Terjemah Keutamaan Islam - Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
https://www.terjemahmatan.com/2019/05/terjemah-fadhul-islam-syaikh-muhammad.html
Terjemah Keutamaan Islam - Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
DOWNLOAD
TERJEMAH PDF > https://drive.google.com/open?id=1uYSmK1TiwRU2-bxLifDpeuSeK1nKwofP
TERJEMAH WORD > https://drive.google.com/open?id=1ajKbAlrmSEYhgyImjxnr2KV61HhfoYPL
ARAB PDF > https://drive.google.com/open?id=1EsR8mWMbRU9HcV_Z1wWbWfHASZaAg1vH
ARAB WORD > https://drive.google.com/open?id=1Y5-2UbDjpVCU7JksyAp5UvZ1O1nnFdTW
فضل الإسلام
KEUTAMAAN ISLAM
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
KEUTAMAAN ISLAM
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab At-Tamimi
Penerbit : Pustaka Syabab
Editor : Tim Pustaka Syabab
Layout : Tim Pustaka Syabab
Penerjemah : Nor Kandir
Cetakan : Pertama
Tahun : Sya’ban 1440 H/April 2019 M
Lisensi : Gratis
|
DAFTAR ISI
بَابُ فَضْلِ الإِسْلَامِ
BAB: KEUTAMAAN ISLAM
وَقَوْلُ اللَّهِ تَعَالَى: ﴿اليَوْمَ
أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلَامَ
دِينًا﴾ [المائدة: 3]
Firman Allah Ta’ala: “Pada hari ini telah
Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan
telah Ku-ridhai Islam itu jadi agamamu.” (QS. Al-Maidah [5]: 3)
وَقَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿قُلْ
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي شَكٍّ مِنْ دِينِي فَلَا أَعْبُدُ الَّذِينَ
تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ أَعْبُدُ اللَّهَ الَّذِي يَتَوَفَّاكُمْ﴾
الآيَةَ [يونس: 104]
FirmanNya: “Katakanlah: ‘Hai manusia, jika kamu masih
dalam keragu-raguan tentang agamaku, maka (ketahuilah) aku tidak menyembah yang
kamu sembah selain Allah, tetapi aku menyembah Allah yang akan mematikan kamu
dan aku telah diperintah supaya termasuk orang-orang yang beriman.” (QS.
Yunus [10]: 104)
وَقَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَآمِنُوا بِرَسُولِهِ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِنْ
رَحْمَتِهِ وَيَجْعَلْ لَكُمْ نُورًا تَمْشُونَ بِهِ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ
رَحِيمٌ﴾ [الحديد: 28]
FirmanNya: “Hai orang-orang yang beriman (kepada para Rasul),
bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah
memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang
dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-Hadid: 28)
وَفِي «الصَّحِيحِ»: عَنِ ابْنِ
عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ،
قَالَ: «مَثَلُكُمْ وَمَثَلُ أَهْلِ الكِتَابَيْنِ، كَمَثَلِ رَجُلٍ اسْتَأْجَرَ
أُجَرَاءَ، فَقَالَ: مَنْ يَعْمَلُ لِي مِنْ غُدْوَةٍ إِلَى نِصْفِ النَّهَارِ عَلَى
قِيرَاطٍ؟ فَعَمِلَتِ اليَهُودُ، ثُمَّ قَالَ: مَنْ يَعْمَلُ لِي مِنْ نِصْفِ النَّهَارِ
إِلَى صَلاَةِ العَصْرِ عَلَى قِيرَاطٍ؟ فَعَمِلَتِ النَّصَارَى، ثُمَّ قَالَ: مَنْ
يَعْمَلُ لِي مِنَ العَصْرِ إِلَى أَنْ تَغِيبَ الشَّمْسُ عَلَى قِيرَاطَيْنِ؟ فَأَنْتُمْ
هُمْ، فَغَضِبَتِ اليَهُودُ وَالنَّصَارَى، فَقَالُوا: مَا لَنَا أَكْثَرَ عَمَلًا،
وَأَقَلَّ عَطَاءً؟ قَالَ: هَلْ نَقَصْتُكُمْ مِنْ حَقِّكُمْ؟ قَالُوا: لاَ، قَالَ:
فَذَلِكَ فَضْلِي أُوتِيهِ مَنْ أَشَاءُ»
Dalam Shahih Al-Bukhari, dari Ibnu Umar Radhiyallahu
‘Anhuma dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Perumpamaan
kalian dibandingkan Ahlul Kitab seperti seseorang yang menyewa para pekerja
yang dia berkata: ‘Siapa yang mau bekerja untukku dari pagi hingga pertengahan
siang dengan upah satu qirath?’ Maka orang-orang Yahudi melaksanakannya.
Kemudian dia berkata, ‘Siapa yang mau bekerja untukku dari pertengahan siang
hingga shalat ‘Ashar dengan upah satu qirath?’ Maka orang-orang Nasrani
mengerjakannya. Kemudian orang itu berkata lagi: ‘Siapa yang mau bekerja
untukku dari ‘Ashar hinga terbenamnya matahari dengan upah dua qirath?’ Maka kalianlah
orang yang mengerjakannya. Orang-orang Yahudi dan Nasrani marah seraya berkata:
‘Bagaimana bisa, kami yang mengerjakan lebih banyak pekerjaan namun lebih
sedikit upah yang kami terima!’ Lalu orang itu berkata: ‘Apakah ada hak kalian
yang aku kurangi?’ Mereka menjawab: ‘Tidak ada.’ Orang itu berkata: ‘Itulah
karunia dariku yang aku memberikannya kepada siapa yang aku kehendaki.”
(HR. Al-Bukhari no. 2268)
وَفِيهِ أَيْضًا: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَضَلَّ اللَّهُ
عَنِ الجُمُعَةِ مَنْ كَانَ قَبْلَنَا، فَكَانَ لِلْيَهُودِ يَوْمُ السَّبْتِ، وَكَانَ
لِلنَّصَارَى يَوْمُ الأَحَدِ، فَجَاءَ اللَّهُ بِنَا فَهَدَانَا اللَّهُ لِيَوْمِ
الجُمُعَةِ، فَجَعَلَ الجُمُعَةَ، وَالسَّبْتَ، وَالأَحَدَ، وَكَذَلِكَ هُمْ تَبَعٌ
لَنَا يَوْمَ القِيَامَةِ، نَحْنُ الآخِرُونَ مِنْ أَهْلِ الدُّنْيَا، وَالأَوَّلُونَ
يَوْمَ القِيَامَةِ»
Dalam Shahih Muslim: dari Hudzaifah, ia berkata: Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Allah tidak menunjuki orang-orang
yang sebelum kita dari hari Jumat. Bagi orang Yahudi jatuhnya pada hari Sabtu,
dan bagi orang Nasrani jatuhnya pada hari Ahad. Lalu Allah menunjuki kita pada
hari Jum’at. Karena itu, terjadilah berturut-turut tiga hari berkumpul (hari
besar), yaitu Jum’at, Sabtu, dan Ahad. Hari Kiamat kelak, mereka pun mengikuti
kita juga, kita yang terakhir di dunia, tetapi kitalah yang lebih dahulu
diadili sebelum umat-umat yang lain.” (HR. Muslim no. 856)
وَفِيهَ تَعْلِيقًا: عَنِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ قَالَ: «أَحَبُّ الدِّينِ إِلَى اللَّهِ
الحَنِيفِيَّةُ السَّمْحَةُ»
Dalam Shahih Al-Bukhari secara mu’allaq: dari
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Agama yang paling
dicintai Allah adalah yang hanif dan mudah.” (HR. Al-Bukhari sebelum no.
39)
وَعَنْ أُبَيِّ بْنِ كَعْبٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ، قَالَ: «عَلَيْكُمْ بِالسَّبِيلِ وَالسُّنَّةِ، فَإِنَّهُ لَيْسَ مِنْ عَبْدٍ
عَلَى سَبِيلٍ وَسُنَّةٍ ذَكَرَ الرَّحْمَنَ، فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ؛
فَمَسَّتْهُ النَّارُ أَبَدًا. وَلَيْسَ مِنْ عَبْدٍ عَلَى سَبِيلٍ وَسُنَّةٍ ذَكَرَ
اللَّهَ، فَاقْشَعَرَّ جِلْدُهُ مِنْ خَشْيَةِ اللَّهِ إِلَّا كَانَ مَثَلُهُ كَمَثَلِ
شَجَرَةٍ يَبِسَ وَرَقُهَا، فَهِيَ كَذَلِكَ إِذْ أَصَابَتْهَا رِيحٌ فَتَحَاتَّ وَرَقُهَا
عَنْهَا؛ إِلَّا تَحَاتَّتْ خَطَايَاهُ، كَمَا يَتَحَاتُّ مِنْ هَذِهِ الشَّجَرَةِ
وَرَقُهَا. وَإِنَّ اقْتِصَادًا فِي سُنَّةٍ وَسَبِيلٍ خَيْرٌ مِنِ اجْتِهَادٍ فِي
غَيْرِ سُنَّةٍ وَسَبِيلٍ، فَانْظُرُوا أَعْمَالَكُمْ، فَإِنْ كَانَتِ اقْتِصَادًا
وَاجْتِهَادًا أَنْ تَكُونَ عَلَى مِنْهَاجِ الأَنْبِيَاءِ وَسُنَّتِهِمْ»
Dari Ubai bin Kaab Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: “Wajib
bagi kalian di atas jalan Sunnah. Siapapun yang berada di atas jalan Sunnah
kemudian meneteskan air mata karena takut kepada Allah, pasti tidak akan
disentuh api Neraka. Siapapun yang berada di atas jalan Sunnah kemudian
kulitnya bergetar karena takut kepada Allah, niscaya perumpamaannya seperti
pohon yang daunya kering lalu diterpa angin, seperti itulah dosa-dosanya
berguguran. Sederhana dalam beramal di atas Sunnah lebih utama daripada
bersungguh-sungguh di atas jalan yang menyelisihi Sunnah. Maka perhatikanlah
amal kalian, apapun keadaan kalian, baik saat sederhana beramal atau
bersungguh-sungguh, untuk sentiasa di atas manhaj para Nabi dan Sunnah mereka.”
(HR. Ibnu Abi Syaibah no. 35526)
وَعَنْ أَبِي الدَّرْدَاءِ، أَنَّهُ
قَالَ: «يَا حَبَّذَا! نَوْمُ الأَكْيَاسِ وَإِفْطَارُهُمْ، كَيْفَ يَعِيبُونَ سَهَرَ
الحَمْقَى وَصِيَامَهُمْ؟ وَمِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ بِرِّ صَاحِبِ تَقْوَى وَيَقِينٍ،
أَعْظَمُ وَأَفْضَلُ وَأَرْجَحُ مِنْ أَمْثَالِ الجِبَالِ مِنْ عِبَادَةِ المُغْتَرِّينَ»
Dari Abu Darda, ia berkata, “Bergembiralah! Tidur dan tidak
puasanya orang cerdas mengungguli begadang dan puasanya orang bodoh. Kebaikan
seberat dzarroh dari orang bertakwa dan bertauhid lebih besar, lebih utama, dan
lebih berat di timbangan daripada segunung dari ibadahnya orang-orang yang
tertipu.” (HR. Abu Nuaim 1/121 dalam Al-Hilyah)
بَابُ الدُّخُولِ فِي الإِسْلَامِ
BAB: WAJIB MASUK ISLAM
وَقَوْلُ اللَّهِ تَعَالَى: ﴿وَمَنْ
يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ
الخَاسِرِينَ﴾ [آل عمران: 85]
Firman Allah Ta’ala: “Barang siapa mencari agama
selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu), dan dia di Akhirat
termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imron [3]: 85)
وَقَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿إِنَّ
الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الإِسْلَامُ﴾ [آل عمران: 19]
FirmanNya Ta’ala: “Sesungguhnya agama yang
diterima di sisi Allah hanya Islam.” (QS. Ali Imron [3]: 19)
وَقَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿وَأَنَّ
هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ فَتَفَرَّقَ
بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ﴾ [الأنعام: 153]
FirmanNya Ta’ala: “Ini adalah jalanKu yang lurus,
maka ikutilah ia, dan jangan mengikuti jalan-jalan lain karena akan
memalingkanmu dari jalanNya.” (QS. Al-An’am [6]: 153)
قَالَ مُجَاهِدٌ: «السُّبُلُ:
البِدَعُ وَالشُّبُهَاتُ»
Mujahid berkata, “Yang dimaksud jalan-jalan adalah
bid’ah dan syubhat.”
