Donasi Pembangunan Jembatan

🌿 OPEN DONASI PEMBANGUNAN JEMBATAN PONDOK TAHFIDZ DARUL HIJRAH 🌿

Open Donasi Pembangunan Jembatan Menuju Pondok Tahfidz Darul Hijrah
BRI 7844-01-018208-53-4
an. Mushollah Darul Hijroh
Konfirmasi transfer wa:
www.wa.me/6283116572637 (Ustadz Abu Sarah Harahap)
www.wa.me/6285730219208 (Ustadz Nor Kandir)
Jazakumullahu Khoiron Katsiro 🌸

Cari Ebook

Mempersiapkan...

[PDF] Tarjamah Wasiat Salaf Untuk Pemuda - Edisi 2 - Prof. Dr. Abdurrozzaq bin Abdul Muhsin Al-Badr


 

Pembukaan

Segala puji milik Alloh Robb semesta alam. Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Alloh, tiada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan dan hambaNya. Semoga shalawat dan salam tercurah untuk beliau, keluarganya, dan seluruh Sahabatnya.

Amma ba’du:

Tidak tersembunyi bahwa masa muda adalah masa yang sangat penting dalam kehidupan seseorang, karena ia masa kekuatan dan semangat, mudah bergerak, kuat jasadnya, sehat panca indranya. Sebaliknya, ketika seseorang sudah mulai menua maka akan melemah panca indranya dan kekuatannya.

Untuk itu Islam memberi perhatikan kepada masa muda ini dengan perhatian yang besar. nash-nash datang menguatkan besarnya perkara masa muda ini. Sungguh Nabi memotifasi untuk segera memanfaatkannya dan memperingatkan dari menyia-nyiakannya.

Diriwayatkan dari Ibnu Abbas Rodhiyallahu ‘Anhuma, ia berkata: Rosulullah menasihati seseorang seraya bersabda:

«اغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ: شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ، وَصِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ، وَغِنَاءَكَ قَبْلَ فَقْرِكَ، وَفَرَاغَكَ قَبْلَ شُغْلِكَ، وَحَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ»

“Manfaatkanlah lima perkara sebelum datang lima perkata: masa mudamu sebelum masa tuamu, sehatmu sebelum sakitmu, kayamu sebelum miskinmu, waktu luangmu sebelum sibukmu, dan hidupmu sebelum matimu.”[1]

Masa muda sudah tercakup dalam sabda beliau, “Hidupmu sebelum matimu,” tetapi beliau menyebutkannya secara khusus di awal hadits yang menunjukkan besar dan pentingnya perkara tersebut. Maka sudah selayaknya masa muda diperhatikan dan tidak diabaikan.

Diriwayatkan dari Ibnu Mas’ud, dari Nabi , bersabda:

«لَا تَزُولُ قَدَمُ ابْنِ آدَمَ يَوْمَ القِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ: عَنْ عُمُرِهِ فِيمَ أَفْنَاهُ، وَعَنْ شَبَابِهِ فِيمَ أَبْلَاهُ، وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ، وَمَاذَا عَمِلَ فِيمَا عَلِمَ»

“Telapak kaki manusia tidak akan bergeser dari sisi Robb-nya hingga ditanya tentang lima perkata: tentang umurnya dihabiskan untuk apa, tentang masa mudanya digunakan untuk apa, tentang hartanya darimana ia dapatkan dan kemana ia belanjakan, dan apa yang sudah diamalkan dari ilmunya.”[2]

Dalam hadits ini Nabi mengabarkan bahwa seseorang akan ditanya pada hari Kiamat tentang hidupnya dengan dua pertanyaan:

1.    Tentang hidupnya secara umum, dari awal hingga meninggal, dan

2.    Tentang masa muda secara khusus.

Padahal seandainya ia hanya ditanya tentang hidupnya maka sudah mencakup masa muda, tetapi justri ia ditanya secara khusus tentang masa muda.

Oleh karena itu, selayaknya para pemuda memperhatikan pentingnya masa muda ini, dan selalu ingat bahwa Robb-nya kelak akan bertanya kepadanya pada hari Kiamat atas apa yang ia kerjakan di masa-masa itu, di samping pertanyaan amalnya di seluruh usianya yang juga mencakup masa muda. Sebab masa muda adalah masa kekuatan dan semangat, mudah bergerak, kuatnya otot, dan sempurnya panca indra.

Untuk itu, Nabi memotifasi para pemuda dalam hadits yang lalu untuk memanfaatkan masa muda dengan perhatian yang besar.

Nabi juga memberi wasiat kepada para ahli ilmu dan pendidik, penggiat dakwah dan pengajaran agar memperhatikan para pemuda. Mereka butuh perhatian, kasih sayang, kelembutan, cinta, dan mendorong mereka mencintai kebaikan, sehingga mereka tidak ditarik oleh para ahli kebatilan dan penyembah keharaman.

