[PDF] Tarjamah Ushulus Sunnah - Pokok-Pokok Aqidah Ahlus Sunnah - Edisi 2 - Imam Ahmad bin Hanbal (241 H)
Pengantar Pentarjamah
Segala puji
milik Alloh dan semoga shalawat dan salam tercurah untuk Rosululloh ﷺ.
Amma
ba’du:
Di antara
kitab Aqidah yang layak dihafal dan dikaji mendalam adalah Ushulus Sunnah
(Pokok-Pokok Aqidah Ahlus Sunnah) yang disusun oleh pemimpin Ahlus Sunnah Imam
Ahmad bin Hanbal.
Kitab
aslinya tidak memiliki sub judul dan nomor, dan sengaja pentarjamah memberi
keduanya untuk memudahkan dalam menghafal dan mengkajinya.
Jika ada saran dan koreksi bisa dilayangkan ke pentarjamah
085730-219-208. BarokAllohu fikum.
Surabaya, Romadhon
1441 H
Pembukaan
قَالَ
الشَّيْخُ الإِمَامُ أَبُو المُظَفَّرِ عَبْدُ المَلِكِ بْنِ عَلِيِّ بْنِ مُحَمَّدٍ
الهَمْدَانِيُّ: حَدَّثَنَا الشَّيْخُ أَبُو عَبْدِ اللهِ يَحْيَى بْنِ أَبِي الحَسَنِ
بْنِ البَنَّا، قَالَ: أَخْبَرَنَا وَالِدِي أَبُو عَلِيِّ الحَسَنِ بْنِ عُمَرَ بْنِ
البَنَّا، قَالَ: أَخْبَرَنَا أَبُو الحُسَيْنِ عَلِيُّ بْنُ مُحَمَّدِ بْنِ عَبْدِ
اللهِ بْنِ بُشْرَانَ المُعَدَّلُ، قَالَ: أَخْبَرَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَحْمَدَ بْنِ
السَّمَاكُ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو مُحَمَّدٍ الحَسَنُ بْنُ عَبْدِ الوَهَّابِ أَبُو
العَنْبَرِ قِرَاءَةً مِنْ كِتَابِهِ فِي شَهْرِ رَبِيعِ الأَوَّلِ سَنَةَ ثَلَاثٍ
وَتِسْعِينَ وَمِائَتَيْنِ، قَالَ: حَدَّثَنَا أَبُو جَعْفَرٍ مُحَمَّدُ بْنُ سُلَيْمَانَ
المِنْقَرِيُّ بِتِنِّيسَ، قَالَ: حَدَّثَنِي عَبْدُوسُ بْنُ مَالِكٍ العَطَّارُ، قَالَ:
سَمِعْتُ أَبَا عَبْدِ اللَّهِ أَحْمَدَ بْنَ مُحَمَّدِ بْنِ حَنْبَلٍ يَقُولُ:
Syaikh Imam
Abul Muzhoffar ‘Abdul Malik bin Ali bin Muhammad Al-Hamdani berkata: Syaikh Abu
‘Abdillah Yahya bin Abil Hasan bin Al-Banna berkata: Menceritakan kepada kami
bapakku, Abu ‘Ali Hasan bin Ahmad bin Abdillah bin Al-Banna, ia berkata:
Menceritakan kepada kami Abul Husain Ali bin Muhammad bin Abdillah bin Busyron
Al-Mu’addal, ia berkata: Menceritakan kepada kami Utsman bin Ahmad bin
As-Sammak, ia berkata: Menceritakan kepada kami Abu Muhammad Al-Hasan bin Abdul
Wahhab bin Abu Al-‘Anbar ―dengan dibacakan kitabnya kepadanya― pada bulan Robiul
Awwal tahun 293 H, ia berkata: Menceritakan kepada kami Abu Ja’far Muhammad bin
Sulaiman Al-Minqori Al-Bashri di Tinnis, ia berkata: Menceritakan kepadaku
‘Abdus bin Malik Al-Aththor, dia berkata: Aku mendengar Abu ‘Abdillah Ahmad bin
Muhammad bin Hanbal berkata:
1. Berpegang Teguh Kepada Ajaran Shohabat
أُصُولُ
السُّنَّةِ عِنْدَنَا: التَّمَسُّكُ بِمَا كَانَ عَلَيْهِ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ
ﷺ، وَالِاقْتِدَاءُ بِهِمْ، وَتَرْكُ البِدَعِ، وَكُلُّ بِدْعَةٍ فَهِيَ ضَلَالَةٌ،
وَتَرْكُ الخُصُومَاتِ وَالجُلُوسِ مَعَ أَصْحَابِ الأَهْوَاءِ، وَتَرْكُ المِرَاءِ
وَالجِدَالِ وَالخُصُومَاتِ فِي الدِّينِ.
Pokok-pokok
Aqidah menurut kami (Ahlus Sunnah) adalah: (1) Berpegang teguh pada ajaran Shohabat
Rosululloh ﷺ
dan mengikuti mereka, (2) Menjauhi bid’ah dan setiap bid’ah sesat, (3) Menjauhi
mendebat para pengikut hawa nafsu dan duduk bersama mereka, serta meninggalkan
berdebat dalam agama.
2. Sumber Aqidah adalah Hadits
وَالسُّنَّةُ
عِنْدَنَا آثَارُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، وَالسُّنَّةُ تُفَسِّرُ القُرْآنَ، وَهِيَ دَلَائِلُ
القُرْآنِ، وَلَيْسَ فِي السُّنَّةِ قِيَاسٌ، وَلَا تُضْرَبُ لَهَا الأَمْثَالُ، وَلَا
تُدْرَكُ بِالعُقُولِ وَلَا الأَهْوَاءِ، إِنَّمَا هِيَ الِاتِّبَاعُ وَتَرْكُ الهَوَى.
(4) Aqidah
menurut kami (Ahlus Sunnah) diambil dari Hadits-Hadits Rosululloh ﷺ. (5) Sunnah berfungsi
menafsirkan Al-Quran dan menunjukkan makna-makna Al-Quran. (6) Tidak ada
analogi (qiyas) dalam Sunnah. (7) Sunnah tidak boleh dibantah dengan pemisalan
dan tidak boleh dibantah dengan akal dan hawa nafsu. Akan tetapi Sunnah
disikapi dengan ittiba (diikuti dan diterima) dan meninggalkan hawa nafsu.
