأَيِّ وَجْهٍ كَانَ بِالرِّضَا أَوْ بِالغَلَبَةِ - فَقَدْ شَقَّ هَذَا الخَارِجُ عَصَا المُسْلِمِينَ، وَخَالَفَ الآثَارَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، فَإِنْ مَاتَ الخَارِجُ عَلَيْهِ؛ مَاتَ مِيتَةَ جَاهِلِيَّةٍ.

(39) Siapa yang memberontak pemimpin kaum Muslimin, sementara manusia telah menyepakatinya dan mengakui kepemimpinannya dengan cara apapun, dengan kerelaan maupun kudeta, maka si Khowarij itu telah mematahkan persatuan kaum Muslimin, menyelisihi Hadits Rosululloh . Jika si Khowarij ini mati di atas itu maka ia mati seperti matinya orang Jahiliyah.

وَلَا يَحِلُّ قِتَالُ السُّلْطَانِ وَلَا الخُرُوجُ عَلَيْهِ لِأَحَدٍ مِنَ النَّاسِ، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَهُوَ مُبْتَدِعٌ عَلَى غَيْرِ السُّنَّةِ وَالطَّرِيقِ.

(40) Tidak boleh bagi siapapun memerangi penguasa dan tidak boleh pula memberontaknya. Siapa yang melakukan itu maka ia seorang mubtadi, tidak di atas Sunnah dan jalan yang lurus.

15. Memerangi Begal dan Khowarij

وَقِتَالُ اللُّصُوصِ وَالخَوَارِجِ جَائِزٌ إِذَا عَرَضُوا لِلرَّجُلِ فِي نَفْسِهِ وَمَالِهِ، فَلَهُ أَنْ يُقَاتِلَ عَنْ نَفْسِهِ وَمَالِهِ، وَيَدْفَعُ عَنْهَا بِكُلِّ مَا يَقْدِرُ. وَلَيْسَ لَهُ إِذَا فَارَقُوهُ أَوْ تَرَكُوهُ أَنْ يَطْلُبَهُمْ، وَلَا يَتْبَعَ آثَارَهُمْ، لَيْسَ لِأَحَدٍ إِلَّا الْإِمَامَ أَوْ وُلَاةَ الْمُسْلِمِينَ.

(41) Boleh memerangi begal dan Khowarij jika mereka membegal jiwa dan harta seseorang. Seseorang boleh melawannya untuk mempertahankan jiwa dan hartanya, dan melawannya sekuat tenaga. Jika mereka kabur atau meninggalkannya maka ia tidak boleh mengejarnya dan mengikuti jejaknya. Yang boleh mengejarnya hanya pemimpin dan penguasa kaum Muslimin.

إِنَّمَا لَهُ أَنْ يَدْفَعَ عَنْ نَفْسِهِ فِي مَقَامِهِ ذَلِكَ، وَيَنْوِيَ بِجُهْدِهِ أَنْ لَا يَقْتُلَ أَحَدًا، فَإِنْ مَاتَ عَلَى يَدَيْهِ فِي دَفْعِهِ عَنْ نَفْسِهِ فِي المَعْرَكَةِ فَأَبْعَدَ اللَّهُ المَقْتُولَ، وَإِنْ قُتِلَ هَذَا فِي تِلْكَ الحَالِ وَهُوَ يَدْفَعُ عَنْ نَفْسِهِ وَمَالِهِ، رَجَوْتُ لَهُ الشَّهَادَةَ، كَمَا جَاءَ فِي الأَحَادِيثِ.

(42) Dia boleh melawannya untuk menyelamatkan jiwanya hanya di tempat itu, dan dia berusaha berniat tidak membunuhnya. Jika pun dia mati di tangannya demi menyelamatkan jiwanya di tempat itu maka Alloh telah menjauhkan gangguan orang yang terbunuh itu. Jika justru dia yang mati di tempat itu demi mempertahankan jiwa dan hartanya maka aku berharap dia mati syahid, seperti yang terdapat dalam beberapa Hadits.