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهَا، قَالَتْ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ
أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ، فَهُوَ رَدٌّ» أَخْرَجَاهُ، وَفِي
لَفْظٍ: «مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ»
Dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha, ia berkata: Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Siapa yang membuat perkara
baru dalam urusan kami (agama) yang aslinya bukan bagian darinya, maka ia
tertolak (tidak berpahala).” (HR. Al-Bukhari no. 2697 dan Muslim no. 1718)
dan dalam lafazh Muslim: “Siapa yang mengerjakan amalan yang tidak ada
perintahnya dari kami maka ia tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)
وَلِلْبُخَارِيِّ: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «كُلُّ أُمَّتِي
يَدْخُلُونَ الجَنَّةَ إِلَّا مَنْ أَبَى»، قَالُوا: يَا رَسُولَ اللَّهِ، وَمَنْ
يَأْبَى؟ قَالَ: «مَنْ أَطَاعَنِي دَخَلَ الجَنَّةَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ أَبَى»
Dalam riwayat Al-Bukhari: dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu
ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Setiap
umatku akan masuk Surga kecuali orang yang enggan.” Ditanya: “Wahai Rasulullah,
siapa orang yang enggan itu?” Beliau menjawab: “Siapa yang mentaatiku maka
ia pasti masuk Surga dan siapa yang durhaka kepadaku maka dialah orang enggan
itu.” (HR. Al-Bukhari no. 7280)
وَفِي «الصَّحِيحِ»: عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: «أَبْغَضُ النَّاسِ إِلَى اللَّهِ ثَلاَثَةٌ:
مُلْحِدٌ فِي الحَرَمِ، وَمُبْتَغٍ فِي الإِسْلاَمِ سُنَّةَ الجَاهِلِيَّةِ، وَمُطَّلِبُ
دَمِ امْرِئٍ [مُسْلِمٍ] بِغَيْرِ حَقٍّ لِيُهَرِيقَ دَمَهُ» رَوَاهُ البُخَارِيُّ
Dalam Shahih Al-Bukhari: dari Ibnu Abbas, bahwa Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Manusia yang paling dimurkai Allah ada tiga:
orang yang melakukan pelanggaran di tanah Haram (Makkah dan Madinah), orang
yang mencari-cari perilaku Jahiliyah padahal telah masuk Islam, dan memburu
darah seseorang tanpa alasan yang dibenarkan untuk menumpahkan darahnya.”
(HR. Al-Bukhari no. 6882)
قَالَ ابْنُ تَيْمِيَّةَ رَحِمَهُ
اللَّهُ: «قَوْلُهُ (سُنَّةَ الجَاهِلِيَّةِ): يَنْدَرِجُ فِيهَا كُلُّ جَاهِلِيَّةٍ
مُطْلَقَةٍ أَوْ مُقَيَّدَةٍ، أَيْ: فِي شَخْصٍ دُونَ شَخْصٍ، كِتَابِيَّةٍ أَوْ وَثَنِيَّةٍ،
أَوْ غَيْرِهِمَا مِنْ كُلِّ مُخَالِفَةٍ لِمَا جَاءَ بِهِ المُرْسَلُونَ»
Ibnu Taimiyah Rahimahullah berkata: “Sabda beliau: ‘sunnah
(prilaku) Jahiliyah’ mencakup setiap Jahiliyah, baik mutlak maupun
muqoyyad, maksudnya ada yang menimpa sebagian orang bukan yang lainnya, baik Ahli
Kitab maupun bukan, maupun setiap orang yang menyelisihi apa-apa yang dibawa
oleh para Rasul.”
وَفِي «الصَّحِيحِ»: عَنْ حُذَيْفَةَ،
قَالَ: «يَا مَعْشَرَ القُرَّاءِ! اسْتَقِيمُوا! فَقَدْ سَبَقْتُمْ سَبْقًا بَعِيدًا،
فَإِنْ أَخَذْتُمْ يَمِينًا وَشِمَالًا؛ لَقَدْ ضَلَلْتُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا»
Dalam Shahih Al-Bukhari: dari Hudzaifah ia berkata: “Wahai
para ulama! Hendaklah kalian istiqomah, maka kalian akan menang. Namun, jika
kalian menoleh ke kanan dan ke kiri maka kalian akan tersesat sangat jauh.”
(HR. Al-Bukhari no. 7282)
وَعَنْ مُحَمَّدِ بْنِ وَضَّاحٍ:
أَنَّهُ كَانَ يَدْخُلُ المَسْجِدَ فَيَقِفُ عَلَى الحِلَق، فَيَقُولُ:... فَذَكَرَهُ،
وَقَالَ: أَنْبَأَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ مُجَالِدِ بْنِ سَعِيدِ، عَنْ
عَامِرٍ الشَّعْبِيِّ، عَنْ مَسْرُوقٍ، قَالَ: قَالَ عَبْدُ اللَّهِ: «لَيْسَ عَامٌ
إِلَّا وَالَّذِي بَعْدَهُ شَرٌ مِنْهُ، لَا أَقُولُ: عَامٌ أَمْطَرُ مِنْ عَامٍ، وَلَا
عَامٌ أَخْصَبُ مِنْ عَامٍ، وَلَا أَمِيرٌ خَيْرٌ مِنْ أَمِيرٍ، لَكِنْ ذَهَابُ عُلَمَائِكُمْ
وَخِيَارِكُمْ، ثُمَّ يَحْدُثُ أَقْوَامٌ يَقِيسُونَ الأُمُورَ بآرَائِهِمْ؛ فَيُهْدَمُ
الإِسْلَامُ وَيُثْلَمُ»
Dari Muhammad bin Wadhoh bahwa ia masuk masjid lalu berdiri
di depan sekumpulan orang lalu ia berkata: Sufyan menceritakan kepadaku, dari
Mujalid bin Sa’id, dari Amir Asy-Sya’bi, dari Masruq, ia berkata: Abdullah bin
Masud berkata: “Tidak ada tahun melainkan tahun berikutnya lebih jelek dari sebelumnya.
Aku tidak mengatakan dari sisi tahun banyaknya hujan atau tahun kesuburan, atau
pemimpin A lebih baik daripada pemimpin B, tetapi maksudku adalah wafatnya para
ulama dan orang terbaik di antara kalian. Kemudian akan muncul kaum yang memahami
agama sebatas dengan akalnya, sehingga Islam hancur dan lenyap.” (HR. Ibnu
Wadhah no. 78 dalam Al-Bida wan Nahyu Anhu)
بَابُ تَفْسِيرِ الإِسْلَامِ
BAB: TAFSIR ISLAM
وَقَوْلُ اللَّهِ تَعَالَى: ﴿فَإِنْ
حَاجُّوكَ فَقُلْ أَسْلَمْتُ وَجْهِيَ لِلَّهِ وَمَنِ اتَّبَعَنِ﴾ الآيَةَ [آل
عمران: 20]
Firman Allah Ta’ala: “Jika mereka membantahmu maka
katakanlah: aku menyerahkan diriku kepada Allah, begitu pula orang-orang yang
mengikutiku.” (QS. Ali Imron [3]: 20)
وَفِي «الصَّحِيحِ»: عَنْ عُمَرَ
بْنِ الخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «الإِسْلَامُ أَنْ تَشْهَدَ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ
وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَتُقِيمَ
الصَّلَاةَ، وَتُؤْتِيَ الزَّكَاةَ، وَتَصُومَ رَمَضَانَ، وَتَحُجَّ البَيْتَ إِنِ
اسْتَطَعْتَ إِلَيْهِ سَبِيلًا»
Dalam Shahih Muslim: dari Umar bin Khathab Radhiyallahu
‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Islam
adalah kesaksian (syahadat) bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) selain
Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya, mendirikan shalat,
menunaikan zakat, dan puasa Ramadhan, serta haji ke Baitullah jika kamu mampu
bepergian kepadanya.’” (HR. Muslim no. 8)
وَفِيهِ: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ مَرْفُوعًا: «المُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ المُسْلِمُونَ مِنْ
لِسَانِهِ وَيَدِهِ»
Dalam Shahih Al-Bukhari: dari Abu Hurairah Radhiyallahu
‘Anhu bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Muslim
yang sempurna keislamannya adalah siapa yang kaum Muslimin selamat dari
gangguan lisan dan tangannya.” (HR. Al-Bukhari no. 10 dan Muslim no. 40)
وَعَنْ بَهْزِ بْنِ حَكِيمٍ، عَنْ
أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ: أَنَّهُ سَأَلَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنِ الإِسْلَامِ، فَقَالَ: «أَنْ يُسْلِمَ قَلْبُكَ لِلَّهِ، وَأَنْ
تُوَجِّهَ وَجْهَكَ إِلَى اللَّهِ، وَتُصَلِّيَ الصَّلَاةَ المَكْتُوبَةَ، وَتُؤَدِّيَ
الزَّكَاةَ المَفْرُوضَةَ» رَوَاهُ أَحْمَدُ
Dari Bahz bin Hakim, dari ayahnya, dari kakeknya, bahwa ia
bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang Islam
lalu dijawab: “Qolbumu pasrah kepada Allah, kamu menghadapkan dirimu kepada
Allah, kamu shalat fardhu, kamu menunaikan zakat.” (HR. Ahmad no. 20022)
وَعَنْ أَبِي قِلَابَةَ، عَنْ عَمْرِو
بْنِ عَبَسَةَ، قَالَ: قَالَ رَجُلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ! مَا الإِسْلَامُ؟ قَالَ:
«أَنْ يُسْلِمَ قَلْبُكَ لِلَّهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَأَنْ يَسْلَمَ المُسْلِمُونَ
مِنْ لِسَانِكَ وَيَدِكَ»، قَالَ: فَأَيُّ الإِسْلَامِ أَفْضَلُ؟ قَالَ: «الإِيمَانُ»،
قَالَ: وَمَا الإِيمَانُ؟ قَالَ: «تُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَمَلَائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ
وَرُسُلِهِ، وَالبَعْثِ بَعْدَ المَوْتِ»
Dari Abu Qilabah, dari Amr bin Anbasah, ia berkata: ada
seseorang bertanya: wahai Rasulullah! Apa itu Islam? Beliau menjawab: “Yaitu
qolbumu pasrah kepada Allah, kaum Muslimin selamat dari ganguan lisan dan
tanganmu.” Dia bertanya: Islam apakah yang paling utama? Beliau menjawab: “Iman.”
Ia bertanya: apa itu Iman? Jawab beliau: “Kamu beriman kepada Allah,
MalaikatNya, Kitab-KitabNya, Rasul-RasulNya, dan hari Kebangkitan setelah mati.”