وَمِنَ
السُّنَّةِ اللَّازِمَةِ الَّتِي مَنْ تَرَكَ مِنْهَا خَصْلَةً - لَمْ يَقْبَلْهَا
وَيُؤْمِنْ بِهَا - لَمْ يَكُنْ مِنْ أَهْلِهَا:
Termasuk
Sunnah-Sunnah (Aqidah) yang jika ditinggalkan satu saja ―tidak diterima maupun
tidak diimani― maka ia bukan termasuk Ahlus Sunnah adalah:
3. Beriman Kepada Takdir
الإِيمَانُ
بِالقَدَرِ خَيْرِهِ وَشَرِّهِ، وَالتَّصْدِيقُ بِالأَحَادِيثِ فِيهِ وَالإِيْمَانُ
بِهَا، لَا يُقَالُ «لِمَ» وَلَا «كَيْفَ»، إِنَّمَا هُوَ التَّصْدِيقُ بِهَا وَالإِيمَانُ
بِهَا.
(8) Beriman
terhadap takdir yang baik maupun yang jelek, mempercayai semua Hadits
tentangnya dan mengimaninya. Tidak dibantah dengan pertanyaan “kenapa” dan “bagaimana”,
akan tetapi wajib dipercaya dan diimani.
وَمَنْ
لَمْ يَعْرِفْ تَفْسِيرَ الحَدِيثِ وَيَبْلُغْهُ عَقْلُهُ؛ فَقَدْ كُفِيَ ذَلِكَ وَأُحْكِمَ
لَهُ؛ فَعَلَيْهِ الإِيمَانُ بِهِ وَالتَّسْلِيمُ لَهُ، مِثْلُ حَدِيثِ الصَّادِقِ
المَصْدُوقِ، وَمِثْلُ مَا كَانَ مِثْلَهُ فِي القَدَرِ، وَمِثْلُ أَحَادِيثِ الرُّؤْيَةِ
كُلِّهَا، وَإِنْ نَأَتْ عَنِ الأَسْمَاعِ وَاسْتَوْحَشَ مِنْهَا المُسْتَمِعُ؛ فَإِنَّمَا
عَلَيْهِ الإِيمَانُ بِهَا، وَأَنْ لَا يَرُدَّ مِنْهَا حَرْفًا وَاحِدًا وَغَيْرَهَا
مِنَ الأَحَادِيثِ المَأْثُورَاتِ عَنِ الثِّقَاتِ.
(9) Siapa
yang tidak mampu memahami tafsir sebuah Hadits (tentang takdir) dan akalnya
tidak mampu menjangkaunya, maka Hadits itu sudah cukup dan ditetapkan. Wajib
baginya mengimaninya dan menerimanya, seperti Hadits Shodiqul Masduq (tentang
pencatatan takdir janin di rahim), semua Hadits tentang takdir, dan semua Hadits
tentang ru’yah (melihat Alloh di Akhirat). Dia hanya diwajibkan
mengimaninya dan tidak boleh menolak satu huruf pun dari kabar tersebut, begitu
pula Hadits-Hadits lain yang diriwayatkan oleh para perowi terpercaya.
وَأَنْ
لَا يُخَاصِمَ أَحَدًا، وَلَا يُنَاظِرَهُ، وَلَا يَتَعَلَّمَ الجِدَالَ؛ فَإِنَّ الكَلَامَ
فِي القَدَرِ وَالرُّؤْيَةِ وَالقُرْآنِ وَغَيْرِهَا مِنَ السُّنَنِ مَكْرُوهٌ وَمَنْهِيٌّ
عَنْهُ، لَا يَكُونُ صَاحِبُهُ - وَإِنْ أَصَابَ بِكَلَامِهِ السُّنَّةَ - مِنْ أَهْلِ
السُّنَّةِ حَتَّى يَدَعَ الجِدَالَ، وَيُسَلِّمَ وَيُؤْمِنَ بِالآثَارِ.
(10) Tidak
boleh mendebat siapapun (tentang takdir dan lainnya) dan tidak boleh pula
belajar ilmu debat. Sebab berdebat dalam masalah takdir, ru’yah, dan
Al-Quran serta Aqidah-Aqidah lainnya adalah harom dan terlarang. Orang yang
melakukan itu bukan termasuk Ahlus Sunnah, meskipun beberapa ucapannya sesuai
dengan Sunnah, kecuali ia meninggalkan debat, dan ia pasrah dan beriman kepada Hadits-Hadits
tersebut.
4. Al-Quran Adalah Firman Alloh
Bukan Makhluk
وَالقُرْآنُ
كَلَامُ اللَّهِ وَلَيْسَ بِمَخْلُوقٍ، وَلَا يَضْعُفُ أَنْ يَقُولَ: لَيْسَ بِمَخْلُوقٍ،
فَإِنَّ كَلَامَ اللَّهِ لَيْسَ بِبَائِنٍ مِنْهُ، وَلَيْسَ مِنْهُ شَيْءٌ مَخْلُوقٌ،
وَإِيَّاكَ وَمُنَاظَرَةَ مَنْ أَحْدَثَ فِيهِ، وَمَنْ قَالَ بِاللَّفْظِ وَغَيْرِهِ،
وَمَنْ وَقَفَ فِيهِ، فَقَالَ: «لَا أَدْرِي مَخْلُوقٌ أَوْ لَيْسَ بِمَخْلُوقٍ، وَإِنَّمَا
هُوَ كَلَامُ اللَّهِ»؛ فَهَذَا صَاحِبُ بِدْعَةٍ مِثْلُ مَنْ قَالَ: «هُوَ مَخْلُوقٌ»،
وَإِنَّمَا هُوَ كَلَامُ اللَّهِ لَيْسَ بِمَخْلُوقٍ.