وَجَمِيعُ الآثَارِ فِي هَذَا إِنَّمَا أُمِرَ بِقِتَالِهِ، وَلَمْ يُؤْمَرْ بِقَتْلِهِ وَلَا اتِّبَاعِهِ، وَلَا يُجْهِزُ عَلَيْهِ إِنْ صُرِعَ أَوْ كَانَ جَرِيحًا، وَإِنْ أَخَذَهُ أَسِيرًا فَلَيْسَ لَهُ أَنْ يَقْتُلَهُ، وَلَا يُقِيمَ عَلَيْهِ الحَدَّ، وَلَكِنْ يَرْفَعُ أَمْرَهُ إِلَى مَنْ وَلَّاهُ اللَّهُ، فَيَحْكُمُ فِيهِ. 

(43) Semua Hadits dalam masalah ini hanya memerintahkan memerangi bukan membunuhnya dan tidak pula mengejarnya. Tidak boleh membunuhnya jika ia menyerah atau terluka, dan jika ia tertawan maka tidak boleh dibunuh, dan tidak boleh dilaksanakan hukuman baginya, tetapi perkaranya diserahkan kepada siapa yang Alloh jadikan sebagai pemimpin, dan dia yang berhak menghukumnya.

16. Tidak Memvonis Siapapun Masuk Surga atau Neraka

وَلَا نَشْهَدُ عَلَى أَهْلِ القِبْلَةِ بِعَمَلٍ يَعْمَلُهُ بِجَنَّةٍ وَلَا نَارٍ، نَرْجُو لِلصَّالِحِ، وَنَخَافُ عَلَيْهِ، وَنَخَافُ عَلَى المُسِيءِ المُذْنِبِ، وَنَرْجُو لَهُ رَحْمَةَ اللَّهِ.

(44) Kami tidak bersaksi atas siapapun dari ahli Qiblat (kaum Muslimin) karena amal yang dikerjakannya bahwa ia masuk Surga atau Neraka. Akan tetapi kami berharap Surga bagi orang sholih sekaligus mengkhawatirkannya masuk Neraka, dan kami juga mengkhawatirkan orang jelek yang berdosa sekaligus mengharapkan rahmat Alloh atasnya.

وَمَنْ لَقِيَ اللَّهَ بِذَنْبٍ يَجِبُ لَهُ بِهِ النَّارُ تَائِبًا غَيْرَ مُصِرٍّ عَلَيْهِ؛ فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَتُوبُ عَلَيْهِ، وَيَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ، وَيَعْفُو عَنِ السَّيِّئَاتِ.

(45) Siapa yang bertemu Alloh membawa dosa yang mengancamnya masuk Neraka, dalam keadaan bertaubat dan tidak terus-menerus berbuat dosa, maka Alloh menerima taubatnya, dan Dia menerima taubat dari para hamba-Nya dan memaafkan dosa-dosa.

وَمَنْ لَقِيَهُ وَقَدْ أُقِيمَ عَلَيْهِ حَدُّ ذَلِكَ الذَّنْبِ فِي الدُّنْيَا؛ فَهُوَ كَفَّارَتُهُ، كَمَا جَاءَ فِي الخَبَرِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ.

(46) Siapa yang bertemu Alloh sementara dosanya sudah ditegakkan had atasnya di dunia maka hal itu menjadi kaffarot (penebus dosanya), sebagaimana yang terdapat dalam Hadits Rosululloh .

وَمَنْ لَقِيَهُ مُصِرًّا غَيْرَ تَائِبٍ مِنَ الذُّنُوبِ الَّتِي قَدِ اسْتَوْجَبَ بِهَا العُقُوبَةَ؛ فَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ، وَإِنْ شَاءَ غَفَرَ لَهُ.

(47) Siapa yang bertemu Alloh dalam keadaan masih bergelimang dosa tanpa bertaubat dari dosa yang mengancamnya akan disika, maka urusannya (dosanya diampuni atau tidak) terserah Alloh. Terserah Alloh menghendaki menyiksanya atau mengampuninya.

وَمَنْ لَقِيَهُ كَافِرًا عَذَّبَهُ وَلَمْ يَغْفِرْ لَهُ.