(HR. Ahmad no. 17027)
بَابُ قَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى: ﴿وَمَنْ
يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ﴾ [آل
عمران: 85]
BAB: FIRMAN ALLAH: “SIAPA YANG MENCARI AGAMA SELAIN ISLAM MAKA TIDAK AKAN DITERIMA.” (QS. ALI
IMRON [3]: 85)
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
«تَجِيءُ الأَعْمَالُ يَوْمَ القِيَامَةِ، فَتَجِيءُ الصَّلَاةُ، فَتَقُولُ: يَا
رَبِّ! أَنَا الصَّلَاةُ، فَيَقُولُ: إِنَّكِ عَلَى خَيْرٍ، فَتَجِيءُ الصَّدَقَةُ،
فَتَقُولُ: يَا رَبِّ! أَنَا الصَّدَقَةُ، فَيَقُولُ: إِنَّكِ عَلَى خَيْرٍ، ثُمَّ
يَجِيءُ الصِّيَامُ، فَيَقُولُ: يَا رَبِّ! أَنَا الصِّيَامُ، فَيَقُولُ: إِنَّكَ عَلَى
خَيْرٍ، ثُمَّ تَجِيءُ الأَعْمَالُ عَلَى ذَلِكَ، فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ:
إِنَّكَ عَلَى خَيْرٍ، ثُمَّ يَجِيءُ الإِسْلَامُ، فَيَقُولُ: يَا رَبِّ، أَنْتَ السَّلَامُ،
وَأَنَا الإِسْلَامُ، فَيَقُولُ اللَّهُ: إِنَّكَ عَلَى خَيْرٍ، بِكَ اليَوْمَ آخُذُ،
وَبِكَ أُعْطِي، قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ فِي كِتَابِهِ: ﴿وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ
الإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الخَاسِرِينَ﴾
[آل عمران: 85] رَوَاهُ أَحْمَدُ
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Amal akan datang pada hari
Kiamat, lalu shalat datang seraya berkata: ‘Ya Rabb! Aku shalat.’ Dijawab: ‘Kamu
di atas kebaikan (diterima).’ Datanglah sedekah seraya berkata: ‘Ya Rabb! Aku
sedekah.’ Dijawab: ‘Kamu di atas kebaikan.’ Kemudian puasa datang seraya
berkata: ‘Ya Rabb! Aku puasa.’ Dijawab: ‘Kamu di atas kebaikan.’ Kemudian amal lainnya
seperti itu dan dijawab: ‘Kamu di atas kebaikan.’ Kemudian datanglah Islam
seraya berkata: ‘Ya Rabb! Engkau Maha sejahtera dan aku adalah Islam
(kesejahteraan).’ Allah berfirman: ‘Kamu di atas kebaikan. Pada hari ini aku
mengambil dan memberi denganmu.’ Allah berfirman dalam KitabNya: ‘Dan siapa
yang mencari agama selain Islam maka tidak akan diterima dan di Akhirat ia akan
rugi.’” (HR. Ahmad no. 8742)
وَفِي «الصَّحِيحِ»: عَنْ عَائِشَةَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا: أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: «مَنْ عَمِلَ عَمَلًا لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا، فَهُوَ رَدٌّ» رَوَاهُ
أَحْمَدُ
Dalam Kitab Shahih: dari Aisyah Radhiyallahu ‘Anha
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Siapa yang
mengerjakan amalan yang tidak ada perintahnya dari kami maka ia tertolak (tidak
diterima).” (HR. Ahmad no. 25472)
بَابُ وُجُوبِ الِاسْتِغْنَاءِ بِمُتَابَعَتِهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ كُلِّ مَا سِوَاهُ
BAB: WAJIB MENCUKUPKAN DIRI HANYA MENGIKUTI
NABI TANPA MENOLEH KEPADA SELAINNYA
وَقَوْلُ اللَّهِ تَعَالَى: ﴿وَنَزَّلْنَا
عَلَيْكَ الكِتَابَ تِبْيَانًا لِكُلِّ شَيْءٍ﴾ [النحل: 89]
Firman Allah Ta’ala: “Dan Kami menurunkan kepadamu
Al-Kitab yang menjelaskan segala sesuatu.” (QS. An-Nahl [16]: 89)
رَوَى النَّسَائِيُّ وَغَيْرُهُ: عَنِ النَّبِيِّ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَنَّهُ رَأَى فِي يَدِ عُمَرَ بْنِ الخَطَّابِ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ وَرَقَةً مِنَ التَّوْرَاةِ، فَقَالَ: «أَمُتَهَوِّكُونَ فِيهَا
يَا ابْنَ الخَطَّابِ! فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَقَدْ جِئْتُكُمْ بِهَا بَيْضَاءَ
نَقِيَّةً. [وَلَوْ كَانَ مُوسَى حَيًّا وَاتَّبَعْتُمُوهُ، وَتَرَكْتُمُونِي ضَلَلْتُمْ]
– وَفِي رِوَايَةٍ: وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ، لَوْ كَانَ مُوسَى حَيًّا مَا وَسِعَهُ
إِلَّا أَنْ يَتَّبِعَنِي -» فَقَالَ عُمَرُ: «رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِالإِسْلَامِ
دِينًا وَبِمُحَمَّدٍ نَبِيًّا»
An-Nasai dan selainnya meriwayatkan dari Nabi Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bahwa beliau melihat lembaran Taurot di tangan Umar bin
Khathab Radhiyallahu ‘Anhu lalu bersabda: “Apakah kamu mulai ragu
dengan agamamu, wahai putra Al-Khathab?! Demi Dzat yang jiwaku di TanganNya,
sungguh aku datang kepada kalian membawa kebenaran yang begitu putih terang.
Andakan Musa masih hidup, lalu kalian mengikutinya dan meninggalkanku, pasti
kalian tersesat.” Dalam riwayat lain: “Demi Dzat yang jiwaku di
TanganNya, andaikan Musa masih hidup maka tidak ada keluasan baginya kecuali
mengikutiku.” Umar berkata: aku ridha Allah sebagai Rabb, Islam sebagai
agama, dan Muhammad sebagai Nabi. (HR. Ahmad no. 11516 dan Ad-Darimi no. 449.
Tidak ditemukan dalam riwayat An-Nasai dan tidak pula ditemukan ucapan Umar:
aku ridha...)
بَابُ مَا جَاءَ فِي الخُرُوجِ عَنْ دَعْوَى الإِسْلَامِ
BAB: TENTANG KELUAR DARI DAKWAH ISLAM
وَقَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿هُوَ
سَمَّاكُمُ المُسْلِمِينَ مِنْ قَبْلُ وَفِي هَذَا﴾ [الحج: 78]
Dan firmanNya: “Dia menamai kalian sebagai Muslim sejak
awal, dan juga di (Kitab) ini.” (QS. Al-Hajj [22]: 78)
عَنِ الحَارِثِ الأَشْعَرِيِّ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ، عَنِ النَّبِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَنَّهُ قَالَ:
«وَأَنَا آمُرُكُمْ بِخَمْسٍ، اللَّهُ أَمَرَنِي بِهِنَّ: السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ،
وَالجِهَادُ، وَالهِجْرَةُ، وَالجَمَاعَةُ، فَإِنَّهُ مَنْ فَارَقَ الجَمَاعَةَ قِيدَ
شِبْرٍ؛ فَقَدْ خَلَعَ رِبْقَةَ الإِسْلَامِ مِنْ عُنُقِهِ إِلَّا أَنْ يَرْجِعَ، وَمَنْ
ادَّعَى دَعْوَى الجَاهِلِيَّةِ؛ فَإِنَّهُ مِنْ جُثَا جَهَنَّمَ»، فَقَالَ رَجُلٌ:
يَا رَسُولَ اللَّهِ وَإِنْ صَلَّى وَصَامَ؟ قَالَ: «وَإِنْ صَلَّى وَصَامَ، فَادْعُوا
بِدَعْوَى اللَّهِ الَّذِي سَمَّاكُمُ المُسْلِمِينَ المُؤْمِنِينَ، عِبَادَ اللَّهِ»
رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالتِّرْمِذِيُّ، وَقَالَ: هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ
Dari Al-Harits Al-Asy’ari Radhiyallahu ‘Anhu, dari
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beliau bersabda: “Dan aku
memerintahkan lima hal pada kalian yang diperintahkan Allah padaku, yaitu; (1)
mendengar dan taat, (2) jihad, (3) hijrah dan (4) jama’ah, sebab barangsiapa
meninggalkan jama’ah meski sejengkal, maka ia telah melepas tali Islam dari
lehernya, kecuali jika ia kembali, dan (5) barangsiapa menyerukan seruan Jahiliyah,
maka ia termasuk bangkai Neraka Jahanam.” Seseorang bertanya: “Wahai Rasulullah,
meski ia shalat dan puasa?” Beliau menjawab: “Meski ia shalat dan puasa,
oleh karena itu, serukanlah seruan Allah yang menyebut kalian sebagai kaum Muslimin,
Mukminin, dan hamba-hamba Allah.” (HR. At-Tirmidzi no. 2863)
وَفِي الصَّحِيحِ: «مَنْ فَارَقَ
الجَمَاعَةَ شِبْرًا فَمَاتَ، إِلَّا مَاتَ مِيتَةً جَاهِلِيَّةً»
Dalam Shahih Al-Bukhari: “Siapa yang memisahkan
diri dari jamaah meski sejengkal lalu mati, maka ia mati seperti kematikan
Jahiliyah (yakni tanpa pemimpin).” (HR. Al-Bukhari no. 7054 dan Muslim no.
1849)
وَفِيهِ: «أَبِدَعْوَى الجَاهِلِيَّةِ
وَأَنَا بَيْنَ أَظْهُرِكُمْ؟»
Dalam dalam Kitab Shahih: “Apakah kalian menyeru
dengan panggilan Jahiliyah sementara aku ada di tengah-tengah kalian?!” (HR.
Al-Bukhari no. 4905 dan Muslim no. 2584)
قَالَ أَبُو العَبَّاسِ: «كُلُّ
مَا خَرَجَ عَنْ دَعْوَى الإِسْلَامِ وَالقُرآنِ مِنْ نَسَبٍ أَوْ بَلَدٍ أَوْ جِنْسٍ
أَوْ مَذْهَبٍ أَوْ طَرِيقَةٍ؛ فَهُوَ مِنْ عَزَاءِ الجَاهِلِيَّةِ، بَلْ لَمَّا اخْتَصَمَ
مُهَاجِرِيٌّ وَأَنْصَارِيٌّ فَقَالَ المُهَاجِرِيُّ: يَا لِلْمُهَاجِرِينَ! وَقَالَ
الأَنْصَارِيُّ: يَا لِلْأَنْصَارِ! قَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: أَبِدَعْوَى
الجَاهِلِيَّةِ وَأَنَا بَيْنَ أَظْهُرِكُمْ؟، وَغَضِبَ لِذَلِكَ غَضْبًا شَدِيدًا»،
انْتَهَى كَلَامُهُ رَحِمَهُ اللَّهُ.
Abul Abbas Ibnu Taimiyah berkata: “Setiap orang yang keluar
dari seruan Islam dan seruan Al-Qur’an karena fanatik nasab, negeri, jenis,
madzhab, atau pun thoriqoh, maka ia terjangkiti perangai Jahiliyah. Bahkan
ketika seorang Muhajirin yang bertikai dengan seorang Anshor lalu si Muhajirin
memanggil: ‘Hai orang-orang Muhajirin!’ dan si Anshor juga memanggil-manggil: ‘Hai
orang-orang Anshor!’ Lantas Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
‘Apakah kalian saling memanggil-manggil dengan seruan jahiliyah, sementara
aku di tengah kalian?’ Beliau amat marah karena itu.” (Selesai ucapan
Syaikh Rahimahullah)
بَابُ وُجُوبِ الدُّخُولِ فِي الإِسْلَامِ كُلِّهِ وَتَرْكِ
مَا سِوَاهُ
BAB: WAJIB MASUK ISLAM SECARA TOTALITAS DAN
MENINGGALKAN SELAINNYA
وَقَوْلُ اللَّهِ تَعَالَى: ﴿يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً﴾ [البقرة: 208]
Firman Allah Ta’ala: “Wahai orang-orang beriman!
Masuklah kalian ke dalam Islam secara totalitas.” (QS. Al-Baqarah: 208)
وَقَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿أَلَمْ
تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا
أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ﴾ الآيَةَ [النساء: 60]
FirmanNya: “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang
yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan
kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut,
padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud
menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya.” (QS. An-Nisa
[4]: 60)
وَقَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿إِنَّ
الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ﴾ [الأنعام:
159]
Dan firmanNya: “Sesungguhnya orang-orang yang memecah
belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada
sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka
hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan kepada
mereka apa yang telah mereka perbuat.” (QS. Al-An’am [6]: 159)
قَالَ ابْنُ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُمَا فِي قَوْلِهِ تَعَالَى: ﴿يَوْمَ تَبْيَضُّ وُجُوهٌ وَتَسْوَدُّ وُجُوهٌ﴾
[آل عمران: 106]: «تَبْيَضُّ وُجُوهُ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالِائْتِلَافِ، وَتَسْوَدُّ
وُجُوهُ أَهْلِ البِدَعِ وَالِاخْتِلَافِ»
Ibnu Abbas menjelaskan firman Allah: “Hari di mana ada
wajah yang memutih dan ada wajah yang menghitam,” (QS. Ali Imron [3]: 106,
ia berkata: “Wajah Ahlus Sunnah dan persatuan memutih, sementara wajah Ahli bid’ah
dan perpecahan menghitam.” (HR. Ibnu Abi Hatim no. 3950 dalam At-Tafsir
dan lihat Tafsir Ibnu Katsir 2/92)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو،
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «لَيَأْتِيَنَّ
عَلَى أُمَّتِي مَا أَتَى عَلَى بَنِي إِسْرَائِيلَ حَذْوَ النَّعْلِ بِالنَّعْلِ،
حَتَّى إِنْ كَانَ مِنْهُمْ مَنْ أَتَى أُمَّهُ عَلَانِيَةً؛ لَكَانَ فِي أُمَّتِي
مَنْ يَصْنَعُ ذَلِكَ. وَإِنَّ بَنِي إِسْرَائِيلَ تَفَرَّقَتْ عَلَى ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ
مِلَّةً، وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِي عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِينَ مِلَّةً، كُلُّهُمْ فِي
النَّارِ إِلَّا مِلَّةً وَاحِدَةً»، قَالُوا: وَمَنْ هِيَ يَا رَسُولَ اللَّهِ؟
قَالَ: «مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي» رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ
Dari Abdullah bin Amru, dia berkata: Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Pasti akan datang kepada ummatku, sesuatu
yang telah datang pada Bani Israil seperti sejajarnya sandal dengan sandal,
sehingga apabila di antara mereka (Bani Israil) ada orang yang menggauli ibu kandungnya
sendiri secara terang-terangan maka pasti di antara ummatku ada yang melakukan
demikian. Sesungguhnya Bani Israil terpecah menjadi tujuh puluh dua golongan
dan ummatku akan terpecah menjadi tujuh puluh tiga golongan, semuanya masuk ke
dalam Neraka kecuali satu golongan.” Para Sahabat bertanya, “Siapakah
mereka wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Ajaran yang kutempuh dan para
Sahabatku.” (HR. At-Tirmidzi no. 2641)
فَلْيَتَأَمَّل المُؤْمِنُ الَّذِي يَرْجُو لِقَاءَ
اللَّهِ كَلَامَ الصَّادِقِ المَصْدُوقِ فِي هَذَا المَقَامِ، خُصُوصًا قَوْلَهُ :
«مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِي» يَالِهَذهِ المَوْعِظَةِ! لَوْ وَافَقَتْ
مِنَ القُلُوبِ حَيَاةً!