(11)
Al-Quran adalah Kalamullah (ucapan Alloh) bukan makhluk. (12) Tidak boleh kamu
lemah mengatakan ia bukan makhluk, karena Kalamullah bagian dari-Nya, dan tidak
ada apapun yang berasal dari bagian-Nya adalah makhluk. (13) Hindarilah
mendebat orang yang melakukan penyimpangan dalam perkara ini dan orang yang
mengatakan “Lafazhku dari membaca Al-Quran adalah makhluk”, begitu pula
orang yang ragu-ragu hingga mengatakan “Aku tidak tahu ia mahluk atau bukan
makhluk, yang jelas ia Kalamullah,” orang ini adalah pengikut bid’ah, mirip
orang yang mengatakan Al-Quran makhluk. Sungguh Al-Quran hanyalah Kalamullah,
bukan makhluk.
5. Beriman Melihat Alloh di Akhiroh
وَالإِيمَانُ
بِالرُّؤْيَةِ يَوْمَ القِيَامَةِ كَمَا رُوِيَ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ مِنَ الأَحَادِيثِ
الصِّحَاحِ، وَأَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَدْ رَأَى رَبَّهُ، وَأَنَّهُ مَأْثُورٌ عَنْ رَسُولِ
اللَّهِ ﷺ صَحِيحٌ، رَوَاهُ قَتَادَةُ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، وَرَوَاهُ
الحَكَمُ بْنُ أَبَانَ عَنْ عِكْرِمَةَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسِ، وَرَوَاهُ عَلِيُّ بْنُ
زَيْدٍ عَنْ يُوسُفَ بْنِ مِهْرَانَ عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ، وَالحَدِيثُ عِنْدَنَا عَلَى
ظَاهِرِهِ كَمَا جَاءَ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ، وَالكَلَامُ فِيهِ بِدْعَةٌ، وَلَكِنْ نُؤْمِنُ
بِهِ كَمَا جَاءَ عَلَى ظَاهِرِهِ، وَلَا نُنَاظِرُ فِيهِ أَحَدًا.
(14)
Beriman terhadap ru’yatullah (melihat Alloh) di hari Kiamat (Surga),
sebagaimana dalam riwayat shohih dari Nabi ﷺ. (15) Juga beriman bahwa Nabi ﷺ pernah melihat Robbnya, dan riwayat ini shohih dari Rosululloh ﷺ, yaitu diriwayatkan Qotadah
dari Ikrimah dari Ibnu Abbas, dan diriwayatkan dari Al-Hakam bin Aban dari
Ikrimah dari Ibnu Abbas, dan diriwayatkan Ali bin Zaid dari Yusuf bin Mihron
dari Ibnu Abbas. (16) Hadits ini menurut kami (Ahlus Sunnah) dipahami zohirnya
sebagaimana datangnya dari Nabi ﷺ. Membicarakan Hadits ini adalah bid’ah. Adapun kami,
mengimaninya sesuai zohirnya dan tidak mendiskusikannya dengan siapapun.
6. Beriman Terhadap Mizan
(Timbangan Amal)
وَالإِيمَانُ
بِالمِيزَانِ كَمَا جَاءَ: «يُوزَنُ العَبْدُ يَوْمَ القِيَامَةِ فَلَا يُوزَنُ جَنَاحَ
بَعُوضَةٍ»، وَتُوزَنُ أَعْمَالُ العِبَادِ كَمَا جَاءَ فِي الأَثَرِ، وَالإِيمَانُ
بِهِ وَالتَّصْدِيقُ بِهِ، وَالإِعْرَاضُ عَمَّنْ رَدَّ ذَلِكَ، وَتَرْكُ مُجَادَلَتِهِ.
(17)
Beriman terhadap Mizan (timbangan amal) seperti dalam Hadits: “Ada hamba
yang ditimbang pada hari Kiamat dan beratnya lebih ringan dari sayap nyamuk.”
Amal-amal hamba juga ditimbang seperti dalam beberapa Hadits. (18) Wajib
mengimaninya dan mempercayainya, serta meninggalkan siapa saja yang
menentangnya dan tidak perlu mendiskusikannya.
7. Alloh Berbicara Kepada Hamba-Nya
di Akhirat
وَأَنَّ
اللَّهَ يُكَلِّمُ العِبَادَ يَوْمَ القِيَامَةِ لَيْسَ بَيْنَهُمْ وَبَيْنَهُ تُرْجُمَانٌ،
وَالإِيمَانُ بِهِ وَالتَّصْدِيقُ بِهِ.
(19)
(Beriman bahwa) Alloh akan berbicara kepada manusia pada hari Kiamat tanpa pentarjamah.
Wajib mengimaninya dan mempercayainya.
8. Beriman Terhadap Telaga Nabi
وَالإِيمَانُ
بِالحَوْضِ، وَأَنَّ لِرَسُولِ اللَّهِ ﷺ حَوْضًا يَوْمَ القِيَامَةِ تَرِدُ عَلَيْهِ
أُمَّتُهُ، عَرْضُهُ مِثْلُ طُولِهِ مَسِيرَةَ شَهْرٍ، آنِيَتُهُ كَعَدَدِ نُجُومِ
السَّمَاءِ، عَلَى مَا صَحَّتْ بِهِ الأَخْبَارُ مِنْ غَيْرِ وَجْهٍ.
(20)
Beriman terhadap Telaga (Haudh). Rosululloh ﷺ memiliki Telaga para hari Kiamat yang dikunjungi umatnya,
lebarnya seperti panjangnya yaitu perjalanan sebulan. Gayungnya sebanyak
bintang di langit. Hadits-Hadits tentangnya shohih dan memiliki beberapa jalur
periwayatan.
9. Beriman Terhadap Siksa Kubur
وَالإِيمَانُ
بِعَذَابِ القَبْرِ، وَأَنَّ هَذِهِ الأُمَّةَ تُفْتَنُ فِي قُبُورِهَا، وَتُسْأَلُ
عَنِ الإِيمَانِ وَالإِسْلَامِ، وَمَنْ رَبُّهُ؟ وَمَنْ نَبِيُّهُ؟ وَيَأْتِيهِ مُنْكَرٌ
وَنَكِيرٌ، كَيْفَ شَاءَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ وَكَيْفَ أَرَادَ، وَالإِيمَانُ بِهِ
وَالتَّصْدِيقُ بِهِ.