(48) Siapa yang bertemu Alloh dalam keadaan kafir maka ia pasti disiksa dan tidak akan diampuni.

17. Rajam Benar Adanya

وَالرَّجْمُ حَقٌّ عَلَى مَنْ زَنَا وَقَدْ أُحْصِنَ إِذَا اعْتَرَفَ أَوْ قَامَتْ عَلَيْهِ بَيِّنَةٌ. وَقَدْ رَجَمَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ، وَقَدْ رَجَمَتِ الأَئِمَّةُ الرَّاشِدُونَ.

(49) Rajam (hukuman pezina dengan dilempar batu hingga mati) adalah benar adanya, yaitu atas siapa yang sudah menikah, jika ia mengaku sendiri atau terdapat bukti (hamil). Sungguh Rosululloh telah menegakkan rajam, begitu pula Khulafa Rosyidun.

18. Hukum Mencaci Shohabat

وَمَنِ انْتَقَصَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، أَوْ أَبْغَضَهُ بِحَدَثٍ كَانَ مِنْهُ، أَوْ ذَكَرَ مَسَاوِئَهُ؛ كَانَ مُبْتَدِعًا حَتَّى يَتَرَحَّمَ عَلَيْهِمْ جَمِيعًا، وَيَكُونَ قَلْبُهُ لَهُمْ سَلِيمًا.

(50) Siapa yang merendahkan salah satu Shohabat Rosululloh atau membencinya dikarenakan sebuah peristiwa atau menyebut-nyebut keburukannya maka ia seorang mubtadi. Akan tetapi selayaknya ia mendoakan rahmat untuk mereka dan hatinya bersih dari membenci mereka.

19. Kemunafikan adalah Kekufuran

وَالنِّفَاقُ هُوَ الكُفْرُ، أَنْ يَكْفُرَ بِاللَّهِ وَيَعْبُدَ غَيْرَهُ، وَيُظْهِرَ الإِسْلَامَ فِي العَلَانِيَةِ مِثْلَ المُنَافِقِينَ الَّذِينَ كَانُوا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ.

(51) Kemunafikan adalah kekufuran, yaitu kafir kepada Alloh dan menyembah selain-Nya, serta menampakkan Islam saat bersama banyak orang, seperti orang-orang munafik di masa Rosululloh .

وَقَوْلُهُ ﷺ: «ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ فَهُوَ مُنَافِقٌ»؛ هَذَا عَلَى التَّغْلِيظِ، نَرْوِيهَا كَمَا جَاءَتْ، وَلَا نُفَسِّرُهَا، وَقَوْلُهُ ﷺ: «لَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا ضُلَّالًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ»، وَمِثْلُ: «إِذَا التَقَى المُسْلِمَانِ بِسَيْفَيْهِمَا فَالقَاتِلُ وَالمَقْتُولُ فِي النَّارِ»، وَمِثْلُ: «سِبَابُ المُسْلِمِ فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ»، وَمِثْلُ: «مَنْ قَالَ لِأَخِيهِ: يَا كَافِرُ! فَقَدْ بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا»، وَمِثْلُ: «كُفْرٌ بِاللَّهِ: تَبَرُّؤٌ مِنْ نَسَبٍ، وَإِنْ دَقَّ»، وَنَحْوُ هَذِهِ الأَحَادِيثِ مِمَّا قَدْ صَحَّ وَحُفِظَ؛ فَإِنَّا نُسَلِّمُ لَهُ وَإِنْ لَمْ نَعْلَمْ تَفْسِيرَهَا، وَلَا نَتَكَلَّمُ فِيهِ، وَلَا نُجَادِلُ فِيهِ، وَلَا نُفَسِّرُ هَذِهِ الأَحَادِيثَ إِلَّا مِثْلَ مَا جَاءَتْ، وَلَا نَرُدُّهَا إِلَّا بِأَحَقِّ مِنْهَا.