Orang beriman yang mengharap perjumpaan dengan Allah
hendaknya merenungkan ucapan Nabi yang jujur ini dalam sabdanya ini, khususnya
sabda beliau: “Ajaran yang kutempuh dan para Sahabatku.” Alangkah
bermanfaatnya arahan ini, andai hati-hati mereka hidup.
وَرَوَاهُ أَيْضًا مِنْ حَدِيثِ
أَبِي هُرَيْرَةَ وَصَحَّحَهُ، لَكِنْ لَيْسَ فِيهِ ذِكْرُ النَّارِ، وَهُوَ فِي حَدِيثِ
مُعَاوِيَةَ عِنْدَ أَحْمَدَ وَأَبِي دَاوُدَ، وَفِيهِ: «وَإِنَّهُ سَيَخْرُجُ مِنْ
أُمَّتِي أَقْوَامٌ، تَجَارَى بِهِمْ تِلْكَ الأَهْوَاءُ، كَمَا يَتَجَارَى الكَلْبُ
لِصَاحِبِهِ، لَا يَبْقَى مِنْهُ عِرْقٌ وَلَا مَفْصِلٌ إِلَّا دَخَلَهُ»
Juga diriwayatkan dalam hadits Abu Hurairah yang shahih,
tetapi tanpa disebutkan Neraka. Ia juga terdapat dapat hadits Mu’awiyah dalam
riwayat Ahmad dan Abu Dawud dengan tambahan: “Sesungguhnya akan keluar dari
umatku beberapa kaum yang mengikuti hawa nafsunya seperti anjing mengikuti
tuannya yang jika ada tulang bersamanya pasti dia akan mengikutinya.” (HR.
Abu Dawud no. 4597)
وَتَقَدَّمَ قَوْلُهُ: «وَمُبْتَغٍ
فِي الإِسْلامِ سُنَّةَ الجَاهِلِيَّةِ»
Dan sabda beliau lalu: “Dan orang yang mencari sunnah
Jahiliyah di dalam Islam.” (Telah berlalu takhrijnya)
بَابُ مَا جَاءَ أَنَّ البِدْعَةَ أَشَدُّ مِنَ الكَبَائِرِ
BAB: BID’AH LEBIH BERAT DARIPADA KABA’IR (DOSA
BESAR)
وَقَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ
أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ﴾ [النساء: 48]
Firman Allah Ta’ala: “Sungguh Allah tidak
mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni selainnya bagi siapa yang dikehendakiNya.”
(QS. An-Nisa [4]: 48)
وَقَوْلُهُ: ﴿فَمَنْ أَظْلَمُ
مِمَّنِ افْتَرَى عَلَى اللَّهِ كَذِبًا لِيُضِلَّ النَّاسَ بِغَيْرِ عِلْمٍ﴾ [الأنعام:
144]
Dan firmanNya: “Dan siapakah yang lebih zalim daripada
orang yang mengada-ngada kedustaan atas nama Allah untuk menyesatkan manusia
tanpa ilmu.” (QS. Al-An’am [6]: 144)
وَقَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿لِيَحْمِلُوا
أَوْزَارَهُمْ كَامِلَةً يَوْمَ القِيَامَةِ وَمِنْ أَوْزَارِ الَّذِينَ يُضِلُّونَهُمْ
بِغَيْرِ عِلْمٍ أَلَا سَاءَ مَا يَزِرُونَ﴾ [النحل: 25]
Dan firmanNya: “Supaya mereka menanggung dosa-dosa mereka
secara sempurna pada hari Kiamat, dan juga (memikul) dosa orang yang mereka
sesatkan tanpa ilmu. Ketahuilah, amat buruk sekali apa yang mereka pikul itu.” (QS.
An-Nahl [16]: 25)
وَفِي «الصَّحِيحِ»: أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ فِي الخَوَارِجِ: «فَأَيْنَمَا لَقِيتُمُوهُمْ فَاقْتُلُوهُمْ» «لَئِنْ
أَنَا أَدْرَكْتُهُمْ لَأَقْتُلَنَّهُمْ قَتْلَ عَادٍ» وَفِيهِ
أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «نَهَى عَنْ قَتْلِ أُمَرَاءِ الجَوْرِ
مَا صَلُّوا»
Dalam Kitab Shahih: bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam bersabda tentang Khowarij: “Di mana saja kalian menjumpai
mereka maka bunuhlah mereka.” (HR. Al-Bukhari no. 5057) Dan sabda beliau: “Jika
aku menjumpai mereka, pasti akan kubunuh seperti kaum Ad.” (HR. Al-Bukhari
no. 3344) dan dalam Kitab Shahih pula disebutkan bahwa beliau melarang
membunuh pemimpin zalim selagi tetap shalat.” (HR. Muslim no. 1855)
وَعَنْ جَرِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ رَجُلًا تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ، ثُمَّ تَتَابَعَ النَّاسُ،
فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ سَنَّ فِي الإِسْلَامِ
سُنَّةً حَسَنَةً؛ فَلَهُ أَجْرُهَا، وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا بَعْدَهُ، مِنْ غَيْرِ
أَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْءٌ. وَمَنْ سَنَّ فِي الإِسْلَامِ سُنَّةً سَيِّئَةً؛
كَانَ عَلَيْهِ وِزْرُهَا وَوِزْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ بَعْدِهِ، مِنْ غَيْرِ أَنْ
يَنْقُصَ مِنْ أَوْزَارِهِمْ شَيْءٌ»، رَوَاهُ مُسْلِمٌ .
Dari Jarir bin Abdillah Radhiyallahu ‘Anhu bahwa ada
seseorang yang bersedekah lalu diikuti oleh manusia lalu Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang memulai mengerjakan
perbuatan baik dalam Islam, maka dia akan memperoleh pahalanya dan pahala orang
yang mencontoh perbuatan itu, tanpa mengurangi pahala mereka sedikitpun. Dan
barangsiapa yang memulai kebiasaan buruk, maka dia akan mendapatkan dosanya,
dan dosa orang yang mengikutinya dengan tanpa mengurangi dosa mereka sedikit
pun.” (HR. Muslim no. 1017)
وَلَهُ: مِثْلُهُ مِنْ حَدِيثِ
أَبِي هُرَيْرَةَ، وَلَفْظُهُ: «مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى»، ثُمَّ قَالَ: «وَمَنْ
دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ» .
Dalam Kitab Shahih dari hadits Abu Hurairah Radhiyallahu
‘Anhu dengan lafazh: “Siapa yang mengajak kepada petunjuk...,”
kemudian dilanjut, “...dan siapa yang mengajak kepada kesesatan...” (HR.
Muslim no. 2674)
بَابُ مَا جَاءَ فِي أَنَّ اللَّهَ احْتَجَزَ التَّوْبَةَ عَلَى
صَاحِبِ البِدْعَةِ
BAB: ALLAH MENGHALANGI AHLI BID’AH DARI
TAUBAT
هَذَا مَرْوِيٌّ مِنْ حَدِيثِ أَنَسٍ،
وَمِنْ مَرَاسِيلِ الحَسَنِ
Hal ini diriwayatkan dalam hadits Anas dan dalam hadits
mursal Hasan. (HR. Ibnu Abi Ashim no. 37 dalam As-Sunnah dan Al-Baihaqi
no. 7238 dalam Syu’abul Iman)
وَذَكَرَ ابْنُ وَضَّاحٍ، عَنْ
أَيُّوبَ قَالَ: كَانَ رَجُلٌ يَرَى رَأْيًا فَرَجَعَ عَنْهُ، فَأَتَيْتُ مُحَمَّدًا
فَرِحًا بِذَلِكَ أُخْبِرُهُ، فَقُلْتُ: أَشَعَرْتَ أَنَّ فُلَانًا تَرَكَ رَأْيَهُ
الَّذِي كَانَ يَرَى؟ فَقَالَ: «انْظُرُوا إِلَى مَا يَتَحَوَّلُ؛ إِنَّ آخِرَ الحَدِيثِ
أَشَدُّ عَلَيْهِمْ مِنْ أَوَّلِهِ: يَمْرُقُونَ مِنَ الإِسْلَامِ لَا يَعُودُونَ
فِيهِ»
Ibnu Wadhah meriwayatkan dari Ayyub, ia berkata: ada seseorang
yang memiliki pemahaman (Khowarij) lalu ia rujuk, lantas kudatangi Muhammad bin
Sirin dengan perasaan gembira mengabarkan hal itu, lalu kuberkata: “Apakah Anda
menyangka si fulan benar-benar meninggalkan pemahamannya yang salah tersebut?”
Jawabnya: “Tunggu jangan tergesa-gesa, perhatikan pendorongnya. Sungguh
potongan akhir hadits ini lebih berat ancamannya bagi mereka daripada awalnya: ‘Mereka
keluar dari Islam dan tidak mau kembali.’” (HR. Ibnu Wadhah no. 144 dalam Al-Bida
wan Nahyu Anhu)
وَسُئِلَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ
عَنْ مَعْنَى ذَلِكَ، فَقَالَ: «لَا يُوَفَّقُ لِلتَّوْبَةِ».
Imam Ahmad ditanya makna hadits ini dan menjawab: “Yakni
mereka tidak diberi taufik (pertolongan) untuk bertaubat).”
بَابُ قَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى: ﴿يَاأَهْلَ
الكِتَابِ لِمَ تُحَاجُّونَ فِي إِبْرَاهِيمَ﴾ [آل
عمران: 65] إِلَى قَوْلِهِ: ﴿وَمَا كَانَ مِنَ
المُشْرِكِينَ﴾ [آل عمران: 67]
BAB: FIRMAN ALLAH: “HAI AHLI KITAB, MENGAPA
KAMU BANTAH-MEMBANTAH TENTANG IBRAHIM, PADAHAL TAURAT DAN INJIL TIDAK
DITURUNKAN MELAINKAN SESUDAH IBRAHIM. APAKAH KAMU TIDAK BERPIKIR? BEGINILAH
KAMU, KAMU INI (SEWAJARNYA) BANTAH MEMBANTAH TENTANG HAL YANG KAMU KETAHUI,
MAKA KENAPA KAMU JUGA BANTAH-MEMBANTAH TENTANG HAL YANG TIDAK KAMU KETAHUI?
ALLAH MENGETAHUI SEDANG KAMU TIDAK MENGETAHUI. IBRAHIM BUKAN SEORANG YAHUDI DAN
BUKAN (PULA) SEORANG NASRANI, AKAN TETAPI DIA ADALAH SEORANG YANG LURUS LAGI
BERSERAH DIRI (KEPADA ALLAH) DAN SEKALI-KALI BUKANLAH DIA TERMASUK GOLONGAN
ORANG-ORANG MUSYRIK.” (QS. ALI IMRON [3]: 65-67)
وَقَوْلُهُ: ﴿وَمَنْ يَرْغَبُ
عَنْ مِلَّةِ إِبْرَاهِيمَ إِلَّا مَنْ سَفِهَ نَفْسَهُ وَلَقَدِ اصْطَفَيْنَاهُ فِي
الدُّنْيَا وَإِنَّهُ فِي الآخِرَةِ لَمِنَ الصَّالِحِينَ﴾ [البقرة: 130]
FirmanNya: “Dan tidak ada yang benci kepada agama
Ibrahim, melainkan orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami
telah memilihnya di dunia dan sesungguhnya dia di Akhirat benar-benar termasuk
orang-orang yang shalih.” (QS. Al-Baqoroh [2]: 130)
وَفِيهِ حَدِيثُ الخَوَارِجِ وَقَدْ
تَقَدَّمَ.
Dalam hal ini ada hadits tentang Khowarij yang sudah berlalu
disebutkannya.