(21)
Beriman terhadap siksa kubur, dan bahwa umat ini akan diuji di dalam kuburnya
dengan ditanya tentang iman dan Islam: Siapa Robbmu? Siapa Nabimu? Dan ia akan
didatangi Munkar dan Nakir, bagaimananya terserah Alloh. Wajib mengimaninya dan
mempercayainya.
10. Beriman Terhadap Syafaat Nabi
وَالإِيمَانُ
بِشَفَاعَةِ النَّبِيِّ ﷺ، وَبِقَوْمٍ يَخْرُجُونَ مِنَ النَّارِ بَعْدَمَا احْتَرَقُوا
وَصَارُوا فَحْمًا، فَيُؤْمَرُ بِهِمْ إِلَى نَهْرٍ عَلَى بَابِ الجَنَّةِ كَمَا جَاءَ
فِي الأَثَرِ، كَيْفَ شَاءَ اللَّهُ وَكَمَا شَاءَ، إِنَّمَا هُوَ الإِيمَانُ بِهِ
وَالتَّصْدِيقُ بِهِ.
(22)
Beriman terhadap syafaaat Nabi ﷺ dan terhadap kaum yang dikeluarkan dari Neraka setelah terbakar
hingga hangus. Lalu mereka disuruh (mandi) di sebuah sungai di samping pintu
Surga, sebagaimana termaktub dalam Hadits, bagaimananya dan seperti apa
terserah Alloh. Kita hanya wajib mengimaninya dan mempercayainya.
11. Beriman Munculnya Dajjal
وَالإِيمَانُ
أَنَّ المَسِيحَ الدَّجَّالَ خَارِجٌ، مَكْتُوبٌ بَيْنَ عَيْنَيْهِ كَافِرٌ، وَالأَحَادِيثُ
الَّتِي جَاءَتْ فِيهِ، وَالإِيمَانُ بِأَنَّ ذَلِكَ كَائِنٌ، وَأَنَّ عِيسَى ابْنَ
مَرْيَمَ يَنْزِلُ فَيَقْتُلُهُ بِبَابِ لُدٍّ.
(23)
Beriman bahwa Al-Masih Ad-Dajjal akan keluar dan tertulis di dahinya kafir, dan
(mengimani pula) Hadits-Hadits lain tentangnya, dan beriman bahwa hal itu pasti
terjadi, dan (24) Isa putra Maryam akan turun lalu membunuhnya di pintu Lud.
12. Iman Mencakup Ucapan dan
Perbuatan
وَالإِيمَانُ
قَوْلٌ وَعَمَلٌ، يَزِيدُ وَيَنْقُصُ، كَمَا جَاءَ فِي الخَبَرِ: «أَكْمَلُ المُؤْمِنِينَ
إِيمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا».
(25) Iman
adalah ucapan dan perbuatan yang bisa bertambah dan berkurang, seperti dalam Hadits:
“Orang beriman yang paling sempurna imannya adalah yang paling mulia
akhlaknya.”
وَمَنْ
تَرَكَ الصَّلَاةَ فَقَدْ كَفَرَ، وَلَيْسَ مِنَ الأَعْمَالِ شَيْءٌ تَرْكُهُ كُفْرٌ
إِلَّا الصَّلَاةَ، مَنْ تَرَكَهَا فَهُوَ كَافِرٌ، وَقَدْ أَحَلَّ اللَّهُ قَتْلَهُ.
(26) Siapa
yang meninggalkan Sholat maka ia kafir. Tidak ada amalan yang jika ditinggalkan
menyebabkan kafir selain Sholat. Siapa yang meninggalkannya maka ia kafir dan Alloh
membolehkan ia dibunuh.
13. Yang Terbaik dari Umat Ini
وَخَيْرُ
هَذِهِ الأُمَّةِ بَعْدَ نَبِيِّهَا: أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيقُ، ثُمَّ عُمَرُ بْنُ
الخَطَّابِ، ثُمَّ عُثْمَانُ بْنُ عَفَّانَ، نُقَدِّمُ هَؤُلَاءِ الثَّلَاثَةَ كَمَا
قَدَّمَهُمْ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ لَمْ يَخْتَلِفُوا فِي ذَلِكَ، ثُمَّ بَعْدَ
هَؤُلَاءِ الثَّلَاثَةِ أَصْحَابُ الشُّورَى الخَمْسُ: عَلِيُّ بْنُ أَبِي طَالِبٍ،
وَطَلْحَةُ، وَالزُّبَيْرُ، وَعَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ عَوْفٍ، وَسَعْدٌ، كُلُّهُمْ
يَصْلُحُ لِلْخِلَافَةِ وَكُلُّهُمْ إِمَامٌ. وَنَذْهَبُ فِي ذَلِكَ إِلَى حَدِيثِ
ابْنِ عُمَرَ: كُنَّا نَعُدُّ وَرَسُولُ اللَّهِ ﷺ حَيٌّ، وَأَصْحَابُهُ مُتَوَافِرُونَ:
أَبُو بَكْرٍ، ثُمَّ عُمَرُ، ثُمَّ عُثْمَانُ، ثُمَّ نَسْكُتُ.
(27) Yang
terbaik dari umat ini setelah Nabinya adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq lalu Umar
bin Khoth-thob lalu Utsman bin Affan. Kami mendahulukan mereka bertiga seperti
yang dilakukan para Shohabat Rosululloh ﷺ dan mereka tidak berselisih tentangnya. (28) Kemudian setelah
tiga orang ini adalah tim musyawarah (di zaman Umar), yaitu Ali bin Abi Tholib,
Tholhah, Az-Zubair, Abdurrohman bin Auf, dan Sa’ad. Mereka semua layak
menjadi kholifah dan mereka semua adalah pemimpin (tokoh). Kami berpendapat
seperti itu merujuk kepada Hadits Ibnu Umar: “Kami dahulu mengurutkan keutamaan
saat Rosululloh ﷺ
dan para Shohabat masih hidup: Abu Bakar lalu Umar lalu Utsman lalu kami diam.”
ثُمَّ
مِنْ بَعْدِ أَصْحَابِ الشُّورَى أَهْلُ بَدْرٍ مِنَ المُهَاجِرِينَ، ثُمَّ أَهْلُ
بَدْرٍ مِنَ الأَنْصَارِ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ عَلَى قَدْرِ الهِجْرَةِ
وَالسَّابِقَةِ أَوَّلًا فَأَوَّلًا.