(52) Sabda Rosululloh : “Ada tiga sifat yang jika terdapat pada seseorang maka ia menjadi munafik,” adalah ancaman keras, kami meriwayatkannya apa adanya dan tidak menafsirkannya. Begitu juga sabda beliau : “Kalian jangan kembali menjadi kafir lagi sesat sepeninggalku, kalian saling membunuh,” dan seperti “Apabila dua Muslim saling bertemu dengan pedangnya maka si pembunuh dan yang dibunuh di Neraka semua,” dan seperti “Mencaci-maki seorang Muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran,” dan seperti “Siapa yang memanggil saudaranya: ‘Hai kafir!Maka vonis itu akan kembali kepada salah satu dari keduanya,” dan seperti “Termasuk kafir kepada Alloh adalah berlepas diri dari nasabnya sendiri meskipun sedikit,” dan Hadits-Hadits yang seperti ini dari Hadits shohih dan terjaga, maka kami menerimanya meski tidak tahu tafsirnya, dan kami tidak mendiskusikannya dan tidak mengajak debat membahasnya. Kami tidak menafsirkan Hadits-Hadits ini kecuali dibiarkan apa adanya, dan kami tidak menolaknya kecuali dengan yang lebih shohih darinya.

20. Surga dan Neraka adalah Makhluk

وَالجَنَّةُ وَالنَّارُ مَخْلُوقَتَانِ، قَدْ خُلِقَتَا، كَمَا جَاءَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ: «دَخَلْتُ الجَنَّةَ فَرَأَيْتُ قَصْرًا»، وَ«رَأَيْتُ الكَوْثَرَ»، وَ«اطَّلَعْتُ فِي الجَنَّةِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا كَذَا»، وَ«اطَّلَعْتُ فِي النَّارِ فَرَأَيْتُ كَذَا وَكَذَا»، فَمَنْ زَعَمَ أَنَّهُمَا لَمْ تُخْلَقَا فَهُوَ مُكَذِّبٌ بِالقُرْآنِ وَأَحَادِيثِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، وَلَا أَحْسِبُهُ يُؤْمِنُ بِالجَنَّةِ وَالنَّارِ.

(53) Surga dan Neraka adalah makhluk dan keduanya sudah diciptakan, seperti yang disebutkan dalam Hadits Rosululloh : “Aku telah memasuki Surga dan melihat istana,” dan “Aku telah melihat telaga Kautsar,” dan “Aku telah melihat Surga dan rupanya kebanyakan penduduknya adalah fuqoro,” dan “Aku telah melihat Neraka dan melihat apa yang di dalamnya.” Siapa yang menyangka bahwa keduanya belum diciptakan maka ia mendustakan Al-Quran dan Hadits-Hadits Rosululloh . Aku menyangka dia tidak beriman kepada Surga dan Neraka.

21. Sikap Terhadap Orang Islam Bertauhid yang Wafat

وَمَنْ مَاتَ مِنْ أَهْلِ القِبْلَةِ مُوَحِّدًا يُصَلَّى عَلَيْهِ وَيُسْتَغْفَرُ لَهُ، وَلَا يُحْجَبُ عَنْهُ الِاسْتِغْفَارُ، وَلَا تُتْرَكُ الصَّلَاةُ عَلَيْهِ لِذَنْبٍ أَذْنَبَهُ صَغِيرًا كَانَ أَوْ كَبِيرًا، وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ.

(54) Siapa dari ahli Qiblat (kaum Muslimin) meninggal dalam keadaan bertauhid maka dia (berhak) disholati dan dimintakan ampun untuknya. Permohonan ampun untuknya tidak boleh dihalangi dan mensholatinya tidak boleh ditinggal meskipun ia membawa dosa, baik dosa kecil maupun dosa besar, sementara perkaranya (dosanya diampuni atau tidak) terserah Alloh.

Penutup

آخِرُ الرِّسَالَةِ، وَالحَمْدُ لِلَّهِ وَحْدَهُ وَصَلَوَاتُهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيمًا.

Ini akhir risalah. Segala puji milik Alloh semata dan semoga shalawat dan salam untuk Muhammad dan keluarganya.

***

 


Unduh PDF dan Word

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url