وَفِيهِ أَنَّهُ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِنَّ آلَ أَبِي [فُلَانٍ] لَيْسُوا بِأَوْلِيَائِي،
إِنَّمَا وَلِيِّيَ اللَّهُ وَصَالِحُ المُؤْمِنِينَ»
Juga ada riwayat dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam,
beliau bersabda: “Sesungguhnya keluarga fulan bukanlah waliku
(kekasih/penolongku), tetapi waliku adalah Allah dan orang-orang beriman yang
shalih.” (HR. Al-Bukhari no. 5990)
وَفِيهِ أَيْضًا: عَنْ أَنَسٍ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذُكِرَ لَهُ أَنَّ بَعْضَ الصَّحَابَةِ
قَالَ: أَمَّا أَنَا فَلَا آكُلُ اللَّحْمَ، وَقَالَ الآخَرُ: أَمَّا أَنَا فَأَقُومُ
وَلَا أَنَامُ، وَقَالَ الآخَرُ: أَمَّا أَنَا فَلَا أَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ، وَقَالَ
الآخَرُ: أَمَّا أَنَا فَأَصُومُ وَلَا أُفْطِرُ، فَقَالَ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ : «لَكِنِّي أُقُومُ وَأَنَامُ وَأَصُومُ وَأُفْطِرُ وَأَتَزَوَّجُ النِّسَاءَ
وَآكُلُ اللَّحْمَ، فَمَنْ رَغِبَ عَنْ سُنَّتِي؛ فَلَيْسَ مِنِّي»
Juga riwayat dari Anas bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam diberitahu tentang sebagian Sahabatnya yang berkata: “Adapun aku,
tidak akan makan daging.” Yang lain berkata: “Adapun aku, akan shalat malam suntuk
dan tidak tidur.” Yang lain berkata: “Adapun aku, tidak akan menikahi wanita.”
Yang lain berkata: “Adapun aku, berpuasa terus dan tidak akan absen.” Lalu
beliau bersabda: “Akan tetapi aku shalat malam dan juga tidur, aku puasa dan
juga absen, aku menikahi wanita, dan aku juga makan daging. Siapa yang benci
sunnahku maka ia bukan bagian dari umatku.” (HR. Al-Bukhari no. 5063 dan
Muslim no. 1401)
فَتَأَمَّلْ! إِذَا كَانَ بَعْضُ
الصَّحَابَةِ أَرَادَ التَّبَتُّلَ لِلْعِبَادَةِ؛ قِيْلَ فِيْهِ هَذَا الكَلَامُ الغَلِيظُ،
وَسُمِّيَ فِعْلُهُ رُغُوبًا عَنِ السُّنَّةِ، فَمَا ظَنُّكَ بِغَيْرِ هَذَا مِنَ البِدَعِ؟
وَمَا ظَنُّكَ بِغَيْرِ الصَّحَابَةِ؟
Renungkanlah! Jika sebagian Sahabat yang ingin fokus ibadah
maka diancam dengan ucapan ini dan perbuatan mereka dinamai dengan benci
sunnah, lantas apa pendapatmu dengan perbuatan bid’ah? Apa pendapatmu jika
dilakukan oleh selain Sahabat?
بَابُ قَوْلِ اللَّهِ تَعَالَى: ﴿فَأَقِمْ
وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا
تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ ذَلِكَ الدِّينُ القَيِّمُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ
لَا يَعْلَمُونَ﴾ [الروم: 30]
BAB: FIRMAN ALLAH: “MAKA HADAPKANLAH DIRIMU DENGAN LURUS KEPADA
AGAMA (ALLAH). (TETAPLAH ATAS) FITRAH
ALLAH YANG TELAH MENCIPTAKAN MANUSIA MENURUT FITRAH ITU. TIDAK ADA PERUBAHAN
PADA FITRAH ALLAH. (ITULAH) AGAMA YANG LURUS. TETAPI KEBANYAKAN MANUSIA TIDAK MENGETAHUI.” (QS. AR-RUM [30]: 30)
وَقَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿وَوَصَّى بِهَا إِبْرَاهِيمُ
بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَابَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ
إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ﴾ [البقرة: 132]
Dan firmanNya: “Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu
kepada anak-anaknya, demikian pula Yakub. (Ibrahim berkata): ‘Hai anak-anakku!
Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati
kecuali dalam memeluk agama Islam.’” (QS. Al-Baqarah [2]: 132)
وَقَوْلُهُ تَعَالَى: ﴿ثُمَّ
أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيمَ حَنِيفًا وَمَا كَانَ مِنَ
المُشْرِكِينَ﴾ [النحل: 123]
Dan firmanNya: “Kemudian Kami wahyukan kepadamu
(Muhammad): ‘Ikutilah agama Ibrahim seorang yang hanif,’ dan bukanlah dia
termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.” (QS. An-Nahl [16]: 123)
وَعَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ: أَنَّ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: «إِنَّ لِكُلِّ نَبِيٍّ وُلَاةً مِنَ النَّبِيِّينَ،
وَإِنَّ وَلِيِّي أَبِي وَخَلِيلُ رَبِّي»، ثُمَّ قَرَأَ: ﴿إِنَّ أَوْلَى النَّاسِ
بِإِبْرَاهِيمَ لَلَّذِينَ اتَّبَعُوهُ وَهَذَا النَّبِيُّ وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاللَّهُ
وَلِيُّ المُؤْمِنِينَ﴾ [آل عمران: 68] رَوَاهُ التِّرْمِذِيُّ
Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Sungguh setiap Nabi memiliki
wali dari kalangan para Nabi. Sementara waliku adalah ayahku yang juga kekasih
Allah (yakni Ibrahim).” Kemudian beliau membaca: “Sesungguhnya orang yang
paling dekat kepada Ibrahim ialah orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini
(Muhammad), serta orang-orang yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah
Pelindung semua orang-orang yang beriman.” (QS. Ali Imron [3]: 68 dan HR. At-Tirmidzi
no. 2995)
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ
إِلَى صُوَرِكُمْ وَأَمْوَالِكُمْ، وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ وَأَعْمَالِكُمْ»
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, ia berkata: Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak
memandang kepada wajah dan harta kalian tetapi memandang kepada qolbu dan amal
kalian.” (HR. Muslim no. 2564)
وَلَهُمَا: عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَالَ: قَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ:
«أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الحَوْضِ، لَيُرْفَعَنَّ إِلَيَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ، حَتَّى
إِذَا أَهْوَيْتُ لِأُنَاوِلَهُمْ اخْتُلِجُوا دُونِي، فَأَقُولُ: أَيْ رَبِّ! أَصْحَابِي،
يَقُولُ: لاَ تَدْرِي مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ»
Dalam Shahihain: dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu,
ia berkata: Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Aku adalah
manusia pertama-tama diantara kalian yang menuju telaga, lantas diperlihatkan
padaku beberapa orang diantara kalian, hingga saat aku ingin menggandeng
mereka, tiba-tiba mereka ditangkap dan dijauhkan dariku, sehingga aku
berteriak-teriak: ‘Ya Rabbi, itu Sahabatku, ya Rabbi, itu Sahabatku! ‘ Allah
menjawab: ‘Kamu tidak tahu apa yang mereka perbuat sepeninggalmu!’” (HR. Al-Bukhari
no. 7049)
وَلَهُمَا: عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ:
«وَدِدْتُ أَنَّا قَدْ رَأَيْنَا إِخْوَانَنَا» قَالُوا: أَوَلَسْنَا إِخْوَانَكَ،
يَا رَسُولَ اللَّهِ؟ قَالَ: «أَنْتُمْ أَصْحَابِي، وَإِخْوَانُنَا الَّذِينَ لَمْ
يَأْتُوا بَعْدُ» فَقَالُوا: كَيْفَ تَعْرِفُ مَنْ لَمْ يَأْتِ بَعْدُ مِنْ أُمَّتِكَ؟
يَا رَسُولَ اللَّهِ! فَقَالَ: «أَرَأَيْتَ لَوْ أَنَّ رَجُلًا لَهُ خَيْلٌ غُرٌّ
مُحَجَّلَةٌ بَيْنَ ظَهْرَيْ خَيْلٍ دُهْمٍ بُهْمٍ، أَلَا يَعْرِفُ خَيْلَهُ؟»
قَالُوا: بَلَى يَا رَسُولَ اللَّهِ، قَالَ: «فَإِنَّهُمْ يَأْتُونَ غُرًّا مُحَجَّلِينَ
مِنَ الوُضُوءِ، وَأَنَا فَرَطُهُمْ عَلَى الحَوْضِ، أَلَا لَيُذَادَنَّ رِجَالٌ عَنْ
حَوْضِي كَمَا يُذَادُ البَعِيرُ الضَّالُّ أُنَادِيهِمْ: أَلَا هَلُمَّ! فَيُقَالُ:
إِنَّهُمْ قَدْ بَدَّلُوا بَعْدَكَ، فَأَقُولُ: سُحْقًا! سُحْقًا!»
Dalam Shahihain: dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu
bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Aku sangat
ingin bertemu dengan saudara-saudaraku.” Para Sahabat bertanya: “Bukankah
kami saudara-saudaramu, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Kalian adalah Sahabat-Sahabatku,
sedangkan saudara-saudara kita adalah orang-orang yang datang setelahku.”
Mereka bertanya: “Bagaimana engkau dapat mengenal umatmu yang belum datang?”
Beliau bersabda: “Tahukah kalian, seandainya seseorang memiliki kuda yang
muka, kaki dan tangannya bersinar, kuda itu berada di antara kuda-kuda hitam
legam, dapatkah ia mengenali kudanya?” Mereka menjawab: “Tentu, wahai Rasulullah.”
Beliau bersabda: “Sesungguhnya umatku akan datang dengan wajah, kaki dan
tangan yang bersinar karena bekas wudhu. Aku menyambut mereka di telaga. Ketahuilah!
Ada beberapa orang akan dihalang-halangi mendatangi telagaku, sebagaimana unta
hilang yang dihalang-halangi. Aku berseru kepada mereka: ‘Kemarilah!’ Lalu
dikatakan: ‘Sesungguhnya mereka telah mengganti (ajaranmu) setelahmu.’ Aku
berkata: ‘Menjauhlah! Menjauhlah!’” (HR. Muslim no. 249)
وَلِلْبُخَارِيِّ: «بَيْنَا
أَنَا قَائِمٌ إِذَا زُمْرَةٌ، حَتَّى إِذَا عَرَفْتُهُمْ خَرَجَ رَجُلٌ مِنْ بَيْنِي
وَبَيْنِهِمْ، فَقَالَ: هَلُمَّ، فَقُلْتُ: أَيْنَ؟ قَالَ: إِلَى النَّارِ وَاللَّهِ،
قُلْتُ: وَمَا شَأْنُهُمْ؟ قَالَ: إِنَّهُمُ ارْتَدُّوا بَعْدَكَ عَلَى أَدْبَارِهِمْ
القَهْقَرَى. ثُمَّ إِذَا زُمْرَةٌ، - فَذَكَرَ مِثْلَهُ – قَالَ: فَلاَ
أُرَاهُ يَخْلُصُ مِنْهُمْ إِلَّا مِثْلُ هَمَلِ النَّعَمِ»
Dalam Shahih Al-Bukhari: “Ketika kami berdiri,
tiba-tiba ada serombongan manusia, hingga ketika aku telah mengenal mereka, ada
seseorang muncul di antara aku dan mereka dan mengatakan (kepada mereka): ‘Ayo
kemari!’ Saya bertanya: ‘Kemana?’ Dia menjawab: ‘Ke Neraka, demi Allah.’ Saya bertanya:
‘Ada apa dengan mereka?’ Dia menjawab: ‘Sesungguhnya mereka berbalik ke
belakang sepeninggalmu dengan murtad, bid’ah, dan dosa besar. Kemudian
tiba-tiba ada serombongan manusia” –lanjutan sama seperti di atas– “dan
aku mengira bahwa tak ada yang selamat dari mereka selain sudah seperti unta
yang keliaran siang malam.” (HR. Al-Bukhari no. 6587)
وَلَهُمَا: فِي حِدِيثِ ابْنِ عَبَّاسٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا: «فَأَقُولُ كَمَا قَالَ العَبْدُ الصَّالِحُ: ﴿وَكُنْتُ
عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ﴾ [المائدة: 117]- إِلَى قَوْلِهِ -
﴿الحَكِيمُ﴾ [البقرة: 32]»
Dalam Shahihain pula: dari hadits Ibnu Abbas Radhiyallahu
‘Anhuma: “Maka hanya kuutarakan sebagaimana ucapan seorang hamba yang
shalih (Nabi Isa): ‘Aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada
di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku, Engkau-lah yang mengawasi
mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu. Jika Engkau
menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika
Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.’” (QS. Al-Maidah [6]: 117-118 dan HR. Al-Bukhari no. 6526)
وَلَهُمَا: عَنْهُ مَرْفُوعًا:
«مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ
أَوْ يُنَصِّرَانِهِ، أَوْ يُمَجِّسَانِهِ، كَمَا تُنْتَجُ البَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ،
هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ؟ [حَتَّى تَكُونُوا أَنْتُمْ تَجْدَعُونَهَا؟]»،
ثُمَّ يَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ: ﴿فِطْرَةَ اللَّهِ الَّتِي
فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا﴾ [الروم: 30] الآيَةَ، مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dalam Shahihain: darinya pula secara marfu
(bersambung hingga ke Nabi): “Tidak ada seorang anak pun yang terlahir
kecuali dia dilahirkan dalam keadaan fithrah. Kemudian kedua orang tuanyalah
yang akan menjadikan anak itu menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi sebagaimana
binatang ternak yang melahirkan binatang ternak dengan sempurna. Apakah kalian
melihat ada cacat padanya? [Hingga kalian sendiri yang membuatnya cacat?].”