(29)
Kemudian setelah tim musyawarah adalah pasukan Badar dari Muhajirin lalu
pasukan Badar dari Anshor yang merupkan Shohabat Rosululloh ﷺ (pilihan), di mana keutamaan
mereka sesuai keterdahuluan hijroh dan masuk Islam.
ثُمَّ
أَفْضَلُ النَّاسِ بَعْدَ هَؤُلَاءِ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ: القَرْنُ الَّذِي
بُعِثَ فِيهِمْ. كُلُّ مَنْ صَحِبَهُ سَنَةً أَوْ شَهْرًا أَوْ يَوْمًا أَوْ سَاعَةً
أَوْ رَآهُ، فَهُوَ مِنْ أَصْحَابِهِ. لَهُ مِنَ الصُّحْبَةِ عَلَى قَدْرِ مَا صَحِبَهُ،
وَكَانَتْ سَابِقَتُهُ مَعَهُ، وَسَمِعَ مِنْهُ، وَنَظَرَ إِلَيْهِ نَظْرَةً. فَأَدْنَاهُمْ
صُحْبَةً هُوَ أَفْضَلُ مِنَ القَرْنِ الَّذِينَ لَمْ يَرَوْهُ، وَلَوْ لَقُوا اللَّهَ
بِجَمِيعِ الأَعْمَالِ.
(30)
Kemudian manusia terbaik setelah mereka para Shohabat Rosululloh adalah
generasi yang Rosululloh ﷺ
diutus kepada mereka. (31) Setiap orang yang bersahabat dengan Nabi ﷺ baik setahun, sebulan,
sehari, bahkan sesaat pun atau pernah melihatnya, maka ia termasuk Shohabatnya.
Derajat persahabatannya sesuai kadar lama bersama, keterdahuluan masuk Islam,
mendengar darinya, dan melihatnya. (32) Orang yang paling rendah kadar perShohabatannya
adalah lebih utama daripada generasi yang tidak melihat Nabi ﷺ meskipun bertemu Alloh
membawa semua jenis amal sholih.
كَانَ
هَؤُلَاءِ الَّذِينَ صَحِبُوا النَّبِيَّ ﷺ وَرَأَوْهُ وَسَمِعُوا مِنْهُ وَمَنْ رَآهُ
بِعَيْنِهِ وَآمَنَ بِهِ وَلَوْ سَاعَةً: أَفْضَلَ لِصُحْبَتِهِ مِنَ التَّابِعِينَ
وَلَوْ عَمِلُوا كُلَّ أَعْمَالِ الخَيْرِ.
(33)
Orang-orang yang berShohabat dengan Nabi ﷺ ini, melihatnya, mendengar darinya, dan siapapun yang melihat
dengan kedua matanya dan beriman kepadanya meski sesaat adalah lebih utama
disebabkan perShohabatan ini daripada Tabiin meskipun pernah mengerjakaan semua
amal kebaikan.
14. Wajib Mendengar dan Taat
Kepada Pemimpin Meskipun Zolim
وَالسَّمْعُ
وَالطَّاعَةُ لِلْأَئِمَّةِ وَأَمِيرِ المُؤْمِنِينَ البَرِّ وَالفَاجِرِ، وَمَنْ وَلِيَ
الخِلَافَةَ فَاجْتَمَعَ النَّاسُ عَلَيْهِ وَرَضُوا بِهِ، وَمَنْ غَلَبَهُمْ بِالسَّيْفِ
حَتَّى صَارَ خَلِيفَةً وَسُمِّيَ أَمِيرَ المُؤْمِنِينَ.
(34) Wajib
mendengar dan taat kepada para imam dan Amirul Mu’minin, sholih maupun zolim,
dan kepada siapa saja yang memegang kepemimpinan di mana manusia berkumpul
padanya dan meridhoinya, dan kepada siapa yang menang kudeta dengan senjata
hingga menjadi kholifah dan dipanggil Amirul Mu’minin.
وَالغَزْوُ
مَاضٍ مَعَ الأَمِيرِ إِلَى يَوْمِ القِيَامَةِ البَرِّ وَالفَاجِرِ، لَا يُتْرَكُ.
(35)
Berperang bersama pemimpin yang sholih dan zolim berlaku hingga hari Kiamat,
dan tidak boleh ditinggalkan.
وَقِسْمَةُ
الفَيْءِ وَإِقَامَةُ الحُدُودِ إِلَى الأَئِمَّةِ مَاضٍ، لَيْسَ لِأَحَدٍ أَنْ يَطْعَنَ
عَلَيْهِمْ وَلَا يُنَازِعَهُمْ.
(36)
Pembagian fai (ghonimah yang diperoleh tanpa peperangan) dan penerapan had
(hukuman) menjadi hak pemimpin dan selalu diberlakukan. Tidak boleh seorang pun
memprotesnya dan menentangnya.
وَدَفْعُ
الصَّدَقَاتِ إِلَيْهِمْ جَائِزَةٌ نَافِذَةٌ، مَنْ دَفَعَهَا إِلَيْهِمْ أَجْزَأَتْ
عَنْهُ بَرًّا كَانَ أَوْ فَاجِرًا.
(37)
Pembayaran zakat kepada mereka adalah diperbolehkan dan sah. Siapa yang
menyerahkan zakat mereka kepada penguasa (untuk didistribusikan) maka telah
sah, baik pemimpin baik maupun zolim.
وَصَلَاةُ
الجُمُعَةِ خَلْفَهُ وَخَلْفَ مَنْ وَلَّاهُ جَائِزَةٌ بَاقِيَةٌ تَامَّةٌ رَكْعَتَيْنِ،
مَنَ أَعَادَهُمَا فَهُوَ مُبْتَدِعٌ، تَارِكٌ لِلْآثَارِ، مُخَالِفٌ لِلسُّنَّةِ،
لَيْسَ لَهُ مِنْ فَضْلِ الجُمُعَةِ شَيْءٌ إِذَا لَمْ يَرَ الصَّلَاةَ خَلْفَ الأَئِمَّةِ
مَنْ كَانُوا بَرِّهِمْ وَفَاجِرِهِمْ؛ فَالسُّنَّةُ أَنَّ يُصَلِّيَ مَعَهُمْ رَكْعَتَيْنِ،
وَيَدِينُ بِأَنَّهَا تَامَّةٌ، وَلَا يَكُنْ فِي صَدْرِكَ مِنْ ذَلِكَ شَكٌّ.