Untuk itu, para Sahabat bersemangat mewujudkan wasiat ini, sebagaimana Abu Said Al-Khudri Rodhiyallahu ‘Anhu apabila melihat seorang pemuda maka beliau berkata:

«مَرْحَبًا بِوَصِيَّةِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَوْصَانَا رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نُوَسِّعَ لَكُمْ فِي الْمَجْلِسِ، وَأَنْ نُفَهِّمَكُمُ الْحَدِيثَ فَإِنَّكُمْ خُلُوفُنَا، وَأَهْلُ الْحَدِيثِ بَعْدَنَا»

“Selamat datang dengan wasiat Rosulullah. Rosulullah mewasiatkan kami agar kami meluaskan majlis untukmu, memahamkan hadits kepadamu karena kamu adalah generasi penerus kami dan ahli hadits sepeninggal kami.”

Kadang Abu Said mencium keningnya seraya berkata:

«يَا ابْنَ أَخِي! إِذَا شَكَكْتَ فِي شَيْءٍ؛ فَسَلْنِي حَتَّى تَسْتَيْقِنَ، فَإِنَّكَ إِنْ تَنْصَرِفْ عَلَى الْيَقِينِ أَحَبُّ إِلَيَّ مِنْ أَنْ تَنْصَرِفَ عَلَى الشَّكِّ»

“Wahai putra saudaraku, jika kamu merasa ragu tentang sesuatu (dari perkara agama), tanyakanlah kepadaku hingga kamu benar-benar yakin. Kamu pulang di atas keyakinan lebih kusukai daripada pulang di atas keraguan.”[3]

Apabila Ibnu Mas’ud melihat para pemuda hendak menuntut ilmu, maka ia berkata:

«مَرْحَبًا بِيَنَابِيعِ الْحِكْمَةِ، وَمَصَابِيحِ الظُّلَمِ، خُلْقَانِ الثِّيَابِ، جُدُدِ الْقُلُوبِ، حُلُسِ الْبُيُوتِ رَيْحَانِ كُلِّ قَبِيلَةٍ»

“Selamat datang wahai mata air-mata air hikmah (kebijaksanaan), dan pelita-pelita kegelapan. Pakaian mereka usang, namun hati mereka baru. Penghuni rumah-rumah (yang selalu berdiam diri untuk beribadah), wewangian setiap kabilah (suku).”[4]

Wasiat para Salaf untuk para pemuda dan perhatian mereka atas masa muda begitu banyak, dan di dalam risalah ini (Wasiat Para Salaf Untuk Para Pemuda) kupilih sejumlah wasiat dari mereka disertai komentar sederhana di tiap wasiat.[5][]

Wasiat Ke-1: Manfaatkan Masa Mudamu!

Diriwayatkan dari Abul Ahwas bahwa Abu Ishaq yakni Amr As-Sabii berkata:

«يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ! اغْتَنِمُوا، قَلَّمَا تَمُرُّ بِي لَيْلَةٌ إِلَّا وَأَقَرَأُ فِيهَا أَلْفَ آيَةٍ، وَإِنِّي لَأَقْرَأُ الْبَقَرَةَ فِي رَكْعَةٍ، وَإِنِّي لَأَصُومُ أَشْهُرَ الْحُرُمِ، وَثَلَاثَةَ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ، وَالِاثْنَيْنِ وَالْخَمِيسَ، ثُمَّ تَلَا ﴿وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ [الضحى: 11]»

“Wahai para pemuda! Manfaatkan masa muda kalian, tidaklah berlalu sebuah malam padaku melainkan kubaca seribu ayat, dan aku benar-benar membaca surat Al-Baqoroh dalam satu rakaat, aku benar-benar berpuasa di bulan-bulan haram (Dzulqodah, Dzulhijjah, Muharrom, dan Rojab), tiga hari setiap bulan, serta hari Senin dan Kamis.” Kemudian ia membaca firman Alloh: “Adapun terhadap nikmat Robb-mu maka ceritakanlah.” (QS. Dhuha: 11)[6]

Makna ucapan: “kubaca seribu ayat” pendekatan bukan pembatasan. Yakni ia mengkatamkan Al-Quran tiap sepekan sekali, dan khataman Quran dalam sepekan adalah tradisi kebanyakan Salaf.

Diriwayatkan dari Amr bin Maimun bahwa ia bertemu salah satu temannya lalu ia berkata:

«لَقَدْ رَزَقَنِي اللَّهُ الْبَارِحَةَ مِنَ الصَّلَاةِ كَذَا وَرَزَقَ مِنَ الْخَيْرِ كَذَا»

“Sungguh tadi malam Alloh menganugrahiku Sholat sekian dan kebaika sekian.”[7]

Abu Abdillah Al-Hakim setelah membawakan dua atsar di atas, beliau berkata: “Semoga Alloh merahmati Amr bin Ubaidillah As-Sabii dan Amr bin Maimun Al-Audi yang telah menyemangati para pemuda dalam beribadah.”

Disebutkan dalam sebuah atas: “Mendidik itu dengan memberikan keteladan. Pemuda membutuhkan perkara ini sehingga menggiatkan dan memudahkan mereka mencontoh, tetapi seorang guru selayaknya memperhatikan niatnya agar tidak terjatuh ke riya yang membatalkan amalnya.”[]

Wasiat Ke-2: Perhatikan Siapa Gurumu!