Kemudian Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu berkata (mengutip firman Allah
Ar-Ruum: 30 yang artinya): “Sebagai fitrah Allah yang telah menciptakan
manusia menurut fitrah itu.” (HR. Al-Bukhari no. 1358 dan Muslim no. 2658)
وَعَنْ حُذَيْفَةَ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ قَالَ: كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنِ الخَيْرِ، وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي،
فَقُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ! إِنَّا كُنَّا فِي جَاهِلِيَّةٍ وَشَرٍّ، فَجَاءَنَا
اللَّهُ بِهَذَا الخَيْرِ، فَهَلْ بَعْدَ هَذَا الخَيْرِ مِنْ شَرٍّ؟ قَالَ: «نَعَمْ»
قُلْتُ: وَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الشَّرِّ مِنْ خَيْرٍ؟ قَالَ: «نَعَمْ، وَفِيهِ دَخَنٌ»
قُلْتُ: وَمَا دَخَنُهُ؟ قَالَ: «قَوْمٌ يَهْدُونَ بِغَيْرِ هَدْيِي، تَعْرِفُ مِنْهُمْ
وَتُنْكِرُ» قُلْتُ: فَهَلْ بَعْدَ ذَلِكَ الخَيْرِ مِنْ شَرٍّ؟ قَالَ: «نَعَمْ،
دُعَاةٌ إِلَى أَبْوَابِ جَهَنَّمَ، مَنْ أَجَابَهُمْ إِلَيْهَا قَذَفُوهُ فِيهَا»
قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ! صِفْهُمْ لَنَا؟ فَقَالَ: «هُمْ مِنْ جِلْدَتِنَا،
وَيَتَكَلَّمُونَ بِأَلْسِنَتِنَا» قُلْتُ: فَمَا تَأْمُرُنِي إِنْ أَدْرَكَنِي
ذَلِكَ؟ قَالَ: «تَلْزَمُ جَمَاعَةَ المُسْلِمِينَ وَإِمَامَهُمْ»، قُلْتُ:
فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُمْ جَمَاعَةٌ وَلاَ إِمَامٌ؟ قَالَ «فَاعْتَزِلْ تِلْكَ
الفِرَقَ كُلَّهَا، وَلَوْ أَنْ تَعَضَّ بِأَصْلِ شَجَرَةٍ، حَتَّى يُدْرِكَكَ المَوْتُ
وَأَنْتَ عَلَى ذَلِكَ» أَخْرَجَاهُ
Hudaifah bin Al-Yaman berkata: orang-orang bertanya kepada Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang perkara-perkara kebaikan (fadhilah
amal) sedangkan aku bertanya kepada beliau tentang keburukan (fitnah) karena
aku takut akan menimpaku. Aku bertanya: “Wahai Rasulullah, dahulu kami berada
pada masa Jahiliyyah dan keburukan lalu Allah mendatangkan kebaikan (Islam) ini
kepada kami, apakah setelah kebaikan ini akan datang keburukan?” Beliau
menjawab: “Ya.” Aku bertanya lagi: “Apakah setelah keburukan itu akan
datang lagi kebaikan?” Beliau menjawab: “Ya, akan tetapi di dalamnya ada dukhon
(asap, yakni kebenaran bercampur keburukan).” Aku bertanya lagi: “Apa dukhonnya?”
Beliau menjawab: “Yaitu suatu kaum yang memimpin tanpa mengikuti petunjukku,
kamu mengenalnya tapi sekaligus kamu ingkari.” Aku kembali bertanya: “Apakah
setelah kebaikan (yang ada dukhon itu) akan muncul lagi keburukan?”
Beliau menjawab: “Ya, yaitu para penyeru yang mengajak ke pintu Jahannam.
Siapa yang memenuhi seruan mereka maka akan dilemparkan kedalamnya.” Aku
kembali bertanya: “Wahai Rasulullah, berikan sifat-sifat (ciri-ciri) mereka
kepada kami?” Beliau menjelaskan: “Mereka itu berasal dari kulit-kulit
kalian (Muslim) dan berbicara dengan bahasa kalian (ahli agama).” Aku bertanya:
“Apa yang engkau perintahkan kepadaku bila aku menemui (zaman) keburukan itu?”
Beliau menjawab: “Kamu tetap berpegang (bergabung) kepada Jama’ah kaum
Muslimin dan pemimpin mereka.” Aku kembali berkata: “Jika saat itu tidak
ada Jama’atul Muslimin dan juga tidak ada pemimpin (Islam)?” Beliau menjawab: “Kamu
tinggalkan seluruh firqah (kelompok/golongan/partai/organisasi) sekalipun kamu
harus memakan akar pohon hingga maut menjemputmu dan kamu tetap berada di dalam
keadaan itu (berpegang kepada kebenaran).” (HR. Al-Bukhari no. 3606 dan
Muslim no. 1847)
وَزَادَ أَبُو دَاوُدَ: قُلْتُ:
ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: «ثُمَّ يَخْرُجُ الدَّجَّالُ مَعَهُ نَهْرٌ وَنَارٌ، فَمَنْ
وَقَعَ فِي نَارِهِ؛ وَجَبَ أَجْرُهُ، وَحُطَّ وِزْرُهُ، وَمَنْ وَقَعَ فِي نَهْرِهِ؛
وَجَبَ وِزْرُهُ، وَحُطَّ أَجْرُهُ»، قَالَ: قُلْتُ: ثُمَّ مَاذَا؟ قَالَ: «ثُمَّ
هِيَ قِيَامُ السَّاعَةِ»
Abu Dawud menambahkan: lalu aku bertanya: “Kemudian akan
terjadi apa lagi?” Beliau menjawab: “Akan muncul Dajjal dengan membawa
sungai dan api. Siapa yang jatuh ke dalam apinya, maka ia akan mendapatkan
pahala dan akan dihapus dosanya. Dan siapa yang jatuh ke dalam sungainya, maka
ia akan mendapat dosa dan digugurkan pahalanya.” Aku bertanya lagi, “Lalu terjadi
apa lagi?” Beliau menjawab: “Kemudian terjadilah Kiamat.” (HR. Abu Dawud
no. 4244)
وَقَالَ أَبُو العَالِيَةِ: «تَعَلَّمُوا
الإِسْلَامَ، فَإِذَا عَلِمْتُمُوهُ فَلَا تَرْغَبُوا عَنْهُ، وَعَلَيْكُمْ بِالصِّرَاطِ
المُسْتَقِيمِ، فَإِنَّهُ الإِسْلَامُ، وَلَا تُحَرِّفُوا الصِّرَاطَ يَمِينًا وَشِمَالًا،
وَعَلَيْكُمْ بِسُنَّةِ نَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَإِيَّاكُمْ
وَهَذِهِ الأَهْوَاءَ» انْتَهَى
Abul Aliyah berkata: “Pelajari Islam, dan jika jika kalian
sudah mengerti maka jangan dibenci, dan tetaplah kalian di jalan yang lurus,
karena itulah Islam sebenarnya. Kalian jangan menyimpang dari jalan itu ke
kanan atau ke kiri. Tetaplah berpegang Sunnah Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam. Waspadahal terhadap hawa nafsu.” (HR. Abu Nu’aim 2/218 dalam Al-Hilyah)
تَأَمَّلْ كَلَامَ أَبِي العَالِيَةِ
رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَى هَذَا، مَا أَجَلَّهُ وَأَعْرَفَ زَمَانَهُ الَّذِي يُحَذِّرُ
فِيهِ مِنَ الأَهْوَاءِ الَّتِي مَنِ اتَّبَعَهَا؛ فَقَدْ رَغِبَ عَنِ الإِسْلَامِ،
وَتَفْسِيرُ الإِسْلَامِ بِالسُّنَّةِ، وَخَوْفَهُ عَلَى أَعْلَامِ التَّابِعِينَ وَعُلَمَائِهِمْ
مِنَ الخُرُوجِ عَنِ السُّنَّةِ وَالكِتَابِ؛ يَتَبَيَّنُ لَكَ مَعْنَى قَوْلِهِ تَعَالَى:
﴿إِذْ قَالَ لَهُ رَبُّهُ أَسْلِمْ﴾ [البقرة: 131]، وَقَوْلِهِ: ﴿وَوَصَّى
بِهَا إِبْرَاهِيمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَابَنِيَّ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَى لَكُمُ
الدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ﴾ [البقرة: 132]، وَقَوْلِهِ
تَعَالَى: ﴿وَمَنْ يَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ إِبْرَاهِيمَ إِلَّا مَنْ سَفِهَ نَفْسَهُ﴾
[البقرة: 130]. وَأَشْبَاهِ هَذِهِ الأُصُولِ الكِبَارِ الَّتِي هِيَ أَصْلُ الأُصُولِ،
وَالنَّاسُ عَنْهَا فِي غَفْلَةٍ.
Renungkanlah ucapan Abu Aliyah ini. Betapa agungnya
ucapannya itu, dan betapa cerdasnya ia mengetahui zamannya yang kita
diperingatkan darinya bahwa mengikuti hawa nafsu akan menjadikannya membenci
Islam. Juga perhatikan tafsir Islam dengan Sunnah. Juga perhatikan
kekhawatirannya atas pembesar Tabiin dan ulama mereka bahwa mereka bisa keluar
dari Kitab dan Sunnah. Jika kamu memperhatikan ini maka akan jelas makna firman
Allah: “Ingatlah ketika Rabb berkata kepada Ibrahim: pasrahlah kamu!”
(QS. Al-Baqarah [2]: 131), dan firmanNya: “Dan Ibrahim telah mewasiatkan
ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Yakub. (Ibrahim berkata): ‘Hai
anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah
kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam.’” (QS. Al-Baqarah [2]: 132)
dan firmanNya: “Dan tidak ada yang benci kepada agama Ibrahim, melainkan
orang yang memperbodoh dirinya sendiri, dan sungguh Kami telah memilihnya di
dunia dan sesungguhnya dia di Akhirat benar-benar termasuk orang-orang yang shalih.”
(QS. Al-Baqarah [2]: 130), dan ayat-ayat lainnya yang serupa yang merupakan
pokok agama, yang dilalaikan oleh manusia.
وَبِمَعْرِفَتِهَا يَتَبَيَّنُ
مَعْنَى الأَحَادِيثِ فِي هَذَا البَابِ وَأَمْثَالِهَا، وَأَمَّا الإِنْسَانُ الَّذِي
يَقْرَأُهَا وَأَشْبَاهَهَا وَهُوَ آمِنٌ مُطْمَئِنٌّ؛ أَنَّهَا لَا تَنَالُهُ، وَيَظُنُّهَا
فِي قَوْمٍ كَانُوا، فَبَادُوا، ﴿مَكْرَ اللَّهِ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللَّهِ
إِلَّا القَوْمُ الخَاسِرُونَ﴾ [الأعراف: 99]
Dengan memahami ini maka akan jelas pula makna hadits-hadits
dalam bab ini dan yang setema. Adapun orang yang sekedar membacanya dan ia
merasa aman dan tentram, maka ia tidak akan meraihnya. Ia menyangka termasuk
suatu kaum, ternyata nampaknya mereka merasa aman dari makar Allah: “Tidak
ada yang merasa aman dari makar Allah kecuali orang-orang yang merugi.”