(38) Sholat
(Jumat) bermakmum kepadanya dan kepada siapa yang ditunjuk olehnya adalah boleh
dan sempurna dua roka’at. Siapa yang mengulangnya (karena menganggap tidak sah)
maka ia seorang ahli bid’ah, meninggalkan petunjuk dan menyelisihi Sunnah.
Tidak mendapatkan pahala Jumat sedikitpun siapa yang memandang tidak sah
bermakmum kepada pemimpin tersebut, yang sholih maupun yang zolim. Sebab, yang
sesuai Sunnah adalah Sholat bersama mereka dua roka’at dan meyakini telah
sempurna, tanpa ada keaguan sedikitpun di hatimu.
وَمَنْ
خَرَجَ عَلَى إِمَامِ المُسْلِمِينَ - وَقَدْ كَانَ النَّاسُ اجْتَمَعُوا عَلَيْهِ
وَأَقَرُّوا لَهُ بِالخِلَافَةِ بِأَيِّ وَجْهٍ كَانَ بِالرِّضَا أَوْ بِالغَلَبَةِ
- فَقَدْ شَقَّ هَذَا الخَارِجُ عَصَا المُسْلِمِينَ، وَخَالَفَ الآثَارَ عَنْ رَسُولِ
اللَّهِ ﷺ، فَإِنْ مَاتَ الخَارِجُ عَلَيْهِ؛ مَاتَ مِيتَةَ جَاهِلِيَّةٍ.
(39) Siapa
yang memberontak pemimpin kaum Muslimin, sementara manusia telah menyepakatinya
dan mengakui kepemimpinannya dengan cara apapun, dengan kerelaan maupun kudeta,
maka si Khowarij itu telah mematahkan persatuan kaum Muslimin, menyelisihi Hadits
Rosululloh ﷺ.
Jika si Khowarij ini mati di atas itu maka ia mati seperti matinya orang
Jahiliyah.
وَلَا
يَحِلُّ قِتَالُ السُّلْطَانِ وَلَا الخُرُوجُ عَلَيْهِ لِأَحَدٍ مِنَ النَّاسِ، فَمَنْ
فَعَلَ ذَلِكَ فَهُوَ مُبْتَدِعٌ عَلَى غَيْرِ السُّنَّةِ وَالطَّرِيقِ.
(40) Tidak
boleh bagi siapapun memerangi penguasa dan tidak boleh pula memberontaknya.
Siapa yang melakukan itu maka ia seorang mubtadi, tidak di atas Sunnah dan
jalan yang lurus.
15. Memerangi Begal dan Khowarij
وَقِتَالُ
اللُّصُوصِ وَالخَوَارِجِ جَائِزٌ إِذَا عَرَضُوا لِلرَّجُلِ فِي نَفْسِهِ وَمَالِهِ،
فَلَهُ أَنْ يُقَاتِلَ عَنْ نَفْسِهِ وَمَالِهِ، وَيَدْفَعُ عَنْهَا بِكُلِّ مَا يَقْدِرُ.
وَلَيْسَ لَهُ إِذَا فَارَقُوهُ أَوْ تَرَكُوهُ أَنْ يَطْلُبَهُمْ، وَلَا يَتْبَعَ
آثَارَهُمْ، لَيْسَ لِأَحَدٍ إِلَّا الْإِمَامَ أَوْ وُلَاةَ الْمُسْلِمِينَ.
(41) Boleh
memerangi begal dan Khowarij jika mereka membegal jiwa dan harta seseorang. Seseorang
boleh melawannya untuk mempertahankan jiwa dan hartanya, dan melawannya sekuat
tenaga. Jika mereka kabur atau meninggalkannya maka ia tidak boleh mengejarnya
dan mengikuti jejaknya. Yang boleh mengejarnya hanya pemimpin dan penguasa kaum
Muslimin.
إِنَّمَا
لَهُ أَنْ يَدْفَعَ عَنْ نَفْسِهِ فِي مَقَامِهِ ذَلِكَ، وَيَنْوِيَ بِجُهْدِهِ أَنْ
لَا يَقْتُلَ أَحَدًا، فَإِنْ مَاتَ عَلَى يَدَيْهِ فِي دَفْعِهِ عَنْ نَفْسِهِ فِي
المَعْرَكَةِ فَأَبْعَدَ اللَّهُ المَقْتُولَ، وَإِنْ قُتِلَ هَذَا فِي تِلْكَ الحَالِ
وَهُوَ يَدْفَعُ عَنْ نَفْسِهِ وَمَالِهِ، رَجَوْتُ لَهُ الشَّهَادَةَ، كَمَا جَاءَ
فِي الأَحَادِيثِ.
(42) Dia
boleh melawannya untuk menyelamatkan jiwanya hanya di tempat itu, dan dia
berusaha berniat tidak membunuhnya. Jika pun dia mati di tangannya demi
menyelamatkan jiwanya di tempat itu maka Alloh telah menjauhkan gangguan orang
yang terbunuh itu. Jika justru dia yang mati di tempat itu demi mempertahankan
jiwa dan hartanya maka aku berharap dia mati syahid, seperti yang terdapat
dalam beberapa Hadits.
وَجَمِيعُ
الآثَارِ فِي هَذَا إِنَّمَا أُمِرَ بِقِتَالِهِ، وَلَمْ يُؤْمَرْ بِقَتْلِهِ وَلَا
اتِّبَاعِهِ، وَلَا يُجْهِزُ عَلَيْهِ إِنْ صُرِعَ أَوْ كَانَ جَرِيحًا، وَإِنْ أَخَذَهُ
أَسِيرًا فَلَيْسَ لَهُ أَنْ يَقْتُلَهُ، وَلَا يُقِيمَ عَلَيْهِ الحَدَّ، وَلَكِنْ
يَرْفَعُ أَمْرَهُ إِلَى مَنْ وَلَّاهُ اللَّهُ، فَيَحْكُمُ فِيهِ.