Di antara wasiat Salaf kepada para pemuda adalah riwayat dari Hammad bin Zaid ia berkata: kami mengunjungi Anas bin Sirin saat sakit lalu ia berkata:

«اتَّقُوا اللَّهَ يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ! انْظُرُوا مِمَّنْ تَأْخُذُونَ هَذِهِ الْأَحَادِيثَ؛ فَإِنَّهَا مِنْ دِينِكُمْ»

“Bertakwalah kalian wahai para pemuda! Perhatikan kepada siapa kalian mengambil hadits, karena hadits tersebut adalah agama kalian.”[8]

Ini wasiat agung sekali, yaitu para pemuda yang sedang menuntut ilmu dan mencari hadits agar mencarinya kepada ahli ilmu yang mendalam ilmunya dan kokoh, yang memiliki pemahaman dan bashiroh, ditokohkan dalam ilmu, dan agar tidak mengambil dari sembarang orang. Ilmu itu diambil dari Ahli Sunnah yang mendalam ilmunya.

Diriwayatkan dari Ibnu Syaudzab, ia berkata:

«إِنَّ مِنْ نِعْمَةِ اللَّهِ عَلَى الشَّابِّ إِذَا تَنَسَّكَ أَنْ يُوَاخِيَ صَاحِبَ سُنَّةٍ؛ يَحْمِلُهُ عَلَيْهَا»

“Di antara nikmat Alloh atas seorang pemuda adalah apabila ia menyertai Ahlus Sunnah lalu diangkat di atas Sunnah tersebut.”

Dari Amr bin Qois Al-Malai, ia berkata:

«إِذَا رَأَيْتَ الشَّابَّ أَوَّلَ مَا يَنْشَأُ مَعَ أَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ؛ فَارْجُهُ، وَإِذَا رَأَيْتَهُ مَعَ أَهْلِ الْبِدَعِ؛ فَايْئَسْ مِنْهُ، فَإِنَّ الشَّابَّ عَلَى أَوَّلِ نُشُوئِهِ»

“Apabila engkau melihat seorang pemuda awal pertumbuhannya bersama Ahli Sunnah wal Jamaah maka berharaplah. Namun jika engkau melihatnya bersama ahli bid’ah maka pesimislah darinya, karena pemuda itu menjadi sesuai di awal pertumbuhannya.”

Amr bin Qois juga berkata:

«إِنَّ الشَّابَّ لَيَنْشَأُ، فَإِنْ آثَرَ أَنْ يُجَالِسَ أَهْلَ الْعِلْمِ كَادَ أَنْ يَسْلَمَ، وَإِنْ مَالَ إِلَى غَيْرِهِمْ كَادَ يَعْطَبُ»

“Saat pemuda tumbuh lalu ia lebih mementingkan majlis ahli ilmu maka ia selamat, dan jika ia menoleh ke selain mereka maka ia akan binasa.”[9][]

Wasiat Ke-3: Kebaikan Hanya di Masa Muda

Diriwayatkan dari Malik bin Dinar, ia berkata:

«إِنَّمَا الْخَيْرُ فِي الشَّبَابِ»

“Kebaikan hanya ada di masa muda.”[10]

Ini perhatian agung dari Malik bin Dinar akan pentingnya masa muda. Apabila pemuda memanfaatkan masa mudanya maka ia akan mendapatkan banyak kebaikan, dan apa yang ia dapatkan di masa muda menjadi kuat dan kokoh hingga menjelang wafatnya, yang bermanfaat bagi dirinya, umat, dan lainnya.

Namun, jika ia tidak menggunakannya maka ia akan kehilangan banyak kebaikan dan barokahnya.

Apabila terkumpul pada pemuda: kekuatan, waktu luang, dan harta maka hal ini justru akan membinasakannya, seperti yang diucapkan penyair:

إِنَّ الشَّبَابَ وَالفَرَاغَ وَالجَدَّة مُفْسِدَةٌ لِلْمَرْءِ أَيَّ مَفْسَدَة

“Sesungguhnya masa muda, waktu luang, dan kekuatan akan membinasakan seseorang dengan sebenar-benarnya.”

Apabila kekuatan, waktu luang, dan harta berkumpul dengan perkara yang keempat yaitu banyaknya fitnah, dekat dengannya, dan banyaknya pintu menujunya maka hal ini sebesar-besar penghancur yang datang ke masa muda, dan bisa menghilangkan dirinya dari banyak kebaikan dan barokahnya.

Untuk itu Malik bin Dinar berkata: “Kebaikan hanya ada di masa muda,” sebagai perhatiannya akan banyaknya barokah dan kebaikan di masa ini, yaitu apabila ia diberi taufik Alloh dan dibantu memanfaatkannya dalam kebaikan yang diridhoiNya.[]

Wasiat Ke-4: Carilah Ilmu!