(QS. Al-A’rof [7]: 99)
عَنِ ابْنِ مَسْعُودٍ رَضِيَ اللَّهُ
عَنْهُ، قَالَ: خَطَّ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ خَطًّا،
ثُمَّ قَالَ: «هَذَا سَبِيلُ اللَّهِ»، ثُمَّ خَطَّ خُطُوطًا عَنْ يَمِينِهِ
وَعَنْ شِمَالِهِ، ثُمَّ قَالَ: «هَذِهِ سُبُلٌ، عَلَى كُلِّ سَبِيلٍ مِنْهَا شَيْطَانٌ
يَدْعُو إِلَيْهِ»، ثُمَّ قَرَأَ: ﴿وَأَنَّ هَذَا صِرَاطِي مُسْتَقِيمًا فَاتَّبِعُوهُ
وَلَا تَتَّبِعُوا السُّبُلَ، فَتَفَرَّقَ بِكُمْ عَنْ سَبِيلِهِ﴾ [الأنعام:153]،
رَوَاهُ أَحْمَدُ وَالنَّسَائِيُّ
Abdullah bin Mas’ud ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam membuatkan kami satu garis kemudian beliau bersabda: “Ini
adalah jalan Allah.” Kemudian beliau menggaris beberapa garis dari sebelah
kanan dan sebelah kirinya, lalu beliau bersabda: “Ini adalah jalan-jalan
yang bermacam-macam, pada setiap jalan ada setan yang mengajak kepadanya.”
Kemudian beliau membaca ayat: “Ini adalah jalanKu yang lurus, maka ikutilah jalan
itu, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan
itu mencerai beraikan kamu dari jalannya.” (HR. Ahmad no. 4142 dan An-Nasai
no. 1109 dalam Al-Kubro)
بَابُ مَا جَاءَ فِي غُرْبَةِ الإِسْلاَمِ وَفَضْلِ الغُرَبَاءِ
BAB: TENTANG KETERASINGAN ISLAM DAN
KEUTAMAAN ORANG-ORANG YANG TERASING
وَقَوْلُ اللَّهِ تَعَالَى: ﴿فَلَوْلَا
كَانَ مِنَ القُرُونِ مِنْ قَبْلِكُمْ أُولُو بَقِيَّةٍ يَنْهَوْنَ عَنِ الفَسَادِ
فِي الأَرْضِ إِلَّا قَلِيلًا مِمَّنْ أَنْجَيْنَا مِنْهُمْ﴾ [هود: 116]
Dan firman Allah Ta’ala: “Maka mengapa tidak ada
dari umat-umat yang sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan yang
melarang dari (mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali sebahagian kecil di
antara orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka, dan orang-orang
yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan
mereka adalah orang-orang yang berdosa.” (QS. Hud [11]: 116)
وَعَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُ مَرْفُوعًا: «بَدَأَ الإِسْلَامُ غَرِيبًا، وَسَيَعُودُ كَمَا بَدَأَ
غَرِيبًا، فَطُوبَى لِلْغُرَبَاءِ» رَوَاهُ مُسْلِمٌ
Dari Abu Hurairah dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam bersabda: “Islam muncul dalam keadaan asing, dan ia akan
kembali menjadi asing sebagaimana awal kemunculannya, maka beruntunglah
orang-orang yang terasing.” (HR. Muslim no. 145)
وَرَوَاهُ أَحْمَدُ مِنْ حَدِيثِ
ابْنِ مَسْعُودٍ، وَفِيهِ: وَمَنِ الغُرَبَاءُ؟ قَالَ: «النُّـزَّاعُ مِنَ القَبَائِل»
Dan diriwayatkan Ahmad dari hadits Ibnu Mas’ud dengan
tambahan: “Siapakah orang-orang terasing itu?” Beliau menjawab: “Yaitu
orang-orang yang terusir dari kabilahnya.” (HR. Ahmad no. 3784)
وَفِي رِوَايَةٍ: «الغُرَبَاءُ
الَّذِينَ يَصْلُحُونَ إِذَا فَسَدَ النَّاسُ»
Dalam sebuah riwayat: “Orang-orang terasing adalah
orang-orang yang masih baik saat manusia rusak.” (HR. Ibnu Ahmad no. 16690
dalam Zawaid Musnad)
وَرَوَاهُ أَحْمَدُ: مِنْ
طَرِيقِ سَعْدِ بْنِ أَبِي وَقَّاصٍ، وَفِيهِ: «فَطُوبَى يَوْمَئِذٍ لِلغُرَبَاءِ
إِذَا فَسَدَ النَّاسُ»
Dan Ahmad meriwayatkannya pula dari jalur Sa’ad bin Abi
Waqosh dengan tambahan: “Beruntung orang-orang yang terasing pada hari itu,
tatkala manusia rusak.” (HR. Ahmad no. 1604)
وَلِلْتِرْمِذِيِّ: مِنْ حَدِيثِ
كَثِيرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ جَدِّهِ: «طُوبَى لِلْغُرَبَاء
الَّذِينَ يُصْلِحُونَ مَا أَفْسَدَ النَّاسُ مِنْ سُنَّتِي» .
Dalam riwayat At-Tirmidzi dari hadits Katsir bin Abdullah
dari ayahnya, dari kakeknya: “Beruntung orang-orang yang terasing, yaitu
orang-orang yang mengadakan perbaikan terhadap sunnah yang dirusak manusia.”
(HR. At-Tirmidzi no. 2630)
وَعَنْ أَبِي أُمَيَّةَ الشَّعْبَانِيِّ،
قَالَ: سَأَلْتُ أَبَا ثَعْلَبَةَ الخُشَنِيَّ، فَقُلْتُ: يَا أَبَا ثَعْلَبَةَ، كَيْفَ
تَقُولُ فِي هَذِهِ الآيَةِ: ﴿عَلَيْكُمْ أَنْفُسَكُمْ﴾ [المائدة: 105]؟ قَالَ:
أَمَا وَاللَّهِ لَقَدْ سَأَلْتَ عَنْهَا خَبِيرًا، سَأَلْتُ عَنْهَا رَسُولَ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَقَالَ: «بَلِ ائْتَمِرُوا بِالمَعْرُوفِ،
وَتَنَاهَوْا عَنِ المُنْكَرِ، حَتَّى إِذَا رَأَيْتَ شُحًّا مُطَاعًا، وَهَوًى مُتَّبَعًا،
وَدُنْيَا مُؤْثَرَةً، وَإِعْجَابَ كُلِّ ذِي رَأْيٍ بِرَأْيِهِ، فَعَلَيْكَ بِنَفْسِكَ،
وَدَعْ عَنْكَ العَوَامَّ، فَإِنَّ مِنْ وَرَائِكُمْ أَيَّامَ الصَّبْرِ، الصَّبْرُ
فِيهِ مِثْلُ قَبْضٍ عَلَى الجَمْرِ، لِلْعَامِلِ فِيهِمْ مِثْلُ أَجْرِ خَمْسِينَ
رَجُلًا يَعْمَلُونَ مِثْلَ عَمَلِهِ»، قَالَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَجْرُ خَمْسِينَ
مِنْهُمْ؟ قَالَ: «أَجْرُ خَمْسِينَ مِنْكُمْ» رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ وَالتِّرْمِذِيُّ
Dari Abu Umayyah Asy-Sya’bani, ia berkata: aku pernah
bertanya kepada Abu Tsa’labah Al-Khusyani, aku katakan kepadanya: “Wahai Abu
Tsa’labah, apa pendapatmu tentang ayat ini: ‘...jagalah dirimu...’ (QS.
Al-Maidah [6]: 105)?” Ia menjawab: “Demi Allah, engkau telah menanyakan hal itu
kepada orang yang tepat. Aku pernah menanyakan hal itu kepada Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam, lalu beliau menjawab: “Bahkan perintahkanlah kepada
perkara yang ma’ruf dan cegahlah dari perkara yang munkar, hingga ketika engkau
melihat sifat kikir mulai ditaati, hawa nafsu diikuti, dunia lebih diutamakan
(dari urusan agama), dan setiap orang bangga dengan pendapatnya sendiri, maka
hendaklah engkau jaga dirimu sendiri, dan jauhilah orang-orang awam (bodoh).
Sebab di depan kalian ada hari-hari (yang kalian wajib) bersabar. Sabar pada
saat itu seperti seseorang yang memegang bara api, dan orang yang beramal pada
saat itu pahalanya sebanding dengan lima puluh kali amalan orang yang beramal
seperti amalnya.” Abu Tsa’labah bertanya, “Wahai Rasulullah, seperti pahala
lima puluh orang dari mereka?” Beliau menjawab: “(Bahkan) seperti pahala
lima puluh orang dari kalian.” (HR. Abu Dawud no. 4341 dan At-Tirmidzi no.
3058)
وَرَوَى ابْنُ وَضَّاحٍ مَعْنَاهُ:
مِنْ حَدِيثِ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، وَلَفْظُهُ: «إِنَّ مِنْ بَعْدِكُمْ
أَيَّامًا الصَّابِرُ فِيهَا المُتَمَسِّكُ بِمِثْلِ مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ اليَوْمَ؛
لَهُ أَجْرُ خَمْسِينَ مِنْكُمْ» قِيلَ: يَا رَسُولَ اللَّهِ! مِنْهُمْ؟ قَالَ:
«بَلْ مِنْكُمْ»
Ibnu Wadhah meriwayatkan dari hadits Ibnu Umar dengan
lafazh: “Sesungguhnya setelah kalian nanti ada hari-hari kesabaran, di mana
orang yang berpegang teguh pada agamanya seperti yang kalian lakukan, pahalanya
senilai 50 kali lipat dari kalian.” Ditanyakan: “Wahai Rasulullah, dari
mereka?” Jawab beliau: “Bahkan dari kalian.” (HR. Ibnu Wadhah no. 189
dalam Al-Bida’)
ثُمَّ قَالَ: أَنْبَأَنَا مُحَمَّدُ
بْنُ سَعِيدٍ، قَالَ: أَنْبَأَنَا أَسَدُ بْنُ مُوسَى، قَالَ: أَنْبَأَنَا سُفْيَانُ
بْنُ عُيَيْنَةَ، عَنْ أَسْلَمَ البَصْرِيِّ، عَنْ سَعِيدٍ أَخِي الحَسَنِ يَرْفَعُهُ،
قُلْتُ لِسُفْيَانَ: عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؟ قَالَ: نَعَمْ.
قَالَ: «إِنَّكُمُ اليَوْمَ عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ، تَأْمُرُونَ بِالمَعْرُوفِ،
وَتَنْهَوْنَ عَنِ المُنْكَرِ، وَتُجَاهِدُونَ فِي اللَّهِ، وَلَمْ تَظْهَرْ فِيكُمُ
السَّكْرَتَانِ: سَكْرَةُ الجَهْلِ، وَسَكْرَةُ حُبِّ العَيْشِ، وَسَتُحَوَّلُونَ عَنْ
ذَلِكَ، فَلَا تَأْمُرُونَ بِالمَعْرُوفِ، وَلَا تَنْهَوْنَ عَنِ المُنْكَرِ، وَلَا
تُجَاهِدُونَ فِي اللَّهِ، وَتَظْهَرُ فِيكُمُ السَّكْرَتَانِ، فَالمُتَمَسِّكُ يَوْمَئِذٍ
بِالكِتَابِ وَالسُّنَّةِ لَهُ أَجْرُ خَمْسِينَ» قِيلَ: مِنْهُمْ؟ قَالَ: «لَا،
بَلْ مِنْكُمْ»
Kemudian ia berkata: Muhammad bin Said menceritakan kepada
kami: Sufyan bin Uyainah menceritakan kepadaku, dari Aslam Al-Bashri, dari Said
saudara Hasan dan ia memarfukan: aku bertanya kepada Sufyan apakah
hadits ini dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam? Ia menjawab: benar.
Beliau bersabda: “Kalian hari ini berada di atas bimbingan dari Rab kalian,
kalian beramar makruf dan nahi munkar, dan kalian berjihad di jalan Allah, dan
tidak muncul di tengah kalian dua mabok: kebodohan dan cinta dunia. Kelak
kalian akan berubah, di mana kalian tidak lagi amar makruf nahi munkar, tidak
berjihad di jalan Allah, dan muncul di tengah kalian dua mabok. Orang yang
berpegang teguh pada agamanya pada saat itu berpahala 50 kali lipat.”
Beliau ditanya: “Dari mereka?” Jawab beliau: “Lima puluh dari kalian.”