(43) Semua Hadits
dalam masalah ini hanya memerintahkan memerangi bukan membunuhnya dan tidak
pula mengejarnya. Tidak boleh membunuhnya jika ia menyerah atau terluka, dan
jika ia tertawan maka tidak boleh dibunuh, dan tidak boleh dilaksanakan hukuman
baginya, tetapi perkaranya diserahkan kepada siapa yang Alloh jadikan sebagai
pemimpin, dan dia yang berhak menghukumnya.
16. Tidak Memvonis Siapapun Masuk
Surga atau Neraka
وَلَا
نَشْهَدُ عَلَى أَهْلِ القِبْلَةِ بِعَمَلٍ يَعْمَلُهُ بِجَنَّةٍ وَلَا نَارٍ، نَرْجُو
لِلصَّالِحِ، وَنَخَافُ عَلَيْهِ، وَنَخَافُ عَلَى المُسِيءِ المُذْنِبِ، وَنَرْجُو
لَهُ رَحْمَةَ اللَّهِ.
(44) Kami
tidak bersaksi atas siapapun dari ahli Qiblat (kaum Muslimin) karena amal yang
dikerjakannya bahwa ia masuk Surga atau Neraka. Akan tetapi kami berharap Surga
bagi orang sholih sekaligus mengkhawatirkannya masuk Neraka, dan kami juga
mengkhawatirkan orang jelek yang berdosa sekaligus mengharapkan rahmat Alloh
atasnya.
وَمَنْ
لَقِيَ اللَّهَ بِذَنْبٍ يَجِبُ لَهُ بِهِ النَّارُ تَائِبًا غَيْرَ مُصِرٍّ عَلَيْهِ؛
فَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَتُوبُ عَلَيْهِ، وَيَقْبَلُ التَّوْبَةَ عَنْ عِبَادِهِ،
وَيَعْفُو عَنِ السَّيِّئَاتِ.
(45) Siapa
yang bertemu Alloh membawa dosa yang mengancamnya masuk Neraka, dalam keadaan
bertaubat dan tidak terus-menerus berbuat dosa, maka Alloh menerima taubatnya,
dan Dia menerima taubat dari para hamba-Nya dan memaafkan dosa-dosa.
وَمَنْ
لَقِيَهُ وَقَدْ أُقِيمَ عَلَيْهِ حَدُّ ذَلِكَ الذَّنْبِ فِي الدُّنْيَا؛ فَهُوَ كَفَّارَتُهُ،
كَمَا جَاءَ فِي الخَبَرِ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ.
(46) Siapa
yang bertemu Alloh sementara dosanya sudah ditegakkan had atasnya di dunia maka
hal itu menjadi kaffarot (penebus dosanya), sebagaimana yang terdapat
dalam Hadits Rosululloh ﷺ.
وَمَنْ
لَقِيَهُ مُصِرًّا غَيْرَ تَائِبٍ مِنَ الذُّنُوبِ الَّتِي قَدِ اسْتَوْجَبَ بِهَا
العُقُوبَةَ؛ فَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، إِنْ شَاءَ عَذَّبَهُ، وَإِنْ
شَاءَ غَفَرَ لَهُ.
(47) Siapa
yang bertemu Alloh dalam keadaan masih bergelimang dosa tanpa bertaubat dari
dosa yang mengancamnya akan disika, maka urusannya (dosanya diampuni atau
tidak) terserah Alloh. Terserah Alloh menghendaki menyiksanya atau
mengampuninya.
وَمَنْ
لَقِيَهُ كَافِرًا عَذَّبَهُ وَلَمْ يَغْفِرْ لَهُ.
(48) Siapa
yang bertemu Alloh dalam keadaan kafir maka ia pasti disiksa dan tidak akan
diampuni.
17. Rajam Benar Adanya
وَالرَّجْمُ
حَقٌّ عَلَى مَنْ زَنَا وَقَدْ أُحْصِنَ إِذَا اعْتَرَفَ أَوْ قَامَتْ عَلَيْهِ بَيِّنَةٌ.
وَقَدْ رَجَمَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ، وَقَدْ رَجَمَتِ الأَئِمَّةُ الرَّاشِدُونَ.
(49) Rajam
(hukuman pezina dengan dilempar batu hingga mati) adalah benar adanya, yaitu
atas siapa yang sudah menikah, jika ia mengaku sendiri atau terdapat bukti
(hamil). Sungguh Rosululloh ﷺ
telah menegakkan rajam, begitu pula Khulafa Rosyidun.
18. Hukum Mencaci Shohabat
وَمَنِ
انْتَقَصَ أَحَدًا مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، أَوْ أَبْغَضَهُ بِحَدَثٍ كَانَ
مِنْهُ، أَوْ ذَكَرَ مَسَاوِئَهُ؛ كَانَ مُبْتَدِعًا حَتَّى يَتَرَحَّمَ عَلَيْهِمْ
جَمِيعًا، وَيَكُونَ قَلْبُهُ لَهُمْ سَلِيمًا.
(50) Siapa
yang merendahkan salah satu Shohabat Rosululloh ﷺ atau membencinya dikarenakan
sebuah peristiwa atau menyebut-nyebut keburukannya maka ia seorang mubtadi.
Akan tetapi selayaknya ia mendoakan rahmat untuk mereka dan hatinya bersih dari
membenci mereka.
19. Kemunafikan adalah Kekufuran
وَالنِّفَاقُ
هُوَ الكُفْرُ، أَنْ يَكْفُرَ بِاللَّهِ وَيَعْبُدَ غَيْرَهُ، وَيُظْهِرَ الإِسْلَامَ
فِي العَلَانِيَةِ مِثْلَ المُنَافِقِينَ الَّذِينَ كَانُوا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ
ﷺ.
(51)
Kemunafikan adalah kekufuran, yaitu kafir kepada Alloh dan menyembah selain-Nya,
serta menampakkan Islam saat bersama banyak orang, seperti orang-orang munafik
di masa Rosululloh ﷺ.