Di antara wasiat Salaf kepada pemuda adalah riwayat Zaid bin Abi Zarqo ia berkata: Sufyan Ats-Tsauri keluar menemui kami saat kami di depan pintu lalu berkata:

«يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ! تَعَجَّلُوا بَرَكَةَ هَذَا الْعِلْمِ فَإِنَّكُمْ لَا تَدْرُونَ لَعَلَّكُمْ لَا تَبْلُغُونَ مَا تُؤَمِّلُونَ مِنْهُ، لِيُفِيدَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا»

“Wahai para pemuda! Bersegeralah kalian mencari barokah ilmu, karena kalian tidak tahu boleh jadi kalian tidak lagi mendapatkan apa yang kalian inginkan darinya. Hendaknya masing-masing kalian saling memberi faidah.”[11]

Ucapannya: “Bersegeralah kalian mencari barokah ilmu,” yakni manfaatkanlah waktu muda kalian untuk mendapatkan ilmu, karena jika ia sudah tua maka ia tidak lagi memiliki semangat, daya hafal, dan kekuatan seperti masa-masa muda ini, karena banyaknya urusan, pekerjaan, kesibukan, dan maslahat lainnya. Sementara pemuda tidak memiliki rintangan tersebut.

Juga dikarenakan masa muda berjalan begitu cepat, seperti yang diucapakan Imam Ahmad:

«مَا شَبَّهْتُ الشَّبَابَ إِلاَّ بِشَيْءٍ كَانَ فِي كُمِّي، فَسَقَطَ»

“Aku memperumpamakan masa muda dengan sesuatu yang kecil di lengan baju lalu terjatuh.”[12]

Ucapan: “karena kalian tidak tahu boleh jadi kalian tidak lagi mendapatkan apa yang kalian inginkan darinya,” maksudnya terkadang pemuda berkeinginan mendapatkan ilmu ini dan itu, hafal ini dan itu, dan membaca sekian kitab, dan impian-impian lain, tetapi ternyata ia tidak meraihnya. Namun, jika bersungguh-sungguh, meminta tolong kepada Alloh, bersemangat di masa mudanya, maka ia akan mendapatkan apa yang ia impikan dengan seizin Alloh. Alloh berfirman:

﴿وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ

“Siapa yang bersungguh-sungguh kepada Kami, maka Kami tunjukkan ia kepada jalan-jalan Kami. Sungguh Alloh bersama orang-orang yang berbuat baik.”[13]

Ucapan: “Hendaknya masing-masing kalian saling memberi faidah,” mengandung anjuran kepada para pemuda untuk memanfaatkan perjumpaan mereka dengan saling mengambil faidah dan murojaah ilmu.[]

Wasiat Ke-5: Fokuslah Mencari Akhiroh!

Di antara wasiat Salaf kepada para pemuda adalah riwayat Hasan Al-Bashri yang sering mengatakan:

«يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ! عَلَيْكُمْ بِالْآخِرَةِ فَاطْلُبُوهَا؛ فَكَثِيرًا رَأَيْنَا مَنْ طَلَبَ الْآخِرَةَ فَأَدْرَكَهَا مَعَ الدُّنْيَا، وَمَا رَأَيْنَا أَحَدًا طَلَبَ الدُّنْيَا فَأَدْرَكَ الْآخِرَةَ مَعَ الدُّنْيَا»

“Wahai para pemuda! Fokuslah mencari Akhirat. Kebanyakan yang kami lihat orang yang mencari Akhirat bisa meraihnya, sekaligus dunianya. Namun, kami tidak menjumpai ada yang mencari dunia lalu mendapatkan Akhirat berserta dunianya.”[14]

Ini perhatian besar Hasan Al-Bashri kepada para pemuda agar menjadikan cita-citanya hanya Akhirat, berusaha meraihnya, menyibukkan waktunya kepada apa yang mendekatkannya kepada Robb-nya. Jika ia berhasil melakukannya  maka Alloh akan memberikannya bagian di dunia.

Ucapan ini tidak dipahami bahwa seseorang perlu meninggalkan apa yang menopang hidupnya berupa rizki, tempat tinggal, dan pakaiannya, lalu menjadi orang miskin membebani orang lain. Yang benar tidak dilarang seorang Muslim bekerja dan meraih dunia hingga memiliki banyak harta, akan tetapi yang berbahaya adalah jika dunia menjadi cita-cita utamanya dan puncak pengetahuannya, seperti hadits Nabi dalam doanya:

«وَلَا تَجْعَلِ الدُّنْيَا أَكْبَرَ هَمِّنَا، وَلَا مَبْلَغَ عِلْمِنَا»

“Dan janganlah Engkau jadikan dunia sebagai cita-cita terbesar kami dan puncak pengetahuan kami.”[15]

«إِنَّكَ أَنْ تَذَرَ وَرَثَتَكَ أَغْنِيَاءَ، خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَذَرَهُمْ عَالَةً يَتَكَفَّفُونَ النَّاسَ»

“Sungguh kamu tinggalkan ahli warismu dalam keadaan kecukupan itu lebih baik daripada kamu tinggalkan dalam kondisi miskin sehingga meminta manusia.”[16]

Siapa yang menjadikan Akhirat sebagai cita utamanya maka Alloh mudahkan urusannya dan dunia mendatanginya dengan hina. Sebaliknya, siapa yang menjadikan dunia sebagai cita utamanya, maka Alloh cerai beraikan urusannya, dan menjadikan kemiskinan di pelupuk matanya, dan dunia tidak mendatanginya kecuali sebatas yang tertulis untunya.[]

Wasiat Ke-6: Masa Tua Sudah Dekat!