(HR. Ibnu Wadhah no. 190 dalam Al-Bida’)
وَلَهُ بِإِسْنَادٍ: عَنِ المَعَافِرِيِّ،
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «طُوبَى لِلْغُرَبَاءِ،
الَّذِينَ يُمْسِكُونَ بِكِتَابِ اللَّهِ حِينَ يُتْرَكُ، وَيَعمَلُونَ بِالسُّنَّةِ
حِينَ تُطْفَأُ»
Dalam sanad lain, dari Al-Mu’arifi ia berkata: Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Beruntung orang-orang yang terasing, yaitu
orang-orang yang berpegang teguh dengan Kitabullah ketika ditinggalkan, dan
beramal dengan Sunnah ketika dimatikan.” (HR. Ibnu Wadhah no. 169 dalam Al-Bida’)
بَابُ التَّحْذِيرِ مِنَ البِدَعِ
BAB: PERINGATAN DARI BID’AH
عَنِ العِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ،
قَالَ: صَلَّى بِنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ذَاتَ يَوْمٍ،
ثُمَّ أَقْبَلَ عَلَيْنَا فَوَعَظَنَا مَوْعِظَةً بَلِيغَةً ذَرَفَتْ مِنْهَا العُيُونُ
وَوَجِلَتْ مِنْهَا القُلُوبُ، فَقَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُولَ اللَّهِ كَأَنَّ هَذِهِ
مَوْعِظَةُ مُوَدِّعٍ، فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْنَا؟ فَقَالَ «أُوصِيكُمْ بِتَقْوَى
اللَّهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ، وَإِنْ عَبْدًا حَبَشِيًّا، فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ
مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا، فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ
الخُلَفَاءِ المَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ، تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا عَلَيْهَا
بِالنَّوَاجِذِ، وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ، فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ،
وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ» وَقَالَ التِّرْمِذِيُّ: «هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ»
Dari Irbadh bin Sariyah, ia berkata: suatu ketika Rasulullah
Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam shalat bersama kami, beliau lantas
menghadap ke arah kami dan memberikan sebuah nasihat yang sangat menyentuh yang
membuat mata menangis dan hati bergetar. Lalu seseorang berkata, “Wahai Rasulullah,
seakan-akan ini adalah nasihat untuk perpisahan! Lalu apa yang engkau wasiatkan
kepada kami?” Beliau mengatakan: “Aku wasiatkan kepada kalian untuk bertakwa
kepada Allah, senantiasa taat dan mendengar meskipun yang memerintah adalah
seorang budak Etiopia yang hitam. Sesungguhnya orang-orang yang hidup setelahku
akan melihat perselisihan yang banyak. Maka, hendaklah kalian berpegang dengan Sunnahku,
Sunnah Khulafa Rasyidin. Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah dengan gigi
geraham. Jauhilah oleh kalian perkara-perkara baru (dalam urusan agama), sebab
setiap perkara yang baru adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat.”
(HR. Abu Dawud no. 4607)
وَعَنْ حُذَيفَةَ، قَالَ: «كُلُّ
عِبَادَةٍ لَا يَتَعَبَّدَهَا أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ فَلَا تَتَعَبَّدُوهَا، فَإِنَّ
الأَوَّلَ لَمْ يَدَعْ لِلآخَرِ مَقَالًا، فَاتَّقُوْا اللَّهَ يَا مَعْشَرَ القُرَّاءَ!
وَخُذُوا طَرِيقَ مَنْ كَانَ قَبْلَكُم» رَوَاهُ أَبُو دَاوُدَ
Dan Hudzaifah, ia berkata: “Setiap ibadah yang tidak pernah
dilakukan oleh Sahabat Muhammad maka jangan kamu lakukan. Sebab generasi
Sahabat tidak membolehkan berpendapat dari generasi berikutnya. Bertaqwalah
kepada Allah wahai para ulama! Tempuhlah jangan orang-orang sebelum kalian
(Sahabat).” (HR. Abu Dawud)
وَقَالَ الدَّارِمِيُّ: أَخْبَرَنَا
الحَكَمُ بْنُ المُبَارَكِ، أَنبَأَنَا عَمْرُو بْنُ يَحْيَى، قَالَ: سَمِعْتُ أَبِي،
يُحَدِّثُ، عَنْ أَبِيهِ قَالَ: كُنَّا نَجْلِسُ عَلَى بَابِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ
رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، قَبْلَ صَلَاةِ الغَدَاةِ، فَإِذَا خَرَجَ؛ مَشَيْنَا مَعَهُ
إِلَى المَسْجِدِ، فَجَاءَنَا أَبُو مُوسَى الأَشْعَرِيُّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ، فَقَالَ:
أَخَرَجَ إِلَيْكُمْ أَبُو عَبْدِ الرَّحْمَنِ؟ قُلْنَا: لَا، بَعْدُ. فَجَلَسَ مَعَنَا
حَتَّى خَرَجَ، فَلَمَّا خَرَجَ؛ قُمْنَا إِلَيْهِ جَمِيعًا، فَقَالَ لَهُ أَبُو مُوسَى:
يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ! إِنِّي رَأَيْتُ فِي المَسْجِدِ آنِفًا أَمْرًا أَنْكَرْتُهُ
وَلَمْ أَرَ - وَالحَمْدُ لِلَّهِ - إِلَّا خَيْرًا، قَالَ: فَمَا هُوَ؟ فَقَالَ: إِنْ
عِشْتَ فَسَتَرَاهُ. قَالَ: رَأَيْتُ فِي المَسْجِدِ قَوْمًا حِلَقًا جُلُوسًا يَنْتَظِرُونَ
الصَّلَاةَ، فِي كُلِّ حَلْقَةٍ رَجُلٌ، وَفِي أَيْدِيهِمْ حصًا، فَيَقُولُ: كَبِّرُوا
مِائَةً، فَيُكَبِّرُونَ مِائَةً، فَيَقُولُ: هَلِّلُوا مِائَةً، فَيُهَلِّلُونَ مِائَةً،
وَيَقُولُ: سَبِّحُوا مِائَةً، فَيُسَبِّحُونَ مِائَةً، قَالَ: «فَمَاذَا قُلْتَ لَهُمْ؟»
قَالَ: مَا قُلْتُ لَهُمْ شَيْئًا انْتِظَارَ رَأْيِكَ أَوِ انْتظارَ أَمْرِكَ. قَالَ:
«أَفَلَا أَمَرْتَهُمْ أَنْ يَعُدُّوا سَيِّئَاتِهِمْ، وَضَمِنْتَ لَهُمْ أَنْ لَا
يَضِيعَ مِنْ حَسَنَاتِهِمْ»، ثُمَّ مَضَى وَمَضَيْنَا مَعَهُ حَتَّى أَتَى حَلْقَةً
مِنْ تِلْكَ الحِلَقِ، فَوَقَفَ عَلَيْهِمْ، فَقَالَ: «مَا هَذَا الَّذِي أَرَاكُمْ
تَصْنَعُونَ؟» قَالُوا: يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ! حصًا نَعُدُّ بِهِ التَّكْبِيرَ
وَالتَّهْلِيلَ وَالتَّسْبِيحَ. قَالَ: «فَعُدُّوا سَيِّئَاتِكُمْ! فَأَنَا ضَامِنٌ
أَنْ لَا يَضِيعَ مِنْ حَسَنَاتِكُمْ شَيْءٌ، وَيْحَكُمْ يَا أُمَّةَ مُحَمَّدٍ! مَا
أَسْرَعَ هَلَكَتَكُمْ، هَؤُلَاءِ صَحَابَةُ نَبِيِّكُمْ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
مُتَوَافِرُونَ، وَهَذِهِ ثِيَابُهُ لَمْ تَبْلَ، وَآنِيَتُهُ لَمْ تُكْسَرْ، وَالَّذِي
نَفْسِي بِيَدِهِ، إِنَّكُمْ لَعَلَى مِلَّةٍ هِيَ أَهْدَى مِنْ مِلَّةِ مُحَمَّدٍ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَوْ مُفْتَتِحُو بَابِ ضَلَالَةٍ». قَالُوا: وَاللَّهِ
يَا أَبَا عَبْدِ الرَّحْمَنِ! مَا أَرَدْنَا إِلَّا الخَيْرَ. قَالَ: «وَكَمْ مِنْ
مُرِيدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيبَهُ، إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ حَدَّثَنَا: أَنَّ قَوْمًا يَقْرَءُونَ القُرْآنَ لَا يُجَاوِزُ تَرَاقِيَهُمْ،
وَايْمُ اللَّهِ مَا أَدْرِي لَعَلَّ أَكْثَرَهُمْ مِنْكُمْ، ثُمَّ تَوَلَّى عَنْهُمْ.
فَقَالَ عَمْرُو بْنُ سَلَمَةَ: رَأَيْنَا عَامَّةَ أُولَئِكَ الحِلَقِ يُطَاعِنُونَا
يَوْمَ النَّهْرَوَانِ مَعَ الخَوَارِج
Ad-Darimi meriwayatkan: telah mengabarkan kepada kami
Al-Hakam bin Al-Mubarak: telah memberitakan kepada kami ‘Amr bin Yahya, ia
berkata: aku mendengar ayahku menceritakan dari ayahnya, ia berkata: dahulu
kami pernah duduk di depan pintu Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘Anhu
sebelum shalat Shubuh, jika ia keluar maka kami berjalan bersamanya menuju
masjid. Kemudian Abu Musa Al-‘Asy’ari Radhiyallahu ‘Anhu datang menemui
kami dan bertanya: “Apakah Abu Abdirrahman telah keluar menemui kalian?” Kami menjawab:
“Belum.” Lalu beliau duduk bersama kami hingga (Abu Abdirrahman) datang.
Tatkala ia datang, kami semua berdiri dan menghampirinya. Abu Musa berkata
kepadanya: “Wahai Abu Abdirrahman! Baru saja di masjid aku melihat satu
kejadian baru yang tidak aku sukai. Setahuku, Alhamdulillah, sekali pun itu
diniati kebaikan.” Ia bertanya: “Apakah itu gerangan?” “Jika kamu masih hidup
kamu akan melihatnya,” kata Abu Musa melanjutkan: “Aku melihat di masjid,
sekelompok orang yang (duduk) melingkar sambil menunggu shalat, setiap lingkaran
ada seorang (pemandu)nya dan tangan-tangan mereka membawa kerikil, lalu si
(pemandu) berkata: ‘Ucapkanlah takbir seratus kali!’ Lalu mereka bertakbir
seratus kali. ‘Ucapkanlah tahlil seratus kali!’ Lalu mereka bertahlil seratus
kali. ‘Ucapkanlah tasbih seratus kali!’ Lalu mereka mengucapkan tasbih seratus
kali. Abu Abdirrahman bertanya: “Lantas apa yang telah kau katakan kepada
mereka?“ Abu Musa menjawab: “Aku belum berkata apa pun kepada mereka, karena
aku menunggu pendapatmu atau perintahmu.” Abu Abdirrahman berkata: “Tidak
sebaiknyakah kamu perintahkan saja mereka untuk menghitung dosa-dosa mereka,
serta kamu jamin bahwa kebaikan mereka tidak akan hilang?” Kemudian Abu Abdirrahman
beranjak dan kami pun beranjak bersamanya, hingga ia sampai di lokasi jamaah
dzikir yang diceritakannya. Ia berdiri di hadapan mereka, dan berkata: “Apa
yang sedang kalian lakukan?” Mereka menjawab: “Wahai Abu Abdirrahman! Ini
adalah batu-batu kerikil untuk menghitung takbir, tahlil, dan tasbih.” Ia
berkata: “Hendaklah kalian menghitung dosa-dosa kalian (saja), aku menjamin
amal kebaikan kalian tidak akan hilang. Celakalah kalian umat Muhammad Shallallahu
“Alaihi wa Sallam, alangkah cepatnya kalian tersesat, padahal para Sahabat
Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam masih banyak, dan baju Nabi belum
basah, juga periuknya belum pecah,[1]
demi Dzat yang jiwaku berada di TanganNya, apakah kalian merasa memiliki agama
yang lebih baik dari agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi
wa Sallam, ataukah kalian para pembuka pintu kesesatan?” Mereka menjawab: “Demi
Allah wahai Abu Abdirrahman! Kami tidak menginginkan kecuali kebaikan.” Abu Abdirrahman
menjawab: “Berapa banyak orang yang menginginkan kebaikan tetapi ia tidak mendapatkannya,
sesungguhnya Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam telah menceritakan
kepada kami bahwa ada satu kaum yang membaca Al-Qur`an namun tidak melampaui
tenggorokan mereka, demi Allah, aku tidak tahu siapa tahu mayoritas mereka
adalah dari kalian.” Abu Abdurrahman lantas berpaling dari mereka. Amr bin
Salamah berkata: “Kami melihat kebanyakan yang berada di kelompok jamaah dzikir
tersebut di hari selanjutnya memerangi kami pada hari (perang) Nahrawan bersama
orang-orang khawarij.” (HR. Ad-Darimi no. 210 dengan sanad shahih)
وَاللَّهُ المُسْتَعَانُ وَعَلَيهِ التُّكْلَانُ.
وَصَلَّى اللَّهُ وَسَلَّمَ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ.
Hanya kepada Allah meminta pertolongan dan hanya kepadaNya
bersadar. Semoga shalawat dan salam untuk Sayyidina Muhammad, keluarganya, dan
para Sahabatnya semua.
تَمَّتْ بِحَمْدِ اللَّهِ
Tamat. Alhamdulillah.
jazakallahukhoiron
BalasHapus