وَقَوْلُهُ
ﷺ: «ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ فَهُوَ مُنَافِقٌ»؛ هَذَا عَلَى التَّغْلِيظِ، نَرْوِيهَا
كَمَا جَاءَتْ، وَلَا نُفَسِّرُهَا، وَقَوْلُهُ ﷺ: «لَا تَرْجِعُوا بَعْدِي كُفَّارًا
ضُلَّالًا يَضْرِبُ بَعْضُكُمْ رِقَابَ بَعْضٍ»، وَمِثْلُ: «إِذَا التَقَى المُسْلِمَانِ
بِسَيْفَيْهِمَا فَالقَاتِلُ وَالمَقْتُولُ فِي النَّارِ»، وَمِثْلُ: «سِبَابُ المُسْلِمِ
فُسُوقٌ وَقِتَالُهُ كُفْرٌ»، وَمِثْلُ: «مَنْ قَالَ لِأَخِيهِ: يَا كَافِرُ! فَقَدْ
بَاءَ بِهَا أَحَدُهُمَا»، وَمِثْلُ: «كُفْرٌ بِاللَّهِ: تَبَرُّؤٌ مِنْ نَسَبٍ، وَإِنْ
دَقَّ»، وَنَحْوُ هَذِهِ الأَحَادِيثِ مِمَّا قَدْ صَحَّ وَحُفِظَ؛ فَإِنَّا نُسَلِّمُ
لَهُ وَإِنْ لَمْ نَعْلَمْ تَفْسِيرَهَا، وَلَا نَتَكَلَّمُ فِيهِ، وَلَا نُجَادِلُ
فِيهِ، وَلَا نُفَسِّرُ هَذِهِ الأَحَادِيثَ إِلَّا مِثْلَ مَا جَاءَتْ، وَلَا نَرُدُّهَا
إِلَّا بِأَحَقِّ مِنْهَا.
(52) Sabda Rosululloh
ﷺ: “Ada tiga sifat yang jika
terdapat pada seseorang maka ia menjadi munafik,” adalah ancaman keras,
kami meriwayatkannya apa adanya dan tidak menafsirkannya. Begitu juga sabda
beliau ﷺ:
“Kalian jangan kembali menjadi kafir lagi sesat sepeninggalku, kalian saling
membunuh,” dan seperti “Apabila dua Muslim saling bertemu dengan
pedangnya maka si pembunuh dan yang dibunuh di Neraka semua,” dan seperti “Mencaci-maki
seorang Muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran,” dan
seperti “Siapa yang memanggil saudaranya: ‘Hai kafir!’ Maka vonis itu
akan kembali kepada salah satu dari keduanya,” dan seperti “Termasuk
kafir kepada Alloh adalah berlepas diri dari nasabnya sendiri meskipun sedikit,”
dan Hadits-Hadits yang seperti ini dari Hadits shohih dan terjaga, maka kami
menerimanya meski tidak tahu tafsirnya, dan kami tidak mendiskusikannya dan
tidak mengajak debat membahasnya. Kami tidak menafsirkan Hadits-Hadits ini
kecuali dibiarkan apa adanya, dan kami tidak menolaknya kecuali dengan yang
lebih shohih darinya.
20. Surga dan Neraka adalah
Makhluk
وَالجَنَّةُ
وَالنَّارُ مَخْلُوقَتَانِ، قَدْ خُلِقَتَا، كَمَا جَاءَ عَنْ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ:
«دَخَلْتُ الجَنَّةَ فَرَأَيْتُ قَصْرًا»، وَ«رَأَيْتُ الكَوْثَرَ»، وَ«اطَّلَعْتُ
فِي الجَنَّةِ فَرَأَيْتُ أَكْثَرَ أَهْلِهَا كَذَا»، وَ«اطَّلَعْتُ فِي النَّارِ فَرَأَيْتُ
كَذَا وَكَذَا»، فَمَنْ زَعَمَ أَنَّهُمَا لَمْ تُخْلَقَا فَهُوَ مُكَذِّبٌ بِالقُرْآنِ
وَأَحَادِيثِ رَسُولِ اللَّهِ ﷺ، وَلَا أَحْسِبُهُ يُؤْمِنُ بِالجَنَّةِ وَالنَّارِ.
(53) Surga
dan Neraka adalah makhluk dan keduanya sudah diciptakan, seperti yang
disebutkan dalam Hadits Rosululloh ﷺ: “Aku telah memasuki Surga dan melihat istana,” dan “Aku
telah melihat telaga Kautsar,” dan “Aku telah melihat Surga dan rupanya
kebanyakan penduduknya adalah fuqoro,” dan “Aku telah melihat Neraka dan
melihat apa yang di dalamnya.” Siapa yang menyangka bahwa keduanya belum
diciptakan maka ia mendustakan Al-Quran dan Hadits-Hadits Rosululloh ﷺ. Aku menyangka dia tidak
beriman kepada Surga dan Neraka.
21. Sikap Terhadap Orang Islam
Bertauhid yang Wafat
وَمَنْ
مَاتَ مِنْ أَهْلِ القِبْلَةِ مُوَحِّدًا يُصَلَّى عَلَيْهِ وَيُسْتَغْفَرُ لَهُ، وَلَا
يُحْجَبُ عَنْهُ الِاسْتِغْفَارُ، وَلَا تُتْرَكُ الصَّلَاةُ عَلَيْهِ لِذَنْبٍ أَذْنَبَهُ
صَغِيرًا كَانَ أَوْ كَبِيرًا، وَأَمْرُهُ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ.
(54) Siapa
dari ahli Qiblat (kaum Muslimin) meninggal dalam keadaan bertauhid maka dia
(berhak) disholati dan dimintakan ampun untuknya. Permohonan ampun untuknya
tidak boleh dihalangi dan mensholatinya tidak boleh ditinggal meskipun ia
membawa dosa, baik dosa kecil maupun dosa besar, sementara perkaranya (dosanya
diampuni atau tidak) terserah Alloh.
Penutup
آخِرُ
الرِّسَالَةِ، وَالحَمْدُ لِلَّهِ وَحْدَهُ وَصَلَوَاتُهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِهِ
وَسَلِّمْ تَسْلِيمًا.
Ini akhir
risalah. Segala puji milik Alloh semata dan semoga shalawat dan salam untuk
Muhammad dan keluarganya.
***
.jpg)