Di antara wasiat Salaf kepada para pemuda adalah riwayat Uqbah bin Abi Hakim, ia berkata: kami duduk di dekat Aun bin Abdillah lalu ia berkata:

«مَعْشَرَ الشَّبَابِ! قَدْ رَأَيْنَا الشَّبَابَ يَمُوتُونَ، فَمَا يُنْتَظَرُ بِالْحَصَادِ إِذَا بَلَغَ الْمِنْجَلُ» وَيَمَسُّ لِحْيَتَهُ

“Wahai para pemuda! Kami melihat masa muda (kami) sudah mati. Sebentar lagi ia akan dibabat, jika telah tiba minjal (alat pembabat tanaman).” Lalu ia memegang jenggotnya.[17]

Maksudnya adalah orang yang sudah mencapai usia ini maka akan segera mati, karena tanaman jika sudah tua akan segera dibabat, begitu pula siapa yang usianya sudah tua juga telah dekat ajalnya. Beliau mengingatkan mereka agar perhatian tidak tertipu dengan melihat orang yang panjang usianya. Kebanyakan manusia tertipu ketika melihat orang-orang yang panjang usianya bahwa dia menyangka akan panjang juga usianya, sehingga ia pun menggampangkan banyak ibadah, menundanya, dan mengakhirkannya, sebagaimana ucapan:

“Satu orang dipanjangkan usianya lalu menipu banyak orang sehingga seorang pemuda lupa akan mati.”

Yang semakna dengan ini adalah riwayat Hasan Al-Bashri yang duduk besama teman-temannya, ada yang tua dan ada yang muda, seraya berkata:

«يَا مَعْشَرَ الشُّيُوخِ! مَا يُنْتَظَرُ بِالزَّرْعِ إِذَا بَلَغَ؟» قَالُوا: الْحَصَادُ، قَالَ: «يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ! إِنَّ الزَّرْعَ قَدْ تُدْرِكُهُ الْعَاهَةُ قَبْلَ أَنْ يَبْلُغَ»

“Wahai orang-orang tua! Apa yang ditunggu tanaman jika sudah matang?” Mereka menjawab: dituai. Dia berkata: “Wahai para pemuda! Tanaman terkadang sudah mati sebelum dituai.”[18]

Selayaknya bagi setiap Muslim untuk menjadikan keadaannya seperti dalam hadits:

«إِذَا أَمْسَيْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ الصَّبَاحَ، وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلاَ تَنْتَظِرِ المَسَاءَ»

“Jika kamu di sore hari maka jangan menunggu pagi hari. Dan jika kamu di pagi hari maka jangan menunggu sore hari.”[19]

Ibnu Jauzi berkata: “Wajib bagi siapa yang tidak tahu kapan kematian menjemputnya untuk bersiap-siap, janganlah pemuda tertipu dengan kesehatan. Sedikit sekali yang mati dari kalangan orang tua, dan betapa banyak yang mati dari kalangan pemuda, oleh karena itu sedikit yang mencapai usia tua.”[20]

Poin kita di sini adalah jika kamu melihat sebuah keluarga maka akan mendapati yang panjang umur begitu sedikit, dan kebanyakan yang mati adalah dari kalangan pemuda dan anak-anak.[]

Wasiat Ke-7: Diutusnya Nabi Saat Muda

Di antara wasiat Salaf kepada para pemuda adalah riwayat Qobus putra Abu Zhobyan, ia berkata:

صَلَّيْنَا يَوْمًا خَلْفَ أَبِي ظَبْيَانِ صَلاَةَ الْأُوْلَى وَنَحْنُ شَبَابٌ، كُلُّنَا مِنَ الْحَيِّ إِلَّا الْمُؤَذِّنَ فَإِنَّه شَيْخٌ، فَلَمَّا سَلَّمَ الْتَفَتَ إِلَينَا ثُمَّ جَعَلَ يَسْأَلُ الشَّبَابَ: مَنْ أَنْتَ؟ مَنْ أَنْتَ؟ فَلَمَّا سَأَلَهُمْ قَالَ: «إِنَّه لَمْ يَبْعَثْ نَبِيٌّ إِلَّا وَهُوَ شَابٌّ، وَلَمْ يُؤْتَ الْعِلْمُ خَيْرٌ مِنْهُ وَهُوَ شَابٌّ»

“Pada suatu hari kami sholat bersama Abu Zhobyan saat kami masih muda dan sepantaran kecuali muadzin, dia seorang tua. Ketika ia salam, ia menoleh kepada kami lalu bertanya kepada kami para pemuda: siapa kamu? Siapa kamu? Ketika ia bertanya seperti itu, ia menjawab sendiri: tidaklah diutus seorang Nabi melainkan ia seorang pemuda, dan tidaklah ia diberi ilmu yang lebih baik melebihi saat muda.”[21]

Dia mengingatkan mereka untuk memanfaatkan kebaikan masa muda dan barokahnya, dan ia adalah kesempatan agung untuk berbekal dan menghasilkan, didukung dengan kesungguhan dan kekuatan.[]

Wasiat Ke-8: Bekerjalah!

Imam Ahmad meriwayatkan dalam kitabnya Al-Waro dari Ayyub As-Sikhtiyani, ia berkata:

«يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ! احْتَرِفُوا؛ لَا تَحْتَاجُونَ أَنْ تَأْتُوا أَبْوَابَ هَؤُلاءِ» وَذَكَرَ مَنْ يُكْرَهُ

“Wahai para Pemuda! Bekerjalah, kalian tidak butuh mendatangi pintu-pintu mereka.” Lalu beliau menyebutkan orang yang dibencinya.[22]

Maksudnya, para pemuda hendaknya bekerja disamping belajar untuk mendapatkan uang dan rezeki guna menopang dirinya dan keluarganya, dan jangan menjadi beban bagi orang lain. Sehingga di saat sudah tua tidak perlu mendatangi si fulan dan si alan meminta bantuan dan pertolongan. Rezeki yang paling barokah, paling bermanfaat, dan paling baik adalah dari keringat sendiri.[]

Wasiat Ke-9: Jangan Menyibukkan Orang Lain!

Di antara wasiat Salaf kepada para pemuda adalah riwayat dari Jafar, ia berkata: Tsabit Al-Bunani mendatangi kami saat kami berada di kiblat seraya berkata:

«يَا مَعَاشِرَ الشَّبَابِ! حِلْتُمْ بَيْنِي وَبَيْنَ رَبِّي أَنْ أَسْجُدَ لَهُ»، وَكَانَ قَدْ حُبِّبَتْ إِلَيْهِ الصَّلَاةُ

“Wahai para pemuda! Kalian menghalangi antara aku dengan Robb-mu untuk bersujud kepadaNya.” Beliau orang yang gemar Sholat.[23]

Beliau membimbing para pemuda yang saling bertemu di masjid yang tersibukkan dengan ngrumpi dengan teman-temannya di sudut masjid, sementara datang orang lain yang hendak ibadah di masjid dengan mengharap ketenangan dan khusyuk dalam Sholatnya, mereka justru menghalangi orang tersebut dari ibadah tersebut. Bahkan mereka justru tidak menyibukkan dirinya di masjid dengan ibadah dan berdzikir kepada Alloh, dan tidak pula membiarkan seseorang beribadah dengan tenang di masjid.

Oleh karena itu, para pemuda perlu memperhatikan kehormatan masjid dan jamaah masjid, agar tidak mengganggu mereka untuk tenang dan khusyu dalam ibadah.

Amat di sayangkan di zaman ini di mana para pemuda banyak yang membawa alat komunikasi di sakunya ke masjid. Terkadang hal itu mengganggu orang lain dalam ibadah lewat           nada deringnya atau mengangkat panggilan atau semisalnya. Hal ini menjadikan orang-orang terganggu Sholatnya dan berkurang ketenangan dan khusyuknya.[]

Wasiat Ke-10: Hayyakallah!

Di antara wasiat Salaf kepada para pemuda adalah riwayat dari Muhammad bin Suqoh, ia berkata:

لَقِيَنِي مَيْمُونُ بْنُ مِهْرَانَ فَقُلْتُ: حَيَّاكَ اللهُ، فَقَالَ: «هَذِهِ تَحِيَّةُ الشَّبَابِ، قُلْ بِالسَّلَامِ»

Maimun bin Mihron berpapasan denganku lalu kukatakan: hayyakallah (semoga Alloh menghidupkan Anda). Lalu ia menjawab: “Ini adalah penghormatan para pemuda, tetapi ucapkanlah: Assalamualalikum.”[24]

Disebutkan dalam hadits Nabi :

«مَنْ بَدَأَ بِالْكَلَامِ قَبْلَ السَّلَامِ فَلَا تُجِيبُوهُ»

“Siapa yang memulai pembicaraan sebelum salam maka jangan direspon.”[25]

Ucapan: “Ini adalah penghormatan para pemuda,” maknanya sebagian pemuda suka dengan salam penghormatan terutama saat saling bertemu lalu mereka meninggalkan salam dan menggantinya dengan penghormatan-penghormatan yang disukainya dan condong kepadanya. Terkadang mereka mengurangi salam, dan terkadang salam setelah mengucapkan penghormatan itu.[]

Wasiat Ke-11: Kekuatan Ada di Masa Muda

Di antara wasiat Salaf kepada para pemuda adalah riwayat dari Abul Malih, ia berkata: Maimun bin Mihran berkata kepada kami yang ada di sekelilingnya:

«يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ! قُوَّتُكُمُ اجْعَلُوهَا فِي شَبَابِكُمْ، وَنَشَاطَكَمُ فِي طَاعَةِ اللهِ، يَا مَعْشَرَ الشُّيُوخِ! حَتَّى مَتَى؟»

“Wahai para Pemuda! Letakkanlah kekuatan kalian di masa muda kalian, kesungguhan kalian di ketaatan kepada Alloh. Wahai sekalian orang tua! Hingga kapan?!”[26]

Beliau mewasiatkan kepada para pemuda untuk memanfaatkan kekuatan dan kesungguhan masa muda dalam ketaatan kepada Alloh dan mendekat kepadaNya.

Kemudian beliau berkata: “Wahai sekalian orang tua! Hingga kapan?!” yakni hingga kapan kalian menunggu dan tidak menggunakan hidup kalian dalam ketaatan kepada Alloh Azza wa Jalla?![]

Wasiat Ke-12: Jagalah Sholat!

Diriwayatkan dari Firyabi, ia berkata:

كَانَ سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ يُصَلِّي ثُمَّ يَلْتَفِتُ إِلَى الشَّبَابِ فَيَقُولُ: «إِذَا لَمْ تُصَلُّوا الْيَوْمَ؛ فَمَتَى؟»

“Sufyan Ats-Tsauri Sholat lalu menolah kepada para pemuda lalu berkata: ‘Jika kalian tidak Sholat sekarang, lantas kapan lagi?”[27]

Sufyan Ats-Tsauri mewasiatkan para pemuda wasiat agung untuk mempergunakan masa mudanya dalam ketaatan. Kapan pemuda tidak memanfaatkan masa mudanya sujud kepada Alloh, kelak akan masuk ke masa ia sangat ingin melakukannya tetapi tidak mampu, karena menjadi lemah dan sakit yang tidak memungkinkannya besujud lagi. Oleh karena itu, ia berkata:  “Jika kalian tidak Sholat sekarang, lantas kapan lagi?”[]

Wasiat Ke-13: Tidakkah Kamu Rindu Bidadari?

Diriwayatkan dari Robiah bin Kultsum, ia berkata: Hasan menatap kami yang berada di sekelilingnya sementara kami adalah pemuda lalu berkata:

«يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ! أَمَا تَشْتَاقُونَ إِلَى الْحُورِ الْعِينِ؟»

“Wahai para Pemuda! Tidakkah kalian rindu kepada bidadari?”[28]

Ini adalah motifasi indah dari Imam Al-Hasan Al-Bashri mengingatkan para pemuda dengan kenikmatan dan kelezatan Surga yang diantaranya adalah bidadari nan jelita, agar bertambah giat dan semakin rindu kepada Surga dan kenikmatannya. Jika hal ini tertancap pada hati pemuda – setelah taufiq dari Alloh – maka akan mendorongnya menuju kesungguhan beramal Akhirat, Alloh berfirman:

﴿وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورًا

“Dan barang siapa yang menghendaki kehidupan Akhirat dan berusaha ke arah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah Mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalas dengan baik.” (QS. Al-Isro [17]: 19)[]

Wasiat Ke-14: Jauhilah Menunda-nunda!

Diriwayatkan dari Al-Hasan Al-Bashri, ia berkata:

«يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ! إِيَّاكُمْ وَالتَّسْوِيفَ: سَوْفَ أَفْعَلُ، سَوْفَ أَفْعَلُ»

“Wahai para Pemuda! Jauhilah menunda-nunda: nanti kukerjakan, nanti kukerjakan!”[29]

Ucapan: “Jauhilah menunda-nunda,” ia adalah penyakit yang merusak banyak pemuda, seperti ucapan mereka: nanti kukan tobat, nanti kukan jaga sholatku, nanti kukan berbakti... lalu tidak ia kerjakan, bahkan diulur dan ditunda. Jika jiwanya terbetik bertaubat atau menjaga Sholat atau yang lainnya, maka penyakit itu muncul dan memalingkannya dari kebaikan. Ia senantiasa menunda dan menunda hingga hilang masa mudanya dan hilang keemasan waktunya.

Sebagian mereka menunda taubat hingga menjelang umur sekian dari usianya lalu kematian menjemputnya sebelum ia sampai pada usianya tersebut.[]

 

Wasiat Ke-15: Beramal Hanya di Masa Muda

Diriwayatkan dari Hafshoh binti Sirin, ia berkata:

«يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ! خُذُوا مِنْ أَنْفُسِكُمْ وَأَنْتُمْ شَبَابٌ، فَإِنِّي وَاللَّهِ مَا رَأَيْتُ الْعَمَلَ إِلَّا فِي الشَّبَابِ»

“Wahai Pemuda! Pergunakanlah jiwamu di masa muda, demi Alloh, aku tidak melihat mampu beramal kecuali di masa muda.”[30]

Ucapan: “aku tidak melihat mampu beramal kecuali di masa muda,” yakni masa muda adalah masa teragung untuk banyak berbuat kebaikan, yaitu jika pemuda tersebut diberi taufik Alloh biidznillah memanfaatkannya. Namun, jika ia lalai dari masa muda ini dan merusak masa muda ini dengan menuruti kelezatan, syahwat, hajat jiwa, dan tuntutan-tuntutannya, apalagi jika itu harom –semoga Alloh menjauhkan kita darinya- maka ia telah merugikan masa mudanya dan masa depannya, seperti ucapan penyair:

Menuruti hajat-hajat di masa muda adalah kelezatan, tetapi di masa depan menjadi adzab.

Menuruti hajat-hajat di masa muda memang nampak lezat dirasakan oleh pelakunya, namun ketika ia sudah beranjak menua, ia mulai merasakan adzab (sakit dan penyesalan), hal itu disebabkan efek yang ditimbulkannya berupa hukuman yang pedih.

Masa muda adalah masa agung di kehidupan seseorang, maka sudah selayaknya ia diberi perhatian lebih, dan selayaknya memaksa diri dengan sungguh-sungguh agar tidak terluput dari kebaikan dan barokahnya, seraya meminta pertolongan kepada Alloh, dan senantiasa ingat bahwa Alloh kelak akan bertanya tentang masa mudanya pada hari ia berjumpa denganNya.

Inilah yang mudah dikumpulkan dalam pembahasan ini. Aku memohon kepada Alloh yang Maha Mulia pemilik Arsy yang agung dengan nama-namaNya yang indah dan sifat-sifatNya yang tinggi agar memberi kita taufik kepada apa yang dicintaiNya berupa ucapan yang lurus dan amal shalih, dan memperbaiki seluruh urusan kita, dan tidak menyerahkan diri kepada kita sendiri meski sekejap mata, dan memberi petunjuk kita ke jalan lurus, dan semoga shalawat dan salam tercurah kepada Rosulullah, keluarganya, dan para Sahabatnya.[]



[1] HR. Al-Hakim no. 7846 dengan sanad shohih.

[2] HR. Tirmidzi no. 2416 dengan sanad hasan.

[3] HR. Al-Baihaqi no. 1610 dalam Su’abul Iman.

[4] HR. Ibnu Abdil Barr no. 257 dalam Jami Bayanil Ilmi wa Fadhlih.

[5] Risalah ini mulanya adalah ceramah yang kusampaikan di negeri Bahrain pada 13 Jumadal Ula 1435 H di Universitas Hamad Kanu di Provinsi Muhriq, kemudian risalah ini dicetak dan diberi beberapa faidah setelah dimurojaah. Semoga Allah membalas kebaikan orang-orang yang turut merilis risalah ini.

[6] HR. Al-Hakim no. 3947 dalam Al-Mustadrok.

[7] HR. Al-Hakim no. 3948 dalam Al-Mustadrok.

[8] HR. Al-Khatib Al-Baghdadi no. 139 dalam Al-Jami li Akhlaqir Rowi wa Adabis Sami.

[9] HR. Ibnu Bathoh no. 43-45 dalam Al-Ibanah Al-Kubro.

[10] HR. Al-Khatib Al-Baghdadi no. 673 dalam Al-Jami li Akhaqi Rowi wa Adabis Sami.

[11] HR. Abu Nuaim 6/370 dalam Hilyatul Auliya.

[12] HR. Adz-Dzahabi 11/305 dalam Siyar Alamin Nubala.

[13] QS. Al-Ankabut [29]: 69.

[14] HR. Al-Baihaqi no. 12 dalam Kitab Az-Zuhdul Kabir.

[15] HR. At-Tirmidzi no. 3502 dengan sanad hasan.

[16] HR. Al-Bukhari no. 1295 dan Muslim no. 1628.

[17] HR. Ibnu Abid Dunya no. 42 dalam Al-Umru was Syaib.

[18] HR. Al-Baihaqi no. 500 dalam Az-Zuhdul Kabir.

[19] HR. Al-Bukhari no. 6416.

[20] Saidul Khotir hal. 240 oleh Ibnul Jauzi.

[21] HR. Abu Khoitsamah no. 80 dalam Kitabul Ilmi.

[22] HR. Ahmad no. 94 dalam Al-Waro.

[23] HR. Abu Nuaim 2/322 dalam Hilyatul Auliya.

[24] HR. Abu Nuaim 4/86 dalam Hilyatul Auliya.

[25] HR. Ibnu Sunni 214 dalam Amalul Yaum wal Lailah dan As-Shohihah no. 816.

[26] HR. Abu Nuaim 4/87 dalam Hilyatul Auliya.

[27] HR. Abu Nuaim 7/59 dalam Hilyatul Auliya.

[28] HR. Ibnu Abid Dunya no. 312 dalam Sifatul Jannah.

[29] HR. Ibnu Abid Dunya no. 212 dalam Qishorul Amal.

[30] HR. Al-Marwazi hal. 49 dalam Mukhtasar Qiyamil Lail.


Unduh PDF dan Word

Next Post Previous Post
3 Comments
  • Sahid Ali
    Sahid Ali 15 Agustus 2020 pukul 20.17

    Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

  • Sahid Ali
    Sahid Ali 15 Agustus 2020 pukul 20.40

    Assalamu'alaikumwarahmatullahi wabarakatuh.
    Tolong perbaiki untuk yang versi pdf karena isinya versi word juga

    • Nor Kandir, ST., BA., C.AFM., C.LAFM., C.LSFM
      Nor Kandir, ST., BA., C.AFM., C.LAFM., C.LSFM 20 Oktober 2025 pukul 13.58

      Assalamu'alaikumwarahmatullahi wabarakatuh. Sudah kami terbitkan edisi ke-2 dan link sudah diperbaiki.

Add Comment
comment url